Anda di halaman 1dari 74

PERLINDUNGAN TSL IN-SITU

DALAM LANSKAP DAN EKOSISTEM

Pusdiklat SDM LHK Bogor


Tahun 2022
TUJUAN
PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta
pelatihan mampu:
1. Menganalisis tujuan perlindungan TSL in-
situ dan ekosistem pendukungnya pada
kawasan konservasi;
2. Menganalisis unsur-unsur perlindungan
TSL in-situ dan ekosistem pendukungnya
pada kawasan konservasi;
3. Menganalisis dan melakukan identifikasi
permasalahan pada perlindungan in-situ
TSL dan ekosistem pendukungnya pada
kawasan konservasi;
4. Melaksanakan perlindungan TSL insitu
POKOK BAHASAN

a. Tujuan perlindungan TSL in-situ dan ekosistem pendukungnya pada


kawasan konservasi.
1. Pengertian-pengertian;
2. Prinsip dan tujuan perlindungan TSL In-situ ;
3. Kriteria Status populasi (Cites, UU,
Endemisitas)
b. Unsur-unsur perlindungan TSL in-situ dan ekosistem pendukungnya
pada kawasan konservasi;
1. Inventarisasi TSL Sebagai Indikator (Metode dan analisis data)
2. Habitat;
3. Populasi;
POKOK BAHASAN
Lanjutan ………….

c. Permasalahan pada perlindungan in-situ TSL dan ekosistem


pendukungnya pada kawasan konservasi;
1. Dinamika populasi (faktor penyebab dan
dampak);
2. Permasalahan habitat.
d. Pelaksanaan perlindungan TSL in situ;
Konservasi
di Dalam
Habitat
Alaminya
(Konservasi
In-Situ)
KONSERVASI
KEANEKARAGAMAN
HAYATI
Konservasi
di Luar Habitat
Aalaminya
(Konservasi
Ex-Situ)
BAB I.
TUJUAN PERLINDUNGAN TSL IN-SITU
DAN EKOSISTEM PENDUKUNGNYA
PADA KAWASAN KONSERVASI
A. PENGERTIAN-PENGERTIAN

1. Sumberdaya Alam Hayati :


Adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam
nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang
bersama dengan unsur non hayati di sekitarnya secara keseluruhan
membentuk ekosistem.

2. Kepunahan Spesies :
Suatu species dikatakan punah apabila sudah tidak dapat ditemukan
lagi anggotanya di muka bumi.
Jika beberapa individu suatu species hanya bisa dijumpai dalam
pemeliharaan pecinta jenis species tertentu dalam sangkar atau
lembaga konservasi maka hal itu dapat dikatakan telah punah di alam.
A. PENGERTIAN-PENGERTIAN
Lanjutan ………….

3. Satwa Liar :
adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang
masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara
oleh manusia.

4. Populasi :
adalah kelompok individu dari jenis tertentu yang secara alami dan dalam jangka
panjang mempunyai kecenderungan untuk mencapai keseimbangan populasi secara
dinamis sesuai dengan kondisi habitat beserta lingkungannya.

5. Habitat :
adalah lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang
secara alami.
B. PRINSIP & TUJUAN PERLINDUNGAN TSL IN-SITU

1. PRINSIP PERLINDUNGAN TSL


a Keseimbangan populasi
b. Dinamika populasi
c. Rantai makanan/nutrisi
d. Musim perkembangbiakan
B. PRINSIP & TUJUAN PERLINDUNGAN TSL IN-SITU
Lanjutan ………….

2. TUJUAN PERLINDUNGAN TSL

Alikodra (2010) mengatakan, tujuan pengelolaan


satwa liar dapat dibedakan menjadi :
a. Meningkatkan ukuran populasi,
b. Untuk memanen sejumlah individu dari suatu
populasi berdasarkan prinsip kelestarian hasil.
c. Untuk mengurangi individu yang jumlahnya
berlebihan.
3. KRITERIA STATUS POPULASI

A. Berdasarkan CITES

⮚ Adalah jenis yang jumlahnya di alam


sudah sangat sedikit dan dikhawatirkan
akan punah.
⮚ Perdagangan komersil untuk jenis-jenis
Appendix I yang termasuk kedalam Apendiks I
sama sekali tidak diperbolehkan,
kecuali jika berasal dari hasil
penangkaran atau bukan untuk
keperluan komersil, seperti untuk
tujuan konservasi, pendidikan dan ilmu
pengetahuan.
⮚ Adalah jenis yang pada saat ini tidak termasuk
kedalam kategori terancam punah, namun
memiliki kemungkinan untuk terancam punah
jika perdagangannya tidak diatur.
⮚ Perdagangan terhadap jenis yang termasuk
Appendix II Apendiks II ini dapat diperbolehkan, selama
Management Authority dari negara pengekspor
mengeluarkan izin ekspor.
⮚ Management Authority mengeluarkan izin
ekspor berdasarkan saran dari Scientific
Authority, setelah Scientific Authority
mengadakan kajian yang menyimpulkan bahwa
perdagangan jenis satwa atau tumbuhan
tersebut tidak akan membahayakan
kelestariannya di alam.
⮚ Adalah jenis yang diberlakukan
Appendix III
khusus oleh suatu negara tertentu

✔ Ketentuan untuk Appendix I dan II berlaku untuk semua


Range Countries.
✔ Jika terdapat perbedaan pendapat antar range countries
sehingga tidak semua range countries sepakat untuk
memasukkan suatu jenis ke dalam Apendiks, maka jenis
tersebut dimasukkan ke dalam Apendiks III dan berlaku
hanya untuk negara yang menginginkan untuk
memasukkan jenis tersebut ke daftar Apendiks.
✔ Untuk melakukan ekspor maka negara yang telah
memasukkan suatu jenis dalam Apendiks III harus terlebih
dahulu mengeluarkan izin ekspor, sementara negara
lainnya harus mengeluarkan surat keterangan mengenai
asal dari spesimen tersebut (certificate of origin).
Beberapa Pengecualian

Appendix CITES tidak berlaku untuk:


1. Pertunjukan keliling (sirkus);
2. Perdagangan non-komersial, miisalnya untuk keperluan
kegiatan ilmiah dan pertukaran antar kebun binatang;
3. Barang-barang pribadi;
4. Spesimen yang transit di negara lain (transit specimen);
5. Spesimen satwa dan tumbuhan yang diperdagangkan
sebelum Konvensi berlaku;
6. Spesimen yang dihasilkan dari penangkaran;
7. Spesimen dari hasil ranching (pembesaran dari alam).
3. KRITERIA STATUS POPULASI Lanjutan............

B. Berdasarkan Peraturan Perundangan RI

Menurut UU Nomor 5 tahun 1990, pada Bab V pasal 20 :

(1) Tumbuhan dan satwa digolongkan dalam jenis:


a. Tumbuhan dan satwa yang dilindungi;
b. Tumbuhan dan satwa yang tidak dilindungi.

(2) Jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi


digolongkan dalam:
a. Tumbuhan dan satwa dalam bahaya kepunahan;
b. Tumbuhan dan satwa yang populasinya jarang.
KRITERIA TSL DALAM GOLONGAN YG DILINDUNGI :

1. Mempunyai populasi yang kecil


Populasi yg kecil dicirikan paling tidak oleh salah satu hal-hal
berikut:

✔ Berdasarkan observasi, dugaan maupun proyeksi terdapat


penurunan secara tajam pada jumlah individu dan luas serta
kualitas habitat;
✔ Setiap sub populasi jumlahnya kecil;
✔ Mayoritas individu dalam satu atau lebih fase sejarah hidupnya
pernah terkonsentrasi hanya pada satu sub-populasi saja;
✔ Dalam waktu yang pendek pernah mengalami fluktuasi yang
tajam pada jumlah individu;
✔ Karena sifat biologis dan tingkah laku jenis tersebut seperti
migrasi, jenis tersebut rentan terhadap bahaya kepunahan.
2. Adanya penurunan yang tajam pada jumlah individu di
alam;

Hal ini dapat diketahui berdasarkan :


❖ Observasi dimana saat ini sedang terjadi penurunan tajam atau
terjadi di waktu yang telah lampau namun ada potensi untuk
terjadi kembali; atau
❖ Dugaan atau proyeksi yang didasarkan pada paling tidak salah
satu dari hal-hal berikut:
→ penurunan areal atau kualitas habitat;
→ ancaman dari faktor luar seperti adanya pengaruh
patogen, kompetitor, parasit, predator, persilangan, jenis
asing (jenis introduksi) dan pengaruh racun atau polutan;
atau
→ menurunnya potensi reproduksi.
3. Daerah Penyebaran yang Terbatas (endemik);

Dicirikan oleh :
❖ terjadi fragmentasi populasi;
❖ hanya terdapat di satu atau beberapa lokasi (endemik);
❖ terjadi fluktuasi yang besar pada jumlah sub populasi atau jumlah
areal penyebarannya;
❖ berdasarkan observasi, dugaan maupun proyeksi terdapat
penurunan yang tajam pada paling tidak salah satu dari hal
berikut:
→ areal penyebaran ;
→ jumlah sub populasi;
→ jumlah individu;
→ luas dan kualitas habitat;
→ potensi reproduksi.
KATEGORI KELANGKAAN TSL

1. Satwa yang telah mendekati kepunahan atau nyaris punah (Endangered)


2. Satwa yang populasinya jarang atau terbatas dan mempunyai resiko punah
(Restricted / Rage).
3. Satwa yang sedang mengalami penurunan pesat dari populasi di alam bebas
(Depleted / Vulnerable).
4. Satwa yang terancam punah, tetapi belum dapat ditetakan tingkat
kelangkaannya karena kekurangan data (indeterminate).
(Sesuai IUCN Red Data Books)
BAB II.
UNSUR-UNSUR PERLINDUNGAN TSL IN-SITU
1. HABITAT
• Habitat suatu organisme adalah
tempat organisme itu hidup.
• Kondisi kualitas dan kuantitas
habitat akan sangat menentukan
komposisi, penyebaran dan
produktifitas TSL.
• Habitat yg berkualitas diharapkan
akan menghasilkan kehidupan
TSL yg berkualitas tinggi.
TIPE-TIPE HABITAT (1)
• Berdasarkan tipe vegetasinya, hutan sebagai tipe habitat dapat
dikelompokkan sbb.:
• Hutan Hujan Tropis (terdapat pada tipe iklim A dan B). Tipe
ini kaya akan satwa liar, baik mamalia, reptilia maupun aves.
• Hutan Musim (terdapat pada iklim C dan D). Mempunyai
jenis satwa dengan komposisi terbatas, dan jarang ditemui
jenis satwa khas.
• Hutan Gambut, ditemui di daerah dengan tipe iklim A dan B,
dengan ciri mempunyai lapisan bahan organic (gambut)
dengan ketebalan lebih dari 160cm. Tipe habitat ini jarang
ditemui herbivora, tetapi umumnya disukai primata.
TIPE-TIPE HABITAT (2)

• Hutan Rawa, umumnya berbatasan dengan


hutan payau. Umumnya dihuni oleh satwa
yang tinggal di atas pohon seperti primata
dan burung.
• Hutan Pantai, dijumpai di tepi pantai yang
kering. Jenis satwa sangat terbatas,
misalnya penyu laut.
• Hutan Payau, pantainya selalu dan secara
teratur tergenang air laut (air asin). Tipe
habitat ini sering digunakan oleh burung
dan primata.
KOMPONEN HABITAT (1)
Habitat terdiri dari 2 unsur, yaitu:
• Fisik (tanah, air, batuan, iklim),
• Biotik (tumbuhan, binatang dan manusia)

Komponen habitat yg penting & sering


menjadi faktor pembatas, adalah:
• Makanan,
• Air,
• Lindungan (cover).
a. Makanan (1)
• Secara umum makanan satwa liar dapat
berupa rumput, daun, buah, biji, daging,
serangga atau jenis lainnya. Disamping itu
untuk jenis satwa tertentu diperlukan
adanya garam/mineral dalam jumlah yang
cukup.
• Berdasarkan jenis makanan yang dimakan,
satwa dapat dibedakan menjadi tiga
golongan, yaitu: (1) Herbivora (pemakan
tumbuh-tumbuhan), (2) Carnivora
(pemakan daging satwa), dan (3)
Omnivora (pemakan segala jenis
makanan).
• Herbivora dibagi menjadi pemakan
rumput (grazer), pemakan semak
(browser), dan pemakan biji serta buah;
• Karnivora dibedakan menjadi pemakan
serangga (insektivora), pemakan ikan
(piscifora) dan bentuk pemangsaan khusus
seperti parasit.
a.Makanan (2)

• Tidak ada satupun makhluk hidup di


alam yang hanya makan satu jenis
makanan saja.
• Jenis makanan yang dimakan satwa
harus mengandung unsur-unsur
karbohidrat, lemak, protein, pati
serta unsur kimia seperti kalsium,
phospor, nitrogen dan sebagainya.
b. Air (1)
• Dari segi ketergantungan kepada air, satwa
dapat dibedakan menjadi:
• 1. “Water animal”, yaitu satwa yang
hidup di air atau di dekat air, seperti
buaya, kuda nil, lumba-lumba dan
sebagainya.
• 2. “Water dependent species”, yaitu
satwa yang memerlukan air untuk
proses penghancuran makanan dan
memerlukan air setiap harinya, seperti
kerbau, zebra, banteng, antelope, rusa,
dan sebagainya.
• 3. “Semi water dependent species”,
yaitu satwa yang kurang memerlukan air
untuk hidupnya dan dapat bertahan
hidup dalam keadaan iklim tanpa air,
seperti ular, jerapah, kuda dan impala.
b. Air (2)

• 4. “Water independent species”,


yaitu satwa yang jarang
menggunakan air, seperti oryx, dan
beberapa jenis binatang mengerat
dan sebagainya.

• Disamping air tawar, banteng dan


rusa sering dijumpai minum air
laut. Air asin ini sangat diperlukan
dalam proses pencernakan
makanannya.
c. Lindungan (cover)
• Secara umum fungsi lindungan bagi
satwa, antara lain adalah:
• 1. Tempat beristirahat dan
berkembang biak,
• 2. Tempat berlindung dari
gangguan musuh-musuhnya
(predator) atau perubahan alam
(cuaca/musim),
• 3. Tempat bagi sebagian besar
aktivitas hidupnya,
• 4. Beberapa jenis lindungan
juga berfungsi sebagai tempat
mencari makan dan minum.
FAKTOR YG MEMPENGARUHI
HABITAT (1)

Secara umum ada 3 (tiga) faktor


utama yang menyebabkan
perubahan pada habitat, yaitu :
• aktivitas manusia,
• satwa liar atau ternak, dan
• bencana alam.
2. POPULASI

A. Dinamika Populasi

Besar kecilnya populasi ditentukan oleh


berbagai hal, yaitu:
• Angka kelahiran,
• Angka kematian,
• Pergerakan satwa (migrasi),
• Ada atau tidaknya persaingan dan
pemangsaan.
Populasi suatu satwa liar dapat stabil, berlebih
maupun menurun. Dinamika populasi tersebut
disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:

1. Keadaan lingkungan hidup,

2. Sifat hidup satwa liar (kelahiran, kematian,


ketahanan hidup/survival dan daya reproduksi),

3. Pola perpindahan satwa liar (migrasi).


B. Ciri-ciri Populasi

Beberapa ciri-ciri umum populasi adalah:


a. Adanya suatu struktur dan komposisi tertentu yang konstan tetapi
berfluktuasi menurut umur,
b. Populasi bersifat ontogenik, yaitu populasi dapat mengalami
proses-proses pertumbuhan, differensiasi, pembagian pekerjaan,
pemeliharaan, ketuaan dan kematian,
c. Populasi mempunyai sifat turun temurun,
d. Populasi merupakan suatu kesatuan antara faktor-faktor keturunan
dan faktor-faktor lingkungan
C. Gangguan Populasi

Secara umum gangguan thdp populasi disebabkan karena 4


faktor, yaitu:
a. Penyakit;
• Tertular dari satwa lain
• Tertular dari satwa domestik -------- babi menulari babi hutan
b. Kegiatan manusia;
c. Satwa liar atau ternak penduduk; dan
d. Bencana alam.
• Merupakan kegiatan yg dilakukan unt
menjaga dan memulihkan keberadaan pop
dan keragaman jenis tumbuhan atau satwa
tertentu agar terjadi keseimbangan dengan
daya dukung habitatnya.

• Dapat dilakukan al melalui kegiatan :


– Pembinaan padang rumput untuk 3. PEMBINAAN
makanan satwa;
– Pembuatan fasilitas air minum &/
tempat berkubang dan mandi satwa;
HABITAT &
– Penanaman dan pemeliharaan pohon
pelindung dan pohon sumber makanan
POPULASI
satwa;
– Penjarangan populasi satwa;
– Penambahan tumbuhan atau satwa
asli;
– Pemberantasan jenis tumbuhan dan
satwa pengganggu.
3. PEMBINAAN HABITAT & POPULASI

Lanjutan .......................
• Untuk membuat perencanaan pembinaan
habitat dan populasi satwa liar, diperlukan
tahapan-tahapan kajian atau studi sebagai
berikut:

1. Tahap awal :

• Dilakukan kegiatan inventarisasi dan


sensus, analisa data dan penyusunan
rencana pembinaan habitat dan populasi.

2. Tahap lanjutan :

• yaitu kegiatan studi biologi dan ekologi


satwa tersebut, khususnya jenis satwa
kunci,
3. PEMBINAAN HABITAT & POPULASI (2)
• Studi biologi dan ekologi mencakup :
• 1. Potensi habitat,

• 2. sex ratio dan kebiasaan kawin satwa,

• 3. sebaran umur satwa,

• 4. jumlah anak/telur per sarang,

• 5. jumlah sarang per tahun,

• 6. musim kawin,

• 7. breeding potensial,

• 8. densitas populasi dan penyebaran.


1. Alur Pikir Pembinaan
MAKANAN

PERBAIKAN
AIR
HABITAT

KURANG COVER

PENANGKARAN/ SANCTUARY
PENAMBA
HAN
RESTOKING
POPULASI

POPULASI PENGAMANAN
KAWASAN
CUKUP

PEMELIHARAAN
KESEHATAN SATWA

OVER PENGURANGAN POPULASI


INTRODUKSI DI
(PENANGKAPAN/ TEMPAT LAIN
PERBURUAN)
BAB III.
PERMASALAHAN PADA PERLINDUNGAN IN-SITU
TSL DAN EKOSISTEM PENDUKUNGNYA
PADA KAWASAN KONSERVASI
A. Penyebab dan Dampak Dinamika Populasi

1. Elastisitas Populasi
• Populasi satwa liar di alam secara alami sangat fluktuatif,
yang dikendalikan oleh factor lingkungan dan faktor
internal dalam populasi
• Faktor internal yang mempengaruhi naik-turunnya
populasi adalah : a) distribusi kelas umur, b) birth rate
(angka kelahiran) dan c) fecundity rate (tingkat
kesuburan).
• Faktor lingkungan disini meliputi : penyakit, perburuan
dan daya dukung habitat.

2. Distribusi Kelas Umur


• Pengelompokan & pembagian kelas umur populasi
sebenarnya digunakan untuk dapat memudahkan dalam
analisis populasi satwa liar di alam;
A. Penyebab dan Dampak Dinamika Populasi
Lanjutan........................

Distribusi Kelas Umur

Piramida umur Kafus lechwe antelope, Lochinvar National Park,


1972, diambil dari van Lavieren 1983.
A. Penyebab dan Dampak Dinamika Populasi
Lanjutan........................

Distribusi Kelas Umur

Struktur umur populasi : a. stationary population (kelahiran dan kematian


konstan), b. regressive population (penurunan natality), c. progressive
population (kenaikan natality) dan d. pada tanda panah menunjukkan
adanya penurunan populasi kemungkinan dikarenakan wabah penyakit atau
bencana. Diambil dari van Lavieren 1983.
A. Penyebab dan Dampak Dinamika Populasi
Lanjutan........................

3. Birth Rate (Angka Kelahiran)


Secara umum birth rate (angka kelahiran) dibagi dalam
dua kategori yaitu :
• Crude birth rate (crude natality/ angka kelahiran
kasar), dan
• Age specific birth rate (angka kelahiran usia tertentu)

Rumus crude birth rate “b” ditentukan dari ratio jumlah


total kelahiran (B) selama periode tertentu dalam populasi
total (N).

b= B
N
A. Penyebab dan Dampak Dinamika Populasi
Lanjutan........................

• Untuk N biasanya diambil dari 1000 individu dan untuk


mamalia besar biasanya digunakan jangka waktu 1
tahun untuk periode waktu pengamatan. Jadi b berarti
jumlah dari kelahiran hidup per 1000 individu
pertahun.
• Penghitungan akan lebih akurat apabila dilakukan
dengan menghitung Age specific birth rate (bx) dimana
bx adalah jumlah kelahiran betina dalam kelas usia (x)
selama periode pengamatan dibagi dengan jumlah total
betina dalam kelas umur (Nx).
• Untuk penghitungan crude birth rate, kelahiran mati
dikeluarkan dari perhitungan

Bx
bx =
Nx
A. Penyebab dan Dampak Dinamika Populasi
Lanjutan........................

•Age specific birth rate juga dapat digunakan untuk


membandingkan antara populasi pada spesies yang
berbeda dan antara data reproduksi dari species yang
sama pada lingkungan yang berbeda. Ini digunakan
dengan mengukur kesuburan betina yaitu jumlah sel telur
yang dapat berkembang menjadi satwa muda hidup.
A. Penyebab dan Dampak Dinamika Populasi
Lanjutan........................

4. Fecundity Rate (Produktifitas)

• Secara umum fecundity diartikan sebagai kemampuan


satwa liar melahirkan dan memiliki anak.
• Namun demikian fecundity disimpulkan sebagai rata-
rata jumlah kelahiran betina hidup per induk betina
dalam interval umur tertentu.

Bfx
mx =
Nx

Dimana : Bfx = rata-rata jumlah betina muda yang dilahirkan


oleh kelas umur (x) selama periode 1 tahun, dan
N = jumlah total betina dari kelas umur (x).
Age specific fecundity rate dan birth rate dapat
dihitung hanya bila untuk setiap kelas umur data
berikut diketahui :

1. Rata-rata jumlah satwa, frequensi kelahiran


mati, kembar dua atau tiga dan seterusnya.
2. Jumlah rata-rata satwa muda atau umur utama
(produktif) setiap interval umur (tahun)
3. Sex ratio kelahiran.
A. Penyebab dan Dampak Dinamika Populasi
Lanjutan........................

5. Fluktuasi Populasi

• Kehidupan di muka bumi ini sangat dinamis dan selalu


berubah menuju keseimbangan antar individu maupun
spesies baik dari segi ruang, energi (pakan, sinar
matahari dll) maupun interaksi satu dengan lainnya.
• Manajemen satwa liar dilakukan dalam rangka
mencegah terjadinya kompetisi yang tidak sehat baik
antar individu maupun antar spesies baik di suatu
kawasan tertentu maupun seluruh muka bumi ini.
• Dengan demikian manajemen satwa liar diarahkan
untuk menjaga keseimbangan populasi atau kepadatan
populasi berbagai spesies di suatu wilayah.
A. Penyebab dan Dampak Dinamika Populasi
Lanjutan........................

6. Titik Keseimbangan Populasi

Direct Factors : Indirect Factors :


P : C : Climate
Predation Fluctuations
S : F : Fire
Starvation HD : Habitat
D : Destruction
Disease Su : Succession
A : Ca : Calamities
Accident (natural)
H :
Hunting

Gambar : Kurva Pertumbuhan Populasi Dan Faktor Yang


Mempengaruhi Pertumbuhan Populasi (sumber :
Van Lavieren, 1983)
A. Penyebab dan Dampak Dinamika Populasi
Lanjutan........................

7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Pertumbuhan Populasi

• Predation.
• Starvation (kompetisi).
• Diseases (Penyakit).
• Accidents (kecelakaan).
• Control from within the population
(Pengendalian dari dalam populasi).
FRAGMENTASI HABITAT

•Koridor Hidupan Liar

GANGGUAN TERNAK

•Penyakit Satwa Liar (tertular)


PERMASALAHAN
HABITAT PERLADANGAN ILLEGAL

JENIS-JENIS INVASIF

KONFLIK SATWA DENGAN MANUSIA AKIBAT


RUSAKNYA HABITAT
BAB IV.
PERLINDUNGAN TUMBUHAN
DAN SATWA LIAR SECARA IN
SITU
A. 10 Cara Baru Mengelola Hutan (Ir. Wiratno, M.Sc)
1. Masyarakat Sebagai Subyek
2. Penghormatan pada Hak Asasi Manusia
3. Kerja Sama Lintas Eselon I Kementerian LHK
4. Kerja Sama Lintas Kementerian
5. Penghormatan Nilai Budaya dan Adat
STRATEGI 6. Kepemimpinan Multilevel
7. Sistem Pendukung Keputusan Saintifik (Scientific
PENCAPAIAN Based Decision Support System)
8. Pengelolaan Resor Berbasis Manajemen (Resort
(Field) Based Management)
9. Reward and Mentorship
10.Organisasi Pembelajar (Learning Organization)
B. 7 Prinsip Pengelolaan Hutan Modern (Waldemar H, 2006)
1. Pengelolaan Hutan Haruslah BERBASIS RISET dan IPTEK
2. Pengelolaan Hutan Haruslah BERBASIS LANSKAP dan EKOSISTEM
3. Pengelolaan Hutan Haruslah BERBASIS MULTI FUNGSI
4. Pengelolaan Hutan Haruslah BERBASIS SOSIAL dan BUDAYA
5. Pengelolaan Hutan Haruslah BERBASIS MULTI PIHAK – Khususnya Masyarakat di
Dalam dan di Sekitar Hutan
6. Pengelolaan Hutan Haruslah BERBASIS TAPAK – Resort Base Management
7. Pengelolaan Hutan Haruslah BERBASIS PENEGAKAN HUKUM
Manajemen Habitat Dalam:
• Kawasan Konservasi
• Kawasan Lindung
• Kawasan Ekosistem Esensial

PERLINDUNGAN • Areal Bernilai Konsevasi Tinggi


• Koridor Hidupan Liar
HABITAT INSITU • Areal Perlindungan Plasma Nutfah
DALAM • Areal Penyangga
• Areal Pelepasliaran/Reintroduksi Satwa Liar
LANSEKAP DAN • Sanctuary Satwa Liar
EKOSISTEM • IUPHHK-RE
• Pemulihan Ekositem
• Penyakit Satwa Liar
Manajemen Jaringan Habitat Insitu Dalam Lansekap dan Ekosistem
PERLINDUNGAN SATWA LIAR
A. Satwa Liar Dilindungi
1. Manajemen Peningkatan Populasi
2. Pencegahan dan Pemberantasan Perburuan Liar
3. Pemberantasan Jerat/Perangkap
4. Restocking
5. Pelepasliaran
B. Satwa Liar Tidak Dilindungi
1. Manajemen Populasi
2. Penentuan satwa yang dapat diburu dan diperdagangkan
3. Penentuan Target dan Kuota Pemanenan
4. Penentuan Lokasi Pemanenan
PEMELIHARAAN JENIS TSL (1)

• Tujuan untuk menyelamatkan & memelihara


sumberdaya genetik di luar habitatnya dlm
rangka menunjang konjen TSL yg dilakukan di
dalam habitatnya.
• Dilakukan apabila jenis tsb krn suatu sebab tdk
dpt dikembalikan ke dlm habitatnya shg lebih
baik dipelihara sebagai cadangan atau sumber
plasma nutfah (substansi atau unsur-unsur
gen/pembawa sifat keturunan yang menentukan
sifat kebakaan suatu jenis, dapat berupa organ
tubuh atau bagian dari tumbuhan atau satwa
serta jasad renik) dlm rangka
pengembangbiakan di luar habitatnya.
PEMELIHARAAN JENIS TSL (2)

• Kegiatan pemeliharaan jenis tumbuhan atau


satwa dapat dilakukan dalam bentuk :
- Memelihara tumbuhan /satwa dlm keadaan
hidup.
- Menyimpan dlm bentuk “semen” yang beku.
- Menyimpan biji/benih dlm tmpt penyimpanan
kering dan atau dingin.
• Syarat pemeliharaan jenis di luar habitatnya, al :
- Memenuhi standar kesehatan tumbuhan dan
satwa;
- Menyediakan tempat yg cukup luas, aman dan
nyaman;
- Mempunyai dan mempekerjakan tenaga ahli
dalam bidang medis dan pemeliharaan.
PENGEMBANGBIAKAN JENIS TSL (1)

• Suatu upaya memperbanyak individu dari jenis


tumbuhan/satwa dlm rangka pengembangan
populasinya agar tidak punah, yang dilakukan secara
buatan.
• Tumbuhan : melalui perbanyakan dgn cara
menumbuhkan material unt tumbuh, spt biji, stek
(potongan), pemencaran dari suatu rumpun, kultur
jaringan tumbuhan dan spora dgn tetap
mempertahankan kemurnian jenis dan genetiknya,
yg dilakukan melalui pembiakan hanya dlm satu
jenis (species maupun sub species), atau tidak terjadi
pembiakan silang antar jenis (species maupun sub
species).
• Satwa : melalui perbanyakan dgn cara mengawinkan
sec alami maupun buatan/inseminasi buatan (apabila
cara reproduksinya kawin), dan dengan cara lain
apabila cara reproduksinya tidak kawin dgn tetap
mempertahankan kemurnian jenis dan genetiknya.
PENGEMBANGBIAKAN JENIS TSL (2)

• Dlm rangka pengawetan jenis tumbuhan/satwa,


pengembangbiakan hrs ditujukan unt
dikembalikan lagi ke habitat alamnya sbg upaya
peningkatan popnya di alam.
• Dalam pengembangbiakan satwa yang cara
reproduksinya kawin harus dihindari perkawinan
antar kerabat (in breeding) dan perkawinan
silang antar jenis (species) atau antar anak jenis
(sub species) agar dihasilkan individu yang
secara genetik sehat dari jenis yang murni.
• Syarat pengembangbiakan jenis al :
- Menjaga kemurnian jenis;
- Menjaga keanekaragaman genetik;
- Melakukan penandaan dan sertifikasi;
- Membuat buku daftar silsilah (studbook)
PENGKAJIAN DAN LITBANG

• Dilakukan sbg upaya untuk menunjang tetap


terjaganya keadaan keanekaragaman (genetik &
jenis), serta ketersediaan sumber daya jenis
tumbuhan/satwa secara lestari dalam rangka
mendukung konservasi in situ.
• Dilaksanakan melalui pengkajian thp aspek
biologis dan ekologis baik dlm bentuk penelitian
dasar, terapan dan ujicoba, maupun yang
berkaitan dalam penelitian yang menunjang
pemanfaatan dan budidaya.
INTRODUKSI JENIS & AKLAMASINYA

• Rehabilitasi jenis

• Penyelamatan jenis

• Penangkapan satwa yang membahayakan

• Pelepasan ke habitat
REHABILITASI JENIS
• Dilaksanakan unt mengadaptasikan satwa yg berada
di lingkungan manusia, untuk dikembalikan ke
habitatnya shg tdk menganggu populasi di alam, baik
penyakit maupun polusi genetik. Perlu adaptasi.
• Untuk mengadaptasikan, mengkondisikan, dan
memilih satwa yg akan dilepaskan, perlu dilakukan
rehabilitasi agar mempunyai keadaan dan tingkah
laku seperti populasi asli yang ada di alamnya.
• Kegiatan dalam proses rehabilitasi :
- Pengamatan kesehatan satwa (ada atau tidaknya
penyakit).
- Melakukan pengobatan &/ pemberian vitamin dan
makanan tambahan.
- Melatih dan mengadaptasikan dengan lingkungan
habitat alamnya.
- Memilih satwa yang layak untuk dikembalikan
kehabitatnya.
PENYELAMATAN JENIS

• Dilaksanakan untuk mencegah kepunahan lokal


jenis tumbuhan/satwa akibat adanya bencana
alam dan kegiatan manusia.
• Penyelamatan jenis tumbuhan/satwa dilakukan
melalui kegiatan :
- Memindahkan jenis tumbuhan/satwa ke
habitatnya yang lebih baik;
- Mengembalikan ke habitatnya, rehabilitasi,
atau apabila tdk mungkin menyerahkan atau
menitipkan di Lembaga Konservasi, atau
apabila rusak, cacat atau tdk memungkinkan
hidup lebih baik memusnahkannya.
PENANGKAPAN SATWA YANG MEMBAHAYAKAN
• Akibat adanya kerusakan & fragmentasi habitat
mengakibatkan meningkatnya konflik manusia dgn
satwa shg satwa tsb sering membahayakan bagi
kehidupan manusia.
• Membahayakan : mengancam kehdpan yg hdp secara
normal di pemukiman, shg keberadaanya sangat
membahayakan & mengancam jiwa manusia (secara
langsung diduga akan mencederai/membunuh
manusia atau menularkan penyakit membahayakan
kehdpan manusia & tdk ada cara lain yg lebih efektif
untuk menghidarinya).
• Bila terjadi, satwa tsb hrs digiring/ditangkap dlm
keadaan hidup unt dikembalikan ke habitatnya atau
bila tdk memungkinkan unt dilepaskan ke habitatnya,
satwa tsb dititipkan ke Lembaga Konservasi. Bila cara
tsb tdk dpt dilaksanakan dpt dimusnahkan/ dibunuh.
• Penangkapan atau pembunuhan satwa yang
dilindungi hrs dilakukan oleh petugas yg berwenang.
PELEPASAN KE HABITAT ALAM

• Merupakan kegiatan unt mengembalikan tumbuhan/


satwa ke alam dari hsl pemeliharaan, rehabilitasi,
pengembangbiakan, hasil penyelamatan jenis, hasil
sitaan, serta hasil dari pengkajian & litbang, agar
dapat berkembang biak secara alami.
• Persyaratan pelepasan ke habitat alam :
- Daya dukung habitatnya.
- Habitat pelepasan hrs habitat yg menurut sejarah
merpkn bag dari sebaran asli jenis yg dilepaskan.
- Populasi jenis yg ada (jenis sama/lain) shg dapat
diprediksi : persaingan, simbiose & parasitisme.
- Secara fisik sehat & memiliki keragaman genetik
yang tinggi (bukan hsl pengembangbiakan antar
kerabat/inbreeding), serta sedapat mungkin
merupakan keturunan terdekat dgn induk di alam.
A. Pencegahan dan Penanganan Terhadap Perusakan Habitat TSL Akibat
Perbuatan Manusia
1. Pembalakan Liar
2. Perambahan Hutan
3. Pendudukan Kawasan Hutan
4. Penambangan Liar
B. Pencegahan dan Penanganan Terhadap Perusakan Habitat TSL Akibat Ternak
1. Penggembalaan Liar
2. Ternak yang Sudah Menjadi Liar
3. Species invasif
C. Perlindungan Terhadap Perusakan Habitat TSL Akibat Hama dan Penyakit
1. Spesies invasive
2. Hama
3. Penyakit tanaman
D. Perlindungan Terhadap Perusakan Habitat TSL Akibat Daya-Daya Alam
1. Tanah Longsor
2. Banjir
E. Perlindungan Terhadap Kebakaran Hutan dan Lahan
F. Perlindungan atas Hak-Hak Negara
1. PNBP
2. Tumbuhan dan Satwa Liar
G. Perlindungan atas Hak-Hak Masyarakat
H. Perlindungan atas Investasi
I. Perlindungan Habitat Dalam Skala Laskap dan Ekosistem
1. Pengembangan KEE
2. Pengembangan Koridor
3. Pengembangan ABKT
J. Perlindungan Terhadap Jenis-Jenis Satwa Liar
1. Penetapan sebagai tumbuhan dan satwa yang dilindungi;
2. Penetapan sebagai tumbuhan dan satwa yang tidak dilindungi.
K. Perlindungan Terhadap Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar
1. pengkajian, penelitian dan pengembangan;
2. penangkaran;
3. perburuan;
4. perdagangan;
5. peragaan;
6. pertukaran;
7. budidaya tanaman obat-obatan;
8. pemeliharaan untuk kesenangan;
L. Perlindungan Terhadap Pemanfaatan
Sumber Daya Genetik
1. Balai Kliring Keanekaragaman Hayati
2. Balai Kliring Keamanan Hayati
3. Balai Kliring ABS
M. Penanganan Kasus dan Penegakan Hukum
1.Puldasi/Intelijen
2.Preemtif
3.Prefentif
4.Represif dan
5.Yustisi ---- LK
• AREAL BERNILAI KONSERVASI TINGGI,
dengan sebutan berbagai istilah diantaranya
PELAKSANAAN adalah:
PERLINDUNGAN • HCV (high conservation value)
DI LUAR • HCVF (high conservation value forest)
KAWASAN • ABKT (Areal Bernilai Konservasi Tinggi)
• NKT (Nilai Konservasi Tinggi)
KONSERVASI
• Kawasan Lindung
• Kawasan Ekosistem Esensial

Anda mungkin juga menyukai