KINERJA ORGANISASI
BAB I
Sumber Daya Manusia sebagai salah satu aset tidak tampak, merupakan sesuatu
yang sangat strategis bagi Kementerian LHK dalam rangka mewujudkan pemerintahan
yang akuntabel, bersih, serta mampu memberikan pelayanan publik yang prima.
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aset stratejik (Human Capital) karena memiliki
keunggulan dibandingkandengan aset lainnya (Physical Capital dan Organizational
Capital).
Untuk mewujudkan SDM yang profesional dan kompeten sesuai nilai-nilai organisasi, maka
setiap Aparatur Sipil Negara (ASN) yaitu PNS dan PPPK berkewajiban mengelola dan
mengembangkan dirinya serta mempertanggungjawabkan kinerjanya.
3
negara.
Dengan telah berlakunya kerja sama kawasan- kawasan bebas dalam
melakukan perdagangan di berbagai sektor, maka kompetisi secara global
dalam berbagai sektor kian ketat, termasuk bidang infrastruktur. Mau tidak mau
Indonesia juga melakukan perjanjian kerja sama dengan negara-negara di dunia
melalui berbagai perjanjian, termasuk AFTA (ASEAN Free Trade Area/Kawasan
Perdagangan Bebas ASEAN), yaitu persetujuan kerja sama dalam rangka
meningkatkan data saing dan menarik investasi asing ke negara-negara ASEAN
pada sektor produksi lokal di seluruh negara ASEAN yang menjadi anggota
melalui penghapusan beadan halangan nonbea.
Terdapat 6 negara ASEAN yang menandatanganiperjanjian AFTA, yaitu,
Brunei, Indonesia, Malaysia,Filipina, Singapura dan Thailand. Belum lagi
berbagai perjanjian kerja sama di wilayah perdagangan bebas lainnya,
misalnya Asia-Pacific Trade Agreement (APTA), South Asia Free Trade
Agreement (SAFTA), dan lain sebagainya. Bahkan,pada tahun 2020 ini, negara-
negara yang tergabung dalam Asia Pacific Economic Cooperation (APEC)
menargetkan Asia Pasifik menjadi wilayah perdagangan bebas dan
menjadi Free TradeArea of The Asia Pacific (FTAAP). Kompetisi global
tersebut mempengaruhi kinerja Kementerian/Lembaga dalam menyiapkan SDM
berkinerjatinggi.
(b) Comfort Zone menjadi Competitive Zone
Pada akhirnya pola pembinaan manajemen PNS yang selama ini berada
pada konsep comfort zone (zona aman) dituntut bertransisi menja- di
competitive zone (zona persaingan), mulai dari sistem rekrutmen hingga
pengangkatan ke dalam jabatan menekankan 3 (tiga) aspek mutlak yakni
kualifikasi, kompetensi, dan kinerja. Dengan demikian, peningkatan karier setiap
PNS tidaklagi didasarkan pada pengisian jabatan yang ditentukan oleh lama
atau tidaknya suatu masa kerja, melainkan berorientasi pada kompetisi
terbuka sesuai dengan kualifikasi dan kompetensi yang ditetapkan masing-
masing jabatan serta memenuhi standar kinerja yang dipersyaratkan.
4
Hal ini sejalan dengan sistem merit yang di- amanatkan oleh Undang2
tentang ASN maupun Peraturan terkait Manajemen ASN.
(c) Era Revolusi Industri 4.0 Robotisasi dan Digitalisasi (Mesin Pintar
MenggantikanPekerja)
Situasi ini disebut Revolusi Industri dimana terjadi perubahan besar akan
cara manusia memproduksi barang dan jasa yang berdampakpada seluruh bidang
kehidupan dan bersifat global. Revolusi industri pertama dipicu oleh
penemuan mesin uap yang diciptakan James Watt pada pertengahan abad ke-
18. Adanya mesin uap ini menjadi dasar penciptaan mesin-mesin
lainnya sepertikapal uap, kereta api uap, dan sebagainya.
Revolusi industri 4.0 sudah di depan mata. Mau tak mau pemerintah
harus memiliki strategi jitu untuk mempersiapkan SumberDaya Manusia (SDM)
yang semakin handal dalam mengembangkan pemanfaatan teknologi
informasi dalam menghadapi revolusi industri. Sejalan dengan perkembangan
Industri 4.0 tersebut, Kementerian LHK mulai melakukanperubahan dalam proses
bisnisnya dalam memanfaatkan fasilitas informasi teknologi yang sedang
berkembang pesat.
Beberapa hal yang mulai dan sedang dilakukan oleh Kementerian LHK
adalah digitalisasi, “connectivity & computer power” (kekuatan konektivitas dan
komputer), “human-machine interface” (sistem yang menghubungkan antara
manusia dan mesin), dan “analytics intelligence” (algoritmapembelajaran mesin
yang digunakan untuklebih mempermudah penelusuran data dandengan cepat
mendapatkan wawasan yang diinginkan), sehingga dapat meningkatkan
efisiensi, meningkatkan optimasi produksi, dan memperbaiki proses produksi
guna mencapai efisiensi yang tinggi dan kualitas produk yang lebihbaik, tidak
terkecuali juga memberikan nilai tam- bah bagi pelaksanaan pembangunan
infrastruktur.
Selain itu, pemerintah juga fokus pada peningkatan kualitas kinerja dan
kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang merupakan salah satu
asetpenting dalam penyelenggaraan roda pemerintahan sebuah negara. Dalam
rekrutmen ASN pengadaanpegawai dilakukan untuk pekerjaan yang sifatnya
rutinitas sudah ditutup. Hal ini karena 38% pegawaitelah memiliki kompetensi
umum.
2) Penguasaan IT
9
5) Sistem Informasi Pendukung
6) Reformasi Birokrasi
Visi dari reformasi ASN adalah; mewujudkan Aparatur Sipil Negara yang
memiliki integritas, profesional, melayani dan sejahtera. Sejalan dengan
Visi UU ASN, Visi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
yaitu Terwujudnya Keberlanjutan Sumber Daya Hutan dan Lingkungan Hidup
untuk Kesejahteraan Masyarakat dalam mendukung Terwujudnya Indonesia
Maju yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong
Royong. Berdasarkan Visi KLHK maka dapat dirumuskan Misi KLHK sebagai
berikut: a). Mewujudkan hutan yang lestari dan lingkungan yang berkualitas,
b). Mengoptimalkan manfaat ekonomisumber daya hutan dan lingkungan
secara berkeadilan dan berkelanjutan, c). Mewujudkan keberdayaan
masyarakat dalam akses kelola hutan baik laki-laki maupun perempuan
secara adil dan setara, dan d). Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang
baik.,
11
BAB II
RENCANA KERJA
12
dengan menggunakan sistemaplikasi e-planning KRISNA
(Kolaborasi Perencanaan dan Informasi Kinerja Anggaran).
14
1. Pendahuluan
Struktur Organisasi dan SDM memuat bagan dari Unit Kerja dan
Satuan Kerja sesuai Peraturan Menteri LHK Nomor P.
18/Menlhk- II/2015 tentang Organisasi dan Tata kerja
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta kondisi
Sumber Daya Manusia yang adadi lingkup unit kerja dan satuan
kerja.
16
adalah perkiraan jumlah anggaran yang akan dimanfaatkan
dalam mencapai target tahun T yang telah ditetapkan.
4. Penutup
17
BAB III
17
Perencanaan kinerja terdiri atas penyusunan dan penetapan SKP.
Proses penyusunan SKP melalui dialog kinerja antara Pimpinan dan Pegawai untuk penetapan
dan klarifikasi Ekspektasi. Komponen dalam proses penyusunan SKP:
a. Rencana kinerja yang terdiri atas :
1. rencana hasil kerja Pegawai beserta ukuran keberhasilan/indikator kinerja individu dan
target; dan
2. perilaku kerja Pegawai yang diharapkan;
b. sumber daya yang dibutuhkan untuk pencapaian kinerja Pegawai;
c. skema pertanggungjawaban kinerja Pegawai; dan
d. konsekuensi atas pencapaian kinerja Pegawai.
Penetapan dan klarifikasi Ekspektasi untuk penyusunan SKP dilakukan sejak penyusunan
rancangan perjanjian kinerja unit kerja. Penetapan dan klarifikasi Ekspektasi dituangkan dalam
dokumen SKP.
Rencana hasil kerja Pegawai merupakan outcome, outcome antara, output, dan/atau layanan
yang akan dihasilkan Pegawai.
Ukuran keberhasilan/indikator kinerja individu dan target atas rencana hasil kerja Pegawai
meliputi aspek:
a. kuantitas;
b. kualitas;
c. waktu atau kecepatan penyelesaian hasil kerja; dan/atau
d. biaya.
18
Ukuran keberhasilan/indikator kinerja individu dan target atas rencana hasil kerja Pegawai dapat
dinyatakan dengan pendekatan kualitatif atau kuantitatif.
Perilaku kerja
Perilaku kerja Pegawai diwujudkan dalam nilai dasar aparatur sipil negara yang menjadi
standar perilaku kerja Pegawai yang terdiri atas:
a. Berorientasi pelayanan yang meliputi:
memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat;
ramah, cekatan, solutif, dan dapat diandalkan; dan
melakukan perbaikan tiada henti;
b. Akuntabel yang meliputi:
melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab cermat, disiplin, dan berintegritas
tinggi;
menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan
efisien; dan
tidak menyalahgunakan kewenangan jabatan;
c. Kompeten yang meliputi:
meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu berubah;
membantu orang lain belajar; dan
melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik;
d. Harmonis yang meliputi:
menghargai setiap orang apapun latar belakangnya;
suka menolong orang lain; dan
membangun lingkungan kerja yang kondusif;
e. Loyal yang meliputi:
memegang teguh ideologi Pancasila, Undang- Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta
pemerintahan yang sah;
menjaga nama baik sesama aparatur sipil negara, Pimpinan, instansi, dan negara; dan
19
menjaga rahasia jabatan dan negara;
f. Adaptif yang meliputi:
cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan;
terus berinovasi dan mengembangkan kreativitas; dan
bertindak proaktif; dan
g. Kolaboratif yang meliputi:
memberi kesempatan kepada berbagai pihak untuk berkontribusi;
terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkan nilai tambah; dan
menggerakkan pemanfaatan berbagai sumberdaya untuk tujuan bersama.
Selain perilaku kerja Pegawai di atas, Pimpinan dapat menetapkan Ekspektasi khusus atas
perilaku kerja Pegawai didasarkan pada nilai dasar aparatur sipil negara.
Sumber daya
Sumber daya yang dibutuhkan untuk pencapaian kinerja Pegawai paling sedikit meliputi
dukungan:
a. sumber daya manusia;
b. anggaran;
c. peralatan kerja;
d. pendampingan Pimpinan; dan/atau
e. sarana dan prasarana.
Dalam hal sumber daya yang dibutuhkan tidak mencapai kesepakatan atau mencapai
kesepakatan namun tidak terealisasi, Pimpinan dapat melakukan penyesuaian Ekspektasi.
Skema Pertanggungjawaban dan Konsekwensi
Skema pertanggungjawaban terdiri atas:
a. jadwal pelaporan perkembangan setiap rencana kinerja Pegawai; dan
b. bukti kinerja yang diharapkan.
Konsekuensi dalam pencapaian kinerja Pegawai dapat berupa kesepakatan mengenai:
a. konsekuensi positif dalam hal capaian kinerja Pegawai memenuhi Ekspektasi Pimpinan; dan
b. konsekuensi negatif dalam hal capaian kinerja Pegawai tidak memenuhi Ekspektasi
Pimpinan.
PENETAPAN SKP
SKP ditetapkan paling lambat akhir bulan Januari dan dikembangkan sesuai hasil Umpan Balik
Berkelanjutan dan penugasan di tahun berjalan kepada Pegawai. SKP ditandatangani oleh
Pegawai dan ditetapkan oleh Pejabat Penilai Kinerja.
20
A. Penyusunan SKP
Dalam rangka penyusunan SKP, Pegawai wajib melakukan dialog kinerja
dengan Pimpinan untuk menetapkan dan mengklarifikasi Ekspektasi.
Ekspektasi Kinerja merupakan harapan atas hasil kerja (Contoh perbedaan
hasil kerja, kategori pekerjaan, dan aktivitas tercantum dalam Anak Lampiran
1)
dan perilaku kerja Pegawai. Hasil dialog kinerja tersebut dituangkan dalam
Dokumen Sasaran Kinerja Pegawai (SKP).
Penetapan dan klarifikasi Ekspektasi dilakukan sepanjang tahun kinerja.
Berikut adalah tahapan yang dilakukan untuk menetapkan dan
mengklarifikasi Ekspektasi:
1. Melihat Gambaran Keseluruhan Organisasi pada Dokumen Rencana
Strategis Instansi/Unit Kerja dan Perjanjian Kinerja Unit Kerja.
2. Menetapkan dan Mengklarifikasi Ekspektasi Hasil Kerja dan Perilaku
Kerja Pejabat Pimpinan Tinggi dan Pimpinan Unit Kerja Mandiri serta
Menuangkan dalam Format SKP.
3. Menyusun Manual Indikator Kinerja untuk SKP Pejabat Pimpinan Tinggi
dan Pimpinan Unit Kerja Mandiri.
4. Menyusun Strategi Pencapaian Hasil Kerja.
5. Membagi Peran Pegawai Berdasarkan Strategi Pencapaian Hasil Kerja.
6. Menetapkan Jenis Rencana Hasil Kerja.
7. Menetapkan dan Mengklarifikasi Ekspektasi Hasil Kerja dan Perilaku
Kerja Pejabat Administrasi dan Pejabat Fungsional serta Menuangkan
dalam Format SKP.
8. Menyepakati Sumber Daya yang Dibutuhkan, Skema
Pertanggungjawaban, dan Konsekuensi Pencapaian Kinerja Pegawai
serta Menuangkan dalam Format Lampiran SKP.
1. Tahap Pertama:
21
yangtercantum dalam Rencana Strategis;
b) Sasaran kinerja beserta indikator kinerja dan target pada Perjanjian Kinerja
yang diturunkan dari Rencana Strategis Instansi/Unit Kerja dan Rencana
Kerja Tahunan Instansi; dan
c) Penyelarasan sasaran strategis instansi ke unit kerja dibawahnya
sebagaimana dapat dilihat pada pohon kinerja/piramida kinerja/matriks
penyelarasan sasaran strategis/peta proses bisnis.
2. Tahap Kedua: Menetapkan dan Mengklarifikasi Ekspektasi atas Hasil Kerja dan
Perilaku Kerja Pejabat Pimpinan Tinggi dan Pimpinan Unit Kerja Mandiri serta
Menuangkan dalam Format SKP.
a) Hasil Kerja
1) Rencana hasil kerja bagi pejabat pimpinan tinggi dan Pimpinan unit
kerja mandiri terdiri atas hasil kerja utama dan dapat memuat hasil
kerja tambahan.
2) Hasil kerja utama adalah hasil kerja yang mencerminkan tingkat
prioritas tinggi. Sedangkan hasil kerja tambahan adalah hasil kerja
yang mencerminkan tingkat prioritas rendah.
3) Sasaran, indikator dan target pada Perjanjian Kinerja (PK) yang
memperhatikan Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Kerja
Tahunan (RKT) unit kerja, instansi dan unit kerja mandiri (dapat
menggunakan rancangan Perjanjian Kinerja, Rencana Strategis dan
Rencana Kerja Tahunan apabila belum ditetapkan hingga minggu
kedua Bulan Januari) merupakan ekspektasi Pimpinan yang wajib
dituangkan dalam SKP pejabat pimpinan tinggi dan pimpinan unit kerja
mandiri sebagai prioritas tinggi (hasil kerja utama).
4) Selain sasaran, indikator dan target pada Perjanjian Kinerja (PK) yang
memperhatikan Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Kerja
Tahunan, Pimpinan instansi dan/ atau pejabat pimpinan tinggi
diatasnya (Pimpinan) dapat menetapkan Ekspektasi lain dalam bentuk
direktif. Pejabat pimpinan tinggi dan Pimpinan unit kerja mandiri wajib
mengklarifikasi ukuran keberhasilan/ indikator Kinerja individu dan
target atas direktif tersebut kepada Pimpinan instansi dan/ atau pejabat
pimpinan tinggi diatasnya (Pimpinan) yang memberikan direktif.
5) Hasil kerja pejabat pimpinan tinggi dan Pimpinan unit kerja mandiri
juga dapat memuat rencana aksi/ inisiatif strategis dalam rangka
mendukung sasaran, indikator dan target pada Perjanjian
22
Kinerja (PK) unit kerjanya, Rencana Strategis (Renstra),
Rencana Kerja Tahunan, dan/atau direktif. Inisiatif strategis
dituangkan dalam SKP beserta ukuran keberhasilan/ indikator
kinerja individu dan targetnya.
1) Pejabat Penilai Kinerja menetapkan tingkat prioritas untuk rencana
hasil kerja sebagaimana dimaksud pada angka 4 dan angka 5
dalam kategori tinggi (hasil kerja utama) atau rendah (hasil kerja
tambahan).
2) Pejabat Penilai Kinerja memastikan rencana hasil kerja pejabat
pimpinan tinggi dan Pimpinan unit kerja mandiri mencerminkan
kualitas dan tingkat kendali sebagai berikut:
(a) outcome, yaitu hasil/ manfaat/ dampak yang diharapkan
dalam jangka pendek, menengah atau panjang;
(b) outcome antara, yaitu hasil/manfaat/dampak yang diperoleh
dari penyelarasan dengan metode direct cascading; (metode
direct cascading akan dijelaskan pada Tahap Keempat:
Menyusun Strategi Pencapaian Hasil Kerja); dan/atau
(c) output dengan tingkat kendali rendah, yaitu hasil/ keluaran
dalam bentuk produk atau layanan yang pencapaiannya
dipengaruhi secara dominan oleh selain pemilik rencana hasil
kerja.
Kualitas dan tingkat kendali hasil kerja pejabat pimpinan tinggi dan
pimpinan unit kerja mandiri digambarkan dalam piramida kinerja
berikut:
23
1) Selain itu, Pejabat Penilai Kinerja juga memastikan rencana hasil
kerja beserta ukuran keberhasilan/ indikator kinerja individu
pejabat pimpinan tinggi dan pimpinan unit kerja mandiri memenuhi
4 perspektif, yaitu:
(d) Perspektif penerima layanan, yang merefleksikan kemampuan
organisasi dalam memenuhi keinginan dan harapan penerima
layanan/ pemangku kepentingan;
(e) Perspektif proses bisnis, yang merefleksikan perbaikan proses
untuk menghasilkan keluaran yang memiliki nilai tambah bagi
pemangku kepentingan;
(f) Perspektif penguatan internal, yang merefleksikan kemampuan
organisasi/ unit kerja untuk mengembangkan sumber daya
yang dimiliki organisasi sebagai pengungkit untuk pencapaian
tujuan organisasi. Perspektif ini penting sebagai bentuk
investasi untuk keberhasilan jangka panjang; dan
(g) Perspektif anggaran, yang merefleksikan kinerja dalam rangka
efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran. Perspektif ini
harus ada dalam setiap rencana SKP pejabat pimpinan tinggi
atau pimpinan unit kerja mandiri.
b) Perilaku Kerja
1) Perilaku kerja adalah setiap tingkah laku, sikap atau tindakan yang
dilakukan oleh Pegawai atau tidak melakukan sesuatu yang
24
seharusnya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2) Standar Perilaku Kerja Pegawai didasarkan pada Nilai Dasar ASN
BerAKHLAK beserta panduan perilakunya sebagai berikut:
(a) Berorientasi Pelayanan, yaitu komitmen memberikan pelayanan
prima demi kepuasan masyakarat.
(1) Memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat;
(2) Ramah, cekatan, solutif, dan dapat diandalkan;
(3) Melakukan perbaikan tiada henti.
(b) Akuntabel, yaitu bertanggung jawab atas kepercayaan yang
diberikan Melaksanakan tugas dengan jujur,
bertanggungjawab, cermat, disiplin dan berintegritas tinggi;
(1) Menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara
bertanggungjawab, efektif, dan efisien;
(2) Tidak menyalahgunakan kewenangan jabatan.
(c) Kompeten, yaitu terus belajar dan mengembangkan kapabilitas.
(1) Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan
yang selalu berubah;
(2) Membantu orang lain belajar;
(3) Melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik.
(d) Harmonis, yaitu saling peduli dan menghargai perbedaan.
(1) Menghargai setiap orang apapun latar belakangnya;
(2) Suka menolong orang lain;
(3) Membangun lingkungan kerja yang kondusif.
(e) Loyal, yaitu berdedikasi dan mengutamakankepentingan
Bangsa dan Negara
(1) Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, setia kepada
Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemerintahan
yang sah;
(2) Menjaga nama baik sesama ASN, Pimpinan, Instansi, dan
Negara;
(3) Menjaga rahasia jabatan dan negara.
(f) Adaptif, yaitu terus berinovasi dan antusias dalam
menggerakkan serta menghadapi perubahan.
(1) Cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan;
(2) Terus berinovasi dan mengembangkan kreativitas;
25
(3) Bertindak proaktif.
(g) Kolaboratif, membangun kerja sama yang sinergis.
(1) Memberi kesempatan kepada berbagai pihak untuk
berkontribusi;
(2) Terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkan nilai
tambah;
(3) Menggerakkan pemanfaatan berbagai sumberdaya untuk
tujuan bersama.
3) Selain itu, melalui dialog kinerja sepanjang tahun Pimpinan dapat
memberikan Ekspektasi khusus terhadap perilaku kerja yang harus
(1) ditunjukkan Pegawai dalam rangka pencapaian hasil kerja yang
diharapkan.
(2) Contoh:
(3) Seorang Direktur Jenderal dari Aspek Akuntabel memiliki 3 panduan
perilaku kerja:
(4) Melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggungjawab, cermat,
disiplin dan berintegritas tinggi;
(5) Menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara
bertanggungjawab, efektif, dan efisien;
(6) Tidak menyalahgunakan kewenangan jabatan.
(7) Pimpinan menetapkan Ekspektasi khusus atas perilaku kerja Pegawai
berkaitan dengan nilai dasar Akuntabel yaitu menjadi role model/
panutan dalam menjunjung anti suap dan pelaporan gratifikasi pegawai
di lingkungan kerjanya.
(8) Seorang Direktur II dari Aspek Adaptif memiliki 3 panduan perilaku kerja:
(9) Cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan;
(10) Terus berinovasi dan mengembangkan kreativitas;
(11) Bertindak proaktif.
(12) Pimpinan menetapkan Ekspektasi khusus atas perilaku kerja Pegawai
berkaitan dengan nilai dasar Adaptif yaitu mempercepat proses
monitoring dan analisa data guna mendukung peningkatan kualitas dan
kinerja unit kerja.
(13) Hasil dialog kinerja untuk menetapkan dan mengklarifikasi
26
Ekspektasi pejabat pimpinan tinggi dan pimpinan unit kerja mandiri
dituangkan dalam Format A.1.1 untuk SKP dengan pendekatan hasil
kerja kualitatif dan Format SKP A.1.2 untuk SKP dengan pendekatan
hasil kerja kuantitatif.
27
28
2. Tahap Ketiga: Menyusun Manual Indikator Kinerja untuk SKP Pejabat
Pimpinan Tinggi dan Pimpinan Unit Kerja Mandiri.
a) Manual indikator kinerja individu disusun untuk setiap ukuran
keberhasilan/ indikator kinerja individu;
b) Dalam hal ukuran keberhasilan/ indikator kinerja individu pada rencana
strategis dan perjanjian kinerja belum dapat dipahami oleh seluruh
Pegawai, maka SKP pejabat pimpinan tinggi dan pimpinan unit kerja
mandiri wajib dilengkapi dengan manual indikator kinerja individu sebagai
bagian dari klarifikasi ekspektasi.
c) Contoh manual indikator kinerja individu SKP pejabat pimpinan tinggi dan
pimpinan unit kerja mandiri terdapat dalam Format A.1.3 sebagai berikut:
29
3. Tahap Keempat: Menyusun Strategi Pencapaian Hasil Kerja
a) Setelah memahami apa yang akan dicapai di level instansi dan unit
kerja, pejabat pimpinan tinggi dan pimpinan unit kerja mandiri perlu
menyusun strategi pencapaian hasil kerja untuk setiap ukuran
keberhasilan/ indikator kinerja individu dan target pada SKP.
b) Strategi pencapaian hasil kerja dapat berupa:
1) outcome antara;
2) output; dan/atau
3) layanan.
c) Dalam menyusun strategi pencapaian hasil kerja karena tidak semua
jenis, kondisi, struktur, dan bidang pekerjaan di unit kerja sama,
pedoman ini menyediakan dua cara yaitu dengan menggunakan
metode cascading langsung (direct cascading) atau cascading tidak
langsung (non-direct cascading).
d) Metode cascading langsung (direct cascading) atau metode cascading
tidak langsung (non-direct cascading) juga digunakan untuk
menentukan strategi pencapaian hasil kerja tim kerja ke anggota tim
dalam hal dibentuk tim kerja dibawah pejabat pimpinan tinggi dan
pimpinan unit kerja mandiri.
e) Pimpinan menentukan metode cascading yang paling tepat digunakan
untuk menyusun strategi pencapaian setiap ukuran keberhasilan/
indikator kinerja individu dengan mempertimbangkan jenis, kondisi,
struktur, kompetensi dan keahlian Pegawai, serta bidang pekerjaan
30
yang ada di masing-masing unit kerja.
f) Metode cascading langsung (direct cascading)
1) Terdapat 3 pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan
strategi pencapaian hasil kerja berdasarkan metode direct
cascading, yaitu:
(a) Pendekatan pembagian aspek
Pendekatan pembagian aspek digunakan jika ukuran
keberhasilan/ indikator kinerja individu Pimpinan dapat dipecah
menjadi beberapa:
(1) aspek atau sub-aspek;
(2) komponen;
(3) unsur;
(4) kriteria; atau
(5) tahapan kunci dalam menghasilkan produk.
sesuai yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan/SOP/panduan lainnya. Dengan demikian, Pegawai
akan mengintervensi aspek, sub-aspek, komponen, unsur,
kriteria, atau tahapan kunci yang sesuai dengan bidang
tugasnya.
Contoh:
(1) Nilai Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA) dibagi
ke tim kerja berdasarkan 12 aspek indikator kinerja
pelaksanaan anggaran yang terdapat dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 195/PMK.05/2018.
(2) Tahapan dalam menghasilkan produk peraturan perundang-
undangan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 dan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun terdiri atas
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau
penetapan, dan pengundangan. Pejabat pimpinan tinggi
pratama memiliki indikator kinerja individu “persentase
penyelesaian peraturan dengan target disahkan atau
ditetapkan” sehingga ketua tim dibawahnya memiliki peran
untuk menyelesaikan “draft/rancangan peraturan yang siap
untuk dilakukan pembahasan”. Dengan demikian terlihat
bahwa pada setiap tahapan tersebut memiliki output yang
saling terkait sehingga ketika satu tahapan belum
31
terselesaikan tidak dapat dilanjutkan untuk tahapan yang
lain.
33
lainnya dalam menghasilkan output utama.
(3) Langkah langkah untuk menentukan strategi pencapaian hasil
kerja menggunakan pendekatan output antara adalah:
a. mengidentifikasi output utama apa yang akan dihasilkan unit
kerja;
b. mengidentifikasi pekerjaan yang perlu dilakukan untuk
mendukung output utama dan apa output yang akan
dihasilkan dari pekerjaan tersebut.
Contoh: pejabat pimpinan tinggi memiliki indikator kinerja
individu “persentase penyelesaian peraturan dengan target
disahkan atau ditetapkan”. Peran koordinator/ ketua tim
kerja di bawahnya adalah menghasilkan rekomendasi
kebijakan dari kegiatan benchmarking ke BUMN dan
perusahaan swasta, serta rekomendasi kebijakan hasil dari
pilot project ke Instansi Pemerintah lainnya. Output ini
merupakan output antara yang dapat mendukung
tercapainya indikator rencana hasil kerja
pejabat pimpinantinggi. Namun, dengan
terselesaikannya rekomendasi kebijakan belum
merepresentasikan tercapainya indikator kinerja
pejabat pimpinan tinggi diatasnya.
2) Strategi pencapaian hasil kerja yang diperoleh dari metode
non- direct cascading belum berkontribusi secara langsung
terhadap keberhasilan rencana hasil kerja Pimpinan
sehingga pencapaian hasil kerja pegawai belum secara
mutlak merepresentasikan pencapaian hasil kerja pimpinan.
3) Pimpinan dapat melakukan identifikasi layanan atau output
yang akan dihasilkan sesuai metode non-direct cascading
menggunakan metode yang umum digunakan untuk
mengidentifikasi layanan atau output. Pedoman ini
menyediakan cara untuk mengidentifikasi layanan atau
output menggunakan Workblock.
34
4. T ahap Kelima: Membagi Peran Pegawai Berdasarkan Strategi
Pencapaian Hasil Kerja
a) Hasil identifikasi strategi pencapaian hasil kerja dibagi perannya
kepada Pegawai yang bertanggungjawab baik secara mandiri maupun
dalam tim kerja sesuai dengan kompetensi, keahlian dan/atau
keterampilan, serta kualitas dan tingkat kendali sebagai berikut:
1) outcome antara yaitu hasil/manfaat/dampak yang diperoleh dari
penyelarasan dengan metode direct cascading;
2) output dengan tingkat kendali rendah, yaitu hasil/ keluaran dalam
bentuk produk atau layanan yang pencapaiannya dipengaruhi
secara dominan oleh selain pemilik rencana hasil kerja;
3) output dengan tingkat kendali sedang, yaitu hasil/ keluaran dalam
bentuk produk atau layanan yang pencapaiannya dipengaruhi
secara berimbang oleh pemilik rencana hasil kerja dan selain
pemilik rencana hasil kerja;
4) output dengan tingkat kendali tinggi, yaitu hasil/ keluaran dalam
bentuk produk atau layanan yang pencapaiannya dipengaruhi
secara dominan oleh pemilik rencana hasil kerja
b) Bagi pejabat administrator, pengawas, dan pejabat fungsional yang
ditunjuk sebagai ketua tim atau sebutan lainnya, peran dan hasil
sebaiknya mencerminkan paling kurang output kendali sedang.
c) Bagi pelaksana, peran dan hasil sebaiknya mencerminkan paling
kurang output kendali tinggi.
35
d) Bagi pejabat fungsional yang bukan merupakan ketua tim, peran dan
hasil sebaiknya mencerminkan output dengan kendali paling kurang
sesuai dengan jenjang jabatan fungsional.
e) Kualitas dan tingkat kendali hasil kerja pejabat administrasi dan
pejabat fungsional sebagaimana dimaksud pada huruf b, c, dan d
dapat digambarkan dalam piramida kinerja sebagai berikut:
36
BAB IV
PELAKSANAAN KINERJA
Pelaksanaan kinerja dilakukan setelah SKP telah ditetapkan dan telah dilakukan
klarifikasi ekspektasi pimpinan. Dalam rangka pelaksanaan rencana kinerja, Pimpinan dan
Pegawai dapat menyepakati rencana aksi dalam rangka pencapaian hasil kerja pada SKP
Pegawai yang bersangkutan sepanjang dibutuhkan. (contoh: penyelesaian hasil kerja melebihi
kurun waktu periode evaluasi kinerja periodik Pegawai). Dalam pelaksanaan kinerja, perlu
adanya perilaku kerja yang mengikuti standard perilaku kerja yang sesuai dengan nilai-nilai
dasar ASN, yaitu
a. Berorientasi pelayanan
Berorientasi pelayanan berarti bahwa seorang ASN memiliki fokus utama pada
melayani masyarakat dan warga negara. Sifat ini menunjukkan komitmen ASN untuk
menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka dengan tujuan utama memberikan
pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Nilai Berorientasi pelayanan diantaranya
meliputi :
b. Akuntabel
Akuntabel adalah salah satu prinsip penting yang harus dimiliki oleh Aparatur Sipil
Negara (ASN) atau pegawai pemerintah. Prinsip akuntabilitas mengacu pada kewajiban
seorang ASN untuk bertanggung jawab atas tindakan, keputusan, dan pengelolaan sumber
daya yang mereka lakukan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka. Berikut
beberapa poin kunci terkait dengan akuntabilitas ASN:
Bertanggung Jawab: ASN harus bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan
mereka. Mereka harus menyadari konsekuensi dari tindakan mereka terhadap
masyarakat dan organisasi tempat mereka bekerja.
Transparansi: ASN harus menjalankan tugasnya secara transparan. Mereka harus
memberikan informasi yang dibutuhkan oleh publik dan pihak berwenang untuk
memahami dan menilai tindakan mereka.
Pengelolaan Sumber Daya yang Bijak: ASN harus mengelola sumber daya publik,
termasuk anggaran dan aset, dengan bijak dan efisien. Mereka harus memastikan
bahwa sumber daya tersebut digunakan sesuai dengan aturan dan peraturan yang
berlaku.
Kepatuhan Terhadap Hukum dan Peraturan: ASN harus mematuhi semua hukum,
peraturan, dan norma yang berlaku dalam menjalankan tugas mereka. Ini termasuk tata
tertib, etika, dan peraturan organisasi tempat mereka bekerja.
Evaluasi dan Pelaporan: ASN harus bersedia dievaluasi kinerjanya dan melaporkan
38
hasil kerja mereka secara berkala. Ini mencakup pelaporan kinerja, penggunaan
anggaran, dan pencapaian tujuan organisasi.
39
Nilai akuntabel bagi ASN diantaranya meliputi :
c. Kompeten
Kompeten adalah salah satu karakteristik kunci yang harus dimiliki oleh Aparatur
Sipil Negara (ASN) atau pegawai pemerintah. Kompetensi mengacu pada kemampuan,
pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk menjalankan tugas dan tanggung
jawab mereka dengan baik. Nilai kompeten diantaranya :
d. Harmonis
Harmonis adalah salah satu karakteristik yang diharapkan dari Aparatur Sipil
Negara (ASN) atau pegawai pemerintah. Konsep harmonis dalam konteks ASN merujuk
pada kemampuan untuk bekerja dengan baik dalam kerangka kerja yang kooperatif dan
damai. Ini menciptakan atmosfer kerja yang positif dan produktif. Berikut adalah beberapa
aspek yang terkait dengan harmonisasi di lingkungan ASN:
1) Kerja Tim: ASN harus dapat bekerja sama dalam tim. Kemampuan berkolaborasi
dengan rekan-rekan kerja, baik dalam tim kecil maupun dalam skala yang lebih besar,
sangat penting untuk mencapai tujuan organisasi.
2) Kerjasama Antardepartemen: Di dalam pemerintahan, berbagai departemen dan
instansi sering harus berinteraksi. ASN harus mampu berkoordinasi dengan
31
0
departemen lain, berbagi informasi, dan bekerja bersama untuk mencapai hasil yang
lebih baik bagi masyarakat.
3) Kemampuan Komunikasi: Komunikasi yang efektif adalah kunci untuk menciptakan
harmoni di tempat kerja. ASN harus dapat berkomunikasi dengan jelas dan terbuka
dengan rekan kerja dan atasan mereka.
4) Pemecahan Konflik: Konflik mungkin timbul dalam lingkungan kerja. ASN harus
memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memecahkan konflik
dengan cara yang konstruktif dan damai.
5) Respek Terhadap Keanekaragaman: ASN harus menghormati keberagaman
budaya, latar belakang, dan pandangan di dalam organisasi mereka. Ini menciptakan
lingkungan yang inklusif dan mendukung semua anggota tim.
6) Manajemen Stres: ASN seringkali menghadapi tekanan dan tenggat waktu yang
ketat. Kemampuan untuk mengelola stres dan tetap tenang dalam situasi yang
menantang adalah kunci untuk menjaga harmoni di lingkungan kerja.
7) Pendekatan yang Konstruktif: Ketika menghadapi perbedaan pendapat atau
masalah, ASN harus mengambil pendekatan yang konstruktif dan mencari solusi
yang menguntungkan semua pihak.
8) Komitmen Terhadap Keharmonisan: ASN harus memiliki komitmen yang kuat
untuk menciptakan dan menjaga keharmonisan di tempat kerja. Ini menciptakan
atmosfer yang positif yang berdampak pada kinerja dan pelayanan yang lebih baik
kepada masyarakat.
Keharmonisan di lingkungan kerja adalah faktor penting dalam mencapai tujuan
organisasi, meningkatkan produktivitas, dan menciptakan lingkungan kerja yang
menyenangkan. ASN yang mampu menciptakan dan menjaga harmoni akan lebih mampu
bekerja sama dalam mencapai tujuan pelayanan publik yang lebih baik.
e. Loyal
Loyalitas adalah sifat yang diharapkan dari Aparatur Sipil Negara (ASN) atau
pegawai pemerintah. Loyalitas dalam konteks ASN merujuk pada ketaatan dan kesetiaan
terhadap negara, institusi tempat mereka bekerja, dan prinsip-prinsip etika yang mengatur
perilaku mereka. Berikut beberapa aspek terkait loyalitas dalam konteks ASN:
1) Kesetiaan pada Negara: ASN harus memiliki kesetiaan yang tinggi terhadap negara
dan konstitusi. Mereka harus menjalankan tugas mereka dengan itikad baik dan
dalam kepentingan negara.
2) Kepatuhan pada Hukum: Loyalitas mencakup ketaatan terhadap semua hukum dan
peraturan yang berlaku. ASN tidak boleh terlibat dalam tindakan ilegal atau
melanggar hukum.
40
3) Kesetiaan pada Institusi: ASN harus setia pada institusi atau organisasi tempat
mereka bekerja. Ini mencakup menghormati hierarki organisasi, mengikuti tata tertib,
dan mendukung tujuan dan misi institusi mereka.
4) Integritas dan Etika: Loyalitas harus diiringi oleh integritas yang tinggi. ASN harus
menjalankan tugas mereka dengan kejujuran, moralitas, dan etika yang kuat.
5) Kesetiaan pada Pelayanan Publik: ASN harus setia pada prinsip-prinsip pelayanan
publik yang berkualitas. Mereka harus berkomitmen untuk memberikan pelayanan
terbaik kepada masyarakat.
6) Kebenaran dan Ketidakberpihakan: ASN harus bersikap jujur dan tidak memihak
dalam menjalankan tugas mereka. Mereka tidak boleh terlibat dalam praktik-praktik
nepotisme atau korupsi.
7) Komitmen Terhadap Nilai-Nilai Demokrasi: ASN harus mendukung nilai-nilai
demokrasi, seperti kebebasan berpendapat dan hak asasi manusia. Mereka harus
menjalankan tugas mereka dengan memahami pentingnya nilai-nilai ini.
8) Kepatuhan Terhadap Kode Etik: Banyak institusi pemerintah memiliki kode etik atau
pedoman perilaku yang harus diikuti oleh ASN. Loyalitas mencakup patuh terhadap
kode etik ini.
Loyalitas yang tepat adalah kunci untuk menjaga integritas dan kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintah dan pelayanan publik. ASN yang loyal akan bekerja
untuk kepentingan yang lebih besar dan melayani masyarakat dengan penuh tanggung
jawab.
f. Adaptif
Adaptif adalah salah satu karakteristik yang sangat penting bagi Aparatur Sipil
Negara (ASN) atau pegawai pemerintah. Kemampuan untuk beradaptasi merujuk pada
kemampuan ASN untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan, tuntutan baru,
atau kondisi yang berubah-ubah dalam pelaksanaan tugas mereka. Berikut adalah
beberapa aspek yang terkait dengan adaptabilitas dalam konteks ASN:
1) Fleksibilitas: ASN harus bersedia untuk mengubah cara mereka bekerja atau
memodifikasi strategi mereka ketika situasi memerlukan perubahan. Mereka tidak
boleh terlalu kaku atau rigid dalam pendekatan mereka.
2) Kemampuan Belajar: Kemampuan untuk terus belajar adalah kunci dalam
beradaptasi. ASN harus selalu mencari peluang untuk meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan mereka, terutama terkait dengan perkembangan baru dalam bidang
mereka.
3) Respon Terhadap Perubahan Kebijakan: Ketika ada perubahan dalam kebijakan
pemerintah atau regulasi, ASN harus mampu meresponsnya dengan cepat dan
41
efisien.
42
4) Inovasi: Beradaptasi juga mencakup kemampuan untuk berpikir kreatif dan mencari
solusi baru untuk masalah yang muncul. ASN yang adaptif dapat menciptakan inovasi
dalam pelaksanaan tugas mereka.
5) Manajemen Krisis: Ketika terjadi krisis atau situasi darurat, ASN harus mampu
mengambil tindakan yang tepat dengan cepat. Mereka harus memiliki rencana
darurat dan kemampuan untuk mengelola krisis dengan efektif.
6) Kepemimpinan dalam Perubahan: Kadang-kadang, ASN mungkin harus memimpin
perubahan di dalam organisasi mereka. Kemampuan untuk menjadi agen perubahan
yang efektif adalah kunci dalam mengelola perubahan organisasi.
7) Kemampuan Berkomunikasi: ASN harus mampu berkomunikasi dengan baik terkait
dengan perubahan yang akan terjadi atau sedang berlangsung. Ini mencakup
menjelaskan alasan di balik perubahan kepada rekan-rekan kerja dan masyarakat.
8) Kesadaran Terhadap Lingkungan: ASN harus memiliki pemahaman yang baik
tentang lingkungan kerja mereka dan bagaimana faktor eksternal dapat memengaruhi
tugas mereka. Ini memungkinkan mereka untuk lebih mudah beradaptasi dengan
perubahan yang terjadi di luar organisasi.
Kemampuan untuk beradaptasi adalah aspek kunci dalam menjalankan tugas
pemerintah secara efisien dan efektif, terutama dalam lingkungan yang cepat berubah.
ASN yang adaptif akan lebih mampu menghadapi tantangan dan perubahan yang mungkin
terjadi selama masa tugas mereka.
g. Kolaboratif
Kolaboratif adalah salah satu karakteristik yang sangat penting dalam peran
Aparatur Sipil Negara (ASN) atau pegawai pemerintah. Kemampuan untuk berkolaborasi
merujuk pada kemampuan ASN untuk bekerja sama dengan rekan-rekan mereka, baik di
dalam maupun di luar organisasi mereka, guna mencapai tujuan bersama dan memberikan
pelayanan publik yang lebih baik. Nilai-nilai kolaboratif diantaranya :
43
B. DUKUNGAN PENCAPAIN KINERJA
Dukungan pencapaian kinerja mengacu pada upaya dan faktor-faktor yang
membantu individu atau tim dalam mencapai hasil yang diinginkan atau target yang telah
ditetapkan. Dalam konteks Aparatur Sipil Negara (ASN) atau pegawai pemerintah,
dukungan pencapaian kinerja melibatkan berbagai elemen yang dapat meningkatkan
produktivitas, efisiensi, dan efektivitas dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab
mereka. Berikut adalah beberapa aspek penting dari dukungan pencapaian kinerja dalam
konteks ASN:
1) Sumberdaya Manusia
Sumber daya manusia (SDM) adalah salah satu aspek paling penting dalam
sebuah organisasi atau instansi, termasuk di dalam pemerintahan. Ini merujuk pada
semua individu yang bekerja di dalam organisasi tersebut, termasuk Aparatur Sipil
Negara (ASN) atau pegawai pemerintah. SDM adalah salah satu aset terbesar dan
berperan dalam kesuksesan organisasi. Beberapa poin penting dalam peningkatan SDM
organisasi antara lain peningkatan kompetensi untuk mendukung tupoksi kerja,
komunikasi yang konstruktif, serta memegang teguh nilai-nilai BerAKHLAK sebagai
pondasi kerjanya.
Sumber daya manusia yang baik dan dikelola dengan baik adalah aset yang
krusial dalam mencapai tujuan organisasi, termasuk dalam pemerintahan. ASN yang
kompeten, berkomitmen, dan diberdayakan dengan baik akan membantu menciptakan
pemerintahan yang efisien, transparan, dan melayani kepentingan masyarakat dengan
baik.
2) Anggaran
Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah
meliputi rencana, pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur dalam
satuan rupiah yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu
periode. Anggaran pemerintah merupakan dokumen formal hasil kesepakatan antara
eksekutif dan legislatif tentang belanja dan pendapatan yang diharapkan dapat menutup
kebutuhan belanja atau pembiayaan yang diperlukan. Anggaran mengkoordinasikan
aktivitas belanja pemerintah dan memberi landasan bagi upaya perolehan pendapatan
dan pembiayaan untuk periode anggaran, yaitu periode tahunan.
45
d. Sebagai alat komunikasi semua fungsi dalam organisasi sehingga kebijaksanaan dan
metode yang dipilih dapat dimengerti dan didukung oleh semua bagian untuk
tercapainya tujuan organisasi.
Sebagai ASN, penting bagi kita untuk merujuk setiap kinerja yang dilakukan sesuai
dengan tujuan organisasi dan anggaran yang telah ditetapkan. Selain itu perrtanggung
jawaban terhadap anggaran yang telah dikeluarkan untuk mendukung kinerja harus
mampu dipertanggungjawabkan secara akuntabel dan transparan.
3) Peralatan Kerja
Peralatan menjadi bagian penting untuk mendukung pelaksanaan kinerja baik
secara individu maupun organisasi. Dalam kasus tertentu kinerja pegawai dapat
terhambat karena ketiadaan peralatan kerja yang mendukung sesuai dengan standard
yang telah ditetapkan. Misalnya ketika kinerja pegawai dituntut untuk dapat memberikan
pelayanan persuratan yang cepat akan tetapi tidak ada peralatan kerja berupa
komputer/laptop yang memadai, tidak adanya kendaraan operasional yang digunakan
untuk mobilitas kerja sehingga kegiatan dilapangan menjadi terhambat, dan lain-lain. Oleh
karena itu penting bagi organisasi untuk dapat menyediakan peralatan yang dibutuhkan
oleh pegawai untuk mendukung kinerja sehingga dapat memberikan hasil terbaik sesuai
dengan target kinerja yang telah ditetapkan.
4) Pendampingan Pimpinan
Selain faktor-faktor diatas, pendampingan pimpinan menjadi bagian penting bagi
pegawai untuk dapat memberikan arahan, motivasi dan evaluasi terhadap pelaksanaan
kinerja yang telah dilakukan. Sasaran Kinerja Pegawai yang telah ditetapkan dan sesuai
dengan ekspektasi pimpinan perlu dikontrol dan diketahui pimpinan dalam tahap
pelaksanaannya sehingga jika terdapat hambatan atau kendala dalam pelaksanaan
kinerja dapat dicari solusi/pemecahan masalah bersama sehingga kinerja dapat tercapai.
Dalam pencapaian SKP, dialog kinerja merupakan bagian dari pendampingan pimpinan
untuk memantau kinerja pegawai dan mengetahui masalah atau hambatan dalam
pencapai target/ekspekatasi pimpinan yang telah ditetapkan. Melalui dialog kinerja
harapannya akan terbentuk komunikasi yang efektif dan positif antara pimpinan dan
pegawai dalam pencapaian kinerja organisasi.
C. PEMANTAUAN KINERJA
Pemantauan Kinerja adalah proses yang dilakukan oleh Pimpinan untuk mengamati
pelaksanaan rencana kinerja oleh Pegawai. Periode pemantauan kinerja tidak ditetapkan
secara khusus dan diharapkan untuk dilakukan secara insidentil oleh Pejabat Penilai Kinerja
untuk menghindari bias dalam pemantauan kinerja Pegawai.
46
Pemantauan kinerja dilakukan dengan mengamati realisasi progres dan/atau realisasi
akhir atas hasil kerja serta perilaku kerja Pegawai melalui dokumentasi kinerja yang terdapat
dalam sistem informasi non-elektronik dan/atau sistem informasi berbasis elektronik atau
pengamatan langsung. Pimpinan memberikan umpan balik berkelanjutan berdasarkan hasil
pemantauan kinerja.
a. Coaching
b. Mentoring
c. Formal training; dan/atau
d. Informal training.
D. PENDOKUMENTASIAN KINERJA
Perkembangan pelaksanaan rencana kinerja harus didokumentasikan secara
periodik. Pendokumentasian kinerja dapat dilakukan secara harian, mingguan, bulanan,
triwulanan, semesteran, dan/atau tahunan. Instansi pemerintah menetapkan periode
47
pendokumentasian
48
kinerja yang berlaku di lingkungan instansinya disesuaikan dengan karakteristik kinerja
Pegawai dan periode evaluasi kinerja Pegawai. Pendokumentasian kinerja dilakukan
terhadap bukti dukung yang mencerminkan realisasi progres dan/atau realisasi akhir hasil
kerja bukan bukti dukung aktivitas.
49
V. EVALUASI KINERJA PEGAWAI
Frekuensi Pegawai
41
1
Apabila capaian kinerja unit organisasi “Sangat Baik”, maka idealnyasebagian
besar pegawai predikat kinerjanya “Sangat Baik”, dengan tidak menutup
kemungkinan terdapat pegawai yang predikat kinerjanya “Baik”, “Butuh
Perbaikan”, “Kurang/ Misconduct”, dan/atau “Sangat Kurang”.
Frekuensi Pegawai
Apabila capaian kinerja unit organisasi ”Baik”, maka idealnya sebagian besar
pegawai predikat kinerjanya “Baik” dengan tidak menutup kemungkinan terdapat
pegawai yang predikat kinerjanya “Sangat Baik”, “Butuh Perbaikan”, “Kurang/
Misconduct”, dan/atau “Sangat Kurang”.
c) Berikut adalah panduan pola distribusi predikat kinerja Pegawai dengan
capaian kinerja organisasi “Butuh Perbaikan”
Frekuensi Pegawai
Apabila capaian kinerja unit organisasi “Butuh Perbaikan”, maka idealnya sebagian
besar pegawai predikat kinerjanya “Butuh Perbaikan” dengan tidak menutup
kemungkinan terdapat pegawai yang predikat kinerjanya “Sangat Baik”, “Baik”,
“Kurang/ Misconduct”, dan/atau “Sangat Kurang”.
Frekuensi Pegawai
Apabila capaian kinerja unit organisasi ”Kurang”, maka idealnya sebagian besar
pegawai predikat kinerjanya “Kurang/ Misconduct” dengan tidak menutup
kemungkinan terdapat pegawai yang predikat kinerjanya “Sangat Baik”, “Baik”,
“Butuh Perbaikan”, dan/atau “Sangat Kurang”
e) Berikut adalah panduan pola distribusi predikat kinerja
Pegawai dengan capaian kinerja organisasi “Sangat Kurang”
Frekuensi Pegawai
50
Predikat Kinerja Pegawai
51
(3) Dibawah Ekspektasi apabila:
a. Sebagian besar atau seluruh hasil kerja dibawah
ekspektasi.
b. Umpan balik yang diberikan atas hasil kerja Pegawai
sebagian besar atau seluruhnya tidak menunjukkan
respon positif.
(e) Dalam menetapkan rating hasil kerja, Pejabat Penilai Kinerja juga
memperhatikan pola distribusi predikat kinerja Pegawai
berdasarkan capaian kinerja organisasi periodik dan
membandingkan hasil kerja antar pegawai berdasarkan kontribusi
Pegawai terhadap kinerja organisasi. Kontribusi Pegawai terhadap
kinerja organisasi tertuang dalam matriks pembagian peran dan
hasil
2) Menetapkan Rating Perilaku Kerja Pegawai.
(a) Pejabat Penilai Kinerja mempertimbangkan seluruh umpan balik
yang diterima Pegawai beserta data dukungnya yang relevan atas
perilaku kerja Pegawai.
(b) Pejabat Penilai kinerja menetapkan rating perilaku kerja periodik
pegawai dalam kategori diatas ekspektasi, sesuai ekspektasi, atau
dibawah ekspektasi.
(c) Contoh panduan pengkategorian yang dapat digunakan adalah:
(1) Diatas Ekspektasi apabila Pegawai secara konsisten
menjalankan nilai dasar ASN untuk diri sendiri dan menjadi
penjaga penerapan nilai dasar ASN di dalam atau di luar unit
kerjanya.
(2) Sesuai Ekspektasi apabila Pegawai secara konsisten
menjalankan nilai dasar ASN untuk diri sendiri.
(3) Dibawah Ekspektasi apabila Pegawai belum secara konsisten
menjalankan nilai dasar ASN.
(d) Dalam menetapkan rating perilaku kerja, Pejabat Penilai Kinerja
juga memperhatikan pola distribusi predikat kinerja Pegawai
berdasarkan capaian kinerja organisasi dan membandingkan
perilaku kerja antar Pegawai.
52
3) Menetapkan Predikat Kinerja Periodik Pegawai
(a) Predikat kinerja periodik Pegawai diperoleh dari kuadran kinerja
Pegawai
(b) Kuadran kinerja Pegawai terdiri atas rating hasil kerja pada
sumbu y dan rating perilaku kerja pada sumbu x.
(c) Berikut adalah kuadran kinerja Pegawai:
KURANG/
DIATAS EKSPEKTASI BAIK SANGAT
MIS
BAIK
CONDUCT
SESUAI EKSPEKTASI
KURANG/
MIS BAIK BAIK
CONDUCT
DIBAWAH
EKSPEKTASI
SANGAT BUTUH BUTUH
KURANG PERBAIKAN P E R B AI
SESUAI D IA T A S
KAN
EK
DIBAWAH
EKSPEKTASI
PERILAKU KERJA
53
5 Sangat Kurang Hasil kerja pegawai dibawah ekspektasi dan
perilaku kerja pegawai dibawah ekspektasi
54
a. Sebagian besar atau seluruh hasil kerja diatas
ekspektasi dan tidak ada hasil kerja utama yang
dibawah ekspektasi.
b. Umpan balik yang diberikan atas hasil kerja Pegawai
sebagian besar atau seluruhnya menunjukkan respon
positif.
(2) Sesuai Ekspektasi apabila:
a. Sebagian besar atau seluruh hasil kerja sesuai
ekspektasi dan hanya sebagian kecil hasil kerja utama
yang dibawah ekspektasi.
b. Umpan balik yang diberikan atas hasil kerja Pegawai
sebagian menunjukkan respon positif.
(3) Dibawah Ekspektasi apabila:
a. Sebagian besar atau seluruh hasil kerja dibawah
ekspektasi.
b. Umpan balik yang diberikan atas hasil kerja Pegawai
sebagian besar atau seluruhnya tidak menunjukkan
respon positif.
(e) Dalam menetapkan rating hasil kerja Pegawai, Pejabat Penilai
Kinerja memperhatikan pola distribusi predikat kinerja Pegawai
berdasarkan capaian kinerja organisasi tahunan dan
membandingkan hasil kerja antar Pegawai berdasarkan
kontribusi Pegawai terhadap kinerja organisasi. Kontribusi
Pegawai terhadap kinerja organisasi tertuang dalam matriks
pembagian peran dan hasil (Lihat Bab 2: Penetapan dan
Klarifikasi Ekspektasi).
2) Menetapkan Rating Perilaku Kerja Pegawai.
(a) Pejabat Penilai Kinerja mempertimbangkan seluruh umpan
balik yang diterima Pegawai dan data dukung lainnya yang
relevanatas perilaku kerja Pegawai.
(b) Pejabat Penilai Kinerja menetapkan rating perilaku kerja
Pegawai dalam kategori diatas ekspektasi, sesuai ekspektasi,
atau dibawah ekspektasi.
(c) Contoh panduan pengkategorian yang dapat digunakan adalah:
55
(1) Diatas Ekspektasi apabila Pegawai secara konsisten
menjalankan nilai dasar ASN untuk diri sendiri dan menjadi
penjaga penerapan nilai dasar ASN di dalam atau di luar
unit kerjanya.
(2) Sesuai Ekspektasi apabila Pegawai secara konsisten
menjalankan nilai dasar ASN untuk diri sendiri.
(3) Dibawah Ekspektasi apabila Pegawai belum secara
konsisten menjalankan nilai dasar ASN.
(d) Dalam menetapkan rating perilaku kerja, Pejabat Penilai
Kinerja memperhatikan pola distribusi predikat kinerja Pegawai
berdasarkan capaian kinerja organisasi tahunan dan
membandingkan perilaku kerja antar Pegawai.
3) Menetapkan Predikat Kinerja Tahunan Pegawai
(a) Predikat kinerja tahunan Pegawai diperoleh dari kuadran kinerja
Pegawai
(b) Kuadran kinerja Pegawai terdiri atas rating hasil kerja pada
sumbu y dan rating perilaku kerja pada sumbu x.
(c) Berikut adalah kuadran kinerja Pegawai:
KURANG/
MIS BAIK SANGAT
DIATAS EKSPEKTASI BAIK
CONDUCT
SESUAI KURANG/
EKSPEKTASI MIS BAIK BAIK
CONDUCT
DIBAWAH EKSPEKTASI
SANGAT BUTUH BUTUH
KURANG PERBAIKAN PERBAIKAN
SESUAI DIATAS
DIBAWAH EKSPEKTASI EKSPEKTASI
EKSPEKTASI PERILAKU KERJA
56
Penjelasan terhadap kuadran kinerja Pegawai adalah sebagaiberikut:
57
TINDAK LANJUT TINDAK LANJUT HASIL EVALUASI KINERJA
PELAPORAN KINERJA
Setelah dilakukan evaluasi kinerja Pegawai, Pejabat Penilai Kinerja
melakukan pelaporan kinerja Pegawai kepada PyB secara berjenjang.
Pelaporan kinerja Pegawai dilakukan dalam bentuk dokumen evaluasi
kinerja Pegawai yang dilampiri dengan:
a) SKP
b) Hasil Evaluasi Kinerja Pegawai
KEBERATAN
PENGHARGAAN
SANKSI
Pemberian snksi atas hasil evaluasi kinerja Pegawai dilakukan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BPSDM Kemen PUPR (Ir. Lolly Martina Martief, MT) , 2022, Manajemen Kinerja ASN
“Tantangan dan Upaya Kedepan), Jakarta
Satyawinata, FW. 2014. “Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil: Berdasarkan Undang
Undang Nomor 5 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2011. Makalah. Universitas Brawijaya.
Tobirin. 2008. “Penerapan Etika Moralitas dan Budaya Malu dalam Mewujudkan
Kinerja Pegawai Negeri Sipil yang Profesional. Dalam Jurnal Kebijakan
Manjamen PNS. Vol. 2 Nomor 2 Tahun 2008. Pusat Pengkajian dan
Penelitian BKN
BPSDM Kemen PUPR (Ir. Lolly Martina Martief, MT) , 2022, Manajemen Kinerja ASN
“Tantangan dan Upaya Kedepan), Jakarta
61
BPM “Pengenalan Manajemen Kinerja
Organisasi”