Anda di halaman 1dari 6

PELANGGARAN NORMA HUKUM

MEMELIHARA SATWA YANG DILINDUNGI

Nama : Karisma Setianingsih


Kelas : X TKJ 2
Tugas : Proyek IPAS

SMK NU 1 ISLAMIYAH KRAMAT


Jl.Garuda No.39 Kemantran

Kec.Kramat Kab.Tegal Jawa Tengah, 52181


https://smknu1islamiyahkramat.sch.id/
Hukumnya Memelihara Satwa Liar yang Dilindungi
Segala sesuatu mengenai menyimpan, memelihara, dan
memperniagakan satwa yang dilindungi merupakan sebuah
tindak pidana yang melanggar hukum dan akan dikenakan
sanksi sesuai aturan yang berlaku.

Penyelundupan satwa liar kembali terjadi, kini sebanyak 56


satwa liar yang dilindungi diselundupkan ke Manado Sulawesi
Utara pada Rabu (1/6) yang lalu. Pelaku penyelundupan satwa
tersebut hingga kini masih dalam pengembangan penyelidikan.

Para pelaku yang melanggar rumusan Pasal 40 ayat (2) Jo. Pasal
21 ayat (2) huruf UU RI No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo. Pasal 55 ayat
(1) KUHP akan dipidana sesuai dengan aturan yang berlaku.

Dalam ketentuan Pasal 20 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1990


tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya, menyatakan bahwa setiap orang dilarang untuk:
1. Menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki,
memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang
dilindungi dalam keadaan hidup.
2. Menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan
memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati.
3. Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di
Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia.
4. Memperniagakan, menyimpan, atau memiliki kulit, tubuh,
atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-
barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau
mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat
lain di dalam atau di luar Indonesia.
5. Mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan,
menyimpan atau memiliki telur dan atau sarang satwa yang
dilindungi.

Segala sesuatu yang tertera dalam UU tersebut mengenai


menyimpan, memelihara, dan memperniagakan satwa yang
dilindungi merupakan sebuah tindak pidana yang melanggar
hukum dan akan dikenakan sanksi sesuai aturan yang berlaku.
Sanksi pidana tersebut berupa pidana penjara paling lama 5
tahun yang dijelaskan dalam Pasal 21 ayat 2 UU No. 5 Tahun
1990 dan denda paling banyak Rp100 juta yang tertuang di
dalam Pasal 40 ayat 2 UU No. 5 Tahun 1990.

Namun, masih banyak ditemukan warga sipil yang memiliki


satwa liar yang jelas-jelas dilindungi namun tetap
memeliharanya di dalam rumah. Hal ini bisa saja diperbolehkan
selama pemilik satwa memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Hewan langka yang dimanfaatkan untuk peliharaan atau


diperjualbelikan harus didapatkan dari penangkaran dan bukan
dari alam.

2.Hewan langka yang boleh dimanfaatkan dari penangkaran


merupakan kategori F2 yang merupakan sebuah kategori
hewan generasi ketiga yang dihasilkan dari penangkaran, dalam
kata lain hanya cucu dari generasi pertama di tempat
penangkaran yang bisa dipelihara atau diperjualbelikan.
3. Hewan langka yang legal untuk dimanfaatkan setelah
ditangkarkan hanya hewan dengan kategori Appendix 2,
sedangkan kategori Appendix 1 walau sudah ditangkarkan tidak
boleh dimanfaatkan untuk apapun karena harus dikonservasi.

4. Contoh hewan langka Appendix 2 adalah Elang, alap-alap,


buaya muara, dan Jalak Bali. Sedangkan kategori Appendix 1
contohnya Anoa, Badak Bercula Satu, Harimau Sumatera,
Macan Dahan, dan Orang Utan.
Mengenai penetapan status satwa yang dilindungi tercantum
dalam Permen LHK No.106 Tahun 2018 yang menjelaskan suatu
satwa yang wajib ditetapkan dalam golongan yang dilindungi
harus dilakukan upaya pengawetan apabila telah memenuhi
kriteria:

1. Mempunyai populasi kecil


2. Adanya penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam
3. Daerah penyebaran yang terbatas

4. Dalam hal suatu jenis satwa yang dilindungi populasinya


telah mencapai tingkat pertumbuhan tertentu, sehingga jenis
tidak lagi termasuk kategori jenis satwa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 PP No. 7 Tahun 1999, maka statusnya dapat
diubah dari dilindungi menjadi tidak dilindungi.
5. Penetapan satwa yang dilindungi menjadi yang tidak
dilindungi dan sebaliknya ditetapkan oleh Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan setelah mendapat pertimbangan Otoritas
Keilmuan dalam hal ini Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai