NIM : 213003020011
MK : Auditing 1
Jawaban
1.
Mengidentifikasi kejadian-
Memperoleh dan menilai
kejadian dan kemudian
atau mengevaluasi bukti
mengukur, mencatat,
Metode yang berhubungan dengan
mengklasifikasikan dan
laporan keuangan yang
meringkasnya dalam catatan-
disusun oleh manajemen.
catatan akuntansi.
2. Di dalam GAAS terdapat 10 standar audit yang menjadi pedoman auditor dalam
melaksanakan pemeriksaan laporan keuangan yang dikelompokkan dalam 3 standar
yaitu:
a. standar umum (general standards),
1. Competence, audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki
keahlian dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor.
2. Independence, dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan,
independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
3. Due Professional Care, dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya,
auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalisnya dalam cermat dan
seksama
3. Ada empat jenis opini audit yang dapat dikeluarkan oleh auditor, yaitu unqualified
opinion, qualified opinion, adverse opinion, dan disclaimer of opinion.
Unqualified Opinion
Unqualified opinion adalah opini wajar tanpa pengecualian. Opini ini dikeluarkan
jika auditor menilai bahwa setiap catatan keuangan yang dibuat oleh perusahaan
klien terbebas dari kesalahan. Opini ini dianggap sebagai jenis laporan audit terbaik,
karena artinya perusahaan tersebut telah menerapkan semua prinsip akuntansi sesuai
dengan aturan yang berlaku dan mematuhi peraturan serta persyaratan hukum yang
relevan.
Qualified Opinion
Qualified opinion adalah opini wajar dengan pengecualian. Opini ini dikeluarkan jika
laporan audit dianggap wajar, namun auditor menemukan adanya kekhawatiran
karena beberapa alasan, seperti kurangnya bukti audit, terjadi masalah kepatuhan,
atau adanya pembatasan dalam proses audit.
Adverse Opinion
Adverse opinion adalah opini tidak wajar. Opini ini dikeluarkan jika auditor melihat
adanya aktivitas mencurigakan pada laporan audit yang dapat menyebabkan kerugian
besar pada perusahaan klien, bahkan hingga tuntutan hukum. Opini seperti ini
dianggap sebagai red flag, sehingga perusahaan harus melakukan koreksi terhadap
catatan keuangannya dan mengauditnya kembali, karena pemberi pinjaman atau
investor biasanya tidak akan menerimanya.
Disclaimer of Opinion
Disclaimer of opinion adalah tidak adanya opini sama sekali. Hal ini biasanya terjadi
ketika auditor tidak dapat memberikan opini karena kurangnya
dokumen akuntansi atau kurangnya kerja sama dari pihak perusahaan klien.
4. Empat Besar (bahasa Inggris: The Big Four) adalah kelompok firma jasa profesional
terbesar di seluruh dunia, yang menawarkan jasa terkait akuntansi, seperti audit,
penjaminan (assurance), perpajakan, konsultasi manajemen, advisori, aktuaria, dan
keuangan korporasi (corporate finance). Firma Empat Besar adalah sebagai berikut:
Rasio
Pendapata pendapatan Tahun Kantor
Firma Karyawan
n per fiskal pusat
karyawan
Kelompok ini sempat dikenal sebagai "Delapan Besar", dan berkurang menjadi "Lima
Besar" melalui serangkaian kegiatan merger. Lima Besar menjadi Empat Besar setelah
keruntuhan Arthur Andersen pada 2002, karena keterlibatannya dalam Skandal Enron
Sejak tahun 1989, merger dan satu skandal besar yang melibatkan Arthur Andersen telah
mengurangi jumlah firma akuntansi besar dari delapan menjadi empat.
Dalam tahun 1979, kantor-kantor tersebut disebut sebagai 8 Besar yang merupakan
dominasi internasional dari delapan kantor akuntan terbesar:
1. Arthur Andersen
2. Arthur Young & Co.
3. Coopers & Lybrand (aslinya Lybrand, Ross Bros., & Montgomery)
4. Ernst & Whinney (hingga 1979 Ernst & Ernst di AS dan Whinney Murray di Britania
Raya)
5. Deloitte Haskins & Sells (hingga 1978 Haskins & Sells di AS dan Deloitte & Co. di
Britania Raya)
6. Peat Marwick Mitchell (selanjutnya menjadi Peat Marwick, kemudian KPMG)
7. Price Waterhouse
8. Touche Ross
5 Besar (1998-2002)
6 Besar berubah menjadi 5 Besar di bulan Juli 1998 pada saat Price Waterhouse bergabung
dengan Coopers & Lybrand membentuk PricewaterhouseCoopers.
Adapun kronologi kecurangan yang dilakukan oleh PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk
adalah sebagai berikut:
Pada 31 Oktober 2018, Manajemen Garuda dan PT. Mahata Aero Teknologi
(Mahata) mengadakan perjanjian kerja sama yang telah diamandemen,
terakhir dengan amandemen II tanggal 26 Desember 2018, mengenai
penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan dan hiburan dalam
pesawat dan manajemen konten. Perjanjian tersebut berlaku selama 15 tahun.
Berdasarkan catatan laporan keuangan nomor 47 huruf e menjelaskan bahwa
Mahata akan melakukan dan menanggung seluruh biaya penyediaan,
pelaksanaan, pemasangan, pengoperasian, perawatan dan pembongkaran dan
pemeliharaan termasuk dalam hal terdapat kerusakan, mengganti dan/atau
memperbaiki peralatan layanan konektivitas dalam penerbangan dan hiburan
dalam pesawat dan manajemen konten. Garuda mengakui penghasilan dari
perjanjiannya dengan Mahata sebagai suatu penghasilan dari kompensasi atas
Pemberian hak oleh Garuda ke Mahata.
Manajemen Garuda mengakui sekaligus pendapatan perjanjian tersebut
sebesar USD 239.94 juta dengan USD 28 juta diantaranya merupakan bagi
hasil yang didapat dari PT. Sri Wijaya Air. Padahal perjanjian belum
berakhir dan diketahui bahwa hingga tahun buku 2018 berakhir, tidak ada
satu pembayaran yang telah dilakukan oleh pihak Mahata meskipun telah
terpasang satu unit alat di Citilink.
Selain itu dalam perjanjian Mahata yang ditandatangani pada 31 Oktober
2018 tidak tercantum term of payment yang jelas dan belum ditentukan juga
secara pasti cara pembayarannya dan jaminan dari perjanjian tersebut.
Mahata hanya memberikan surat pernyataan komitmen pembayaran
kompensasi sesuai dengan paragraf terakhir halaman satu dari surat Mahata
20 Maret 2019: “Skema dan ketentuan pembayaran ini tetap akan tunduk
pada ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam perjanjian. Ketentuan dan
skema pembayaran sebagaimana yang disampaikan dalam surat ini dan
perjanjian dapat berubah dengan mengacu kepada kemampuan finansial
Mahata.
Dari pengakuan pendapatan ini, PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk terbukti
melakukan pelanggaran Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tentang
Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik dan diberikan Sanksi
Administratif berupa denda sebesar Rp. 100 juta. Selain itu, seluruh anggota
Direksi PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk. juga dikenakan Sanksi
Administratif berupa masing-masing Rp. 100 juta karena melanggar
Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.11 tentang Tanggung Jawab Direksi atas
Laporan Keuangan. Sanksi Administratif juga dikenakan secara tanggung
renteng sebesar Rp. 100 juta kepada seluruh anggota Direksi dan Dewan
Komisaris PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk. yang menandatangani
Laporan Tahunan PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk. periode tahun 2018
karena dinyatakan melanggar Peraturan OJK Nomor 29/POJK.004/2016
tentang Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik.
6. Auditor, dalam menjalankan tugasya, sering dihadapkan pada persoalan materialitas dan
salah-saji, terutama salah-saji yang dibiarkan begitu saja oleh penyusun laporan
keuangan, yang dari perspektif auditor eksternal dikenal dengan istilah “salah saji tak
terkoreksi” (uncorrected misstatement). hubungan materialitas dangan tingkat resiko
audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari tidak memodifikasi
pendapatnya sebagaimana semestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung
salah saji material.