Anda di halaman 1dari 22

DRAINAGE CAIRAN

MAKALAH SEMINAR

Untuk memenuhi tugas matakuliah

Keperawatan Perioperatif 4

Yang dibina oleh Bapak Joko Pitoyo, S.Kep., M.Kes

Disusun Oleh :

1. Nisrina Fauziah (1601460009)


2. Siti Hasanah (1601460013)
3. Siti Dyah Wahyu Dwi R (1601460021)
4. Muhammad Ubaidillah S (1601460027)
5. Viva Nurjanah (1601460030)
6. Kiki Nur Ro’ismawati (1601460031)
7. Fanda Eka Desyati (1601460032)
8. Ika Linda Agustina (1601460039)
9. Emilia Dyah Novitasari (1601460044)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN MALANG
Oktober 2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara
invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani.
Pembukaan tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan, setelah
bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang
diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Perawatan selanjutnya akan
termasuk dalam perawatan pasca bedah. Tindakan pembedahan atau operasi dapat
menimbulkan berbagai keluhan dan gejala.
Pasien yang menjalani pembedahan atau operasi biasanya dilakukan
pemasangan selang drainase terlebih dahulu sebelum dilakukan penjahitan luka.
Drainase merupakan alat yang dimasukkan kedalam luka untuk membantu
mengeluarkan cairan /discharge dari luka melalui bagian yang terbuka pada luka.
Drain dapat terbuat dari selang karet atau kassa. Tanpa drain luka akan sembuh
pada permukannya saja atau bagian atas luka saja, cairan /discharge akan terjebak
didalam luka yang ada didalam kulit. Jaringan didalam luka tidak dapat sembuh
bahkan resiko untuk terjadinya infeksi (abses). Selain itu, fungsi dari drain juga
untuk melihat apakah masih ada perdarahan masif atau tidak. Apabila ada
perdarahan masif, kemungkinan terakhir adalah dilakukan tindakan pembedahan
ulang untuk melihat sumber perdaraham tersebut dan dihentikan Maka dari itu
perlu dilakukan pemasangan drain.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang di maksud dengan drainase?
2. Apa saja syarat-syarat drainase?
3. Apa saja macam-macam drainase?
4. Bagaimana teknik drainase?
5. Apa saja jenis alat drainase?
6. Bagaimana pemeliharaan drainase pasca operasi?
7. Bagaimana SOP Infeksi Odontogen?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui sistem drainase cairan pada pasien post operasi.

1.4 Manfaat
1. Memberikan pengetahuan serta wawasan tentang definisi drainase cairan.
2. Memberikan pengetahuan serta wawasan tentang syarat-syarat drainase.
3. Memberikan pengetahuan serta wawasan tentang macam-macam drainase.
4. Memberikan pengetahuan serta wawasan tentang teknik drainase.
5. Memberikan pengetahuan serta wawasan tentang jenis alat drainase.
6. Memberikan pengetahuan serta wawasan tentang bagaimana pemeliharaan
drainase pasca operasi.
7. Memberikan pengetahuan serta wawasan tentang SOP Infeksi Odontogen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Drainage

Drainase adalah saluran yang dibuat pada jaringan lunak untuk


mengeluarkan eksudat.Drainage merupakan alat yang dimasukkan kedalam luka
untuk membantu mengeluarkan cairan atau discharge dari luka melalui bagian
yang terbuka pada luka.

2.2. Syarat- Syarat Drainase

- Memilih daerah yang bebas berdasarkan pertimbangan estetik

- Harus dapat mengurangi tekanan

- Tidak mencederai banyak jaringan

- Tidak menyebabkan banyak perdarahan

- Didaerah yang mudah dan memanfaatkan gravitasi

- Harus dapat mengeluarkan pus

- Tidak menimbulkan rasa sakit

2.3. Macam-Macam Drainase

2.3.1 Insisi.

Insisi pada abses memberikan drainase dan pengeluaran bakteri


dari jaringan dibawahnya.

 Prinsip Insisi:

a Insisi pada daerah yang sehat bila keadaan memungkinkan,


insisi pada daerah yang mengalami fluktuasi paling besar akan
menyebabkan bekas luka yang sulit hilang.
b Daerah insisi pada daerah yang terlindungi, sehingga bekas
sayatan tidak tampak.
c Jika memungkinkan lakukan insisi pada daerah yang terendah
dari abses.
d Bersihkan semua eksudat dalam rongga bases.
e Stabilisasi posisi drain dengan jaringan lunak sekitarnya.
f Gunakan drain ekstra oral.
g Jangan gunakan drain yang sama pada waktu yang lama.
h Bersihkan di sekitar luka dari darah dan debris.

 Hal-hal lain yang harus diperhatikan pada tindakan insisi adalah :

irigasi dengan normal saline pada daerah pembengkakan untuk


menghilangkan debris dan merubah lingkungan yang mendukung
perkembangan bekteri menjadi sebaliknya.

1) Dilakukan insisi yang cukup besar untuk memasukkan drain


sehingga pembukaannya akan bertahan cukup lama, drain
dimasukkan dan dipertahankan dengan jahitan.
2) Dilakukan penggantian drain setiap hari sampai tidak ada lagi
pengeluaran pus
3) Dilakukan perawatan pendukung dengan antibiotik dan
analgesik
4) Perlu ditekankan penderita harus makan dan minum cukup
5) Penderita harus memantau adanya gejala penyebaran infeksi
berupa demam, meningkatnya rasa sakit dan trismus atau
disfagia.
6) Faktor etiologi harus dihilangkan baik dengan cara kuretase,
ekstirpasi pulpa atau pencabutan
7) Apabila keadaan tidak membaik maka dilakukan peningkatan
dosis antibiotik atau sebaiknya dilakukan konsultasi ke ahli
bedah mulut.
 Prosedur
1. Siapkan perlengkapan sebagai berikut:

a. Apron

b. Sarung tangan

c. Masker wajah dengan pelindung

d. Povidone iodine atau chlorhexidine

e. Kasa steril

f. Lidocain 1% atau Lidocain + epinefrin atau Bupivacaineg.


Spuit 5-10 ml

h. Jarum

i. Pisau scalpel (nomor 11 atau 15) dengan gagangnya

j. Klem bengkok

k. Normal saline dengan bengkok sterill. Spuit besar tanpa jarum

m. Gunting

n. Plester

2. Persiapan

a. Minta persetujuan tindakan dokter kepada pasien atau


keluarga dekatnya

b. Pastikan identitas pasien, tempat pembedahan

c. Cuci tangan dengan sabun antibakteri dan air

d. Pakai sarung tangan dan pelindung muka

e. Letakkan semua perlengkapan pada tempat yang mudah


diraih, diatas meja tindakan

f. Posisikan pasien sehingga daerah drainase terpapar penuh dan


dapat dicapai secara mudah dan kondisinya nyaman untuk
pasien

g. Pastikan cahaya yang memadai agar abses mudah dilihat


h. Bersihkan daerah abses dengan chlorhexidine atau povidon
iodine, dengan gerakan melingkar, mulai pada puncak abses

i. Tutupi daerah disekitar abses untuk mencegah kontaminasi


alat

j. Anestesi atas abses dengan memasukkan jarum dibawah dan


sejajar dengan permukaan kulit.

k. Suntikkan obat anestesi ke dalam jaringan intra dermal

l. Teruskan infiltrasi sampai anda sudah mencapai seluruh


puncak dari abses yang cukup besar untuk menganestesi
daerah insisi.

3. Prosedur Insisi dan drainase abses

a. Pegang skalpel dengan jempol dan jari telunjuk untuk


membuat jalan masuk ke abses

b. Buat insisi secara langsung diatas pusat abses kulit

c. Insisi harus dilakukan sepanjang aksis panjang dari kumpulan


cairan

d. Kendalikan skalpel secara berhati-hati selama insisi untuk


mencegah tusukan

e. Perluas insisi untuk membuat lubang yang cukup lebar untuk


drainase yang memadai dan mencegah pembentuk abses yang
berulang

f. Tekan isi abses

g. Masukkan klem bengkok sampai anda merasakan tahanan


dari jaringan sehat, kemudian buka klem untuk
menghancurkan bagian dalam dari rongga abses

h. Teruskan penghancuran lokulasi dalam gerakan memutar


sampai seluruh rongga abses sudah dieksplorasi

i. Bersihkan luka dengan normal saline, gunakan spuit tanpa


jarum

j. Teruskan irigasi sampai cairan yang keluar dari abses jernih


k. Upayakan agar dinding abses tetap terpisah dan
memungkinkan drainase dari debris yang terinfeksi

4. Perawatan lanjutan

a. Untuk abses sederhana tidak perlu antibiotika.

b. Untuk selulitis yang luas dibawah abses gunakan antibiotika

c. Tutup luka abses dengan kasa steril

d. Keluarkan semua benda-benda dari abses dalam beberapa hari

e. Jadualkan kontrol 2atau 3 hari sesudah prosedur untuk


mengeluarkan bahan-bahan dari luka

f. Minta kepada pasien untuk kembali sebelum jadual bila ada


tanda-tanda perburukan, meliputi kemerahan, pembengkakan,
atau adanya gejala sistemik seperti demam.

2.4. Teknik drainage.

2.4.1. Punctie

a. Pengertian
Punctie (biasa diartikan tusukan) adalah prosedur medis dimana
jarum digunakan untuk membuat rongga yang bertujuan mengeluarkan
darah , cairan atau jaringan dari tubuh untuk pemeriksaan pada setiap
kelainan pada sel atau jaringan. Punctie yang merupakan praktek
memasukkan jarum atau membuat sebuah lubang kecil di jaringan, organ,
untuk mengekstrak gas, cairan atau sampel. Pada tusukan, dapat mencapai
superficial.
Tindakan pungsi bertujuan bertujuan untuk menegakkan diagnosis
sekaligus untuk maksud terapi juga untuk mengurangi pus yang ada,
sehingga pada saat insisi nanah tidak terlalu banyak mengalir ke luar
(menghindari terjadinya aspirasi).
b. Kelebihan
Terapi pungsi mempunyai beberapa kelebihan,.yaitu :
1. Mudah dikerjakan.
2. Dikerjakan sekaligus untuk keperluan diagnosis dan terapi,sehingga
trauma jaringan lebih kecil.
3. Tidak menakutkan penderita.
4. Metode lebih mudah, aman dan murah. Pungsi hanya memerlukan
alat berupa alat suntik (semprit dan jarum no.18 G) dan spatula lidah,
sedangkan insisi memerlukan alat suntik untuk diagnosis, pisau
lengkung, alat penghisap atau kain kasa penghisap untuk mencegah
terjadinya aspirasi.

c. Teknik Pungsi

 Sebuah tusukan dilakukan dengan jarum atau trocar (kanul


memotong atau menusuk). Tempat masuk menusuk kulit.
Instrumen yang digunakan harus dinyatakan steril, setelah
pemeriksaan klinis,pasien mungkin bisa dilakukan sinar-X. Kulit
didesinfeksi, dalam anestesi local/umum.
 Sampel yang diambil kemudian akan diperiksa histologis (biopsi)
atau ditempatkan di laboratorium diagnostik.
 Eksplorasi tusukan untuk mendirikan atau mengkonfirmasikan
diagnosis.

Pada infeksi rongga mulut yang sering menggunakan cara pengobatan


dengan punctie adalah apabila diagnosanya adalah abses
peritonsil.Dimana punctie dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan
perawatan lanjutan berupa insisi drainase. Hal ini dimaksudkan untuk
mengurangi pus yang ada, sehingga pada saat insisi nanah tidak terlalu
banyak mengalir ke luar (menghindari terjadinya aspirasi).
2.4.2. Open Bur

Rongga patologis yang berisi pus ( abses ) bisa terjadi dalam


daerah periapikal, yang notabene adalah didalam tulang. Untuk mencapai
luar tubuh, maka abses ini harus menembus jaringan keras tulang,
mencapai jaringan lunak. Jika periosteum sudah tertembus oleh pus yang
berasal dari dalam tulang tadi, maka dengan bebasnya, proses infeksi ini
akan menjalar menuju facial space terdekat, karena telah mencapai area
jaringan lunak.
Terapi menggunakan drainase dengan cara insisi jaringan lunak
dimana pus tersebut ada pada jaringan keras tersebut kemudian bur tulang
hingga mencapai rongga berisi pus tersebut, kemudian masukkan hemostat
hingga kedalaman rongga pus tersebut. Selanjutnya rubber drain setelah
drainase.

2.4.3. Memakai Jarum Ekstirpasi


Drainase menggunakan jarum ekstirpasi pada abses periapikal.
Gigi nekrosis dengan pembengkakan terlokalisasi atau abses alveolar akut
atau disebut juga abses periapikal / periradikuler akut adalah adanya suatu
pengumpulan pus yang terlokalisasi dalam tulang alveolar pada apeks akar
gigi setelah gigi nekrosis. Biasanya pembengkakan terjadi dengan cepat,
pus akan keluar dari saluran akar ketika kamar pulpa di buka.

Perawatan abses alveolar akut :

1. mula-mula dilakukan buka kamar pulpa


2. kemudian debridemen saluran akar yaitu pembersihan dan
pembentukan saluran akar secara sempurna bila waktu
memungkinkan.
3. lakukan drainase dengan menggunakan jarum ekstirpasi untuk
meredakan tekanan dan nyeri serta membuang iritan yang sangat
poten yaitu pus.
4. Pada gigi yang drainasenya mudah setelah pembukaan kamar pulpa,
instrumentasi harus dibatasi hanya di dalam sistem saluran akar. Pada
pasien dengan abses periapikal tetapi tidak dapat dilakukan drainase
melalui saluran akar, maka drainase dilakukan dengan menembus
foramen apikal menggunakan file kecil sampai no. 25.
5. Selama dan setelah pembersihan dan pembentukan saluran akar,
lakukan irigasi dengan natrium hipokhlorit sebanyak-banyaknya.
6. Saluran akar dikeringkan dengan poin kertas, kemudian diisi dengan
pasta kalsium hidroksida dan diberi pellet kapas lalu ditambal
sementara (Grossman, 1988; Walton and Torabinejad, 2002).

Beberpa klinisi menyarankan, jika drainase melalui saluran akar tidak


dapat dihentikan, kavitas akses dapat dibiarkan terbuka untuk drainase
lebih lanjut, nasihatkan pasien berkumur dengan salin hangat selama tiga
menit setiap jam. Bila perlu beri resep analgetik dan antibiotik.
Membiarkan gigi terbuka untuk drainase, akan mengurangi kemungkinan
rasa sakit dan pembengkakan yang berlanjut (Grossman, 1988, Bence,
1990).

Penatalaksanaan kasus-kasus dengan pembengkakan paling baik


ditangani dengan drainase, saluran akar harus dibersihkan dengan baik.
Jika drainase melalui saluran akar tidak mencukupi, maka dilakukan insisi
pada jaringan yang lunak dan berfluktuasi. Saluran akar harus dibiarkan
terbuka dan lakukan debridemen, kemudian beri pasta kalsium hidroksida
dan tutup tambalan sementara. Sebaiknya diberi resep antibiotik dan
analgetik (Grossman, 1988; Walton and Torabinejad, 2002).

2.4.4. Ekstraksi Gigi


Teknik Drainase Dengan Cara Pencabutan Gigi
Drainase menggunakan teknik ini digunakan pada kasus yang jika
cairan tersebut berada di sekitar apikal gigi misalnya abses periapikal.
Cara-caranya adalah seperti pada pencabutan gigi pada umumnya.
1. Gigi insisivus atas dicabut dengan menggunakan tang #150, dengan
pinch grasp dan tekanan lateral (fasial/lingual) serta rotasional.
Tekanan lateral lebih ditingkatkan pada arah fasial, sedangkan tekanan
rotasional ke arah mesial.
2. Gigi insisivus bawah dicabut dari posisi kanan atau kiri belakang
dengan menggunakan tang #150 dan sling grasp. Tekanan permulaan
adalah lateral dengan penekanan ke arah fasial. Ketika mobilisasi
pertama dirasakan, kombinasi dengan tekanan rotasional sangat
efektif.
3. Gigi kaninus atas sangat sukar dicabut karena memiliki akar yang
panjang dan tulang servikal yang menutupinya padat dan tebal. Gigi
ini dicabut dengan cara pinch grasp. Tang yang digunakan #150
dipegang dengan telapak tangan ke atas. Ada alternative untuk gigi ini
yaitu dengan menggunakan tang kaninus khusus, #1. Tekanan
pencabutan yang utama adalah ke lateral terutama fasial, karena gigi
terungkit ke arah tersebut. Tekanan rotasional digunakan untuk
melengkapi tekanan lateral, biasanya dilakukan jika sudah terjadi
sedikit luksasi.
4. Gigi kaninus bawah dicabut dengan tang #151, yang dipegang
dengan telapak tangan ke bawah dan sling grasp. Tekanan yang
diberikan adalah tekanan lateral fasial, karena arah pengeluaran gigi
adalah fasial. Tekanan rotasional bias juga bermanfaat.
5. Gigi premolar atas dicabut dengan tang #150 dipegang dengan
telapak ke atas dan dengan pinch grasp. Premolar pertama dicabut
dengan tekanan lateral; ke arah bukal yang merupakan arah
pengeluaran gigi. Gerakan rotasional dihindarkan karena gigi
premolar pertama atas ini memiliki dua akar. Aplikasi tekanan yang
hati-hati pada gigi ini untuk mengurangi terjadinya fraktur akar.
Fraktur pada gigi ini bias diperkecil dengan membatasi gerak ke arah
palatal. Gigi premolar kedua biasanya mempunyai akar yang tunggal
dan dicabut yang sama dengan gigi kaninus atas. Tang #150
digunakan kembali dengan tekanan lateral, yaitu bukal serta lingual.
Pada waktu mengeluarkan gigi ke arah bukal, digunakan kombinasi
tekanan rotasional dan oklusal.
6. Gigi premolar bawah,cara pencabutannya sangat mirip dengan
teknik pencabutan gigi insisivus bawah. Tekanan yang terutama
diperlukan adalah lateral/bukal, tetapi pada akhirnya bias dikombinasi
dengan tekanan rotasi. Pengeluaran gigi ini ke arah bukal.
7. Gigi molar atas dicabut dengan menggunakan tang #150, #53 atau
#210, dipegang dengan telapak tangan ke atas dan pinch grasp. Tang
#210 walaupun ideal untuk pencabutan molar ketiga atas, dianggap
universal dan dapat digunakan untuk molar pertama dan kedua kanan
dan kiri atas. Tekanan pencabutan utama adalah ke arah bukal yaitu
arah pengeluaran gigi.
8. Gigi molar bawah diicabut dengan menggunakan tang #151, #23,
#222. Tang #17 bawah, mempunyai paruh yang lebih lebar, yang
didesain untuk memegang bifurkasi dan merupakan pilihan yang lebih
baik asalkan mahkotanya cocok. Tekanan lateral untuk permulaan
pencabutan gigi molar adalah ke arah lingual. Tulang bukal yang tebal
menghalangi gerakan ke bukal dan pada awl pencabutan gerak ini
hanya mengimangi tekanan lingual yang lebih efektif. Gigi
molarsering dikeluarkan ke arah lingual.

Arti istilah
- Pinch grasp adalah teknik menggunakan elevator atau tang yang
efektif tergantung pula pada retraksi pipi atau bibir dan stabilitas
prosesus alveolaris. Pinch grasp terdiri dari memegang prosesus
alveolaris di antara ibu jari dan telunjuk dengan tangan yang bebas.
- Sling grasp mandibula memungkinkan retrraksi pipi/lidah,
memberikan dukungan pada mandibula.biasanya dukungan diperoleh
dengan memegang mandibula di antara ibu jari dan telunjuk dengan
tangan yang bebas. Sehingga dengan ini TMJ terlindung dari tekanan
tang yang berlebihan.
2.5. Jenis Alat penghisap Cairan Drainase Portable

1. Jackson-Pratt

• Jackson-Pratt adalah alat kecil yang berbentuk seperti granat


• Penghisap portable ini mempunyai bbrp keuntungan , alat ini disposible,
ringan , tidak mahal, tdk menimbulkan bunyi dan tdk butuh ruangan yg luas

a. Jackson-Pratt Closed active suction

1. Hemovac
Evakuator diafragma spring untuk penghisapan tertutup dilengkapi dgn
selang kecil, berlubang dan terbuat dari polietilen Selang dimasukkan pd
area drainase saat dikamar operasi dan luka ditutup semuanya
2. Surgicac.
Surgicac adalah evakuator berbentuk bellows untuk cairan drainse yg lebih
kental. Surgivac terdapat ukuran yang berbeda-beda tergantung luas dan
lokasi area operasi Surgivac

penghisap cairan drainase portable

Surgicac suction.
2.6. Pemeliharan Pasca Operatif

Apabila riwayat menunjukkan adanya infeksi agresif yang terjadinya


mendadak (tiba-tiba) maka perlu dilakukan pengontrolan terhadap pasien yakni 24
jam setelah perawatan. Apabila infeksi nampak lebih jinak dengan durasi yang
lebih lama dan tidak disertai tanda yang membahayakan, maka kunjungan
berikutnya bisa ditunda sampai 48 jam. Perkembangan yang terjadi dipantau
apakah keadaannya membaik atau memburuk. Perubahan pembengkakan dicatat
(ukuran, konsistensi, fluktuasi) apakah tempat drainase masih memadai, dan
dicatat pula bagaimana sifat pernanahannya.

Temperatur diukur atau diamati dan pasien dianjurkan untuk


memperhatikan gejala baru yang timbul. Apabila kontrol dan resolusi kondisi akut
telah berjalan baik, maka faktor-etiologi bisa dihilangkan yakni dengan kuretase,
ekstirpasi pulpa, operkulektomi, atau pencabutan. Apabila kondisinya tidak
membaik maka diperlukan perawatan yang bersifat segera. Apabila tidak
dilakukan kultur, tindakan yang dilakukan biasanya dengan meningkatkan dosis
antibiotik dan bukan merubah jenis antibiotiknya. Kadang-kadang perlu
dipertimbangkan untuk dilakukan rujukan yakni apabila menjumpai infeksi
orofasial akut yang membahayakan kehidupan.

2.7. SOP Infeksi Odontogen

a. Anamnesa
Perlu diketahui riwayat penyakit mengenai onset, lamanya,
kemungkinan lokal infeksi primer, intensitas penyakit, adanya kambuh
ulang dari infeksi serupa, serta perawatan yang dialami, perlu juga
ditanyakan kemungkinan adanya gejala sistemik.

b. Pemeriksaan klinik

Meliputi pemeriksaan ekstraoral dan intraoral berupa inspeksi, palpasi, dan


perkusi.
c. diagnosa diambil berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan klinik.
d. penatalaksaan kasus
1. Perawatan infeksi odontogenik meliputi :
a) Perawatan medik.
Berupa pemberian antibiotik yang adekuat dan tepat untuk
meredakan infeksinya, analgesik dan antiperetik untuk rasa sakit,
dan demam.
b) Perawatan pembedahan.
Evakuasi pus dengan cara insisi dan drainase merupakan tindakan
yang sangat ampuh untuk tindakan infeksi odontogenik.
c) Perawatan gigi penyebab.
Gigi penyebab perlu di ekstraksi, namun ada kontraversi mengenai
waktu pencabutan. Ada sebagian ahli berpendapat pencabutan di fase
akut berpotensi menyebabkan infeksi dan memperberat keadaan
pasien. Sedangkan, kelompok ahli lain berpendapat bahwa
pencabutan pada stadium akut justru akan terjadi drainase pus dan
menyebabkan penyembuhan dini.
d) Perawatan suportif. Penderita dengan infeksi odontogen dapat
mengalami penurunan daya tahan tubuh karena rasa sakit dan
pembengkakan. Rasa sakit menyebabkan penderita tidak dapat
beristirahat dengan cukup dan kekurangan asupan nutrisi. Oleh
karena itu pasien di anjurkan untuk makan-makanan tinggi kalori
dan tinggi protein.
e) post operatif
f) monitoring dan control

2. Penderita mendapatkan perawatan intensif bedah dan antibiotik,


lakukan evaluasi hasil perawatan dengan mengawasi keadaan penderita,
umumnya penderita diperiksa kembali setelah dua hari perawatan,
bilamana terapi berhasil biasanya penderita mengalami penurunan rasa
sakit dan pembengkakan yang signifikan. Bilamna hasil perawatan
tidak menunjukkan perbaikan, perlu diperhatikan kembali, apakah
drainase cukup memadai, apakah gigi sudah dapat diekstraksi, apakah
insisi yang sebelumnya tidak dapat dilakukan sudah dapat dilakukan.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Kasus
Pasien T wanita belum kawin 17 tahun, MR 012747 datang ke IGD RSUD
Melati pada Senin 30 September 2019 dengan keluhan nyeri perut kanan bawah.
Sejak tiga hari yang lalu pasien merasakan nyeri pada perut kanan bawah. Sekitar
6 jam sebelumnya nyeri dirasakan di ulu hati. Nyeri bersifat terus menerus,
semakin lama tidak tertahankan bertambah nyeri dengan pergerakan dan batuk.
Pasien mual dan muntah kurang lebih 5x perhari berisi air bercampur makanan,
demam sejak 3 hari yng lalu, tidak BAB sejak 3 hari yang lalu, pasien tampak
kesakitan saat berbaring dengan kaki kanan sedikit fleksi. Karena pasien
mengalami nyeri hebat dan berdasarkan pemeriksaan lebih lanjut, pasien
dinyatakan harus dilakukan tindakan operasi.
Pasien dilakukan operasi emergency pada tanggal 30 September 2019
pukul 13.00 WIB dilakukan insisi pada titik mc burney, ketika dilakukan insisi
dan pembukaan peritoneum keluar cairan serosa kemudian di eksplorasi keluar
puss kurang lebih 25 cc,terdapat perlengketan apendik dengan posisi retro caecal,
apendik heperemis, nekrosis, perforasi, dan dilakukan pembebasan apendik secara
untegrad. Panjang apendik 6 cm dengan diameter 0,5 cm kemudian dilakukan
pencucian lapangan operasi dan pemasangan draine lalu ditutup lapangan operasi
lapis demi lapis.
Pada 24 jam setelah operasi, cairan drainage berwarna kecoklatan karena
bercampur dengan darah, cairan yang diproduksi 400 cc, dan terdapat tanda-tanda
anemis pada pasien.

Masalah :
1. Cairan drainage dikaitkan dengan operasinya lalu dilakukan tindakan
operasi ulang.
2. Follow up drainage setelah operasi ulang
3. Perawatan drainage
3.2 Analisa Pembahasan
 Cairan drainage yang diproduksi 400 cc per 24 jam, sedangkan normal
produksi cairan drainage yang diproduksi per hari< 250 cc
 Terdapat cairan drainage purulen yaitu cairan berwarna kecoklatan dan
bercampur dengan darah pada 24 jam post operasi, sedangkan cairan
drainage normal yaitu serosanguinous drainage, yaitu cairan berisi darah
dan serum, berwarna pink/kemerahan dan merah pekat
 Terdapat darah segar berwarna merah sebanyak 400 cc pada 24 jam
pertama pertama post op pemasangan drain, hal ini merupakan tanda-
tanda jenis luka drainage luka abnormal yaitu bloody/ sanguineous
drainage karena cairan yang keluar lebih banyak unsur dari pada
serumnya, bloody drainage bukanlah merupakan tahap penyembuhan
yang normal, kondisi ini bisa terjadi karena pasien melakukan aktivitas
terlalu awal dari yang ditetapkan, hal ini juga menandakan adanya
perdarahan baru yang aktif pada area insisisoprasi
 Terdapat tanda-tanda anemis, gejala anemis disebabkan karena volume
darah yang ada di dalam tubuh berkurang, tubuh pasien mengeluarkan
cairan lebih dari jumlah cairan normal, anemis disebabkan Karena tubuh
kekurangan suplai oksigen dalam darah, sedangkan oksigen sendiri
berasal dari sel darah merah (eritrosit) untuk memenuhi kebutuhannya.

1. Terdapat masalah pada operasi pertama maka dilakukan operasi


pemasangan drainage ulang oleh pihak RS, dan perawat melakukan follow
up drainage pada pasien meliputi
a. Mengkaji jumlah cairan drainage, normalnya jumlahnya< 250 cc per
24 jam.
 Cairan yang keluar jumlahnya semakin lama semakin sedikit
b. Mengkaji karakteristik cairan drainage meliputi bau, warna, dan
kekentalan.
 Exudate yang keluar berwarna jernih, kuning kemerahan
 Cairan drainage tidak berbau
 Cairan drainage tidak terdapat pus
 Bila disertai darah jumlahnya sedikit
 Bengkak, warna kemerahan dan rasa sakit berangsur-angsur
berkurang
 Adanya rembesan darah pada daerah balutan
c. Mengkaji adanya keluhan pasien pada area pemasangan drain meliputi
nyeri, bengkak, kemerahan dan suhu meningkat.

2. Perawatan Drainage :
Setelah dilakukan operasi ulang maka hal yang wajib dilakukan oleh
perawat adalah melakukan perawatan pada drainage meliputi tahap :
- Menjaga privasi klien
- Mengatur lingkungan
- Mencuci tangan 6 langkah
- Mengatur posisi pasien
- Pasang perlak
- Memakai sarung tangan bersih
- Membasahi plester dengan alcohol
- Mengangkat kassa yang kotor dengan pinset anatomis
- Mengganti handscon steril
- Mengamati tanda-tanda infeksi atau proses penyembuhannya
- Membersihkan mulai dari luka secara melingkar dari dalam keluar
- Menutup luka dengan kassa, dan menutup drain dengan kassa yang
tebal
- Memasang plester/ hepafix
- Merapikan alat
- Merapikan pasien
- Mengatur posisi pasien yang aman
- Membuang sampah pada tempatnya
- Melakukan dokumentasi
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Drainase adalah saluran yang dibuat pada jaringan lunak untuk
mengeluarkan eksudat. Drainage merupakan alat yang dimasukkan kedalam luka
untuk membantu mengeluarkan cairan atau discharge dari luka melalui bagian
yang terbuka pada luka. Dalam prosedur drainase terdiri dari beberapa teknik
yaitu: Punctie, Open Bur, memakai jarum Ekstirpasi, Ekstraksi gigi.

Pada kasus yang telah dijelaskan dalam pembahasan bahwa pada 24 jam
setelah operasi, cairan drainage berwarna kecoklatan karena bercampur dengan
darah, cairan yang diproduksi 400 cc, dan terdapat tanda-tanda anemis pada
pasien. Hal tersebut menunjukkan bahwa cairan lebih dari normal yaitu > 250 cc
dan terdapat purulen yaitu cairan berwarna kecoklatan. Sehingga dalam kasus ini
dilakukan pembedahan ulang.

4.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan
jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari
itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam
kesimpulan di atas.
DAFTAR PUSTAKA

Nana, L (2013). DRAINASE.


(online)(https://www.scribd.com/doc/170764246/DRAINASE), diakses
pada 1 oktober 2019.

Anda mungkin juga menyukai