b. Mata pisau tetap tegak lurus dengan struktur yang akan dipotong. Apabila tindakan insisi
tidak tegak lurus dengan struktur yang akan dipotong maka menyebabkan flap akan sulit di
reposisi dan mempermudah terjadinya nekrosis pada jaringan tersebut.
c. Gerakan insisi tidak boleh terputus-putus dan menggunakan tekanan yang seimbang. Hal ini
bertujuan agar didapatkan kesembuhan yang cepat tanpa meninggalkan jaringan parut.
d. Dalam melakukan tindakan insisi perlu diperhatikan jaringan yang dianggap penting, seperti
pembuluh darah dan saraf agar tidak menyebabkan parastesi.
e. Insisi dilakukan pada daerah jaringan yang sehat atau didukung oleh tulang yang tidak rusak
(Richard dan Walton, 2003).
2. Eksisi
Biasanya digunakan untuk lesi yang berdiri sendiri dengan diameter kurang dari 1 cm, terapi bedah
eksisi hanya digunakan apabila operator yakin bahwa lesi tersebut termasuk lesi yang jinak. Menurut
Pedersen (1996), prosedur eksisi yaitu:
a. Posisi pasien terbaring sesuai dengan posisi tumor.
b. Jaringan yang akan di biopsy diisnfeksi menggunakan povidone iodine 10%.
c. Tindakan prosedur eksisi ini diawali dengan anestesi
Anestesi dengan cara blok anestesi biasanya digunakan. Larutan anestetik jangan
disutikkan ke dalam jaringan yang yang akan dibuang, karena hal tersebut akan
mengakibatkan distorsi artifaktual pada specimen. Ketika anestesi blok tidak mungkin untuk
dilakukan maka anestesi infiltrasi boleh digunakan, tetapi larutan harus disuntikkan kira-kira
berjarak sekitar 1 cm dari lesi.
d. Insisi bedah yang akurat mudah untuk dilakukan pada jaringan yang distabilisasi dengan
baik, penempatan retractor yang sesuai sehingga mampu memberikan lapang pandang
operasi lebih luas dan memegang bibir, pipi dan lidah.
e. Dilakukan drapping dengan linen steril berlubang.
f. Pada biopsi eksisi, dilakukan sayatan dengan mess berbentuk elips dengan margin 1-2 cm
diluar tumor.
g. Jaringan subkutan dijahit dengan benang absorbable dengan simpul di dalam.
h. Kulit dijahit dengan benang non absorbable dengan jahitan satu-satu.
i. Selanjutnya, spesimen yang diperoleh difiksasi dalam larutan formalin 10% dengan
perbandingan volume minimal 1:5, dan semua bagian spesimen harus terendam dalam
j.
larutan formalin.
Setelah spesimen diambil, eksisi ditutup dengan jahitan. Dapat juga dilakukan dengan
surgical pack untuk melindungi area luka yang luas dan mempercepat menyembuhan.
Prosedur terapi bedah insisi memiliki beberapa prinsip atau syarat agar menghasilkan tindakan yang
adekuat yaitu:
a. Pada biopsi eksisisi harus menggunakan scalpel atau mata pisau yang tajam.
b. Penggunaan alat electrosurgical jarang digunakan. Peralatan tersebut menyebabkan
dekstruksi pada jaringan disebelah jaringan yang dibiopsi dan mungkin mengubah histologis
pada spesimen.
c. Pada biopsi eksisi harus diukur utnuk melebihi ukuran dari lesi. Sebagian besar biopsi eksisi
dilakukan dengan teknik elips. Bentuk elips didesain sedemikian rupa sehingga dapat dibuat
biopsi yang menyertakan lesi dan jaringan normal.
d. Jaringan yang normal disekitar lesi harus ikut dibiops dan jika lesi terlihat jinak, cukup
mengambil 2-3 mm jarngan sekitar.
e. Jika lesi terlihat ganas, terpigmentasi, varkular atau dengan batas yang menyebar, maka
f.
a. Membuka pack dan mengevaluasi, apabila keadaannya sudah baik akan terlihat giginya
dengan jelas sehingga mempermudah menentukan apakah gigi tersebut dicabut atau
dipertahankan (Kadaryati dan Indriati, 2007).
4. Enukleasi
Enukleasi merupakan suatu proses untuk mengambil semua lesi kista tanpa rupture.Keuntungan
dari terapi bedah enukleasi yaitu dapat mengambil kista seluruhnya, tetapi kekurangan dari terapi
bedah ini pada keadaan yang diindikasikan untuk marsupialisasi, enukleasi merugikan. Contohnya
dapat membahayakan jaringan normal, fraktur rahang, devitalisasi gigi. Enukleasi dapat mengangkat
seluruh lesi kista tanpa terjadinya perpecahan pada kista. Kista itu sendiri dapat dilakukan enukleasi
karena lapisan jaringan ikat antara komponen epitelial (melapisi aspek anterior kista) dan dinding
kista yang bertulang pada rongga mulut. Lapisan ini akan lepas dan kista dapat diangkat dari kavitas
yang bertulang. Proses enukleasi sama dengan pengangkatan periosteum dari tulang dan pada
kista seharusnya dilakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya lesi rekuren.
Prosedur enukleasi:
a. Pemberian antibiotik tidak diperlukan, kecuali jika pasien memeilki penyakit riwayat sistemik
tertentu.
b. Untuk kista yang besar dapat dilakukan mucoperiosteal flap dan akses kekista didapatkan
melalui labial plate of bone, yang meninggalkan alveolar crest tetap utuh untuk memastikan
tinggi tulang adekuat setelah penyembuhan.
c. Saat akses ke kista sudah didapatkan melalui pengunaan osseus window, dokter gigi mulai
mengenukleasi kista
d. A thin-bladed curettage merupakan instrumen yang paling tepatuntuk memotong
conective tissue layer dinding kista dari kavitastulang. Permukaan yang cekung harus selalu
menghadap ke kavitastulang, sedangkan bagian yang cembung
melakukan pemotongan/pelepasan kista. Tahap ini haus dilakukan dengan sangathati-hati
untuk menghindari hancurnya kista,
e. Saat kista telah berhasil diangkat, kavitas tulang harus diperiksa, adaah jaringan kista yang
tertinggal.Mengirigasi dan mengeringkan kavitas dengan gauze akan mempermudah
pemeriksaan. Jaringan kista yangtersisa diangkat dengan kuret..
f. Daerah-daerah tepi kavitas tulang dihaluskan dengan bone file sebelum ditutup.
g. Setelah tu dilakukan prosedur suturing (Fragiskos, 2007).
5. Marsupialisasi
Marsupialisasi adalah tindakan terapi pembedahan dengan membuat suatu jendela baru atau
sering disebut
surgical window pada dinding kista, yang dapat mengevakuasi kista dan
mempertahankan kontinuitas antara kista dengan rongga mulut, sinus maksilaris atau rongga nasal.
Bagian dari kista yang diambil hanyalah bagian untuk membentuk suatu lubang (window) sisa lapisan
kista ditinggalkan di dalam jaringan. Faktor-faktor yang harus diperhatikan sebelum memutuskan
perawatan masrsupialisasi adalah jumlah kerusakan jaringan, akses pembedahan membantu erupsi
gigi, besar atau tidaknya tindakan bedah dan ukuran. Manfaat dari terapi marsupialisasi pada large
dental cyst adalah kontur jaringan oral dapat dipelihara secara utuh, anestesia yang disebabkan karena
surgical trauma terhadap nerve yang besar dapat dieliminasi, jarang terjadi perdarahan karena
pembuluh darah yang besar jarang mengalami gangguan yang disebabkan oleh metodemani pulatif,
bahaya fraktur surgical pada mandibula pada kista yang besar dapat dihindari, kemungkinan terjadinya
oral fistula pada sinus maksilari/kavitas nasal karena enukleasi dapat dihindari. Namun marsupialisasi
juga dapat terjadi jika sewaktu-waktu tertinggalnya jaringan patologis maupun debris yang tidak
terangkat, maka harus diperhatikan dengan melakukan irigasi yang sesuai.
Menurut Fragiskos (2007), prosedur terapi bedah marsupialisasi yaitu :
a. Antibiotik profilaksis sistemik tidak diindikasikan pada marsupialisasi,
b. Diawali dengan melakukan anestesi, kemudian kista di aspirasi. Prosedur marsupialisasi
dilakukan jika aspirasi menandakan adanya kista.
c. Insisi biasanya sirkuler atau berbentuk elips dan menciptakan window yang (1 cm atau lebih)
pada kavitas kista.
d. Apabila tulang telah terekspansi dan menjadi tipis karena kista, insisi pertama kali dilakukan
dari tulang menuju kavitas kista. Bila sisa tulang masih tebal, osseous window dihilangkan
dengan rongeur.
e. Insisi kista dilakukan untuk membuang lapisan window lalu dilakukan pemeriksaan
patologis. Isi kista dibuang dan apabila mungkin dilakukan pemeriksaan visual
pada lapisan jaringan kista yang tersisa. Kemudian, Irigasi kista dilakukann bertujuan
untuk membuang sisa fragmen dari debris. Pada area ulserasi atau ketebalan
dinding kista harus diperhatikan dokter gigi untuk mencegah kemungkinan adanya
f.