Abstrak - Perdagangan produk perikanan memberikan kontribusi yang signifikan bagi negara.
Tuna merupakan komoditas ekspor utama Indonesia dan memiliki nilai ekonomi tinggi di pasar
dunia. Uni Eropa (UE) merupakan pasar potensial bagi Indonesia. Ekspor tuna ke UE meningkat
rata-rata 3,82% selama periode 1992-2006. Proteksi yang diberikan oleh UE yang diatur dalam
kebijakan perdagangan berupa kebijakan tarif dan non tarif menjadi kendala bagi Indonesia. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan memahami dampak kebijakan perdagangan UE
terhadap volume ekspor tuna Indonesia. Kebijakan terkait tarif impor UE antara lain EC No.
2886/96, EU No. 980/2005 dan EC No. 975/2003 yang berlaku dari tahun 2006-2008, yang
memberikan keringanan tarif spesifik untuk tuna kaleng dari Indonesia, Thailand dan Filipina
.Kebijakan nontarif dirangkum dalam EC No. 178/2002, kemudian diperjelas dalam aplikasi oleh
EC No. 466/2001, EC No. 852/2004, EC 853/2004, EC No. 854/2004, EC No. 882/2004 dan EC
No. 2073/2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tarif dua tahun sebelumnya, kebijakan non
tarif UE dan volume ekspor berdampak pada volume ekspor tuna Indonesia pada tahun t. Hal ini
sejalan dengan kenyataan bahwa UE terus memberikan kesempatan kepada Indonesia untuk terus
meningkatkan ekspor dengan kualitas yang ada, namun tetap harus dilakukan upaya untuk
menyeimbangkan kualitas. Prakiraan yang diperoleh menunjukkan bahwa ekspor tuna ke UE akan
terus meningkat selama lima tahun ke depan.
Kata kunci: kebijakan, tarif, non tarif, Uni Eropa, ekspor, tuna
1. PENDAHULUAN
Perkembangan ekonomi saat ini merangsang pasar dan mengubah arah dunia usaha,
tidak lagi terbatas pada lingkup nasional, tetapi berdimensi internasional atau global.
Dalam The Wealth of Nations, Adam Smith berpendapat bahwa jika suatu negara
memproduksi barang lebih efisien, maka akan mengekspor barang ke negara lain, yang
disebut keunggulan absolut. Terjadinya kegiatan perdagangan internasional akan dapat
meningkatkan keuntungan dan output dunia yang terlibat di dalamnya (Sukwiaty 2005).
Semakin berkembangnya kegiatan perdagangan antar negara menyebabkan banyak
negara melakukan kegiatan proteksi untuk melindungi produsen dan konsumen di negara
yang bersangkutan. Hampir setiap negara menerapkan pembatasan perdagangan atau
pungutan dalam bentuk pungutan, perlindungan dalam bentuk kebijakan atau peraturan
perdagangan.Pembatasan ini merupakan hambatan bagi kegiatan perdagangan, sehingga
sangat berpengaruh kepada negara-negara berkembang yang melakukan kerjasama dengan
negara tesebut.
Uni Eropa merupakan pasar potensial bagi Indonesia. Dibandingkan dengan Jepang dan
Amerika Serikat, UE menempati urutan ketiga di antara tujuan ekspor tuna Indonesia,
namun UE, sebagai organisasi antar pemerintah negara-negara Eropa, merupakan pasar
yang berkembang dan menawarkan peluang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan
volume ekspor tuna. UE sangat protektif terhadap produsen dan konsumen dalam negeri.
Proteksi yang ditawarkan UE berupa penetapan kebijakan perdagangan yang menjadi
kendala bagi Indonesia yang mengekspor tuna ke UE. Hambatan yang dikenakan terhadap
produk yang masuk ke negara anggotanya berupa hambatan tarif dan non tarif yang dinilai
cukup berat dibandingkan dengan negara pengimpor lainnya. Oleh karena itu, dalam
rangka mendorong ekspor tuna Indonesia, perlu dilakukan analisis sejauh mana pengaruh
kebijakan perdagangan UE terhadap perkembangan ekspor tuna Indonesia ke UE.
Rata-rata % Rata-rata %
Komoditi Kenaikan Volume Kenaikan Nilai
1997-2006 1997-2006
Udang 9,07 4,26
Tuna, Cakalang, Tongkol 0,23 5,38
Ikan Lainnya (termasuk 6,54 6,19
darat)
Kepiting 12 24,64
Lainnya 15,61 0,88
Total Hasil Perikanan 7,29 5,17
Sumber : Statistik Ekspor Hasil Perikanan, 2006a
Pada tahun 2001, volume ekspor tuna Indonesia sebesar 84.206 ton dan mengalami
peningkatan menjadi sebesar 92.797 ton pada tahun 2002. Kenaikan volume tuna tidak
diikuti kenaikan nilainya di pasar dunia, hal ini dikarenakan nilai tukar rupiah sedang
mengalami penurunan dari Rp 8.653 per US$ pada tahun 2001 menjadi hanya Rp 8.542
per US$ pada tahun 2002. Daftar nilai tukar rupiah terhadap US$ dapat dilihat pada
Lampiran 1. Persentasi rata-rata kenaikan ekspor tuna Indonesaia ke pasar dunia dari tahun
1997-2006 masih relatif kecil yaitu 0,23%. Namun jika dilihat dari nilai produksi tuna
Indonesia, keadaan ini dapat ditingkatkan dengan usaha pengembangan industri tuna yang
komprehensif.
2.3 Teori Perdagangan Internasional
Jones dalam Julianingsih, 2003 mengatakan bahwa kebijakan terdiri dari komponen-
komponen 1) Goal atau tujuan yang diinginkan, 2) Plans atau proposal yaitu pengertian yang
spesifik untuk mencapai tujuan, 3) Program yaitu usaha yang berwenang untuk mencapai tujuan,
4) Decision atau keputusan yaitu tindakan-tindakan untuk menentukan tujuan membuat rencana
melaksanakan dan mengevaluasi program dan efek yaitu akibat-akibat dari program (baik
disengaja atau tidak, primer atau sekunder).
Teori dan kebijakan perdagangan internasional merupakan aspek mikro ekonomi ilmu
ekonomi sebab berhubungan dengan masing-masing negara sebagai individu yang diperlakukan
sebagai unit tunggal, serta berhubungan dengan harga relatif suatu komoditi. Dalam arti luas
kebijaksanaan ekonomi internasional adalah tindakan atau kebijaksanaan ekonomi pemerintah,
yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi konposisi, arah serta bentuk daripada
perdagangan dan pembayaran internasional. Kebijakan ini tidak hanya berupa tarif, quota, dan
sebagainya, tetapi juga meliputi kebijaksanaan pemerintah di dalam negeri yang secara tidak
langsung mempunyai pengaruh terhadap perdagangan serta pembayaran internasional seperti
misalnya kebijaksanaan moneter dan fiskal. Sedangkan definisi yang lebih sempit kebijaksanaan
ekonomi internasional adalah tindakan atau kebijaksanaan ekonomi pemerintah yang secara
langsung mempengaruhi perdagangan dan pembayaran internasional (Nopirin, 1999).
Hambatan dalam arus perdagangan ada dua macam, yaitu hambatan yang bersifat tarif (tariff
barrier) dan hambatan yang bersifat non tarif (non tariff barriers). Hambatan yang bersifat tarif
(tariff barrier) merupakan hambatan terhadap terhadap arus barang ke dalam suatu negara yang
disebabkan oleh diberlakukannya tarif bea masuk dan tarif lainnya, sedangkan yang dimaksud
dengan hambatan yang bersifat non tarif (non tariff barriers) merupakan hambatan terhadap arus
barang ke dalam suatu negara yang disebabkan oleh tindakan-tindakan selain penerapan
pengenaan tarif atas suatu barang.
4 Septika Tri Ardiyanti, Dampak Non Tarif Tujuannya adalah untuk Hasil menunjukkan
Ayu Sinta Saputri Measures (Ntms) menganalisis dampak bahwa NTM
Terhadap Ekspor Udang tindakan nontariff terhadap berdampak negatif
Indonesia ekspor udang dan produk terhadap ekspor
olahannya dari Indonesia. udang dan udang
Untuk mengetahui dampak olahan dalam
NTM terhadap ekspor, negeri.
penelitian ini menggunakan Pemberlakuan
model gravity dengan TBT di negara
menggunakan data panel. pengekspor
memiliki dampak
negatif yang lebih
besar dibandingkan
SPS
5 Ratih Wijayati, Dampak kebijakan Tujuannya adalah untuk Dari hasil penlitian
Irham, Suhatmini tarif dan non-tarif mengetahui pengaruh yang dilakukan
hardyastuti pada terhadap permintaan dan penerapan tarif dan nontariff membuktikan
tahun daya saing tuna terhadap permintaan dan bahwa nilai ekspor
2011 Indonesia dipasar Uni daya saing tuna Indonesia, di Uni Eropa dan
Eropa, Amerika dan serta berbagai factor harga jual udang
Jepang . lainnya. di Jepang
merupakan
permintaan utama
tuna Indonesia di
pasar produktif
Dari berbagai hasil penelitian sebelumnya, penelitian ini terdapat kesamaannya dengan
penelitian Rismutia Hayu Deswati dkk 2015, Ratih Wijayati dkk 2011, dan Dian Dwi dkk karena
samasama mendeskripsikan tarif dan non-tarif serta menganalisis dampak dari kebijakan tarif dan
non-tarif pada sektor ekspor perikanan dan kelautan. Namun, penelitian ini berbeda dengan
penelitian Subhechanis dkk, Darmiati Dahar dkk dan Septika Tri Ardiyanti dkk karena dari
penelitian-penelitian sebelumnya menggunakan Teknik panel data serta pendekatan model GTAP,
yang mana penelitian tersebut menggunakan metode kuantitatif, sedangkan penelitian ini
menggunakan metode kualitatif
2.7 Kerangka Pemikiran
Supply/Ekspor Supply/Ekspor
tuna Negara tuna Indonesia
Lain ke Uni ke Uni Eropa
Eropa
Volume Ekspor
3.4.4 Peramalan
Pola data yang mengacu pada deret waktu menentukan teknik atau metode peramalan yang
baik digunakan. Metode yang digunakan untuk mengolah data yang bersifat trend yaitu data
perkembangan volume ekspor tuna Indonesia antara lain adalah metode trend linier, metode rata-
rata bergerak ganda (double moving average), metode pemulusan eksponential ganda (double
exponential smoothing) brown, metode pemulusan eksponential ganda (double exponential
smoothing) holt. Sedangkan nilai mana yang diambil sebagai nilai yang tepat dalam proses
peramalan dipilih dari metode mana yang menunjukkan nilai MSE terkecil.
Tabel 4. Perkembangan Ekspor Tuna Menurut Pasar Potensial Indonesia, Tahun 2005-2006
Perkembangan ekspor tuna Indonesia ke Uni Eropa periode 1992-2006 sangat fluktuatif.
Rata-rata kenaikan ekspor tuna ke Uni Eropa selama selang periode 1992-2006 sebesar 3,82 % per
tahun. Peningkatan yang besar terjadi pada tahun 1998 dengan tingkat pertumbuhan dari 9 %
menjadi 32 % atau sebesar 8.523 ton pada tahun 1997 menjadi 11.211 ton pada tahun 1998.
Pertambahan negara Uni Eropa yang terjadi pada tahun 1995 dan 2004 memberikan pengaruh yang
cukup besar kepada Indonesia. Pada tahun 1995 peningkatan ekspor terjadi sebesar 13,77% dari
volume ekspor tahun sebelumnya atau menjadi sebesar 7.537ton. Tahun 2004 juga terjadi
peningkatan sebesar 3,26 % dari tahun sebelumnya atau menjadi sebesar 12.877 ton dan tersu
mengalami peningkatan. Namun, pada tahun 2006 terjadi penurunan yang cukup besar menjadi
hanya 10.591 ton.
4.2 Hasil Analisis Regresi Pengaruh Hambatan Tarif dan Non Tarif Uni Eropa Terhadap
Volume Ekspor Tuna Indonesia
Analisis kondisi perdagangan bilateral antara Indonesia dengan Uni Eropa dapat dilakukan
menggunakan ekonometrika dengan fungsi linier regresi berganda untuk mengetahui besar
pengaruh kebijakan perdagangan baik berupa tarif maupun non-tarif terhadap volume ekspor tuna
Indonesia. Pada analisis ini besar tarif yang digunakan adalah tarif tuna kemasan kedap udara
dengan kode HS 1604.141000. Hal ini dikarenakan pasar Uni Eropa lebih didominasi oleh produk
tuna olahan atau tuna kaleng dan persentase ekspor tuna olahan yang dilakukan Indonesia pada
tahun 2006 sebesar 77,18 % dari total tuna yang diekspor Indonesia. Sehingga besar tarif yang
digunakan juga tarif yang dikenakan Uni Eropa untuk produk tuna olahan Indonesia.
Analisis pengaruh kebijakan perdagangan Uni Eropa ini dilakukan menggunakan beberapa
model dugaan dan pengolahan data dilakukan menggunakan software SPSS 13.0 (Statistical
Product and Service Solutions). Hasil pendugaan parameter ekspor tuna ke pasar Uni Eropa
dengan beberapa model dugaan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Pendugaan Parameter Hambatan Tarif dan Non-Tarif Ekspor Tuna Indonesia ke
Uni Eropa
Hasil yang terdapat pada Tabel 5. memperlihatkan signifikansi atau selang kepercayaan pada
variabel dummy hambatan non-tarif (Dt) sangat rendah dan tidak berpengaruh nyata terhadap
volume ekspor tuna (Qt) sehingga variable ini tidak digunakan dalam model. Tabel 22. juga
memperlihatkan nilai adj R2 dan F-hit tertinggi terdapat pada model dugaan semi log dengan nilai
0,454 dan 4,332. Sehingga proses analisis dan evaluasi berikutnya dilakukan pada persamaan (2).
4.3 Analisis Pengaruh Hambatan Tarif dan Non Tarif Perdagangan Tuna Indonesia di Uni
Eropa
Uni Eropa sebagai negara yang memberlakukan GSP memberikan perlakuan khusus kepada
Indonesia. Perlakuan khusus ini berupa pemberian tarif preferensi terhadap produk ekspor
Indonesia (termasuk produk tuna) yang ditujukan ke Uni Eropa. Tarif preferensi ini menjadi
sebuah peluang kepada Indonesia untuk dapat memperluas akses pasar. Selain Indonesia, pemasok
tuna ke Uni Eropa lainnya Thailand dan Filiphina. Kedua negara ini juga memperoleh tarif
preferensi yang sama karena termasuk negara dunia ketiga yang dibantu oleh Uni Eropa.
Ketentuan terhadap besarnya tarif preferensi yang diberlakukan Uni Eropa kepada negara dunia
ketiga ada pada EC No. 2658/87 yang merupakan dasar perlakuan tarif dan dalam Council
Regulation (EC) No. 980/2005 yang mengatur skema GSP.
Tarif yang dikenakan Uni Eropa untuk produk tuna kaleng (canned tuna) Indonesia
diturunkan sebesar 50 % dari tarif sebelumnya menjadi 12 % pada tahun 2003. Penurunan tarif ini
diatur dalam Council Regulation (EC) No.975/2003 terhitung sejak 1 Juli 2003 sampai 30 Juni
2008. Jika masa berlaku regulasi itu berakhir besar tarif yang dikenakan untuk produk tuna
Indonesia menjadi 20,5 % sesuai dengan skema GSP yang dikeluarkan pada tahun 2005.
Berikut besar tarif bea masuk yang dikenakan pada produk tuna Indonesia yang
ditampilkan Tabel 6.
Jumlah terbesar tuna yang diekspor Indonesia adalah tuna kemasan dengan tarif yang
dikenakan Uni Eropa lebih tinggi dibandingkan negara tujuan ekspor lainnya. Penurunan tarif yang
dilakukan Uni Eropa pada tahun pertengahan tahun 2003 berimbas positif terhadap volume ekspor
tuna Indonesia sehingga Indonesia dapat meningkatkan volume ekspornya.
Pada tahun 2003, volume ekspor tuna ke Uni Eropa mengalami peningkatan sebesar 37,32
% dari tahun sebelumnya dan terus mengalami peningkatan dengan rata-rata peningkatan sebesar
9,11 % per tahun periode 2003-2006. Kondisi ini sesuai dengan analisis regresi yang dilakukan
dengan menggunakan model semi log bahwa ada hubungan negatif antara volume ekspor tuna
Indonesia dengan tarif yang diberlakukan Uni Eropa dan hal ini diterangkan dengan nyata oleh
koefisien (α) dalam model sebesar 91%.
Uni Eropa sangat melindungi masyarakatnya atau kesehatan manusia dari keamanan pangan
yang beredar dipasaran. Hal ini kemudian menjadi sebuah hambatan tambahan bagi perusahaan
ekspor tuna Indonesia ke Uni Eropa karena standar yang ditentukan Uni Eropa sangat tinggi dan
masih belum dapat dicapai oleh produk tuna dari Indonesia. Regulasi yang menjadi menghambat
perdagangan tuna secara non teknis ini adalah EC No. 178/2002. Regulasi inimerupakan peraturan
mengenai persyaratan umum pangan serta prosedur keamanan pangan yang menjadi dasar
peraturan standar mutu lainnya di Uni Eropa. Ragulasi ini bersifat mandatory yaitu peraturan yang
harus diterapkan oleh semua negara anggota Uni Eropa.
Penerapan dilakukan oleh negara-negara anggota di setiap port entry, menjadikan hambatan
yang mempengaruhi volume ekspor produk tuna Indonesia tidak hanya tarif melainkan hambatan
non tarif yang bersifat teknis. Peraturanparaturan teknis yang dikeluarkan Uni Eropa ini memiliki
tingkat keketatan jauh lebih tinggi dibandingkan Codex Alimentarius Comission dan negara maju
lainnya (Iqbal 2008).
Metode peramalan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode trend, metode rata-
rata bergerak ganda, metode pemulusan eksponential ganda brown, dan metode pemulusan
eksponential holt (α=0,1 dan β=0,2). Berdasarkan hasil peramalan yang dilakukan dengan
menggunakan metode peramalan didapatkan hasil peramalan volume eskpor tuna Indonesia lima
tahun mendatang. Hasil peramalan yang diperoleh dan trend dari data time series sebelumnya
dinyatakan volume ekspor tuna Indonesia ke Uni Eropa terus mengalami peningkatan.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Kebijakan perdagangan mengenai tarif Uni Eropa untuk impor tuna asal Indonesa antara lain
EC No.2886/89 yang berlaku dari tahun 1989-2005, EC No. 980/2005 yang berlaku mulai
tahun 2006-2008, dan EC No. 975/2003 mengatur pengurangan besar tarif khusus tuna kaleng
asal Indnesai, Thailand dan Filiphina. Kebijakan non tarif Uni Eropa untuk impor tuna asal
Indonesia terangkum dalam EC No. 178/2002, EC 466/2001, EC 178/2002, EC 852/2004, EC
853/2004, EC 854/2004, EC 882/2004 dan EC 2073/2005.
2. Model pengaruh hambatan tarif dan non tarif yang terbaik adalah model semilog diwakili
oleh variabel tarif dan volume ekspor dua tahun sebelumnya. Kebijakan tarif berpengaruh
nyata terhadap model sebesar 91% dengan nilai elastisitas tarif sebesar -0,64 dan bersifat
inelastic.
3. Kebijakan hambatan non tarif tidak berpengaruh nyata terhadap model dugaan karena hanya
memiliki SK sebesar 20 % walaupun secara ekonomi variable ini telah sesuai. Ketidak nyataan
variabel ini didukung fakta yang terjadi bahwa Indonesia dijinkan terus melakukan ekspor ke
Uni Eropa namun harus diimbangi dengan usaha penyetaraan standar.
4. Hasil peramalan yang dilakukan dengan beberapa metode didapatkan metodetrend yang
mendekati keadaan sebenarnya dengan nilai MSE.
5.2 Saran
1. Indonesia perlu mengajukan permohonan kepada pihak Uni Eropa untuk menurunkan besar
tarif yang dikenakan pada produk tuna Indonesia
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan faktor-faktor lain yang berpengaruh
terhadap volume ekspor tuna Indonesia ke Uni Eropa seperti harga tuna Indonesia, harga tuna
negara pesaing, GDP Uni Eropa, dan nilai tukar.
DAFTAR PUSTAKA
Amir M.S. 2000. Seluk-Beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri. Edisi Revisi. Cetakan ke-9.
Jakarta : Penerbit PPM
________. 2003. Ekspor dan Impor (Teori dan Penerapannya). Seri Bisnis Internasional no.13
Jakarta : Penerbit PPM.
Aritonang, R. L. R. 2002. Peramalan Bisnis. Jakarta : Penerbit Ghalia Indo.
Bugin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Burhanudin, dkk. 1984. Suku Scombridae: Tinjauan Mengenai Ikan Tuna, Cakalang dan Tongkol.
Proyek Studi Potensi Sumber Daya Alam Indonesia. Jakarta : Lembaga Oseanologi Nasional
LIPI.
Dahuri, H Rokhmin. 2004. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan: Orasi
Ilmiah. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
DKP RI. 2004. Statistik Ekspor Hasil Perikanan Tahun 2004. Jakarta : Direktorat Jenderal
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan.
______. 2006. Statistik Ekspor Hasil Perikanan Tahun 2006. Jakarta : Direktorat Jenderal
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan.
Gujarati, Damodar. 1995. Ekonomertika Dasar. Terjemahan oleh Sumarzo Zain.Jakarta : Erlangga.
Hady, Hamdy. 2004. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional.
Edisi Cetakan ke-4. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Hamdani, Andan. 2006. Analisis Perdagangan Udang Indonesia di Pasar Eropa. Skripsi.
Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Hanke, JE, Reitsch AG, Wichern DW. 1992. Bussines Forcasting. Ed ke-4. Jakarta : Erlangga.