Anda di halaman 1dari 13

BAHAN AJAR

Materi
PENGELOLAAN KONSERVASI BERBASIS RESORT

Oleh:
Novianto Bambang Wawandono

PUSAT PENDIDIKAN SDM DAN KEHUTANAN


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
Bogor, Mei 2022
1
I. PENDAHULUAN

Pengelolaan kawasan konservasi berbasis resort (Resort Base Management) adalah sistem
pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru yang menjadikan
resort sebagai unit pengelolaan terkecil dari UPT KSDA/Taman Nasional/Tahura dan serta
merupakan pengelolaan di tingkat lapangan. Sedangkan pengertian resort adalah unit terkecil dalam
pengelolaan kawasan KSA dan KPA di bawah Seksi Konservasi wilayah/Seksi Pengelolaan
TN/Seksi Taman Buru yang dibentuk dengan mempertimbangkan kondisi/karakteristik kawasan dan
ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas usulan Kepala UPT. Dalam pengelolaan kawasan konservasi
ke depan akan diarahkan dalam bentuk unit-unit kelola (wilayah) yang dapat menjamin efektifitas
pengelolaannya, baik dari aspek perencanan, sumber daya manusia, sarana prasarana, serta
pendanaannya.

Kelembagaan Resort sangat diperlukan, resort tidak dipahami hanya sebagai sarana pengamanan
kawasan (disamakan dengan Pondok Jaga), namun lebih luas dari hal tersebut yaitu sebagai unit
kelola kawasan konservasi terkecil. Secara garis besar tugas-tugas Resort akan meliputi aspek
perencanaan, pengelolaan, perlindungan, pemanfaatan, dan juga pemulihan.Berbeda dengan KPHP
dan KPHL, dimana Resort merupakan entitas yang hanya menjalankan sebagian tugas sesuai
kewenangan yang dimandatkan KPH. Resort KPHK akan menjalankan tugas dan fungsi seluruh
pengelolaan kawasan pada wilayah Resort. Tanggung jawab dan kewenangan pengelolaan
kawasan di wilayah Resort sepenuhnya ada di Resort itu sendiri, sesuai dengan karakteristik dan
potensi wilayah Resort.

Dalam implementasinya di lapangan, para pemangku wilayah Balai KSDA maupun Balai Taman
Nasional telah melakukan upaya pengelolaan kawasan dengan membagi tugas pokok dan fungsinya
berdasarkan rentang kendali sampai di tingkat tapak (PerMen LHK P.18/MenLHK-II/2015). Jumlah
resort di setiap pemangku wilayah di sesuaikan dengan kemampuan SDM maupun atas dasar
volume kegiatan yang menjadi beban kerja di setiap masing-masih unit kerja dan apakah di bagi
menurut komoditas yang menjadi tugas pokoknya. Adapun tujuan pembentukan resort antara lain
membentuk suatu sistem pengelolaan yang efektif di lapangan berdasarkan kriteria administrasi dan
teknis serta memfungsikan para petugas lapangan pada unit kerja terkecil agar mendapatkan hasil
kerja yang optimal.

2
Penguatan kelembagaan dan operasional Resort akan menjadi faktor kunci efektifitas pengelolaan
kawasan konservasi (Resort-Based Management – RBM). Bagi pengelola kawasan konservasi,
pengetahuan, pemahaman dan penerapan prinsip-prinsip RBM, peraturan perundang-undangan,
wilayah kelola, tugas pokok, dan kelembagaan Resort sangat diperlukan. Resort tidak dipahami
hanya sebagai sarana pengamanan kawasan (disamakan dengan Pondok Jaga), namun lebih luas
dari hal tersebut yaitu sebagai unit kelola kawasan konservasi terkecil. Secara garis besar tugas-
tugas Resort akan meliputi aspek perencanaan, pengelolaan, perlindungan, pemanfaatan, dan juga
pemulihan.

3
II. PEMBENTUKAN RESORT

1. Dasar Hukum

Dasar hukum pembentukan resort dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
pengelolaan kawasan konservasi antara lain sebagai berikut :

a. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya
b. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
c. Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
d. Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
Satwa
e. Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan
Satwa Liar
f. Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan
g. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan
h. Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 108 tahun 2015 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam
i. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MenLHK-II/2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
j. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.76/MenLHK-Setjen/2015
tentang Kriteria Zona Pengelolaan Taman Nasional dan Blok Pengelolaan Cagar Alam,
Suaka Margasatwa, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam
k. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.35/MenLHK-Setjen/Um.1/3/2016 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pengelolaan
Pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelesterian Alam
l. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.7/MenLHK/Setjen/OTL.O/1/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana
Tekhnis Taman Nasional
m. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.8/MenLHK/OTL.O/1/2016
tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam

4
2. Aspek-Aspek Pembentukan Resort
Beberapa aspek yang harus di pertimbangkan :

a. Luasan wilayah kerja

b. Kondisi fisik kawasan (topografi, gunung, sungai, danau, gejala alam dan lain-lain)

c. Tingkat gangguan kawasan

d. Jenis, luasan dan fungsi zonasi/blok kawasan

e. Tingkat aksesibilitas

f. Ketersediaan fasilitas umum (transportasi, komunikasi, dan lain-lain)

g. Beban kerja pelayanan/pelayanan publik

h. Batas wilayah administrasi

i. Sebaran keanekaragaman hayati (tumbuhan dan satwa liar)

j. Kondisi sosial ekonomi masyarakat;dan/atau

k. Luasan dan intensitas pengelolaan enclave

III. KEBIJAKAN KEMENTRIAN LHK DALAM PENGELOLAAN

KAWASAN KONSERVASI BERBASIS RESORT

1. Aspek Legalitas

a) Penataan kawasan konservasi ke dalam suatu unit kerja ditujukan untuk mengefektifkan
pengelolaan kawasan konservasi. Setiap unit kawasan konservasi diperlukan adanya sistem
pengelolaan dengan membagi ke dalam wilayah kerja ( Pasal 16 PP 28 Tahun 2011) tentang
Pengelolaan KSA dan KPA.

b) Penataan wilayah kerja sebagaimana dimaksud butir “a” meliputi pembagian wilayah kerja ke
dalam unit pengelola dan seksi wilayah (Pasal 20a PP 28 Tahun 2011) dan Pasal 20 b PP 28
Tahun 2011, bahwa pembagian seksi wilayah kerja dilakukan ke dalam unit yang lebih kecil. Unit

5
yang lebih kecil yang dimaksud dalam peraturan tersebut, yang diartikan sebuah “Resort” yang
merupakan unit terkecil dalam suatu pengelolaan kawasan konservasi.

c) Edaran Dirjen PHKA Nomor S.295/IV-KKBHL/2011 tanggal 27 Juni 2011 tentang Pengelolaan
Berbasis Resort di 50 Taman Nasional.

2. Aspek Teknis

Berdasarkan edaran Dirjen PHKA Nomor S.295/IV-KKBHL/2011 tanggal 27 Juni 2011, telah
dilakukan kebijakan dalam pengelolaan kawasan berbasis resort, telah ditetapkan :

a) Pembentukan Tim Kerja Pengelolaan Berbasis Resort melalui Surat Keputusan Kepala
Balai/Balai Besar;

b) Penguatan kelembagaan resort baik dalam penyiapan personil, sarana prasarana serta
alokasi anggaran;

c) Penataan resort (pembuatan peta indiktif penataan kawasan, pengecekan lapangan serta
revisi peta pembagian wilayah kerja resort);

d) Pembangunan Sistem Informasi Manajemen (SIM).

3. Wilayah Kerja Resort :

a) Ditetapkan pada setiap Seksi Pengelolaan Taman Nasional dan Seksi Konservasi Wilayah.

b) Pembentukan Resort sesuai fungsi pengelolaan KSA, KPA dan TB.

c) Pembentukan wilayah kerja Resort dengan memperhatikan : pengusulan wilayah kerja,


penilaian dan penetapan oleh Kepala Balai Besar/Balai.

d) Pengusulan wilayah kerja melalui suatu tim yang dibentuk Kepala Balai Besar/Balai.

e) Kegiatan tim adalah bertugas melakukan pengumpulan data dan informasi, mengolah dan
menganalisa pembentukan wilayah kerja Resort.

f) Hasil kerja tim dimaksud dalam butir “e” melaporkan hasilnya kepada Kepala Balai
Besar/Balai.

g) Kepala Balai sebagaimana butir “f” mengusulkan penetapan wilayah kerja resor kepada
Direktur Jenderal KSDAE, dengan melampirkan :

1) Hasil kajian tim dengan dilampiri peta skala dengan luas kawasan :

6
a. Kurang dari 1.000 hektar, peta dengan skala minimal 1 : 10.000 dengan ukuran kertas
A1;

b. 1.000-10.000 hektar, peta dengan skala minimal 1 : 25.000 dengan ukuran kertas A1;

c. 10.000-50.000 hektar, peta dengan skala minimal 1 : 50.000 dengan ukuran kertas
A1;

d. 50.000-100.000 hektar, peta dengan skala minimal 1 : 100.000 dengan ukuran kertas
A1;

e. 100.000-250.000 hektar, peta dengan skala minimal 1 : 250.000 dengan ukuran


kertas A1;

f. Di atas 250.000 hektar, peta dengan skala minimal 1 : 500.000 dengan ukuran kertas
A1;

2) Peta penetapan wilayah kerja resort memuat (minimal) :

a. Tutupan lahan kawasan

b. Batas wilayah kerja

c. Batas administrasi

d. Sungai dan jalan

e. Kedudukan kantor

3) Untuk penetapan wilayah kerja resor di luar KSA, KPA dan TB, dapat ditetapkan
berdasarkan wilayah administrasi unit pengelola.

4. Tugas Resort Pengelolaan Kawasan Konservasi

a. Bidang Perencanaan :

 Identifikasi dan inventarisasi potensi tumbuhan dan satwa liar, jasa lingkungan,
gangguan kawasan, rawan kebakaran, ilegal logging dan bencana alam.

 Identifikasi kondisi sosial ekonomi, budaya masyarakat sekitar, infrastruktur (sarpras).

 Menyusun rencana kegiatan.

b. Bidang Pencegahan Gangguan Keamanan

7
 Pencegahan gangguan karena manusia, ternak, konflik satwa dengan masyarakat,
dan perburuan liar.

 Penjagaan dan Patroli Pengamanan Kawasan, Penyuluhan Konservasi kepada


masyarakat sekitar.

 Pencegahan terhadap spesies tumbuhan dan satwa invasif, hama dan penyakit

 Monitoring jalur, pal batas, dan tanda batas kawasan

 Koordinasi dengan pihak terkait ditinggkat lokal (Kepala Dusun, Kepala Desa, Camat
Lurah dan Tokoh Masyarakat) serta instansi lain terkait dengan bencana alam( BMKG,
BNPB, SAR)

c. Bidang Penanggulangan dan Pemulihan

 Pengumpulan bahan dan keterangan tipihut serta penanganan sesuai dengan


kewenangan

 Pencatatan dan pembatasan kerusakan yang disebabkan oleh manusia, ternak, alam,
spesies invasif, hama dan penyakit.

 Pemadaman kebakaran dan penanganan pasca kebakaran.

 Monitoring dan pembinaan populasi serta habitat dan satwa liar, dan penyelamatan
tumbuhan dan satwa liar melalui pemindahan, pelestarian, introduksi/reintroduksi dan
penangkaran jenis.

 koordinasi ditingkat lokal dalam rangka penanggulangan gangguan kawasan, bencana


alam dan penanggulangan konflik satwa liar dengan masyarakat (evakuasi,
penangkapan, pembiusan, pemindahan dan pemusnahan sesuai dengan ketentuan).

 Restorasi dan rehabilitasi melalui pemeliharaan, perlindungan, penanaman,


pengkayaan jenis, dan pelepas liaran satwa liar hasil penangkaran

 Monitoring dan penanganan dini gangguan kawasan.

 Membuat laporan pro yustisia.

d. Bidang pemanfaatan

8
 Pemeliharaan sarana prasarana dan pengembangan Wisata Alam, dan Penelitian

 Monitoring pemanfaatan jasa lingkungan dan Wisata Alam, aktivitas pemanfaatan


sumber daya alam, pemanfaatan tradisional masyarakat, penelitian dan pendidikan

 Melaporkan kegiatan pemanfaatan, dan mengusulkan kuota tangkap/pungutan


tumbuhan dan satwa liar

e. Bidang Pelayanan Publik

 Memberikan bahan-bahan informasi terkait pengelolaan, pelayanan wisata pada


masyarakat dalam bentuk promosi, penjualan tiket, pengelolaan pengunjung,
pemanduan, dan interpretasi serta pelayanan administrasi, pengawasan, dan
penindakan terhadap peredaran tumbuhan dan satwa liar pada areal bandara,
pelabuhan, terminal, stasiun, pasar, dan pengumpul, penangkar, eksportir dan
lembaga konservasi

 Memberikan pendampingan pada peneliti dan peserta didik

 Koordinasi dengan aparat terkait dengan peredaran tumbuhan dan satwa liar (Bea
cukai, Polisi, Sahbandar, Karantina, Kamla, Kepala terminal dan Kepala stasiun)

f. Bidang Pencinta Alam dan Pembinaan Masyarakat

 Sosialisasi konservasi kepada masyarakat sekitar

 Peningkatan kapasitas masyarakat sekitar

 mengoptimalkan peran serta Kader Konservasi, Masyarakat Mitra Polhut, Masyarakat


Peduli Api dan sukarelawan

g. Bidang Penyelenggaraan Administrasi

 Melaksanakan administrasi keuangan, kepegawaian, barang milik negara, penerimaan


negara bukan pajak (PNBP)

 Melaksanakan tata persuratan

 Menginisiasi kerja sama, khususnya dalam rangka penguatan fungsi resort

9
h. Bidang Informasi

 Pengumpulan dan Penyimpanan Data dan Informasi

 Penyampaian laporan secara rutin ke Seksi Pengelolaan TN/Seksi Konservasi


Wilayah

i. Tugas Lain secara Eksitu dan Insitu sepanjang mendukung pengelolaan KSA, KPA dan TB

j. Kelembagaan Resort

A. Struktur Organisasi pada Unit Kerja Taman Nasional

 Kedudukan Resort pada Balai Besar Taman Nasional Tipe A

 Kedudukan Resort pada Balai Besar Taman Nasional Tipe B

 Kedudukan Resort pada Balai Taman Nasional Tipe A

 Kedudukan Resort pada Balai Taman Nasional Tipe B

B. Struktur Organisasi pada Unit Kerja KSDA

 Kedudukan Resort pada Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Tipe A

 Kedudukan Resort pada Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Tipe B

 Kedudukan Resort pada Balai Konservasi Sumber Daya Alam Tipe A

 Kedudukan Resort pada Balai Konservasi Sumber Daya Alam Tipe B

 Struktur Organisasi Resort

C. Sumber Daya Manusia

 Personil yang ditugaskan ditingkat resort disesuaikan dengan kondisi kawasan, wilayah kerja
resort dan unit kerja masing-masing (KSA, KPA, dan TB)

 Jumlah personil sekurang-kurangnya 6 orang terdiri atas unsur PNS (PEH, Polhut, Penyuluh
Kehutanan dan Fungsional Umum) serta pegawai harian lepas/tidak tetap/honorer yang
diprioritaskan dari masyarakat

 Pembentukan unit kerja di tingkat resort disesuaikan dengan kemampuan dan jumlah SDM yang
tersedia

10
 Kualifikasi SDM di tingkat resort dapat diisi setara dengan sarjana S1/D3/SLA atau sederajat

D. Sarana Prasarana Resort

Standar minimal sarana-prasarana meliputi :

 Bangunan dan sarana-prasaran kantor seperti pondok kerja, pondok jaga, informasi dan bengkel
kerja

 Papan nama, gerbang dan pagar kantor resor

 Saran transportasi

 Sarana komunikasi

 Penyediaan instalasi jaringan listrik dan air

 Perlengkapan kerja antara lain komputer, peralatan survei, personel use, peralatan pemadaman
kebakaran, peralatan pengamanan, evakuasi dan peraga penyuluhan

E. Tata Hubungan Kerja

 Kepala resort wajib melakukan pengawasan pelaksanaan tugas terhadap pekerjaan para anggota
dan melaporkan seluruh kegiatannya kepada atasan langsung (Kepala Seksi Pengelolaan /
Wilayah)

 Kepala resort bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasikan para anggota serta
memberikan bimbingan dan petunjuk kerja

 Kepala resort wajib mengikuti dan memenuhi petunjuk dan bertanggung jawab kepada Kepala
Seksi Pengelolaan / Wilayah dan menyampaikan laporan berkala tepat pada waktunya

 Kepala resort dapat menerima penugasan dari Kepala Unit Pengelolaan

F. Pembiayaan

 Sumber pembiayaan dari APBN, APBD dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat

 Jenis pengeluaran terdiri atas belanja operasional (ATK, Logistik, Pemeliharaan Bangunan, Alat
Transportasi atau Komunikasi, Langganan Daya dan Jasa), belanja non operasional (Biaya
Pelaksanaan Kegiatan yang menjadi tugas resort seperti di atas)

11
V. PENUTUP

Pengelolaan Kawasan Berbasis Resort, mempunyai pengertian bahwa resort merupakan bagian dari
managemen unit kerja terkecil di setiap satuan kerja. Organisasi resort telah diusulkan menjadi
eselon V namun hingga saat ini masih belum diakui oleh Menpan RB. Oleh karena itu pengelolaan
setingkat resort masih dianggap organisasinya belum definitif, sehingga kadang-kadang di beberapa
unit kerja dianggap sebagai alat (tool) untuk memonitor kegiatan dan efektifitas pengelolaan kawasan
konservasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 2002, Undang-Undang Nomer 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Rifdexts, Bogor.
2. Direktorat Jenderal PHKA, 2009. Undang-Undang Nomer 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati Dan Ekosistemnya. Jakarta.
3. Direktorat Jenderal PHKA, 2012. Peraturan Pemerintah RI Nomer 28 Tahun 2011. Tentang
Pengelolaan Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam, Jakarta.
4. Sekretariat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan, 2015. Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MenLHK-II/2015 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
5. Edaran Dirjen PHKA Nomor S.295/IV-KKBHL/2011 tanggal 27 Juni 2011 tentang
Pengelolaan Berbasis Resort di 50 Taman Nasional.

12
Lampiran : Gambar Struktur Organisasi Resort Pengelolaan Kawasan Konservasi

KEPALA
RESORT

KELOMPOK KELOMPOK
FUNGSIONAL TEKNIS

13

Anda mungkin juga menyukai