Anda di halaman 1dari 6

A.

Prosedur terapi bedah


1. Insisi
Terapi bedah insisi dilakukan untuk lesi yang besar atau apabila ada dugaan lesi termasuk
keganasan. Indikasi dari terapi bedah dengan insisi yaitu:
a. Ukuran lesi besar
b. Lesi yang berada di lokasi yang berbahaya
c. Kecurigaan dari lesi yang bersifat malignansi
Adapun teknik untuk melakukan terapi bedah insisi yaitu:
a. Area yang diinsisi berbentuk wedge
b. Margin meliputi jaringan sehat pada permukaan yang dalam
c. Hindari jaringan nekrosis
d. Sempit dalam lebih baik dari lebar dangkal (Pedersen, 1996).
Prosedur Insisi:
a. Prosedur terapi bedah insisi diawali dengan tindakan anestesi blok dan infiltrasi regional
lebih efektif dibandingkan infiltrasi subperiosteal. Infiltrasi regional dimulai di tepi
pembengkakan dan diteruskan pada pusat pembengkakan dengan tekanan ringan. Selain
itu dapat juga menggunakan etil khlorida secara topikal pada daerah pembengkakan
sehingga jaringan yang disemprot berwarna putih atau seperti bunga es.
b. Insisi dapat dilakukan secara horizontal atau vertical dengan scalpel tepat melalui ke tulang
periosteum.
c. Insisi bedah yang akurat mudah untuk dilakukan pada jaringan yang distabilisasi dengan
baik, yaitu penempatan retractor yang sesuai sehingga mampu memberikan lapang
pandang operasi lebih luas dan memegang bibir, pipi dan lidah.
d. Pegang scalpel dengan tumpuan jempol dan jari telunjuk.
e. Buat insisi secara langsung diatas pusat abses kulit.
f. Insisi harus dilakukan sepanjang aksis panjang dari kumpulan pus
g. Scalpel dikendalikan secara hati-hati selama insisi untuk mencegah tusukan melalui dinding
belakang.
h. Perluas insisi untuk membuat lubang yang cukup lebar untuk drainase yang memadai dan
i.
j.

mencegah pembetukan abses yang berulang.


Tekan isi abses.
Masukkan klem bengkok sampai merasakan tahanan dari jaringan sehat, kemudian buka

klem untuk menghancurkan bagian dalam dari rongga abses.


k. Teruskan penghancuran dengan gerakan memutar sampai seluruh rongga abses sudah
dieksplorasi.
l. Bersihkan luka dengan larutan saline menggunakan spuit tanpa jarum.
m. Teruskan irigasi sampai cairan yang keluar dari rongga abses jernih.
n. Upayakan agar dinding abses tetap terpisah sehingga memungkinkan drainase dari debris
yang terinfeksi.
Prosedur terapi bedah insisi memiliki beberapa prinsip atau syarat agar menghasilkan tindakan yang
adekuat yaitu:
a. Menggunakan mata pisau yang tajam dan steril.

b. Mata pisau tetap tegak lurus dengan struktur yang akan dipotong. Apabila tindakan insisi
tidak tegak lurus dengan struktur yang akan dipotong maka menyebabkan flap akan sulit di
reposisi dan mempermudah terjadinya nekrosis pada jaringan tersebut.
c. Gerakan insisi tidak boleh terputus-putus dan menggunakan tekanan yang seimbang. Hal ini
bertujuan agar didapatkan kesembuhan yang cepat tanpa meninggalkan jaringan parut.
d. Dalam melakukan tindakan insisi perlu diperhatikan jaringan yang dianggap penting, seperti
pembuluh darah dan saraf agar tidak menyebabkan parastesi.
e. Insisi dilakukan pada daerah jaringan yang sehat atau didukung oleh tulang yang tidak rusak
(Richard dan Walton, 2003).
2. Eksisi
Biasanya digunakan untuk lesi yang berdiri sendiri dengan diameter kurang dari 1 cm, terapi bedah
eksisi hanya digunakan apabila operator yakin bahwa lesi tersebut termasuk lesi yang jinak. Menurut
Pedersen (1996), prosedur eksisi yaitu:
a. Posisi pasien terbaring sesuai dengan posisi tumor.
b. Jaringan yang akan di biopsy diisnfeksi menggunakan povidone iodine 10%.
c. Tindakan prosedur eksisi ini diawali dengan anestesi
Anestesi dengan cara blok anestesi biasanya digunakan. Larutan anestetik jangan
disutikkan ke dalam jaringan yang yang akan dibuang, karena hal tersebut akan
mengakibatkan distorsi artifaktual pada specimen. Ketika anestesi blok tidak mungkin untuk
dilakukan maka anestesi infiltrasi boleh digunakan, tetapi larutan harus disuntikkan kira-kira
berjarak sekitar 1 cm dari lesi.
d. Insisi bedah yang akurat mudah untuk dilakukan pada jaringan yang distabilisasi dengan
baik, penempatan retractor yang sesuai sehingga mampu memberikan lapang pandang
operasi lebih luas dan memegang bibir, pipi dan lidah.
e. Dilakukan drapping dengan linen steril berlubang.
f. Pada biopsi eksisi, dilakukan sayatan dengan mess berbentuk elips dengan margin 1-2 cm
diluar tumor.
g. Jaringan subkutan dijahit dengan benang absorbable dengan simpul di dalam.
h. Kulit dijahit dengan benang non absorbable dengan jahitan satu-satu.
i. Selanjutnya, spesimen yang diperoleh difiksasi dalam larutan formalin 10% dengan
perbandingan volume minimal 1:5, dan semua bagian spesimen harus terendam dalam
j.

larutan formalin.
Setelah spesimen diambil, eksisi ditutup dengan jahitan. Dapat juga dilakukan dengan

surgical pack untuk melindungi area luka yang luas dan mempercepat menyembuhan.
Prosedur terapi bedah insisi memiliki beberapa prinsip atau syarat agar menghasilkan tindakan yang
adekuat yaitu:
a. Pada biopsi eksisisi harus menggunakan scalpel atau mata pisau yang tajam.
b. Penggunaan alat electrosurgical jarang digunakan. Peralatan tersebut menyebabkan
dekstruksi pada jaringan disebelah jaringan yang dibiopsi dan mungkin mengubah histologis
pada spesimen.

c. Pada biopsi eksisi harus diukur utnuk melebihi ukuran dari lesi. Sebagian besar biopsi eksisi
dilakukan dengan teknik elips. Bentuk elips didesain sedemikian rupa sehingga dapat dibuat
biopsi yang menyertakan lesi dan jaringan normal.
d. Jaringan yang normal disekitar lesi harus ikut dibiops dan jika lesi terlihat jinak, cukup
mengambil 2-3 mm jarngan sekitar.
e. Jika lesi terlihat ganas, terpigmentasi, varkular atau dengan batas yang menyebar, maka
f.

spesimen jaringa sekitar yang diambil sekitar 5 mm.


Tetap menjaga agar spesimen sejajar dengan nervus, arteri dan vena. Hal ini dilakukan
untuk mencegah trauma pada nervus, arteri dan vena. Supaya penutupannnya lebih efektif
dan meniadakan kerusakan marginal submucosa, panjangnya sebaiknya dua setengah

sampai tiga kali dari diameter tebesar.


3. Operkulektomi
Operkulektomi adalah pembedahan dengan cara mengangkat jaringan operkulum yang terinfeksi
disekitar gigi yang impaksi. Prosedur operkulektomi yaitu:
Kunjungan pertama:
a. Menentukan perluasan dan keparahan struktur jaringan yang terlibat.
b. Menghilangkan debris dan eksudat yang terdapat pada permukaan operkulum dengan aliran
air hangat atau aquades steril.
c. Usap dengan antiseptik.
d. Operkulum (jaringan lunak yang menutupi gigi) diangkat dari gigi dengan menggunakan
scaller dan debris di bawah operkulum dibersihkan secara perlahan dengan menggunakan
kuret
e. Irigasi menggunakan air hangat.
f. Anestesi topikal dapat digunakan pada kondisi akut sebelum dilakukan pembersihan debris.
Pada kondisi akut tidak boleh dilakukan kuretase maupun surgical.
g. Pasien diinstruksikan untuk berkumur air garam dengan mencampurkan satu sendok teh
garam dan satu gelas air hangat setiap jam, memperbanyak istirahat dan asupan cairan.
Pasien dijadwalkan kembali 24 jam berikutnya untuk dilakukan irigasi kembali.
h. Medikasi dengan antibiotik dan analgesik jika diperlukan. Kondisi pasien dievaluasi
dikunjungan berikutnya dan apabila kondisi pasien membaik dapat dilakukan ke tahap
selanjutnya.
Kunjungan kedua:
i. Anastesi daerah yang ingin dilakukan operkulektomi.
j. Lakukan operkulektomi (eksisi periodontal flap) dengan memotong bagian distal M3.
Jaringan di bagian distal M3 (retromolar pad) perlu dipotong untuk menghindari terjadinya
kekambuhan.
k. Bersihkan daerah operasi dengan air hangat atau aquades steril.
l. Aplikasikan periodontal pack sebagai dressing agar proses penyembuhan tidak terganggu.
m. Instruksikan kepada pasien untuk datang kembali satu minggu kemudian untuk dievaluasi
keadaannya dan pack dibuka
Kunjungan ketiga:

a. Membuka pack dan mengevaluasi, apabila keadaannya sudah baik akan terlihat giginya
dengan jelas sehingga mempermudah menentukan apakah gigi tersebut dicabut atau
dipertahankan (Kadaryati dan Indriati, 2007).
4. Enukleasi
Enukleasi merupakan suatu proses untuk mengambil semua lesi kista tanpa rupture.Keuntungan
dari terapi bedah enukleasi yaitu dapat mengambil kista seluruhnya, tetapi kekurangan dari terapi
bedah ini pada keadaan yang diindikasikan untuk marsupialisasi, enukleasi merugikan. Contohnya
dapat membahayakan jaringan normal, fraktur rahang, devitalisasi gigi. Enukleasi dapat mengangkat
seluruh lesi kista tanpa terjadinya perpecahan pada kista. Kista itu sendiri dapat dilakukan enukleasi
karena lapisan jaringan ikat antara komponen epitelial (melapisi aspek anterior kista) dan dinding
kista yang bertulang pada rongga mulut. Lapisan ini akan lepas dan kista dapat diangkat dari kavitas
yang bertulang. Proses enukleasi sama dengan pengangkatan periosteum dari tulang dan pada
kista seharusnya dilakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya lesi rekuren.
Prosedur enukleasi:
a. Pemberian antibiotik tidak diperlukan, kecuali jika pasien memeilki penyakit riwayat sistemik
tertentu.
b. Untuk kista yang besar dapat dilakukan mucoperiosteal flap dan akses kekista didapatkan
melalui labial plate of bone, yang meninggalkan alveolar crest tetap utuh untuk memastikan
tinggi tulang adekuat setelah penyembuhan.
c. Saat akses ke kista sudah didapatkan melalui pengunaan osseus window, dokter gigi mulai
mengenukleasi kista
d. A thin-bladed curettage merupakan instrumen yang paling tepatuntuk memotong
conective tissue layer dinding kista dari kavitastulang. Permukaan yang cekung harus selalu
menghadap ke kavitastulang, sedangkan bagian yang cembung
melakukan pemotongan/pelepasan kista. Tahap ini haus dilakukan dengan sangathati-hati
untuk menghindari hancurnya kista,
e. Saat kista telah berhasil diangkat, kavitas tulang harus diperiksa, adaah jaringan kista yang
tertinggal.Mengirigasi dan mengeringkan kavitas dengan gauze akan mempermudah
pemeriksaan. Jaringan kista yangtersisa diangkat dengan kuret..
f. Daerah-daerah tepi kavitas tulang dihaluskan dengan bone file sebelum ditutup.
g. Setelah tu dilakukan prosedur suturing (Fragiskos, 2007).

5. Marsupialisasi
Marsupialisasi adalah tindakan terapi pembedahan dengan membuat suatu jendela baru atau
sering disebut

surgical window pada dinding kista, yang dapat mengevakuasi kista dan

mempertahankan kontinuitas antara kista dengan rongga mulut, sinus maksilaris atau rongga nasal.
Bagian dari kista yang diambil hanyalah bagian untuk membentuk suatu lubang (window) sisa lapisan
kista ditinggalkan di dalam jaringan. Faktor-faktor yang harus diperhatikan sebelum memutuskan
perawatan masrsupialisasi adalah jumlah kerusakan jaringan, akses pembedahan membantu erupsi
gigi, besar atau tidaknya tindakan bedah dan ukuran. Manfaat dari terapi marsupialisasi pada large
dental cyst adalah kontur jaringan oral dapat dipelihara secara utuh, anestesia yang disebabkan karena
surgical trauma terhadap nerve yang besar dapat dieliminasi, jarang terjadi perdarahan karena
pembuluh darah yang besar jarang mengalami gangguan yang disebabkan oleh metodemani pulatif,
bahaya fraktur surgical pada mandibula pada kista yang besar dapat dihindari, kemungkinan terjadinya
oral fistula pada sinus maksilari/kavitas nasal karena enukleasi dapat dihindari. Namun marsupialisasi
juga dapat terjadi jika sewaktu-waktu tertinggalnya jaringan patologis maupun debris yang tidak
terangkat, maka harus diperhatikan dengan melakukan irigasi yang sesuai.
Menurut Fragiskos (2007), prosedur terapi bedah marsupialisasi yaitu :
a. Antibiotik profilaksis sistemik tidak diindikasikan pada marsupialisasi,
b. Diawali dengan melakukan anestesi, kemudian kista di aspirasi. Prosedur marsupialisasi
dilakukan jika aspirasi menandakan adanya kista.
c. Insisi biasanya sirkuler atau berbentuk elips dan menciptakan window yang (1 cm atau lebih)
pada kavitas kista.
d. Apabila tulang telah terekspansi dan menjadi tipis karena kista, insisi pertama kali dilakukan
dari tulang menuju kavitas kista. Bila sisa tulang masih tebal, osseous window dihilangkan
dengan rongeur.
e. Insisi kista dilakukan untuk membuang lapisan window lalu dilakukan pemeriksaan
patologis. Isi kista dibuang dan apabila mungkin dilakukan pemeriksaan visual
pada lapisan jaringan kista yang tersisa. Kemudian, Irigasi kista dilakukann bertujuan
untuk membuang sisa fragmen dari debris. Pada area ulserasi atau ketebalan

dinding kista harus diperhatikan dokter gigi untuk mencegah kemungkinan adanya
f.

perubahan displasia atau neoplasma pada dinding kista


Apabila ada ketebalan yang cukup dari dinding kista dan jika ada akses, perimeter dinding

kista sekitar window dapat disuture pada mukosa mulut.


g. Kavitas harus dipacked dengan gauze yang telah dioleskan salep atau antibiotik.
h. Setelah terjadi initial healing sekitar 1 minggu, kemudian lakukan pencetakan pada rongga
mulut untuk membuat obturator dari akrilik. Tujuan penggunaan obturator ini yaitu
untuk mencegah masuknya makanan ke dalam kavitas. Obturator ini dilepas saat
tidur untuk mencegah agar tidak tertelan. Obturator ini harus dikurangi ukurannya seiring
dengan terisinya kavitas oleh tulang.
DAFTAR PUSTAKA
Bimbaum, W., Dunne, S.M, 2013, Diagnosis Kelainan dalam Mulut, EGC: Jakarta
Fragiskos, D, 2007, Oral Surgery, Berlin : Springer
Kadaryati, L., Indriati, I.S., 2007, Perwatan Perikoronitis Regio Molar Satu Kanan Bawah pada Anak
Laki-laki Usia 6 Tahun (Laporan Kasus), Indonesian Journal of Dentistry, 14 (2): 127-131
Langlais, R. P., Miller, C. S., 2000, Atlas Berwarna: Kelainan Rongga Mulut yang Lazim, Jakarta:
Hipokrates.
Pedersen, W.G. 1996, Alih Bahasa Purwanto, Basoeseno. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, EGC:
Jakarata
Richard, E., Walton, 2003, Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia Edisi 3, Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai