Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

IDENTIFIKASI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA SUSU

KAMBING MELALUI UJI MSA

Disusun Oleh :

Fadya Khanissa Aqila Desara


P05150121020

Dosen Pengampu :

Halimatussadiah, S.KM., .KM.

DIII TEKNOLOGI LABOTARIUM

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

2023

1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri patogen yang sering

terdapat dalam susu yang terkontaminasi (Oktaviantris, 2007). Staphylococcus

aureus sering menyebabkan mastitis subklinis maupun mastitis kronis, sehingga

kejadian mastitis sering dihubungkan dengan infeksi Staphylococcus aureus (Swart

et al., 1984). Beberapa penyakit yang umum terjadi pada ternak kambing seringkali

kurang memperoleh perhatian. Salah satu penyakit yang menyebabkan kerugian

secara ekonomis adalah mastitis (Murtidjo, 2009). Kejadian mastitis pada kambing

PE sangat mengancam kelangsungan hidup anaknya, karena selain menurunnya

kamampuan produksi susu, toksin yang dihasilkan oleh S. aureus juga dapat

menyebabkan kematian induknya.

Mastitis pada kambing PE akibat S. aureus selain sebagai faktor penyebab

kematian anak dan induknya juga dapat meyebabkan kerugian ekonomi yang

cukup besar akibat turunnya produksi susu. Infeksi intramammary gland pada

kambing akibat S. aureus ini pada umumnya bersifat subklinis (Smith, 1998;

Purnomo, 2006). Staphylococcus aureus dalam susu segar dan produk pangan

dapat menyebabkan toxic schock syndrome akibat keracunan pangan.

Staphylococcal enterotoxin merupakan agen yang menyebabkan sindrom

keracunan dalam makanan pada manusia maupun hewan (Dinges et al., 2000;

Omoe et al., 2002; Purnomo, 2006).

Bakteri tersebut berbentuk menyerupai bola dengan garis tengah ± 1 µm

2
tersusun dalam kelompok-kelompok tidak teratur (menyerupai buah anggur), dapat

pula tersusun empat-empat (tetrad), membentuk rantai (3-4 sel), berpasangan atau

satu-satu. Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif dan berbentuk

kokus. Staphylococcus aureus bersifat non-motil, nonspora, anaerob fakultatif,

katalase positif dan oksidase negatif. Staphylococcus aureus tumbuh pada suhu 6,5-

46º C dan pada pH 4,2-9,3 (Todar, 1998; Nurwantoro, 2001; Paryati, 2002). Koloni

tumbuh dalam waktu 24 jam dengan diameter mencapai 4 mm. Koloni pada

perbenihan padat berbentuk bundar, halus, menonjol dan berkilau. Staphylococcus

aureus membentuk koloni berwarna abu-abu sampai kuning emas tua.

Staphylococcus aureus membentuk pigmen lipochrom yang menyebabkan

koloni tampak berwarna kuning keemasan dan kuning jeruk. Pigmen kuning

tersebut membedakannya dari Staphylococcus epidermidis yang menghasilkan

pigmen putih (Todar, 2002). Pigmen kuning keemasan timbul pada pertumbuhan

selama 18-24 jam pada suhu 37º C, tetapi membentuk pigmen paling baik pada

suhu kamar (20-25º C). Pigmen tidak dihasilkan pada biak anaerobik atau pada

kaldu. Staphylococcus aureus mudah tumbuh pada banyak pembenihan bakteri.

Berbagai tingkat hemolisis dihasilkan oleh S. aureus dan kadang-kadang oleh

spesies bakteri lain (Burrows, 1950; Jawetz et al., 2001).

Staphylococcus aureus pada media mannitol salt agar (MSA) akan terlihat

sebagai pertumbuhan koloni berwarna kuning dikelilingi zona kuning keemasan

karena kemampuan memfermentasi mannitol. Jika bakteri tidak mampu

memfermentasi mannitol, maka akan tampak zona.

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi S. aureus di susu kambing

melalui uji MSA.

3
LANDASAN TEORI

A. Susu Kambing

Susu kambing adalah makanan paling lengkap yang diketahui. Ia

mengandung vitamin, mineral, elektrolit, unsur kimiawi, enzim, protein, dan asam

lemak yang mudah dimanfaatkan tubuh Anda. Bahkan, tubuh Anda dapat mencerna

susu kambing hanya dalam 20 menit. Bandingkan dengan 2-3 jam yang dibutuhkan

untuk mencerna susu sapi. Susu kambing adalah susu yang paling mirip dengan susu

ibu dari segi komposisi, nutrisi, dan sifat kimia alami. Hal ini membuat susu

kambing menjadi makanan ideal untuk menyapih anak. Eter gliserol yang jauh lebih

tinggi pada susu kambing dibandingkan pada susu sapi juga membuat beberapa

dokter merekomendasikannya untuk perawatan gizi bayi yang baru lahir.

Gejala-gejala seperti gangguan pencernaan, muntah, kolik, diare, sembelit

dan masalah pernafasan dapat dihilangkan ketika susu kambing diberikan kepada

bayi. Namun demikian, bila Anda memiliki bayi di bawah tiga tahun dan ingin

memberikan susu kambing sebagai alternatif susu formula, berkonsultasilah dengan

dokter Anda terlebih dahulu. Tabel di bawah adalah perbandingan kandungan gizi

pada susu sapi, susu kambing dan susu ibu. Meskipun susu kambing adalah jenis

susu yang disebut-sebut dalam Al Quran dan Alkitab dan meskipun di seluruh dunia

lebih banyak orang meminum susu kambing daripada susu sapi, kita di Indonesia

tidak terbiasa meminumnya.

Orang Baratlah (Belanda) yang membiasakan kita semua lebih suka

meminum susu sapi daripada susu kambin. Susu kambing berkualitas tinggi

memiliki rasa manis yang lezat dan kadang-kadang terasa sedikit asin, tidak kalah
4
enak dibandingkan susu sapi.

Berikut adalah beberapa manfaat kesehatan berkaitan dengan konsumsi susu

kambing murni:

1. Susu kambing kurang menimbulkan alergi – susu ini tidak berisi protein

kompleks yang merangsang reaksi alergi seperti pada susu sapi.

2. Susu kambing tidak menekan sistem kekebalan.

3. Susu kambing membasakan sistem pencernaan. Susu ini berisi alkali

basa sehingga tidak menghasilkan asam dalam sistem usus.

4. Susu kambing membantu meningkatkan pH aliran darah.

5. Susu kambing mengandung asam lemak seperti asam kaprilat dan kaprat

yang sangat antimikroba. (Mereka benar-benar membunuh bakteri yang

digunakan untuk menguji keberadaan antibiotik dalam susu sapi!)

6. Susu kambing tidak menimbulkan lendir dan tidak merangsang respons

pertahanan sistem kekebalan tubuh manusia.

7. Susu kambing merupakan sumber yang kaya mineral selenium sebagai

nutrisi yang diperlukan untuk kekebalan tubuh dan bersifat antioksidan.

B. Bakteri Staphylococcus

a) Morfologi

Morfologi Bakteri Staphylococcus adalah bakteri berbentuk bulat

dimana koloni mikroskopik cenderung berbentuk menyerupai buah anggur.

Menurut bahasa Yunani, Staphyle berarti anggur dan coccus berarti bulat

atau bola. Salah satu spesies menghasilkan pigmen berwarna kuning

emas sehingga dinamakan aureus (berarti emas, seperti matahari).

5
Bakteri ini dapat tumbuh dengan atau tanpa bantuan oksigen (Radji,

2016)

Staphylococcus aureus bersifat koagulase positif, yang

membedakannya dari spesies lain. Staphylococcus aureus merupakan

patogen utama untuk manusia. Hampir setiap orang akan mengalami

beberapa jenis infeksi Staphylococcus aureus sepanjang hidup, dengan

kisaran keparahan dari keracunanmakanan atau infeksi kulit minor hingga

infeksi berat yang mengancam jiwa ( Jawetz et al., 2014).

b) Klasifikasi

Klasifikasi taksonomi Staphylococcus aureus :

Kingdom: Bacteria

Divisi : Firmicutes

Kelas : Cocci

Ordo : Bacillales

Familia : Staphylococcaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies :Staphylococcus aureus ( Brooks et al.,2010).

c) Sifat Biakan

Staphylococcus aureus tumbuh dengan baik pada berbagai media

bakteriologi dibawah suasana aerobic atau mikroaerofilik. Koloni akan

tumbuh dengan cepat pada temperatur 37ºC tetapi membentuk pigmen

paling baik pada temperatur kamar (20ºC - 35ºC) koloni pada media padat

akan berbentuk bulat, lembut dan mengkilat. Staphylococcus aureus

biasanya membentuk koloni berwarna abu-abu hingga kuning emas pekat

6
(Jawetz et al., 2014).

d) Penyakit yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus

 Infeksi pada kulit Infeksi Staphylococcus terlokalisasi sebagai jerawat,

terdapat suatu reaksi inflamasi hebat yang nyeri, mengalami supurasi

sentral dan sembuh dengan cepat bila pus didrainase.

 Infeksi sekunder pada suatu luka Infeksi Staphylococcus aureus dapat juga

akibat suatu luka contohnya osteomielitis dan meningitis.

C. Mannitol Salt Agar (MSA)

Mannitol Salt Agar (MSA) digunakan sebagai media diferensial dan selektif

untuk mengisolasi dan mendeteksi Staphylococcus aureus pada sampel klinis dan

non-klinis. Direkomendasikan untuk identifikasi dan pencacahan stafilokokus positif

koagulase yang terdapat dalam susu, makanan, serta spesimen lainnya. MSA juga

mendorong peningkatan jumlah kelompok tertentu dari bakteri tertentu, sambil

membatasi pertumbuhan bakteri lain. Prinsip dari MSA yaitu Mannitol Salt Agar

mengandung ekstrak daging sapi serta pepton proteosa yang sangat bergizi, karena

merupakan faktor pertumbuhan serta nutrisi seperti mineral, vitamin, nitrogen, dan

asam amino yang penting untuk pertumbuhan.

Media tersebut memiliki 7.5 persen natrium klorida yang menghasilkan

penghambatan total atau sebagian bakteri yang bukan stafilokokus. Manitol adalah

karbohidrat yang dapat difermentasi menjadi sumber. Fermentasinya menghasilkan

produksi asam. Staphylococcus aureus adalah bakteri yang tumbuh subur di media

ini dan memfermentasi manitol untuk membuat koloni kuning.

Mayoritas varietas non-positif koagulase yang terdiri dari Staphylococci dan

7
Micrococci tidak memfermentasi manitol tetapi membentuk koloni kecil berwarna

merah. Warna koloni serta media karena reaktivitas fenol merah (indikator) dengan

pH media. Fenol merah tampak merah cerah saat pH 8.4 sedangkan fenol merah

berubah menjadi kuning cerah saat pH 6.8.

Agar adalah agen yang mengeras. Selain itu Emulsi Kuning Telur 5% v/v

dapat ditambahkan dalam media yang memungkinkan deteksi aktivitas lipase

staphylococci dan fermentasi manitol. Garam mampu membersihkan emulsi kuning

telur serta produksi lipase terlihat sebagai zona kuning transparan di dalam koloni.

Persiapan Mannitol Salt Agar (MSA)

 Tangguhkan 111 gram Mannitol Agar dalam 1000ml air sulingan.

 Rebus sampai media larut sepenuhnya.

 Sterilkan dengan autoklaf pada 15lbs. Tekanan (121degC) selama 15 menit.

 Jika diinginkan, Emulsi Kuning telur steril (E7899) dapat ditambahkan ke

konsentrasi akhir 5% V/V setelah autoklaf.

 Masukkan Mannitol Salt Agar yang telah didinginkan ke dalam cawan petri

steril, dan biarkan dingin hingga suhu sekitar.

Prosedur Uji Mannitol Salt Agar (MSA)

 Pelat diinokulasi melalui zat guratan lurus untuk diperiksa pada permukaan

agar.

 Inkubasi pada suhu aerobik 35 derajat Celcius +/- 24 hingga 48 jam.

 Metode mikrobiologis USP/EP/JP Harmonized untuk pengujian item non-

steril merekomendasikan untuk menginokulasi produk ke dalam Tryptic Soy

Broth.

8
 Subkultur di atas cawan Mannitol Salt Agar, lalu inkubasi pada suhu 30-

35degC selama 18 hingga 72 jam.

Penggunaan Mannitol Salt Agar (MSA)

 Ini digunakan untuk isolasi spesifik dan diferensiasi Staphylococcus aureus

dalam sampel klinis.

 Ini juga berfungsi untuk menghitung stafilokokus dalam produk susu dan

makanan.

 Media ini juga tercantum dalam Bacteriological Analytical Manual for

Cosmetics Testing.

 Ini juga dapat digunakan untuk pengujian bakteriologis air dari kolam

renang, spa, dan air minum dengan filter membran.

Keterbatasan Mannitol Salt Agar (MSA)

 Ada berbagai spesies Staphylococcus, selain aureus adalah manitol-positif

dan membuat koloni kuning, yang dikelilingi oleh zona kuning pada media

(misalnya S. capitis, S. the xylosus S. Cohnii S. sciuri, S. simulans dan

banyak spesies lain). Jadi, uji biokimia lebih lanjut diperlukan untuk

menentukan S. aureus dan spesies lainnya.

 Semua organisme, kecuali staphylococci tidak dapat dihambat oleh

konsentrasi garam yang tinggi dalam Mannitol Salt Agar kecuali beberapa

organisme laut dengan sifat halofilik.

 Beberapa spesies Staphylococcus aureus dapat menunjukkan fermentasi

manitol yang tertunda. Pelat negatif harus diinkubasi selama beberapa jam

sebelumdibuang.

9
METODE PEMERIKSAAN, DAN PROSEDUR KERJA

A. Metode Pemeriksaan

Metode pemeriksaan yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode

Isolasi dan Identifikasi. Pada penelitian ini sampel yang digunakan berupa 20

susu dari 20 kambing

B. Prosedur Kerja

 Alat

Alat yang digunakan yaitu :

 Tabung Reaksi
 Bunsen
 Usa
 Kapas
 Rak
 Objek Glass
 Inkubator (YCO- N01)
 Cawan Petri
 Mikroskop
 Termos es
 Kulkas dan alat-alat pendukung lainnya.

 Bahan

Media pertumbuhan Bakteri yang digunakan meliputi plat agar darah

domba/kambing (PAD), manitol salt agar (MSA), voges proskouer (VP),

gula-gula (maltosa,laktosa) dan bahaan lain yang digunakan meliputi disk

antibiotik , es batu, NaCl fisiologis, alkohol 70%, plasma kelinci, H2O2,

satu set bahan pewarna Gram terdiri dari Crystal violet, lugol, alkohol 95%,

dan air fuschine.

10
Cara Kerja

1) Pengambilan Sampel

Sampel susu diambil secara langsung dari kambing PE penderita mastitis

klinis yang sedang dalam periode laktasi sebanyak 4-6 ml, ditampung ke dalam

tabung reaksi steril yang tertutup dengan karet, dan dibawa ke laboratorium dalam

keadaan dingin

2) Isolasi Bakteri

Isolasi bakteri Sampel pada penelitian ini di pupuk pada media PAD

dengan digunakan teknik isolasi lempeng garis/ metode T dan diinkubasi

pada suhu 37º C selama 24 jam. Koloni yang diduga staphylococcus dengan

ciri-ciri bundar, halus, menonjol dan berkilau dan berwarna abu-abu sampai

kuning emas tua dipupuk pada media MSA dan diinkubasi pada suhu 37º C

selama 24 jam. Koloni yang tumbuh akan diteliti lebih lanjut.

3) Pewarnaan Gram

Pewarnaan Gram bertujuan untuk mengamati morfologi sel

staphylococcus dan mengetahui kemurnian sel bakteri. Pengecatan Gram

merupakan salah satu pewarnaan yang paling sering digunakan, yang

dikembangkan oleh Christian Gram. Preparat apus bakteri dibuat dengan

cara, mencampurkan satu usa biak bakteri dari PAD dengan NaCl fisiologis

yang telah diteteskan pada gelas obyek, kemudian dibuat apus setipis

mungkin, dikeringkan, dan difiksasi di atas lampu spiritus. Preparat apus

ditetesi pewarna pertama dengan karbol gentian violet selama 2 menit, warna

dibuang, ditetesi lugol selama 1 menit, kemudian preparat apus dilunturkan

dengan alkohol 95% selama 1 menit. Selanjutnya alkohol dibuang, preparat

11
dicuci dengan akuades dan diberi pewarna kedua dengan larutan fuschine

selama 2 menit. Warna kemudian dibuang dan dibersihkan dengan akuades,

dikeringkan dan diamati morfologi sel, serta warnanya di bawah mikroskop

(Ferdiaz, 1993). Bakteri dikelompokkan sebagai Gram positif apabila selnya

terwarnai keunguan, dan Gram negatif apabila selnya terwarnai merah.

4) Uji Mannitol salt agar (MSA)

Mannitol salt agar (MSA) merupakan media selektif dan media

diferensial (Sharp, 2006). Penanaman dilakukan dengan cara satu usa biakan

diambil dari media pepton, dan diusapkan pada 0 media MSA, kemudian

diinkubasi pada 37 C selama 24 jam (Lay, 1994). Uji mannitol salt agar

(MSA), merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan

memfermentasi mannitol pada Staphylococcussp. Hasil positif ditunjukkan

perubahan warna pada medium dari warna merah menjadi kuning karena

adanya fenol acid dan hasil negatif tidak ada perubahan warna. Adapun cara

kerja uji MSA :

 Koloni diambil dari media yang terduga positif dengan ose.

 Koloni diinokulasikan pada media MSA dengan cara membagi

menjadi 4 kuadran. MSA diinkubasi selama 48 jam pada suhu 35 ºC.

 Amati kembali hasilnya.

Interpretasi hasil :

Positif : Terjadi perubahan warna merah menjadi kuning.

Negatif : Tidak terjadi perubahan warna pada media.

12
PEMBAHASAN

Dua puluh sampel susu mastitis yang dikoleksi dari ambing kambing Peranakan

Ettawa (PE) di daerah Girimulyo, Kulonprogo, Yogyakarta dipupuk pada PAD. Koloni

yang tumbuh pada media PAD dengan bentuk bundar, halus, menonjol, berkilau dan

berwarna abu-abu sampai kuning emas tua dipupuk pada media MSA. Pemupukan pada

MSAdihasilkan 15 sampel dari 20 sampel susu mastitis yang menunjukkan pertumbuhan

koloni. Pada pemupukan tersebut diketahui 2 isolat tidak menunjukkan adanya zona kuning

yang mengelilingi koloni dan 13 isolat menunjukkan pertumbuhan koloni yang dikelilingi

zona kuning.

Berdasrkan penelitian ini ditemukan Staphylococcus aureus pada media uji mannitol

salt agar (MSA) menunjukkan pertumbuhan koloni berwarna putih kekuningan dikelilingi

zona kuning karena kemampuan memfermentasi mannitol. Bakteri yang tidak mampu

memfermentasi mannitol tampak zona berwarna merah atau merah muda (Boyd dan Morr,

1984). Zona kuning menunjukkan adanya Sel, koloni Fermentasi mannitol. Sifat

pertumbuhan isolat yang diteliti pada media MSA. Bakteri tumbuh dan memfermentasi

manitol yang dikelilingi zona kuning di sekitar koloni fermentasi mannitol, yaitu asam yang

dihasilkan, menyebabkan perubahan phenol red pada agar yang berubah dari merah menjadi

berwarna kuning (Austin, 2006).

Hasil pewarnaan Gram dari 15 sampel susu mastitis yang tumbuh pada MSA

menunjukkan bakteri berwarna ungu dan berbentuk sirkuler bergerombol seperti buah

anggur Pewarnaan Gram bertujuan untuk mengamati morfologi sel bakteri dan mengetahui

kemurnian sel bakteri (Fardiaz, 1993). Pada penelitian ini morfologi sel isolat adalah Gram

13
positif, berbentuk kokus tersusun dalam kelompok-kelompok tidak teratur (menyerupai

buah anggur), dapat pula tersusun empat-empat (tetrad), membentuk rantai (3-4 s e l),

berpasangan atau satu - satu.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abrar, M. (2001) Isolasi, karakterisasi dan aktivitas biologi hemaglutinin Staphylococcus

aureus dalam proses adhesi pada permukaan sel ephitel ambing sapi perah.

Disertasi Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Agus, M. (1991) Mastitis study in dairy cattle in Baturraden. Hemerazoa 74: 21-24.

Anief, M. (2009) Prinsip umum dan dasar farmakologi. Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta

Beiboer, L.M.,Wilmink, H., Bonedictus, G. and Brand, A. (1998) Incidence of clinical

mastitis indairy herds grouped in three categories by bulk milk somatic cell counts.

J. Dairy. Sci. 81: 411-419.

Burrows, W., Gordon, F.B., Porter, R.J., and Movider., J.W. (1950) Jordan-Burrows

Textbook th of Bacteriology 15 edition. W. B Saunders Company.

Philadelphia, USA

Nurwantoro dan Abbas, S. (2001) Mikrobiologi Pangan Hewani Nabati. Penerbit Kanisius,

Yogyakarta

Omoe, K., Ishikawa, M, Shimoda, Y., Hu, D.L., Ueda,and Shinagawa, K. (2002) Detection

of seg, seh,and sei genes in isolates and determination ofthe enterotoxin

productivities of S. aureus isolates harbouring seg, seh, and sei genes. J. Clin.

Microbiol. 40: 857-862.

Paryati, S.P.Y. (2002) Patogenesis Mastitis Subklinis pada Sapi Perah yang Disebabkan

oleh Staphylococcus aureus. Makalah Pengantar Falsafah Sains. Institute Pertanian

Bogor.

15
Pelczar, M. J. Jr, and Chan, E. C. S. (1998) DasarDasar Mikrobiologi 2. Cetakan 1.

Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Pengov, A. and Ceru, S. (2003) Antimicrobial drug susceptibility of Staphylococcus aureus

strains isolated from bovine and ovine mammary glands. J. Dairy Sci. 86: 3157-

3163

16

Anda mungkin juga menyukai