Anda di halaman 1dari 12

IDENTIFIKASI AMBANG BATAS OPTIMAL UNTUK

DIAGNOSIS HIPERTRIGLISERIDEMIA PADA KEADAAN


TIDAK PUASA

Latar Belakang
Trigliserida tidak puasa sama atau lebih baik dalam memprediksi insiden
kardiovaskular dibandingkan trigliserida puasa, tetapi ambang batas diagnosis
berdasarkan nilai trigliserida puasa. Peneliti menilai ambang batas optimal untuk
peningkatan trigliserida tidak puasa.
Metode
Peneliti mendapatkan data dasar trigliserida tidak puasa (kurang dari 8
jam sejak makan terakhir) dari 6391 partisipan di The Women’s Health Study yang
diikuti secara prospektif selama lebih kurang 17 tahun. Ambang batas optimal
diagnosis trigliserida tidak puasa ditentukan oleh logistic regression models
dengan menggunakan c-statistik dan Youden index (jumlah sensitivitas dan
spesifisitas minus 1), yang digunakan untuk menghitung Hazard ratios (HRs)
insiden kardiovaskuler. Hasil dibandingkan dengan ambang batas yang
direkomendasikan oleh American Hearth Association (AHA) dan European
guidelines
Hasil
Ambang batas optimal adalah 175 mg/dl (1,98 mmol/L), dengan c-statistik
0,656, secara statistik lebih baik daripada ambang batas AHA yaitu 200 mg/dL (c-
statistik 0,628). Hazard ratios (HRs) insiden kardiovaskuler adalah 1,88 (95% CI
1,52 – 2,33, p < 0,001) pada trigliserida tidak puasa di atas dan di bawah 175
mg/dL, setelah disesuaikan dengan umur, hipertensi, merokok, penggunaan
hormon dan status menopause, dan HRs trigliserida yang diukur 0 - 4 dan 4 - 8
jam sejak makan terakhir adalah 2,05 (1,54 – 2,74) dan 1,68 (1,21-2,32). Peneliti
memastikan ambang batas optimal dengan menggunakan model 10 fold cross-
validation dan bootstrapping multivariabel yang memasukkan standar faktor
risiko ditambah kolesterol total dan kolesterol HDL, diabetes, body mass index
dan C- reaktif protein.
Kesimpulan
Peneliti mengidentifikasi ambang batas diagnosis trigliserida darah tidak
puasa pada wanita sehat usia pertengahan dan lebih tua adalah 175 mg/dL (1,98
mmol/L) yang lebih potensial dan akurat mengidentifikasi kasus dibandingkan
ambang batas rekomendasi AHA yang terbaru.

Peningkatan trigliserida dapat memicu aterosklerosis, melalui


penumpukan partikel remnant kaya trigliserida dalam endotelium. Konsentrasi
rerata lipid dalam darah pada keadaan tidak puasa dapat dinilai lebih baik
dibandingkan puasa karena kebanyakan orang puasa hanya beberapa jam pagi
hari. Sampel tidak puasa lebih mudah didapatkan, tetapi sampel puasa merupakan
standar mengukur kadar trigliserida dan kolesterol karena pengukuran lipid dalam

1
keadaan puasa mengurangi variabilitas dan memungkinkan derivation Friedwald
equation yang lebih akurat. Peneliti menduga variabilitas yang hilang dalam
sampel puasa dapat memberi informasi penting tentang kapasitas metabolik
individual (contoh; keterlambatan pembersihan trigliserida remnant). Sejumlah
bukti terbaru dari data cohort prospektif menunjukkan trigliserida tidak puasa
sama, atau tidak lebih tinggi, dibandingkan lipid puasa dalam memprediksi
penyakit kardiovaskuler. Trigliserida dan lipoprotein remnant kaya trigliserida
telah dihubungkan dengan kemungkinan penyebab perkembangan atherosklerosis
dan penyebab kematian.
Penting untuk menentukan ambang batas klinik yang tepat untuk
mendiagnosa dan terapi hipertriglisederimia tidak puasa. Guidelines nasional
terbaru menetapkan batas borderline atas trigliserida puasa adalah 150 mg/dl
(1,70 mmol/L) dan batas atas 200 mg/dL (2,28 mmol/L) pada persentil populasi
dasar kedua grup ini pada sepertiga teratas negara berkembang. Kelompok yang
berbeda mengusulkan variasi ambang batas untuk hipertrigliserimia tidak puasa:
European Atherosclerosis Society mengusulkan ambang batas diagnosis
trigliserida tidak puasa 175 mg/dl (1,98 mmol/L), Athens Expert Panel
mengusulkan 180 mg/dL (2,03 mmol/L), dan American Heart Association
mengusulkan 200 mg/dL (2,26 mmol/L), meskipun dasar rasional ambang batas
ini tidak jelas. Nilai ini mungkin didapatkan dari peningkatan trigliserida sekitar
20% - 30% dari nilai dasar kadar puasa dan tetap stabil selama 2 - 4 jam setelah
makan. Peneliti mendapatkan bahwa beberapa ambang batas diagnosis di atas
tidak terbukti menunjukkan trigliserida tidak puasa lebih baik dibandingkan yang
lainnya memprediksi kejadian kardiovaskuler. Peneliti mencoba menentukan
ambang batas diagnostik optimal hipertrigliseridemia tidak puasa pada penelitian
cohort prospektif terhadap 28345 wanita sehat yang diikuti selama 17 tahun.
Bahan dan Metode
Partisipan yang diteliti
Penelitian cohort dilakukan pada partisipan dari Women’s Health Study,
yang sebelumnya sudah diberikan Aspirin dan vitamin E sebagai pencegahan
primer penyakit kardiovaskuler dan kanker secara acak dan terkontrol diantara
39876 wanita sehat. Protokol penelitian disetujui oleh the institusional review

2
board of Brigham and Womens’s Hospital (Boston, MA) dan semua partisipan
dengan syarat informed consent tertulis. Penelitian ini terdaftar di Clinical
trials.gov (identifier NCT00000479).
Data dasar demografik dan riwayat kesehatan diperoleh dari biodata saat
pendaftaran. Partisipan diminta untuk mengambil sampel darah jika bersedia.
Sebanyak 28345 (71,1%) partisipan diperiksa kadar lipid dan melaporkan waktu
makan terakhir. Partisipan dikatakan puasa bila makan terakhir lebih atau sama 8
jam (n = 20118) dan tidak puasa bila makan terakhir dalam 8 jam sebelum
pengambilan darah (n = 6391). Partisipan yang lupa waktu makan terakhir dan
tidak ada nilai dasar kadar lipid dieksklusi dari penelitian.

Metode Laboratorium
Sampel darah dikumpulkan dalam tabung EDTA. Sampel disentrifus dan
plasma disimpan dalam larutan nitrogen (-170 ⁰C) sampai dilakukan analisis oleh
laboratorium yang diakui the National Heart, Lung and Blood Institute Centers
for Disease Control and Prevention Lipid Standarization Program, sampel
dibiarkan cair dan dianalisis nilai dasar lipid seperti yang diterangkan sebelumnya.
Pengukuran langsung konsentrasi total kolesterol, kolesterol HDL (HDL-C),
kolesterol LDL (LDL-C) dan trigliserida dengan Hitachi 917 analyzer (Roche
diagnostics,) dengan reagen dan kalibrator dari Roche diagnostik. Trigliserida
diukur secara enzimatik dengan koreksi gliserol endogen menggunakan Hitachi
917 analizer dan reagen serta kalibrasi dari Roche diagnostic. Trigliserida pada
konsentrasi 84.0 dan 201.8 mg/dL (0,95 dan 2.28 mmol/L) diukur di laboratorium
dengan a day – today reprodusibilitas 1,8 % (SD 1,6 mg/dL, (0,2 mmol/L)) dan
1,7% (SD 2,5 mg/dL (0,3 mmol/L)). Total kolesterol dan HDL-C diukur secara
enzimatik dengan Hitachi 911 autoanalizer dan LDL-C diukur secara metode
homogen langsung dari Roche diagnostic.

Keluaran klinis
Keluaran primer penyakit CVD (infark miokard non fatal, stroke iskemik
non fatal, revaskularisasi koroner dan kematian berhubungan penyebab
kardiovaskuler). Kriteria infark miokard menurut WHO adalah gejala nyeri dada
disertai peningkatan konsentrasi enzim kardiak atau perubahan EKG. Stroke

3
didefinisikan defisit neurologik dengan onset tiba-tiba yang menetap selama ≥
24 jam. CT scan atau MRI kepala dapat menggambarkan banyak penyakit dan
membedakan stroke iskemik dan hemoragik. Revaskularisasi koroner termasuk
percutaneous coronary intervention (PCI) dan bypass koroner. Semua insiden
disesuaikan dengan nilai yang diusulkan komite. Partisipan dengan penyakit
kardiovaskuler > 1, hanya penyakit pertama yang digunakan dalam analisis.
Follow-up data morbiditas sebanyak 97,2% dan mortalitas 99,4%.

Analisis Statistik
Semua analisis dilakukan pada partisipan tidak puasa dengan pengecualian
karakteristik dasar, termasuk partisipan puasa dan tidak puasa. Karakteristik dasar
termasuk umur, status hipertensi, status merokok, diabetes melitus, status
postmenopause dan penggunaan hormon dan high-sensitivity C- reactive protein
(hsCRP). Peneliti menganalisis perbedaan karakteristik dasar antara populasi
partisipan puasa dan tidak puasa dengan t- test in 2- group comparison of Pearson
2
X test for proportions.
Follow-up cohort selesai dalam 8 tahun dan insiden penyakit rendah,
peneliti menggunakan more user-friendly logistic regression untuk
memperkirakan ambang batas optimal karena logistic regression dan cox
proportional hazards regression tidak menghasilkan gejala sesuai dengan
perkiraan. Peneliti menentukan ambang batas optimal diagnostik trigliserida tidak
puasa dengan mengevaluasi area dibawah kurva ROC (c-statistik) dalam
univariabel logistic regression models, dengan gabungan insiden CVD selama 8
tahun sebagai variabel dependen dan konsentrasi dikotomisasi trigliserida tidak
puasa sebagai prediktor independen. Analisis selanjutnya mengevaluasi ambang
batas optimal yang diikuti selama 17 tahun menggunakan cox proportional
hazard models untuk insiden CVD.
Peneliti mendapatkan konsentrasi trigliserida tidak puasa yang sesuai c-
statistik dan ekuivalen dengan ouden index (jumlah sensitivitas plus spesifisitas
minus 1) dengan membagi ambang batas dari 100 sampai 300 mg/dL (1,13 ke
3,39 mmol/L) dengan kenaikan 25 mg/dL (0,28 mmol/L). Nilai ini merupakan
keseimbangan optimal sensitivitas dan spesifisitas. Peneliti menggunakan cox
proportional hazards regression models dalam analisis multivariabel untuk

4
membandingkan trigliserida pada nilai ambang batas optimal dengan mengikuti
ambang batas alternatif yang dipilih oleh ahli panel: 175 mg/dl (1.98 mmol/L)
(Europian Atherosclerosis Society), 180 mg/dL (2.03 mmol/L) (Athens Expert
panel), dan 200 mg/dL (2.26 mmol/L) (AHA). Peneliti menggunakan 3 model
multivariabel untuk mengontrol variabel confounder dan mediator. Model 1
disesuaikan untuk umur, status postmenopause, penggunaan terapi pengganti
hormon, merokok, dan hipertensi (riwayat hipertensi dan penggunaan obat
antihipertensi). Model 2 disesuaikan untuk total kolesterol dan HDL-C untuk
penentuan nilai prediksi trigliserida independen dan lipid lain. Model 3
disesuaikan untuk kovariasi dalam model 2 plus diabetes melitus, body mass
index (BMI), dan hsCRP, sebagai variabel penyebab hubungan trigliserida dan
CVD.
Peneliti membandingkan 3 ambang batas berbeda trigliserida tidak puasa
dalam 3 model menggunakan 10 fold cross-validation dan bootstrapping untuk
memvalidasi hasil dan mencegah overoptimisme. Perbedaan dalam cross-
validated c-index antara 3 ambang batas dihitung dan 95% Cis diperkirakan
melalui metode bootstrap. C- index merupakan bentuk yang tepat mengukur
survival model karena hampir tidak ada sensoring. Ambang batas yang lebih baik
diharapkan menghasilkan c-index yang lebih tinggi, cross-validation mengurangi
overoptimisme, dan bootstrap menghasilkan CI dengan ulasan yang lebih baik.
Peneliti menggunakan cox proportional hazard regression model untuk
meneliti efek trigliserida tidak puasa dengan lama makan terakhir (0 ke < 4 atau
4 ke < 8 jam) untuk eksplorasi lebih jauh hubungan lama makan terakhir dengan
kejadian CVD pada individu tidak puasa. Peneliti memasukkan istilah cross-
product untuk menilai interaksi antara trigliserida tidak puasa dan lama makan
terakhir . Penyesuaian model untuk ambang batas optimal trigliserida tidak puasa
juga dilakukan dengan kategori klinik HDL-C yang sudah ditentukan (kurang
dari, lebih dari atau sama 50 mg/dl (1.30 mmol/L) untuk memastikan bebasnya
trigliserida dari HDL-C dan test untuk interaksi multiplikatif dalam memprediksi
risiko CVD. Semua nilai p dengan 2-tailed dan p < 0,05 signifikan secara
statistik. Semua analisis statistik ditampilkan dengan SAS versi 9.

5
Tabel 1. Karakteristik Dasar Partisipan Berdasarkan Status Puasa
Karakteristik Semua Tidak puasa Puasa
N 26509 6391 20118
Umur, tahun 53 (49-59) 52 (48 – 58) 53 (49-59)
Hipertensi 6672 (27,2) 1437 (22,5) 5235 (26,0)
Merokok 3075 (11,6) 713 (11,2) 2362 (11,8)
Diabetes melitus 635 (2,4) 174 (2,7) 461 (2,3)
Postmenopause 14420 (54,5) 3241 (50,8) 11179 (55,6)
Penggunaan 11564 (43,7) 2817 (44,2) 8747 (43,6)
hormon
postmenopause
Total kolesterol, 208 (184-236) 205 (181-234) 209 (185-236)
mg/dl
LDL-C, mg/dL 121,5 (100,8 – 117,1 (96,8- 122,9 (102,1-
144,6) 139,8) 145,9)
HDL-C, mg/dL 51,9 (43,2 – 62,4) 51,8 (42,9-62,2) 52,0 (43,3-62,4)
BMI 24,9 (22,5 -28,3) 24,9 (22,3-28,3) 24,9 (22,5-28,3)
hsCRP, mg/dL 2,02 (0,81 – 4,37) 1,96 (0,78-4,33) 2,03 (0,82-4,39)
a
Data median (25th-75th persentil) atau n (%) atau dikatakan sebaliknya. untuk mengubah
trigliserida ke mmol/, dikalikan 0,0113. Untuk mengubah LDL-C dan HDL-C ke mmol/L
dikalikan 0,0259. Untuk mengubah hsCRP ke mmol/L dikalikan 9,524.mmol/L.

Hasil
Karakter dasar partisipan dalam penelitian (tabel 1) sama antara individu
puasa dan tidak puasa untuk semua variabel yang diperiksa (level signifikan
0,05). Partisipan tidak puasa sedikit lebih muda dibandingkan dengan puasa,
paling sedikit menderita hipertensi, mempunyai konsentrasi LDL-C yang lebih
rendah dan cenderung diabetes. Sebanyak 6391 partisipan tidak puasa, 136
berkembang penyakit CVD dalam 8 tahun dan 353 berkembang dalam 17 tahun.
Konsentrasi trigliserida tidak puasa secara keseluruhan berada di kurva ROC
seperti yang tampak di gambar 1 (c-statistik = 0,656). Nilai ambang batas
optimal trigliserida memprediksi insiden CVD selama durasi ini adalah 175
mg/dL (1,98 mmol/L), sesuai dengan maximum Youden index dan c- statistik
dengan menggunakan dikotomisasi trigliserida gabungan insiden CVD selama 8
tahun (tabel 2) yang mengurangi sensoring (censoring rate 94%) sesuai dengan
nilai yang diusulkan European Atherosclerosis Society. Nilai usulan lain 180
mg/dL (2,03 mmol/L) dan 200 mg/dL (2,26 mmol/L) juga diperiksa, tetapi
menghasilkan c-statistik yang lebih rendah dari 175 mg/dL (1,98 mmol/L).
Peneliti menambahkan implementasi bootstrap dengan 10- fold cross validation

6
untuk menghindari overoptimisme, karena model fitting dan model evaluasi
ditampilkan dalam pengaturan data yang sama. Hasil dilaporkan dalam tabel 3.
Penentuan Hazard ratios (HRs) dan 95 % Cis ambang batas optimal 175
mg/dL (1,98 mmol/L) dalam kaitan dengan insiden CVD yang di follow up
selama 17 tahun dilakukan secara kasar (gambar 2) dan disesuaikan dengan
banyak faktor (tabel 4). Setelah mempertimbangkan umur, riwayat hipertensi,
merokok, penggunaan hormon dan status postmenapause (model 1), konsentrasi
trigliserida tidak puasa ≥ 175 mg/dL (≥1,98 mmol/L) berhubungan kuat dengan
insiden CVD (HR 1,88 , 95% CI 1,52-2,33, p < 0,001). Variabel model 1
ditambahkan total kolesterol dan HDL-C yang telah disesuaikan dalam model 2,
didapatkan hubungan dengan insiden CVD berkurang, tetapi trigliserida tidak
puasa ≥ 175 mg/dL (≥ 1,98 mmol/L) tetap signifikan berhubungan dengan CVD
(HR 1,36, 95% CI 1,06-1,75, p = 0,02). Variabel model 2 yang telah ditambahkan
variabel dalam jalur penyebab (diabetetes, BMI, dan CRP) hubungan trigliserida
tidak puasa ≥ 175 mg/dL (≥ 1,98 mmol/L) yang di follow up selama 17 tahun
untuk insiden CVD lebih jauh menurun (HR 1,25, 95% CI 0,96-1,62, p = 0,10).
Secara statistik tidak terdapat interaksi antara lama makan terakhir (0 < 4 dan 4
< 8 jam) dengan hubungan trigliserida terhadap insiden CVD ( p > 0,05 untuk
ketiga model).

Gambar 1. Kurva ROC trigliserida tidak puasa (c = 0,656) sesuai Maximal Youden Index
(0,313) untuk pembagian Trigliserida tidak puasa.

7
Tabel 2. Identifikasi ambang batas optimal trigliserida tidak puasa
memprediksi Insiden CVD
Trigliserida Populasi Sensitivitas Spesifisitas c-statistik Youden
tidak puasa persentil (%) ( %) Index
(mg/dL) (J)
100 30 88 30 0,593 0,186
125 45 79 46 0,623 0,246
150 58 68 58 0,630 0,259
175 68 63 69 0,656 0,313
180 70 60 71 0,655 0,309
200 76 49 77 0,628 0,255
225 82 43 83 0,630 0,259
250 86 38 87 0,625 0,250
275 89 32 90 0,608 0,216
300 92 24 92 0,579 0,158
a
Batas ambang optimal diagnosis trigliserida tidak puasa ditentukan oleh evaluasi the maximal
area under the ROC (ie, c-statistic) untuk univariabel logistic regression models dengan gabungan
8 tahun kejadian CVD sebagai variabel dependen dan dikotomi kadar trigliserida sebagai
prediktor independen. Youden Index proporsional c-statistik dan didefinisikan sebagai sensitivitas
+ spesifisitas – 1.

Gambar 2. Kurva Kaplan – Meier mendemonstrasikan survival yang bebas insiden CVD
(IMA, stroke iskemik, revaskularisasi atau kematian) disebabkan kardiovaskuler
pada ambang batas optimal 175 mg/dl.
Survival menurun secara bermakna saat trigliserida tidak puasa ≥ 175 mg/dl (garis
lurus) dibandingkan < 175 mg/dl (garis terputus).

8
Tabel 3. Perbedaan cross – validation di c- index perbandingan ambang batas
trigliserida tidak puasa 175 mg/dL dengan ambang batas lain yang
diusulkan 180 dan 200 mg/dL dalam model multivariabel
menggunakan metodologi bootsrapping.

c-index c-index
Model 175 180 Perbedaan rerata 175 200 Perbedaan rerata
mg/dL mg/dL (95% CI) mg/dL mg/dL (95% CI)
b
1 0,783 0,782 0,001 (-0,005 ke 0,783 0,773 0,010 (-0,005 ke
0,010) 0,026)
2c 0,788 0,787 0,001 (- 0,001 ke 0,788 0,779 0,008 (-0,004 ke
0,010) 0,026)
3d 0,813 0,813 0,002 (- 0,003 ke 0,813 0,802 0,011 (0,000 ke
0,010) 0,028)
a
Perkiraan risiko 8 tahun follow up. Untuk mengubah konsentrasi trigliserida ke mmol/L,
dikalikan 0,0113.
b
Disesuaikan dengan umur, riwayat hipertensi, merokok, terapi hormon, posmenopause
c
Disesuaikan dengan kovariat pada model 1 plus kolesterol total dan HDL-C
d
Disesuaikan dengan kovariat pada model 2 plus DM, BMI, dan hsCRP

Tabel 4. Hubungan trigliserida tidak puasa di atas dan di bawah ambang


batas optimal 175 mg/dL dengan insiden CVD

Model 1c Model 2d Model 3e


Lama n HR(95 p HR ( 95 % p HR (95 % P
makan % CI ) CI ) CI)
terakhir
`Tidak 6391 1,88 < 0,0001 1,36 0,02 1,25 0,10
puasa (0-8 (1,52- (1,06- (0,96-
jam) 2,33) 1,75) 1,62)
0 sampai 3797 2,05 <0,0001 1,55 0,01 1,41 0,06
< 4 jam (1,54- (1,10- (0,99-
2,74) 2,18) 2,00)
4 sampai 2594 1,68 0,002 1,15 0,47 1,05 0,80
< 8 jam (1,21- (0,78- (0,71-
2,32) 1,70) 1,57)
P untuk 0,51 0,54 0,71
interaksi
a.Berhubungan dengan insiden CVD di atas atau di bawah ambang batas optimal diagnosis
trigliserida tidak puasa 175 mg/dL yang difollow up selama 17 tahun , dengan penyesuaian
model dan stratifikasi waktu makan terakhir. Untuk mengkonversi konsentrasi trigliserida ke
mmol/L dikalikan 0,0113
b.Tidak ada hubungan antara lama makan terakhir dengan hubungan trigliserida dengan insiden
CVD
c.Penyesuaian umur, riwayat hipertensi, merokok, penggunaan terapi hormon, dan status
postmenopause
d.Penyesuaian kovariat dalam model 1 plus total kolesterol dan HDL-C
e.Penyesuaian kovariat dalam model 2 plus diabetes melitus, BMI dan hsCRP
f.p interaksi antara lama makan terakhir (didefinisikan 0 sampai <4 jam vs 4 sampai < 8jam) dan
trigliserida ≥ 175 mg/dL

9
Diskusi
Penelitian cohort prospektif terhadap 28345 wanita sehat yang di follow up
selama 17 tahun, didapatkan ambang batas optimal diagnosis hipertrigliseridemia
tidak puasa adalah 175 mg/dL (1,98 mmol/L), yang lebih akurat memprediksi
CVD dibandingkan dengan nilai terbaru yang direkomendasikan AHA 200 mg/dL
(2,26 mmol/L). Penelitian ini merupakan penelitian prospektif pertama yang
memvalidasi nilai ambang batas optimal diagnostik trigliserida tidak puasa
dalam kaitannya dengan insiden CVD dalam populasi sehat, selanjutnya
diharapkan adanya penelitian identifikasi ambang batas kadar trigliserida yang
dikaitkan dengan insiden CVD yang tidak terpengaruh durasi postprandial.
Peningkatan trigliserida tidak puasa dikaitkan dengan peningkatan risiko
kardiovaskuler dalam beberapa penelitian. Penjelasan yang memungkinkan untuk
peningkatan risiko ini adalah bahwa trigliserida tidak puasa berperan penting
pembentukan lipoprotein remnant atherogenic. Lipoprotein ini terdiri dari
kolesterol yang tidak dapat dihitung pada sampel trigliserida puasa atau
pengukuran LDL spesifik. Semua sel manusia dapat mendegradasi trigliserida
tetapi tidak kolesterol, kemungkinan kolesterol yang terkandung dalam partikel
remnant kaya trigliserida masuk kedalam intima arteri dan berkontribusi
pembentukan atherosklerosis. Partikel remnant yang masuk ke dalam intima akan
terperangkap di dinding arteri yang lebih menyukai LDL, karena ukuran besar dan
bergabung dengan proteoglikan ekstrasel. Berbeda dengan partikel LDL,
molekul trigliserida remnant dapat diambil langsung oleh makrofag membentuk
formasi sel busa. Mekanisme lain adalah aktivitas lipoprotein lipase dipermukaan
trigliserida remnant diatas endotel vaskular atau dalam intima mempercepat
pelepasan asam lemak bebas, menyebabkan cedera dan inflamasi lokal.
Penelitian ini memiliki beberapa implikasi klinis. Praktisi yang ingin
memasukkan pengukuran lipid tidak puasa kedalam praktek mereka terkendala
dikarenakan harus merujuk pada ambang batas trigliserida puasa yang tidak
diteliti atau divalidasi dalam populasi tidak puasa. Interpretasi sampel puasa dapat
terkendala karena membutuhkan kerjasama pasien. Penggunaan kriteria
diagnostik yang sederhana sangat membantu klinisi yang sibuk. Penelitian ini
dilakukan karena terdapat bukti bahwa sampel tidak puasa dapat secara akurat
memprognosis trigliserida dan kolesterol dengan menentukan ambang batas yang

10
valid dapat membantu pedoman pengambilan keputusan klinis. Profil lipid tidak
puasa telah menjadi standar di Denmark sejak 2009.
Hipertrigliseridemia merupakan faktor risiko kardiovaskuler yang penting,
karena itu dibutuhkan alat diagnostik untuk memeriksa ketika seseorang dengan
risiko tinggi (infark miokard, stroke iskemik, atau kematian yang disebabkan oleh
insiden kardiovaskuler). Trigliserida tidak puasa lebih akurat dalam mengkaji
status metabolik rerata individual dibandingkan trigliserida puasa. Fenomena ini
terjadi karena trigliserida tidak kembali ke konsentrasi basal sampai lebih atau
sama dengan 8 jam setelah makan dan pembersihan trigliserida dari aliran darah
terlambat selama lebih atau sama 12 jam pada pasien yang resisten insulin atau
predisposisi produksi partikel remnant. Sampel puasa masih menjadi standar
dalam pengukuran trigliserida dan kolesterol karena pengukuran lipid dalam
keadaan puasa dapat : a. mengurangi variabilitas dan meningkatkan presisi,: b.
lebih akurat penghitungan LDL-C dengan derivasi Friedwald equation. Data
terbaru mengesankan bahwa LDL-C tidak puasa memiliki prognosis nilai sama
dengan LDL-C puasa. Molekul remnant kaya trigliserida yang terdiri dari
trigliserida, kolesterol, dan protein dihubungkan dengan peningkatan risiko
kardiovaskuler dalam beberapa penelitian. Kemajuan ilmu genetik
memperlihatkan bahwa hanya trigliserida yang merupakan komponen penyebab
CVD dan mutasi melibatkan metabolisme lipoprotein dan fungsi secara langsung
berpengaruh pada fenotip. Target penting terapi masa depan adalah mengurangi
molekul remnant kaya trigliserida.
Kekuatan penelitian yaitu jumlah sampel banyak, rancang prospektif,
waktu follow-up yang lama. Aplikasi metode kuat seperti bootstrap dan 10-fold
cross-validation sangat mendukung nilai ambang batas 175 mg/dL (1,98
mmol/L). Kelemahan penelitian ini adalah partisipan puasa dan tidak puasa
tidak ditentukan secara acak. Partisipan memilih apakah puasa dan berapa lama,
yang dapat menyebabkan bias sampel. Karakteristik dasar semua partisipan
adalah sama, dan tidak ada hubungan lama makan terakhir dalam penelitian
cohort tidak puasa. Tidak ada standarisasi makanan yang diberikan (proporsi
lemak), namun standarisasi akan underestimates terhadap efek yang sebenarnya.
Bervariasinya konsentrasi trigliserida, pengukuran tunggal tanpa sampling ulang

11
dapat menyebabkan regresi bias pengenceran, tetapi bias hasil berarti penelitian
batal. Populasi penelitian adalah wanita dan terbatas kulit putih. Penelitian
selanjutnya meneliti dampak pada pria dan etnis lain. Penelitian ini fokus pada
diagnosis, tetapi area intervensi terapeutik masih kontroversial. Modifikasi pola
hidup merupakan hal paling penting, pengurangan berat badan dengan sedikit
makan dan banyak beraktifitas. Terapi lain untuk menurunkan trigliserida yaitu
asam lemak w3 (minyak ikan), statin, fibrates dan niacin.

Kesimpulan
Penelitian ini merupakan penelitian pertama untuk identifikasi ambang
batas diagnostik hipertrigliseridemia tidak puasa secara luas, cohort prospektif
pada individu sehat. Identifikasi dini ambang intervensi sangat penting untuk
usaha pencegahan insiden CVD yang menunjukkan hubungan peningkatan
trigliserida dan insiden CVD. Penelitian tambahan diharapkan untuk
generalisasi hasil penelitian ini pada wanita yang kurang dari 45 tahun, laki-laki
dan etnis lain pada populasi yang berbeda.

12

Anda mungkin juga menyukai