Anda di halaman 1dari 23

2.

11 Penanganan Infeksi Odontogenik yang Spesifik Berdasarkan Jenis Infeksi

Berikut ini adalah cara penangan infeksi odontogenik yang spesifik

berdasarkan jenis infeksinya:6

2.11.1 Intraalveolar Abscess

Penanganan diutamakan dalam menghilangkan rasa nyeri dan selanjutnya

apabila gigi masih dapat dipertahankan lebih baik dipertahankan. Drainase

diutamakan dilakukan lewat saluran akar. Gigi di open bor menggunakan highspeed

handpiece dengan tekanan seringan mungkin. Materi nekrotik harus dihilangkan dari

kavum pulpa dan saluran akar. Jika drainase lewat saluran akar tidak dimungkinkan,

dapat dilakukan penanganan dengan cara trepanasi. Trepanasi dilakukan apabila

posisi ujung akar terlihat dari rontgen. Prosedurnyaadalah dengan menginsisi mukosa

bukal yang dekat dengan ujung akar, lalu mukosa diangkat dan setelah tulang telihat,

dengan menggunakan bur bulat dalam putaran rendah, tulang dilubangi. Selalu

disertai irigasi dengan larutan saline. Setelah drainase tercapai, mukosa dapat ditutup

dan dijahit kembali tanpa memakai drain.

Gambar . Abses Intraalveolar. (A) Ilustrasi yang Menggambarkan pada Rongga Alveolar
Dibawah Akar Gigi; (B) Insisi dan Drainase Abses Intraalveolar dari Pembukaan Kavum Pulpa dan
Saluran Akar (Tanda Panah Menunjukkan Eksudat Purulen).6
Gambar . Trepanasi Regio Bukal Tulang Alveolar. (A) Ilustrasi Gambar; (B) Penampakan
Klinis.6

2.11.2 Subperiosteal Abscess

Penatalaksanaan abses jenis ini adalah dengan insisi drainase intraoral. Insisi

dilakukan pada mukosa dengan memperhatikan anatomi pembuluh darah besar dan

saraf pada daerah tersebut. Scalpel blade harus sampai menyentuh tulang untuk

drainase yang lebih baik.

Gambar . Abses Subperiosteal pada Regio Bukal. (A) Ilustrasi yang Memperlihatkan

Akumulasi Pus Antara Tulang Dan Periosteum; (B) Penampakan Klinis Abses Subperiosteal. 6
Gambar . Insisi Abses Subperiosteal. (A) Ilustrasi Penggunaan Scalpel no. 11 untuk
Melakukan Insisi dan Drainase.6

2.11.3 Submucosal Abscess

Insisi dibuat superfisial, lalu masukkan hemostat ke dalam lubang insisi untuk

memperbesar jalur drainase. Tempatkan drain pada lubang insisi dan hingga lubang

drainase dapat bertahan hingga 2 hari. Insisi drainase untuk abses palatal harus lebih

hati-hati untuk mencegah terjadinya cedera arteri, vena dan saraf palatina. Oleh

karena itu insisi tidak dilakukan tepat pada daerah tersebut, tetapi lebih ke arah

gingiva atau ke arah midline dengan arah insisi paralel dengan lengkung gigi. Jalur

drainase diperlebar dengan hemostat bengkok.

Gambar . Abses Submukosa pada Regio Bukal Maksila. (A) Ilustrasi yang Memperlihatkan
Akumulasi Pus pada Mukosa Bukal; (B) Penampakan Klinis Abses Submukosa pada Regio Vestibular
Fold.6
Gambar . Insisi dan Drainase Abses Submukosa. Insisi Dilakukan pada Jaringan yang
Fluktuasinya Maksimum untuk Memastikan Agar Seluruh Pus Terdrainase.6

Gambar . Penggunaan Hemostat (Arteri Klam) untuk Memperluas Rongga Abses, Sehingga
Pus Didalamnya dapat Keluar.6

Gambar . Drain Dipertahankan pada Posisinya dengan Jahitan.6

Gambar . Abses Submukosa pada Regio Palatal Maksila. (A) Ilustrasi yang Memperlihatkan
Akumulasi Pus pada Regio Palatal; (B) Penampakan Klinis Abses Submukosa pada Regio Anterior
Palatum Keras.6
Gambar . Insisi dan Drainase Abses Submukosa. Insisi Dilakukan pada Jaringan yang
Fluktuasinya Maksimum untuk Memastikan Agar Seluruh Pus Terdrainase.6

Gambar . Penggunaan Hemostat (Arteri Klam) untuk Memperluas Rongga Abses,


SehinggaPus Didalamnya dapat Keluar; (B) Drain Dipertahankan dengan Jahitan. 6

2.11.4 Subcutaneous Abscess

Setelah anestesi dilakukan, insis dilakukan hanya pada lapisaan kulit pada

daerah paling rendah dari pembengkakan. Perhatikan anatomi pembuluh darah dan

saraf pada daerah yang akan diinsisi. Setelah insisi dibuat, masukkan hemostat pada

daerah akumulasi pus, dan ketika hemostat ditarik keluar, pertahankan paruh

hemostat pada posisi terbuka. Pijat dengan lembut daerah akumulasi pus hingga pus

habis. Pasang drain, dan pertahankan lubang insisi hingga 2 – 3 hari hingga pus

kering.
Gambar . Abses Subkutaneus. (A) Ilustrasi yang Menggambarkan Terkumpulnya Massa Pus
pada Regio Dibawah Lapisan Kulit; (B) Penampakan Klinis Pembengkakan Subkutaneus Regio Kanan
Mandibula.6

Gambar . Penatalaksanaan Klinis Abses Subkutaneus. (A) Anastesi Infiltrasi pada Jaringan
yang Tidak Mengalami Pembengkakan; (B) Insisi pada Daerah yang Tidak
Mengganggu Estetik dan Sejajar Garis Wajah, pada Posisi yang Drainasenya Dibantu
Gravitasi; (C) Diperluas dengan Menggunakan Arteri Klam, dan Lakukan Penekanan
Ringan dari Regio Atas Abses untuk Membantu Mengeluarkan Pus; (D) Pemasangan
Drain; (E) Ditutup dengan Kassa Steril.6
2.11.5 Abscess of Base of Upper Lip

Insisi drainase dilakukan pada daerah mukobukofold searah paralel dengan

prosesus alveolaris. Lalu masukkan hemostat ke dalam lubang insisi hingga mencapai

tulang pada daerah apeks gigi fokus infeksi. Pasang drain dan pertahankan lubang

insisi hingga pembengkakan mereda.

Gambar . Abscess of Base of Upper Lip. (A) Ilustrasi yang Menggambarkan Terkumpulnya
Massa Pus pada Jaringan Dibawah Bibir Atas; (B) Penampakan Klinis
Pembengkakan Setengah Regio Bibir Atas; (C) Rontgen Periapikal dari Gigi yang
Mengalami Abses; (D) Penampakan Klinis Mukosa Bibir Atas yang Mengalami
Abscess of Base of Upper Lip.6
Gambar . Penatalaksanaan Klinis Abscess of Base of Upper Lip.6

2.11.6 Canine Fossa Abscess

Insisi drainase dilakukan intraoral di daerah mukobukofold sejajar dengan

tulang alveolar di daerah kaninus. Masukkan hemostat hingga daerah terdalam dari

akumulasi pus dan menyentuh tulang. Palpasi derah infraorbital dengan tekanan

ringan. Pasang drain untuk mempertahankan lubang insisi.

Gambar . Canine Fossa Abscess. (A) Ilustrasi yang Menggambarkan Terkumpulnya Massa Pus
pada Fossa Canina; (B) Penampakan Klinis Pembengkakan Ekstra Oral Regio Infra Orbita dan
Nasolabial Fold yang Berwarna Kemerahan.6
Gambar . Penatalaksanaan Klinis Canine Fossa Abscess. Insisi dan Drainase Dilakukan pada
Regio Vestibular Fold.6

2.9.4.7 Buccal Space Abscess

Insisi drainase untuk kasus abses spasia bukal dilakukan secara intraoral,

dengan alasan:

1. Hampir pada semua kasus, fluktuasi abses ke arah intraoral;

2. Menghindari cedera saraf fasial, dan sebagai alasan estetik.


Gambar . Buccal Space Abscess. (A) Ilustrasi yang Menggambarkan Terkumpulnya Massa Pus
ke Regio Lateral dari Otot Buccinator; (B) Penampakan Klinis Pembengkakan Ekstra Oral Regio
Kanan Pipi.6

Insisi intraoral dibuat pada daerah posterior mulut dengan arah anteroposterior

dan dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari cedera duktus parotikus.

Masukkan hemostat lalu eksplorasi daerah akumulasi pus. Insisi ekstraoral dilakukan

ketika akses intraoral tidak dapat menghasilkan drainase yang baik atau ketika pus

berada di dalam spasia. Insisi dibuat kurang lebih 2 cm di bawah tepi mandibula

dengan arah sejajar.6

2.11.8 Infratemporal Abscess

Insisi drainase dibuat pada intraoral, pada kedalaman mukobukofold yaitu

lateral/bukal dari M3 RA dan lebih ke medial dari prosesus koronoideus. Hemostat

dimasukan ke daerah akumulasi pus ke arah superior. Insisi drainase dapat pula

dilakukan ekstraoral pada kasus tertentu. Arah insisi adalah ke arah superior dan

memanjang hingga kurang lebih 3 cm. Titik awal insisi adalah pada daerah sudut

yang dibentuk dari prosesus frontalis dan prosesus temporalis dari tulang

zygomaticus. Masukkan hemostat bengkok hingga daerah akumulasi pus.


Gambar . Abses Infratemporal. (A) Ilustrasi yang Menggambarkan Terkumpulnya Massa Pus
Dalam Rongga Infratemporal; (B) Penampakan Klinis Pembengkakan Ekstra Oral Regio Zygomatic
Arch dan Edema Regio Dibawah Mata Kanan; (C) Insisi dilakukan secara Intra Oral pada Regio
Vestibular Fold.6

2.11.9 Temporal Abscess

Insisi drainase dilakukan dengan arah horizontal pada daerah tepi batas

rambut kurang lebih 3 cm diatas lengkung zygomaticus. Lalu dilanjutkan hingga dua

lapisan fasia temporal. Pakai hemostat bengkok untuk memperlebar jalur drainase. 6

2.11.10 Mental Abscess

Insisi drainase dapat dilakukan pada kedalaman mukobukofold jika fluktuasi

abses ke arah intraoral. Jika pus menyebar ke arah ekstraoral, insisi dilakukan pada

kulit sejajar dengan tepi dagu 1 – 1,5 cm posterior. Setelah drainase komplit, pasang

drain.6
Gambar . Abses Mental. (A) Ilustrasi yang Menggambarkan Terkumpulnya Massa Pus pada
Regio Anterior dari Simpisis Mandibula; (B) Penampakan Klinis Pembengkakan Ekstra Oral Regio
Mental.6

2.11.11 Submental Abscess

Insisi dilakukan di bawah dagu dengan arah horizontal dan sejajar dengan

tepi anterior dagu.6


Gambar . Penatalaksanaan Abses Submental. (A) Ilustrasi yang Menggambarkan
Terkumpulnya Massa Pus pada Regio Submental; (B) Abses Submental yang telah Mature Siap untuk
Dilakukan Insisi dan Drainase; (C) Infitrasi pada Jaringan Terdekat yang Tidak Mengalami Abses; (D)
Insisi yang Dilakukan dalam Arah Horizontal dan Sejajar Garis Inferior pada Regio Mental. 6

2.11.12 Sublingual Abscess

Insisi drainase dilakukan intraoral, daerah lateral dan sejajar ductus Wharton

dan saraf lingual. Untuk menentukan daerah akumulasi pus, gunakan hemostat untuk

eksplorasi ke arah inferior dalam arah anteroposterior dibawah kelenjar ludah.

Pasang drain bila drainase telah tuntas.6


Gambar . Abses Sublingual. (A) Ilustrasi yang Menggambarkan Massa Pus pada Regio
Sublingual; (B) Penampakan Klinis Pembengkakan Regio Mukosa Dibawah Dasar Mulut dengan
Karakteristik Lidah yang Terangkat ke Arah yang Berlawanan.6

Gambar . Penatalaksanaan Abses Sublingual.6

2.11.13 Submandibular Abscess


Insisi drainase dilakukan pada kulit kurang lebih 1 cm di bawah tepi inferior

mandibula dengan arah sejajar dengan tepi mandibula. Perhatikan anatomi pembuluh

darah dan persarafan wajah yang terdapat di daerah tersebut. Masukkan hemostat ke

lubang insisi lalu eksplorasi daerah akumulasi pus. Diseksi tumpul juga diarahkan ke

daerah medial permukaan tulang mandibular karena pus bisa terdapat pada daerah

tersebut. Pasang drain setelah drainase tuntas.6

Gambar . Abses Submandibular. (A) Ilustrasi yang Menggambarkan Terkumpulnya Massa Pus
pada Regio Dibawah Otot Mylohyoid; (B) Penampakan Klinis yang Memperlihatkan Pembengkakan
Area Posterior Kanan Mandibula.6
Gambar . Penatalaksanaan Abses Submandibular.6

2.11.14 Submasseteric Abscess

Penatalaksanaannya biasanya melalui insisi drainase intraoral, dimana insisi

dimulai dari prosesus koronoideus dan berjalan sepanjang batas anterior ramus

menuju mukobukofold hingga kirakira sampai daerah M2. Insisi bisa juga dilakukan

ekstraoral pada kulit, di bawah sudut mandibula. Lalu hemostat dimasukan sampai

daerah akumulasi pus hingga menyentuh tulang. Karena akses jauh dari daerah

akumulasi pus, maka drainase yang baik sulit tercapai sehingga kasus ini sering

kambuh kembali.(6)
Gambar . Submasseteric Abscess. (A) Ilustrasi yang Menggambarkan Terkumpulnya Massa
Pus pada Rongga Submasseter; (B) Penampakan Klinis Submasseteric Abscess.6

2.11.15 Pterygomandibular Abscess

Insisi drainase dilakukan intraoral pada daerah sepanjang mesial emporal

crest. Panjang insisi 1,5 cm dengan kedalaman 3 – 4 mm. Masukkan hemostat

bengkok ke arah posterior dan lateral hingga berkontak dengan permukaan medial

ramus.6

Gambar . Ilustrasi yang Menggambarkan Perkembangan Abses Dentoalveolar ke dalam


Spasia Fasial. (1. Abses Submandibular; 2. Abses Pterigomandibular; 3. Abses Parafaringeal; 4. Abses
Retrofaringeal).6
Gambar . Penatalaksanaan Klinis Abses Pterigomandibular.6

2.11.16 Lateral Pharyngeal Abscess

Insisi drainage dilakukan ekstra oral (seperti pada insisi kasus submandibular

abses) sepanjang 2 cm, dari inferior ke posterior daerah posterior dari body

mandibula. Masukkan hemostat ke daerah akumulasi pus, eksplorasi hingga

permukaan medial mandibula ke daerah M3 dan jika memungkinkan hingga belakang

daerah tersebut. Drain dipasang hingga lubang insisi bertahan 2 – 3 hari. Drainase

dapat dilakukan intraoral tetapi lebih sulit dan beresiko karena tingginya resiko

aspirasi terutama bila insisi dilakukan dalam NU.6

2.11.17 Retropharyngeal Abscess

Terapi dilakukan dengan drainase melalui daerah lateral spasia retrofaringeal,

dimana biasanya infeksi dimulai. Pemberian antibiotik merupakan keharusan.6

2.11.18 Parotid Space Abscess


Insisi yang lebar dilakukan pada posterior mandibula sepanjang batas

pembengkakan. Tindakan harus dilakukan sangat hati-hati agar tidak mencederai

cabang nervus fasialis. Drainase pus dicapai dengan diseksi tumpul menggunakan

hemostat yang dapat mengekspolarasi daerah akumulasi pus.

Gambar . Parotid Space Abscess. (A) Ilustrasi yang Menggambarkan Terkumpulnya Massa
Pus dalam Rongga Parotid; (B) Penampakan Klinis yang Memperlihatkan Pembengkakan Ekstra Oral
Regio Retromandibular yang Berwarna Kemerahan.6

Gambar . Penatalaksanaan Klinis Parotid Space Abscess.6


2.11.19 Cellulitis (Phlegmon)

Selain terapi bedah, penatalaksanaan selulitis harus disertai terapi obat.

Penisilin atau ampisilin dosis tinggi diberikan parenteral. Drainase dapat dilakukan

lebih dari satu tempat untuk evakuasi eksudat. Untuk kasus yang berat, pasien harus

dirawat di Rumah Sakit.(6)

Gambar . Cellulitis yang Terjadi dengan Etiologi Infeksi pada Gigi Mandibula Posterior. (A)
Ilustrasi yang Menggambarkan Regio Pembengkakan Terinflamasi yang Menyebar secara Difus yang
Meluas dari Regio Submandibular ke Infratemporal, dengan Akumulasi Pus pada Jaringan Dibawah
Gigi yang Mengalami Infeksi; (B) Penampakan Klinis Pembengkakan Ekstra Oral Regio Kiri,
Sehingga Wajah Menjadi Asimetri.6

Gambar . Penampakan Klinis Setelah 15 hari Dilakukan Post Op. Penatalaksanaan Insisi dan
Drainase.6
2.9.4.20 Ludwig’s Angina

Penatalaksanaannya melalui terapi bedah dan terapi obat dengan

menggunakan dua macam antibiotik. Terapi bedah harus dapat mengevakuasi semua

pus. Insisi dilakukan bilateral, ekstraoral, sejajar dan inferior dari batas mandibula di

daerah molar dan premolar. Di intra oral insisi dilakukan sejajar dengan duktus

kelenjar submandibula. Eksplorasi dilakukan untuk menghubungkan spasia-spasia

yang terinfeksi, dengan menembus septum yang memisahkannya hingga drainase

dapat tercapai dengan maksimal. Pasang drain hingga lubang insisi bertahan hingga 3

hari. Apabila terdapat sumbatan jalan nafas, maka harus dilakukan terapi bedah untuk

membebaskan jalan nafas.

Gambar . Cellulitis dengan Penampakan Klinis Ludwig’s Angina. (A) Ilustrasi yang
menggambarkan Regio Pembengkakan Terinflamasi yang Menyebar secara Difus pada Regio Anterior
dan Posterior Mandibula (5 Spasia Fasial), dengan Akumulasi Pus pada Jaringan dibawah Gigi yang
Mengalami Infeksi; (B) Penampakan Klinis Pembengkakan Ekstra Oral Regio Submental dan
Submandibular.6
Gambar . (A) Penampakan Klinis Intra Oral yang Memperlihatkan Pembengkakan Regio
Dasar Mulut dan Elevasi Lidah, dan Supurasi Rongga Sublingual (Rentan Terjadi
Asfiksia); (B) Insisi dan Drainase; (C) Pemasangan Drain pada Regio Insisi; (D) Penampakan Klinis 1
Bulan Post Op.6

DAFTAR PUSTAKA

1. Shankargouda Patil, Roopa S Rao, N Amrutha, D. S. Sanketh. Oral Microbial


Flora In Health. World J Dent. 2013;4(4):262–6.
2. Caviglia I TA& GG. Antimicrobial therapies for odontogenic infections in
children and adolescents. Literature review and clinical recomendations. J
Oral Res; 3(1) 50-56. 2014;XVIII(May 2016):50–6.
3. Fragiskos F D, D.D.S, Ph.D. 2007. Oral Surgery. Springer. Berlin, Germany.
P. 207 – 235.

4. Peterson Larry J, D.D.S., M.S . 2003. Contemporary Oral and Maxillofacial


Surgery. Fouth Edition. Mosby. St. Louise. p 367-376.
5. Topasian dkk. 2004. Oral and Maxillofasial Infection, 4 rd ed., WB saunders company,
Philadelphia, USA. p. 157-176.

6. Fragiskos F D, D.D.S, Ph.D. 2007. Oral Surgery. Springer. Berlin, Germany.


P. 207 – 235.

7. Roberto Lopez-Piriz, Lorenzo Aguilar, Maria Jose Gimenez. Management of


Odontogenic Infection of Pulpal and Periodontal Origin. Med Oral Palatal
Oral Cir Bucal. 2007;12:E154-9. P.155
8. Abubaker AO, Benson KJ. Oral and maxillofacial surgery secrets. 2nd ed. St. Louis :
Mosby Elsevier, 2007

9. Daud ME, Karasutisna T. 2001. Infeksi Odontogenik 1th ed. Bandung. Bagian Bedah
Mulut Fakultas Gigi Unpad. Hal 1-23

10. Peterson Larry J, D.Ds, MS.2003 Contemporary Oral and Maxillofacial


Surgery. Fourth Edition. Mosby. St Louise. P.367-376

11. Topasian dkk. 2004. Oral and Maxillofasial Infection, 4 rd ed., WB saunders company,
Philadelphia, USA. p. 157-176.

12. Pedersen, G. W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Alih Bahasa:
Purwanto; dan Basoeseno. Editor: L. Yuwono. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. p191-p219.

Anda mungkin juga menyukai