KELAS : TI A
KELOMPOK : 6
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "PROSES KIMIA DALAM
INDUSTRI (STUDI KASUS PADA PERUSAHAAN SABUN PT. UNILEVER DI
TANGGERANG)" dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kimia Dasar. Selain itu, makalah
ini bertujuan menambah wawasan tentang proses kimia pada sabun bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Irwan Soejanto, M.T. selaku dosen
pengampu makta kuliah Kimia Dasar. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Singapore Pte. Ltd., di mana Texchem Resources Berhad setuju untuk menjual
seluruh sahamnya di PT Technopia Lever kepada Technopia Singapore Pte. Ltd.
Pada tanggal 8 Desember 2003, dalam Rapat Umum Luar Biasa Perusahaan,
Unilever Indonesia mendapatkan persetujuan dari pemegang saham minoritasnya
untuk melakukan akuisisi saham PT Knorr Indonesia (PT KI) dari Unilever Overseas
Holdings Limited, yang merupakan pihak terkait. Akuisisi ini kemudian
dilaksanakan secara resmi pada tanggal 21 Januari 2004 dengan penandatanganan
perjanjian jual beli saham antara perusahaan dan Unilever Overseas Holdings
Limited.
Pada tanggal 30 Juli 2004, Unilever Indonesia resmi bergabung dengan PT Knorr
Indonesia (PT KI). Proses penggabungan ini menggunakan metode yang mirip
dengan metode penyatuan kepemilikan. Setelah merger, PT KI tidak lagi beroperasi
sebagai badan hukum terpisah, melainkan menjadi bagian dari Unilever Indonesia.
Penggabungan ini telah disetujui oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
melalui surat No. 740/III/PMA/2004 yang dikeluarkan pada tanggal 9 Juli 2004.
Pada tahun 2007, Unilever Indonesia meneken perjanjian bersyarat untuk
mengakuisisi merek minuman Vitality berbasis buah yaitu "Buavita" dan "Gogo" dari
Ultra. Proses transaksi tersebut berhasil diselesaikan pada bulan Januari 2008.
TAHUN TAHUN BERSEJARAH PT. UNILEVER INDONSIA
1920 - Penggabungan perusahaan margarine Union dari Belanda Dan Lever’s brother
dari Inggris. Nama Unilever diambil dari penggalan nama kedua perusahaan yaitu
Lever’s brother dan kedua mitranya di Belanda yaitu Jurguns Fabrieken N.V, dan
mereka inilah yang disebut dengan bapak Unilever.
1933 – PT. Unilever Indonesia Tbk memulai usahanya secara resmi pada tanggal 5
Desember 1933 dengan nama Lever’s Fabrieken N.V beroperasi di Batavia (Jakarta)
dengan akta no. 23 melalui Notaris di Batavia yaitu MR. A.H Van Ophuijsen
disahkan/disetujui Gubernur Jendral Hindia-Belanda dengan surat no. 14 tanggal 16
Desember 1933, terdaftar di badan hukum Batavia (Read van Justitie no.302 tanggal
22 Desember 1933, diterbitkan di Javasche Courant tanggal 9 Januari 1934. Mulai
beroperasi sebagai produsen sabun didaerah Angke, Jakarta.)
1936 – Sabun Lux diperkenalkan di Indonesia oleh Unilever.
1941 - Dibelinya saham Colibri N.V di Surabaya yang memproduksi kosmetik
2
1942 - Unilever beserta pbriknya ditutup untuk sementara waktu karena perang dunia
ke II
1948 - Membeli perusahaan N.V Fabrieken Archa yang menjalankan pabrik minyak
di Jakarta.
1965 - Kegiatan Unilever dibawah pengawarah pemerintah Indonesia sepenuhnya.
1967 - Pengendalian perusahaan dikembalikan ke pihak Unilever
1980 - Tanggal 1 September 1980 kantor pusat Unilever di London mengumumkan
penggabungan ke empat perusahaan yaitu : Lever’s Zeepfabrieken, Van den Bergh’s,
Colobri Fabrieken dan Archa oil Mill menjadi atu perusahaan dengan nama PT.
Unilever Indonesia yang berkantor pusat di Graha jl. Gatot Subroto kavling 15,
Jakarta 12930
1982 – Unilever Indonesia melakukan penawaran umum perdana dengan
mencatatkan 15% sahamnya di Bursa Efek Indonesia dengan kode saham UNVR.
1990 – Unilever Indonesia membuka pabrik produk perawatan pribadi di Rungkut,
Surabaya, serta mengakuisisi SariWangi dan memasuki bisnis teh.
1992 – Pabrik es krim Wall's dibuka di Cikarang dan produk Conello dan Paddle Pop
diperkenalkan.
2001 – Unilever Indonesia mengakuisisi Bango dan memasuki bisnis kecap.
2008 – Pembukaan pabrik baru yang terbesar di Asia untuk produk perawatan kulit di
Cikarang. Unilever Indonesia juga mengakuisisi Buavita dan Gogo, memasuki bisnis
jus buah, serta menerapkan SAP di seluruh kegiatan operasional.
2012 – Unilever Indonesia berhasil melipatgandakan bisnis dalam lima tahun dengan
penjualan lebih dari Rp27 triliun.
2013 – Peluncuran "Project Sunlight" yang bertujuan menginspirasi masyarakat
dalam menciptakan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak Indonesia dan
generasi penerus. Merayakan 80 tahun Unilever di Indonesia.
2014 – Peluncuran program "Bitobe untuk Indonesia" sebagai bagian dari komitmen
jangka panjang Lifebuoy untuk menciptakan Indonesia yang lebih sehat.
2015 – Pembukaan pabrik ke-9 di Cikarang dengan kapasitas produksi tahunan 7 juta
unit bumbu masak dan kecap.
2016 – Pemindahan kantor pusat Unilever Indonesia ke Green Building di BSD City,
Tangerang.
3
2017 – Unilever Indonesia memperingati 35 tahun pencatatan sahamnya di Bursa
Efek Indonesia, saham perusahaan meningkat lebih dari 1.570 kali.
2018 – Peluncuran kategori saus sambal dengan brand Jawara dan peluncuran brand
perawatan tubuh Korea Glow. Divestasi aset kategori spread dengan nilai transaksi
Rp2,8 triliun.
2019 – Pemegang saham menyetujui perubahan nilai nominal saham Unilever
Indonesia dari Rp10 per saham menjadi Rp2 per saham, efektif per 2 Januari 2020.
2020 – Peluncuran kampanye #MariBerbagiPeran dengan komitmen Rp200 miliar
untuk membantu masyarakat menghadapi pandemi Covid-19.
2021 – Pendirian "Unilever Muslim Centre of Excellence" (Unilever MCOE) sebagai
pusat ekonomi syariah dan wadah inovasi dan produk kebutuhan konsumen Muslim
Unilever di Indonesia dan dunia.
Sebagai bagian dari grup Unilever yang beroperasi di lebih dari 190 negara di
seluruh dunia, PT Unilever Indonesia memiliki kehadiran global yang kuat. Grup
Unilever dikenal sebagai salah satu perusahaan konsumen terbesar di dunia dengan
portofolio merek yang luas.
4
Indonesia berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan untuk menciptakan
produk baru yang inovatif dan ramah lingkungan, dengan tujuan memenuhi
kebutuhan dan preferensi konsumen.
Selain itu, PT Unilever Indonesia juga terlibat secara aktif dalam berbagai
kegiatan sosial dan program pemberdayaan masyarakat. Perusahaan ini melakukan
program-program seperti program air bersih, program kesehatan, pendidikan, dan
pemberdayaan ekonomi masyarakat, sebagai bagian dari tanggung jawab sosial
perusahaan. Dengan reputasi yang kuat dalam industri FMCG, PT Unilever Indonesia
konsisten dalam memberikan produk-produk berkualitas tinggi kepada konsumen,
sambil tetap memperhatikan keberlanjutan dan kepedulian lingkungan.
5
2. Tanggung Jawab, kami memiliki komitmen untuk bertanggung jawab karena
kami ingin menjaga konsumen, pelanggan dan karyawan, serta lingkungan
dan masyarakat dimana kami beroperasi. Kami mengemban tanggung jawab
1.4 Deskripsi Letak Geografis Perusahaan.
6
Gambar 1.2 Letak PT. Unilever Indonesia di Tanggerang
PT Unilever Indonesia memiliki beberapa lokasi di Tangerang, Banten. Berikut adalah
alamat lengkap dan letak geografis dari salah satu lokasi pabrik PT Unilever Indonesia
di Tangerang:
Lokasi pabrik ini terletak di Kawasan Industri Jababeka I, dekat dengan Jl. Raya
Narogong-Serang dan Jl. Raya Serang. Kawasan ini terletak di selatan Tangerang dan
dapat dijangkau melalui Jalan Tol Jakarta-Cikampek.
7
BAB 2
PROSES PRODUKSI
8
pemanasan. Lemak padat dirombak dengan dipanaskan, yang setelah itu membentuk
lapisan diatas permukaan air sehingga dapat diambil dengan mudah. Lemak ini
biasanya dicampur dengan minyak kelapa di ketel sabun atau penghidrolisis untuk
meningkatkan kelarutan sabun tersebut. Dalam pembuatan sabun, fatty grases (20%)
adalah bahan baku yang paling penting setelah lemak. Lemak greases dapat
didapatkan hewan domestik dimana bahan ini penting sebagai sumber gliserin dari
asam karboksilat.
Penambahan minyak kelapa pada pembuatan sabun sangatlah penting. Sabun
dengan bahan dasar minyak kelapa bertekstur kuat dan terlihat lebih mengkilat.
Minyak kelapa sebagian besar mengandung gliserida dari asam laurtat dan asam
myristat.
2.3 Proses kimia dalam Produksi dan Reaksi Kimia
Teknologi pembuatan sabun semakin berkembang. Computer mengontrol
otomatisasi pabrik dalam saponifikasi continuous oleh NaOH dan lemak, untuk
berproduksi dalam waktu 2 jam sama dengan pembuatan sabun secara
keseluruhan (lebih dari 300 t/ day) debuat dengan 2-5 hari dengan metode
traditional batch.
Prosedur ini melibatkan proses perombakan secara kontinyu, atau hidrolisis yang
dapat ditunjukkan pada tabel berikut ini.
Tallow + Hydrolysis (splitting fats) à tallow fatty acid
Tallow fatty acid + NaOH à sodium salt
Tallow of fatty acid + Builders, etc à soap
Setelah terjadi pemisahan gliserin, asam karboksilat dinetralisasikan menjadi
sabun. Proses kimia dasar dalam pembuatan sabun disebut saponifikasi, dengan
reaksi sebagai berikut:
3NaOH + (C17H35COOH)3C3H5 3C17H35COONa + C3H5(OH)3
Caustic soda gliseril stearat sodium stearat gliserin
Prosedur ini untuk merombak atau menghidrolisis lemak dan kemudian setelah
terpisah dari gliserin, asam lemak dinetralisasikan dengan larutan soda kaustik:
(C17H35COO)3C3H5 + 3H2O à 3C17H35COOH +C3H5(OH)3 C17H35COOH
+ NaOH à C17H35COONa + H2O
9
Biasanya lemak dan minyak dijual tidak terkomposisi gliserin dari asam lemak
satu pun, tetapi dalam bentuk campuran. Namun demikian, beberapa asam
lemak dengan kemurnian 90% atau lebih dapat ditempuh dengan proses yang
khusus.
Selanjutnya, perombakan secara countercurrent lemak ini dikondisikan dalam
keadaan vacuum untuk mencegah terjadinya oksidasi selama proses. Ini terisi dari
bawah dari menara hidrolisis yang berbentuk seperti palung dengan kecepatan
yang terkontrol yang akan memecah lemak menjadi tetesan tetesan. Menara
mempunyai ukuran dengan tinggi 20 meter dan berdiameter 60 cm, dirancang
dengan bahan stailess steel tipe 316. Minyak dimasukkan melalui bagian bawah
tanki menara, karena densitasnya relative kecil (lebih kecil dari densitas air), maka
lemak akan terangkat keatas dan sebagian kecil bahan lemak akan terlarut menjadi
cairan gliserin.
Pada waktu yang sama, H2O murni dimasukkan ke dalam menara melalui
bagian atas, sehingga inilah yang disebut dengan proses hidrolisis lemak secara
countercurret dimana proses ini akan mengekstrak gliserin yang terlarut dalam
lemak. Kedua aliran ini bereaksi dalam keadaan tekanan dan suhu tinggi. setelah
perombakan selesai, asam lemak keluar dari bagian atas menara, sedangkan
larutan gliserin keluar dari bawah menara yang otomatis akan terkontrol pada
settling tank. Meskipun campuran asam lemak yang dihasilkan dari metode di atas
digunakan sebagai bahan pembuatan sabun, asam lemak dapat diproduksi sebagai
produk keluaran, dan dapat dipisahkan lagi menjadi komponen yang berguna.
Komposisi asam lemak dari perombakan tergantung pada lemak atau minyak yang
dimasukkan. Pada umumnya yang digunakan untuk produksi asam lemak meliputi
lemak hewani, minyak kelapa, palm, biji kapas dan minyak kedelai.
Proses lama yang banyak digunakan adalah panning dan pressing. Proses
kristalisasi fraksional ini terbatas pada campuran asam lemak dimana yang siap
untuk dipadatkan seperti Tallow Fatty Acid. Lelehan asam lemak mengalir ke
panic, didinginkan, dibungkus dengan kain goni, dan ditekan. Pengekstrakan ini
dapat direalisasikan pada penghasilan minyak merah (umumnya oleic acid ) dari
padatan asam stearat. Total angka penekanan dapat mengindikasikan kemurnian
produk. Untuk memisahkan asam lemak dari rantai panjang yang berbeda dapat
10
ditempuh dengan cara distilasi, vacuum distillation adalah yang umum digunakan.
Dibawah ini merupakan susunan prinsip pembuatan sabun padat:
1) Pengangkutan lemak dan minyak.
2) Pengangkutan dan pembuatan soda kaustik.
3) Pencanpuran katalis, ZnO, dengan leburan lemak dan pemanasan pada
tanki pencampur.
4) Lemak panas dan katalis masuk ke dalam menara hidrolisis melalui
bagian bawah.
5) Perombakan lemak terjadi secara countercurrent di dalam hydrolyzer pada
suhu 2500C dan tekana 4,1 MPa. butiran lemak akan naik ke atas
berlawanan dengan fase cairnya.
6) Fasa cairnya (H2O) akan melarutkan rombakan gliserin (±12%), jatuh ke
bawah dan terpisah.
7) Kemudian fasa gliserin-air di uapkan dan dimurnikan. Didapatkan
gliserin. 20. Fasa asam lemak yang keluar dari bagian atas hydrolizer
dikeringkan dalam flash tank menggunakan cahaya kilasan dan
dipanaskan dengan cepat.
8) Di dalam high-vacuum still, asam lemak didistilasi dari bawah.
9) Sabun di bentuk dengan melanjutkan penetralisasian menggunakan 50%
soda kaustik dalam mixer-neutralizer dengan kecepatan tinggi.
10) Sabun murni ini dibebaskan pada suhu 93oC kedalam tanki pencampuran
dengan digoncangkan secara perlahan untuk keluar dari penetralisasian.
Pada saat ini sabun murni dapat dianalisis: 0.002 hingga 0.10 % NaOH,
0.3 hingga 0.6% NaCl, dan ±30% H2O. sabun murni ini dapat diolah,
dipotong atau dikeringkan, tergantung pada permintaan produk. Diagram
alir pada gambir 29.3 menggambarkan proses finishing sabun padat.
11) Proses finishing ini dapat di detailakan: tekanan yang dilakukan pada
sabun murni mencapai 3.5 MPa, dan sabun dipanaskan pada suhu 200 oC
dalam steam exchanger dengan tekan tinggi. Sabun panas ini, dilepaskan
pada tanki yang bertekanan atmosfer, dimana dikeringkan (hingga
mencapai 20 %) karena larutan sabun dapat terbentuk diatas titik didihnya
pada tekanan atmosfer. Pada hubungan ini, pasta sabun dicampur dengan
11
udara dalam mesin, dimana sabun juga didinginkan oleh sirkulasi air laut,
yang kemudian keluar dari 105oC menjadi 65oC. Pada temperatur ini,
sabun dilanjutkan dengan pemotongan dengan ukuran sabun padat. Lalu
segera didinginkan, dicap, dan dibungkus dengan operasi mesin. Proses
ini berlangsung selama 6 jam.
12
2. Pengolahan Lebih Lanjut
-> Membersihkan dan memproses lemak untuk menghilangkan kotoran dan zat-
zat tak diinginkan lainnya.
3. Proses Saponifikasi
-> Melibatkan reaksi kimia antara lemak dan alkali untuk membentuk senyawa
sabun.
-> Lemak dipecah menjadi gliserol dan asam lemak, kemudian asam lemak
bereaksi dengan alkali membentuk senyawa sabun.
4. Pencucian
-> Proses ini melibatkan pencucian campuran hasil saponifikasi dengan air untuk
menghilangkan residu alkali, garam, dan senyawa tak larut lainnya.
5. Pewarnaan dan Pewangan (Opsional)
-> Pewarna dan pewangi dapat ditambahkan pada campuran sabun untuk
memberikan warna dan aroma yang diinginkan.
6. Pengecoran dan Pemotongan
-> Campuran sabun cair dituangkan ke dalam cetakan dan dibiarkan mengeras.
-> Kemudian sabun yang telah mengeras dipotong menjadi bentuk-bentuk yang
diinginkan, seperti batangan atau bentuk lainnya.
7. Pengeringan dan Penyimpanan
-> Sabun yang telah dipotong harus dikeringkan dengan baik sebelum disimpan
dan dikemas dalam wadah yang sesuai.
8. Pengemasan
-> Sabun yang telah dikeringkan kemudian dikemas dalam kemasan yang sesuai,
seperti kotak atau kemasan plastik, untuk menjaga kebersihan dan mempertahankan
kualitas sabun.
9. Distribusi dan Penjualan
-> Sabun siap untuk didistribusikan dan dijual kepada konsumen.
10. Penggunaan
-> Konsumen menggunakan sabun sesuai dengan kebutuhan untuk membersihkan
diri atau berbagai keperluan lainnya.
13
2.5 Pengelolaan Limbah
Industri secara umum memiliki dampak terhadap lingkungan, salah satunya
adalah limbah yang dihasilkan selama proses produksi hingga penghasilan produk
akhir oleh Unilever. Dampak lingkungan yang dihadapi Unilever dapat dibagi
menjadi dampak yang berasal dari faktor eksternal dan faktor internal. Dampak
eksternal meliputi penggunaan sumber daya dan energi, sedangkan dampak internal
meliputi limbah cair dan sampah yang dihasilkan dari kegiatan industri.
Oleh karena itu, Unilever telah menerapkan Sistem Pengelolaan Lingkungan atau
Environment Management System (EMS) berdasarkan standar ISO 14001. Sistem ini
dirancang untuk memantau, mengendalikan, dan mengurangi dampak lingkungan
yang dihasilkan oleh kegiatan industri Unilever. Dengan menerapkan sistem ini,
Unilever berupaya untuk meningkatkan efisiensi dalam proses produksi dan
mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkan.
Melalui penerapan EMS berdasarkan ISO 14001, Unilever berkomitmen untuk
mengelola secara bertanggung jawab dampak lingkungan yang terkait dengan
kegiatan industri mereka. Tujuannya adalah untuk menjaga keselarasan antara proses
produksi yang efisien dan perlindungan lingkungan yang berkelanjutan. Dengan
demikian, Unilever berupaya untuk mengurangi kontribusi mereka terhadap
perubahan iklim dan dampak negatif yang dihasilkan oleh kegiatan industri.
Proses yang dilakukan Unilever dari produksi sampai pascaproduksi dapat
digambarkan pada gambar dibawah ini:
a) Pengelolaan limbah yang ada di PT. Unilever Indonesia dengan menggurangi
penggunaan air dan energi.
14
Pada gambar diatas digambarkan proses dari produksi sampai penggunaan kepada
konsumen. Selanjutnya untuk proses yang dilakukan setelah penggunaan sudah
digambarkan jelas bahwa hasil dari penggunaan tersebut akan dilakukan proses
pengelolaan seperti landfill, reuse or return, recycle dan compost (untuk bahan yang
biodegradable seerti plastik dan kertas). Dalam ekstraksi bahan baku akan dilakukan
composting, dalam proses packaging akan di lakukan recycle dengan menjadikan
produk yang gagal untuk diolah kembali, selanjutnya dalam proses yang dilakukan
retail akan dilakukan reuse atau return jika terdapat produk yang sudah expired dan
setelah pembuangan akan dilakukan penyelesaian dengan metode landfil
(pemusnahan) (PT Unilever Indonesia, 2018).
Sejak tahun 2003, Unilever telah melakukan upaya serius untuk mengurangi
limbah, terutama dalam hal penggunaan energi dan air. Sebagai contoh, Unilever telah
menerapkan berbagai program di pabrik mereka untuk mengurangi konsumsi energi.
Hasil dari program ini adalah pengurangan sebesar 37% dalam penggunaan energi
pabrik dibandingkan dengan tahun 2005. Selain itu, pabrik Unilever di Rungkut juga
berhasil mengurangi kebutuhan air dan pembuangan air limbah dari proses produksi.
Mereka mencapai ini dengan memasang unit pengolah air limbah reverse osmosis,
sebuah teknologi canggih dalam pengolahan air limbah. Teknologi ini memungkinkan
pengolahan air limbah yang telah didaur ulang untuk digunakan kembali dalam sistem
boiler dan menara pendingin. Namun, limbah domestik seperti dari toilet dan aktivitas
pencucian masih dikirimkan ke saluran limbah milik kawasan industri. Ninita (2016)
Unilever telah mengambil langkah-langkah untuk penanganan limbah Bahan
Berbahaya Beracun (B3). Limbah B3 disimpan dalam ruang penyimpanan khusus
sebelum dibuang ke PT. Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI), sebuah
perusahaan pembuangan limbah B3 yang memenuhi standar lingkungan Indonesia
dan internasional. Limbah padat dari kegiatan pencucian reaktor dianggap limbah B3
dan dikirim ke PPLI untuk pengolahan yang tepat.
Untuk limbah yang tidak berbahaya, Unilever bekerja sama dengan Asosiasi
Industri Daur Ulang Plastik Indonesia (AIDUPI). Mereka memanfaatkan kemasan
yang tidak terpakai atau bahan plastik lainnya untuk membuat produk plastik seperti
ember atau keset. Limbah lain seperti drum kosong dan palet juga dikirimkan kepada
mitra untuk digunakan kembali atau didaur ulang.
15
Selain itu, Unilever juga berusaha mengurangi jumlah limbah tidak berbahaya
yang dihasilkan pabrik, termasuk limbah domestik serta produk dan kemasan yang
tidak layak jual atau pakai. Mereka berusaha untuk memanfaatkan kembali atau
mendaur ulang limbah tersebut. Limbah yang tidak dapat digunakan kembali atau
didaur ulang akan dibuang ke tempat pembuangan akhir. Sejak 2004, lebih dari 4.800
ton limbah pabrik Unilever telah digunakan kembali atau didaur ulang oleh pihak
ketiga.
b) Pengelolaan limbah yang ada di PT. Unilever Indonesia dengan menggunakan
teknologi dan non teknologi
Dalam pengelolaan limbah, pemanfaatan teknologi menjadi hal yang penting dan
dinilai wajib untuk dimiliki setiap industri. Teknologi pengelolaan limbah industri
harus fokus pada pemanfaatan kembali limbah di industri sekitarnya. Dengan
menggunakan teknologi yang tepat, pengelolaan sampah yang dihasilkan oleh industri
dapat dikelola dengan baik, sehingga konsep Zero Waste dapat terus digalakkan.
Pada tahun 2018, Unilever menerapkan pendekatan Circular Economy, yang
merupakan konsep untuk mengubah barang pada akhir masa kerjanya menjadi sumber
daya bagi orang lain. Pendekatan ini bertujuan untuk menutup lingkaran dalam
ekosistem industri, meminimalkan limbah, dan mengadopsi metode berkelanjutan.
Dengan menerapkan pendekatan ini, Unilever dapat mengelola semua bahan dan
limbah dalam siklus bisnisnya secara bertanggung jawab. Limbah harus digunakan
kembali atau didaur ulang agar tidak ada pembuangan ke lingkungan.
Unilever berfokus pada tiga pilar dalam pengelolaan lingkungan, yaitu limbah,
air, dan energi. Hal ini menunjukkan komitmen Unilever untuk mengurangi dampak
lingkungan melalui pengelolaan yang baik terhadap limbah industri, penggunaan air
yang efisien, dan penggunaan energi yang lebih hemat.
1. Teknologi CreaSolv®
Pada tahun 2017, Teknologi CreaSolv® telah digunakan untuk mendaur ulang limbah
plastik fleksibel menjadi bahan baku. CreaSolv® adalah salah satu teknologi pertama
yang digunakan untuk daur ulang limbah kemasan fleksibel setelah digunakan oleh
konsumen. Terletak di Sidoarjo, Jawa Timur, CreaSolv® dianggap sebagai solusi
yang sangat efisien dalam pengelolaan limbah sachet. Pada akhir tahun 2018, lebih
dari tiga ton sampah plastik dikumpulkan setiap hari untuk diproses menggunakan
16
CreaSolv®. Proses yang dilakukan untuk mendaur ulang limbah plastik adalah
sebagai berikut:
17
Upaya terbaru adalah pengadaan Refill Station untuk pengisian ulang produk tertentu.
Pada Februari 2020, Refill Station pertama dihadirkan di Bintaro sebagai contoh
penerapan ekonomi sirkular dengan mengedepankan penggunaan kembali dan daur ulang
serta mereduksi plastik. Refill Station ini bertujuan mendukung Indonesia bebas polusi
plastik 2024 dan menjadi alternatif bisnis berkelanjutan dan ramah lingkungan.
1. Pemanfaatan Energi menggunakan Biomassa
Upaya yang telah dilakukan Unilever untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK)
sudah cukup banyak seperti, Pemasangan Panel Surya yang terpasang di pabrik maupun
di kantor. Pemanas surya juga telah dipasang untuk memasok air panas ke proses
produksi. Di Pabrik area Rungkut, pemasangan panel surya dapat menghemat energi 6,7
GJ per hari. Bentuk upaya lain untuk mengurangi konsumensi energi termasuk:
1) Pemasangan motor efisiensi tinggi di jalur pengemasan
2) Pemasangan pemanas beban otomatis
3) Pengurangan kebocoran udara terkompresi dan peningkatan kinerja
kompresor udara
4) Peningkatan kinerja HVAC
5) Pemasangan blowdown otomatis dan kontrol TDS untuk boiler
6) Pemasangan inverter untuk pompa transfer
7) Pemasangan Ozone treatment
8) Penggantian steam trap
Berikut ini pencapaian penurunan energi yang dihasilkan sejak tahun 2008 menurut
laporan kinerja lingkungan tahunan:
18
Gambar Penurunan Energi dan Emisi CO2 Unilever Indonesia tahun 2008-2018
Berdasarkan grafik diatas dapat disimpulkan bahwa Pengurangan konsumsi
energi memberikan kontribusi yang signifikan untuk mengurangi emisi GRK. Ini
menunjukkan bahwa intensitas energi dan emisi CO2 telah menurun secara konsisten
sejak 2008. Selain itu, karena harga energi dari gas alam terus meningkat, pada tahun
2017 energi berbiaya rendah termasuk batubara, biomassa, berbasis kayu dan etanol
telah dilakukan penilaian. Sejalan dengan program Unilever USLP, cangkang inti
sawit dipilih untuk pemanfaatan biomassa karena alasan berikut ini:
a. Ketersediaan teknologi terbaru untuk biomassa di pabrik Unilever lain di
seluruh dunia
b. Ketersediaan dan kontinuitas bahan baku cangkang sawit di Indonesia,
khususnya dari Sumatera dan Kalimantan.
c. Hanya membutuhkan area kecil
d. Harga tetap bahan baku selama 5 tahun, memastikan pasokan ketika inflasi
meningkat.
Pemanfaatan biomassa adalah pemanfaatan dari bahan organik yang dihasilkan
melalui proses fotosintetik, baik berupa produk maupun buangan (Arhamsyah, 2010).
Biomassa adalah satu-satunya sumber karbon yang mengandung energi alami lainnya
yang jumlahnya cukup besar untuk digunakan sebagai pengganti bahan bakar fosil
19
(Sharukh Khan, Vivek Paliwal, Vikrant Vikram Pandey, Vijay Kumar, 2015).
Pemanfaatan energi biomassa terbukti telah memberikan penghematan energi dan nol
emisi CO2 dengan mengurangi tagihan energi sebesar 40%.
Penerapan teknologi konversi biomaasa yang dilakukan unilever adalah
Gasfikasi. Gasifikasi adalah suatu proses konversi untuk merubah material baik cair
maupun gas dengan menggunakan temperatur tinggi (Rohman, 2009). Proses
gasifikasi menghasilkan produk bahan bakar cair yang bersih dan efisien dari pada
pembakaran secara langsung, yaitu hidrogen dan karbon monoksida. Gas hasil dapat
di bakar secara langsung pada internal combustion engine atau reaktor pembakaran.
Melalui proses Fische-Tropsch gas hasil gasifikasi dapat di ekstrak menjadi methanol
20
D. Boiler : Boiler menghasilkan air panas, uap, minyak panas, atau udara
panas tergantung pada persyaratan sistem. Dalam sistem tertentu, turbin
tekanan balik dapat ditambahkan untuk menghasilkan listrik.
E. ESP / electrostatic precipitator : Setelah keluar dari boiler, gas buang
dibersihkan dalam precipitator elektrostatik untuk menghilangkan hingga
98% dari partikel.
21
Gambar Penurunan COD di Unilever 2008-2018
Beberapa upaya lain yang dilakukan Unilever untuk mengurangi konsumsi air
dalam produksi adalah:
a. Mengembalikan penggunaan air dari proses bersih-di-tempat (clean-in-
place/CIP)
b. Meningkatkan nilai Ph pada instalasi pengolahan air limbah
c. Meningkatkan kadar gliserin mentah dan mengurangi carry over
d. Melakukan perubahan perencanaan proses produksi
e. Mengontrol blowdown secara otomatis dan Total Dissolved Solids (TDS)
untuk boiler
f. Menerapkan teknologi ozone treatment untuk menghilangkan lumpur
limbah industri
Dengan berbagai upaya tersebut, Unilever berkomitmen untuk mengurangi dampak
penggunaan air akibat kegiatan produksinya (PT Unilever Indonesia, 2018).
3. Pengurangan pada Limbah B3 dan Non B3
Unilever Indonesia menerapkan pendekatan pengelolaan limbah secara
berkelanjutan berdasarkan siklus hidup penuh (full life cycle approach) dengan
mengurangi, menggunakan kembali, mendaur ulang, dan menghilangkan limbah. Upaya
yang dilakukan dalam mengurangi limbah B3 (berbahaya) dan Non B3 (tidak
berbahaya) antara lain (PT Unilever Indonesia, 2018):
i. Penurunan Limbah B3
a. Pergantian bahan kimia pengolahan air limbah
b. Mendaur ulang limbah laboratorium
c. Optimalisasi beltpress untuk mengurangi kadar air lumpur
22
d. CT sludge natural drying untuk pegeringan lumpur alami
e. Mengurangi glycerine carry over
f. Penggunaan minyak pelumas sesuai umurnya
g. Optimalisasi sudut scrapper untuk mengurangi limbah h. Mengolah kembali
pasta gigi, debu sabun halus dan sabun.
ii. Penurunan Limbah Non B3
a. Mengembalikan kemasan ke pemasok
b. Memisahkan limbah dengan cara yang lebih konsisten untuk mengoptimalkan
pemanfaatannya
c. Meningkatkan kerja sama dengan pemasok untuk mengurangi limbah
menggunakan pendekatan pengurangan, penggunaan kembali, dan daur ulang
d. Mendaur ulang sampah kebun dan pekarangan menjadi kompos
e. Zero waste canteen. Unilever membuat perjanjian dengan penyedia kantin
untuk mengimplementasikan program zero to landfill
23
Grafik menunjukkan penurunan total limbah Unilever dari 39,40 kg/ton pada
2010 menjadi 26,05 kg/ton pada 2018 atau penurunan 13,35 kg/ton. Penurunan ini
cukup baik bagi perusahaan besar seperti Unilever. Upaya terus dilakukan walau
menghilangkan limbah B3/Non B3 masih sulit, terutama industri yang menggunakan
bahan kimia.
Daur ulang limbah menjadi tujuan untuk memminimalisir limbah. Contohnya
program Bank Sampah bekerjasama KLHK, dimana Unilever mendukung 2.816 dari
5.244 bank sampah di Indonesia. Program ini memberdayakan masyarakat
mengumpulkan, memisahkan, dan mendaur ulang sampah menjadi tabungan.
Pada 2018, Unilever melibatkan sekolah dalam mendirikan bank sampah,
menghasilkan pertumbuhan anggota 24,76%. Program ini diimplementasikan di 37
kota di 12 provinsi. Diharapkan bank sampah dapat membantu mengumpulkan
sampah yang dihasilkan Unilever untuk pengolahan menggunakan Teknologi
CreaSolv®, mengingat perlunya kesadaran memisahkan sampah.
24
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
3.1.1 Proses kimia dalam produksi dan Reaksi Kimia
Kemampuan komputer untuk mengendalikan otomatisasi pabrik secara
efisien telah mengubah cara tradisional pembuatan sabun menjadi proses yang
lebih cepat dan terkontrol dengan baik. Proses saponifikasi kontinu yang
melibatkan reaksi antara lemak dan NaOH telah dipermudah dengan adopsi sistem
komputerisasi, yang memungkinkan produksi sabun dalam waktu dua jam,
dibandingkan dengan metode batch tradisional yang memakan waktu 2-5 hari
untuk memproduksi sabun dalam jumlah yang sama.
Melalui proses saponifikasi, reaksi kimia antara lemak dan NaOH terjadi
untuk menghasilkan sabun, dengan tahap awal melibatkan hidrolisis atau
pemecahan lemak menjadi asam lemak. Setelah gliserin dipisahkan, asam
karboksilat dinetralisasikan menjadi sabun. Selama proses ini, perombakan
kontinu dari lemak terjadi dalam kondisi tekanan dan suhu yang dikontrol secara
ketat. Pada saat yang sama, proses ini memanfaatkan teknologi vakum untuk
mencegah oksidasi dan mempertahankan kualitas bahan selama proses.
Menara hidrolisis yang dirancang khusus memungkinkan pemisahan asam
lemak dari gliserin dengan menggunakan prinsip countercurrent. Pada tahap ini,
lemak dimasukkan ke dalam menara dari bagian bawah, sedangkan air
dimasukkan dari bagian atas untuk menghasilkan reaksi yang diperlukan. Setelah
pemisahan gliserin dan asam lemak, keduanya diperoleh dalam bentuk yang dapat
digunakan untuk berbagai tujuan industri, termasuk pembuatan sabun dan produk
turunannya.
Selain itu, proses produksi melibatkan langkah-langkah tambahan seperti
distilasi untuk memisahkan asam lemak berdasarkan berat molekulnya dan
pemurnian gliserin. Proses ini memastikan bahwa komponen yang dihasilkan
memiliki kemurnian yang sesuai dengan standar industri. Proses akhir melibatkan
pembentukan sabun padat melalui proses pencampuran, pengeringan, dan
25
pemotongan, yang kemudian diikuti dengan pengemasan sesuai dengan
persyaratan produk akhir.
Secara keseluruhan, pengembangan teknologi dalam produksi sabun telah
membawa perubahan signifikan dalam efisiensi produksi dan kualitas produk.
Dengan adopsi proses saponifikasi yang terotomatisasi dan dilengkapi dengan
teknologi kontrol mutakhir, industri pembuatan sabun dapat terus berinovasi dan
meningkatkan kapasitas produksi untuk memenuhi permintaan pasar yang
terus berkembang.
26
Unilever juga telah fokus pada pengurangan limbah B3 dan Non B3 melalui
berbagai strategi seperti pengurangan limbah kimia, pengolahan kembali limbah,
pengembangan bank sampah, dan kerja sama dengan mitra industri untuk
mendaur ulang limbah. Langkah-langkah ini menegaskan komitmen mereka
terhadap pengelolaan limbah yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Melalui berbagai inisiatif ini, Unilever telah menunjukkan bahwa praktik
industri yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dapat diintegrasikan ke
dalam operasi sehari-hari perusahaan. Dengan terus meningkatkan kesadaran,
inovasi, dan kolaborasi dengan berbagai pihak terkait, Unilever memberikan
contoh yang baik dalam menerapkan praktik industri yang berkelanjutan, dengan
harapan akan menjadi teladan bagi industri lainnya. Dengan memperhatikan
dampak lingkungan dari produksi hingga pemrosesan limbah, Unilever telah
menunjukkan komitmen nyata mereka terhadap keberlanjutan dan
perlindungan lingkungan.
3.2 Saran
3.2.1 Proses kimia dan produksinya
1. Pertimbangkan untuk terus menginvestasikan sumber daya dalam penelitian
dan pengembangan teknologi untuk memperbaiki proses saponifikasi yang ada.
Hal ini dapat mencakup penggunaan sensor yang lebih canggih dan sistem kontrol
otomatis yang lebih presisi untuk memastikan efisiensi dan kualitas produksi yang
optimal.
27
keterampilan yang diperlukan untuk mengoperasikan sistem dengan efektif dan
meminimalkan risiko kegagalan produksi.
28
DAFTAR PUSTAKA
Artira, J. (2005, April 20). Unilever. Retrieved from www.unilever.co.id:
https://jurnal.anfa.co.id/index.php/mufakat/article/view/1159/1127
Dwianto, M. D. (2019, Juli 31). Unilever Investasi Rp 156 Miliar Dirikan Pabrik Daur
Ulang. (R. Wulandhari, Interviewer)
eflita. (2021). Proses Pembuatan Sabun dan Detergent. Scribd, 13-37.
29