Anda di halaman 1dari 7

TUGAS ANALISIS DATA KUALITATIF

KELOMPOK 3 ANALISIS DATA MODEL STRAUSS DAN CORBIN (GROUNDED


THEORY)

Nama Anggota Kelompok :


1. Muhammad Elang Maulana (20040254024)
2. Yolanda Andara (2004025400)
3. Azifah Yusrina (20040254004)
4. Helen Octania Iskandari (20040254006)
5. Nuriyah Sri Lestari (20040254018)
6. Akbar Rayhudu Prince Twindhar (20040254028)
7. Bintang Satria Pradhana (20040254030)
8. Diah Rahmawati (20040254037)

Pendahuluan
Penelitian GT memberikan peneliti suatu kemampuan untuk menurunkan teori dalam
konteks data yang dikumpulkan dan dinalisis melalui suatu proses penelitian (Strauss &
Corbin, 1990). Mengarah pada praktik riset dimana data sampling, analisis data dan
pengembangan teori tidak dilihat berbeda dan terpisah, tetapi sebagai langkah yang
berbeda harus diulang sampai menggambarkan dan menjelaskan fenomena yang diteliti.
(Ayu and Budiasih, 2013) Hal yang paling membedakan grounded theory dari banyak
metode riset kualitatif lainnya adalah bahwa hal itu secara eksplisit muncul, dimana metode
grounded theory tidak menguji hipotesis, namun menetapkan untuk menemukan teori yang
bagaimana untuk situasi riset seperti itu. Dalam hal ini adalah seperti tindakan riset yang
bertujuan untuk memahami situasi riset dan akhirnya untuk menemukan teori implisit dalam
data (Strauss dan Corbin, 1990). Tujuan lain dari metode grounded theory adalah untuk
menemukan perhatian utama para peneliti dan bagaimana mereka terus mencoba untuk
menyelesaikan risetnya (Strauss dan Corbin, 1990)

Teori
Grounded theory yang secara teknik bersifat induktif yang dikembangkan secara ilmiah
ditemukan pada tahun 1967 oleh Barney G. Glaser dan Anselm L. Strauss dengan
diterbitkannya buku berjudul “The Discovery of Grounded Theory”. Grounded research
diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1970-an, dengan diselenggarakannya pelatihan riset
ilmu sosial bagi ilmuwan Indonesia pertama kali di Surabaya, kemudian di Ujung Pandang,
dan Banda Aceh. Pengembangan awal grounded research adalah dalam bidang sosiologi.
Istilah grounded (diperkenalkan oleh Glaser dan Strauss) mengacu pada kondisi bahwa teori
yang dikembangkan atau riset tersembunyi, atau disebut berakar pada data dari mana teori
tersebut.

Pendekatan grounded theory merupakan metodologi umum analisis terkait dengan


pengumpulan data sistematis yang diterapkan dan menggunakan serangkaian metode untuk
menghasilkan sebuah teori induktif tentang area substantif (Martin dan Turner, 1986). Jadi
dapat dikatakan bahwa pelaksanaan riset kualitatif dengan metode grounded theory bertolak
belakang dengan riset kuantitatif pada umumnya, yang berawal dari teori konsepsual
menuju kajian empiris, sedangkan grounded theory bermula dari kajian empiris berdasarkan
data yang diperoleh menuju ke teori konsepsual. Desain riset grounded theory merupakan
seperangkat prosedur yang digunakan untuk menyusun sebuah teori yang menjelaskan
sebuah proses mengenai sebuah topik substantif (Egan, 2002). Riset grounded theory
cocok digunakan dalam rangka menjelaskan fenomena, proses atau merumuskan teori
umum tentang sebuah fenomena yang tidak bisa dijelaskan dengan teori yang ada. Riset
dengan menggunakan metode grounded theory merupakan salah satu bentuk riset yang
banyak membutuhkan keprofesionalan seorang ilmuwan, terutama kejujuran, (Martin dan
Turner, 1986). Di samping ketelitian dan kesabaran juga sebagai modal utamanya. Praktisi
dalam riset ini, adalah komunitas ilmuwan yang telah memahami substansi teori secara
mendalam, terutama grand theory

Grounded theory merupakan suatu metode riset yang berupaya untuk mengembangkan
teori tersembunyi di balik data dimana data ini dikumpulkan dan dianalisis secara sistematis
(Martin dan Turner, 1986). Grounded theory menurut Martin dan Turner (1986) adalah “an
inductive, theory discovery methodology that allows the researcher to develop a theoretical
account of the general features of a topic while simultaneously grounding the account in
empirical observations of data”, yang kira-kira artinya sebuah penemuan teori metodologi
induktif yang memungkinkan peneliti untuk mengembangkan kajian teoritis yang umum dari
suatu topik sekaligus sebagai landasan kajian pada pengamatan data empiris. Sedangkan
Muhadjir (2002) mengatakannya dengan sebutan Teori Berdasarkan Data. Sebagai sebuah
metode, grounded theory menjelaskan hubungan ini yang dikembangkan dari studi kasus
untuk menjelaskan perbedaan yang muncul dalam menghasilkan teori berdasarkan data
yang ada.

Menurut Strauss dan Corbin, penelitian kualitatif adalah suatu jenis penelitian yang prosedur
penemuan yang dilakukan tidak menggunakan prosedur statistik atau kuantifikasi.Dalam hal
ini penelitian kualitatif adalah penelitian tentang kehidupan seseorang, cerita, perilaku, dan
juga tentang fungsi organisasi, gerakan sosial atau hubungan timbal balik.

Metode Pengambilan Data


Cara Pengambilan data survey yaitu dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang
harus mempunyai pertanyaan terstruktur. Sedangkan pengambilan data grounded theory
dilakukan dengan cara menggunakan wawancara yang pertanyaannya tidak terstruktur yaitu
melalui interview yang disebut dengan unstructured interview. Tahap yang penting dalam
metode penellitian grounded theory adalah tahap analisis dan pembentukan teori baik teori
baru, refinery teori yang telah ada sebelumnya, maupun melengkapi teori-teori lama.
Seorang peneliti yang melakukan penelitian kualitatif menganalisis data dengan
mengorganisasikan menjadi kategori-kategori dengan berbasis tema, konsep, atribut, atau
fitur-fitur yang sama. Jika peneliti melakukan kodefikasi data makai a mengatur ukuran dari
variabel ke dalam bentuk yang dapat dibaca oleh mesin atau computer untuk keperluan
analisis secara statistic. Pengkodena kualitatif merupakan bagian integral dari analisis data,
bukan hanya berupa tugas-tugas menanjemen data secara klerikal (Strauss dan Corbin,
1990). Pengkodean kualitatif mempresentasikan operasi-operasi dimana data dipecah,
dikonseptualisasikan, dan digabungkan Kembali dengan cara yang baru (Strauss & Corbin,
1990). Selanjutnya Strauss dan Corbin mendefinisikan 3 jenis dan sekaligus 3 tahap
pengkodena data kualitatif yang berarti peneliti harus melakukan analisis data sebanyak 3
kali dengan menggunakan 3 tahap pengkodean yang berbeda. Proses analisis data pada
grounded theory research merupakan analisis yang sistematis dan mengikuti 3 tipe utama
pengkodean yaitu open coding, axial coding, dan selective coding.
Metode Analisis Data
Metode Penelitian dalam Model Strauss & Corbin yakni coding. Coding merupakan proses
yang dilakukan ketika melakukan penelitian dimana data yang telah dikumpul kemudian
dikategorisasikan dengan pengelompokkan atau dengan menyingkat nama.
Terdapat 3 tahapan dalam coding yakni sebagai berikut:
a. Open coding = proses pembagian, menganalisis, membandingkan,
mengkonseptualisasikan, serta mengkategorikan sebuah data.

Open coding (Pengkodean terbuka) merupakan pengkodean tahap pertama dari


data kualitatif dimana peneliti meneliti data dan memanfaatkannya menjadi kategori
analitis awal atau dengan istilah lain disebut sebagai kode-kode (Cresswell, 1998).
Pada open coding, peneliti membentuk kategori awal dari informasi mengenai
fenomena yang dipelajari dengan membuat segmentasi informasi. Di dalam setiap
kategori peneliti menemukan beberapa sifat, karakter, properties, atau sub-kategori,
dan mencari data untuk memberikan dimensi, atau dapat juga memberikan
kemungkinan ekstrim dalam continuum dari sifat-sifat tersebut. Pada open coding
terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan yakni sebagai berikut:
● Pelabelan fenomena
● Penemuan dan penamaan kategori
● Penyusunan kategori

Contoh : Rumusan masalah :“Bagaimana pengalaman ibu merawat anak autis dalam
memasuki masa remaja ?”
Tinjauan pustaka :Konsep keluarga
a. Dukungan sistem keluarga dan sistem sosia
b. Beban keluarga merawat anak autis
Konsep remaja
- Perkembangan remaja penyandang auti
Pola Asuh
-. Peran orang tua
Konsep autisme

b. Axial coding = proses menghubungkan kategori dengan sub kategori, kemudian


menyusun kembali data yang telah dikategorisasikan untuk mengaitkan pada analisis
yang muncul.

Axial coding (Pengkodean terporos) merupakan penjelajahan data tahap kedua. Jika
selama open coding peneliti memfokuskan pada data aktual dan menerapkan label
kode untuk tema-tema tertentu, maka pada tahap ini hubungan diantara tema-tema
yang ada tidak lagi terlalu diperhatikan, namun yang dilakukan pada tahap elaborasi
konsep konsep yang direpresentasikan oleh tema.

Axial coding atau pengkodean terporos adalah seperangkat prosedur penempatan


data kembali dengan cara-cara baru dengan membuat kaitan antar kategori.
Pengkodean ini diawali dari penentuan jenis kategori kemudian dilanjutkan dengan
penemuan hubungan antar kategori atau antar sub-kategori.
Pada axial coding, peneliti memulai dengan himpunan kode kode awal atau konsep-
konsep awal yang terorganisasi (Strauss & Corbin, 1990). Pada tahap kedua ini
peneliti memfokuskan pada tema kode awal, dan bukan pada data mentah. Kode-
kode tambahan atau ide-ide baru dapat saja muncul pada tahap ini, namun tujuan
utamanya adalah untuk mengamati dan mempelajari eksistensi konsep awal. Peneliti
harus bergerak ke arah pengorganisasian ide-ide atau tema tema dan
mengidentifikasi konsep-konsep kunci pada proses analisis (Neuman, 2006).

Pada tahap ini peneliti menanyakan mengenai sebab dan konsekuensi, kondisi dan
interaksi, strategi-strategi dan proses-proses serta mencari kategori-kategori atau
konsep-konsep yang dapat dikelompokkan dalam satu kelompok tertentu atau
cluster tertentu.
Contoh pada fenonema celebrity worship, dimana apa yang mempengauhi kecintaan
seseorang pada selebritis.

c. Selective coding = menghubungkan kategori lain yang membutuhkan


penyempurnaan di kemudian disusun menjadi suatu kalimat secara sistematis.

Selective coding (Pengkodean terpilih) merupakan pengkodean tahap terakhir dan


meliputi penelusuran (scanning) semua data dan kode-kode yang telah didapat
sebelumnya. Tahap terakhir ini dilakukan ketika peneliti telah siap untuk melakukan
pengkodean terakhir dan ia telah mengidentifikasi tema-tema utama dari penelitian.
Pada pengkodean terakhir ini, peneliti melihat secara selektif untuk kasus kasus
yang mengilustrasikan tema-tema hasil pengkodean sebelumnya. Pada pengkodean
ini, peneliti melihat secara selektif untuk kasus-kasus yang mengilustrasikan tema-
tema hasil pengkodean sebelumnya dan membuat perbandingan setelah hampir
semua data terkumpul lengkap. Dengan kata lain, selective coding mengidentifikasi
suatu alur cerita dan menuliskan cerita yang mengintegrasikan kategori-kategori
pada model axial coding (Creswell, 1998). Pada tahap ini proposisi kondisional (atau
juga hipotesis) dipresentasikan secara khusus.
Contoh seperti melakukan kategori inti pada riset pasar, riset organisasi dan riset
kompetitor, dimana dalam kategori inti seperti riset pasar pada perusahaan X.

Jalan Pengodean
Cerita Kategori ini
cerita selektif

Contoh Analisis Data

Hasil Pengolahan Data Dengan Grounded Theory


Judul :
Analisis Relasi Sosial Komuniti Kecil “Kampung Bali” di Wilayah Mayoritas Muslim
Desa Siwalanpanji
Rumusan Masalah :
1. Bagaimana relasi sosial yang terjadi antara komuniti kecil “Kampung Bali”dengan
mayoritas muslim Desa Siwalanpanji?
Fokus Penelitian :
Fokus dalam penelitian ini yakni relasi sosial, dimana relasi sosial dalam penelitian
ini yakni sebuah interkasi yang terjadi secara sistematik antara mayoritas muslim
Desa Siwalanpanji dengan anggota komuniti kecil “Kampung Bali”
Data :
Narasumber : Bu Nova (Salah satu anggota Kampung Bali)
Kampung Bali merupakan sebutan dari warga Desa Siwalanpanji terhadap
sekelompok orang yang mendiami salah satu wilayah di Desa Siwalanpanji. Sebutan
tersebut berjalan seiring dengan berjalannya waktu mereka menetap di wilayah
tersebut. Sedangkan menurut hasil observasi, lokasi “Kampung Bali” terletak
bersentuhan langsung dengan RT.02 Desa Siwalanpanji. Sedangkan wilayah RT. 02
sendiri merupakan gugusan dari beberapa pondok pesantren yang didirikan oleh
para ulama’ Desa Siwalanpanji. Bahkan terdapat sebuah pondok tua dan bertahan
sampai saat ini, yang dahulu pernah digunakan belajar oleh pendiri NU yaitu KH.
Hasyim Asy’Ari. Kampung Bali terletak pada gugusan-gugusan rumah yang di diami
oleh orang-orang yang berasal dari Bali dan memilih menetap di Desa Siwalanpanji,
saking banyaknya orang bali yang menetap pada saat itu membuat wilayah tempat
gugusan dari rumah-rumah tersebut disebut dengan wilayah “Kampung Bali”.
Banyaknya anggota kampung bali mencapai sepuluh kepala keluarga, sehingga
untuk angka minoritas juga termasuk dalam kategori banyak.
“…kalau untuk anggota dari kampung Bali kurang lebih terdapat sepuluh kepala
keluarga disini…”
Sedangkan untuk masyarakat Desa Siwalanpanji, menurut data pemerintahan
kabupaten Sidoarjo. Masyarakat Desa Suwalanpanji terdiri hingga 2.198 kepala
keluarga yang tersebar di 30 RT (Rukun Tetangga) dengan jumlah 6 Rukun Warga
(RW). Jumlah tersbeut dapat membuktikan bahwa masyarakat Desa Siwalanpanji
sebagai kelompok mayoritas, sedangkan “Kampung Bali” sebagai kelompok
minoritas.
Mendiami Desa Siwalanpanji hingga bertahun-tahun hingga sampai bergantinya
generasi, seperti yang dialami Ibu Nova. Beliau merupakan anak dari Ibu Kadek,
dimana sejak SD sudah pindah dan ikut orang tua pindah kesini.
“… saya ikut orang tua mbak dulu itu, pada saat itu saya masih SD dan pindah
kesini. Sekarang saya sudah memiliki keluarga sendiri dan masih menetap didaerah
sini…”
Ibu Nova sendiri sudah memiliki rumah, yang mana masih menetap di daerah
Siwalanpanji juga, namun berbeda dengan wilayah “Kampung Bali”. Tepatnya di
RT.05 Desa Siwalanpanji. Namun ibunya yakni Bu Kadek masih menetap di wilayah
“Kampung Bali”. Menurut penuturan beliau, orang Bali memilih menetap didaerah
Siwalanpanji karena orangnya yang rukun dan tidak membedakan, karena Ibu Nova
sendiri dahulu pernah menetap di Tulangan namun pindah ke Desa Siwalanpanji
serta menetap disini. Ditambah lagi setelah menetap disini menurut penuturan ibu
Nova, hampir tidak pernah terjadi konflik antara masayarakat muslim Desa
Siwalanpanji dengan komuniti kecil “Kampung Bali”
“…alasan saya dan orang-orang, memilih Desa Siwalanpanji untuk tempat menetap
selama bertahun-tahun itu karena orangnya yang rukun-rukun dan tidak
membedakan agama-agama tertentu walaupun disini mayoritas muslim…”
“…kalau konflik ya mbak, hampir bahkan sama sekali tidak pernah terjadi tuh…”
“…sebelum saya tinggal disini ya mbak, saya pernah tinggal di daerah Tulangan
selama 2 tahun. Lalu memutuskan pindah ke Desa Siwalanpanji dan menetap
disini…”
Sedangkan untuk kegiatan keagamaan sendiri, masih dilakukan namun tidak berada
di daerah Desa Siwalanpanji. Melainkan diluar Desa Siwalanpanji rutin setiap minggu
ataupun jika sabtu kliwon
“… jika kegiatan keagamaan seperti beribadah masih sering mbak dilakukan, disini
puranya yang deket itu di daerah Juanda. Nah itu disitu ada 3 rumah ibadah, ada
pura, klenteng dan gereja. Biasanya setiap minggu sering kesitu…”
Relasi sosial yang berarti interaksi antara antara individu ataupun kelompok untuk
menjalin suatu hubungan atau sistem dalam kehidupan masyarakat. Terkait hal
tersebut relasi sosial yang terjadi antara mayoritas muslim dengan komuniti kecil
“Kampung Bali” berjalan baik, dapat dilihat dari anggota dari kampung Bali
contohnya ibu Nova yang sudah menetap mulai dari SD sampai sekarang sudah
berkeluarga masih memilih Desa Siwalanpanji sebagai tempat beliau tinggal. Lalu
terkait interaksi, karena terhalang perbedaan agama. Maka ibu Nova hanya
mengikuti organisasi ataupun kegiatan yang tidak memandang agama.
“…oh kalau interaksi sama ibu-ibu desa sini ya mbak, saya hanya ikut yang umum
saja. Misalnya sehari-hari kayak berbelanja kebutuhan makanan. Lalu kayak ibu PKK
di Balai Desa ataupun arisan yang diadakan oleh ibu-ibu sini. Kalau kegiatan seperti
yasinan, itu kan harus beragama islam. Jadi saya tidak mengikuti…”
“… kalau pertemuan dengan warga biasanya itu ikut yang bersifat umum ya, kayak
tasyakuran pada malam 17 agustus itu…”
Kemudian, interaksi tidak hanya terjadi antara individu saja melainkan juga terdapat
interaksi antara individu dengan kelompok. Sedangkan di Siwalanpanji sendiri
terdapat kelompok-kelompok agama seperti Remaja Masjid, IPNU-IPPNU, Banser,
Ansor hingga Fatayat dibawah naungan NU Ranting Siwalanpanji. Sedangkan untuk
interaksi dengan kelompok-kelompok tersebut, sangat jarang bahkan tidak pernah.
Menurut penuturan beliau, pernah berinteraksi dengan remaja masjid terkait
permintaan sumbangan.
“…kalau sampai IPNU atau Fatayat itu tidak pernah sama sekali mbak. Permintaan
bantuan apapun tidak pernah, yang ada itu Remas (Remaja Masjid) pernah
berinteraksi terkait pembangunan masjid…”

Kesimpulan
Grouded theory bersifat induktif (1967). Pengembangan awal grounded research diawali
pada bidang sosiologi. Grounded sendiri lebih mengacu pada kondisi bahwa teori yang
dikembangkan atau riset tersembunyi. Pendekatan grounded theory adalah metodologi
umum analisis melalui pengumpulan data sistematis diterapkan melalui serangkaian metode
untuk menghasilkan sebuah teori induktif tentang area substansif. Teori ini dimulai dar kajian
empirir yang didasarkan pada data yang diperoleh menuju ke teori konsepsual. Grounded
theory yakni suatu metode riset bertujuan untuk mengembangkan teori tersembunyi di balik
data yang dikumpulkan dan dianalisis secara sistematis. Pengambilan data survey
menggunakan kuesioner dengan pertanyaan yang terstruktur. Sedangkan pengambilan data
grounded theory menggunakan wawancara dengan pertanyaan yang tidak terstruktur yakni
melalui interview (unstructured interview)

DAFTAR PUSTAKA
Prastyo, C. A. (2021). Apa itu Coding dalam pengolahan Data Kualitatif?
https://tourism.binus.ac.id/2021/12/28/apa-itu-coding-dalam-pengolahan-data-kualitatif /.
Diakses Pada Tanggal 06 November 2022

Wardhono, V. J. W. (2011). Penelitian Grounded Theory, Apakah Itu? 15(1).


https://media.neliti.com/media/publications/27618-ID-penelitian-grounded-theory-apakah-
itu.pdf

Ayu, I. G. and Budiasih, N. (2013) ‘Metode Grounded Theory Dalam Riset Kualitatif’, Jurnal
Ilmiah Akuntansi dan Bisnis, 9(1), pp. 19–27.

Anda mungkin juga menyukai