Materi
PENGELOLAAN KONSERVASI BERBASIS RESORT
Oleh:
Novianto Bambang Wawandono
Pengelolaan kawasan konservasi berbasis resort (Resort Base Management) adalah sistem
pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru yang menjadikan
resort sebagai unit pengelolaan terkecil dari UPT KSDA/Taman Nasional/Tahura dan serta
merupakan pengelolaan di tingkat lapangan. Sedangkan pengertian resort adalah unit terkecil dalam
pengelolaan kawasan KSA dan KPA di bawah Seksi Konservasi wilayah/Seksi Pengelolaan
TN/Seksi Taman Buru yang dibentuk dengan mempertimbangkan kondisi/karakteristik kawasan dan
ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas usulan Kepala UPT. Dalam pengelolaan kawasan konservasi
ke depan akan diarahkan dalam bentuk unit-unit kelola (wilayah) yang dapat menjamin efektifitas
pengelolaannya, baik dari aspek perencanan, sumber daya manusia, sarana prasarana, serta
pendanaannya.
Kelembagaan Resort sangat diperlukan, resort tidak dipahami hanya sebagai sarana pengamanan
kawasan (disamakan dengan Pondok Jaga), namun lebih luas dari hal tersebut yaitu sebagai unit
kelola kawasan konservasi terkecil. Secara garis besar tugas-tugas Resort akan meliputi aspek
perencanaan, pengelolaan, perlindungan, pemanfaatan, dan juga pemulihan.Berbeda dengan KPHP
dan KPHL, dimana Resort merupakan entitas yang hanya menjalankan sebagian tugas sesuai
kewenangan yang dimandatkan KPH. Resort KPHK akan menjalankan tugas dan fungsi seluruh
pengelolaan kawasan pada wilayah Resort. Tanggung jawab dan kewenangan pengelolaan
kawasan di wilayah Resort sepenuhnya ada di Resort itu sendiri, sesuai dengan karakteristik dan
potensi wilayah Resort.
Dalam implementasinya di lapangan, para pemangku wilayah Balai KSDA maupun Balai Taman
Nasional telah melakukan upaya pengelolaan kawasan dengan membagi tugas pokok dan fungsinya
berdasarkan rentang kendali sampai di tingkat tapak (PerMen LHK P.18/MenLHK-II/2015). Jumlah
resort di setiap pemangku wilayah di sesuaikan dengan kemampuan SDM maupun atas dasar
volume kegiatan yang menjadi beban kerja di setiap masing-masih unit kerja dan apakah di bagi
menurut komoditas yang menjadi tugas pokoknya. Adapun tujuan pembentukan resort antara lain
membentuk suatu sistem pengelolaan yang efektif di lapangan berdasarkan kriteria administrasi dan
teknis serta memfungsikan para petugas lapangan pada unit kerja terkecil agar mendapatkan hasil
kerja yang optimal.
2
Penguatan kelembagaan dan operasional Resort akan menjadi faktor kunci efektifitas pengelolaan
kawasan konservasi (Resort-Based Management – RBM). Bagi pengelola kawasan konservasi,
pengetahuan, pemahaman dan penerapan prinsip-prinsip RBM, peraturan perundang-undangan,
wilayah kelola, tugas pokok, dan kelembagaan Resort sangat diperlukan. Resort tidak dipahami
hanya sebagai sarana pengamanan kawasan (disamakan dengan Pondok Jaga), namun lebih luas
dari hal tersebut yaitu sebagai unit kelola kawasan konservasi terkecil. Secara garis besar tugas-
tugas Resort akan meliputi aspek perencanaan, pengelolaan, perlindungan, pemanfaatan, dan juga
pemulihan.
3
II. PEMBENTUKAN RESORT
1. Dasar Hukum
Dasar hukum pembentukan resort dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
pengelolaan kawasan konservasi antara lain sebagai berikut :
a. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya
b. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
c. Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
d. Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
Satwa
e. Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan
Satwa Liar
f. Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan
g. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan
h. Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 108 tahun 2015 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam
i. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MenLHK-II/2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
j. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.76/MenLHK-Setjen/2015
tentang Kriteria Zona Pengelolaan Taman Nasional dan Blok Pengelolaan Cagar Alam,
Suaka Margasatwa, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam
k. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.35/MenLHK-Setjen/Um.1/3/2016 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pengelolaan
Pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelesterian Alam
l. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.7/MenLHK/Setjen/OTL.O/1/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana
Tekhnis Taman Nasional
m. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.8/MenLHK/OTL.O/1/2016
tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam
4
2. Aspek-Aspek Pembentukan Resort
Beberapa aspek yang harus di pertimbangkan :
b. Kondisi fisik kawasan (topografi, gunung, sungai, danau, gejala alam dan lain-lain)
e. Tingkat aksesibilitas
1. Aspek Legalitas
a) Penataan kawasan konservasi ke dalam suatu unit kerja ditujukan untuk mengefektifkan
pengelolaan kawasan konservasi. Setiap unit kawasan konservasi diperlukan adanya sistem
pengelolaan dengan membagi ke dalam wilayah kerja ( Pasal 16 PP 28 Tahun 2011) tentang
Pengelolaan KSA dan KPA.
b) Penataan wilayah kerja sebagaimana dimaksud butir “a” meliputi pembagian wilayah kerja ke
dalam unit pengelola dan seksi wilayah (Pasal 20a PP 28 Tahun 2011) dan Pasal 20 b PP 28
Tahun 2011, bahwa pembagian seksi wilayah kerja dilakukan ke dalam unit yang lebih kecil. Unit
5
yang lebih kecil yang dimaksud dalam peraturan tersebut, yang diartikan sebuah “Resort” yang
merupakan unit terkecil dalam suatu pengelolaan kawasan konservasi.
c) Edaran Dirjen PHKA Nomor S.295/IV-KKBHL/2011 tanggal 27 Juni 2011 tentang Pengelolaan
Berbasis Resort di 50 Taman Nasional.
2. Aspek Teknis
Berdasarkan edaran Dirjen PHKA Nomor S.295/IV-KKBHL/2011 tanggal 27 Juni 2011, telah
dilakukan kebijakan dalam pengelolaan kawasan berbasis resort, telah ditetapkan :
a) Pembentukan Tim Kerja Pengelolaan Berbasis Resort melalui Surat Keputusan Kepala
Balai/Balai Besar;
b) Penguatan kelembagaan resort baik dalam penyiapan personil, sarana prasarana serta
alokasi anggaran;
c) Penataan resort (pembuatan peta indiktif penataan kawasan, pengecekan lapangan serta
revisi peta pembagian wilayah kerja resort);
a) Ditetapkan pada setiap Seksi Pengelolaan Taman Nasional dan Seksi Konservasi Wilayah.
d) Pengusulan wilayah kerja melalui suatu tim yang dibentuk Kepala Balai Besar/Balai.
e) Kegiatan tim adalah bertugas melakukan pengumpulan data dan informasi, mengolah dan
menganalisa pembentukan wilayah kerja Resort.
f) Hasil kerja tim dimaksud dalam butir “e” melaporkan hasilnya kepada Kepala Balai
Besar/Balai.
g) Kepala Balai sebagaimana butir “f” mengusulkan penetapan wilayah kerja resor kepada
Direktur Jenderal KSDAE, dengan melampirkan :
1) Hasil kajian tim dengan dilampiri peta skala dengan luas kawasan :
6
a. Kurang dari 1.000 hektar, peta dengan skala minimal 1 : 10.000 dengan ukuran kertas
A1;
b. 1.000-10.000 hektar, peta dengan skala minimal 1 : 25.000 dengan ukuran kertas A1;
c. 10.000-50.000 hektar, peta dengan skala minimal 1 : 50.000 dengan ukuran kertas
A1;
d. 50.000-100.000 hektar, peta dengan skala minimal 1 : 100.000 dengan ukuran kertas
A1;
f. Di atas 250.000 hektar, peta dengan skala minimal 1 : 500.000 dengan ukuran kertas
A1;
c. Batas administrasi
e. Kedudukan kantor
3) Untuk penetapan wilayah kerja resor di luar KSA, KPA dan TB, dapat ditetapkan
berdasarkan wilayah administrasi unit pengelola.
a. Bidang Perencanaan :
Identifikasi dan inventarisasi potensi tumbuhan dan satwa liar, jasa lingkungan,
gangguan kawasan, rawan kebakaran, ilegal logging dan bencana alam.
7
Pencegahan gangguan karena manusia, ternak, konflik satwa dengan masyarakat,
dan perburuan liar.
Pencegahan terhadap spesies tumbuhan dan satwa invasif, hama dan penyakit
Koordinasi dengan pihak terkait ditinggkat lokal (Kepala Dusun, Kepala Desa, Camat
Lurah dan Tokoh Masyarakat) serta instansi lain terkait dengan bencana alam( BMKG,
BNPB, SAR)
Pencatatan dan pembatasan kerusakan yang disebabkan oleh manusia, ternak, alam,
spesies invasif, hama dan penyakit.
Monitoring dan pembinaan populasi serta habitat dan satwa liar, dan penyelamatan
tumbuhan dan satwa liar melalui pemindahan, pelestarian, introduksi/reintroduksi dan
penangkaran jenis.
d. Bidang pemanfaatan
8
Pemeliharaan sarana prasarana dan pengembangan Wisata Alam, dan Penelitian
Koordinasi dengan aparat terkait dengan peredaran tumbuhan dan satwa liar (Bea
cukai, Polisi, Sahbandar, Karantina, Kamla, Kepala terminal dan Kepala stasiun)
9
h. Bidang Informasi
i. Tugas Lain secara Eksitu dan Insitu sepanjang mendukung pengelolaan KSA, KPA dan TB
j. Kelembagaan Resort
Kedudukan Resort pada Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Tipe A
Kedudukan Resort pada Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Tipe B
Personil yang ditugaskan ditingkat resort disesuaikan dengan kondisi kawasan, wilayah kerja
resort dan unit kerja masing-masing (KSA, KPA, dan TB)
Jumlah personil sekurang-kurangnya 6 orang terdiri atas unsur PNS (PEH, Polhut, Penyuluh
Kehutanan dan Fungsional Umum) serta pegawai harian lepas/tidak tetap/honorer yang
diprioritaskan dari masyarakat
Pembentukan unit kerja di tingkat resort disesuaikan dengan kemampuan dan jumlah SDM yang
tersedia
10
Kualifikasi SDM di tingkat resort dapat diisi setara dengan sarjana S1/D3/SLA atau sederajat
Bangunan dan sarana-prasaran kantor seperti pondok kerja, pondok jaga, informasi dan bengkel
kerja
Saran transportasi
Sarana komunikasi
Perlengkapan kerja antara lain komputer, peralatan survei, personel use, peralatan pemadaman
kebakaran, peralatan pengamanan, evakuasi dan peraga penyuluhan
Kepala resort wajib melakukan pengawasan pelaksanaan tugas terhadap pekerjaan para anggota
dan melaporkan seluruh kegiatannya kepada atasan langsung (Kepala Seksi Pengelolaan /
Wilayah)
Kepala resort bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasikan para anggota serta
memberikan bimbingan dan petunjuk kerja
Kepala resort wajib mengikuti dan memenuhi petunjuk dan bertanggung jawab kepada Kepala
Seksi Pengelolaan / Wilayah dan menyampaikan laporan berkala tepat pada waktunya
F. Pembiayaan
Sumber pembiayaan dari APBN, APBD dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat
Jenis pengeluaran terdiri atas belanja operasional (ATK, Logistik, Pemeliharaan Bangunan, Alat
Transportasi atau Komunikasi, Langganan Daya dan Jasa), belanja non operasional (Biaya
Pelaksanaan Kegiatan yang menjadi tugas resort seperti di atas)
11
V. PENUTUP
Pengelolaan Kawasan Berbasis Resort, mempunyai pengertian bahwa resort merupakan bagian dari
managemen unit kerja terkecil di setiap satuan kerja. Organisasi resort telah diusulkan menjadi
eselon V namun hingga saat ini masih belum diakui oleh Menpan RB. Oleh karena itu pengelolaan
setingkat resort masih dianggap organisasinya belum definitif, sehingga kadang-kadang di beberapa
unit kerja dianggap sebagai alat (tool) untuk memonitor kegiatan dan efektifitas pengelolaan kawasan
konservasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, 2002, Undang-Undang Nomer 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Rifdexts, Bogor.
2. Direktorat Jenderal PHKA, 2009. Undang-Undang Nomer 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati Dan Ekosistemnya. Jakarta.
3. Direktorat Jenderal PHKA, 2012. Peraturan Pemerintah RI Nomer 28 Tahun 2011. Tentang
Pengelolaan Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam, Jakarta.
4. Sekretariat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan, 2015. Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MenLHK-II/2015 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
5. Edaran Dirjen PHKA Nomor S.295/IV-KKBHL/2011 tanggal 27 Juni 2011 tentang
Pengelolaan Berbasis Resort di 50 Taman Nasional.
12
Lampiran : Gambar Struktur Organisasi Resort Pengelolaan Kawasan Konservasi
KEPALA
RESORT
KELOMPOK KELOMPOK
FUNGSIONAL TEKNIS
13