Anda di halaman 1dari 37

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia yang terlahir dari

kebudayaan dan sejarah masyarakat Indonesia yang telah ada jauh sebelum

bangsa Indonesia merdeka. Para pendiri bangsa berhasil menggali nilai-nilai luhur

dan kemudian merumuskan menjadi sebuah pedoman atau ideologi yakni

Pancasila. Pancasila yang notabenya merupakan kebudayaan yang telah ada di

tengah-tengah masyarakat Indonesia menjadikan tetap lestari hingga saat ini.

Eksistensi Pancasila seiring berjalanya waktu mengalami cobaan ketika terjadi

gejolak gerakan 30 September oleh Partai Komunis Indonesia. Pemberontakan

PKI masa itu dapat menjadi acuan bagaimana Pancasila tetap berdiri, hal ini

membuktikan Pancasila memang bukan hanya ideologi yang muncul secara tiba-

tiba, namun merupakan nilai-nilai yang telah melekat dalam diri bangsa

Indonesia.

Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia memiliki nilai luhur yang

tercermin dalam sila-sila Pancasila. Ketuhanan Yang Maha Esa yang terdapat

pada sila pertama Pancasila menunjukkan bahwa Bangsa Indonesia menempatkan

Tuhan pada kedudukan yang paling tinggi dan hal ini bukanlah suatu nilai yang

tiba-tiba muncul. Seperti yang kita ketahui Indonesia secara sejarah merupakan

masyarakat yang telah mengenal ajaran Tuhan, ini terlihat dimana berbagai agama

telah menyebar luas sebelum kemerdekaan Indonesia dikumandangkan oleh

Soekarno. Budaya gotong-royong serta sikap kekeluargaan masyarakat Indonesia

1
2

mencerminkan betapa nilai kemanusiaan telah ada jauh sebelum Pancasila

dirumuskan.

Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia memiliki nilai-nilai luhur.

Nilai- nilai pancasila menjadi sumber segala aturan baik aturan yang bersifat

fomal maupun informal. Pendidikan nasional merupakan aspek pokok harus

berlandasakn pancasila. Pendidikan nasional berdasarkan UU. No 20 tahun 2003

Pasal 3 menyebutkan:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan


membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.

Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional diperlukan strategi dan

usaha serta dukungan dari segala aspek baik secara materi maupun fisikal.

Pendidikan Nasional memliki peranan yang penting sebagai upaya

melestarikan nilai-nilai luhur Pancasila. Nilai-nilai pancasila dewasa ini semakin

terkikis oleh arus globalisasi yang secara langsung maupun tidak langsung

memberikan dampak positif maupun negaif. Berbagai upaya melalui jalur

pendidikan untuk tetep menanamkan nilai-nilai luhur yang terdapat dalam

Pancasila.

Pelaksanaan nilai-nilai pancasila semakin mengalami kemerosotan.

Kemerosotan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila semakin terasa ketika tidak

berlakunya lagi TAP MPR No. II/MPR/1978 dengan dikeluarkanya TAP MPR

No. XVIII/MPR/1998. TAP MPR No. II/MPR/1978 berisikan pedoman tentang


3

bagaimana mengamalkan nilai-nilai pancasila yang lebih umum dikenal sebagai

P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila).

Pancasila juga sebagai dasar negara merupakan kesepakatan politik ketika

negara Indonesia didirikan melalui sidang BPUPKI yang dihadiri dari berbagai

utusan, baik dari utusan Islam maupun non-Islam. Pancasila merupakan

pandangan hidup bangsa Indonesia. Pancasila artinya lima dasar atau lima asas

yaitu nama dari dasar negara kita, Negara Republik Indonesia. Istilah Pancasila

telah dikenal sejak zaman Majapahit pada abad 17 yang terdapat dalam buku

Nagara Kertagama karangan Prapanca dan buku Sutasoma karangan Tantular.

Dalam buku Sutasoma ini, Pancasila selain mempunyai arti “berbatu sendi yang

lima” (dari bahasa Sangsekerta) Pancasila juga mempunyai arti “pelaksanaan

kesusilaan yang lima” (Pancasila Krama), yaitu sebagai 1) tidak boleh melakukan

kekerasan; 2) tidak boleh mencuri; 3) tidak boleh berjiwa dengki; 4) tidak boleh

berbohong, dan; 5) tidak boleh mabuk minuman keras/obat-obatan terlarang

(Surip, Syarbaini, & Rahman, 2015, hal. 1820). Menurut Latif (2015) angka

“lima” bukan hanya sebagai simbolis, angka lima merupakan integritas dari

keyakinan bangsa Indonesia. Dilihat dari segi agama, misalnya, rukun Islam ada

lima, salat wajib ada lima (magrib, isya, subuh, zuhur, dan asar) yang dikerjakan

sehari semalam. Tokoh pandawa juga lima. Bukan hanya itu, angka lima memang

memberikan hal yang berbeda bagi bangsa Indonesia.

Pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara,

maka nilai-nilai kehidupan dalam berbangsa dan bernegara sejak saat itu haruslah

berdasarkan pada Pancasila. Pancasila sebagai konsensus nasional yang dapat

diterima oleh semua paham, golongan, dan kelompok masyarakat di Indonesia.


4

Oleh karenanya, suatu keniscayaan bahwa Pancasila difungsikan dalam setiap

elemen kelembagaan, pendidikan, kebudayaan, dan organisasi-organisasi di

Indonesia. Misalnya pesantren sebagai pendidikan tertua di Indonesia sangat

berkembang pesat dan besar. Perkembangannya pun tidak hanya pada tekstual,

namun lebih mengikuti perkembangan zaman, dengan tujuan mempersiapkan

siswa atau santri lebih maju, bukan hanya ahli di bidang agama, namun tentang

kepemerintahan juga digalakkan dengan diadakan Pendidikan-pendidikan di

pondok pesantren.

Berdasarkan pengamatan peneliti selama ini pondok pesantren

pembangunan muhammadiyah merupakan salah satu sarana pendidikan yang

dimana diharapkan dapat membentuk santri yang mampu mengembangkan skill

(keterampilan) dan bakat serta kemampuan yang dimiliki oleh setiap santri. Santri

tanpa meninggalkan ranah kognitif ( berfikir rasional ), terutama dalam hal

berperilaku yang sesuai dengan Nilai-nilai Pancasila.

Oleh karena itu sangat diperlukan peran seorang pembina dalam

memberikan bimbingan, pemahaman, pembelajaran dalam rangka menanamkan

serta menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan

uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

“Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Pola Pembinaan Santri Di

Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja”


5

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana implementasi nilai-nilai Pancasila dalam Pola Pembinaan

Santri di Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana

Toraja ?

2. Apa kendala pembina dalam mengimplementasi nilai–nilai Pancasila

dalam pola Pembinaan Santri di Pondok pesantren Pembangunan

Muhammadiyah Tana Toraja ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan diatas, tujuan dari penelitian

ini yaitu :

1. Untuk mengetahui Bagaimana implementasi nilai-nilai Pancasila

dalam Pola Pembinaan Santri di Pondok Pesantren Pembangunan

Muhammadiyah Tana Toraja

2. Untuk mengetahui kendala pembina dalam mengimplementasi nilai –

nilai Pancasila dalam pola Pembinaan Santri di Pondok pesantren

Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja

D. Manfaat Penelitian

a. Secara umum, hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai

implementasi nilai-nilai pancasila dan pola pembinaan terhadap santri di

pondok pesantren

b. Secara teoritis, penelitian ini dapat dapat dimanfaatkan sebagai masukan

dan sumbangan pemikiran mengenai implementasi nilai-nilai pancasila

dalam pola pembinaan santri di pondok pesantren


6

c. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan menjadi sebagai bahan

rujukan bagi peneliti lain terhadap objek penelitian yang sama. Penelitian

ini diharapkan mampu memberikan masukan dan sumbangan pemikiran

bagi lembaga dan instansi yang terkait.


7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Implementasi

Implementasi berasal dari Bahasa inggris yang berarti

“Pelaksanaan”. Sedangkan dalam Kamus Ilmiah Popular yang berarti

Penerapan, Pelaksanaan. Implementasi merupakan suatu proses

penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi, dalam suatu tindakan

praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan

pengetahuan, keterampilan, maupun nilai dan sikap. Dikemukakan

bahwa implementasi adalah :”put something into effect” (penerapan

sesuatu yang memberikan efek atas dampak).

Jadi implementasi secara sederahana adalah pelaksanaan atau

penerapan. Sedangkan pengertian secara luas, implementasi adalah

bukan sekedar aktivitas tetapi suatu kegiatan yang terencana dan

dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu

untuk mencapai tujuan kegiatan.

Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Pancasila sebagai Dasar

Negara dan landasan ideologi Bangsa Indonesia.Namun sebaliknya

sakralisasi dan penggunaan berlebihan dari ideologi Negara dalam

format politik orde baru banyak menuai kritik dan protes terhadap

pancasila.Sejarah implementasi pancasila memang tidak menunjukkan

garis lurus bukan dalam pengertian keabsahan Seminar Nasional Hukum

432 substansialnya, tetapi dalam konteks implementasinya. Tantangan

7
8

terhadap pancasila sebagai kristalisasi pandangan politik berbangsa dan

bernegara bukan hanya bersal dari faktor domestik, tetapi juga dunia

internasional. Pada zaman reformasi saat ini pengimplementasian

Pancasila sangat dibutuhkan oleh masyarakat, karena didalam Pancasila

terkandung nilai-nilai luhur Bangsa Indonesia yang sesuai dengan

kepribadian bangsa.

2. Nilai-nilai Pancasila

a. Pengertian Nilai

Nilai atau “Value” (bahasa. Inggris) termasuk bidang kajian

filsafat. Persoalan-persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah

satu cabang filsafat yaitu filsafat nilai (Axiology, Theory of Value).

Filsafat sering juga diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah

nilai dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda

abstrak yang artinya “keberhargaan”(Worth) atau “kebaikan”

(goodness), dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan

tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian.

Muchson AR (2000 : 16) mendefinisikan nilai yang dalam

bahasa Inggrisnya adalah value sebagai harga, penghargaan, atau

taksiran. Maksudnya adalah harga yang melekat pada sesuatu atau

penghargaan terhadap sesuatu. Sementara itu, menurut Mulyana

(2004: 24) nilai merupakan sesuatu yang diinginkan sehingga

melahirkan tindakan pada diri seseorang. Nilai tersebut pada

umumnya mencakup tiga wilayah, yaitu nilai intelektual (benar-

salah), nilai estetika (indah-tidak indah), dan nilai etika (baik-buruk).


9

Sementara itu, menurut Kaelan (2002 : 123), nilai itu pada

hakekatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek,

bukan objek itu sendiri. Sesuatu itu mengandung nilai, artinya ada

sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu.

b. Nilai-nilai Pancasila

Pancasila yang berisi seperangkat nilai-nilai dasar ideal,

merupakan komitmen kebangsaan, identitas bangsa dan menjadi

dasar pembangunan karakter keindonesiaan. Mendasarkan pada

perspektif teori fungsionalisme struktural, sebuah negara bangsa yang

majemuk seperti Indonesia membutuhkan nilai bersama yang dapat

dijadikan nilai pengikat integrasi (integrative value), titik temu

(common denominator), jati diri bangsa ( national identity) dan

sekaligus nilai yang dianggap baik untuk diwujudkan (ideal value)

(Winarno Narmoatmojo, 2010: 1)

Pancasila sebagai nilai mengandung serangkaian nilai, yaitu:

Ketuhana, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, Keadilan. Kelima

nilai ini merupakan satu kesatuan yang utuh, tak terpisahkan

mengacuh kepada tujuan yang satu. Pancasila sebagai suatu sistem

nilai termasuk kedalam nilai moral (nilai kebaikan) dan merupakan

nilai-nilai dasar yang bersifat abstrak

1) Nilai Ketuhanan

Didalam pancasila sila pertama yang berbunyi “ Ketuhanan Yang

Maha Esa” terkandung nilai ketuhanan. Nilai ketuhanan adalah

nilai yang menggabarkan bahwa rakyat Indonesia adalah rakyat


10

yang memiliki agama dan meyakini akan adanya Tuhan. Dengan

keyakinan tersebut maka secara langsung harus bertakwa kepada

Tuhan dan menjalankan aturan-aturan yang ada didalam agama

oleh setiap pemeluknya. Dengan kata lain menjalakan semua

perintahNya dan menjauhi segala laranganNya.

2) Nilai Kemanusiaan

Didalam sila kedua Pancasila yang berbunyi “Kemanusiaan yang

adil dan beradab” terkandung nilai kemanusiaan. Dan makna dari

nilai kemanusiaan tersebut adalah pengakuan dan menghormati

martabat dan hak orang lain / sesama manusia, saling tolong

menolong, dan bersikap sebagai manusia yang beradab.

3) Nilai persatuan

Untuk sila ketiga Pancasila yang berbunyi “ Persatuan Indonesia”

terdapat nilai persatuan yang memiliki makna walaupun Indonesia

merupakan negara kepulauan dan dihuni oleh bebagai suku bangsa

persatuan haruslah tetap dijunjung dengan tidak saling membeda-

bedakan apalagi sampai terjadi perpecahan. Dalam nilai persatuan

juga terkandung nilai patriotisme dan cinta tanah air, dimana

setiap rakyat Indonesia haruslah bersatu dan rela berkorban demi

tanah air tercinta.

4) Nilai Kerakyatan

Dalam sila keempat pancasila yang berbunyi “ Kerakyatan yang

dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan

perwakilan” yang dimana nilai yang terkandung dalam sila ini


11

adalah nilai kerakyatan yang berarti kedaulatan berada ditangan

rakyat, setiap rakyat berhak memilih perwakilan mereka, setiap

rakyat memiliki kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama, dan

musyawarah seta gotong royongmerupakan nilai yang terkandung

dalam sila keempat

5) Nilai Keadilan

Terakhir untuk sila kelima yang berbunyi “Keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia” yang dimana didalamnya terkandung

nilai keadilan yang berarti keadilan dalam kehidupan sosial

haruslah meliputi seluruh rakyat Indonesia, persamaan hak dalam

berbagai hak yang dilandasi dengan hak dan kewajiban setiap

orang, dan sikap saling menghormati orang lain agar dapat

tercapainya keadilan.

Menurut Moerdiono (dalam Mulyono: 2-3) terdapat tiga tataran nilai dalam

ideologi Pancasila yaitu dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis. Ketiga nilai

tersebut adalah sebagai berikut:

1) Nilai dasar, yaitu suatu nilai yang bersifat amat abstrak dan tetap, yang

terlepas dari pengaruh perubahan waktu. Nilai dasar merupakan prinsip,

yang bersifat amat abstrak bersifat amat umum, tidak terikat oleh waktu

dan tempat, dengan kandungan kebenaran yang bagaikan aksioma. Dari

segi kandungan nilainya, maka nilai dasar yang berkenaan dengan

eksistensi sesuatu, yang mencakup cita-cita, tujuan, tatanan dasar dan ciri

khasnya. Nilai dasar Pancasila ditetapkan oleh para pendiri negara. Nilai

dasar Pancasila tumbuh baik dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia


12

melawan penjajahan yang telah menyengsarakan rakyat, maupun dari cita-

cita yang ditanamkan dalam agama dan tradisi tentang suatu masyarakat

yang adil dan makmur berdasarkan kebersamaan, persatuan dan kesatuan

seluruh warga masyarakat.

2) Nilai instrumental, yaitu suatu nilai yang bersifat konstektual. Nilai

instrumental merupakan penjabaran dari nilai Pancasila, yang merupakan

arahan kinerjanya untuk kurun waktu tertentu dan untuk kondisi tertentu.

Nilai instrumental ini dapat dan bahkan harus disesuaikan dengan tuntutan

zaman. Namun nilai instrumental haruslah mengacu pada nilai dasar yang

dijabarkannya. Penjabaran itu bisa dilakukan secara kreatif dan dinamik

dalam bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang sama, dalam

batas-batas yang dimungkinkan oleh nilai dasar itu. Dari kandungan

nilainya, maka nilai instrumental merupakan kebijaksanaan, strategi,

organisasi, sistem, rencana, program, bahkan proyek-proyek yang

menindaklanjuti nilai dasar tersebut. Lembaga negara yang berwenang

menyusun nilai instrumental ini adalah MPR, Presiden, dan DPR.

3) Nilai praksis, yaitu nilai yang terdapat dalam kenyataan sehari-hari, berupa

cara bagaimana rakyat melaksanakan (mengaktualisasikan) nilai pancasila.

Nilai praksis terdapat pada demikian banyak wujud penerapan nilai–nilai

Pancasila, baik secara tertertulis maupun tidak tertulis, baik oleh cabang

eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, oleh organisasi kemasyarakatan,

oleh badan-badan ekonomi, oleh pimpinan kemasyarakatan, bahkan oleh

warganegara secara perseorangan.


13

Pancasila sebagai nilai yang termasuk nilai moral atau nilai kerohanian

juga mengakui adanya nilai material dan nilai vital. Hal ini bersumber dari dasar

Pancasila, yaitu manusia yang mempunyai susuna kodrat, sebagai makhluk yang

tersusun atas jiwa (rohani) dan raga (materi). Disamping itu Pancasila sebagai

sistem nilai juga mengakui nilai-nilainya secara lengkap dan harmonis, yaitu nilai

kebenaran (epistimologis), estetis, etis, maupun nilai religius. Oleh karena itu

nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sangat lengkap, karena terdiri dari

nilai-nilai di atas.

3. Pola Pembinaan

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, pola berarti gambar,

contoh dan model. Adapun pembinaan adalah usaha tindakan dan

kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna untuk memperoleh hasil

yang baik. Menurut Arifin pembinaan yaitu usaha manusia secara sadar

untuk membimbing dan mengarahkan kepribadian serta kemampuan

anak, baik dalam pendidikan formal maupun non formal. Pembinaan

memberikan arah penting dalam masa perkembangan anak, khususnya

dalam perkembangan sikap dan perilaku. Untuk itu, pembinaan bagi

anak-anak pasti sangat diperlukan sejak dini guna memberikan arah dan

penentuan pandangan hidupnya, pembentukan Akhlak dipengaruhi oleh

Faktor internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari luar yaitu

pendidikan dan pembinaan yang di buat secara khusus, atau melalui

interaksi dalam lingkungan sosial.

Pola pembinaan pada dasarnya diciptakan untuk menjalin

hubungan sehari-hari dengan anak-anak asuh. Pola pembinaan disertai


14

tindakan dari lembaga atau pengasuh untuk membentuk anak. Pola

pembinaan merupakan cara atau teknik yang dipakai oleh lembaga atau

pengasuh di dalam mendidik dan membimbing anak-anak asuhnya agar

kelak menjadi orang yang berguna. Menurut Ibnu Maskawaih di dalam

bukunya sudarsono berpendapat bahwa pembinaan akhlak dititik

beratkan kepada pembentukan mental anak atau remaja agar tidak

mengalami penyimpangan.

Pola pembinaan juga merupakan suatu untuk menjalankan peran

orang tua, cara orang tua menjalankan peranan yang penting bagi

perkembangan anak selanjutnya, dengan memberi bimbingan dan

pengalaman serta memberikan pengawasan agar anak dapat menghadapi

kehidupan yang akan datang dengan sukses, sebab di dalam keluarga

yang merupakan kelompok sosial dalam kehidupan individu, anak akan

belajar dan menyatakan dirinya sebagai manusia sosial dalam hubungan

dan interaksi dengan kelompok

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pola pembinaan adalah

cara dalam mendidik dan memberi bimbingan dan pengalaman serta

memberikan pengawasan kepada anak-anak agar kelak menjadi orang

yang berguna, serta memenuhi kebutuhan fisik dan psikis yang akan

menjadi faktor penentu dalam menginterpretasikan, menilai dan

mendeskripsikan kemudian memberikan tanggapan dan menentukan

sikap maupun berperilaku.


15

Terdapat beberapa jenis pola pembinaan, yaitu:

a) Pola Pembinaan yang Otoriter

Menurut Enung ada beberapa pendekatan yang diikuti orang tua

dalam berhubungan dan mendidik anak-anaknya salah satu di antaranya

adalah sikap dan pendidikan otoriter. Pola pembinaan otoriter ditandai

dengan ciri-ciri sikap orang tua yang kaku dan keras dalam menerapkan

peraturan-peraturan maupun disiplin. Orang tua bersikap memaksa dengan

selalu menuntut kepatuhan anak agar bertingkah laku seperti yang

dikehendaki oleh orang tuanya. Karena orang tua tidak mempunyai

pegangan mengenai cara bagaimana mereka harus mendidik, maka

timbullah berbagai sikap orang tua yang mendidik menurut apa yang

dinggap terbaik oleh mereka sendiri, diantaranya adalah dengan hukuman

dan sikap acuh tak acuh, sikap ini dapat menimbulkan ketegangan dan

ketidak nyamanan, sehingga memungkinkan kericuhan di dalam rumah.

Kemudian menurut Baumrind juga mengemukakan bahwa pola

asuh otoritatif atau demokrasi, pada pola asuh ini orang tua yang

mendorong anak-anaknya agar mandiri namun masih memberikan batas-

batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan mereka. Hal ini sejalan

dengan pendapat Shapiro bahwa, “Orang tua otoriter berusaha

menjalankan rumah tangga yang didasarkan pada struktur dan tradisi,

walaupun dalam banyak hal tekanan mereka akan keteraturan dan

pengawasan membebani anak.”

Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan

bahwa pola asuh orang tua yang permisif, tidak dapat menanamkan
16

perilaku moral yang sesuai dengan standar sosial pada anak. Karena orang

tua bersifat longgar dan menuruti semua keinginan anak.

Berdasarkan beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa

masing-masing dari pola asuh yang diterapkan akan menghasilkan macam-

macam bentuk perilaku moral pada anak. Oleh karena itu orang tua harus

memahami dan mengetahui pola asuh mana yang paling baik dia terapkan

dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya.

b) Pola Pembinaan yang Permisif

Dalam pola pembinaan ini anak diberi kebebasan yang penuh dan

diijinkan membuat keputusan sendiri tanpa mempertimbangkan orang tua

serta bebas apa yang diinginkan. Pola asuh permisif dikatakan pola asuh

tanpa disiplin sama sekali. Orang tua enggan bersikap terbuka terhadap

tuntutan dan pendapat yang dikemukakan anak. Menurut Kartono dalam

pola asuh permisif, orang tua memberikan kebebasan sepenuhnya dan

anak diijinkan membuat keputusan sendiri tentang langkah apa yang akan

dilakukan, orang tua tidak pernah memberikan pengarahan dan penjelasan

kepada anak tentang apa yang sebaiknya dilakukan anak. Dalam pola asuh

permisif hampir tidak ada komunikasi antara anak dengan orang tua serta

tanpa ada disiplin sama sekali.

c) Pola Pembinaan yang Demokratis

Hurlock berpendapat bahwa pola pembinaan demokrasi adalah

salah satu teknik atau cara mendidik dan membimbing anak, di mana

orang tua atau pendidik bersikap terbuka terhadap tuntutan dan pendapat

yang dikemukakan anak, kemudian mendiskusikan hal tersebut bersama-


17

sama. Pola ini lebih memusatkan perhatian pada aspek pendidikan dari

pada aspek hukuman, orang tua atau pendidik memberikan peraturan yang

luas serta memberikan penjelasan tentang sebab diberikannya hukuman

serta imbalan tersebut. Pola asuh demokrasi ditandai dengan sikap

menerima, responsif, berorientasi pada kebutuhan anak yang disertai

dengan tuntutan, kontrol dan pembatasan. Sehingga penerapan pola asuh

demokrasi dapat memberikan keleluasaan anak untuk menyampaikan

segala persoalan yang dialaminya tanpa ada perasaan takut, keleluasaan

yang diberikan orang tua tidak bersifat mutlak akan tetapi adanya kontrol

dan pembatasan berdasarkan norma-norma yang ada.

4. Santri

Santri adalah orang yang mendalami pengetahuan tentang

agama Islam dengan pergi ke tempat yang jauh seperti pesantren. Santri

juga bisa diartikan anak didik yakni orang yang mempunyai hak untuk

mendapatkan pendidikan dan bimbingan dari pendidik serta mempunyai

kewajiban untuk mematuhi aturan-aturan yang berlaku selama daqlam

proses belajar. Menurut C.C. Berg dalam M. Ridwan Nasir menjelaskan

bahwa istilah santri berasal dari kata shastri yang dalam bahasa India

berarti orang-orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu. Kata shastri

berasal dari shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama atau

buku tentang ilmu pengetahuan.

Dari pengertian santri di atas maka peneliti menyimpulkan

bahwa santri adalah anak didik yang tinggal di suatu asrama yang

bernama pondok pesantren untuk mengkaji hazanah keilmuan Islam.


18

Pada umumnya santri terbagi dalam dua kategori yaitu:

a. Santri mukim yaitu murid-murid yang berasal dari tempat yang jauh

dan menetap di pesantren.

b. Santri kalong yaitu para siswa yang berasal dari desa-desa di sekitar

pesantren. Mereka pulang pergi dari rumahnya sendiri.

Kebanyakan seorang santri lebih memilih tinggal di pesantren, karena:

a. Berkeinginan mempelajari kitab-kitab lain yang membahas Islam

secara lebih mendalam langsung di bawah bimbingan seorang Kyai

yang memimpin pesantren tersebut.

b. Berkeinginan untuk memperoleh pengalaman kehidupan pesantren

baik dalam bidang pengajaran, pengorganisasian, maupun hubungan

dengan pesantren-pesantren lain.

c. Berkeinginan memusatkan perhatian pada studi di pesantren tanpa

harus disibukkan dengan kewajiban sehari-hari di rumah.

5. Pondok Pesantren

Suatu hal yang tidak terlepas dalam wacana sosial intelektual di

Indonesia adalah Pondok Pesantren. Ia adalah model sistem sosial

sekaligus sebagai sistem intelektual yang pertama dan tertua di

Indonesia. Keberadaannya mengilhami model dan sistem-sistem

pendidikan yang ditemukan saat ini. Ia bahkan tidak lapuk dimakan

zaman dengan segala perubahannya. Karenanya banyak pakar, baik lokal

maupun internasional melirik Pondok Pesantren sebagai bahan kajian,

maka tidak jarang beberapa tesis dan disertasi membahas tentang


19

lembaga pendidikan Islam tertua ini sebagai obyek maupun subyek

penelitiannya.

Studi mengenai pesantren telah banyak dilakukan, sehingga

istilah mengenai pesantren telah banyak dikemukakan oleh para ahli baik

secara etimologi (bahasa) maupun terminologi. Soegarda Purbakawatja

menjelaskan bahwa pesantren berasal dari kata adalah santri, yaitu

seseorang yang belajar agama Islam, dengan demikian pesantren

memiliki makna tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam.

Selain itu, Mastuhu memberikan gambaran yang gamblang bahwa

dunia pesantren ternyata tidak selalu tampak seragam. Menurutnya,

masing-masing pesantren memiliki keunikan-keunikan sendiri sehingga

sulit dibuat satu perumusan yang dapat menampung semua pesantren.

Walaupun rumusan tentang pesantren agak sulit dibuat secara

komprehensif, tetapi setidaknya akar-akar pengertian pesantren dapat

digali dari asal-usul kata pesantren itu sendiri. Secara umum, pesantren

diartikan sebagai tempat tinggal para santri. Oleh karena itu, perkataan

pesantren disinyalir berasal dari kata santri juga, dengan penambahan

awalan “pe” dan akhiran “an”.

Pendapat lainnya, pesantren berasal dari kata santri yang dapat

diartikan tempat santri. Kata santri berasal dari kata Cantrik (bahasa

Sansakerta, atau mungkin Jawa) yang berarti orang yang selalu

mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh Perguruan Taman

Siswa dalam sistem asrama yang disebut Pawiyatan. Istilah santri juga

dalam ada dalam bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C. C
20

Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri, yang

dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu

atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Terkadang juga

dianggap sebagai gabungan kata saint (manusia baik) dengan suku kata

tra (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat

pendidikan manusia baik-baik.

Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 55

Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan

dinyatakan bahwa:

Pesantren atau pondok pesantren adalah lembaga pendidikan

keagamaan Islam berbasis masyarakat yang menyelenggarakan

pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan lainnya.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pesantren diartikan sebagai

asrama, tempat santri, atau tempat murid-murid belajar mengaji.

Sedangkan secara istilah pesantren adalah lembaga pendidikan Islam, di

mana para santri biasanya tinggal di pondok (asrama) dengan materi

pengajaran kitab-kitab klasik dan kitab-kitab umum, bertujuan untuk

menguasai ilmu agama Islam secara detail, serta mengamalkannya

sebagai pedoman hidup keseharian dengan menekankan pentingnya

moral dalam kehidupan bermasyarakat.

Marwan Saridjo dalam mengemukakan substansi pesantren

sebagai suatu lembaga pendidikan Islam yang memiliki ciri khas: yang

mendidik adalah kiai, para santrinya tinggal di asrama (mukim),

memiliki masjid sebagai tempat ibadah sekaligus tempat mengaji.


21

Muljono Damopolii mengungkapkan, bahwa pesantren yang

merupakan wadah pendidikan Islam memiliki peran strategis dalam

memajukan kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam

memajukan kualitas kehidupan keberagamaan (spritualitas) umat Islam.

Peran strategis ini dilakukan dalam berbagai bentuk dakwah yang

bertujuan untuk mengembangkan kualitas pengetahuan umat Islam. Hal

ini dapat dicapai melalui lembaga pendidikan Islam seperti pondok

pesantren, baik tradisional mapun modern.

Tujuan umum pesantren adalah membina warga Negara agar

berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam dan

menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua segi kehidupannya

serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama,

masyarakat dan Negara. Adapun tujuan khususnya yaitu sebagai berikut:

a. Mendidik siswa/santri anggota masyarakat untuk menjadi seorang

muslim yang bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia,

memiliki kecerdasan, keterampilan dan sehat lahir batin sebagai

warga Negara yang pancasila.

b. Mendidik siswa/santri untuk menjadikan manusia muslim selaku

kader-kader ulama dan mubaligh yang berjiwa ikhlas, tabah

tangguh, wiraswasta dalam mengamalkan sejarah Islam secara

utuh dan dinamis.

c. Mendidik siswa/santri untuk memperoleh kepribadian dan

memperoleh semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan


22

manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya

dan bertanggungjawab kepada pembangunan bangsa dan Negara.

d. Mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro (keluarga

dan regional (pedesaan/masyarakat lingkungan).

e. Mendidik siswa/santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap

dalam berbagai sector pembangunan, khususnya pembangunan

mental-spiritual.

f. Mendidik siswa/santri untuk membantu meningkatkan

kesejahteraan sosial masyarakat lingkungan dalam rangka usaha

pembangunan masyarakat.

Ada tiga elemen yang mampu membentuk pondok pesantren sebagai sebuah

subkultur yaitu:

1. Pola kepemimpinan pondok pesantren yang mandiri tidak terkooptasi

oleh negara.

2. Kitab-kitab rujukan umum yang selalu digunakan dari berbagai abad.

3. Sistem nilai (value system) yang digunakan adalah bagian dari

masyarakat luas.

Suwendi mengatakan bahwa sistem pendidikan pondok pesantren yang

dibangun dalam rangkaian sejarah telah melahirkan sejumlah jiwa pesantren yang

meniscayakan standarisasi nilai. Jiwa yang dibangun itu secara keseluruhan akan

menjadi karakteristik-karakteristik yang belum pernah dibangun oleh sistem

pendidikan manapun. Jadi pesantren yang dimaksud tersimplikasi dalam panca-

jiwa pesantren berikut:


23

1. Jiwa keikhlasan.

2. Jiwa kesederhanaan tapi agung.

3. Jiwa ukhuwwah Islamiyyah yang demokratis.

4. Jiwa kemandirian.

5. Jiwa bebas dalam memilih alternatif jalan hidup dan menentukan masa

depan dengan jiwa besar dan sikap optimis menghadapi segala

problematika hidup berdasarkan nilai-nilai Islam.

Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja terletak di

kecamatan Mengkendek kabupaten Tana Toraja didirikan pada tahun 1990 di area

seluas ±1000 m2. Ide dasa pembangunan Islamic Centre ini adalah sebagai pusat

kegiatan umat islam Tana Toraja, yang meliputi bidang pendidikan, bidang

keagamaan, ekonomi dan kesehatan. Sebagai tahap awal, direncanakan awal

pembangunan lembaga pendidikan, dalam hal ini Pondok Pesantren Pembangunan

Muhammadiyah Tana Toraja.

Seperti halnya lembaga-lembaga pendidikan lainnya, sejak berdirinya

pondok pesantren ini mengalami pasang surut. Walaupun demikian, berkat

komitmen, kerja keras dan kebersamaan ummat islam Tana Toraja, pondok

pesantren ini masih eksis dan terus berupaya berbenah diri meningkatkan kualitas

pembinaan dan pengeloaan pendidikan.

Saat ini Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja

membina 4 (empat) unit tingkatan sekolah ; Madrasah Ibtidayyah (MI), Sekolah

Menengah Pertama (SMP), Madrasah Aliyah (MA), dan Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK).
24

B. Kerangka Pikir

Bangsa Indonesia adalah adalah bangsa yang beragama, maka nilai

yang terkandung dalam agamanya dijadikan dasar membentuk karakter

bangsa. Pancasila dijadikan sumber karena dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara Pancasila adalah dasarnya. Selain itu, mengingat bahwa bangsa

Indonesia adalah terbentuk dari berbagai macam suku bangsa dan beraneka

macam budaya, maka adalah suatu keharusan dalam menanamkan nilai

karakter bangsa berdasarkan nilai budaya yang ada di mana mereka berada.

Implementasi nilai-nilai pancasila pada hakikatnya dalam kehidupan

bermasyarakat secara menyeluruh merupakan sebuah realisasi praktis untuk

mencapai tujuan bangsa, bangsa Indonesia sebagai bangsa yang

berkepribadian luhur memiliki jiwa dan kepribadian yang sesuai dengan

nilai-nilai Pancasila yang telah dimiliki sejak jaman nenek moyang. Nilai-

nilai yang telah tertanam dalam jiwa, hati dan sanubari bangsa Indonesia

yang dicerminkan dalam kehidupan sehari-hari yang hubungannya dengan

Tuhan Yang Maha Esa maupun dengan sesamanya.

Pola pembinaan santri yang dilaksanakan di Pondok Pesantren

Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja Kec. Mengkendek Kab. Tana

Toraja menjadi suatu hal yang penting bagi perkembangan pembinaan santri

di Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja. Karena hal

ini relevan dengan kondisi para santri di Pondok Pesantren Pembangunan

Muhammadiyah Tana Toraja yang giat untuk menuntut ilmu.

Pola pembinaan merupakan suatu usaha untuk melakukan untuk

merubah sesuatu menjadi lebih baik. Pola pembinaan yang dilakukan dalam
25

pondok pesantren dapat berupa pembinaan yang berkaitan dengan nilai-nilai

pancasila terhadap santri dan tindakan yang dilakukan pembina pondok

pesantren ialah melakukan bimbingan, pemahaman dan pembelajaran

terhadap santri

Proses pembinaan yang dilakukan di Pondok Pesantren Pembangunan

Muhammadiyah Tana Toraja Kec. Mengkendek Kab. Tana Toraja memiliki

ciri khas tersendiri dalam rangka membina para santri, yaitu dengan selalu

mengontrol dan terus membina dengan baik sehingga para santri tumbuh

menjadi anak yang berakhlak islami.

Pola pembinaan santri merupakan salah satu media yang potensial

untuk mengembangkan nilai-nilai Pancasila terhadap santri. Melalui

pembinaan ini diharapkan dapat menjadikan santri dapat bertanggung jawab

sebagai generasi penerus bangsa yang berkarakter islam


26

IMPLEMENTASI POLA PEMBINAAN SANTRI DI PONDOK


PESANTREN PEMBANGUNAN MUHAMMADIYAH TANA
TORAJA

Implementasi nilai-nilai Pancasila Pola Pembinaan Santri

Aktif Pasif Bimbingan Pembelajaran

Gambar Kerangka Pikir 2.1


27

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,

cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus

yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah

(Moleong, 2007:6).

Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif yaitu

pengamatan, wawancara atau penelaahan dokumen. Metode kualitatif ini

digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode

kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua,

metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara penliti dan

responden. Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri

dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang

dihadapi (Moleong, 2007 :10).

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Pembangunan

Muhammadiyah Tana Toraja yang beralamat Jalan Poros Enrekang-Makale

Km 12, Kelurahan Rante Kalua, Kecamatan Mengkendek, Kabupaten Tana

Toraja, pada penelitian ini berkaitan dengan permasalahan implementasi

27
28

nilai-nilai pancasila dalam pola pembinaan santri di pondok pesantren

pembangunan muhammadiyah Tana Toraja.

Subjek penelitian dilakukan dengan menggunakan purposive atau

pengambilan subjek dari sumber data dengan pertimbangan tertentu.

Pertimbangan yang digunakan antara lain sampel mengerti masalah dan

paham masalah yang akan diteliti.

Subjek penelitian ini adalah Kepala Pondok Pesantren/Mudir, empat

pembina, dan dua belas santri Pondok Pesantren Pembangunan

Muhammadiyah Tana Toraja . Kepala pondok/mudir dipilih karena kepala

pondok/mudir merupakan pemegang kekuasaan tertinggi di Pondok

pesantren, semua kebijakan pesantren biasanya selalu ditentukan atau

melalui persetujuan kepala pondok/mudir. Kepala pondok/mudir

mempunyai peranan yang penting dalam upaya mengimplementasikan nilai-

nilai Pancasila. Pembina juga merupakan subjek penelitian yang penting

dalam penelitian ini karena pembina merupakan pelaksana dalam kegiatan

pembinaan langsung kepada santri. Pembina yang dijadikan sumber

informan pada penelitian ini berjumlah empat orang terdiri dari dua pembina

putra dan dua pembina putri. Santri juga merupakan subjek penelitian karena

santri merupakan sasaran dari pengamalan nilai-nilai sila Pancasila. Santri

yang dijadikan sampel berjumlah dua puluh empat orang. Santri yang

dijadikan sampel terdiri dari santri putra dan putri tingkat SMP, MA dan

SMK. Santri yang dijadikan sampel terdiri dari empat putra dan empat putri

yang diambil masing-masing delapan setiap tingkatan sekolah.


29

C. Sumber Data Penelitian

Sumber dataadalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi

mengenai data. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua, yaitu

data primer dan data sekunder.

1. Data primer merupakan data yang didapat secara langsung dari

sumber-sumber pertama baik dari individu maupun dari kelompok atau

sumber data yang lansung memberikan data pada pengumpul data.

a. Informan utama dari penelitian ini adalah kepala pondok

Pesantren/Mudir.

b. Pembina santri di pondok pesantren pembangunan muhammadiyah

Tana Toraja.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung atau

data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak

pengumpul data primer atau oleh pihak lain atau bisa dikatakan sumber

yang tidak lansung memberikan data pada pengumpul data. Data

tersebut meliputi buku-buku, arsip, dokumentasi dan literatur yang

berkaitan dengan tujuan penelitian.

Dalam menentukan sumber data dalam penelitian ini menggunakan cara

snowball sampling (sampel bergulir) yang merupakan salah satu bentuk dari

purposipe sampling (penunjukan langsung) yaitu dengan menentukan satu atau

lebih informan kunci terlebih dahulu kemudian menentukan informan pendukung

lainnya, sebagaimana yang di katakan Hunaini Usmani:

Responden dalam metode penelitian kualitatif berkembang terus (snowball)

secara bertujuan (purposif) sampai data yang di kumpulkan dianggap


30

memuaskan. Alat pengumpulan data atau instrumen penelitian kualitatif

ialah si peneliti sendiri atau peneliti merupakan key instrumen (instrumen

kunci).

Dalam penelitian ini sumber data yang di maksudkan adalah:

a. Informan yang menguasai atau memahami keadaan santri di pondok

pesantren. Dalam hal ini adalah bidang kesantrian pondok pesantren

pembangunan muhammadiyah Tana Toraja.

b. Informan yang masih berkecimpung atau terlibat dalam kegiatan pada

objek yang sedang diteliti. Dalam hal ini adalah pembina pondok

Pesantren pembangunan muhammadiyah Tana Toraja.

c. Informan yang memiliki waktu yang cukup untuk dimintai informasi

sebagai usaha pemenuhan kesempurnaan data. Dalam hal ini adalah

para guru dan beberapa santri

D. Instrumen Penelitian

Pengumpulan data sebuah penelitian yang dilakukan dengan berbagai

metode-metode penelitian seperti observasi, wawancara, angket dan

dukumentasi, memerlukan alat bantu sebagai instrumen. Instrumen yang di

maksud yaitu kamera, telepon genggam untuk recorder, pensil. Ballpoint,

dan buku. Kamera digunakan ketika penulis melakukan observasi untuk

merekam kejadian yang penting pada suatu peristiwa baik dalam bentuk foto

maupun video. Recorder digunakan untuk merekam suara ketika melakukan

pengumpulan data, baik menggunakan metode wawancara, observasi dsn

sebagainya. Sedangkan pensil, ballpoint, dan buku digunakan untuk


31

menuliskan atau menggambarkan informasi data yang di dapat dari

narasumber.

a. Pedoman wawancara

Labovits (1981:70-71) wawancara terdiri dari sehimpunan

butir atau pertanyaan (tersusun atau bebas) yang diajukan dan

dikemukakan oleh seorang pewawancara dalam situasi tatap muka

dengan responden. Menurut Setyobudiyanto (2005:133) teknik

wawancara adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

mengadakan percakapan langsung antara pewancara dengan

responden atau informan. Sedangkan menurut Bagong (2006:69)

wawancara (interview) dapat diartikan sebagai cara yang

dipergunakan untuk mendapatkan informasi (data) dari responden

dengan cara bertanya langsung secara bertatap muka (face to face).

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

wawancara merupakan teknik/cara pengumpulan data dengan

mengadakan percakapan langsung secara betatap muka (face to face).

Namun demikian teknik wawancara ini dalam perkembangannya

tidak harus dilakukan secara berhadapan langsung (face to

face),melainkan dapat saja dengan memanfaatkan sarana komunikasi

lain, misalnya telepon dan internet.

b. Lembar observasi

Lembar Observasi bertujuan untuk mengamati kegiatan

Pembinaan santri selama berlangsung .Lembar observasi ini


32

ditunjukkan kepada peneliti untuk melihat sejauh mana kemampuan

peneliti dalam melaksanakan tugasnya.

c. Kuisioner (angket)

Kuisioner atau angket merupakan teknik pengumpulan data

yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau

pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.

Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang paling

sering digunakan oleh peneliti/pengkaji program karena dipandang

efektif dan efisien.

Angket sangat cocok untuk digunakan untuk responden yang

jumlahnya sangat banyak serta wilayah penelitiannya sangat luas.

Angket dibedakan menjadi dua jenis yaitu angket terbuka dan

tertutup. Angket terbuka (angket tidak berstruktur) adalah angket

yang disajikan dalam bentuk pertanyaan terbuka sehingga responden

dapat memberikan isian jawaban sesuai dengan kehendak dan

keadaannya. Angket tertutup (angket terstruktur) adalah angket yang

disajikan dalam bentuk sedemikian rupa, responden diminta untuk

memilih satu jawaban yang sesuai dengan karakteristik dirinya

dengan memberikan tanda silang (X) atau tanda check list (√ ¿.

d. Dokumentasi
33

Dokumentasi digunakan sebagai pedoman dalam

memperoleh data-data dokumentasi seperti profil pesantren, buku

pedoman pembinaan santri struktur kepengurusan pondok pesantren

maupun data-data yang diperlukan oleh peneliti (dokumentasi

terlampir).

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan suatu langkah yang paling

utama dalam penelitian, disebabkan tujuan utama dari penelitian ini adalah

mendapatkan data yang sesuai. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data,

maka penelitian tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data

yang ditetapkan, Sugiyono, (2016:308).

Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik

pengumpulan data sebagai berikut :

1. Observasi

Metode observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan

sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki. Teknik pengumpulan

data yang dilakukan melalui hasil pengamatan secara langsung pada

objek penelitian mengenai implementasi nilai-nilai pancasila dalam

pola pembinaan santri di Pondok pesantren Pembangunan

Muhammadiyah Tana Toraja

2. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan

peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui

bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang dapat


34

memberikan keterangan kepada si peneliti, wawancara ini dapat di

pakai untuk melengkapi data yang di peroleh (Mardalis 2007:54).

3. Kuisioner/angket

Ditujukan untuk para santri dimana di dalamnya terdapat

pertanyaan/peryataan mengenai penelitian yang dilakukan, teknik ini

dilakukan untuk mengetahui implementasi nilai-nilai Pancasila dan

pola pembinaan santri di lingkungan Pesantren.

4. Dokumentasi

Kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh data yang diperlukan

dengan menelusuri dan mempelajari dokumen-dokumen yang sudah

ada. Hal ini dimaksud untuk mendapatkan data dan informasi yang

berhubungan dengan materi penelitian. Dokumentasi dilakukan dengan

mempelajari buku-buku dan hasil laporan yang berkaitan dengan

penelitian.

F. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, data yang diperoleh dari berbagai sumber,

dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam dan

dilakukan secara terus-menerus sampai datanya jenuh. Analisis data adalah

proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari

hasil observasi, wawancara, angket dan dokumentasi. Data yang terkumpul

melalui angket akan disajikan melalui tabel dengan cara persentase.

Deskriptif persentase ini diolah dengan cara frekuensi dibagi dengan jumlah

responden dan di kali 100%. (Sudjana, 2001)


35

Sedangkan data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan

dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori,

menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun ke dalam

pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat

kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain

(Sugiyono, 2010: 334).

a. Pengumpulan data, yaitu mengumpulkan data di lokasi penelitian

dengan melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi dengan

menentukan strategi pengumpulan data yang dipandang tepat dan

untuk menentukan fokus serta pendalaman data pada proses

pengumpulan data berikutnya.

b. Reduksi data, yaitu sebagai proses seleksi, pemfokusan,

pengabstrakan, transformasi data kasar yang ada di lapangan langsung,

dan diteruskan pada waktu pengumpulan data, dengan demikian

reduksi data dimulai sejak peneliti memfokuskan wilayah penelitian.

c. Penyajian Data, yaitu data yang telah direduksi disajikan dalam bentuk

laporan sistematis dengan dilengkapi bagan, data, tabel, gambar, atau

foto yang sesuai. Bentuk penyajian laporannya berupa deskriptif dan

logis.Dalam tahap ini peneliti menyajikan data yang telah

dikategorisasikan kedalam laporan secara sistematis sehingga mudah

dipahami oleh pembaca.Data disajikan dalam bentuk narasi yang

berupa informasi mengenai fokus penelitian.

d. Penarikan kesimpulan, yaitu dalam pengumpulan data, peneliti harus

mengerti dan tanggap terhadap sesuatu yang diteliti langsung di


36

lapangan dengan menyusun pola-pola pengarahan dan sebab akibat.

DAFTAR PUSTAKA

Asrohah, Pelembagaan Pesantren Asal usul dan Perkembangn Pesantren Di


Jawa, Hal-30

Bagong S, Sutinah. 2006. Metode Penelitian Sosial :Berbagai Alternatif


Pendekatan. Jakarta: Kencana

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta :


Pusat Bahasa, 2008), hlm.1197.

Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan : Perkembangan Peserta Didik,


(Bandung: Pustaka Setia 2008), hal 85

Hurlock, Psikologi Perkembangan : Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya,


(Yogyakarta : UGM Press, 2006), hlm. 99

Kaelan (2002) Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.


Paradigma.Yogyakarta.

Labovitz S & Hegedorn R. 1981. Metode Riset Sosial. Jakarta Pusat: Erlangga

Moleong, J (2004) Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya.


Bandung.

Mangunhardjana, Pembinaan : Arti Dan Metodenya, ( Yogyakarta : Kanisius,


1986), h. 8.

M. Ridwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal Pondok Pesantren


di Tengah Arus Perubahan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 82

Maftuh, Bunyamin. 2008. Internalisasi nilai-nilai Pancasila dan Nasionalisme


Melalui Pendidikan Kewarganegaraan: Jurnal Penelitian Vol II No. 2
Juli ( http://id.portalgaruda.org.com, diakses pada 25 agustus 2019

Mulyana Rohmat, (2004), Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung,


Alfabeta.

Mulyasa, 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep Karakter, dan


Implementasi, Cet. I, Bandung : PT Remaja Rosda Karya.
37

M Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama (Jakarta: Bulan Bintang,


2008), hlm. 30

Moleong, Lexy J.. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Sujarwo, Metodologi Penelitian Sosial (Bandar Lampung : CV Mandar Maju,


2001), h. 45

Setyo B. 2005. Dasar-dasar Metodologi Penelitian dalam ilmu keolaragaan


Malang: Departemen Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang
Lembaga Penelitian

Sudjana, N. (1996) Metode Penelitian. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sutrisno Hadi, Metodologi Rasearch, Jilid II, Andi Offset, Yogyakarta, 2001, hal.
136

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatifdan R & D. Bandung:


Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung :


Rosdakarya.

2003, Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan


bernegara, Sinar Grafika, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai