Anda di halaman 1dari 25

Nama Alfan Setyawan

NIM 2372011033
Fakultas/Prodi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik/Psikologi
Mata Kuliah Pendidikan Pancasila
Dosen
UJIAN TENGAH SEMESTER

No Materi Uraian
1. Ruang lingkup mata a) Konsep dan Landasan pendidikan Pancasila di Perguruan
kuliah pendidikan Tinggi
Pancasila di Pancasila merupakan falsafah bangsa Indonesia.
Perguruan Tinggi Pancasila mengandung lima sila atau dasar yaitu Ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan (musyawarah mufakat)
dan keadilan sosial. Kelima sila tersebut merupakan satu
kesatuan yang utuh atau mono pluralis. Hal demikian berarti
kelima sila dalam Pancasila harus selalu dimaknai dan
dilaksanakan secara utuh.
Di dalam perkembangannya, Pancasila diberikan
fungsi dan kedudukan istimewa yaitu sebagai dasar negara,
falsafah bangsa, ideologi negara, sumber tertib hukum dan
sebagai konsensus final.
Keberadaan Pancasila sangat menentukan gerak dan
dinamika berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu,
Pancasila harus senantiasa dipahami dan dilaksanakan
dalam setiap tatanan atau aspek penggerak negara.
Khazanah pendidikan harus diakui sebagai salah satu
penggerak negara, sehingga sudah barang tentu sangat
membutuhkan pemahaman dan pelaksanaan Pancasila. Atas
dasar pertimbangan inilah, dalam dunia pendidikan
khususnya perguruan tinggi memiliki satu mata kuliah wajib
dengan nama pendidikan Pancasila.
Pendidikan Pancasila sebagai bagian dari pendidikan
nasional, mempunyai tujuan mempersiapkan mahasiswa
sebagai calon sarjana yang berkualitas, berdedikasi tinggi,
dan bermartabat agar:
a. Menjadi pribadi yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa;
b. Sehat jasmani dan rohani, berakhlak mulia, dan
berbudi pekerti luhur;
c. Memiliki kepribadian yang mantap, mandiri, dan
bertanggung jawab sesuai hari nurani;
d. Mampu mengikuti perkembangan IPTEK dan seni;
serta
e. Mampu ikut mewujudkan kehidupan yang cerdas dan
berkesejahteraan bagi bangsanya.
Tujuan pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi adalah
untuk:

1. Memperkuat Pancasila sebagai dasar falsafah negara


dan ideologi bangsa melalui revitalisasi nilai-nilai dasar
Pancasila sebagai norma dasar kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Agar mahasiswa dapat mengembangkan karakter
manusia Pancasilais dalam pemikiran, sikap, dan
tindakan.
3. Memberikan pemahaman dan penghayatan atas jiwa
dan nilai-nilai dasar Pancasila kepada mahasiswa
sebagai warga negara Republik Indonesia, serta
membimbing untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
4. Mempersiapkan mahasiswa agar mampu
menganalisis dan mencari solusi terhadap berbagai
persoalan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara melalui sistem pemikiran yang berdasarkan
nilai-nilai Pancasila dan UUD RI Tahun 1945.
5. Membentuk sikap mental mahasiswa yang mampu
mengapresiasi nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan,
kecintaan pada tanah air dan kesatuan bangsa, serta
penguatan masyarakat madani yang demokratis,
berkeadilan, dan bermartabat berlandaskan Pancasila,
untuk mampu berinteraksi dengan dinamika internal dan
eksternal masyarakat bangsa Indonesia. (Derektorat,
2013). (AN/ER)
b) Konsep dan landasan pendidikan antikorupsi di perguruan
tinggi
Pendidikan dan pembelajaran antikorupsi sudah
selayaknya bergeser dari sekadar teori tanpa banyak aksi riil
menjadi pembelajaran yang sampai pada melakukan aksi riil
mencegah dan melawan praktik korupsi. Dalam hal ini
pedagogi kritis menjadi pegangan kuat dengan beberapa
prinsipnya yang relevan untuk keperluan pendidikan
antikorupsi, yaitu teori sudut pandang, demokrasi,
kontekstual, dan mengarahkan pada sikap atau tindakan riil.
Prinsip-prinsip tersebut saling terkait dan saling
membutuhkan satu sama lain. Dalam praktiknya,
pendidikan dan pembelajaran antikorupsi hendaknya juga
tidak bertele-tele membahas pengertian-pengertian dan
norma-norma atau moralitas saja, melainkan harus
mengajak siswa untuk aktif mencari informasi dan
kemudian merumuskan aksi, melakukan aksi, dan refleksi.
Dengan begitu, pendidikan antikorupsi akan memiliki daya
ubah dan daya dobrak, termasuk dan terutama terhadap
kultur korup yang masih ada di beberapa sekolah. Dengan
menerapkan prinsip-prinsip pedagogi kritis ini pula
pembelajaran antikorupsi jadi lebih punya makna bagi
siswa, karena mereka punya pengalaman riil bersikap tegas
dalam mencegah dan melawan praktik korupsi.
c) Insersi pendidikan antikorupsi dalam mata kuliah
pendidikan Pancasila
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki
tugas untuk melakukan upaya pemberantasan korupsi,
salah satunya melakukan Pedidikan Antikorupsi pada
setiap jejaring pendididikan. Penyusunan buku panduan
ini merupakan salah satu upaya KPK untuk
menyediakan bahan ajar bagi para dosen pengampu
Pendidikan Antikorupsi. Selain dalam bentuk buku
panduan, KPK juga melakukan inovasi dan
pengembangan bahan sebagai konsekuensi dari
Peraturan Menteri Riset, teknologi dan Pendidikan
tinggi (Permenristekdikti) No 33 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Antikorupsi di Perguruan
Tinggi. Media ajar tersebut antara lain komik, buku
saku, film dan juga permainan sehingga dosen dapat
mengembangkan metode belajar yang lebih menarik.
Adapun buku panduan ini bersifat umum dan
memberikan gambaran untuk pelaksanaan pembelajaran
di kelas yang mengondisikan mahasiswa mendapatkan
pengetahuan tentang antikorupsi dan internalisasi nilai-
nilai antikorupsi dalam kehidupan mereka. Mata kuliah
Pendidikan Pancasila memiliki irisan yang cukup
banyak dengan nilai-nilai antikorupsi sehingga insersi
atau sisipan muatan antikorupsi ke dalam mata kuliah
Pendidikan Pancasila atau Kewarganegaraan dapat
memperkaya pembelajaran bagi mahasiswa untuk
mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara
d) Korelasi dan potensi korupsi di sektor pemerintahan
Sebagaimana Pasal 11 Peraturan Ombudsman RI
Nomor 26 tahun 2017.
1) Penundaan berlarut, merupakan perbuatan
mengulur waktu penyelesaian layanan dari yang
ditentukan, contohnya penerbitan sebuah ijin,
memerlukan waktu tiga bulan, namun baru
diselesaikan hingga enam bulan. Hal ini
setidaknya berpotensi terjadinya korupsi, berupa
suap dan gratifikasi.
2) tidak memberikan pelayanan, merupakan
perilaku mengabaikan tugas layanan sebagian
atau keseluruhan kepada masyarakat yang
berhak. Misalnya, di rumah sakit, pasien tidak
dilayani jika menggunakan BPJS. Hal ini akan
berpotensi perilaku korupsi berupa gratifikasi,
agar petugas dapat memberikan layanan.
3) tidak kompeten, merupakan penyelenggara
layanan yang menyelenggarakan layanan tidak
sesuai dengan kompetensi. Hal ini meliputi
kecakapan, kemampuan dan kewenangan.
Misalnya, pada suatu desa, tidak ada pegawai
yang memiliki kompetensi untuk mengelola
keuangan, maka hal ini berpotensi terjadinya
kerugian negara, apabila terjadi kesalahan, yang
dapat berpotensi tindakan korupsi berupa
perbuatan yang merugikan negara.
4) Penyalahgunaan wewenang, merupakan
perbuatan melampaui wewenang, melawan
hukum dan/atau penggunaan wewenang untuk
tujuan lain dari tujuan wewenang tersebut dalam
proses pelayanan publik. Misalnya, pada
Pengadilan, seorang Petugas, meminta uang
kepada para pihak, agar perkaranya cepat
diperiksa pengadilan, maka hal tersebut
berpotensi korupsi berupa pemerasan.
5) Penyimpangan prosedur, merupakan
penyelenggaraan layanan publik yang tidak
sesuai yang tidak sesuai dengan alur/proses
layanan. Misalnya dalam suatu penerbitan hak
atas tanah, tiba-tiba terbit sertifikat di atas tanah
yang telah bersertifikat, tanpa melalui proses
ukur lapangan, sehingga menyebabkan tumpang
tindih dan sengketa. Hal ini, berpotensi korupsi
adanya penggelapan dalam jabatan oleh Petugas,
apabila terindikasi adanya upaya
menguntungkan pribadi Petugas tersebut.
6) Permintaan imbalan, merupakan permintaan
imbalan dalam bentuk uang, jasa maupun barang
secara melawan hukum atas layanan yang
diberikan kepada pengguna layanan. Misalnya,
adanya permintaan uang kepada warga yang
tidak sesuai ketentuan atas penerbitan surat
rekomendasi KTP dari kelurahan. Hal ini
berpotensi tindakan korupsi berupa suap dan
gratifikasi.
7) Tidak patut, merupakan perilaku yang tidak
layak dan patut yang dilakukan oleh
penyelenggara layanan publik dalam
memberikan layanan yang baik kepada
masyarakat pengguna layanan. Misalnya, sikap
seorang penyidik Kepolisian yang melakukan
kekerasan dalam proses penyelidikan dalam hal
menemukan adanya suatu tindakan kriminal.
Perbuatan kekerasan itu tidak patut dilakukan,
walaupun bertujuan untuk untuk pembuktian.
Berpotensi terjadinya gratifikasi.
8) Berpihak, merupakan keberpihakan dalam
penyelenggaraan layanan publik yang
memberikan keuntungan dalam bentuk apapun
kepada salah satu pihak dan merugikan pihak
lainnya. Misalnya, dalam penerimaan siswa baru
suatu sekolah, petugas memberikan jalur prestasi
kepada seseorang yang tidak berhak, sehingga
hal itu menyebabkan adanya hak orang lain yang
terabaikan. Berpotensi terjadinya tindakan
korupsi berupa suap.
9) Diskriminasi, merupakan pemberian layanan
secara berbeda, perlakuan khusus atau tidak adil
diantara sesama pengguna layanan. Misalnya
dalam layanan ujian Notaris, diberikan
perlakukan dan soal berbeda atau lebih mudah
kepada seseorang, sementara kepada yang lain
lebih sulit,. Hal ini berpotensi terjadinya
tindakan korupsi berupa suap.
10) Konflik kepentingan, merupakan
penyelenggaraan layanan yang dipengaruhi
karena adanya hubungan kelompok, golongan,
suku atau hubungan kekeluargaan sehingga
layanan diberikan tidak sebagaimana mestinya.
Misalnya adanya hubungan saudara
menyebabkan layanan dalam penerbitan
kelayakan lingkungan/Amdal diberikan lebih
cepat. Hal ini menyebabkan terjadinya potensi
korupsi berupa suap.
2. Korupsi di Indonesia a) Nilai-nilai antikorupsi
9+1 NILAI INTEGRITAS BERSIH KORUPSI
#1JUJUR
#2PEDULI
#3MANDIRI
#4DISIPLIN
#5TANGGUNGJAWAB
#6KERJAKERAS
#7SEDERHANA
#8BERANI
#9ADIL
#10SABAR
b) Teori penyebab korupsi
Banyak yang dapat menjadi faktor - faktor penyebab
terjadinya korupsi hal ini dapat kita lihat dalam berbagai
sudut pandang pendapat para ahli yang akan dijelaskan di
bawah ini.
Pandangan lain dikemukakan oleh Arifin yang
mengidentifikasi faktor - faktor penyebab terjadinya korupsi
antara lain: (1) aspek perilaku individu (2) aspek organisasi,
dan (3) aspek masyarakat tempat individu dan organisasi
berada (Arifin: 2000). Terhadap aspek perilaku individu, Isa
Wahyudi memberikan gambaran, sebab-sebab seseorang
melakukan korupsi dapat berupa dorongan dari dalam
dirinya, yang dapat pula dikatakan sebagai keinginan, niat,
atau kesadaran untuk melakukan.
Sebab-sebab manusia terdorong untuk melakukan korupsi
antara lain: (a) sifat tamak manusia, (b) moral yang kurang
kuat menghadapi godaan, (c) gaya hidup konsumtif, (d)
tidak mau (malas) bekerja keras (Isa Wahyudi: 2007).
c) Dampak dan Biaya sosial korupsi
Pada dasarnya, biaya sosial korupsi adalah besarnya
dampak korupsi terhadap perekonomian negara. Biaya
sosial korupsi tidak hanya mencakup kerugian keuangan
negara (pemerintah), tetapi juga kerugian akibat korupsi
yang dialami masyarakat dan kerugian akibat korupsi yang
dialami oleh dunia usaha. Hasil korupsi tentu saja hanya
dinikmati oleh segelintir orang, namun demikian biaya-
biaya yang ditimbulkan akibat korupsi seperti biaya
oportunitas, alokasi sumber daya yang tidak efektif dan
tepat sasaran, menurunkan efek pengganda (multiplier
effect) ekonomi, dan memburuknya kesenjangan
pendapatan, menjadi beban seluruh elemen negara
(masyarakat, dunia usaha dan pemerintah).
d) Topologi korupsi
Tipologi korupsi menurut Syed Hussen Alatas di bagi dalam
tujuh jenis yang berlainan, masing-masing adalah:
1. Korupsi Transaktif (transactive corruption)
Korupsi transaktif menunjukan kepada adanya
kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi dan
pihak penerima demi keuntungan kedua belah pihak dan
dengan aktif diusahakan tercapainya keuntungan ini
oleh kedua-duanya. Korupsi jenis ini biasanya
melibatkan dunia usaha dan pemerintah, atau
masyarakat dan pemerintah.

2. Korupsi yang memeras (extortive corruption)


Jenis yang memeras adalah jenis korupsi dimana pihak
pemberi dipaksa untuk menyuap guna mencegah
kerugian yang sedang mengancam dirinya,
kepentingannya, atau orang-orang, dan hal-hal yang
dihargainya.

3. Korupsi investif (investive corruption)


Korupsi investif adalah pemberian barang atau jasa
tanpa ada pertalian langsung dengan keuntungan
tertentu, selain keuntungan yang dibayangkan atau
diperoleh dimasa yang akan datang.

4. Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption)


Korupsi perkerabatan atau nepotisme, adalah
penunjukan yang tidak sah terhadap teman atau sanak
saudara untuk memegang jabatan dalam pemerintahan,
atau tindakan yang memberikan perlakuan yang
mengutamakan, dalam bentuk uang atau bentuk-bentuk
lain, kepada mereka, secara bertentangan dengan norma
atau peraturan yang berlaku.
5. Korupsi defensif (defensive corruption)
Korupsi defensif adalah perilaku korban korupsi dengan
pemerasan. Korupsinya dilakukan dalam rangka
mempertahankan diri. Contoh : ada cerita, bahwa
Alexander Herzen, seorang revolusioner Rusia yang
terkenal, terlibat dalam penyuapan dan menganggap
perbuatan seperti ini mempunyai segi baik, dengan
menyatakan bahwa hanya melalui penyimpangan serupa
itulah orang dapat mempertahankan hidup di Rusia.
Setelah diselidiki, ternyata Herzen tidak memberi uang
suap. Orang yang memberi uang suap adalah seorang
yang berasal dari desa ayah Herzen. Orang ini
menghadapi kesulitan karena seorang pangeran
memerintahkan agar ia dihukum karena memberi uang
suap. Herzen berusaha menolongnya dan berhasil
membatalkan hukuman itu. Herzen menyetujui
penyuapan defensif para petani, karena seluruh birokrasi
pada tahun 1830-an dan 1840-an, masa meluasnya
korupsi. Situasi Rusia yang serba korup, menjadikan
penyuapan defensif oleh para petani sebagai suatu hal
yang perlu. Korupsi yang dilakukan oleh keseluruhan
sistem itulah yang tidak pernah membantu memajukan
umat manusia.

6. Korupsi otogenik (autogenic corruption)


Korupsi yang dilakukan oleh seseorang seorang diri.
Brooks mencetuskan subjek yang ia sebut auto
corruption. Ini adalah suatu bentuk korupsi yang tidak
melibatkan orang lain dan pelakunya hanya seorang
saja. Contoh yang diberikan oleh Brooks ialah : seorang
anggota dewan perwakilan yang mendukung berlakunya
sebuah Undang-Undang tanpa menghiraukan akibat-
akibatnya, dan kemudian memetik keuntungan finansial
daripadanya, karena pengetahuannya perihal Undang-
Undang yang akan berlaku itu. Misalnya ketika suatu
kawasan dinyatakan sebagai wilayah pembangunan,
pengetahuan yang lebih dahulu diperoleh oleh anggota
dewan yang ikut mengambil keputusan itu,
memungkinkan ia membisikan kepada teman-temanya
diluar agar membeli tanah di kawasan tersebut, karena
harganya niscaya akan naik pada waktu keputusan
diumumkan. Contoh lain mengenai korupsi seperti itu
ialah pembuatan laporan pembelanjaan yang tidak benar.
Di sini pun perbuatan itu seringkali tidak sepenuhnya
dilakukan seorang diri. Seringkali ada saling pengertian
secara diam-diam diantara para pejabat pemerintahan
atau pegawai perusahaan yang melakukan pemalsuan
seperti itu dan membiarkan peristiwa itu dan
membiarkan peristiwa ini terus berlangsung.

7. Korupsi dukungan (supportive corruption)


Korupsi jenis ini tidak secara langsung menyangkut
uang atau imbalan langsung dalam bentuk lain.
Tindakan-tindakan yang dilakukan adalah untuk
melindungi dan memperkuat korupsi yang sudah ada.
Intrik dan kasak-kusuk para pembesar didalam mesin
politik Amerika Serikat merupakan contoh yang tepat,
seperti misalnya menyewa penjahat untuk mengusir para
pemilih yang jujur dari tempat pemungutan suara;
dibiarkannya terjadinya huru-hara oleh para Walikota
atau Gubernur karena takut kehilangan suara dalam
pemilihan; menghambat pejabat yang jujur dan cakap
agar tidak menduduki posisi strategis dan bahkan dari
keinginan untuk menegakkan pemerintahan yang bersih
sebagai taktik dalam pemilihan umum sehingga
khalayak lepas dari pengaruh mereka.

3. Perilaku koruptif a. Sumber historis, sosiologis dan politik pendidikan Pancasila


sebagai tantangan  Sumber Historis Pendidikan Pancasila
dalam penanaman Sumber historis pendidikan Pancasila adalah sumber yang
nilai-nilai Pancasila berkaitan dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia
dalam menemukan jati diri dan kepribadian bangsa yang
dirumuskan dalam Pancasila. Sumber historis ini mencakup
dokumen-dokumen penting seperti Proklamasi
Kemerdekaan, Piagam Jakarta, Sidang BPUPKI dan PPKI,
Pembukaan UUD 1945, dan lain-lain. Sumber historis ini
juga mencakup tokoh-tokoh nasional yang berperan dalam
perumusan dan pengamalan Pancasila seperti Soekarno,
Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, Ki Hajar Dewantara,
dan lain-lain.
Sumber historis pendidikan Pancasila memiliki pengaruh
yang besar terhadap pengembangan materi dan substansi
pendidikan Pancasila. Sumber historis ini memberikan kita
pemahaman tentang bagaimana Pancasila lahir dari
semangat kemerdekaan, persatuan, dan kebhinekaan bangsa
Indonesia. Sumber historis ini juga memberikan kita
inspirasi untuk menghargai nilai-nilai luhur yang
terkandung dalam Pancasila sebagai warisan para pendiri
bangsa. Sumber historis ini juga memberikan kita arah
untuk melanjutkan perjuangan bangsa Indonesia dalam
menjaga kedaulatan, kesejahteraan, dan keadilan sosial.

 Sumber Sosiologis Pendidikan Pancasila


Sumber sosiologis pendidikan Pancasila adalah sumber
yang berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat
Indonesia yang beragam dan dinamis. Sumber sosiologis ini
mencakup aspek-aspek seperti budaya, adat istiadat, agama,
bahasa, etnis, dan lain-lain. Sumber sosiologis ini juga
mencakup fenomena-fenomena sosial yang terjadi di
masyarakat Indonesia seperti globalisasi, modernisasi,
pluralisme, konflik sosial, dan lain-lain.

 Sumber Politik Pendidikan Pancasila


Sumber politik pendidikan Pancasila adalah sumber yang
berkaitan dengan kehidupan politik bangsa Indonesia yang
menghadapi berbagai tantangan dan peluang. Sumber
politik ini mencakup aspek-aspek seperti sistem
pemerintahan, lembaga negara, partai politik, pemilu,
organisasi massa, gerakan sosial, dan lain-lain. Sumber
politik ini juga mencakup isu-isu politik yang relevan
dengan kondisi dan kepentingan bangsa Indonesia seperti
demokrasi, hak asasi manusia, korupsi, radikalisme,
geopolitik, dan lain-lain.
Sumber politik pendidikan Pancasila memiliki pengaruh
yang penting terhadap pengembangan materi dan substansi
pendidikan Pancasila. Sumber politik ini memberikan kita
pemahaman tentang bagaimana Pancasila menjadi dasar dan
acuan dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan di
Indonesia. Sumber politik ini juga memberikan kita
dorongan untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan politik
bangsa Indonesia sesuai dengan hak dan kewajiban sebagai
warga negara. Sumber politik ini juga memberikan kita
tanggung jawab untuk berkontribusi dalam pembangunan
nasional yang berlandaskan Pancasila.
b. Sumber sosiologis pendidikan pancasila
Sumber sosiologis pendidikan Pancasila memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap pengembangan materi dan
substansi pendidikan Pancasila. Sumber sosiologis ini
memberikan kita pemahaman tentang bagaimana Pancasila
mengakomodasi keragaman dan kesamaan masyarakat
Indonesia dalam suatu kesatuan nasional. Sumber sosiologis
ini juga memberikan kita motivasi untuk mengembangkan
sikap toleransi, gotong royong, dan solidaritas sosial dalam
kehidupan bermasyarakat. Sumber sosiologis ini juga
memberikan kita tantangan untuk menghadapi perubahan-
perubahan sosial yang terjadi di masyarakat Indonesia
dengan bijaksana.
c. Urgensi pendidikan Pancasila
Urgensi pendidikan Pancasila dapat dipahami dari dua
pendekatan, yaitu:
 Pendekatan institusional, yaitu melihat pentingnya
pendidikan Pancasila sebagai salah satu mata kuliah
wajib di perguruan tinggi yang harus dipenuhi oleh
mahasiswa. Pendidikan Pancasila merupakan bagian
dari kurikulum nasional yang ditetapkan oleh
pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan
Pancasila juga merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar akademik3.
 Pendekatan sumber daya manusia, yaitu melihat
pentingnya pendidikan Pancasila sebagai sarana untuk
membentuk karakter dan kompetensi mahasiswa sebagai
calon pemimpin bangsa di masa depan. Pendidikan
Pancasila dimaksudkan sebagai upaya membentuk
peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air yang dijiwai oleh nilai-
nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, semangat Bhinneka Tunggal Ika,
dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia2.
Pendidikan Pancasila juga bertujuan untuk
mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kreatif,
dan inovatif, serta sikap toleran, demokratis, dan
berkeadilan3.
Dari pendekatan-pendekatan tersebut, dapat disimpulkan
bahwa urgensi pendidikan Pancasila adalah sebagai berikut:
 Pendidikan Pancasila merupakan kewajiban akademik
yang harus dipenuhi oleh mahasiswa sebagai bagian dari
sistem pendidikan nasional.
 Pendidikan Pancasila merupakan hakikat, inti, dan hal
yang pokok bagi mahasiswa sebagai calon pemimpin
bangsa yang harus memiliki pengetahuan, kepribadian,
dan keahlian yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
 Pendidikan Pancasila merupakan tanggung jawab moral
dan sosial mahasiswa sebagai warga negara yang harus
berkontribusi dalam pembangunan bangsa dan negara
yang berdasarkan Pancasila.
4. Tipologi korupsi a. Landasan hukum antikorupsi di Indonesia
berdasarkan hukum  Pasal 2 Undang-Undang No 31 Tahun 1999
di Indonesia Pada pasal ini diatur jenis kejahatan melawan hukum berupa
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau juga
korporasi. Tindakan memperkaya diri ini dilakukan dengan
cara merugikan negara atau perekonomian negara. Bagi
siapapun yang melakukan tindakan ini, maka akan dipenjara
dengan tiga pilihan, yaitu:
1. Penjara seumur hidup,
2. Pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun,
3. Pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Selain itu, pilihan hukumannya adalah denda. Jumlah denda
yang akan diajukan paling sedikit dua ratus juta rupiah (Rp
200,000,000) atau paling banyak denda sebesar satu milyar
rupiah (1,000,000,000).
 Pasal 3 Undang-Undang No 3 Tahun 1999
Pasal ini mengatur tentang kejahatan yang dilakukan oleh
seseorang untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau
korporasi serta menyalahgunakan kewenangan, kesempatan,
atau sarana yang dimilikinya. Hal ini dilakukan karena
orang tersebut memiliki jabatan atau kedudukan yang
memungkinkan untuk melakukan hal tersebut. Dan atas
tindakannya ini, ia telah merugikan keuangan atau
perekonomian negara.
Jika korupsi jenis ini terjadi, maka seseorang bisa
mendapatkan pidana penjara seumur hidup. Pilihan yang
lebih ringan, ia akan dipenjara minimal satu tahun atau
paling lama 20 tahun. Jika mendapatkan hukuman
pembayaran denda, maka seseorang akan didenda minimal
lima puluh juta rupiah (Rp 50.000.000) atau denda paling
banyak satu milyar rupiah (Rp 1.000.000.000).
 Pasal 5 Undang-Undang No 3 Tahun 2001
Pasal ini mengatur tentang hukuman yang akan diberikan
kepada seseorang yang memberikan janji kepada PNS atau
penyelenggara negara lainnya. Janji ini dimaksudkan
sebagai suap agar PNS atau penyelenggara negara
melaksanakan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sesuai
dengan keinginan pemberi suap. Sesuatu yang diminta ini
tentu yang bertentangan dengan kewajiban PNS atau
penyelenggara negara tersebut.
Misalnya, seorang pengusaha meminta kepala desa untuk
melanggar kewajiban dan wewenang kepala desa sehingga
dapat memenangkannya dalam tender pengadaan seragam
kantor dan berjanji akan memberikan 30% uang dari nilai
tender yang dimenangkan. Jika kasus ini terjadi, maka yang
memberikan janji (pengusaha tersebut) akan dikenakan
pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5
tahun. Dia juga akan mendapatkan hukuman denda minimal
sebanyak Rp 50.000.000 dan maksimal Rp 250.000.000.
b. Dari 30 tindak pidana korupsi menjadi 7 tindak pidana
korupsi
Berikut 7 kelompok Jenis Tindak Pidana Korupsi
berdasarkan Undang-Undang no. 31 tahun 1999 jontu
Undnag-Undang no. 20 tahun 2001
1. Merugikan Keuangan Negara
Merupakan perbuatan melawan hukum yang merugikan
negara seperti memperkaya diri sendiri
2. Penggelapan dalam Jabatan
Menyalahgunakan wewenang atas suatu jabatan yang
dimiliki
3. Perbuatan Curang
Melakukan perbuatan curang agar bisa menyelamatkan
atau menguntungkan satu pihak
4. Pemerasan
Memaksa orang lain memberikan sesuatu atau
mengerjakan sesuatu untuk dirinya
5. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan
Memiliki kepentingan pribadi atas wewenang yang
dimiliki sehingga dapat mempengaruhi kinerja
6. Gratifikasi
Pemberian uang atau natura secara cuma-cuma, baik di
dalam maupun di luar negeri
7. Suap Menyuap
Pemberian uang atau menerima uang yang dilakukan
oleh siapapun yang memiliki suatu tujuan tertentu.
c. Memahami 7 tindak pidana korupsi dan sanksinya
Ada banyak jenis korupsi di Indonesia. UU No. 31 Tahun
1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi merumuskan tindak pidana korupsi
menjadi 30 bentuk. Ketigapuluh bentuk tindak pidana
korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan
sebagai berikut.
1) Kerugian Keuangan Negara
Jenis korupsi yang mengandung unsur kerugian keuangan
negara bisa kita temukan dalam Pasal 2 dan 3 UU
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam kedua pasal
tersebut ada frasa/kata “dapat” merugikan keuangan atau
perekonomian negara.
Frasa/kata “dapat” menunjukkan bahwa merugikan
keuangan dan perekonomian negara merupakan delik
formil, Jadi gak perlu dibuktikan negara rugi apa nggak.
Intinya kalo sudah terpenuhi salah satu unsur seperti
perbuatan memperkaya atau menguntungkan diri sendiri,
orang lain atau korporasi, maka gak perlu dibuktikan akibat
kerugian negaranya.

2) Suap-Menyuap
Korupsi jenis ini merupakan korupsi yang sering terjadi.
Korupsi dengan tindakan berupa pemberian uang atau
menerima uang yang dilakukan oleh penyelenggara negara
untuk melakukan sesuatu yang melawan hukum.
Oh ya, UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi gak
cuma mengatur tentang larangan suap bagi pegawai negeri
dan penyelenggara negara, UU Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi juga mengatur larangan suap kepada hakim
dan advokat.
3) Penggelapan Dalam Jabatan
Penggelapan dalam jabatan yang dimaksud dalam rumusan
pasal-pasal UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
merujuk kepada penggelapan dengan pemberatan, yaitu
penggelapan yang dilakukan oleh orang yang memiliki
pekerjaan atau jabatan. Misalnya dengan jabatannya,
seseorang pegawai negeri/penyelenggara negara melakukan
penggelapan dengan membuat laporan keuangan palsu,
tentu saja untuk keuntungan diri sendiri dan merugikan
negara.

4) Pemerasan
Ketentuan Pasal 12 huruf e UU Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi menjelaskan bahwa pemerasan adalah
tindakan/perbuatan yang dilakukan oleh pegawai
negeri/penyelenggara negara untuk maksud menguntungkan
diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau
dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa
seseorang untuk memberi sesuatu, membayar atau
menerima pembayaran dengan potongan atau untuk
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
5) Perbuatan curang
Korupsi jenis ini berlaku untuk pemborong, pengawas
proyek, rekanan TNI/POLRI, pengawas rekanan
TNI/POLRI yang melakukan kecurangan dalam pengadaan
barang atau jasa, yang merugikan orang lain dan merugikan
negara dan membahayakan keselamatan negara saat perang.
Gak cuma seseorang yang melakukan perbuatan curang
yang dapat dijerat dengan kasus korupsi, bahkan seorang
pengawas proyek, pengawas rekanan TNI/POLRI yang
membiarkan terjadinya perbuatan curang juga dapat dijerat
dengan tindak pidana korupsi. Jadi, gak selamanya diam itu
emas ya man teman.
6) Benturan kepentingan dalam pengadaan
Benturan kepentingan dalam pengadaan barang/jasa
pemerintah adalah situasi dimana seorang pegawai
negeri/penyelenggara negara, baik langsung maupun tidak
langsung sengaja turut serta dalam pengadaan barang/jasa.
Benturan kepentingan ini sering kita lihat dalam kasus-
kasus korupsi yang melibatkan keluarga terdekat dari
penyelenggara negara, misalnya seperti kasus korupsi yang
menjerat Ratu Atut Chosiyah dan adik kandungnya Tubagus
Chaeri Wardana terkait korupsi pengadaan alat kesehatan.

7) Gratifikasi
Gratifikasi merupakan jenis korupsi berupa pemberian
hadiah. Bisa uang, barang, bahkan sampai layanan sex
seperti yang aku bahas sebelumnya. Gratifikasi ini mirip-
mirip dengan suap.
Dalam Pasal 12 huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dijelaskan bahwa setiap gratifikasi (pemberian
hadiah) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
dianggap sebagai pemberian suap, apabila berhubungan
dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban
dan tugasnya dengan ketentuan:
Kalo nilainya Rp10 juta atau lebih, maka penerima
gratifikasi harus membuktikan bahwa gratifikasi/hadiah
tersebut bukan suap.
Kalo nilainya kurang dari Rp10 juta, maka pembuktian
bahwa gratifikasi tersebut adalah suap dilakukan oleh
penuntut umum.
5. Pemberantasan a. Konsep pemberantasan korupsi
korupsi di Indonesia Konsep pemberantasan korupsi adalah hasil gagasan atau
ide yang menjadi wacana untuk memberantas tindak pidana
korupsi. Konsep ini meliputi berbagai potensi dan upaya,
seperti menyusun peraturan perundang-undangan khusus,
membentuk komisi dan peradilan khusus, melakukan
reformasi birokrasi, penyelamatan aset, kerjasama
internasional, dan pelaporan. Konsep ini juga mengandung
tiga model pemberantasan korupsi, yaitu pencegahan,
penindakan, dan pendidikan antikorupsi
b. Upaya penanggulang an kejahatan (korupsi) dengan hukum
pidana
 Penguatan kapasitas badan atau komisi anti korupsi.
 Penyelidikan, penuntutan, peradilan, dan penghukuman
koruptor besar dengan efek jera.
 Penentuan jenis-jenis atau kelompok korupsi yang
diprioritaskan untuk diberantas.
 Pemberlakuan konsep pembuktian terbalik.
 Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan perkara
korupsi dalam sistem peradilan pidana secara terus
menerus.
c. Strategi pemberantasan antikorupsi (Trisula)
"Dalam rangka memberantas korupsi, KPK menggunakan
tiga strategi atau sering disebut senjata trisula yaitu
pendidikan antikorupsi, pencegahan dan penindakan.
Namun ketiga strategi tersebut tentunya tidak akan berjalan
efektif jika masyarakat tidak turut berperan serta dalam
pemberantasan korupsi,” ujarnya.
Kumbul menjelaskan pendidikan antikorupsi kepada
masyarakat bertujuan agar masyarakat tidak mau korupsi.
Kemudian, pencegahan dilakukan dengan perbaikan sistem
tata kelola pemerintah daerah, yang bertujuan menutup
celah korupsi. Dan terakhir, penindakan atau penegakan
hukum bertujuan memberikan efek jera bagi pelaku tindak
pidana korupsi.
6. Tantangan Pancasila a) Sumber yuridis Pancasila sebagai dasar negara
sebagai dasar negara Pengertian Pancasila secara yuridis. Dikutip dari jurnal
dalam Pancasila sebagai Landasan Hukum di Indonesia (2017)
menanggulangi karya Wawan Fransisco, secara yuridis, Pancasila adalah
faktor penyebab dasar negara Republik Indonesia, sebagaimana yang
korupsi tercantum pada Pembukaan UUD (Undang-Undang Dasar)
1945.
b) Sumber historis pancasila sebagai dasar negara
 Piagam Jakarta Piagam Jakarta merupakan dokumen
penting yang menunjukkan sumber historis Pancasila
sebagai dasar negara Indonesia.
 Piagam Madinah Sebagai salah satu sumber historis
Pancasila, Piagam Madinah memiliki peran penting
dalam membentuk dasar negara Indonesia.
 Undang-Undang Dasar 1945
 Amanat Hati Nurani Rakyat
c) Sumber politis Pancasila sebagai dasar negara
Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia memiliki
sumber politis yang berasal dari beberapa aspek, di
antaranya adalah:
1. Proklamasi Kemerdekaan
2. Pancasila sebagai dasar negara
3. Pancasila dalam UUD 1945
4. Ketetapan MPR
5. Pemikiran para pendiri bangsa
d. Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai dasar negara
 Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berarti pengakuan dan
penghormatan terhadap keberadaan Tuhan Yang Maha
Esa sesuai dengan ajaran agama masing-masing, serta
menjunjung tinggi nilai-nilai ketaqwaan, toleransi, dan
kerukunan antarumat beragama.
 Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, yang berarti
penghargaan terhadap martabat, hak, dan kewajiban
manusia sebagai makhluk sosial yang beradab, serta
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, keadilan,
kesetaraan, dan persaudaraan antarsesama manusia.
 Persatuan Indonesia, yang berarti kesadaran dan
kebanggaan terhadap identitas nasional sebagai bangsa
Indonesia yang berdaulat, bersatu, berbhineka tunggal
ika, serta menjunjung tinggi nilai-nilai nasionalisme,
patriotisme, loyalitas, dan integritas terhadap negara
kesatuan Republik Indonesia.
 Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan, yang berarti
kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara demokratis
dengan prinsip musyawarah untuk mufakat dalam
penyelenggaraan negara, serta menjunjung tinggi nilai-
nilai demokrasi, partisipasi, representasi, akuntabilitas,
dan transparansi dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
 Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, yang
berarti kesejahteraan sosial yang merata bagi seluruh
rakyat Indonesia tanpa diskriminasi dan penindasan,
serta menjunjung tinggi nilai-nilai kesejahteraan,
keadilan sosial, keselamatan, ketertiban, dan
keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat.
7. Perkembangan tindak a) Tindak pidana korupsi
pidana korupsi Tindak pidana korupsi di Indonesia adalah tindak
pidana melawan hukum yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan tentang tindak pidana korupsi
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
b) Gratifikas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gratifikasi
adalah pemberian yang diberikan karena layanan atau
manfaat yang diperoleh. Pengertian serupa juga ditulis dalam
situs resmi KPK.
Dalam laman tersebut dijelaskan, yang dimaksud dengan
gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi
pemberian uang, barang rabat (diskon), komisi, pinjaman
tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan,
perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas
lainnya. Pengertian tercantum dalam menurut UU Nomor
20/2021 penjelasan pasal 12b ayat 1.
Perbedaan Gratifikasi dengan suap
1) Gratifikasi yang dianggap suap diberikan kepada pegawai
negeri dan pejabat negara yang dianggap tidak sesuai dengan
kode etik untuk mempercepat proses pelayanan atau
menjamin proses pelayanan selesai tepat pada waktunya atau
untuk mempengaruhi keputusan.
2) Gratifikasi yang tidak dianggap suap dapat diberikan
kepada pegawai negeri dan pejabat negara yang dianggap
tidak berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
c) Tindak pidana pencucian uang
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) atau money
laundering merupakan kegiatan pengolahan uang yang
terorganisir dimana uang hasil kejahatan atau bisnis yang
illegal ditempatkan ke dalam sistem keuangan penyedia jasa
dan kemudian melapisi uang tersebut dengan beberapa
transaksi, seperti melakukan investasi pada bisnis legal untuk
menutupi atau mengaburkan asal usul uang yang didapatkan
d) Obstruction of justice
Secara harfiah, Obstruction of Justice artinya suatu tindakan
menghalangi proses hukum. Tindakan ini termasuk
perbuatan kriminal karena jelas menghambat jalannya
proses penegakan hukum serta merusak citra lembaga pen
Mengutip jurnal Perbuatan Menghalangi Proses Peradilan
Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Pasal 21 UU No. 31
TAHUN 1999 Juncto UU No. 20 Tahun 2001 susunan
Markhy S. Gareda (2015), Obstruction of Justice biasanya
dilakukan oleh pihak yang berkepentingan. Mereka biasa
memanfaatkan jaringan atau koleganya untuk menghindari
proses hukum yang sedang dihadapi. egaknya.
e) Whistle blower dan Justice Collaborator
Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4
Tahun 2011, justice collaborator disebut juga sebagai saksi
pelaku yang bekerja sama. Sementara itu, whistleblower
adalah orang yang mengungkapkan fakta mengenai sebuah
tindak pidana yang terjadi. Whistleblower disebut pula
sebagai pelapor tindak pidana.
f) Saber pungli
Istilah pungli merupakan singkatan dari pungutan liar.
Pungli adalah tindakan pegawai negeri atau pejabat negara
yang menawarkan jasa atau meminta imbalan
kepada masyarakat dengan maksud membantu mempercepat
tercapainya tujuan, walau melanggar prosedur.
Dr. Syarief Makhya dalam buku Krisis Pemerintahan: Esai
Tentang Politik Kebijakan dan Urusan Publik (2019)
menjelaskan, pungli adalah upaya yang dilakukan oleh
aparat pemerintah untuk meminta imbalan atau uang
tambahan di luar biaya resmi yang dikeluarkan oleh
Pemerintah. Biasanya, pungli dilakukan saat sedang
melayani masyarakat, seperti saat mengurus perizinan,
pembuatan KTP, membuat SIM, dan sebagainya. Tindakan
pungli akhirnya menjadi alat untuk mencari penghasilan
tambahan di luar gaji yang diterima.

Anda mungkin juga menyukai