Anda di halaman 1dari 5

KELOMPOK 1

JIEFLY RETNALD (H061211036)


MUH. SURYA DARWIS (H061211030)

AZIZA (H061211026)
RESKY AULIA M (H061211057)

GLOBAL WARMING DAN DAMPAKNYA BAGI LINGKUNGAN

Pemanasan global (global warming) adalah meningkatnya suhu rata-rata


permukaan bumi sebagai akibat meningkatnya jumlah emisi gas rumah kaca di
atmosfer. Perubahan iklim global sebagai peristiwa naiknya intensitas efek rumah
kaca yang terjadi karena adanya penyerapan sinar gas dalam atmosfer yang
menyerap sinar panas yang dipancarkan oleh bumi. Pada saat ini bumi
menghadapi pemanasan yang cepat. Menurut para ahli meteorologi selama seratus
tahun terakhir rata-rata temperatur meningkat dari 15° C menjadi 15,6° C.
Sebagian besar peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan abad
ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas
rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca.

Pemanasan global diyakini disebabkan oleh berbagai macam aktivitas manusia,


seperti proses industrialisasi dan transportasi yang menggunakan bahan bakar
fosil. Upaya tersebut menyadarkan banyak orang, bahwa saat ini telah terjadi
peningkatan suhu udara bumi akibat pemanasan global yang telah terjadi pada
bumi yang kita huni. Hasil pembakaran bahan bakar fosil yang menghasilkan
antara lain gas CO2 dalam skala global berjumlah miliaran ton setiap tahun,
disemburkan ke atmosfir bumi. Akibatnya, sinar matahari yang tiba ke permukaan
bumi tidak leluasa dipancarkan kembali ke ruang angkasa. Panas tersebut
terperangkap dekat permukaan bumi, menghasilkan gejala seperti di rumah kaca
yang digunakan untuk menyemaikan tanaman.

Sejak revolusi industri, konsentrasi gas-gas rumah kaca telah meningkat, terutama
dalam kaitanya dengan aktivitas manusia. Sepanjang 50 tahun terakhir penetrasi
gas-gas rumah kaca (GRK) ke atmosfer, seperti misalnya sampah yang
menghasilkan gas metana (CH4), diperkirakan 1 ton sampah padat menghasilkan
50 kg gas metana. Sampah perkotaan merupakan sektor yang sangat cepat
potensial mempercepat proses terjadinya pemanasan global. Efek GRK sendiri
diibaratkan suatu kaca yang menaungi bumi seperti kaca pada atap rumah kaca
yang digunakan untuk penelitian suatu tanaman atau pembudidayaan tanaman
bernilai ekonomi tinggi.

Efek Rumah Kaca atau Greenhouse Effect merupakan istilah yang pada awalnya
berasal dari pengalaman para petani di daerah beriklim sedang yang menanam
sayur mayur dalam rumah kaca suhu dalam rumah kaca naik dan panas, sehingga
biji-bijian di dalamnya tumbuh. Pengalaman mereka menunjukkan bahwa pada
siang hari waktu cuaca cerah, meskipun tanpa alat pemanas suhu dalam ruangan
rumah kaca lebih tinggi daripada suhu di luarnya. Hal tersebut dikarenakan sinar
matahari yang menembus kaca dipantulkan kembali oleh benda-benda di dalam
ruangan rumah kaca sebagai gelombang panas yang berupa sinar inframerah.
Akibatnya, suhu di dalam ruangan rumah kaca lebih tinggi daripada suhu di
luarnya dan hal tersebutlah yang dikatakan sebagai efek rumah kaca. Efek rumah
kaca dapat terjadi pula di dalam mobil yang diparkir di tempat yang panas dengan
jendela tertutup. Dari pancaran sinar matahari yang sampai ke bumi (setelah
melalui penyerapan berbagai sinar di atmosfer) sebagian radiasi tersebut
dipantulkan dan sebagian diserap oleh bumi. Radiasi yang diserap dipancarkan
lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang bergelombang panjang. Sinar
tersebut di atmosfer akan diserap oleh gas-gas rumah kaca seperti uap air H2O dan
karbon dioksida CO2 sehingga tidak terlepas keluar angkasa dan menyebabkan
panas terperangkap di troposfer dan akhirnya menyebabkan peningkatan suhu di
bumi maupun di lapisan troposfer (lapisan atmosfer terendah).

Efek dari penguatan iklim dipersulit oleh berbagai macam proses umpan balik,
dimana saat oksigen disuntikkan kedalam atmosfer menyebabkan pemanasan
atmosfer dan permukaan bumi, sehingga mengakibatkan lebih banyak uap air
yang diucapkan ke atmosfer. Dan uap air itu sendiri bertindak sebagai gas rumah
kaca. Proses umpan balik penting lainnya adalah umpan balik ice-albedo, dimana
oksigen dalam atmosfer memanaskan permukaan bumi dan menyebabkan
mencarinya es didekat kutub. Ketika es mencair, daratan atau perairan terbuka
karena imbasnya.

Faktor lain yang menyebabkan terjadinya pemanasan global adalah adanya


kerusakan hutan. Salah satu fungsi tumbuhan yaitu menyerap karbondioksida
(CO2) yang merupakan salah satu dari gas rumah kaca dan mengubahnya menjadi
oksigen (O2). Kerusakan hutan tersebut disebabkan oleh kebakaran hutan,
perubahan tata guna lahan antara lain perubahan hutan menjadi perkebunan
dengan tanaman tunggal secara besar-besaran. Menurut laporan Bank Dunia, tiap
tahun 10 sampai 20 juta hektar hutan tropis musnah. Hal tersebut sangat
mengkhawatirkan, mengingat hutan tropis dianggap paru-paru yang mampu
mensirukulasi dan mentransformasi karbon dioksida menjadi oksigen, dan
tentunya akan mempercepat terjadinya pemanasan global.

Apabila kenaikan temperatur global terjadi, permukaan laut akan naik akibat
peleburan gletser-gletser dan gunung-gunung es di daerah kutub, yang pada
gilirannya mengakibatkan permukaan laut lebih tinggi. Padahal gunung dan kutub
berperan penting dalam menstabilkan musim dan ekologi bumi. 90% sinar
matahari yang mengenai es dipantulkan kembali ke angkasa seperti kaca, namun
ketika sinar matahari mencapai permukaan air laut, semuanya diserap yang
menyebabkan air menjadi hangat, dan dampaknya akan mempercepat pencairan
es. Kenaikan permukaan laut mempunyai dampak langsung pada garis pantai dan
bahkan dapat membanjiri pulau-pulau kecil atau kawasan kota yang rata dengan
pantai. Dapat pula memungkinkan kejadian cuaca ekstrem yang akan
memunculkan badai-badai lebih hebat, musim kering, banjir, angin topan dan
gejala cuaca lain yang mempunyai dampak langsung pada kehidupan sosial dan
ekonomi manusia. Kecepatan kenaikan temperatur akan berarti bagi ekosistem-
ekosistem yang menyesuaikan dan banyak jenis tumbuhan dan binatang akan
musnah. Manusia juga akan menghadapi berbagai kesulitan, seperti dampak pada
pertanian, persediaan air dan kehutanan.

Bila kenaikan temperatur dalam batas rentang kenormalan, tidak menjadi masalah.
Layaknya kondisi dalam rumah kaca yang digunakan dalam bidang pertanian,
tanaman dapat tumbuh dengan optimal. Lain halnya bila GRK di atmosfer terus
bertambah jumlahnya tanpa kendali, panas dari sang surya akan makin banyak
menambah panasnya bumi. Tidak hanya itu, dengan semakin tebalnya lapisan
GRK, daya pantul radiasi panas semakin hebat, akibatnya tidak mustahil
kondisinya seperti GRK di Venus yang bertambah panas. Gas CO2 memberi
kontribusi terbesar dalam pemanasan global, ya itu 50%. Selanjutnya kontribusi
hingga terkecil diberikan oleh gas-gas CFC, CHt, O3, dan NOx masing-masing
lebih kurang 20%, 15%, 8% dan 7%. Uap air juga merupakan GRK, tetapi karena
air dianggap tetap (alami) maka air tidak dianggap sebagai penyebab perubahan
iklim oleh pemanasan global.

Pengendalian pemanasan global diperlukan beberapa pendekatan yang dapat


dilakukan untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca yaitu
dengan menghilangkan karbon. Karbon dioksida adalah penyumbang utama gas
kaca, dari masa pra industri yang sebesar 280 ppm menjadi 379 ppm pada tahun
2005. Memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi merupakan
salah satu cara untuk menghilangkan karbondioksida di udara, pohon dapat
menyerap karbondioksida kemudian memecahnya melalui fotosintesis dan
menyimpan karbon dalam kayunya. Di seluruh dunia tingkat perambahan hutan
telah mencapai level yang mengkhawatirkan di banyak areal, tanaman yang
tumbuh kembali sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika
diubah untuk kegunaan lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan
rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan penghutanan
kembali yang berperan dalam mengurangi semakin bertambahnya gas rumah
kaca.

Sedangkan dari industrialisasi untuk menahan laju perubahan iklim, perlu segera
dilakukan usaha-usaha mengurangi emisi gas rumah kaca hasil aktivitas manusia.
Ini bisa dilakukan dengan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil/minyak
bumi, batubara, dan gas. Dua cara yang bisa dilakukan adalah dengan beralih ke
bahan bakar yang memiliki emisi yang lebih rendah seperti penggunaan gas dan
energi dari sumber terbarukan, atau melakukan program efisiensi energi. Hal ini
bisa saja efektif dilakukan di sektor industri dan pembangkit listrik. Kedua sektor
ini termasuk penghasil emisi GRK utama di Indonesia, dan memiliki konsumsi
energi perkapita yang tinggi (Pelangi Indonesia Home Page).

Dari pantauan BMKG, melalui data stasiun Global Atmospheric Watch BMKG di
Kototabang Sumatera Barat, menunjukkan tren peningkatan konsentrasi Gas
Rumah Kaca (GRK), tercatat karbondioksida (CO2) 406 ppm. Begitu pula dengan
suhu yang setiap tahun rata-rata mengalami kenaikan, selain itu secara fisik dapat
dilihat dari berkurangnya secara drastis ketebalan dan luasan tutupan es di puncak
Gunung Jayawijaya.

Dengan melihat kondisi seperti telah diuraikan di atas, maka tidak bijak kalau
masing-masing pihak masih mempermasalahkan siapa yang menjadi penyebab ini
semua (global warming). Perlu upaya bersama termasuk generasi muda untuk
mengkampanyekan dan ikut mengendalikan pemanasan global. Kita yang
generasi muda ini bisa berkontribusi dalam pengendalian pemanasan global.
Sebagai individu, bisa berkontribusi hampir di semua sektor meski dalam porsi
kecil namun bila diakumulasi dapat berdampak terhadap pengendalian pemanasan
global. Namun belum semua orang punya kesadaran yang sama untuk mengatasi
hal tersebut, disebabkan GRK tidak terlihat sehingga dianggap tidak berbahaya
dan dampak yang terjadi seolah-olah jauh dari kehidupan sehari-hari. Maka untuk
mengkomunikasikan krisis iklim harus disesuaikan dengan audiens terutama
generasi muda yang tidak bisa disamakan dengan generasi sebelumnya sehingga
perlu perlakuan khusus.

Apabila dampak sebagai akibat dari adanya pemanasan global tidak mendapatkan
penanganan secara serius dan berkelanjutan, maka akan dapat berakibat fatal bagi
keberadaan kualitas hidup manusia Indonesia baik untuk masa kini maupun masa
mendatang.

Referensi :

R. Idayati. Pengaruh Pemanasan Global (Global Warming) Terhadap Lingkungan


dan Kesehatan. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, Vol. 7 No. 1, 2007.

W. E. Cahyono. Pengaruh Pemanasan Global Terhadap Lingkungan Bumi,


peneliti Bidang Pengkajian Ozon dan Polusi Udara, LAPAN.

Anda mungkin juga menyukai