Anda di halaman 1dari 54

KONSEP TEORI GAGAL JANTUNG

1. Definisi Gagal Jantung


Gagal jantung adalah istilah untuk menggambarkan jantung yang tidak
dapat mengimbangi beban kerjanya, sehingga tubuh mungkin tidak
mendapatkan oksigen yang dibutuhkannya (AHA, 2016).
Gagal jantung adalah suatu kondisi fisiologis ketika jantung tidak dapat
memompakan darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh
(ditentukan sebagai konsusi oksigen). Gagal jantung terjadi karena perubahan
fungsi sistolik dan diastolik ventrikel kiri. Jantung mengalami kegagalan
karena defek struktural atau penyakit instriksik., sehingga tidak dapat
menangani jumlah darah yang normal atau pada kondisi tidak ada penyakit,
tidak dapat melakukan toleransi peningkatan volume darah mendadak,
misalnya selama latihan fisik (Black, 2014).
Gagal jantung apapun penyebabnya dapat menyebabkan hipoperfusi
jaringan diikuti kongesti pulmonal dan vena sistemik, oleh karna itu sering
disebut sebagai Gagal Jantung Kongestif, walaupun kebanyakan ahli jantung
tidak lagi menggunakan istilah ini. Istilah lain yang digunakan untuk gagal
jantung adalah Gagal Jantung Kronis, Dekompensasi Jantung, Insufisiensi
Jantung dan Gagal Ventrikel (Black, 2014).

2. Klasifikasi Gagal Jantung


Klasifikasi Gagal Jantung menurut New York Heart Association
(NYHA) Functional Classification dalam konten situs AHA yang direview
bulan Mei 2016 yaitu:
Kelas Gejala Pasien
I Tidak ada batasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak
menyebabkan kelelahan yang tidak semestinya, palpitasi,
dyspnea (sesak napas).
II Sedikit keterbatasan aktivitas fisik. Nyaman beristirahat.
Aktivitas fisik biasa berakibat pada kelelahan, palpitasi, dyspnea
(sesak nafas).

5
6

III Ditandai keterbatasan aktivitas fisik. Nyaman beristirahat.


Aktivitas biasa yang ringan dapat menyebabkan kelelahan,
palpitasi, atau dyspnea.
IV Tidak dapat melakukan aktivitas fisik apapun tanpa rasa tidak
nyaman. Gejala gagal jantung saat istirahat. Jika aktivitas fisik
dilakukan, ketidaknyamanan meningkat.

Kelas Gejala Pasien


A Tidak ada bukti obyektif tentang penyakit kardiovaskular. Tidak
ada gejala dan tidak ada batasan dalam aktivitas fisik biasa
B Bukti obyektif penyakit kardiovaskular minimal. Gejala ringan
dan sedikit keterbatasan selama aktivitas normal. Nyaman
beristirahat.
C Bukti obyektif penyakit kardiovaskular cukup berat.
Keterbatasan ditandai dalam aktivitas karena gejala, bahkan
selama aktivitas biasa yang ringan. Nyaman hanya saat istirahat.
D Bukti obyektif penyakit kardiovaskular berat. Keterbatasan yang
parah. Mengalami gejala meski saat istirahat.

3. Anatomi Fisiologi Jantung

Gambar 2.1 Struktur Jantung


7

3.1. Sistem Kardiovaskular


Sistem kardiovaskuler merupakan organ sirkulsi darah yang terdiri
dari jantung, komponen darah dan pembuluh darah yang berfungsi
memberikan dan mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi keseluruh
jaringan tubuh yang di perlukan dalam proses metabolisme tubuh.
Jantung (bahasa Latin, cor) adalah sebuah rongga, rongga, organ
berotot yang memompa darah lewat pembuluh darah oleh kontraksi
berirama yang berulang. Istilah kardiak berarti berhubungan dengan
jantung, dari bahasa Yunani cardia untuk jantung.
Jantung adalah salah satu organ yang berperan dalam sistem
peredaran darah. Jantung terbungkus oleh selaput ganda yang bernama
perikardium. Jantung terdiri dari empat ruangan, yaitu atrium sinister
(serambi kiri), atrium dekster (serambi kanan), ventrikel sinister (bilik
kiri), ventrikel dekster (bilik kanan). Secara fisiologi, jantung adalah
salah satu organ tubuh yang paling vital fungsinya dibandingkan
dengan organ tubuh vital lainnya. Dengan kata lain, apabila fungsi
jantungmengalami gangguan maka besar pengaruhnya terhadap organ-
organ tubuh lainya terutama ginjal dan otak. Karena fungsi utama
jantung adalah sebagai single pompa yang memompakan darah ke
seluruh tubuh untuk kepentingan metabolisme sel-sel demi
kelangsungan hidup (Syaifuddin, 2011).
3.2 Anatomi Jantung
Jantung berbentuk seperti pir/kerucut seperti piramida terbalik
dengan apeks berada di bawah yaitu di ICS V midclavikula (4 cm dari
garis medial) dan basis berada di atas yaitu di ICS II Kiri yaitu 1 cm
dari tepi sternum dan ICS III Kanan yaitu 2 cm dari tepi sternum. Pada
basis jantung terdapat aorta, batang nadi paru, pembuluh balik atas dan
bawah dan pembuluh balik. Jantung sebagai pusat sistem
kardiovaskuler terletak di sebelah rongga dada (cavum thoraks) sebelah
kiri yang terlindung oleh costae tepatnya pada mediastinum. Untuk
mengetahui denyutan jantung, kita dapat memeriksa dibawah papilla
8

mamae 2 jari setelahnya. Berat pada orang dewasa sekitar 250-350


gram (Syaifuddin, 2011).
3.3 Otot Jantung
Dinding jantung terdiri atas tiga lapisan :
1) Endokardium : merupakan lapisan jantung yang terdapat disebelah
dalam sekali yang terdiri dari jaringan endotel atau selaput lendir
yang melapisi permukaan rongga jantung.
2) Miokardium : merupakan lapisan inti dari jantung yang terdiri dari
otot-otot jantung; otot jantung ini membentuk bundalan-bundalan
otot yaitu :
a) Bundalan otot atria, yang terdapat di bagian kiri/kanan dan
basis kordis yang membentuk serambi atau aurikula kordis.
b) Bundalan otot ventrikel, yang membentuk bilik jantung,
dimulai dari cincin atrioventrikuler sampai di apeks jantung.
c) Bundalan otot atrioventrikuler merupakan dinding pemisah
antara serambi dan bilik jantung.
3) Perikardium : lapisan jantung sebelah luar yang merupakan selaput
pembungkus, terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan parietal dan viseral
yang bertemu dipangkal jantung membentuk kantung jantung
(Syaifuddin, 2011).
3.4 Ruang Jantung
Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu dua ruang yang berdinding tipis
disebut atrium (serambi), dan 2 ruang yang berdinding tebal disebut
ventrikel (bilik).
1) Atrium
a) Atrium kanan berfungsi sebagai penampungan darah yang
rendah oksigen dari seluruh tubuh. Darah tersebut mengalir
melalui vena kava superior, vena kava inferior, serta sinus
koronarius yang berasal dari jantung sendiri. Dari atrium
kanan kemudian darah di pompakan ke ventrikel kanan.
9

b) Atrium kiri menerima darah yang kaya akan oksigen dari paru
melalui 4 buah vena pulmonalis. Kemudian darah dialirkan ke
ventrikel kiri.
Antara kedua atrium dipisahkan oleh sekat yang disebut septum
atrium.
2) Ventrikel
a) Ventrikel kanan, menerima darah dari atrium kanan yang
kemudian dipompakan ke paru melalui arteri pulmonalis.
b) Ventrikel kiri, menerima darah dari atrium kiri kemudian
memompakannya ke seluruh tubuh melalui aorta.
Kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat yang disebut septum
ventrikel (Syaifuddin, 2011).
3.5 Katub Jantung
Didalam jantung terdapat katup-katup yang sangat penting artinya
dalam susunan peredaran darah dan pergerakkan jantung manusia.
Ada dua jenis katup yaitu :
1) Katup Atrioventrikularis
Katup atrioventrikularis merupakan katup yang memisahkan
atrium dan ventrikel, yang terdiri atas :
a) Katup trikuspidalis : tersusun atas tiga kuspis atau daun, yang
memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan.
b) Katup mitral atau bikuspidalis : tersusun atas dua kuspis yang
terletak diantara atrium dan ventrikel kiri.
Normalnya, ketika ventrikel berkontraksi, tekanan ventrikel akan
mendorong daun-daun katup atrioventrikularis keatas kerongga
atrium. Jika terdapat tekanan cukup kuat untuk mendesak katup,
darah akan disemburkan ke belakang dari ventrikel ke atrium.
2) Katup Semilunaris
Katup semilunaris terletak diantara tiap ventrikel dan arteri
yang bersangkutan , yang terdiri atas :
10

a) Katup pulmonalis : merupakan katup antara ventrikel kanan


dan arteri pulmonalis, tempat darah mengalir menuju ke paru-
paru.
b) Katup aorta : merupakan katup antara ventrikel kiri dan aorta,
tempat darah mengalir menuju ke seluruh tubuh.
Katup semilunaris normalnya tersusun atas tiga kuspis yang
berfungsi dengan baik tanpa otot papilaris dan korda tendinea
(Syaifuddin, 2011).
3.6 Ruang Jantung
Jantung terdiri dari empat ruang yaitu:
1) Atrium dekstra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula di luar,
bagiandalamnya membentuk suatu rigi atau Krista terminalis.
a. Muara atrium kanan terdiri dari:
a) Vena cava superior : bermuara kedalam bagian atas atrium
kanan. Muara ini tidak mempunyai katub, mengembalikan
darah dari separoh atas tubuh.
b) Vena cava inferior : lebih besar dari vena kava superior,
bermuara ke dalam bagian bawah atrium kanan,
mengembalikan darah ke jantung dari separoh badan
bagian bwah.
c) Sinus koronarius : bermuara ke dalam atrium kanan antara
vena kava inferior dengan osteum ventrikulare, dilindungi
oleh kutub yang tidak berfungsi.
d) Osteum atrioventrikuler dekstra :bagian anterior vena
kava inferior dilindungi oleh valvula bikuspidalis.
Disamping itu banyak bermuara vena-vena kecil yang
mengalirkan darah dari dinding jantung kedalam atrium
kanan.
b. Sisi fetal atrium kanan: fossa ovalis dan annulus ovalis adalah
dua struktur yang terletak pada septum interartrial yang
memisahkan atrium kana dengan atrium kiri. Fossa ovalis
merupakan lekukan dangkal tempat foramen ovale pada vetus
11

dan analus ovalis membentuk tepi, merupakan septum pada


jantung embrio
2) Ventrikel dekstra: berhubungan dengan atrium kanan melalui
osteumatrioventrikel dekstrum dan dengan traktus pulmonalis
melalui osteum pulmonalis. Dinding ventrikel kanan jauh lebih
tebal dari atrium kanan terdiri dari:
a. Valvula triskuspidal
Melindungi osteum antrioventikular, dibentuk oleh lipatan
endokardium disertai sedikit jaringan fibrosa, terdiri dari tiga
kuspis atau saringan ( anterior, septalis, dan inferior ). Basis
kespis melekat pada cincin fibrosa rangka jantung. Bila
ventrikel berkontraksi M. papilaris berkontraksi mencegah
agar kuspis tidak terdorong ke atrium dan terbalik waktu
tekanan intravestikuler meningkat.
b. Valvula pulmonalis
Melindungi osteum pulmonaris, terdiri dari semilunaris arteri
pulmonaris, dibentuk oleh lipatan endokardium disertai
sedikitjaringan fibrosa. Mulut muara kuspis arahnya keatas,
kedalam tunkus pulmonaris. Selama sistolik ventrikel katup
kuspis tertekan pada dinding tunkus pulmonaris oleh darah
yang keluar. Selama diastolik, darah mengalir kembali
kejantung masuk ke sinus. Katup kuspis terisi dan menutup
osteum pulmonaris. (Syaifuddin. 2011).
3) Atrium sinistra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula, terletak
dibelakang atrium kanan, membentuk sebagian besar basis (fascies
posterior) dibelakang atrium sinistra terdapat sinus oblig
perikardium serosum dan perikardium fibrosum.Bagian dalam
atrium sinistra halus dan bagian aurikula mempunyai rigi otot
seperti aurikula dekstra. Muara atrium sinistra vena pulmonaris
dari masing-masing paru bermuara pada dinding posterior dan
mempunyai valpula osteum antrioventrikular sinistra dilindungi
oleh valvula mitralis.
12

4) Ventrikel sinistra: Berhubungan dengan atrium sinistra melalui


osteumatrioventrikuler sinistra dan dengan aorta melalui osteum
aorta terdiri dari:
a. Valvula mitralis : melindungi osteum atrioventikular terdiri
atas dua kuspis (kuspis anterior dan kuspis posterior). Kuspis
anterior lebih besar terletak antara osteum antrinventikular
dan aorta.
b. Valvula semilunaris aorta : melindungi osteum aorta
strukturnya sama dengan valvula semilunaris arteri
pulmonaris. Salah satu kuspis terletak pada dinding anterior
dan dua terletak pada dinding posterior dibelakang kuspis.
Dinding aorta membentuk sinus orta anterior merupakan asal
arteri koronaria dekstra. Sinus posterior sinistra merupakan
asal arteri koronaria sinistra (Syaifuddin,2011).
3.7 Sirkulasi Jantung
Sisi kiri jantung memompa darah ke sirkulasi sistemik, yang
menjangkau seluruh sel tubuh, kecuali sel-sel yang berperan dalam
pertukaran gas di paru. Sisi kanan jantung memompa darah ke sirkulasi
paru (pulmonalis), yang mengalir hanya ke paru untuk mendapat
oksigen (Corwin, 2009).
1) Sirkulasi Sistemik
Darah masuk ke atrium kiri dari vena pulmonalis. Darh di
atrium kiri mengalir ke dalam ventrikel kiri melewati katup
atrioventrikel (AV) yaitu katub mitral, yang terletak di taut atrium
kiri dan ventrikel kiri. Aliran darah keluar dari ventrikel kiri
menuju ke sebuah arteri besar berotot disebut aorta. Darah
mengalir dari ventrikel kiri ke aorta melalui katub aorta, kemudian
disalurkan ke seluruh sirkulasi sistemik, melalui arteri, arteriol dan
kapiler yang menyatu kembali untuk membentuk vena. Vena dari
bagain bawah tubuh mengembalikan darah ke vena terbesar, vena
cava inferior. Vena dari bagaian atas tubuh mengembalikan darah
ke vena cava superior. Kedua vena ini bermuara di atrium kanan.
13

2) Sirkulasi Paru
Darah di atrium kanan mengalir ke ventrikel kanan melalui
katub AV lainnya, yang disebut katub tricuspid. Darah keluar dari
ventrikel kanan dan mengalir melewati katub pulmonalis ke dalam
arteri pulonalis kanan dan kiri ke paru kanan dan kiri. Di paru, arteri
pulmonalis bercabang berkali-kali menjadi arteriol dan kapiler
yang mencapai alveolus, yang merupakan unit pernapasan. Semua
kapiler menyatu kembali untuk menjadi venula, dan menjadi vena.
Vena-vena menyatu untuk membentuk vena pulmonalis besar.
Darah mengalir di dalam vena pulmonalis kembali ke atrium kiri
untuk menyelesaikan siklus aliran darah.
3.8 Aliran Darah Arteri Koroner
Dua arteri besar, yang disebut arteri koroner kiri dan kanan,
merupakan cabang dari aorta setelah aorta keluar dari ventrikel kiri dan
menyuplai darah ke jantung (Corwin, 2009).
1) Arteri koroner kiri membentuk cabang arteri desendens anterior
dan arteri sirkumfleks. Arteri desendens anterior kiri menurun ke
bagain anterior alur septum antara ventrikel kanan dan kiri dan
kembali bercabang beberapa kali untuk memperdarahi bagaian
anterior septum dan massa otot anterior ventrikel kiri. Arteri
sirkumfleks kiri melintang dibagaian antara atrium kiri dan
ventrikel kiri untuk memperdarahi dinding lateral ventrikel kiri.
2) Arteri koroner kanan melintang di alur antara atrium kanan dan
ventrikel kiri dan bercabang untuk memperdarahi bagian posterior
jantung, termasuk septum interventrikuler posterior. Pada
sebagaian besar orang, arteri koroner kanan memperdarahi bagian
pelistrikan jantung yang penting: nodus sinoatrium (SA), dan
nodus atrioventrikuler (AV).
3.9 Sistem Konduksi Jantung
Sel-sel jantung mempunyai kerja ritmik inheren (ritmisitas), yang
dapat digambarkan dengan adanya kenyataan bahwa bila satu bagian
miokardium diambil, maka jantung akan tetap berkontraksi secara
14

ritmis jika tetap dijaga dalam kondisi yang memeadai. Tetapi atrium
dan ventrikel harus berkontraksi secara berurutan agar aliran darah
dapat efektif. Kontraksi yang teratur terjadi karena sel-sel khusus dalam
sistem hantaran secara metodis membangkitkan dan menghantarkan
impuls listrik ke sel-sel miokardium (Syaifuddin, 2011).
1) Sinoatrial node (SA node)
Terletak antara sambungan vena kava superior dan atrium kanan.
Disini merupakan awal mula system hantaran dan normalnya
berfungsi sebagai pacu jantung ke seluruh miokardium. SA node
memulai sekitar 60-100 impuls per menit pada saat jantung normal
istirahat, tetapi dapat mengubah frekuensinya sesuai kebutuhan
tubuh.
2) Atrioventrikularis node (AV node)
Sinyal listrik yang dimulai oleh SA node kemudian di hantarkan
dari sepanjang sel miokardium ke AV node. AV node terletak di
dinding atrium kanan dekat katup trikuspidalis. AV node
merupakan kelompok sel-sel otot khusus lainnya yang menyerupai
SA node, namun dengan kecepatan intrinsik sekitar 40-60 impuls
per menit. AV node berkoordinasi dengan impuls listrik yang
datang dari atrium dan, setelah sedikit perlambatan, akan
menghantanya ke ventrikel.
3) Bundel His
Impuls listrik dari AV node akan di hantarkan melalui suatu bundel
serabut otot khusus yaitu Bundel His, yang berjalan di dalam
septum yang memisahkan ventrikel kiri dan kanan.
4) Serabut Purkinje
Bundel His akan bercabang menjadi cabang bundel kanan dan kiri,
yang kemudian berakhir sebagai serabut yang dinamakan Serabut
Purkinje. Bundel kanan menyebar ke otot ventrikel kanan. Bundel
kiri memisah lagi menjadi cabang bundel anterior sinistra dan
posterior sinistra, yang kemudian menyebar ke otot ventrikel kiri.
15

Penyebaran impuls lebih lanjut oleh depolarisasi sepanjang


miokardium terjadi melalui hantaran di antara serat otot itu sendiri.
Frekuensi jantung ditentukan oleh sel miokardium yang
mempunyai kecepatan paling cepat. Normalnya, SA node adalah yang
tercepat. Bila SA node tidak berfungsi, maka AV node biasanya
mengambil alih fungsi pacu jantung bila kedua node SA dan AV tidak
berfungsi, maka miokardium akan terus berdenyut dengan kecepatan
kurang dari 40 denyut per menit, yang merupakan kecepatan pacu
jantung intrinsik sel-sel miokardium ventrikel.
3.10 Curah Jantung
Kontraksi berulang miokardium adalah denyut jantung. Masing-
masing denyut memompa darah keluar dari jantung. Jumlah darah yang
dipompa keluar dari jantung per denyutan adalah Volume Sekuncup
(Stroke Volume/SV)). Curah jantung (Cardiac Output/CO) adalah
volume darah yang dipompa permenit, bergantung pada hasil kali
kecepatan denyut jantung (Heart Rate/HR dalam denyut per menit) dan
volume sekuncup (SV dalam miliLiter darah yang dipompa per denyut):
CO (mL/menit) = HR (denyut/menit) x SV (mL/denyut)
Pada saat istirahat, jantung memompa 500 ml (5 liter) darah
permenit (curah jantug). Hal ini merupakan hasil dari jumlah kontraksi
72 denyut/menit (frekuensi denyut jantung) dengan masing-masing
kontraksi mengeluarkan 70 ml darah ke arteri (volume sekuncup).
Curah jantung dapat meningkat lima kali lipat selama latihan fisik
sebagai hasil peningkatan frekuensi denyut jantung dan volume
sekuncup (Syaifuddin, 2011., Corwin, 2009).
3.11 Sifat Otot Jantung
Terdapat ada 4 sifat khusus dari otot jantung yaitu :
1) Chromotropic property
Disebut juga ritmisiti atau otomasi dimana otot jantung mempunyai
kemampuan sendiri untuk menimbulkan rangsangan dan
mengadakan impuls agar supaya terjadi kontraksi otot jantung.
Karena sifat khususnya ini pula maka jantung dapat berkontraksi
16

tanpa adanya pengendalian sistem sarat (disebut juga miogenic


antoregulation). Hal ini disebabkan karena jantung mempunyai
jaringan pemacu khusus yang dapat menimbulkan potensial aksi
berulang kali yang disebut potensial pacemaker.
2) Bathmotropic property
Disebut juga eksitabiliti, dimana dikatakan bahwa otot jantung
memiliki kemampuan untuk memperbesar perangsangan terhadap
impuls yang terjadi padanya. Dengan kata lain kepekaan otot
jantung terhadap adanya impuls jadi bertambah besar.
3) Dromotropic Property
Disebut juga konduktiviti dimana otot jantung mempunyai
kemampuan untuk menyebarkan rangsangan berupa impuls-impuls
dari satu bagian otot jantung ke bagian otot jantung lainnya.
4) Inotropic property
Disebut juga kontraktiliti, dimana otot jantung mempunyai
kemampuan untuk menjawab atau berespons terhadap setiap
rangsangan yang datangnya dari luar. Respons ini berupa
pergerakan atau kontraksi. Bahan yang mempengaruhi kekuatan
kontraksi disebut inotropic action. Kekuatan kontraksi jantung
akan meningkat bila efek inotropik positif, tapi bila efek inotropik
negatif maka hal ini akan menurunkan kekuatan kontraksi jantung
(Syaifuddin, 2011).
3.12 Sistem Saraf Otonom dan Jantung
Sistem saraf otonom adalah efektor ekstremitas pada reflex
baroreseptor dan berperan penting dalam pengaturan denyut jantung
(efek kronotopik), kontrkatilitas miokardium (efek inotropik),
kecepatan konduksi nodus AV (efek dromotropik), hambatan pembuluh
darah perifer (kontriksi dan dilatasi arteriol) dan aliran balik vena
(konstriksi dan dilatasi venula dan vena) (Black, 2014).
a) Sistem saraf parasimpatis
Sistem saraf parasimpatis berasal dari nucleus motorik dorsal
nervus vagus di medulla oblongata. Saraf parasimpatis
17

mempersarafi nodus SA atrium, nodus AV dan ventrikel serta


system purkinje. Ketika terstimulasi, ujung saraf parasimpatis
mengeluarkan neurotransmitter asetikolin, yang menghasilkan efek
inhibisi dengan berikatan dengan reseptor muskarinik. Stimulasi
parasimpatis menurunkan kecepatan nodus SA sehingga
menurunkan denyut jantung. Konduktivitas atrial juga berkurang.
b) Serabut saraf simpatis
Serabut saraf simpatis berada diantara vertebra toraks kesatu dan
kelima serta berakhr diseluruh area jantung. Ketika terstimulasi,
ujung saraf mengeluarkan neurotransmitter norepinefrin dan
menyebabkan efek; 1) peningkatan denyut jantung, 2) peningkatan
kececepatan konduksi melalui nodus AV, 3) peningkatan
kontraktilitas atrium dan ventrikel serta 4) vasokonstriksi perifer
dengan berikatan dengan reseptor adrenergic, mengkatifkan
protein G dan membuka kanal ion.
Pengaruh hormonal dan faktor lain: Selain epinefrin dan
norepinefrin dari medulla adrenal, beberapa hormone lain secara tidak
langsung dapat mengatur curah jantung dengan mengendalikan volume
cairan tubuh (tekanan vena dan aliran balik vena). Hormone terpenting
meliputi ADH dan mekanisme rennin angiotensin aldosteron. Faktor-
faktor lain juga berpengaruh terhadap aktivitas jantung dan tekanan
darah. Sebagai contoh: input korteks serebri dari rasa marah, takut,
nyeri atau kegembiraan dapat meningkatkan efek system saraf simpatis.

4. Etiologi
Gagal jantung disebabkan oleh kondisi yang melemahkan atau merusak
miokardium. Gagal jantung dapat disebabkan oleh factor yang berasal dari
jantung (mis. penyakit atau factor patologis intrinsic) atau factor eksternal
yang menyebabkan kebutuhan berlebihan dari jantung (Black, 2014).
4.1 Faktor Intrinsik
Penyakit paling sering menyebabkan gagal jantung adalah penyakit
arteri koroner (PAK). PAK mengurangi aliran darah melalui arteri
18

coroner sehingga mengurangi penghantaran oksigen ke miokardium.


Tanpa oksigen, sel otot tidak dapat berfungsi.
Penyebab lain yang cukup sering adalah infark miokardium.
Selama infark miokardium, miokardium kekurangan darah dan jaringan
mengalami kematian sehingga tidak dapat berkontraksi.
Penyebab lain yaitu penyakit katub jantung, kardiomiopati dan
disritmia. Beberapa kondisi tertentu yang menekan jantung dari luar
sehingga membatasi pengisian ventrikel dan kontraktilitas miokardium.
Gangguan yang menyebabkan pengisian ruang jantung berkurang dan
peregangan serat miokardium meliputi Perikarditis Konstruktif, yaitu
suatu proses inflamasi dan fibrosis pada kantong pericardium., dan
Tamponade Jantung yaitu kondisi yang melibatkan akumulasi cairan
atau darah di kantong pericardium. Oleh karna pericardium menutupi
ke-4 ruang jantung, maka kompresi pada jantung akan mengurangi
relaksasi diastolic sehingga meningkatkan tekanan diastolic dan
menghambat aliran darah keluar dari jantung (Black, 2014).
4.2 Faktor Ekstrinsik
Faktor eksternal jantung meliputi peningkatan afterload (misalnya
hipertensi), peningkatan volume sekuncup jantung dari hipovolemia
atau peningkatan preload, dan peningkatan kebutuhan tubuh (kegagalan
keluaran yang tinggi, misalnya tirotoksikosis). Miokardium yang
menjadi lemah tidak dapat mentoleransi perubahan volume darah yang
memasuki ventrikel kiri (yang disebut load/beban), otot yang abnormal
pada ventrikel karena pembentukan jaringan parut setelah cedera dan
masalah yang mengurangi kontraktilitas otot jantung.
Beban jantung yang abnormal terjadi ketika tekanan atau volume
darah di ventrikel meningkat. Aliran darah balik vena meregangkan
jantung dan meningkatkan kontraktiliktas. Jika jantung diisi darah
secara berlebihan maka terjadilah peregangan berlebih dan penurunan
kontraksi. Pengisian jantung berlebihan terjadi karan darah tidak
meninggalkan ventrikel selama kontraksi. Dengan demikian beban
jantung meningakat sebgai usaha untuk menggerakkan darah. Beban
19

jantung yang disebut preload dan afterload terjadi dalam kondisi normal
atau abnormal.
Preload dapat didefiniskan sebagai peregangan awal pada serat otot
jantung sebelum kontraksi. Perubahan pada preload ventrikel secara
dramatis mempengaruhi volume sekuncup vetrikel degnan mekanisme
Frank Starling. Peningkatan preload meningkatkan volume sekuncup,
sedangkan penurunan preload menyebabakan penurunan volume
sekuncup dengan mengubah kekuatan kontaksi otot jantung. Indikator
preload yang digunakan yaitu tekanan atau volume akhir diastolic.
Sebagai contoh, ketika aliran balik vena meningkat, tekanan dan
volume akhir-diastolik pada ventrikel meningkat, yang akan
meningkatkan preload.
Hipovolemia akibat hilangnya cairan tubuh karna perdarahan
menyebabkna pengosongan ventrikel yan glebih sedikit sehingga
menyebabkan pengurangan preload. Peningkatan tekanan beban
didalam ventrikel berhubungan dengan afterload, jumlah tegangan
dalam jantung yang harus dihasilkan untuk melawan tekanan sistemik
dan memungkinkan pengosongan ventrikel. Jadi, afterload
mengindikasikan berapa beban jantung harus memompa untuk
mendorong darah ke sirkulasi. Tegangan di arteriol sistemik, elastisitas
aorta dan arteri besar, ukuran dan ketebalan ventrikel, adanya stenosis
aorta dan kekentalan darah menentukan afterload. Tahanan perifer dan
tekanan darah tinggi akan memaksa ventrikel bekerja lebih keras untuk
mengejeksi darah. Akibat tekanan darah yang tinggi jangka panjang,
ventrikel biasanya akhirnya akan mengalami kegagalan (Black, 2014).

5. Patofisiologi
Jantung yang sehat akan mencukupi kebutuhan oksigen melalui
cadangan jantung. Cadangan jantung adalah kemampuan jantung untuk
meningkatkan curah jantung sebagai respons terhadap stress. Jantung yang
normal dapat meningkatkan keluarannya sampai lima kali lipat tingkat
istirahat. Jantung yang mengalami kegagalan, pada waktu istirahat pun
20

memompa semaksimal mungkin sehinga kehilangan cadangan jantung.


Jantung yang lemah memiliki kemampuan yang terbatas untuk berespons
terhadap peningkatan keluaran dalam keadaan stress.
Jika curah jantung tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
metabolic tubuh, mekanisme kompensasi diaktifkan, termasuk respons
neurohormonal. Mekanisme ini membantu meningkatkan kontraksi dan
mempertahankan integritas sirkulasi tetapi, jika terus berlangsung akan
menyebabkan pertumbuhan otot yang abnormal dan rekonfigurasi
(remodelling) jantung. Respons kompensatorik terhadap penurunan curah
jantung merupakan dilatasi ventrikel, penigkatan stimulasi system saraf
simpatis dan aktivitas system rennin-angiostensin
1) Dilatasi Ventrikel
Dilatasi ventrikel merupakan pemanjangan serabut otot yang
meningkatkan volume di dalam ruang jantung. Dilatasi ini menyebabkan
preload dan curah jantung karna sebuah otot yang teregang akang
berkontraksi lebih kuat (Hukum Starling), akan tetapi dilatasi memiliki
keterbatasn sebagai mekanisme kompensasi. Jantung yang berdilatasi
membutuhkan lebih banyak oksigen sehingga dalam kondisi ini,
meskipun aliran darah normal tetap akan menyebabkan kekurangan
oksigen. Hipoksia pada jantung selanjutnya akan mengurangi
kemampuan kontraksi otot.
2) Peningkatan Stimulasi Sistem Saraf Simpatis
Stimulasi adrenergic simpatis menghasilkan konstriksi arteriolar,
takikardia, dan peningkatan kontraktilitas miokardial, yang akan bekerja
meningkatkan curah jantung dan memperbaiki penghantaran oksigen dan
nutrient ke jaringan. Baroreceptor arterial merupakan komponen penting
pada respon ini. Efek kompensasi terjadi jika terjadi peningkatan tahanan
vascular perifer (afterload) dan beban kerja miokardium. Selain itu,
stimulasi simpatis mengurangi aliran darah ke ginjal dan menstimulasi
system rennin-agiotensin.
3) Stimulasi Sistem Renin-Angiotensin
21

Jika aliran darah melalui arteri renalis berkurang maka refleks


baroreceptor akan terangsang dan rennin akan dilepaskan ke aliran darah.
Renin berinteraksi dengan angiotensinogen menghasilkan angiotensin I.
Jika angiotensin I berinteraksi dengan ACE, maka akan diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat. Angiotensin II meningkatkan
vasokonstriksi, meningkatkan pelepasan norepinefrin/noradrenalin dari
ujung saraf simpatis dan merangsang medulla adrenal untuk
menghasilkan aldosteron yang akan meningkatkan penyerapan air dan
natrium. Stimulasi system rennin – angiotensin akan menyebabkan
volume plasma bertambah dan peningkatan preload.
Kompensasi jantung terjadi ketika kompensasi awal seperti dilatasi
ventrikel, peningkatan stimulasi system saraf simpatis dan stimulasi rennin
angiotensin berhasil mempertahankan curah jantung yang adekuat dan
penghantaran oksigen ke jaringan jika terdapat perubahan patologis. Setelah
curah jantung kembali normal, tubuh menghasilkan substansi kontraregulasi
yang mempertahankan homeostasis kardiovaskular. Jika perubahan
patofisiologis yang mendasar tidak dikoreksi, aktivasi mekanisme
kompensasi dalam jangka panjang akhirnya akan menyebabkan perubahan
fungsi sel miokardium dan produksi neurohormon berlebihan. Proses ini
bertanggung jawab pada pergeseran dari gagal jantung terkompensasi
menjadi gagal jantung terdekompensasi. Pada kondisi ini, manifestasi gagal
jantung mulai terjadi karna jantung tidak dapat mempertahankan sirkulasi
yang adekuat.
Jika mekanisme kompensasi jantung gagal, jumlah darah yang tersisa
pada ventrikel kiri pada akhir diastolic meningkat. Peningkatan darah residual
ini menurunkan kapasitas ventrikel untuk menerima aliran darah dari atrium
kiri.
Atrium kiri harus bekerja lebih keras untuk mengejeksi darah, berdilatasi
dan berhipertrofi. Atrium tidak dapat menerima jumlah darah penuh dari vena
pulmonalis, sehingga terjadi peningkatan di atrium kiri dan akhirnya hal ini
menyebabkan edema paru. Akibatnya akan terjadi Gagal Ventrikel Kiri (Left
Ventricular Failure/LFV).
22

Peningkatan tekanan pada system vascular pulmonal menyebabkan


ventrikel kanan harus berdilatasi untuk memenuhi beban kerja yang
meningkat dan menyebabkan hipertrofi. Akhirnya ventrikel kanan juga akan
mengalami kegagalan. Pembengkakan system vena berlanjut sehingga
menyebabkan kongesti ada saluran gastrointestinal, hati , visera, ginjal,
tungkai. Edema merupakan manifestasi yang paling utama. Akhirnya akan
terjadi Gagal Ventrikel kanan (Right Ventrikular Failure/RVF) (Black, 2014;
Nurarif, 2015).

Pathway Gagal Jantung


23

6. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala gagal jantung menurut PERKI (2015), yang disadur
dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic
heart failure tahun 2008 yaitu :
Gagal jantung merupakan kumpulan gejala klinis pasien dengan tampilan
seperti :
1) Gejala khas gagal jantung : Sesak nafas saat istrahat atau aktifitas,
kelelahan, edema tungkai.
2) Tanda khas Gagal Jantung : Takikardia, takipnu, ronki paru, efusi pleura,
peningkatan tekanan vena jugularis, edema perifer, hepatomegali.
3) Tanda objektf gangguan struktur atau fungsional jantung saat istrahat,
kardiomegali, suara jantung ke tiga, murmur jantung, abnormalitas dalam
gambaran ekokardiografi, kenaikan konsentrasi peptida natriuretik.
Manifestasi klinis gagal jantung menurut PERKI (2015), yang disadur
dari ESC Guidelines For The Diagnosis And Treatment Of Acute And
Chronic Heart Failure 2012 yaitu :
Gejala Tanda
Tipikal: Spesifik:
✓ Sesak nafas ✓ Peningkatan JVP
✓ Ortopneu ✓ Refluks hepatojugular
✓ Paroxysmal nocturnal Dyspnoe ✓ Suara jantung S3 (gallop)
✓ Toleransi aktifitas yang ✓ Apex jantung bergeser ke lateral
berkurang ✓ Bising jantung
✓ Cepat lelah
✓ Begkak di pergelangan kaki
24

Kurang Tipikal: Kurang Tipikal:


✓ Batuk di malam / dini hari ✓ Edema perifer
✓ Mengi ✓ Krepitasi pulmonal
✓ Berat badan bertambah > 2 ✓ Sura pekak di basal paru pada
kg/minggu perkusi
✓ Berat badan turun (gagal ✓ Takikardia
jantung stadium lanjut) ✓ Nadi ireguler
✓ Perasaan kembung/ begah ✓ Nafas cepat
✓ Nafsu makan menurun ✓ Heaptomegali
✓ Perasaan bingung (terutama ✓ Asites
pasien usia lanjut) ✓ Kaheksia
✓ Depresi
✓ Berdebar
✓ Pingsan

Manifestasi klinis Gagal Jantung Kiri dan Gagal Jantung Kanan menurut
Black (2014) yaitu :

Gagal Jantung Kiri Manifestasi Klinis Gagal Jantung Kanan

Apakah anda dapat Tidak


Terjadi karna peningkatan Ya
mendengar ronki
tekanan ventrikel dan
pada dasar kedua
atrium kiri, yang
paru pada auskultasi
menyebabkan akumulasi
cairan berlebihan di dalam
ruang alveolar dan ruang
intestinal. Tekanan arteri
pulmonalis juga meningkat.
Terapi dengan vasodilator
dan inhibitor ACE akan
menurunkan afterload

Tidak Apakah terdapat Ya Tanda sangat spesifik gagal


distensi vena leher ? ventrikel kanan akibat
peningkatan tekanan vena.
Tanda awal gagal jantung Peningkatan tekanan ini
kiri yang merupakan hasil akan dicerminkan pada
usaha kompensasi untuk Ya Apakah denyut Tidak peningkatan tekanan vena
meningkatkan keluaran jantung melebihi sentral. Terapi dengan
jantung. Takikardia akan 100 x/menit diuretic untuk mengurangi
berlanjut dalam tingkatan volume darah dan
yang lebih tinggi jika gagal mengurangi tekanan vena
ventrikel kiri menetap.
Terapi dengan digitalis
untuk menigkatkan
kontraktilitas jantung dan
denyut jantung
Temuan awal pada gagal Ya Tidak
ventrikel kiri tetapi akan Apakah anda dapat
menetap sebagai akibat mendengar bunyi S3
perkembangan kegagalan atau Gallop
jantung. Hal ini terjadi somasi/terakhir saat
seiring dengan ventrikel kiri auskultasi jantung
menjadi kurang
regang/kurang elastis
25

Hal ini terjadi karna Ya Apakah titik pulsasi Tidak


ventrikel kiri mengalami maksimal melebar
dilatasi untuk meningkatkan atau bergeser ke
kontraksi ventrikel dan lateral kiri
pengosongan ventrikel

Tidak Apakah terdapat Ya Hal ini terjadi karna


gelombang ventrikel kanan berdilatasi
parasternal untuk meningkatkan
kontraksi dan pengisian
ventrikel

Akibatnya adalah Ya Apakah nitrogen Tidak


penurunan perfusi ke ginjal. urea darah
Jika perfusi ginjal meningkat
berkurang, nitrogen urea sedangkan kreatinin
darah akan meningkat tetapi normal ?
kadar kreatinin tidak
terpengaruh

Tidak Apakah terdapat Ya Terjadi akibat akumulasi


ascites ? cairan pada abdomen

Tidak Apakah terdapat Ya Hepatomegali terjadi


hepatomegali ? karna kongesti hati dengan
darah vena

Tidak Apakah terdapat Ya Terjadi akibat


refleks ketidakmampuan ventrikel
hepatojugular ? kanan untuk menangani
peningkatan tekanan dan
aliran balik vena

Apakah terdapat Terjadi akibat retensi


peningkatan berat cairan
badan yang terukur
dalam waktu yang
pendek ?
Terapi dengan diuretic
untuk menurunkan volume
darah dan tekanan vena
26

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostic test pada klien gagal jantung menurut PERKI
(2015) yang disadur dari ESC Guidelines For The Diagnosis And Treatment
Of Acute And Chronic Heart Failure (2012) yaitu:
1) Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien
diduga gagal jantung. Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal
jantung.
2) Foto Toraks
Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung. Rontgen
toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan
dapat mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan atau
memperberat sesak nafas.
3) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah
darah perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit,
kreatinin, laju filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan
urinalisis. Pemeriksaan tambahan laindipertimbangkan sesuai tampilan
klinis. Gangguan hematologis atau elektrolit yang bermakna jarang
dijumpai pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang yang belum
diterapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan
penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien dengan
terapi menggunakan diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin Converting
Enzime Inhibitor), ARB (Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis
aldosterone.
4) Peptida Natriuretik
Terdapat bukti - bukti yang mendukung penggunaan kadar plasma
peptide natriuretik untuk diagnosis, membuat keputusan merawat atau
memulangkan pasien, dan mengidentifikasi pasien pasien yang berisiko
mengalami dekompensasi. Konsentrasi peptida natriuretik yang normal
sebelum pasien diobati mempunyai nilai prediktif negatif yang tinggi dan
membuat kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab gejala gejala
27

yang dikeluhkan pasien menjadi sangat kecil. Kadar peptida natriuretik


yang tetap tinggi walaupun terapi optimal mengindikasikan prognosis
buruk.Kadar peptidanatriuretik meningkat sebagai respon peningkatan
tekanan dinding ventrikel. Peptida natriuretik mempunyai waktu paruh
yang panjang, penurunan tiba-tiba tekanan dinding ventrikel tidak
langsung menurunkan kadar peptida natriuretik.
5) Troponin I atau T
Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung jika
gambaran klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut. Peningkatan
ringan kadar troponin kardiak sering pada gagal jantung berat atau
selama episode dekompensasi gagal jantung pada penderita tanpa
iskemia miokard.
6) Ekokardiografi
Istilah ekokardiograf digunakan untuk semua teknik pencitraan
ultrasound jantung termasuk pulsed and continuous wave Doppler,
colour Doppler dan tissue Doppler imaging (TDI). Konfirmasi diagnosis
gagal jantung dan/atau disfungsi jantung dengan pemeriksaan
ekokardiografi adalah keharusan dan dilakukan secepatnya pada pasien
dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran fungsi ventrikel untuk
membedakan antara pasien disfungsi sistolik dengan pasien dengan
fungsi sistolik normal adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 -
50%).
7) Diagnosis gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal (HFPEF/ heart
failure with preserved ejection fraction)
Ekokardiografi mempunyai peran penting dalam mendiagnosis gagal
jantung dengan fraksi ejeksi normal. Diagnosis harus memenuhi tiga
kriteria:
i) Terdapat tanda dan/atau gejala gagal jantung
ii) Fungsi sistolik ventrikel kiri normal atau hanya sedikit terganggu
(fraksi ejeksi > 45 - 50%)
iii) Terdapat bukti disfungsi diastolik (relaksasi ventrikel kiri abnormal
/ kekakuan diastolik)
28

✓ Ekokardiografi transesofagus
Direkomendasikan pada pasien dengan ekokardiografi transtorakal
tidak adekuat (obesitas, pasien dengan ventlator), pasien dengan
kelainan katup, pasien endokardits, penyakit jantung bawaan atau
untuk mengeksklusi trombus di left atrial appendagepada pasien
fibrilasi atrial
✓ Ekokardiografi beban
Ekokardiografi beban (dobutamin atau latihan) digunakan untuk
mendeteksi disfungsi ventrikel yang disebabkan oleh iskemia dan
menilai viabilitas miokard pada keadaan hipokinesis atau akinesis
berat
Abnormalitas ekokardiografk yang sering dijumpai pada gagal Jantung:
29

8. Komplikasi
Komplikasi Gagal Ventrikel Kiri adalah Edema Paru Akut. Pada klien
dengan dekompensasi jantung berat, tekanan kapiler dalam paru menjadi
sangat meningkat karna cairan didorong dari darah sirkulasi ke interstitium
dan kemudian ke alveoli, bronkiolus dan bronkus. Hasil dari edema paru jika
tidak diterapi adalah kematian karna sulit bernapas.
Komplikasi Gagal Ventrikel Kanan adalah edema perifer dan kongesti
vvena pada organ akan terjadi. Pembesaran hati (hepatomegali) dan nyeri
abdomen dapat terjadi ketika hati mengalami kongesti/terbendung dengan
darah vena. Jika hal ini terjadi dengan cepat maka akan menyebabkan rasa
tidak nyaman yang parah. Klien dapat mengalami rasa sakit yang menetap
atau nyeri tajam di kuadran kanan atas. Pada gagal jantung kronis, sakit perut
biasanya menghilang.
Pada RVF berat, lobulus hati dapat menjadi terbendung oleh darah vena
sehingga menjadi anoksik. Anoksia akan menyebabkan nekrosis tubulus.
Pada gagal jantung jangka panjang, area nekrotik ini menjadi fibrotic dan
sklerotik. Sebagai hasilnya, terjadi suatu kondisi yang disebut sirosis kardiak,
ditandai dengan asites dan ikterus.
Anoreksia, nausea dan perut kembung terjadi sekunder karna kongesti
veena pada saluran gastrointestinal. Kombinasi kebutuhan metabolic yang
meningkat mengakibatkan penurunan massa jaringan yang disebut kaheksia
kardiak. Anoreksia dan nausea juga dapat terjadi akibat toksisitas digitalis.
Edema dependen adalah salah satu manifestasi awal RVF. Kongesti vena
pada dasar kapiler perifer menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik
kapiler untuk mengatasi tekanan yang membanjiri dari protein plasma dan
pergeseran cairan keluar dari kapiler menuju ruangan interstitial dan
menyebabkan pitting edema. Pada klien yang berbaring, edema dapat terjadi
pada area presakral dan jika memburuk, akan berlanjut ke genitalia dan paha
medial. Distensi vena jugularis yang terjadi bersamaan membedakan edema
akibat gagal jantung dari edema akibat obstruksi limfatik dan sirosis.
Anasarka merupakan manifestasi lanjut dari edema substansial dan
luas/generalisata. Anasarka dapat melibatkan ekstremitas atas, area genitalia
30

dan dinding dada atau abdomen. Sianosis pada dasar kapiler kuku tampak jika
kongesti vena mengurangi aliran darah perifer (Black, 2014).

9. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Non Farmakologi (PERKI, 2015):
a) Manajemen Perawatan Mandiri
Manajemen perawatan mandiri mempunyai peran dalam
keberhasilan pengobatan gagal jantung dan dapat memberi dampak
bermakna perbaikan gejala gagal jantung, kapasitas fungsional,
kualitas hidup, morbiditas dan prognosis. Manajemen perawatan
mandiri dapat didefnisikan sebagai tindakan-tindakan yang
bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik, menghindari perilaku yang
dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan
gagal jantung.
b) Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan
kualitas hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien
yang taat pada terapi farmakologi maupun non-farmakologi
c) Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat
kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan
dosis diuretik atas pertmbangan dokter.
d) Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada
pasien dengan gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi
cairan rutin pada semua pasien dengan gejala ringan sampai sedang
tidak memberikan keuntungan klinis.
e) Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan
gagal jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal
jantung, mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup
f) Kehilangan berat badan tanpa rencana
31

Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal jantung


berat.Kaheksia jantung (cardiac cachexia) merupakan prediktor
penurunan angka kelangsungan hidup.Jika selama 6 bulan terakhir
berat badan > 6 % dari berat badan stabil sebelumnya tanpa disertai
retensi cairan, pasien didefinisikan sebagai kaheksia. Status nutrisi
pasien harus dihitung dengan hati-hati
g) Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung
kronik stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik
dikerjakan di rumah sakit atau di rumah
2) Penatalaksanaan Farmakologi
Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas. Tindakan preventif dan pencegahan
perburukan penyakit jantung tetap merupakan bagian penting dalam tata
laksana penyakit jantung.
1) Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (ACEI)
Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien
gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %.
ACEI memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi
perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan
meningkatkan angka kelangsungan hidup.
ACEI kadang-kadang menyebabkan perburukan fungsi ginjal,
hiperkalemia, hipotensi simtomatik, batuk dan angioedema (jarang),
oleh sebab itu ACEI hanya diberikan pada pasien dengan fungsi
ginjal adekuat dan kadar kalium normal.
Inisiasi pemberian ACEI :
• Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit
• Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 - 2 minggu
setelah terapi ACEI
2) Penyekat β
Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada semua
pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40
32

%. Penyekat β memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,


mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal
jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup
Indikasi pemberian penyekat β :
• Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
• Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)
• ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah
diberikan
• Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik,
tidak ada kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi
cairan berat)
Kontraindikasi pemberian penyekat β
• Asma
• Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit
(tanpa pacu jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50
x/menit)
3) Antagonis Aldosteron
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis
kecil harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi
≤ 35 % dan gagal jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV
NYHA) tanpa hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat.
Antagonis aldosteron mengurangi perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung dan meningkatkan kelangsungan hidup.
Indikasi pemberian antagonis aldosteron
• Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
• Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA)
• Dosis optimal penyekat β dan ACEI atau ARB (tetapi tidak
ACEI dan ARB)
Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron
• Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L
• Serum kreatinin> 2,5 mg/dL
• Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium
33

• Kombinasi ACEI dan ARB


Cara pemberian spironolakton (atau eplerenon) pada gagal jantung:
Inisiasi pemberian spironolakton
• Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit.
• Naikan dosis secara titrasi
• Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 4 – 8
minggu. Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi
ginjal atau hiperkalemia.
• Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 dan 4
minggu setelah menaikan dosis
• Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis
target atau dosis maksimal yang dapat di toleransi
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian
spironolakton:
• Hiperkalemia
• Perburukan fungsi ginjal
• Nyeri dan/atau pembesaran payudara
4) Angiotensin Receptor Blockers (ARB)
Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal
jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap
simtomatik walaupun sudah diberikan ACEI dan penyekat β dosis
optimal, kecuali juga mendapat antagonis aldosteron. Terapi dengan
ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi
angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung ARB
direkomedasikan sebagai alternative pada pasien intoleran ACEI.
Pada pasien ini, ARB mengurangi angka kematian karena penyebab
kardiovaskular.
Indikasi pemberian ARB
• Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
• Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan
sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA) yang intoleran
ACEI
34

• ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal,


hiperkalemia, dan hipotensi simtomatik sama sepert ACEI,
tetapi ARB tidak menyebabkan batuk
Kontraindikasi pemberian ARB
• Sama seperti ACEI, kecuali angioedema
• Pasien yang diterapi ACEI dan antagonis aldosteron bersamaan
• Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB
digunakan bersama ACEI
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian ARB:
Sama sepertiACEI, kecuali ARB tidak menyebabkan batuk.
Dosis obat yang umumnya dipakai pada gagal jantung (PERKI, 2015)
yaitu:

5) Hydralazine Dan Isosorbide Dinitrate (H-ISDN)


Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %,
kombinasi H-ISDN digunakan sebagai alternatif jika pasien
intoleran terhadap ACEI dan ARB
Indikasi pemberian kombinasi H-ISDN
35

• Pengganti ACEI dan ARB dimana keduanya tidak dapat


ditoleransi
• Sebagai terapi tambahan ACEI jika ARB atau antagonis
aldosteron tidak dapat ditoleransi
• Jika gejala pasien menetap walaupun sudah diterapi dengan
ACEI, penyekat β dan ARB atau antagonis aldosteron
Kontraindikasi pemberian kombinasi H-ISDN
• Hipotensi simtomatik
• Sindroma lupus
• Gagal ginjal berat
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian
kombinasi H-ISDN:
• Hipotensi simtomatik
• Nyeri sendi atau nyeri otot
6) Digoksin
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat
digunakan untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun
obat lain (seperti penyekat beta) lebih diutamakan. Pada pasien gagal
jantung simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % dengan irama
sinus, digoksin dapat mengurangi gejala, menurunkan angka
perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung,tetapi tidak
mempunyai efek terhadap angka kelangsungan hidup.
Indikasi pemberian Digoksin:
✓ Fibrilasi atrial: Dengan irama ventrikular saat istrahat > 80
x/menit atau saat aktifitas> 110 - 120 x/menit
✓ Irama sinus:
• Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
• Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II-IV NYHA)
• Dosis optimalACEI dan/atau ARB, penyekat β dan
antagonis aldosteron jika ada indikasi.
Kontraindikasi:
36

• Blok AV derajat 2 dan 3 (tanpa pacu jantung tetap); hat-hat jika


pasien diduga sindroma sinus sakit
• Sindroma pre-eksitasi
• Riwayat intoleransi digoksin
Cara pemberian digoksin pada gagal jantung:
✓ Inisiasi pemberian digoksin:
• Dosis awal: 0,25 mg, 1 x/hari pada pasien dengan fungsi
ginjal normal. Pada pasien usia lanjut dan gangguan fungsi
ginjal dosis diturunkan menjadi 0,125 atau 0,0625 mg, 1
x/hari
• Periksa kadar digoksin dalam plasma segera saat terapi
kronik.
• Kadar terapi digoksin harus antara 0,6 - 1,2 ng/mL
• Beberapa obat dapat menaikan kadar digoksin dalam
darah (amiodaron, diltiazem, verapamil, kuinidin)
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian
digoksin:
• Blok sinoatrial dan blok AV
• Aritmia atrial dan ventrikular, terutama pada pasien
hipokalemia
• Tanda keracunan digoksin: mual, muntah, anoreksia dan
gangguan melihat warna
7) Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan
tanda klinis atau gejala kongesti.
Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk mencapai status
euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis yang serendah
mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk
menghindari dehidrasi atau resistensi.
Dosis diuretic:
• Mulai dengan dosis kecil dan tingkatkan sampai perbaikan
gejala dan tanda kongesti
37

• Dosis harus disesuaikan, terutama setelah tercapai berat


badan kering (tanpa retensi cairan),untuk mencegah risiko
gangguan ginjal dan dehidrasi. Tujuan terapi adalah
mempertahankan berat badan kering dengan dosis diuretik
minimal
• Pada pasien rawat jalan, edukasi diberikan agar pasien
dapat mengatur dosis diuretik sesuai kebutuhan
berdasarkan pengukuran berat badan harian dan tanda-
tanda klinis dari retensi cairan
Dosis Diuretik yang biasa digunakan (PERKI, 2015):
38

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL JANTUNG


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian Keperawatan (Black, 2014 & Lewis.,et.al, 2011).
a. Pengkajian
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a) Riwayat hipertensi
b) Ketidakpatuhan terhadap diet
c) Kebiasaan merokok
d) Kebiasaan minum obat yang dibeli di warung.
2) Pola nutrisi metabolik
a) Anoreksia
b) Penurunan BB
c) Mual, muntah.
3) Pola eliminasi
a) Nokturia
b) Perubahan pola berkemih.
c) Konstipasi
4) Pola aktivitas dan latihan
a) Fatigue
b) Penurunan toleransi beraktivitas.
c) Sesak napas.
5) Pola tidur dan istirahat
a) Gangguan pola tidur karena dyspnea dan nokturia.
b) Paroxymal nokturia, dyspnea
6) Pola kognitif dan persepsi sensori
a) Kurang pengetahuan tentang masalah dan perawatan.
b) Pengenalan terhadap lingkungan sekitar, orientasi tempat
dan waktu.
7) Pola persepsi dan konsep diri
a) Gangguan body image, berhubungan dengan edema.
b) Kecemasan.
8) Pola peran dan hubungan dengan sesame
39

Kesulitan memenuhi tanggung jawab karena fatigue.


9) Pola reproduksi dan seksual
Penurunan libido dan impotensi berhubungan dengan fatigue
dan pengobatan.
10) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres.
a) Kecemasan karna dyspnea.
b) Kecemasan karna penyakit kronis.
c) Berduka karena kehilangan peran dan fungsi.
d) Kesiapan menghadapi kematian.
11) Nilai dan kepercayaan
b. Fokus pengkajian: fokus pengkajian pada pasien gagal jantung..
1) Pernafasan: auskultasi pada interval yang sering untuk
menentukan ada atau tidaknya krekels dan mengi, catat
frekuensi dan kedalaman bernafas.
2) Jantung: auskultasi untuk mengetahui adanya bunyi bising
jantung S3 dan S4, kemungkinan cara pemompaan sudah
mulai gagal .
3) Tingkat kesadaran: kaji tingkat kesadaran, adakah penurunan
kesadaran.
4) Perifer: kaji adakah sianosis perifer.
5) Kaji bagian tubuh pasien yang mengalami edema dependen
dan hepar untuk mengetahui refleks hepatojugular (RHJ) dan
distensi vena jugularis (DVJ).
2.1.2 Diagnosa Keperawatan (Black, 2014., & Nurarif, 2015)
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan gagal jantung atau
disritmia
2) Kelebihan volume cairan tubuh yang berhubungan dengan penurunan
filtrasi glomerulus, penurunan curah jantung, peningkatan produksi
hormone antidiuretik (ADH), dan aldosteron serta retensi air dan natrium
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan cairan di alveoli
4) Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan curah jantung
40

5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan curah jantung


6) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan dan
aktivitas
7) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan keletihan otot pernapasan,
disfungsi neuromuscular, sindrom hipoventilasi

CONTOH KASUS

1. Pengkajian

Nama Tn. K
Jenis Kelamin Laki-laki
Umur 65 Tahun
Status Perkawinan Menikah
Pekerjaan Buruh
Agama Islam
Pendidikan Terakhir SMP
Alamat Perumahan PGRI no.07 gunung bahagia Kec.
Balikpapan Selatan
Diagnosa Medis CHF + Edema paru + AF RVR + HT
Nomor Register 75.57.XX
MRS/ Tgl Pengkajian 05 Juni 2021 / 07 Juni 2021
Keluhan Utama Pasien mengatakan nyeri dada
41

Riwayat Penyakit Tn.K masuk melalui IRD RSUD dr Kanujoso


Sekarang Djatiwibowo Balikpapan pada tanggal 13 November
2023 jam 14.40 wita. Pasien datang sendiri dengan
keluhan Nyeri dada, sesak nafas, dada terasa
tertekan, ada mual dan muntah pasien mengatakan
batuk berdahak sudah 1 minggu. pasien mengatakan
pada saat tidur harus menggunakan bantal 3.
Tekanan darah : 154/79 mmHg, Nadi: 71x/i,
Pernafasan: 26x/i, Suhu: 36,7°C. Pada saat
dilakukan pengkajian tanggal 07 Juni 2021 jam 12.10
wita.

Riwayat Kesehatan Pasien mengatakan pernah di rawat di RSUD dr.


Dahulu Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan Pada Tahun 2 0 2
0 yang lalu karena penyakit CHF.
Riwayat Kesehatan Pasien mengatakan di keluarga tidak ada yang
Keluarga memiliki riwayat penyakit seper ti Hipertensi,
Jantung, Asma, dan Diabetes militus.
Perilaku Yang Pasien mengatakan tidak mengkonsumsi alkohol,
Mempengaruhi pasien dulunya pernah merokok terkadang sebungkus
Kesehatan rokok bisa habis dalam sehari dan pasien berhenti
merokok pada 1 tahun, pasien tidak menggunakan
obat-obatan tanpa resep dokter, dan pasien tida k
melakukan olahraga

Observasi dan Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum Keadaan umum pasien sedang, pasien
dalam posisi fowler, pasien terpasang
infus, nasal kanul 3Lpmdan kateter urine.
2. Kesadaran Compos mentis GCS 15, E4V5M6
E4 :pasien dapat membuka matasecara
spontan, M6: pasien dapat melakukan
42

gerakan sesuai instruksi, V5: pasien


mampu menjawab denganbenar,
orientasi sempurna.
3. Pemeriksaan Tanda Tanda TD : 107/77 mmHg
Vital N : 102 X/menit
R : 22 X/menit
S : 36,6°C.
SpO2 : 98%
4. Kenyaanan/nyeri Ada :
P: Pasien mengatakan nyeri dada kiri saat
batuk
Q: nyeri seperti berdenyur
R : dada kiri
S: skala 4
T: hilang timbul
5. Status fungsional/ Aktivitas • Pasien dapat mengendalikan
dan mobilisasi BarthelIndeks rangsangan BAB secara mandiri
• Mengendalikan rangsangan BAK
menggunakan kateter
• Membersihkan diri secara mandiri
• Penggunaan jamban, masuk dan keluar
(melepas, memakai membersihkan dan
menyiram) perlu pertolongan
• Makan secara mandiri
• Berubah sikap dar baring keduduk
secara mandiri
• Berpindah/ berjalan denganbantuan
1 orang
• Memakai baju di bantu sebagian
• Naik turun tangga butuh pertolongan
• Mandi secara mandiri

Pasien Ketergantungan Ringan


43

6. Pemeriksaan Fisik kepala • Kulit kepala bersih.


• Rambut :
Penyebaran rambut merata, warna
Hitam beruban, tidak mudah patah dan
tidak bercabang, tidak ada kelainan.
• Mata :
Sklera putih, konjungtiva merah mudah
tidak tampak anemis, palebra tidak adad
edema, korneakeruh, Reflek cahaya + ,
pupil isokor. Kelainan : pasien
mengalami gangguan penglihatan
seperti kabur, tidak dapat melihatjarak
jauh akibat keruhnya lensa mata yang
normalnya jernihm transparan dan
berbentuk seperti kantung baju.
• Hidung :
Pernafasan cuping hidung tidak ada,
posisi septum nasi di tengah, lubang
hidung bersih didak ada kotoran,
ketajaman penciuman baik, tidak
terdapat kelainan.
• Mulut :
Bibir warna hitam, Gigi semua molar
satu mandibular permanen, lidah warna
merah keputih-putihan, mukosa lembab,
tonsil ukuran normal, dan letak uvula
simetris di tengah
• Telinga :
Daun telinga bersih dan normal, kanalis
telinga tidak ada masalah, pendengaran
masih baik. Tidak dilakukan
44

pemeriksaan tes weber, tes rinner, dan


tes swabch pada telinga kanan dan kiri.
• Leher :
Kelenjar getah bening tidak teraba, tiroid
tidak teraba, trakeadi tengah, tidak ada
peningkatan JVP.
7. Pemeriksaan Thorak : Sistem Pasien tidak mengeluh sesak, pasien
pernapasan mengeluh batuk dan ada sekret berwarna
putih, konsistensi cair berlendir dan tidak
berbau.
• inspeks : bentuk dada simetris,
frekuensi pernafasan 22 X/menit, irama
nafas teratur, pola nafas takipnea,
pernafasan cuping hidung tidak ada,
otot bantu pernafasan tidak ada, usaha
nafas dalam posisi duduk (fowler), alat
bantu nafas 3 Lpm (stanby)
• palpasi: vocal premitus anterior dan
posterior teraba jelas, Ekspansi paru
anterior dan posterior Normal, tidak
ada kelainan.
• perkusi : terdengar redup, batas paru
hepar ICS4 sampai ICS 6.
• auskultasi: suara nafas ronkhi, suara
ucapan jelas, pasien tidak terpasang
WSD

8. Pemeriksaan Jantung : Sistem Pasien ada keluhan nyeri dada


Kardiovaskular P: Pasien mengatakan nyeri dada kiri saat
batuk
Q: nyeri seperti berdenyur
R : dada kiri
S: skala 4
45

T: hilang timbul
• inspeksi: bentuk dada normal tidak ada
kelainan CRT < 3detik, tidak ada
sianosis.
• palpasi: ictus cordis teraba di RIC V
(tepat pada posisinya, Akral Hangat.
• perkusi: batas atas bawah, kanan
dan kiri bunyi sonor
• auskultasi : BJ II-Aorta : Normal lup
dup, BJ II- Pulmonal : Normal lup dup.
kedua BJ II Aorta dan Pulmonal
ditimbulkan oleh penutupan katup-
katup aorta dan pulmonal menandakan
fase diastolik ventrikel.
BJ I-Trikuspidalis : Normal lup dup,
BJ I-Mitral Normal lup dup. kedua BJ
I Trikuspidalis dan Mitral ditimbulkan
oleh penutupan katup-katup mitral dan
trikuspidalis menandakan fase sistolik
ventrikel.
Tidak ada bunyi jantung
tambahan, terjadi kesan
kardiomegali .
Pasien tidak terpasang CVP, CRT
>50% Kardiomegali. Hasil
EKG
− sinus ritme ireguler : bisa
menunjukkan adanya hipoksia,
iskemia, dan regangan otot jantung
− QT-Prolangation : menunjukkan
dapat menyebabkan sinkop
− ST-T abnormal : menunjukkanadanya
infarks fase sub akut
46

Gelombang Q abnormal : menunjukkan


adanya infark.
9. Pemeriksaan Sistem Satus nutrisi :
Pencernaan danStatus Nutrisi BB pasien 62kg TB pasien 165cm dengan
nilai IMT: 22,7 kategori berat badan
Normal. selama 6 bulan pasien tidak ada
penurunan BB yang berarti nafsu makan
pasien baik.
Eliminasi dan Diet :
Pasien BAB 0x/hari, 2hari terakhir pasien
belum ada BAB sejak tanggal 10
November 2023dengan konsistensi keras.
Pasien makan3x sehari dengan jenis diet
rendah garam, nafsu makan baik dan
porsi makan selalu habis.
Abdomen
• Inspeksi: bentuk perut normal, tidak ada
bayangan vena ataubenjolan massa, dan
pasien tidakada luka oprasi.
• Auskultas: peristaltik usus 8x/menit.
• Palpasi: perut pasien kembung, ada nyeri
tekan, tidak ada massa, hepar dan ginjal
tidak ada pembesaran.
• Perkusi: pasien tidak ada asites , pada
ginjal tidak ada nyeri ketuk.
10. Sistem persyarafan Memori pasien baik dapat mengulang.
bahasa pasien baik, kognisi baik. orientasi
orang, tempat, dan waktu baik. saraf
sensori nyeri ketuk, suhu, sentuhan baik.
saraf kordinasi baik. refleks fisiologi
patella, achiles, bisep, trisep,
47

brakipradialis normal. Tidak ada refleks


patologis. Pasien mengeluh pusing. Pasien
kurang tidur ,tidur kurang lebih 4jam
sehari karena kesulitan untuk memulai
tidur akibat nyeri dan sesak.
Pemeriksaan XII Saraf Kranial:
I (Olfaktorius): penciuman pasienbaik.
II (Optikus): pasien ada gangguan
penglihatan akibat katarak.
III (Okulomotoris): pasien dapat
menggerakkan bola mata.
IV (Troklearis): pasien dapat
menggerakkan mata.
V (Trigemminus): pasien dapat
berkspresi.
VI (Abdusen): pasien dapatmelotot dan
melirik.
VII (Fasialis): ekspresi wajahnormal.
VIII (Vestibulokoklearis):
pendengaran normal.
IX (Glosofaringis): pasien dapatsensasi
dengan normal.
X (Vagus): Refleks menelannormal.
XI (Assesorisius): pasien dapat
menggerakkan leher.
(Hipoglosus): gerakan lidahnormal.
48

11. Sistem perkemihan Kebersihan bersih,


keluhan kecing tidak ada, kemampuan
berkemih menggunakan kateter ukuran
dewasa di hari ke-3, prosuksi urine 1300
ml/hari warna kuning cerah dan tidak
berbau. Kandung kemih tidak membesar
dan tidak ada nyeri tekan.
Intake:
Minuman peroral kurang lebih500ml/hari.
Obat IV kurang lebih 200ml/hari. NGT
tidak terpasang.Makanan 147ml/hari =
847ml/hari
Output:
Urine 720ml/hari. Tidak terpasang drain.
IWL 600ml/hari. Tidak ada diare, muntah,
perdarahan. Dan pasien tidak ada BAB =
1320ml/hari
Balance cairan:
Input – Output
847 – 1320 = - 473ml
12. Sistem muskuloskeletaldan Pergerakan bebas. Kekuatan
integumen otot
5 4
5 5
Kelainan eksremitas tidak ada, kelainan
tulang belakang tidakada, Fraktur tidak ada,
Traksi/Spalk/ Gips tidak ada, kompartemen
symdrome tidak ada, kulit baik tidak ada
sianosis , tidak ada luka, tidak ada edema
eksremitas, Ekskoriasis, psoriasis, uritkaria
tidak ada , pasien tidak beresiko terjadi
decubitus.
49

13. Sistem endokrin Pasien tidak ada pembesaran kelenjar tyroid


dan kelanjar getah bening pasien tidak ada
riwayat luka DM serta tidak mengalamiluka
gangren.
14. Seksualitas danreproduksi Pasien tidak ada masalah pada kelenjar
prostat.
15. Keamanan danlingkungan Pasien tidak ada riwayat jatuh 3bulan
terakhir, Diagnosa pasien lebih dari 1,
pasien menggunakan alat bantu dengan
berpegangan pada benda-benda sekitar,
pasien menggunakan kateter,
kemampuan berjalan pasienlemah, status
mental orientasi sesuai dengan
kemampuan pasien. Dengan kesimpulan
= Pasien Resiko Jatuh

Pengkajian psikososial
Persepsi pasien terhadap Pasien berpresepsi bahwa penyakitnya
penyakitnya cobaan dari tuhan
Eksresi pasien terhadap Ekspresi pasien terhadap sakitnya biasa
penyakitnya saja, karena pasien telah menerima
keadaannya
Reaksisaat berinteraksi Pasien kooperatif
Gangguan konsep diri Pasien tidak ada gangguan konsep diri
50

Personal Hygene Pasien mandi 1x sehari, keramas 1x sehari,


kuku klien bersih , pasien ganti pakaian 1x
sehari, pasien sikat gigi 1x sehari, pasien
tidak merokok, pasien tidak minum
alkohol.

Pengkajian spiritual Kebiasaan beribadah pasien sebelum sakit


kadang-kadang Selama sakit pasien
beribadah kadang-kadang.

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Tanggal 13 November 2023

Hemotologi
Hemoglobin : 14,8
Leukosit : 9,37
Eritrosit : 5,10
Hematokrit : 44,7
Trombosit : 192
Indeks Eritrosit
MCV : 87,6
MCH : 29,0
MCHC : 33,1
RDW-CV : 13,5
Hitung jumlah Leukosit
51

Basofil : 0,5
Eosinofil : 3,8
Neutrofil : 69,1
Limfosit : L 19,4
Monosit : 7,2
Immature Granulocyte : 0,2
Jumlah limfosit : 1,82
NLR : H 3,55
Kimia Darah
Kalsium (ion) : 1,32
Natrium 138
Kalium : 4,2
Glicosa sewaktu : 148
Ureum darah : L 70

Tanggal 05 juni 2021

Hemotologi
Hemoglobin : 14,8
Leukosit : 9,37
Eritrosit : 5,10
Hematokrit : 44,7
Trombosit 192
Indeks Eritrosit
MCV : 87,6
MCH : 29,0
MCHC: 33,1
RDW-CV : 13,5
Hitung jumlah Leukosit
Basofil : 0,5
Eosinofil : 3,8
Neutrofil : 69,1
Limfosit : L 19,4
52

Monosit : 7,2
Immature Granulocyte : 0,2
Jumlah limfosit : 1,82
NLR : H 3,55
Kimia Darah
Kalsium (ion) : 1,32
Natrium 138
Kalium : 4,2
Glicosa sewaktu : 148
Ureum darah : L 70
Kreatinin darah : 1,15
GFR : L 65
Troponin T (hs) : HH 31,7
EKG Tanggal 7 juni 2021

Hasil :
Sinus Ritme Ireguler : bisa menunjukkan
adanya hipoksia, iskemia, dan regangan
otot jantung
QT – Prolangation : menunjukkan dapat
menyebabkan sinkop
ST-T abnormal : menunjukkanadanya
infarks fase sub akut
Gelombang Q abnormal : menunjukkan
adanya infark.
Radiologi Tanggal 13 Nov 2023
Photo Thorak
Hasil:
Kardiomegali dan edema basal paru
53

Obat yang diterima - Diuretik (2x1 80mg) iv : Furosemide


80mg digunakan untuk membuang
cairan atau garam berlebih melalui
urine
- Diuretik hemat kalium (1x125mg)
po : Spironolakton berfungsi dengan
cara menghambat penyerapan
natrium.
- Cardiac glycoside (1x½tab) po :
Digoxin untuk mengatasi beberapa
jenis aritmia, salah satunya atrial fibrasi
(AF) dan gagal jantung.
- Antiulcerant (3x1) po : Sucralfat
untuk pengobatan pada tekuk
lambung dan usus,dan gastritis kronis
- Antikoagulan (1x1 2mg) po :Warfarin
untuk menghambat kerja vit k dalam
darah
- Nitroglycerin (3x1 5mg) po : Nitrokaf
digunakan untuk meredakan nyeri dada
- Mukolitik (3x1 200mg) po : Nac untuk
mengencerkan dahak

Obat nebu (3x1) : Sambutamol berfungsi


untuk bronkospasme
54

NO Data Etiologi Masalah


Keperawatan
1. Data Subjektif: Sekret yang tertahan Bersihan jalan nafas
a. pasien mengtakan batuk tidak efektif
berdahak (D.0001)
b. pasien mengatkan terkadang
sesak
c. pasien mengatakan tubuh
terasalemas
Data Objektif:
a. pasien terpasang O2
nasal kanul 3 Lpm
b. pasien sesak
c. pasien batuk berdahak
d. suara nafas ronkhi
e. pasien pisis fowler
f. Tanda-tanda vital:
- TD: 107/77mmHg,
- Nadi : 102x/i,
- Pernafasan :22x/i,
- Suhu : 36,6°C.
- SpO2 : 98%
2. Data Subjektif: Perubahan Penurunan curah
a. Pasien mengeluh tubuh lemas kontraktilitas otot jantung (D.0008)

b. Pasien mengatakan sulit tidur jantung


karena nyeri
c. Pasien mengeluh
pusing
55

Data Objektif:
a. KU : sedang
b. Keadaan compos mentis
c. Tanda-tanda vital:
- TD: 107/77mmHg,
- Nadi : 102x/i,
- Pernafasan :22x/i,
- Suhu : 36,6°C.
- SpO2 : 98%
d. Pemeriksaan penunjang EKG
− Sinus Ritme Ireguler : bisa
menunjukkan adanya
hipoksia, iskemia, dan
regangan otot jantung
− QT - Prolangation :
menunjukkandapat
menyebabkan sinkop
− ST-T abnormal :
menunjukkanadanya
infarks fase sub akut
− Gelombang Q
abnormal :
menunjukkan adanya
infark.
e. Hasil Pemeriksaan
Penunjang
Hasil radiologi :
Kardiomegali dan edema
basal paru
3. Data Subjektif : Agen pencidera Nyeri akut (D.0077)
a. Pasien mengeluh nyeri pada fisiologis (nyeri dada)
Dada kiri
56

b.Pasien mengatakan nyeri


pada saat bernafas
c. Pasien mengatakan
sulit tidur
Data Objektif :
a. KU: sedang
b. Keadaan compos mentis
c. Pasien tampak meringis
d. P: Pasien mengatakan
nyeri dadakiri saat batuk
Q: nyeri seperti
berdenyut
R : dada kiri
S: skala 4
T: hilang timbul
4. Data subjektif : Penurunan mobilitas Konstipasi (D.0049)
a. Pasien mengatkan sangat gastrointestinal
sulit BABdan sudah 4 hari
belum ada BAB
b. Pasien mengatakan perut
kembung dan sedikit keras
Data Objektif :
a. Perut pasien membesar
b. Perut pasien sedikit keras
c. Peristaltik usus 8x/menit
57

Diagnosa keperawatan

NO Diagnosa keperawatan
(SDKI)
1 (D.0001) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret
yang tertahan dibuktikan dengan batuk tidak efektif, tidak mampu batuk,
suara
nafas ronkhi, ortopnea.
2 (D.0008) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas otot jantung, dibuktikan dengan ortopnea, batuk.

3 (D.0077) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (nyeri


dada) dibuktikan dengan pasien mengeluh nyeri, skla nyeri 6, gelisah dan
sulit
tidur.
4 (D.0049) Konstipasi Berhubungan dengan penurunan mobilitas
gastrointestinal dibuktikan dengan pengeluaran feses sulit, peristaltik
usus
8x/menit.

Anda mungkin juga menyukai