Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH EKONOMI PUBLIK

TENTANG
ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT

OLEH

1. BERNADINUS YOHANES LODA (1910010034)


2. MAR USKUNIA (1910010004)

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur panjatkan ke hadapan hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Analisis Biaya Dan Manfaat” ini dalam bentuk isinya yang sederhana.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata Ekonomi publik. Selain itu, penulis
menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, sehingga penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran agar makalah ini menjadi lebih baik.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca. Dan
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk, maupun pedoman bagi pembaca.

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Analisis manfaat dan biaya digunakan untuk mengevaluasi penggunaan
sumbersumber ekonomi agar sumber yang langka tersebut dapat digunakan secara
efisien. Pemerintah mempunyai banyak program atau proyek yang harus dilaksanakan
sedangkan biaya yang tersedia sangat terbatas. Dengan analisis ini pemerintah menjamin
penggunaan sumber-sumber ekonomi yang efisien dengan memilih program-program
yang memenuhi kriteria efisiensi. Analisis manfaat dan biaya merupakan alat bantu untuk
membuat keputusan publik dengan mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat. Ada
dua pihak yang menaruh perhatian pada analisis ini, yaitu pertama, para praktisi teknis
dan ekonom yang berperan dalam mengembangkan metode analisis, pengumpulan data,
dan membuat analisis serta rekomendasi. Kedua, pemegang kekuasaan eksekutif yang
berwenang untuk membuat peraturan dan prosedur untuk melaksanakan keputusan
publik.
Analisis manfaat dan biaya ini hanya menitikberatkan pada efisiensi penggunaan
faktor produksi tanpa mempertimbangkan masalah lain seperti distribusi, stabilisasi
ekonomi dan sebagainya. Analisis ini hanya menentukan program dari segi efisiensi
sedangkan pemilihan pelaksanaan program berada di tangan pemegang kekuasaan
eksekutif yang dalam memilih juga mempertimbangkan faktor lain. Suatu program yang
efisien mungkin tidak akan dilaksanakan karena menimbulkan distribusi pendapatan yang
semakin lebar. Sebaliknya program yang menimbulkan distribusi pendapatan yang
semakin baik akan dipilih meskipun program tersebut tidak terlalu efisien ditinjau dari
hasil analisis manfaat dan biaya.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa saja konsep analisis biaya manfaat?
b. Apa saja model analisis biaya manfaat?
c. Apa saja metode untuk menilai proyek lainnya?
d. Apa saja masalah pokok analisis?
1.3 Tujuan Penulisan
a. Konsep analisis biaya manfaat.
b. Model analisis biaya manfaat.
c. Metode untuk menilai proyek lainnya
d. Masalah pokok analisis
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Analisis Biaya Manfaat


Dalam melaksanakan analisis terutama pada proyek yang mempunyai umur
ekonomis yang relatif panjang dan memberikan manfaat serta menimbulkan biaya pada
saat yang berbeda-beda maka harus memperhitungkan konsep nilai uang. Analisis harus
dilakukan dengan menghitung seluruh manfaat dan biaya dari suatu proyek selama umur
proyek yang bersangkutan dan dihitung dalam nilai sekarang

2.1.1 Konsep Future Value (Nilai Uang yang Akan Datang)


Apabila mempunyai uang sebesar Rpn yang kita bungakan terus menerus dengan
tingkat bunga sebesar 10 persen setahun, maka hasil setiap tahun adalah seperti yang dapat
dilihat pada Tabel berikut
Akhir tahun Jumlah uang
0 U
1 U + U x 10% = (1 + 0,1) U
2 U (1 + 0,1) + U (1 + 0,1) x 10% = U (1 +
0,1)2
3 U (1 + 0,1)2 + U (1 + 0,1)2 x 10% = U (1 +
. 0,1)3
.

N U (1 + 0,1)n-1 + U (1 + 0,1)n-1 x 10% = U


(1 + 0,1)n

Dari Tabel dapat dilihat bahwa uang sebesar RpU,- pada tahun ke n akan bernilai
sebesar U (1+0,1)n . Dengan analisis seripa maka kita tahu apabila kita mempunyai uang
sebesar Rp5 juta kita bungakan terus menerus selama 30 tahun, pada akhir tahun ke-30
akan bernilai 5 (1,10)30 atau sebesar Rp87 juta.
Rumus umum penghitungan nilai akan datang (future value):
Pn = Po (1 + i)n

di mana:
Pn = nilai uang di masa dating
Po = nilai uang sekarang
I = tingkat bunga
N = tahun

2.1.2 Konsep Present Value (Nilai Uang Sekarang)


Karena sifat manusia yang myopic tersebut maka uang yang akan kita terima
beberapa tahun yang akan datang nilainya tidak sama dengan apabila jumlah uang
tersebut kita terima saat ini. Berapa nilai sekarang dapat dihitung dengan menggunakan
konsep present value (nilai uang sekarang).
Apabila kita menerima uang sebesar RpU,- yang diterima pada n tahun yang akan
datang, maka penghitungan nilainya sekarang (Po) dari uang tersebut dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:
Po = U / (1 + i)n
di mana:
Po = nilai uang sekarang
U = jumlah uang yang akan diterima 30 tahun yang akan dating
I = tingkat bunga
n = tahun

Sebagai contoh, apabila kita akan menerima uang sebesar Rp5 juta pada lima
tahun yang akan datang, maka nilai uang tersebut sekarang adalah tidaklah sebesar Rp5
juta, akan tetapi sebesar Rp5 / (1+0,10)5 atau hanya sebsar Rp3,10juta.
Dari analisis di atas dapat kita ketahui bahwa dalam melaksanakan evaluasi atas
suatu proyek, terutama pada jenis proyek yang mempunyai umur ekonomis yang relatif
panjang dan memberikan manfaat serta menimbulkan biaya pada saat yang berbeda-beda,
maka dalam mengevaluasinya kita harus mempertimbangkan faktor-faktor di atas, yaitu
kita menghitung seluruh manfaat dan biaya dari suatu proyek selama umur proyek yang
bersangkutan dan kita hitung nilainya sekarang.

2.2 Model Analisis Biaya Manfaat


Dalam menentukan manfaat dan biaya suatu program atau proyek harus dilihat
secara luas pada manfaat dan biaya sosial dan tidak hanya pada individu saja. Oleh
karena menyangkut kepentingan masyarakat luas maka manfaat dan biaya dapat
dikelompokkan dengan berbagai cara (Mangkoesoebroto, 1998; Musgrave and Musgrave,
1989):
1. Real (Riil)
 Primer-Sekunder
 Tangible-Intangible
 Internal-Eksternal
2. Semu (Pecuniary)
 Primer

Salah satunya yaitu mengelompokkan manfaat dan biaya suatu proyek secara riil
(real) dan semu (pecuniary). Manfaat riil adalah manfaat yang timbul bagi seseorang
yang tidak diimbangi oleh hilangnya manfaat bagi pihak lain. Manfaat semu adalah yang
hanya diterima oleh sekelompok tertentu, tetapi sekelompok lainnya menderita karena
proyek tersebut.
Manfaat riil dibedakan lagi menjadi langsung/primer dan tidak langsung/sekunder
(direct/primary dan indirect/secondary). Hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan
manfaat adalah hanya kenaikan hasil atau kesejahteraan yang diperhitungkan sedangkan
kenaikan nilai suatu kekayaan karena adanya proyek tersebut tidak diperhitungkan.
Misalnya pada proyek dam maka kenaikan harga tanah disekitar proyek tidak
dimasukkan dalam manfaat dari proyek tersebut. Hal ini karena perhitungan kenaikan
produktivitas tanah dan kenaikan harga tanah menyebabkan perhitungan ganda dari
manfaat adanya proyek tersebut.
Manfaat langsung berhubungan dengan tujuan utama dari proyek atau program.
Manfaat langsung timbul karena meningkatnya hasil atau produktivitas dengan adanya
proyek atau program tersebut. Misalnya proyek pembangunan dam untuk mengairi
sawah. Manfaat langsung adalah kenaikan hasil sawah karena kenaikan produktivitas
tanah sebagai akibat dari bertambah baiknya pengairan sawah. Dalam menentukan
manfaat ini akan timbul masalah apabila suatu proyek juga memberikan manfaat kepada
proyek lain. Sebagai contoh, sebuah jalan dibangun untuk proyek dam dan proyek tenaga
listrik. Perhitungan manfaat dari jalan tersebut harus dibagi antara kedua proyek tersebut.
Manfaat tidak langsung adalah manfaat yang tidak secara langsung disebabkan
karena adanya proyek yang akan dibangun atau merupkan hasil sampingan. Dalam hal
proyek di atas manfaat tidak langsungnya adalah kenaikan produktivitas tanah di luar
area pengairan dari dam tersebut. Manfaat tidak langsung ini dapat menjadi luas sekali,
tergantung dari sejauh mana memasukkan manfaat tidak langsung ke dalam analisis.
Adanya dam juga dapat pula memberikan manfaat lain seperti sebagai tempat rekreasi,
pusat tenaga listrik, tempat penghijauan dan sebagainya. Semua manfaat tidak langsung
ini dapat dimasukkan ke dalam perhitungan manfaat dari proyek yang akan dibangun
pemerintah.
Perhitungan biaya suatu proyek harus dilakukan dengan memperhitungkan biaya
alternatif dari penggunaan sumber ekonomi. Perhitungan biaya ini harus memasukkan
biaya langsung dan biaya tidak langsung yang berhubungan dengan proyek. Misalnya
suatu proyek pengairan di suatu area yang menyebabkan berkurangnya pengairan di area
lain. Dalam membuat evaluasi proyek, penurunan produksi tanah dari area lain yang
terpengaruh harus dimasukkan ke dalam biaya proyek tersebut. Perhitungan biaya tak
langsung dapat menjadi besar atau kecil tergantung seberapa jauh biaya tak langsung
tersebut akan dimasukkan ke dalam perhitungan biaya.
Masalah lain adalah penggunaan fasilitas yang sudah ada untuk pembangunan
proyek. Misalnya dalam pembangunan dam, truk-truk untuk pembangunan proyek
tersebut menggunakan jalan-jalan yang sudah ada. Apakah ini juga dimasukkan dalam
biaya tergantung dari pengaruhnya. Bila truk tidak mengganggu arus lalu lintas maka
tidak dimasukkan dalam biaya. Tetapi apabila penggunaan jalan tersebut mengganggu
arus lalu lintas maka harus dimasukkan sebagai biaya dalam evaluasi proyek.
Manfaat riil dibedakan pula menjadi manfaat yang berwujud (tangible) dan yang
tidak berwujud (intangible). Istilah berwujud ditetapkan bagi yang dapat dinilai di pasar,
sedangkan yang tidak berwujud untuk segala sesuatu yang tidak dapat dipasarkan.
Manfaat dan biaya sosial tergolong dalam kategori manfaat yang tidak dapat dipasarkan
sehingga termasuk kategori manfaat dan biaya yang tidak berwujud (intangible benefits
dan intangible costs). Keindahan dari suatu bendungan merupakan contoh dari manfaat
tidak berwujud, sedangkan kenaikan produksi pertanian karena tersedianya air yang
cukup sepanjang tahun sebagai akibat pembangunan dam merupakan manfaat berwujud.
Demikian pula biaya pembangunan bendungan dapat dipakai sebagai contoh dari biaya
berwujud sedangkan hilangnya pemandangan hutan yang diganti dengan adanya danau
buatan merupakan biaya tidak berwujud. Meskipun manfaat dan biaya yang tidak dapat
dipasarkan sulit dihitung, tetapi harus dipertimbangkan dalam perhitungan manfaat dan
biaya suatu proyek.
Manfaat dan biaya riil dapat pula dibedakan menjadi manfaat dan biaya internal
dan eksternal. Suatu proyek yang hanya menghasilkan manfaat dan biaya untuk
daerahnya sendiri disebut internal, tetapi bila dapat menghasilkan manfaat atau biaya
untuk daerah lain dikatakan eksternal. Kedua macam manfaat dan biaya ini harus
diperhitungkan dalam perhitungan evaluasi proyek.
Pada analisis manfaat dan biaya pada proyek swasta, manfaat pada umumnya
diukur dengan cara mengalikan jumlah barang yang dihasilkan dengan perkiraan harga
barang. Biaya yang diperhitungkan adalah semua biaya yang langsung digunakan proyek
tersebut berdasarkan harga pembeliannya. Ini berbeda dengan proyek pemerintah, sebab
pada umumnya manfaat penggunaan sumber ekonomi diukur dengan harga pasar oleh
karena harga pada pasar persaingan sempurna mencerminkan nilai sesungguhnya dari
sumber ekonomi yang digunakan. Pada keadaan yang tidak ada persaingan sempurna
maka harga pasar tidak menunjukkan nilai sumber ekonomi yang sesungguhnya. Dalam
hal ini harus dilakukan penyesuaian dengan menggunakan harga bayangan (shadow
price). Beberapa faktor yang menyebabkan tidak adanya harga yang terjadi pada
persaingan sempurna adalah adanya: unsur monopoli, pajak, pengangguran, dan surplus
konsumen.
Hal pertama yang dilakukan dalam melaksanakan evaluasi suatu proyek adalah
menentukan semua manfaat dan biaya yang ditimbulkan dari proyek tersebut. Sebagai
contoh untuk mengidentifikasi manfaat dan biaya suatu proyek ditunjukkan pada Tabel 1.
2.3 Metode Untuk Menilai Proyek Lainnya
Ada tiga metode untuk menganalisis manfaat dan biaya suatu proyek, yaitu nilai
bersih sekarang (NPB = Net Present Benefit), IRR = Internal Rate of Return), dan
perbandingan manfaat biaya (BCR = Benefit-Cost Ratio)

2.3.1 Metode NPB (Net Present Benefit atau Nilai Bersih Sekarang)
Nilai bersih suatu proyek merupakan seluruh nilai dari manfaat proyek
dikurangkan dengan biaya proyek pada tahun yang bersangkutan dan didiskontokan
dengan tingkat diskonto yang berlaku. Rumus perhitungannya adalah :

dimana :
NPB = nilai bersih, yaitu manfaat dikurangi dengan biaya pada tahun ke n
I = tingkat bunga
N = 1, .............., 50:umur proyek
M = manfaat
B = biaya

Berdasarkan metode ini, proyek yang mempunyai NPB tertinggi adalah proyek
yang mendapat prioritas untuk dilaksanakan. Pemilihan proyek tergantung dari tingkat
diskonto yang dipilih. Pemilihan tingkat diskonto haruslah mencerminkan biaya
oportunitas penggunaan dana.
Bila nilai net present benefit > 0, berarti investasi menguntungkan dan dapat
diterima. Akan coba dihitung besarnya nilai NPB dengan tingkat suku bunga diskonto
yang diasumsikan adalah sebesar 15% pertahun (Proyek Pengembangan Sistem Informasi
Manajemen PT. Genitya Dabatas & Co.). Contoh Perhitungan Metode Net Present
Benefit:

Dari hasil perhitungan diatas diketahui bahwa nilai NPB untuk investasi Proyek
Pengembangan Sistem Informasi Manajemen PT. Genitya Dabatas & Co. adalah sebesar
Rp. 371.117.041,7, ini berarti bahwa nilai NPV proyek tersebut > 0, sehingga proyek
tersebut dapat diterima.

2.3.2 Metode IRR (Internal Rate of Return)


Metode IRR merupakan metode dengan cara menghitung tingkat diskonto (y)
yang menghasilkan nilai sekarang suatu proyek sama dengan nol. Rumus yang digunakan
adalah:

Proyek yang mempunyai nilai IRR yang tinggi yang mendapat prioritas.
Walaupun demikian pertimbangan untuk melaksanakan proyek tidak cukup hanya
dengan IRR-nya saja, tetapi secara umum tingkat pengembaliannya (rate of return) harus
lebih besar dari biaya oportunitas penggunaan dana. Jadi suatu proyek akan dilaksanakan
dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian (IRR) dan tingkat diskonto (i). Tingkat
diskonto disebut juga sebagai external rate of return, merupakan biaya pinjaman modal
yang harus diperhitungkan dengan tingkat pengembalian investasi. Investor akan
melaksanakan semua proyek yang mempunyai IRR > i dan tidak melaksanakan investasi
pada proyek yang harga IRR < i.

Ada beberapa kelemahan dari metode IRR, yaitu :


 Metode IRR dapat menyebabkan pemilihan proyek yang keliru karena metode ini
tidak memperhatikan skala investasi. Pemilihan proyek berdasarkan metode ini
akan memberikan hasil yang keliru apabila skala atau besarnya proyek yang
dibandingkan berbeda. Dalam hal ini metode NPB akan memberikan evaluasi
yang konsisten walaupun skala proyek yang dibandingkan berbeda.
 Metode IRR mungkin akan memberikan hasil yang kurang memuaskan. Untuk
proyek yang mempunyai waktu lebih dari 2 tahun maka harga IRR dapat
mempunyai 2 nilai atau lebih yang dapat membingungkan (de Neufville, 1990).
Pemilihan nilai IRR akan mempunyai implikasi yang berbeda dan tidak ada suatu
kriteria pun yang secara teoritis dapat menunjukkan pilihan IRR yang akan
dipakai.

Pada metode NPB tingkat bunga yang diinginkan telah ditetapkan sebelumnya,
sedangkan pada metode IRR, kita justru akan menghitung tingkat bunga tersebut. Tingkat
bunga yang akan dihitung ini merupakan tingkat bunga yang akan menjadikan jumlah
nilai sekarang dari tiap-tiap cash inflow yang didiskontokan dengan tingkat bunga
tersebut sama besarnya dengan nilai sekarang dari initial cash outflow atau nilai proyek.
Dengan kata lain tingkat bunga ini adalah merupakan tingkat bunga persis investasi
bernilai impas, yaitu tidak menguntungkan dan juga tidak merugikan. Dengan
mengetahui tingkat bunga impas ini, maka dapat dibandingkan dengan tingkat bunga
pengembalian atau rate of return yang diinginkan, jika lebih besar berarti investasi
menguntungkan dan bila sebaliknya investasi tidak menguntungkan.

2.3.3 Metode Perbandingan Manfaat dan Biaya (BCR)


Metode BCR adalah suatu cara evaluasi suatu proyek dengan membandingkan
nilai sekarang seluruh proyek diperoleh dari proyek tersebut dengan nilai sekarang
seluruh biaya proyek tersebut. Rumus yang digunakan adalah:
Berdasarkan metode ini, suatu proyek akan dilaksanakan apabila BCR > 1.
Metode BCR akan memberikan hasil yang konsisten dengan metode NPB, apabila BCR
> 1 berarti pula NPB > 0.
Metode BCR mempunyai kelemahan dalam hal membandingkan dua buah proyek
karena tidak ada pedoman yang jelas mengenai hal yang masuk sebagai perhitungan
biaya atau manfaat. Manfaat selalu dapat dianggap sebagai biaya yang negatif dan
sebaliknya. Oleh karena itu BCR dapat selalu dibuat lebih tinggi dengan memasukkan
biaya sebagai manfaat negatif. Oleh karena itu BCR dapat dimanipulasi oleh orang yang
mengevaluasi agar nilai BCR lebih tinggi dari yang sebenarnya (Mangkoesoebroto,
1998).
Contoh penggunaan metode BCR dalam sebuah proyek: Departemen PU
mempertimbangkan untuk membuat jalur baru karena banyaknya kecelakaan lalu lintas
yang terjdi. Diestimasikan ongkos pembangunan jalur baru per km adalah $100.000
sepanjang 51 km dengan perkiraan umur 30 tahun dengan ongkos perawatan diperkirakan
3% dari ongkos awal. Kepadatan lalu lintas pada jalan ini adalah 10.000 kendaraan per
hari dan analisis dilakukan pada tingkat bunga 7%. Estimasi angka kecelakaan turun dari
8 menjadi 4 per 100 juta km kendaraan kalau jalan baru dibuka.
Ongkos yang ditimbulkan dari adanya kecelakaan meliputi: ongkos kerugian
properti, pengeluaran untuk keperluan medis, dan hilangnya upah bagi orang yang
mengalami kecelakaan. Dari data yang diperoleh, informasi bahwa rata-rata ada 35
kecelakaan ringan dan 240 kerusakan properti untuk setiap satu kecelakaan fatal.

Ongkos ekuivalen saat ini dari setiap klasifikasi kecelakaan tersebut adalah sebagai
berikut:
kecelakaan fatal per orang $ 900.000
kecelakaan ringan 10.000
kerusakan properti 1.800

Dengan data-data di atas maka ongkos agregat dari kecelakaan per satu kecelakaan fatal
bisa dihitung sebagai berikut:
kecelakaan fatal per orang $ 900.000
kecelakaan ringan ($10.000 x 35) 350.000
kerusakaan properti ($1.800 x 240) 432.000
total $1.682.000

Dengan metode BCR tentukan apakah usulan pembukaan jalur baru tersebut bisa
diterima atau tidak.

2.4 Masalah Pokok Analisis


2.4.1 Keadaan Monopoli
Misalnya suatu proyek menggunakan semen. Berapakah nilai semen yang harus
dihitung dalam melaksanakan evaluasi suatu proyek? Pada pasar persaingan sempurna,
nilai semen yang digunakan dalam suatu proyek besarnya sama dengan biaya marginal (P
= MC). Harga semen menunjukkan nilai unit terakhir dari semen yang digunakan,
sedangkan biaya marginal menunjukkan biaya yang harus dikeluarkan pengusaha semen
untuk membayar sumber-sumber ekonomi yang diperlukan untuk menghasilkan unit
terakhir semen tersebut.
Apabila suatu proyek pemerintah menggunakan faktor-faktor produksi yang dibeli
pada pasar persaingan tidak sempurna, maka harga-harga faktor tersebut menjadi lebih
tinggi dari biaya marginalnya. Apakah harga input yang dihitung dalam evaluasi suatu
proyek pemerintah adalah harga monopoli atau pasar persaingan tidak sempurna lainnya,
ataukah biaya produksi marginal. Harga monopoli mencerminkan nilai barang/input bagi
konsumen sedangakn biaya produksi marginal menunjukkan tambahan biaya karena
tambahan output. Harga mana yang digunakan dalam evaluasi proyek pemerintah
tergantung dari dampak penggunaan input dalam proyek tersebut. Apabila dengan
digunakannya suatu barang sebagai input dalam suatu proyek pemerintah menyebabkan
produksi barang tersebut bertambah sebanyak input yang digunakan dalam proyek
pemerintah maka biaya opoprtunitas masyarakat adalah nilai dari tambahan input yang
digunakan untuk menghasilkan tambahan barang tersebut, yaitu biaya produksi marginal.
Sebaliknya apabila jumlah barang di pasar tidak bertambah maka nilai input pada proyek
pemerintah adalah harga pasar karena penggunaan input tersebut dalam proyek
pemerintah bersaing dengan konsumen lainnya yang menilai barang tersebut menurut
harga pasar. Apabila dampak penggunaan input di pasar untuk proyek pemerintah
merupakan kombinasi kedua dampak diatas maka penentuan harga input untuk tujuan
evaluasi proyek adalah dengan menggunakan bobot (weight) antara harga pasar dan biaya
produksi marginal.

2.4.2 Adanya Pajak


Apabila suatu barang dikenakan pajak maka harga yang dibayar oleh pembeli lebih tinggi
daripada harga yang diterima produsen/penjual, karena sebagian harga dibayarkan kepada
pemerintah. Apabila proyek pemerintah yang dievaluasi membeli suatu barang yang
dikenakan pajak penjualan, maka untuk tujuan evaluasi proyek harga manakah yang
harus dimasukkan sebagai harga input? Kasusnya adalah sama seperti pada kasus
monopoli yaitu kalau jumlah produksi meningkat/bertambah maka yang dipakai adalah
harga yang diterima produsen/penjual sedangkan kalau jumlah barang atau input
diperkirakan tidak akan bertambah maka harga pasarlah yang dipakai.
Gambar ini memperlihatkan bahwa kenaikan harga komoditi X dari 1 dolar
menjadi 2 dolar akibat pemberlakuan tarif oleh pemerintah Negara 2 sebesar 100 persen,
segera mengakibatkan penurunan surplus konsumen sebanyak AGHB = a + b + c + d =
15 + 5 + 30 + 10 = 60 dolar. Dari jumlah tersebut, 30 dolar diantaranya diterima
pemerintah dalam bentuk pajak impor, kemudian 15 dolar lainnya (AGJC = a)
diredistribusikan kepada para produsen komoditi X di dalam negeri dalam bentuk
kenaikan rente atau surplus produsen, sedangkan 15 dolar sisanya (setara dengan bidang
segitiga CJM = 5 dolar, dan segitiga BHN = 10 dolar) merupakan biaya proteksi atau
biaya bobot mati yang harus dipikul oleh perekonomian Negara 2 tersebut secara
keseluruhan. Production distortion loss adalah kerugian akibat pengenaan tarif yang
menyebabkan produsen berproduksi secara berlebih yang mengakibatkan tidak semua
barang terjualdengan harga yang menguntungkan, sedangkan Consumen distortion loss
adalah kerugian akibat pengenaan tarif yang menyebabkan konsumen mengonsumsi
barang lebih sedikit. Pengenaan tarif ini juga menyebabkan redistribusi pendapatan dari
konsuman domestik kepada produsen domestik.
Oleh karena manfaat dan biaya masing-masing jatuh ke pihak atau
kelompokkelompok yang berlainan, maka evaluasi atas biaya-manfaat secara keseluruhan
dari tarif bergantung pada sampai seberapa besarkah nilai manfaat atau keuntungan yang
didapatkan setiap kelompok. Kerugian yang ditimbulkan dibandingkan dengan manfaat
yang diperoleh. Namun untuk negara kecil yang tidak mampu mempengaruhi harga
internasional, pengenaan tarif hanya akan menimbulkan kerugian karena tidak akan
memiliki keuntungan dengan membaiknya nilai tukar perdagangan.

2.4.3 Pengangguran
Analisis Manfaat-Biaya (Benefit-Cost Analysis) pada umumnya didasarkan pada
suatu asumsi bahwa semua faktor produksi telah digunakan sepenuhnya (full
employment). Suatu proyek mungkin menggunakan tenaga kerja yang sedang
menganggur dengan tak dikehendaki (involuntary unemployed). Karena penggunaan
tenaga kerja yang sedang menganggur ini tidak menyebabkan berkurangnya produksi
barang dan jasa lain dalam perekonomian maka upah yang mereka terima tidak
mencerminkan biaya oportunitas penggunaan tenaga kerja yang nilainya lebih rendah
daripada upah yang diterima apabila terdapat pengangguran tak dikehendaki (involuntary
unemployed). Ada dua masalah dalam menghitung upah tenaga kerja yang menganggur
dengan tak dikehendaki ini :
a. Apabila pemerintah melaksanakan kebijakan stabilisasi untuk mempertahankan
tingkat penggunaan tenaga kerja maka penggunaan tenaga kerja yang sedang bekerja
dalam suatu proyek menyebabkan tenaga kerja dan output di sektor lain menjadi
berkurang. Dalam hal ini biaya tenaga kerja yang dipakai dalam evaluasi proyek
tersebut adalah upah yang berlaku di pasar (upah sebenarnya).
b. Apabila tenaga penganggur yang dipakai dalam suatu proyek mungkin sebenarnya
tidak menganggur secara tidak dikehendaki (involuntary unemployed) selama
pembangunan proyek yang bersangkutan maka yang dipakai dalam evaluasi proyek
adalah upah bayangan. Prakiraan mengenai prospek kesempatan kerja merupakan
suatu masalah yang sangat sulit; dan mengenai perhitungan biaya tenaga kerja ini
tidak ada suatu konsensus mengenai cara menghitung biaya sosial tenaga kerja
(opportunity wage). Untuk praktisnya, dalam banyak evalauasi proyek perhitungan
biaya tenaga kerja dengan cara menggunakan harga yang berlaku atau harga yang
sebenarnya.

2.4.4 Surplus Konsumen


Skala proyek-proyek pemerintah ada yang besar dan ada juga yang kecil. Pada
proyek-proyek yang skalanya kecil pembangunannya tidak akan mempengaruhi harga
barang atau output yang dihasilkan proyek tersebut, sedangkan pada proyek-proyek yang
skalanya besar, tambahan output atau barang akan menurunkan harga barang tersebut di
pasar dan ini menimbulkan masalah dalam perhitungan manfaat suatu proyek pemerintah.
Misalnya suatu dam besar yang dibangun pemerintah akan dapat mengairi area yang
sangat luas sehingga menyebabkan produksi pangan naik dalam jumlah yang sangat
besar. Kenaikan penawaran pangan dalam jumlah yang sangat besar tersebut akan
menyebabkan harga pangan turun. Dalam menghitung manfaat dam tersebut,
bagaimanakah kita menilai tambahan hasil produksi karena adanya dam tersebut?
Keadaan ini dapat dijelaskan dengan Diagram 7.1.

Jumlah produksi padi per tahun ditunjukkan pada sumbu datar sedangkan harga
padi per kilogram pada sumbu tegak. Kurva Dp menunjukkan kurva permintaan dan S
adalah kurva penawaran (diasumsikan padi dihasilkan dengan struktur biaya konstan).
Sebelum adanya pembangunan dam, keseimbangan terjadi pada titik D dengan jumlah
padi yang diproduksikan sebesar OQ0 kilogram per tahun dan harga OH0 rupiah.
Adanya proyek dam menyebabkan kurva penawaran bergeser ke bawah (Sp) dan
pada titik keseimbangan G, output yang terjadi sebesar OP1 kilogram dan dengan harga
yang lebih rendah, yaitu sebesar OH1 rupiah. Kurva permintaan menunjukkan jumlah
barang yang akan dibeli pada berbagai tingkat harga sedangkan kurva penawaran adalah
jumlah barang yang ditawarkan pada tiap tingkat harga. Pada jumlah barang sebesar P2
kilogram, konsumen bersedia membeli padi dengan harga BF2 rupiah, padahal harga
yang diminta penjual hanya sebesar CP2 rupiah sehingga ada surplus konsumen sebesar
BC. Kalau kita analisis dengan cara yang sama untuk setiap jumlah output, maka pada
produksi padi sebanyak OP0 kilogram konsumen bersedia membeli sebesar area
OP0DH0, sehingga terdapat surplus konsumen sebesar DEH0. Apabila harga yang terjadi
sebesar OH1 rupiah maka ada surplus konsumen sebesar H1GDE. Jadi dengan adanya
proyek pembuatan dam maka output naik dalam jumlah yang besar (P0P1), sehingga
harga juga turun secara sangat berarti (H0H1) dan ada tambahan surplus konsumen
sebesar H0DGH1 (H1GE - H0DE). Jadi daerah di bawah kurva permintaan diantara
kedua harga menunjukkan penilaian konsumen karena perubahan (peningkatan)
kemampuan mereka untuk membeli barang dengan harga yang lebih rendah. Besarnya
surplus konsumen dapat diukur apabila orang yang melakukan evaluasi proyek mampu
menghitung bentuk kurva permintaan dengan tepat. Untuk proyek-proyek besar
perubahan surplus konsumen merupakan ukuran yang paling tepat untuk mengukur
perubahan kesejahteraan masyarakat dan bukan sekedar nilai total hasil dari suatu proyek.
Oleh karena itu, pada proyek yang skalanya besar evaluasi manfaat proyek
tersebut harus dilakukan dengan mengukur surplus konsumen.

2.4.5 Pemilihan Tingkat Diskonto atau Bunga


Masalah lainnya yang juga penting adalah penentuan tingkat bunga. Dri analisis
disatas kita ketahui bahwa penentuan tingkat bunga merupakan suatu hal yang sangat
penting karena dilaksanakannya suatu proyek sangat tergantung dari tingkat bunga mana
yang kita pilih. Dalam kenyataannya, di masyarakat terdapat berbagai tingkat bunga,
misalnya tingkat bunga tabanas, tingkat bunga deposito (yang juga bermacam-macam
tingkatnya tergantung jenis dan jangka waktunya), tingkat bunga pinjaman bank, dan
tingkat bunga tidak resmi yang besarnya berbeda-beda. Jadi, tingkat bunga manakah yang
sebaiknya dipilih dalam melakukan suatu evaluasi proyek?.
Penentuan tingkat diskonto atau tingkat bunga merupakan hal yang sangat penting
oleh karena hasil suatu proyek dapat berbeda-beda tergantung dari tingkat bunga yang
dipilih. Misalnya pemerintah harus memilih salah satu dari 2 proyek, yaitu proyek I yang
memberi hasil bersih sebesar Rp90 juta yang diterima seketika, atau proyek II yang
memberi hasil bersih sebesar Rp 100 juta dua tahun setelah proyek tersebut selesai.
Pada sektor swasta tingkat diskonto yang dipakai pada umumnya sama dengan
tingkat bunga yang berlaku karena tingkat bunga mencerminkan oportunitas penggunaan
dana. Akan tetapi tingkat bunga yang berlaku untuk setiap proyek seharusnya juga
berbeda-beda karena perbedaan risiko pemberi pinjaman. Apabila pemberi dana merasa
ragu-ragu akan pengembalian uang yang digunakan, maka ia akan meminta bunga yang
tinggi agar ia dapat memperoleh kembali uang yang dipinjamkan dalam waktu yang
relatif singkat. Jadi tinggi rendahnya bunga disebabkan karena perbedaan risiko yang
diperkirakan oleh pemberi pinjaman. Tingkat diskonto yang dipakai dalam evaluasi
proyek-proyek pemerintah. Seharusnya mencerminkan hasil yang didapat (rate of return)
apabila dana untuk program pemerintah tersebut dipakai oleh sektor swasta, sehingga
tingkat diskonto yang dipakai seharusnya mencerminkan biaya oportunitas proyek
pemerintah. Secara teoretis, pemindahan sumber-sumber ekonomi dari sektor swasta ke
sektor pemerintah hanya bisa dilakukan apabila sumber-sumber ekonomi tersebut dapat
memberi hasil yang lebih tinggi apabila dana tersebut digunakan oleh pemerintah
daripada digunakan oleh swasta. Hal ini akan menjamin penggunaan sumber-sumber
ekonomi secara efisien. Selain itu, tingkat diskonto dalam evaluasi proyek harus
mencerminkan kesediaan masyarakat untuk menangguhkan konsumsi sekarang dengan
menabung untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi di kemudian hari. Apabila
pemerintah memerlukan dana yang diambil dari tabungan masyarakat maka tingkat
bunga pada tabungan masyarakat harus sama dengan tingkat diskonto untuk tujuan
evaluasi proyek-proyek pemerintah.
Karena sulitnya menentukan tingkat diskonto yang tepat sedangkan penentuan
tingkat diskonto adalah hal yang sangat penting dalam evaluasi suatu proyek maka para
ahli ekonomi menggunakan tingkat diskonto sosial (social discount rate) yang mereka
perkirakan dengan mempertimbangkan risiko pajak dan tingkat inflasi. Suatu contoh
perhitungan tingkat diskonto sosial, misalnya dalam suatu proyek yang mempunyai
derajat risiko yang kecil sekali sedangkan tingkt diskonto pada pinjaman pemerintah
(yang tidak memperhitungkan risiko) sebesar 10 persen serta pajak perusahaan sebesar 50
persen. Dalam hal ini biaya oportunitas dari uang yang dipinjamkan sebesar 5 persen
karena sektor swasta yang melakukan suatu investasi dan menghendaki tingkat hasil
bersih sebesar 5 persen harus memperoleh manfaat paling sedikit sebesar 10 persen,
sebab dari manfaat sebesar 10 persen tersebut sebagian, yaitu sebesar 50 persen harus
dibayar kepada pemerintah sebagai pajak.
Arrow berpendapat bahwa karena pemerintha melaksanakan berbagai proyek,
maka secara keseluruhan proyek-proyek pemerintah tidak mempunyai risiko. Ini
disebabkan karena kegagalan dalam proyek yang satu akan diimbangi oleh keberhasilan
dalam proyek yang lain, sehingga Arrow berpendapat bahwa faktor risiko yang harus
dimasukkan dalam perhitungan tingkat diskonto pada evaluasi proyek-proyek sektor
swasta tidak perlu diperhitungkan dalam proyek-proyek pemerintah. Walaupun demikian,
perhitungan tingkat diskonto dengan mempertimbangkan faktor risiko pada setiap proyek
merupakan cara yang paling baik walaupun sangat sulit dilakukan. Cara lain yang banyak
dilakukan adalah dengan menggunakan tingkat diskonto dengan memasukkan perbedaan
rata-rata risiko antara proyek pemerintah dan proyek swasta, misalnya dengan
menambahkan perbedaan dari rata-rata risiko pada tingkat diskonto yang dipakai.
Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam suatu evaluasi proyek adalah tingkat
inflasi. Faktor ini merupaka faktor yang penting untuk diperhitungkan terutama pada
perekonomian yang selalu mengalami inflasi. Tingkat diskonto yang diumumkan atau
yang dikenakan pada badan-badan perbankan adalah tingkat diskonto nominal. Suatu
analisis manfaat dan biaya dilakukan dengan menggunakan tingkat harga konstan
sehingga tingkat diskonto yang digunakan haruslah tingkat diskonto nyata (real discount
rate), yaitu tingkat diskonto nominal dikurangi tingkat inflasi.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Analisis manfaat dan biaya digunakan untuk mengevaluasi penggunaan
sumber-sumber ekonomi agar sumber yang langka tersebut dapat digunakan
secara efisien.Dengan analisis ini pemerintah menjamin penggunaan sumber-
sumber ekonomi yangefisien dengan memilih program-program yang memenuhi
kriteria efisiensi. Analisismanfaat dan biaya merupakan alat bantu untuk
membuat keputusan publik dengan mempertimbangkan kesejahteraan
masyarakat. Ada dua pihak yang menaruh perhatianpada analisis ini, yaitu pertama,
para praktisi teknis dan ekonom yang berperan dalammengembangkan metode
analisis, pengumpulan data, dan membuat analisis serta rekomendasi.
Kedua, pemegang kekuasaan eksekutif yang berwenang untuk
membuatperaturan dan prosedur untuk melaksanakan keputusan publik.Analisis
manfaat dan biaya ini hanya menitikberatkan pada efisiensi penggunaan faktor
produksi tanpa mempertimbangkan masalah lain seperti distribusi,
stabilisasiekonomi dan sebagainya. Analisis ini hanya menentukan program
dari segi efisiensisedangkan pemilihan pelaksanaan program berada di
tangan pemegang kekuasaaneksekutif yang dalam memilih juga mempertimbangkan
faktor lain.

Anda mungkin juga menyukai