Anda di halaman 1dari 18

1

PENDAHULUAN

Ketersediaan berbagai macam susu formula untuk bayi usia 0-6 bulan memicu
kebingungan bagi para orang tua yang memiliki bayi untuk memberi makanan bagi
bayi mereka. Dikarenakan pemilihan susu formula mengandung resiko yang tinggi
bagi bayi mereka dan juga karena biaya produk yang mahal, maka para orang tua
terdorong untuk memahami dengan baik pilihan terbaik untuk bayi mereka.
Konsumsi susu formula merupakan suatu alternatif bagi orang tua dalam memenuhi
kebutuhan nutrisi bagi buah hati mereka.

Beredarnya informasi mengenai tercemarnya susu bubuk formuls pada bayi saat ini
telah meresahkan orang tua yang memiliki bayi dan anak usia balita. Namun tidak
banyak yang mengetahui bagaimana susu tersebut terkontaminasi dan bagaimana
kualitas produk susu tersebut dapat berubah. Hal tersebut menarik perhatian untuk
mengetahui bagaimana terjadinya kontaminasi tersebut dan bagaimana karakteristik
dari bakteri yang dapat menyebabkannya.

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik mikroorganisme yang dapat


menyebabkan kontaminasi pada susu bubuk formula, khususnya dari Famili
Enterobacteriaceae yaitu Enterobakter Sakazakii, bagaimana bakteri tersebut dapat
mengontaminasi susu bubuk formula, mengetahui bahaya dari bakteri Enterobakter
Sakazakii bagi kesehatan bayi dan cara penanggulangan kontaminasi tersebut.

Kemudian pada penulisan istilah pada objek kajian kali ini yakni susu bubuk, susu
bubuk formula, dan susu formula merupakan suatu istilah yang dianggap sama.
Adapun perbedaan yang ditulis hanya menyesuaikan pada padanan kalimat yang
menyertainya guna mengurangi makna ambigunya.
2

TELAAH PUSTAKA

2.1 Pengertian Susu

Secara fisiologis, susu merupakan sekresi kelenjar ambing yang berguna sebagai
sumber makanan dan proteksi imunologis (immunological protection) bagi bayi
mamalia. Susu mengandung zat-zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Hampir
semua nutrisi yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita
diperoleh dari mengkonsumsi susu.

Pada bayi yang berumur 0 - 6 bulan diharuskan hanya mengkonsumsi ASI (Air Susu
Ibu) atau ASI eksklusif sebagai sumber makanannya. Tentunya ASI berasal dari
kelenjar ambi ibu yang mengandung nutrisi lengkap untuk bayi usia tersebut.

Penggunaan susu bubuk formula lebih ditujukan pada bayi berumur lebih dari enam
bulan. Tingkat komposisi produk susu formula baik yang berbentuk bubuk maupun
cair pada umumnya mengandung protein susu (kasein dan whey) disamping protein
susu formula juga mengandung lemak, vitamin dan mineral-mineral esensial yang
sangat diperlukan bagi perkembangan balita.

Susu formula adalah susu buatan yang menyerupai ASI. Komposisi dan formulanya
disesuaikan untuk kebutuhan bayi atau balita dan dapat berasal dari susu sapi atau
susu kacang kedelai yang ditambahkan bahan-bahan tertentu. Susu formula dibagi
atas usia sang bayi. Pembagian ini disesuaikan dengan masa pertumbuhan dan
perkembangan dari bayi itu sendiri. Susu formula pun ada yang digunakan untuk
kondisi khusus, misalnya pada bayi dengan keadaan intoleransi laktosa atau bayi
yang lahir dengan berat badan rendah (BBLR = berat badan lahir rendah).
Pertimbangan lainnya adalah harga susu tersebut dan kemudahan untuk
3

mendapatkannya, kecuali beberapa susu khusus yang memang tidak dapat dijual di
pasaran. Sebagian besar susu formula yang ada di dunia berasal dari penelitian di
Amerika Serikat yang diawasi oleh Kantor Administrasi Makanan dan Obat Amerika
(FDA). Dimana susu formula harus mengandung zat-zat dasar yang diperlukan
seperti: protein, lemak, asam linoleat, vitamin A, C, D, E, K, B1, B2, B6, B12, asam
folat, kalsium, magnesium, besi, seng, mangan, tembaga, fosfor, yodium, sodium
klorida, kalium klorid, biotin, kolin, dan inositol. Iklan susu formula di televisi
seringkali mendengungkan kata-kata rumit: Omega3, DHA, LA, laktoferin, prebiotik,
sfingomielin, dan lain-lainnya. Sebenarnya, zat-zat diatas semua sudah tercakup di
dalam ASI. Menurut dr. Widodo Judarwanto, Sp.A, sebenarnya zat tambahan ini
tidak merupakan pertimbangan utama pemilihan susu yang terbaik. Zat-zat tersebut
ditambahkan pada susu dasar seperti susu sapi agar nutrisi bagi anak diharapkan
dapat terpenuhi dengan baik. Namun ada beberapa penelitian yang menyebutkan
pemberian AA-DHA (asam arakidonat dan asam dokosaheksaenoat) hanya berguna
bagi anak prematur. WHO sendiri hanya menganjurkan AA-DHA untuk bayi
prematur. Penambahan prebiotik juga tidak akan banyak berfaedah, bila pencernaan
anak sendiri dalam keadaan yang optimal. Bisa saja anak tidak cocok dengan susu
formula yang diberikan. Hal ini sering disebabkan oleh alergi. Sistem kekebalan
dalam tubuh anak menolak untuk menerima beberapa zat dalam susu formula.
Gangguan ini dapat terjadi kurang dari 8 jam hingga 1 minggu setelah konsumsi susu.
Gejalanya mirip dengan gejala reaksi makanan, misalnya pada saluran pencernaan.
Anak menjadi sering muntah, buang angin, nyeri di perut, dan keadaan feses yang
tidak normal, pada kulitnya terdapat bisul atau bintik kemerahan, adanya batuk,
bersin, pilek dan lain-lain.

Susu formula memiliki banyak variasi dan fungsinya. Pemilihannya harus tepat agar
tidak mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.
4

2.2 Karakteristik Enterobacter Sakazakii


2.2.1 Morfologi Enterobacter Sakazakii

Grup Enterobacter terdiri atas 14 anggota (14 species), dan 7 di antaranya merupakan
penyebab penyakit pada manusia. Salah satu diantaranya adalah Enterobacter
Sakazakii, yang dapat menyebabkan meningitis pada bayi baru lahir, necrotizing
enterocolitis (NEC) pada bayi prematur, bakteremia, bahkan kematian bayi (Yuli
Haryani MSc Apt, 2008).

Enterobacter Sakazakii pertama kali ditemukan pada tahun 1958 pada 78 kasus
bayi dengan infeksi meningitis. Pada penelitian terakhir didapatkan kemampuan 12
jenis strain Enterobacter Sakazakii untuk bertahan hidup pada suhi 58 oC dalam
proses pemanasan rehidrasi susu formula. (WILLIAM A. MOATS, 20 April 1959).

Enterobacter Sakazakii digolongkan ke dalam jenis bakteri ganas karena


kemampuannya mempengaruhi jenis bakteri lain, misalnya E. coli (bakteri yang
normal terdapat dalam usus manusia), untuk memproduksi racun yang sama. (Carol
Iversen,1 Michael Waddington,2 Stephen L. W. On,3 and Stephen
Forsythe1*Division of Applied Microbiology and Environmental Biology, School of
Biomedical and Natural Science). Enterobacter Sakazakii merupakan salah satu
patogen yang pada tahun 1980 dipisahkan dari spesies Enterobacter cloacae,
berdasarkan unsur genetik penyusunnya (Nazarowec-White dan Farber, 1997;
Gurtler, 2005). Enterobacter Sakazakii juga merupakan suatu patogen makanan yang
menyebabkan meningoencephalitis, sepsis, dan necrotizing enterocolitis di dalam
neonatal-neonatal. Enterobacter Sakazakii memiliki hubungan dengan necrotizing
enterocolitis, bacteremia, dan meningitis pada bayi melalui penyerapan dari
kontaminasi susu bubuk bayi. Enterobacter Sakazakii dilaporkan memiliki 50%
5

hubungan dengan Enterobacter cloacae and Citrobacter koseri dari DNA-DNA


hybridization (Carol Iversen, 2004).

Dua perbedaan utama antara Enterobacter Sakazakii dengan Enterobacter jenis lain
adalah adanya aglukosidase dan adanya phosamidase dalam Enterobacter Sakazakii.
Reaksi aglukosidase adalah yang paling penting karena dengan reaksi itu dapat
memperlihatkan terjadinya reaksi tunggal, sederhana, dan cepat. Enterobacter
Sakazakii dikenal sebagai salah satu patogen yang dalam susu formula menyebabkan
keracunan darah dan radang selaput (otak, sumsum belakang). Metode yang
digunakan oleh FDA untuk mendeteksi Enterobacter Sakazakii dalam susu formula
bayi memerlukan sterilisasi pada suhu 36°C (J. B. Gurtler dan L. R. Beuchat, 2005)

2.2.2 Ekologi Enterobacter Sakazakii

Habitat alami bakteri ini belum diketahui dengan pasti, namun bakteri ini ditemukan
dalam usus besar manusia sehat, yang kemungkinan besar berbentuk intermittent
guest. Kemudian bakteri ini dapat ditemukan dalam usus besar binatang serta pada
lingkungan yang lembab. Ada 3 (tiga) cara bakteri ini masuk ke dalam komponen
susu formula, yakni: melalui bahan mentah yang dipakai dalam susu formula, melalui
kontaminasi pencampuran atau jenis komponen kering lain setelah proses
pasteurisasi, serta melalui kontaminasi pencampuran susu dengan air pada saat
penyajian sebelum diminum oleh bayi. Bakteri ini juga ditemukan dalam beragam
jenis makanan lain(Carol Iversen and Stephen J. Forsythe.2006).

Enterobacter Sakazakii dapat diisolasi dari sumber di rumah sakit. Laporan ini
menjelaskan masalah tersendiri. Karena menghasilkan pigment yang
mengidentifikasikan karakteristik dari Enterobacter sakazakii yaitu pada suhu
inkubasi pada 36 °C (Herman J. Sonderkamp,1983).
6

2.2.3 Kemampuan Enterobacter Sakazakii mengontaminasi susu

Gejala keracunan yang dapat ditimbulkan oleh susu formula bayi tidak disebabkan
oleh komponen biokimia atau bahan yang terkandung di dalamnya. Selain
Enterobacter Sakazakii, bakteri lain yang sering mengontaminasi susu formula adalah
Clostridium botulinu, Citrobacter freundii, Leuconostoc mesenteroides Escherichia
coli Salmonella agona, Salmonella anatum, Salmonella bredeney, Salmonella ealing,
Salmonella Virchow, Serratia marcescens, Salmonella isangi dan berbagai jenis
salmonella lainnya (Dr Widodo Judarwanto SpA,2008).

Terjadinya kontaminasi bakteri dapat dimulai ketika susu diperah dari puting sapi.
Lubang puting susu memiliki diameter kecil yang memungkinkan bakteri tumbuh di
sekitarnya. Bakteri ini ikut terbawa dengan susu ketika diperah. Pencemaran susu
oleh mikroorganisme lebih lanjut dapat terjadi selama pemerahan (milking),
penanganan (handling), penyimpanan (storage), dan aktivitas pra-pengolahan (pre-
processing) lainnya. Mata rantai produksi susu memerlukan proses yang steril dari
hulu hingga hilir, sehingga bakteri tidak mendapat kesempatan untuk tumbuh dan
berkembang dalam susu. Peralatan pemerahan yang tidak steril dan tempat
penyimpanan yang tidak bersih juga dapat menyebabkan tercemarnya susu. Udara
yang terdapat dalam lingkungan di sekitar tempat pengolahan merupakan media yang
dapat membawa bakteri untuk mencemari susu. Oleh sebab itu proses pengolahan
susu sangat dianjurkan untuk dilakukan di dalam ruangan tertutup. Manusia yang
berada dalam proses pemerahan dan pengolahan susu dapat menjadi penyebab
timbulnya bakteri dalam susu. Tangan dan anggota tubuh lainnya harus steril ketika
memerah dan mengolah susu. Bahkan, hembusan napas manusia ketika proses
pemerahan dan pengolahan susu dapat menjadi sumber timbulnya bakteri. Sapi perah
dan peternak yang berada dalam sebuah peternakan harus dalam kondisi sehat dan
bersih agar tidak mencemari susu. Proses produksi susu di tingkat peternakan
7

memerlukan penerapan good farming practice seperti yang telah diterapkan di


negara-negara maju. (S. HENRY AYERS dan COURTLAND S. MUDGE. 1920).
Dalam hal proses produksi, Enterobacter Sakazakii dapat sampai pada produk susu
formula yang disiapkan secara aseptik masih terus diteliti.  Ada kecurigaan bahwa
bakteri ini bersifat airborne (mengontaminasi lewat udara) pada industri susu dan
rumah tangga (Kandhal et al, 2004), sehingga diperlukan penanganan tambahan
terhadap bakteri ini dalam mekanisme Hazard Analysis Critical Control Point
(analisis titik penanganan kritis pada bahaya) di tingkat produksi susu formula.

Enterobacter Sakazakii berkembang secara optimal pada kisaran suhu 30-40°C.


Waktu regenerasi bakteri ini terjadi setiap 40 menit jika diinkubasi pada suhu 23°C,
yang tentunya akan sedikit lebih cepat pada suhu optimum pertumbuhannya. Menurut
Havelaar dan Zweitering (2004), kontaminasi satu koloni Enterobacter Sakazakii
memiliki peluang hidup maksimum sebesar  6.5% untuk dapat berkembang hingga
mencapai jumlah yang signifikan (1 juta sel/g produk) dalam waktu maksimal 100
jam pada suhu 18-37°C.  Artinya, apabila 1 sel hidup Enterobacter Sakazakii
mengontaminasi produk susu formula pada proses produksi. (Carol Iversen,Michael
Waddington, Stephen L. W. On, and Stephen Forsythe1.2004).

Hanya dalam 5 hari, produk tersebut telah menjadi sangat berbahaya bagi bayi. 
Angka probabilitas ini agaknya ditunjang dengan fakta hasil riset di seluruh dunia,
tidak hanya yang dipublikasikan tim riset IPB, yaitu pada kisaran 20% (Iversen dan
Forsythe, 2003; Kim et al, 2008). Selain bersifat invasif, Enterobacter Sakazakii juga
memproduksi toksin (endotoxin) yang juga berbahaya bagi mamalia yang baru lahir
dan belum memiliki sistem kekebalan yang baik (Townsend et al, 2007).

Penyimpanan pada suhu dingin merupakan hal yang tidak umum pada produk susu
bubuk, begitu pula penggunaan sanitizer yang tidak dimungkinkan.  Padahal,
pertumbuhan Enterobacter Sakazakii dapat direduksi dengan penggunaan sanitizer
8

pada produk buah-buahan, apalagi diikuti dengan penyimpanan pada suhu dingin
(Kim, Ryu, dan Buechat, 2006). Akibatnya, Enterobacter Sakazakiii dalam jumlah
cukup untuk menyebabkan penyakit (1 juta sel/g produk) pun dikonsumsi oleh bayi
kita (Anton Rahmadi).

2.2.4 Kasus-kasus yang disebabkan oleh Enterobacter Sakazakii

Seorang bayi berumur 16 bulan diduga terinfeksi bakteri enterobacter sakazikii


selama setahun terakhir ini. Akibatnya, bayi bernama Nadine Manuella sering diare.
Diduga, sakazakii masuk ke usus Nadine melalui susu formula yang dikonsumsi.
Orangtua Nadine, Yan Warinson dan Anita, sempat bingung lantaran bagi sejumlah
dokter gejala penyakit ini tergolong asing. Padahal bayi yang memiliki kondisi lemah,
sakazakii bisa berbahaya. Bakteri tersebut bisa menyebabkan radang usus dan radang
selaput otak.

Seorang anak perempuan berumur 39 minggu degan berat 2400 gram. Pada saat
masuk Rumah Sakit, dia bertemperatur 36,6 oC dengan leukosit 10.300/mm3, 13 %
neutroplis dan yang lainnya normal. Kemudian 12 jam berikutnya kulit mejadi
berwarna kuning, sering mendengkur dan leukosit bertambah menjadi 37200/mm 3.
dengan 80% neutrophils. Enterobacter Sakazakii mulai berkontraksi denan darah dan
CSF. Hari berikutnya serangan terjadi dan kondisi pasien memburuk, kemudian dia
meninggal hari berikut itu. Pada otopsi, otaknya membengkak dan necrotic.
Enterobacter Sakazakii adalah penyebab dari pembengkakan otak itu (Harry L.
Muytjens,1983).

Belakangan ini nama Sakazakii mencuat di media massa. Sebab berdasarkan


penelitian tim peneliti Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat, bakteri ini diduga
terkandung dalam susu formula yang dikonsumsi bayi dan anak-anak.
9

METODE PENULISAN

3.1 Pengumpulan Data

Data-data yang menjadi sumber dalam penulisan ini diperoleh dari berbagai
sumber. Sumber-sumber tersebut berasal dari jurnal-jurnal internasional serta
artikel-artikel dari internet.

3.2 Pengolahan Data

Data yang diperoleh digunakan sebagai sumber informasi dan penguat gagasan.
Data tersebut kemudian diolah sedemikian sehingga menjadi saling
berkesinambungan.
10

ANALISIS DAN SINTESIS

Enterobakter Sakazakii dapat bersifat patogen, dan berkembang dalam usus besar
manusia. Pengetahuan yang masih minimal mengenai bagaimana sesungguhnya
karakteristik Enterobakter Sakazakii menjadi salah satu penyebab mudahnya bakteri
ini untuk berkembang. Enterobacter Sakazakii berkembang secara optimal pada
kisaran suhu 30-40°C.  Waktu regenerasi bakteri ini terjadi setiap 40 menit jika
diinkubasi pada suhu 23°C, yang tentunya akan sedikit lebih cepat pada suhu
optimum perkembangannya. Menurut Havelaar dan Zweitering (2004), kontaminasi
satu koloni Enterobacter Sakazakii memiliki peluang hidup maksimum sebesar  6.5%
untuk dapat berkembang hingga mencapai jumlah yang signifikan (1 juta sel/g
produk) dalam waktu maksimal 100 jam pada suhu 18-37°C. Artinya, apabila 1 sel
hidup Enterobacter Sakazakii mengontaminasi produk susu formula pada proses
produksi.  Hanya dalam 5 hari produk tersebut telah menjadi sangat berbahaya bagi
bayi. Hal ini dapat ditanggulangi dengan mengubah cara penyajian susu bayi tersebut
serta memperbaiki proses penyimpanan susu tersebut. Pengaruh dari bakteri
khususnya Enterobakter Sakazakii untuk mengontaminasi susu bukan merupakan hal
yang utama dalam proses kontaminasinya hingga menyebabkan kematian pada bayi,
melainkan pada perkembangan lebih lanjutnya di dalam organ pencernaan..
11

Melihat karakteristik tersebut dapat terlihat bahwa Enterobakter Sakazakii terlihat


berbahaya, namun pada dasarnya Enterobakter Sakazakii tidak berbahaya. Selama
Enterobakter Sakazakii tidak bergabung dengan bakteri lain maka Enterobakter
Sakazaki masih dalam batas aman, namun saat bergabung dengan bakteri lain maka
akan menghasilkan racun yang berbahaya. Pada dasarnya tempat hidupnya masih
belum diketahui, namun dapat diisolasi pada temperatur 36°C.

Secara umum, tingkat kefatalan kasus (case-fatality rate) atau resiko untuk dapat
mengancam jiwa pada bayi yang baru lahir berkisar antara 40-80% terutama pada
bayi prematur. (Iversen dan Forsythe, 2003). Hal ini berkaitan dengan tingkat
imunitas yang dimiliki oleh bayi prematur pada tingkat daya tahan tubuh yang
rendah.
12

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Pemberitaan mengenai terkontaminasinya susu bubuk formula pada bayi yang dijual
di pasaran sehingga meresahkan warga masyarakat tidak harus disikapi dengan
gegabah dan panik. Karakteristik dari Enterobakter Sakazakii tidak menunjukkan
secara signifikan bahwa Enterobakter Sakazakii dapat menyebabkan susu bubuk
formula pada bayi terkontaminasi dan menjadi berbahaya. Kontaminasi pada susu
bayi tidak hanya disebabkan oleh bakteri yang ada pada susu tersebut, namun banyak
hal lain yang dapat menyebabkan susu bubuk formula tersebut terkontaminasi yaitu
pada saat proses pengolahan susu bubuk, pengeringan, pengemasan, dan dapat juga
dipengaruhi oleh cara penyimpanan susu bubuk tersebut.

5.2. Saran

Setelah mengetahui bagaimana karakteristik Enterobakter Sakazakii diharapkan dapat


mengubah cara pandang masyarakat untuk menanggapi berbagai informasi dan
bersikap tenang menanggapi masalah yang ada. Para orang tua dapat lebih
memerhatikan pada proses penyajian susu bubuk untuk bayi-bayi mereka. Kemudian
disarankan untuk menggunakan air matang saat menyeduh susu agar bakteri yang ada
pada susu tersebut dapat berkurang, penyimpanan susu tersebut sebaiknya diletakkan
pada wadah yang kering dan kedap udara. Adanya susu sebagai pengganti ASI tidak
menjadikan susu sebagai sesuatu yang sangat penting hingga tidak memerhatikan ASI
eksklusif. Jika tidak inggin menggunakan susu formula dapat digantikan dengan susu
kedelai.
13

DAFTAR PUSTAKA

Berry. P. Overbeek, Joop. F. P. Schellekens, Wouter Lippe, Bertir. A. T. Dekker, and


Jan Verhoef. 1987. Carumonam Enhances Reactivity of Escherichia coli
with Monoand Polyclonal Antisera to Rough Mutant Escherichia coli J5..
Vol. 25, no. 6, page 1009-1013.

Carol Iversen, Michael Waddington, Stephen L. W. On, and Stephen Forsythe. 2004.
Identification and Phylogeny of Enterobacter sakazakii Relative to
Enterobacter and Citrobacter Species . Journal Of Clinical Microbiology.
Vol. 42, no. 11, 5368–5370.

Carol Iversen and Stephen J. Forsythe. 2007. Comparison of Media for the Isolation
of Enterobacter sakazakii. Applied and Environmental Microbiology. Vol.
73, no. 1, 48–52.

Celeste N. Peterson, Mark J. Mandel, and Thomas J. Silhavy. 2005. Escherichia coli
Starvation Diets: Essential Nutrients Weigh in Distinctly. Journal Of
Bacteriology. Vol. 187, no. 22, page 7549–7553.

D. A. Todhunter, K. L. Smith, and J. S. Hogan. 1991. lntramammary Challenge with


Escherichia coli Following Immunization with a Curli-Producing
Escherichia coli'. Journal Of Clinical Microbiology, Department of Dairy
Science, The Ohio State University, Ohio Agricultural Research and
Development Center Wooster. 74: 819-825.

Erica Weir. 2002. Powdered infant formula and fatal infection with Enterobacter
sakazakii .CMAJ. 166 (12).
14

Gunnar Biering, Sigfus Karlsson, Nancye. C. Clark, and Kristin. E. Jonsdottir. 1989.
Three Cases of Neonatal Meningitis Caused by Enterobacter sakazakii in
Powdered Milk. Journal Of Clinical Microbiology, Atlanta. Vol. 27, no. 9,
page 2054-2056.

Muytjens. Harry. L, Hannie Roelofs-Willemse, and Guus. H. J. Jaspar. 1988. Quality


of Powdered Substitutes for Breast Milk with Regard to Members of the
Family Enterobacteriaceae. Journal Of Clinical Microbiology, American
Society for Microbiology. Vol. 26, no. 4, page 743-746.

Hoikyung Kim, Jee-Hoon Ryu, and Larry R. Beuchat. 2006. Attachment of and
Biofilm Formation by Enterobacter sakazakii on Stainless Steel and Enteral
Feeding Tubes. Applied and Environmental Microbiology, University of
Georgia, Republic of Korea. Vol. 72, no. 9, page 5846–5856.

Hoikyung Kim, Jee-Hoon Ryu, and Larry R. Beuchat. 2007. Effectiveness of


Disinfectants in Killing Enterobacter sakazakii in Suspension, Dried on the
Surface of Stainless Steel, and in a Biofilm. Applied and Environmental
Microbiology, American Society for Microbiology. Vol. 73, no. 4, page
1256–1265.

J. B. Gurtler and L. R. Beuchat. 2005. Performance of Media for Recovering


Stressed Cells of Enterobacter sakazakii as Determined Using Spiral
Plating and Ecometric Techniques. Applied and Environmental
Microbiology, American Society for Microbiology. Vol. 71, no. 12, page
7661–7669.
15

Jama. 2002. Enterobacter sakazakii Infections Associated With the Use of Powdered
Infant Formula— Tennessee, 2001. From The Centers For Disease Control
and Prevention, American Medical Associat. 51, page 297-300.

Jos Van Acker, Francis De Smet, Gae Tan Muylderman S, Adel Bougatef, Anne
Naessens, and Sabine Lauwes. 2001. Outbreak of Necrotizing Enterocolitis
Associated withEnterobacter sakazakii in Powdered Milk Formula. Journal
Of Clinical Microbiology, American Society for Microbiology. Vol. 39, no.
1, page 293–297.

Levin. Michael. E. Cassim Motala and Andreas L. Lopata. 2005. Anaphylaxis in a


Milk-Allergic Child After Ingestion of Soy Formula Cross-contaminated
With Cow's Milk Protein. Pediatrics. 116, page 1223-1225.

M. C. Kandhai, M. W. Reij, C. Grognou, M. van Schothorst, L. G. M. Gorris, and M.


H. Zwietering. 2006. Effects of Preculturing Conditions on Lag Time and
Specific Growth Rate of Enterobacter sakazakii in Reconstituted Powdered
Infant Formula. Applied and Environmental Microbiology, American
Society for Microbiology. Vol. 72, no. 4, page 2721–2729.

M. M. Brett, J.Mc Lauchlin, A. Harris, S. O’Brien,N. Black, R. J. Forsyth, D. Roberts


and F. J. Bolton. 2005. A case of infant botulism with a possible link to
infant formula milk powder: evidence for the presence of more than one
strain of Clostridium botulinum in clinical specimens and food. Journal of
Medical Microbiology. 54: 769–776.

Muytjens. Harry. L. H. C. Zanen, Herman. J. Sonderkamp, Louis. A. Kollee, I. Kaye


Wachsmuth,S, and J. J. Farmer. 1983. Analysis of Eight Cases of Neonatal
16

Meningitis and Sepsis Due to Enterobacter sakazakii. Journal of Clinical


Microbiology. Vol. 18, no. 1, page 115-120.
Muytjens. Harry L, Joke Van Der Ros-Van De Repe, and Hans. A. M. Van Druten.
1984, Enzymatic Profiles of Enterobacter sakazakii and Related Species
with Special Reference to the ox-Glucosidase Reaction andReproducibility
of the Test System. Journal of Clinical Microbiology. 20 (4): 684-686.

N. R. Mullane, J. Murray, D. Drudy, N. Prentice, P. Whyte, P. G. Wall, A. Parton,


and S. Fanning. 2006. Detection of Enterobacter sakazakii in Dried Infant
Milk Formula by Cationic-Magnetic-Bead Capture. Applied and
Environmental Microbiology, American Society for Microbiology. Vol. 72,
no. 9, page 6325–6330.

Nair . M. K. M and Kumar S. Venkitanarayanan. 2006. Cloning and Sequencing of


the ompA Gene of Enterobacter sakazakii and Development of an ompA-
Targeted PCR for Rapid Detection of Enterobacter sakazakii in Infant
Formula. Applied and Environmental Microbiology, American Society for
Microbiology. Vol. 72, no. 4, page 2539–2546.

S. Henry. Ayers and Courtland. S. Mudge. 1920. MILK-POWDER AGAR FOR THE
DETERMINATION OF BACTERIA IN MILK . The Journal Of
Bacteriology, Research Laboratories of the Dairy Division, United States
Department of Agriculture . Vol. V, no. 6, page 565-588.

Sweeny. Neal. J, David. C. Laux, and Paul. S. Cohen. 1996. Escherichia coli F-18
and E. coli K-12 eda Mutants Do Not Colonize the Streptomycin-Treated
Mouse Large Intestin. Infection and Immunity, American Society for
Microbiology. 64 (9), 3504–3511.
17

W. Patrick. Monroe and William. L. 1979. Bacteremia Associated with Enterobacter


sakazakii (Yellow-Pigmented Enterobacter cloacae). Journal of Clinical
Microbiology. 10 (6), page 850-851.

Weintraub , Andrej. 2007. Enteroaggregative Escherichia coli: epidemiology,


virulence and detection. Journal of Medical Microbiology. 56, 4–8.

Wickner . William and Marilyn Rice Leonard. 1996. Escherichia coli Preprotein
Translocase. The Journal Of Biological Chemistry. Vol. 271, no. 47, page
29514–29516.
18

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS


1. Ketua
a. Nama Lengkap : PutraWira Kurniawan
b. NIM : G74070022
c. Program Studi : Fisika
d. Perguruan Tinggi : Institut Pertanian Bogor
e. Jenis Kelamin : Laki-Laki
f. Tempat / Tanggal lahir : Jakarta, 09 Februari 1989
g. Telepon/ Hp : 081280840385
h. Email : king_ahmed0950@yahoo.co.id
i. Prestasi :-

2. Anggota
a. Nama Lengkap : Mila Armigustien
b. NIM : G74061243
c. Program Studi : Fisika
d. Perguruan Tinggi : Institut Pertanian Bogor
e. Jenis Kelamin : Wanita
f. Tempat / Tangga lahir : Jakarta, 16 Agustus 1988
g. Telepon/ Hp : 085284662138
h. Email : mila.armigustien@yahoo.com
i. Prestasi : Finalis 10 besar Lomba Karya Tulis Mahasiswa
bidang pendidikan tingkat IPB Judul Makalah
Pendidikan bagi penyandang cacat
3. Anggota
a. Nama Lengkap : Arianti Tumanggor
b. NIM : G74070012
c. Fakultas/ Program Studi : Fisika
d. Perguruan Tinggi : Institut Pertanian Bogor
e. Jenis Kelamin : Wanita
f. Tempat / Tangga lahir : Sirandoru, 28 Mei 1989
g. Telepon/ Hp : 081314230545
h. Email : arianti_fisika44@yahoo.com
i. Prestasi :-

Anda mungkin juga menyukai