Anda di halaman 1dari 63

HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI ANAK 7–59 BULAN DI

WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEMILING KOTA BANDAR


LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh :

NISRINA AYU DHIYA MAITSA


1818011058

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2022
HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI ANAK 7–59 BULAN DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEMILING KOTA BANDAR
LAMPUNG

Oleh
NISRINA AYU DHIYA MAITSA
1818011058

Skripsi

Sebagai Salah satu Syarat untuk Memperoleh Gelar


SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter


Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2022
Judul Slrripsi : IIUBIINGAN POLn ASUII DENGAN $TtrIIlS
GIZI ANAK 7.59 BUIIIN DI IMLIIYAII ITER.'A
PUSITESTIA$ IIDITIILHG K(yfA BAI{DAN
LIIJTIPUNG

Nama Mahasiswa : 9fisnino,{2u $hi1o $Qitsa

No. Pokok Mahasiswa : 1818O11O58

Program Studi : feiiaiaimn Dokter \


/' *e\ry&ffi f,x,*)'"
#*
"
Fakultas
S* :,,.
:'' _w.
nffi8tt"tu,,
"e-
*rtr&p*

'd{*"
ffi
W
.*.J % rrErf,rirErrrtrr rrrr
'u,BffinmLrur qd$ ;j
II.EHEMJJUI
1 ffi
\
I r. nomiffiembimbino I I
\ I
1

.ry
Zuralda., IrI.Ltng
NrP. 19790124 200501 2 015 I.IIP. 25 16 t29003232AL

2. Dekan Fakultas Kedokteran


MENGESAIIITAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. dn'K€nl l,analda., lrl. $l-, $p.NI[LP

Sekretaris i?.$...Ked., l[.Llng

e4
* a"d
u., si*&d., !i.II.,

ffi S.B.Hlardanl, S$ll[, M., Ifes


2 00L

,t ,,, : . , .

Tanggal Lulus Ujian SkriPsi : L7 Jrnot'2o22


LEMBAR PER}IYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenamya bahwa :

l. Skripsi dengan judul "HUBUNGAIi POLA ASUH DENGAIY STATUS


GII ANAK 7 _ 59 BULA}I DI \ryILAYAH KERJA PUSKESMAS
KEMILING KOTA BAIIDAR LAMPUNG" adalah hasil karya saya
sendiri dan tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas karya penulis
lain dengan cara tidak sesuai etika ikniah yang berlaku dalam masyarakat
akademik atau yang disebut plagiarisme.
) Hal intelektual atas karya ilmiafr ini diserahkan sepenuhnya kepada
Universitas Lampung

Atas pernyataan ini, apabila di kemudian hmi ternyata ditemukan adanya


ketidakbenaran, saya bersedia memng$mg akibat dan sanksi yang diberikan
kepada saya.

Bandar Lampung 17 ltxi2022


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi, Jawa Barat pada tanggal 10 Mei 2000, sebagai anak
terakhir dari 2 bersaudara yang dilahirkan dari pasangan Bapak Dudung Surahmat
dan Ibu Dwi Ekanti Sri Mulyanto. Penulis memiliki kakak perempuan bernama
Ajeng Laksmi Zuhriatika R.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) di Imanuel pada


tahun 2005, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri Jatirahayu 2 pada tahun
2011, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 6 Bekasi pada tahun 2014
dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 5 Bekasi pada tahun 2017.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung


Program Studi Pendidikan Dokter pada tahun 2018 melalui jalur Seleksi Bersama
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis
aktif mengikuti kegiatan lembaga kemahasiswaan, yaitu PMPATD PAKIS Rescue
Team serta menjadi Bendahara Divisi Pecinta Alam periode 2020/2021.
-On An Unfamiliar Road-
“Anyone can lose their way, all you need is the
courage to walk the unfamiliar and daunting
path again”
Al1-SEVENTEEN
SANWACANA

Puji syukur diucapkan penulis untuk Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW
yang mengantarkan manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang
benderang ini. Skripsi dengan judul “Hubungan Pola Asuh dengan Status Gizi Anak
7 – 59 Bulan di Wilayah Kerja Kota Bandar Lampung” ini disusun untuk memenuhi
sebagian syarat-syarat guna mencapai gelar sarjana kedokteran. Penyusunan skripsi
terselesaikan juga karena penulis banyak mendapat masukan, kritik dan saran, serta
dukungan dari berbagai pihak.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT, atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi untuk gelar
sarjana.
2. Prof. Dr. Karomani, M.Si., selaku Rektor Universitas Lampung.
3. Prof. Dr. Dyah Wulan SRW, S.K.M., M.Kes., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung.
4. Dr. dr. Reni Zuraida, M.Si, Sp. KKLP., selaku Pembimbing I atas kesediaan
dan kesabarannya memberikan bimbingan, kritik, saran, nasihat, motivasi,
arahan dalam proses penyusunan skripsi yang sangat berharga bagi penulis.
5. dr. Risti Graharti, S.Ked., M.Ling., selaku Pembimbing II atas kesediaan dan
kesabarannya memberikan bimbingan, kritik, saran, nasihat, motivasi, bantuan
bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
6. dr. Winda Trijayanthi Utama, S.Ked., S.H., M.K.K., selaku Pembahas atas
kesediaan dan kesabarannya memberikan koreksi, kritik, saran, nasihat,
motivasi, bantuan untuk perbaikan skripsi penulis.
7. dr. Roro Rukmini Windi, S. Ked., Sp. A. dan dr. Gizka Tri Putri, S.Ked., selaku
Pembimbing Akademik yang telah memberikan masukan dan dukungannya
dalam bidang akademik.
8. Seluruh dosen Fakultas Kedokteran Universitas Lampung atas ilmu dan
bimbingan yang telah diberikan selama proses perkuliahan penulis di masa
preklinik.
9. Seluruh staf dan civitas akademik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
yang telah membantu proses penyusunan skripsi ini.
10. Kepada orang tua penulis, Bapak (Dudung S.), Mama (Dwi Ekanti SM), kakak
penulis (Ajeng Laksmi ZR) dan tante penulis (Ita Sadrini) terimakasih atas
segala doa yang selalu dipanjatkan untuk keberhasilan penulis, terimakasih atas
dukungan, motivasi, dan kebahagiaan yang terus diberikan selama ini.
11. Segenap keluarga besar penulis yang telah memberi dukungan dan doa kepada
penulis.
12. Sahabatku terkasih Putri Ayundari, Olivia Ekklesia, Attara Rafilia, Vika
Kynnesia, Dwi Wulan Noviyanti, Meyliana Suwanda terimakasih telah
membantu dan selalu memberi dukungan kepada penulis selama perkuliahan
preklinik.
13. Rekan-rekan seperbimbingan yang telah berjuang bersama selama proses
bimbingan.
14. Teman-teman DPA, terimakasih atas semangat dan dukungannya selama ini.
15. Teman-Teman FK UNILA 2018 (F18RINOGEN) yang telah berjuang bersama
dari awal sampai sekarang, semoga kita dapat menjadi dokter yang profesional
dikemudian hari nanti.
16. Bapak, ibu, serta kakak-kakak Puskesmas Kemiling, terutama kakak-kakak
bagian gizi serta ibu-ibu bidan dan kader posyandu yang telah membantu
jalannya penelitian ini.
17. Keluarga PMPATD PAKIS Rescue Team, terutama teman-teman SC13, divisi
Pecinta Alam, terimakasih telah menjadi tempat penulis berkembang menjadi
lebih baik lagi.
18. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu,
memberikan pemikiran dan dukungan dalam pembuatan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.

Wassalammua’laikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, Juni 2022

Penulis

Nisrina Ayu Dhiya Maitsa


ABSTRACT

THE RELATIONSHIP BETWEEN PARENTING STYLES AND


NUTRITIONAL STATUS CHILDREN AGED 7–59 MONTHS IN
KEMILING HEALTH CENTER BANDAR LAMPUNG

By

NISRINA AYU DHIYA MAITSA

Background: Nutritional status is an important aspect in the process of growth and


development of children. One of the factors that influence nutritional status is
parenting followed by food intake. This study aims to determine the relationship
between parenting and nutritional status of children.
Methods: This research is an analytic study with a cross sectional research design.
Respondents consisted of 101 mothers of children 7–59 months who were selected
by cluster sampling technique. Primary data in the form of parenting styles using a
questionnaire and food intake through a 24-hour food recall interview, secondary
data from health center. Univariate and bivariate analyze with α =5% was used for
this study.
Results: This study showed most of mothers aged 26-35 years (70.3%), not
working (87.1%), secondary level of education (72.3%), democrative parenting
styles (74.3%), child food intake normal (61.4%), and good child nutritional status
(80.2%). Bivariate analysis showed that there was a relationship between parenting
styles (p-value = 0.001), food intake (p-value = 0.003) and nutritional status, and
there was a relationship between parenting styles (p-value = 0.009) and food intake.
Suggestion: It is expected for mothers to pay attention to parenting patterns, types
and variations of nutritionally balanced food intake for their toddlers. For health
workers to improve nutrition services and public awareness and health education
about current nutritional problems.

Keywords: food intake, nutritional status, parenting style


ABSTRAK

HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI ANAK 7–59 BULAN


DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEMILING KOTA BANDAR
LAMPUNG

Oleh

NISRINA AYU DHIYA MAITSA

Latar Belakang: Status gizi merupakan aspek penting dalam proses pertumbuhan
dan perkembangan anak. Salah satu faktor yang memengaruhi status gizi adalah
pola asuh diikuti oleh asupan makanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan pola asuh dengan status gizi anak.
Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan survei analitik dengan desain
penelitian cross sectional. Responden terdiri 101 ibu anak 7–59 bulan yang dipilih
dengan teknik cluster sampling. Data primer berupa pola asuh menggunakan
kuesioner serta asupan makanan melalui wawancara food recall 24 jam, data
sekunder dari puskesmas yang kemudian dianalisis univariat dan bivariat dengan
α=5%.
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan mayoritas ibu berumur 26-35 tahun (70,3%),
tidak bekerja (87,1%), berpendidikan menengah (72,3%), pola asuh demokratis
(74,3%), asupan makanan balita normal (61,4%), dan status gizi balita baik
(80,2%). Analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan antara pola asuh (p-
value=0,001), asupan makanan (p-value=0,003) dengan status gizi balita, serta
terdapat hubungan antara pola asuh (p-value=0,009) dengan asupan makanan balita.
Saran: Pola asuh dan asupan makanan saling berhubungan dengan status gizi pada
balita. Diharapkan kepada ibu untuk memperhatikan pola asuh, jenis dan variasi
asupan makanan yang bergizi seimbang pada anak balitanya. Pada tenaga kesehatan
agar meningkatkan pelayanan gizi dan kesadaran masyarakat dan penyuluhan
kesehatan tentang masalah gizi saat ini.
Kata Kunci: asupan makanan, pola asuh, status gizi
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................................. 3
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................. 3
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 4
1.4.1 Bagi Peneliti .................................................................................... 4
1.4.2 Bagi Masyarakat .............................................................................. 4
1.4.3 Bagi Instansi Terkait........................................................................ 4
1.4.4 Bagi Peneliti Lain ............................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Status Gizi.................................................................................... 5
2.1.1 Definisi Status Gizi.......................................................................... 5
2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi .............................. 6
2.1.3 Penilaian Status Gizi........................................................................ 8
2.1.4 Survei Konsumsi Pangan ............................................................... 13
2.1.5 Jenis Parameter Pengukuran Gizi .................................................. 15
2.1.6 Standart Deviasi Unit (SD) atau Z-Score....................................... 17
2.2 Konsep Dasar Pola Asuh ........................................................................ 18
2.2.1 Definisi Pola Asuh ......................................................................... 18
2.2.2 Klasifikasi Pola Asuh .................................................................... 19
2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh ......................................... 24
2.2.4 Dampak Pola Asuh ........................................................................ 27
2.3 Kerangka Teori ....................................................................................... 29
2.4 Kerangka Konsep .................................................................................... 30
2.5 Hipotesis Penelitian ................................................................................ 30
ii

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Desain Penelitian .................................................................................... 31
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 31
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................. 31
3.3.1 Populasi Penelitian ........................................................................ 31
3.3.2 Sampel Penelitian .......................................................................... 32
3.4 Identifikasi Variabel................................................................................ 33
3.5 Definisi Operasional ............................................................................... 33
3.6 Prosedur Penelitian ................................................................................. 35
3.6.1 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ............................................ 35
3.6.2 Instrumen Penelitian ...................................................................... 35
3.7 Diagram Alur Penelitian ......................................................................... 36
3.8 Analisis Data ........................................................................................... 37
3.9 Etika Penelitian ....................................................................................... 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Penelitian ................................................................... 39
4.2 Hasil Penelitian ....................................................................................... 39
4.2.1 Analisis Univariat .......................................................................... 39
4.2.2 Analisis Bivariat ............................................................................ 43
4.3 Pembahasan............................................................................................. 46
4.3.1 Analisis Univariat .......................................................................... 46
4.3.2 Analisis Bivariat ............................................................................ 51
4.4 Keterbatasan Penelitian ........................................................................... 56
BAB V KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 56
5.2 Saran ...................................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 58
LAMPIRAN ........................................................................................................ 64
iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Angka kecukupan gizi-energi, protein, lemak, karbohidrat anak usia 6 – 72


bulan ............................................................................................................... 15
2. Cut-off point tingkat kecukupan zat gizi makronutrien Depkes tahun 1996.. 15
3. Indeks kategori status gizi anak usia 0 – 60 bulan ......................................... 18
4. Nama tempat dan jumlah sampel ................................................................... 34
5. Definisi operasional ....................................................................................... 34
6. Blue print kuesioner PSDQ ............................................................................ 38
7. Distribusi frekuensi karakteristik ibu ............................................................. 40
8. Distribusi frekuensi pola asuh ........................................................................ 41
9. Distribusi frekuensi asupan makanan ........................................................... 42
10. Distribusi frekuensi status gizi anak 7–9 bulan ............................................ 42
11. Analisis bivariat pola asuh dengan status gizi anak 7–59 bulan ................... 44
12. Analisis bivariat pola asuh dengan asupan makanan .................................... 45
13. Analisis bivariat asupan makanan dengan status gizi anak 7–59 bulan ........ 46
iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Skema faktor penyebab status gizi ................................................................... 7


2. Baby scale ...................................................................................................... 10
3. Timbangan digital .......................................................................................... 10
4. Kerangka teori ................................................................................................ 29
5. Kerangka konsep ........................................................................................... 30
6. Alur penelitian ............................................................................................... 36
v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner penelitian


Lampiran 2 Surat persetujuan etik
Lampiran 3 Surat izin presurvey
Lampiran 4 Surat izin penelitian
Lampiran 5 Dokementasi pengambilan data
Lampiran 6 Hasil analisis data penelitian
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dapat menjadi indeks kemajuan suatu
negara. Salah satu kriteria SDM yang berkualitas dapat dilihat dari derajat
kesehatan. Derajat kesehatan merupakan pencerminan kesehatan perorangan,
kelompok, maupun masyarakat yang digambarkan dengan usia harapan hidup,
mortalitas, morbiditas dan status gizi masyarakat. Kualitas sumber daya
manusia pada masa mendatang dapat dilihat dari masalah kesehatan anak masa
kini yang merupakan masalah nasional yang harus diperhatikan secara khusus.
Masa lima tahun pada anak merupakan periode penting dalam tumbuh
kembang anak yang akan menentukan pembentukan fisik, psikis, dan
intelegensinya (Pratiwi et al, 2016).

Menurut United Nations Children’s Fund (UNICEF) (1998), masalah gizi


dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling mempengaruhi secara kompleks
dari faktor langsung dan tidak langsung yang berakar pada faktor masalah
nasional seperti krisis ekonomi politik dan sosial yang berimbas ke
pengangguran, inflasi, kurang pangan, kemiskinan sehingga menyebabkan
kurangnya pendidikan, kemampuan dan keterampilan ibu atau orang tua dalam
memenuhi status gizi anaknya yang secara tidak langsung dipengaruhi pola
asuh ibu serta kebutuhan pangan yang tidak tercukupi (World Health
Organization (WHO), 2020).

Pada tahun 2019, prevalensi kejadian gizi kurang dan gizi buruk serta stunting
atau anak pendek dan sangat pendek di global sebesar 6,9% dan 21,3% . Di
wilayah Asia Tenggara sebesar 14,7% dan 31% sedangkan di Indonesia sebesar
2

10,2% dan 30,5% (WHO, 2020). Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2018, untuk prevalensi status gizi balita di Indonesia prevalensi kejadian
gizi kurang 13,8% dan gizi buruk 3,9% sedangkan untuk prevalensi kejadian
pendek 19,3% dan sangat pendek 11,5%. Pada wilayah Provinsi Lampung,
prevalensi kejadian gizi kurang 12,8%, dan gizi buruk 3,1% sedangkan untuk
prevalensi kejadian pendek 17,7% dan sangat pendek 9,6% (Profil Anak
Indonesia, 2019). Pada puskesmas Kecamatan Kemiling Bandar Lampung
dilihat dari 28 posyandu dengan data terakhir per Februari 2021 yang tersedia
berdasarkan indikator Tinggi Badan/Umur (TB/U) untuk pendek dan sangat
pendek 5,58% dan untuk indikator Berat Badan/Umur (BB/U) kategori BB
kurang yaitu sekitar 1,4% (Profil Dinas Kesehatan Bandar Lampung, 2017).

Terpenuhinya gizi dengan baik dapat tergantung dari pola asuh yang diberikan
orang tua kepada anaknya. Pengasuhan anak merujuk kepada pendidikan umum
yang diterapkan dalam pengasuhan anak berupa suatu proses interaksi antar
orangtua dengan anak. Interaksi tersebut mencakup perawatan seperti
mencukupi kebutuhan makanan, mendorong keberhasilan dan melindungi
maupun sosialisasi dengan mengajarkan tingkah laku umum yang bisa diterima
oleh masyarakat. Cara pola pengasuhan anak yang baik, yaitu meningkatkan
kualitas gizi anak dengan mempromosikan praktek pengasuhan yang baik pada
masyarakat, misalnya mendorong ibu untuk Air Susu Ibu (ASI) ekslusif serta
membawa anak ke pelayanan kesehatan. Oleh karena itu kemampuan ibu dalam
menyediakan pangan yang cukup untuk anak serta pola asuhnya dipengaruhi
hal-hal tersebut (Tarnoto, 2014).

Seperti pada penelitian Rapar, Rompas, dan Ismanto (2014) menunjukan bahwa
terdapat hubungan pola asuh dengan status gizi balita dengan p-value 0,048.
Begitu juga dengan penelitian Pratiwi, Masrul, dan Yerizel (2016) menunjukan
adanya hubungan yang signifikan antara pola asuh ibu meliputi pola asuh
makan dan pola asuh kesehatan dengan status gizi balita dengan p-value 0,014.
Ditambah dengan penelitian Tarnoto (2014) di Posyandu Desa Timbulharjo
Sewon Bantul dengan 85 responden menunjukan adanya hubungan pola asuh
dengan status gizi pada anak 6-24 bulan dengan p-value 0,004. Penerapan pola
asuh ibu pada anak terhadap perilaku makan dan makanannya sendiri dapat
3

memengaruhi anak tersebut memiliki status gizi yang seperti apa nantinya. Pada
penelitian ini, selain pola asuh ibu sebagai faktor penyebab tidak langsung
dalam status gizi, asupan makanan juga akan diteliti. Hal tersebut dilakukan
untuk melihat apakah pola asuh pada anak tehadap perilaku makan berhubungan
dengan asupan makanan sebagai penyebab langsung status gizi. Berdasarkan
kemampulaksanaan penelitian, Puskesmas Kemiling sebagai salah satu
puskemas terbesar dengan populasi yang cukup banyak di Bandar Lampung dan
cukup dekat dengan Universitas Lampung dipilih peneliti sebagai tempat
penelitian. Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai Hubungan Pola Asuh dengan Status Gizi Anak
7–59 bulan di Wilayah kerja Puskesmas Kemiling Kota Bandar Lampung.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari penelitian ini yaitu “Adakah hubungan pola asuh
dengan status gizi anak 7–59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kemiling Kota
Bandar Lampung”

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh dengan
status gizi anak 7–59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kemiling Kota
Bandar Lampung”

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Mengidentifikasi pola asuh pada anak 7–59 bulan di wilayah kerja
Puskesmas Kemiling Kota Bandar Lampung.
2. Mengidentifikasi asupan makanan pada anak 7–59 bulan di wilayah
kerja Puskesmas Kemiling Kota Bandar Lampung.
3. Mengidentifikasi status gizi pada anak 7–59 bulan di wilayah kerja
Puskesmas Kemiling Kota Bandar Lampung
4. Menganalisis hubungan pola asuh dengan asupan makanan anak 7–
59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kemiling Kota Bandar
4

Lampung.
5. Menganalisis hubungan pola asuh dengan status gizi anak 7–59
bulan di wilayah kerja Puskesmas Kemiling Kota Bandar Lampung.
6. Menganalisis hubungan asupan makanan dengan status gizi anak 7–
59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kemiling Kota Bandar
Lampung.
1.4. Manfaat
1.4.1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan peneliti mengenai hubungan pola asuh dengan status gizi
anak 7–59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kemiling Kota Bandar
Lampung.
1.4.2. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat
mengenai hubungan pola asuh dengan status gizi anak 7–59 bulan
sehingga dapat diterapkan sebagi panduan pola asuh yang baik untuk
perkembangan status gizi anaknya.
1.4.3. Bagi Instansi Terkait
Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan data dasar bagi instansi
terkait dan sebagai pengetahuan mengenai hubungan pola asuh dengan
status gizi anak 7–59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kemiling Kota
Bandar Lampung
1.4.4. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumber referensi bagi
peneliti selanjutnya yang akan meneliti pada hubungan pola asuh
dengan status gizi anak 7–59 bulan sehingga hasilnya diharapkan dapat
memperbarui dan menyempurnakan penelitian ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Status Gizi

2.1.1. Definisi Status Gizi


Menurut Supariasa dalam Gozali (2010), status gizi adalah ekspresi dari
keseimbangan dalam bentuk variabel-variabel tertentu. Status gizi juga
merupakan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan
zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologik
akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluruh tubuh. Status gizi adalah
faktor yang terdapat dalam level individu, faktor yang dipengaruhi
langsung oleh jumlah dan jenis asupan makanan serta kondisi infeksi.
Diartikan juga sebagai keadaan fisik seseorang atau sekelompok orang
yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi ukuran-ukuran gizi
tertentu (Thamaria, 2017).

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI),


gizi adalah keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh
(intake) dari makanan dengan zat gizi yang dibutuhkan untuk keperluan
proses metabolisme tubuh. Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan
oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dari makanan dengan
kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk metabolisme tubuh. Setiap
individu membutuhkan asupan zat gizi yang berbeda antarindividu, hal
ini tergantung pada usia orang tersebut, jenis kelamin, aktivitas tubuh
dalam sehari, berat badan, dan lainnya. Indikator status gizi adalah
tanda-tanda yang dapat diketahui untuk menggambarkan status gizi
seseorang. Seseorang yang menderita anemia sebagai tanda bahwa
asupan zat besi tidak sesuai dengan kebutuhannya, individu yang
6

gemuk sebagai tanda asupan makanan sumber energi dan kandungan


lemaknya melebihi dari kebutuhan (Thamaria, 2017).

2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi


Menurut skema World Bank yang diadaptasi dari UNICEF (1998),
kondisi gizi anak dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu faktor
langsung dan tidak langsung dimana faktor langsung meliputi
kecukupan makanan atau makanan yang seimbang dan ada atau
tidaknya penyakit infeksi sedangkan faktor tidak langsung meliputi
aksestabilitas pangan, pola asuh ibu dan anak, serta sanitasi lingkungan
dari air bersih dan pelayanan kesehatan (Thamaria, 2017).

Asupan gizi dan penyakit mempunyai hubungan yang saling


ketergantungan dimana jika seseorang asupan gizinya kurang
menyebabkan mudah sakit akibat daya tahan tubuh yang menurun
sedangkan seseorang yang sakit akan kehilangan gairah untuk makan
sehingga menyebabkan status gizi berkurang. Kekurangan asupan
makanan disebabkan oleh tidak tersedianya pangan pada tingkat rumah
tangga, sehingga tidak ada makanan yang dapat dikonsumsi yang bisa
saja disebabkan oleh perilaku atau pola asuh orang tua pada anak yang
kurang baik. Bisa saja dalam rumah tangga sebenarnya tersedia cukup
makanan, tetapi distribusi makanan tidak tepat atau pemanfaatan
potensi dalam rumah tangga tidak tepat, misalnya orang tua lebih
mementingkan berbelanja pakaian dan keinginan lain dibandingkan
untuk menyediakan makanan bergizi. Pola asuh yang kurang baik juga
bisa menyebabkan tingginya penyakit infeksi selain dipengaruhi oleh
kurangnya layanan kesehatan pada masyarakat dan keadaan lingkungan
yang tidak sehat. Contoh pola asuh yang kurang baik tersebut ialah
membiarkan anak bermain ditempat yang kotor dan tidak langsung
membawa anak ke pelayanan kesehatan selama berhari-hari jika anak
sedang sakit (Thamaria, 2017).
7

Faktor penyebab status gizi dapat dilihat pada skema dibawah.

Status Gizi

Penyebab
Asupan Makanan Penyakit Infeksi Langsung

Sanitasi Penyebab
Ketersediaan Pola asuh ibu Tidak
Lingkungan/air
makanan di dan anak Langsung
bersih &Yankes
rumah

Faktor tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan Masalah Utama

Tingkat ekonomi, sosial, dan politik Akar Masalah


Nasional
Gambar 2.1 Skema faktor penyebab status gizi (UNICEF, 1998).

Suatu penyakit timbul akibat interaksi berbagai faktor baik internal


maupun eksternal. Dalam epidemiologi dikenal istilah trias
epidemiologi (Host, Agen dan Environment) yang berperan dalam
terjadinya penyakit dan masalah kesehatan lainnya. Timbulnya
penyakit berkaitan dengan gangguan interaksi antara faktor penjamu,
agen dan lingkungan. Ketiga faktor tersebut harus seimbang agar
seseorang dalam kondisi status gizi yang baik, tidak boleh terjadi
kesenjangan. Orang dengan status gizi baik adalah orang yang kondisi
tubuhnya seimbang antara pejamu, agen, dan lingkungan.
Ketidakseimbangan dari tiga faktor tersebut akan mengakibatkan
timbulnya masalah gizi (Thamaria, 2017).
8

2.1.3. Penilaian Status Gizi


Status gizi ditentukan melalui pemeriksaan laboratorium maupun
antropometri, penilaian status gizi dibagi menjadi 2 macam, yaitu
secara langsung (pemeriksaan antropometri, pemeriksaan klinis,
pemeriksaan biokimia dan pemeriksaan biofisik) dan secara tidak
langsung (survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi)
(Pratiwi, 2011). Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi
menjadi empat penilaian yaitu:

2.1.3.1. Antropometri, artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari


sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan
dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dari berbagai umur dan tingkat gizi.
Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat
pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh
seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Pada penelitian
ini digunakan alat antropometri untuk menilai status gizi
(Thamaria, 2017).

Antropometri mempunyai beberapa keunggulan di antaranya


prosedur pengukuran antropometri sederhana dan aman, tidak
membutuhkan tenaga ahli saat pengukuran, alat antropometri
murah, mudah dibawa dan tahan lama, hasil ukuran tepat dan
akurat, dapat mendeteksi riwayat gizi masa lalu, dapat
mengidentifikasi status gizi baik, sedang, kurang dan buruk
serta dapat digunakan untuk penapisan. Hasil ukur
antropometri dapat digunakan sebagai indikator status gizi,
jika dibandingkan atau dirujukkan dengan standar
pertumbuhan pada umur tertentu atau pada ukuran tubuh yang
lain contohnya berat badan dan tinggi badan seperti pada
penelitian ini. Parameter antropometri adalah ukuran tunggal
dari tubuh manusia, misalnya berat badan, tinggi badan,
9

lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, dan lainnya


(Thamaria, 2017).

a. Berat Badan
Di dalam tubuh jumlah protein, lemak, air dan mineral
digambarkan pada berat badan yang mana perubahan
berat badan mudah terlihat dalam waktu singkat serta
menggambarkan status gizi saat ini. Untuk mendapatkan
ukuran berat badan yang akurat, terdapat beberapa
persyaratan di antaranya adalah alat ukur berat badan
harus mudah digunakan dan dibawa, mudah didapatkan
dan harganya relatif murah, ketelitian alat ukur 0,1 kg
(100 gram), skala mudah dibaca, cukup aman digunakan
serta alat sudah dikalibrasi. Ada banyak jenis alat timbang
yang sering digunakan untuk mengukur berat badan di
antaranya baby scale dan timbangan injak digital seperti
yang akan dipakai pada penelitian ini pada anak usia 0-59
(Thamaria, 2017).

Disarankan saat pegukuran anak memakai pakaian yang


tipis dan melepas sepatu atau alas kaki. Cara pengukuran
dengan timbangan digital dilakukan sebaiknya pagi hari
setelah buang air atau keadaan perut kosong supaya hasil
akurat, meletakkan timbangan di tempat yang datar,
sebelum dilakukan penimbangan sebaiknya timbangan
dikalibrasi terlebih dahulu, klien diminta melepas alas
kaki, aksesoris yang digunakan dan menggunakan
pakaian seminimal mungkin, klien naik ke timbangan
dengan posisi menghadap kedepan, pandangan lurus,
tangan disamping kanan kiri dan posisi rileks serta tidak
banyak gerakan, terakhir catat hasil pengukuran
(Sugianto, 2015).
10

Gambar 2.2 Baby scale (Kemenkes, 2017).

Gambar 2.3 Timbangan digital (Kemenkes, 2017).

b. Tinggi Badan
Salah satu parameter antropometri untuk pertumbuhan
linier adalah tinggi badan, parameter tinggi badan untuk
menilai pertumbuhan panjang atau tinggi badan.,
seringnya masalah gizi kronis dapat dilihat dari perubahan
tinggi badan karena terjadi dalam waktu yang lama. Alat
ukur yang digunakan untuk mengukur tinggi badan harus
mempunyai ketelitian 0,1 cm. Anak yang berusia 0–2
tahun diukur dengan ukuran panjang badan (length board
atau infantometer) jika anak sudah bisa berdiri tegak atau
anak sudah berusia >2 tahun sebaiknya pengukuran
dilakukan menggunakan mikrotois (Thamaria, 2017).

Pengukuran panjang badan diukur dengan infantometer


untuk anak usia 0-2 tahun diposisikan tidur terlentang.
Bila anak tersebut diukur dengan posisi berdiri dengan
mikrotois maka angka hasil yang didapatkan harus
ditambahkan 0,7 cm. Sedangkan bila anak berusia diatas
11

2 tahun atau 24 bulan yang dianjurkan berdiri


menggunakan mikrotoise diukur dalam posisi berbaring
maka angka hasilnya harus dikurangi 0,7 cm (WHO,
2008).

Berikut ini adalah cara pengukuran menggunakan


infantometer (baby length board), yaitu alas kaki
dilepaskan, anak diposisikan tidur terlentang dengan
kepala diletakkan pada puncak papan dan kaki lurus,
pengukur digeser hingga rapat pada ujung kaki,
pembacaan dilakukan dengan ketelitian 0,1 cm.
Kemudian untuk anak usia di atas 2 tahun, tinggi badan
diukur dengan mikrotois dengan cara pengukuran, yaitu
alas kaki dilepaskan, anak diposisikan berdiri tegak kaki
lurus, tumit, pantat, punggung dan kepala bagian belakang
harus menempel pada dinding dan muka menghadap lurus
dengan pandangan ke depan; menurunkan pengukur
sampai rapat pada kepala bagian atas; pembacaan pada
mikrotois dilakukan saat anak inspirasi dengan ketelitian
0,1 cm (Sugianto, 2015).

2.1.3.2. Klinis, pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting


dalam menilai status gizi masyarakat. Metode ini di dasarkan
atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan
dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada
jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral
atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh
seperti kelenjar tiroid. Metode ini umumnya digunakan untuk
survei klinis secara cepat. Survei ini dirancang untuk
mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari
kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu
digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang
12

dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda dan gejala


atau riwayat penyakit.
2.1.3.3. Biokimia, pemeriksaan spesimen yang di uji secara laboratoris
yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan
tubuh yang digunakan antara lain; darah, urin, tinja dan juga
beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini
digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan
terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala
klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat
lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi
yang spesifik.
2.1.3.4. Biofisik, metode penentuan status gizi dengan melihat
kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat
perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan
dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik.
Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu:
2.1.3.5. Survei konsumsi makanan, metode penentuan status gizi
secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi
yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat
memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi
pada masyarakat, keluarga, dan individu. Survei ini dapat
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi.
2.1.3.6. Statistik vital, dengan menganalisis data beberapa statistik
kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka
kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data
lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaannya
dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung
pengukuran status gizi masyarakat.
2.1.3.7. Faktor ekologi, masalah ekologi sebagai hasil interaksi
beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah
13

makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi


seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain.

2.1.4. Survei Konsumsi Pangan


Survei konsumsi pangan berfungsi untuk memberikan informasi awal
tentang kondisi asupan zat gizi individu, keluarga dan masyarakat pada
saat ini dan masa lalu. Hal tersebut merupakan cerminan untuk status
gizi masa yang akan datang dilihat dari informasi kualitas dan kuantitas
asupan zat gizinya. Survei konsumsi pangan diidentifikasikan
berdasarkan sasarannya, yaitu individu dan kelompok. Pada metode
Survei konsumsi pangan individu terdapat food recall 24 jam,
penimbangan makanan (food weighing), pencatatan makanan (food
record), dan riwayat makanan (dietary history). Pada penelitian ini akan
digunakan metode food recall 24 jam (Sirajuddin et.al., 2018).

2.1.4.1. Food Recall 24 Jam, metode food recall 24 jam adalah metode
survei konsumsi pangan dengan cara mengingat tentang
pangan yang dikonsumsi selama periode 24 jam dan dicatat
dalam Ukuran Rumah Tangga (URT). Pangan yang dicatat
meliputi: nama masakan atau makanan, porsi masakan dalam
URT, bahan makanan dalam URT, serta jika memungkinan
informasi harga per porsinya. Metode ini dilakukan dengan
cara wawancara pada responden secara efektif dan dicatat
lengkap di dalam formulir food recall yang sudah tersedia.
Alat atau instrumen yang dapat digunakan untuk membantu
proses wawancara food recall 24 jam ini adalah objek URT
seperti ukuran piring makan, centong nasi, sendok makan,
sendok sayur, gelas, cangkir dan lain-lain. Ataupun dengan
menggunakan food model atau gambar foto pangan yang di
dalamnya terdapat gambaran jenis dan porsi dalam URT
(Sirajuddin et.al., 2018).
14

Setelah melakukan pengambilan data asupan makanan dengan


metode food recall 24 jam maka untuk mengetahui jumlah
asupan zat gizi dilanjutkan dengan menganalisis atau
menghitung jumlah asupan zat gizi. Penghitungan asupan zat
gizi tersebut dapat dilakukan secara manual ataupun
komputerisasi. Jika penghitungan asupan zat gizi dilakukan
secara manual, maka digunakan daftar komposisi bahan
makanan (DKBM) dan tabel konsumsi pangan Indonesia
(TKPI). Sedangkan secara komputerisasi menggunakan
software analisis nilai gizi seperti Nutrisurvey dan Food
Processor. Selanjutnya, lakukan penilaian apakah jumlah
asupan tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan atau tidak, hal
tersebut dinamakan evaluasi asupan. Salah satu cara evaluasi
asupan adalah dengan menggunakan Angka Kecukupan Gizi
(AKG) (Sirajuddin et.al., 2018).

Angka kecukupan gizi adalah kecukupan rata-rata zat gizi


setiap hari menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran
tubuh daan aktifitas untuk mencapai derajat kesehatan yang
optimal. AKG yang digunakan adalah menurut Kementerian
Kesehatan tahun 2019 melalui Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2019 tentang Angka
Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Untuk Masyarakat
Indonesia. AKG digunakan pada tingkat konsumsi yang
meliputi kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat, serat,
air, vitamin, dan mineral. Pada penelitian ini yang dianalisis
hanya kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat. Adapun
langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menilai tingkat
asupan individu dengan menggunakan AKG yang dikoreksi
dengan berat badan adalah sebagai berikut (Sirajuddin et.al.,
2018).

BB Aktual
AKG koreksi = x AKG
BB dalam AKG sesuai kelompok umur
15

Asupan Zat Gizi


Tingkat Kecukupan Gizi = x 100%
AKG Koreksi

Setelah semua angka kecukupan gizi diketahui langkah


selanjutnya adalah menginterpretasikan dengan menggunakan
cut off pemenuhan zat gizi menurut Depkes (1996)
(Nurhadiyati et.al 2017).

Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi-energi, protein, lemak, karbohidrat anak usia
6-72 bulan (Kemenkes, 2019).
Berat Tinggi Karbo-
Kelompok Energi Protein
Badan Badan Lemak (g) hidrat
Umur (kkal) (g)
(kg) (cm) (g)
6–11 bulan 9 72 800 15 35 105
1 – 3 tahun 13 92 1350 20 45 215
4 – 6 tahun 19 113 1400 25 50 220

Tabel 2.2 Cut-off point tingkat kecukupan zat gizi makronutrien Depkes tahun
1996 (Nurhadiyati et.al, 2017).
Klasifikasi Derajat Tingkat Kecukupan (%)
Defisit Tingkat Berat < 70
Defisit Tingkat Sedang 70 – 79
Defisit Tingkat Ringan 80 – 89
Normal 90 – 119
Berlebih > 120

2.1.5. Jenis Parameter dan Pengukuran Gizi


Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain umur,
berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar
dada, lingkar pinggul dan tebal lemak dibawah kulit, parameter tersebut
kemudia diukur dan disesuaikan dengan unit standar deviasi atau Z-
score milik WHO (Yogi, 2017).
2.1.5.1. Umur (U), umur sangat memegang peranan penting dalam
penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan
interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat
badan dan tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila
tidak dengan penentuan umur yang tepat.
16

2.1.5.2. Berat Badan (BB), digunakan karena hanya memerlukan satu


pengukuran saja tergantung pada penetapan umur, tetapi
kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan
situasi gizi dari waktu ke waktu.
2.1.5.3. Indeks BB/U, dikarenakan karateristik berat badan yang labil,
maka penggunaan indeks BB/U menggambarkan status gizi
seseorang saat ini.
Kelebihan dalam menggunakan indeks BB/U sebagai
parameter, yaitu :
a. Dapat dengan mudah dan cepat dimengerti oleh
masyarakat umum.
b. Sensitif untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka
waktu pendek.
c. Dapat mendeteksi kegemukan.
Selain memiliki kelebihan, indeks BB/U juga memiliki
beberapa kelemahan yaitu:
a. Dapat terjadi interprestasi yang salah apabila terdapat
pembengkakan/edema, atau asites.
b. Sulitnya diperoleh data umur yang akurat terutama di
negara-negara berkembang.
c. Dapat terjadi kesalahan pengukuran akibat pengaruh
pakaian atau gerakan saat penimbangan.
d. Faktor sosial budaya akan mempengaruhi orang tua untuk
tidak menimbangkan anaknya.
2.1.5.4. Tinggi Badan (TB), alat ukur yang digunakan untuk mengukur
tinggi badan harus mempunyai ketelitian 0,1 cm. Anak yang
berusia 0–2 tahun diukur dengan ukuran panjang badan,
sedangkan anak berusia lebih 2 tahun dengan menggunakan
mikrotois. Penggunaan tinggi badan dan berat badan akan
lebih jelas dan sensitif atau peka dalam menunjukkan keadaan
gizi kurang bila dibandingkan dengan penggunaan BB/U.
17

Dinyatakan dalam BB/TB, menurut standart WHO bila


prevalensi kurus atau wasting ≤ 2 SD diatas 10% menunjukkan
suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat
serius dan berhubungan langsung dengan angka kesakitan.

2.1.6. Standart Deviasi Unit (SD) atau Z-Score


Unit standart devisiasi atau juga z-score. WHO menyarankan
menggunakan cara ini untuk meneliti dan untuk memantau
pertumbuhan.
a. 1 SD unit (1 Z-Score) ± sama dengan 11% dari median BB/U
b. 1 SD unit (1 Z-Score) kira-kira 10% dari median BB/TB
c. 1 SD unit (1 Z-Score) kira-kira 5% dari median TB/U
Waterlow juga merekomendasikan penggunaan SD untuk menyatakan
pemantauan pertumbuhan (Growth Monitoring).
Klasifikasi status gizi harus didasarkan atas ukuran baku (standar
reference) dan terdapat batasan-batasan yang disebut ambang batas.
Baku antropometri yang kali ini peneliti gunakan adalah berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 2 Tahun 2020 standar
antropometri anak yang mana perbaruan dari standar antropometri
penilaian status gizi anak Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1995/Menkes/SK/XII/2010, Indeks Antropometri sesuai dengan
kategori status gizi pada WHO Child Growth Standards untuk anak usia
0-5 tahun. Umur yang digunakan pada standar ini merupakan umur
yang dihitung dalam bulan penuh. Berikut tabel indeks kategori status
gizi dengan anak usia 0–60 bulan (Kemenkes RI, 2020).
18

Tabel 2.3 Indeks kategori status gizi anak usia 0–60 bulan (Kemenkes RI, 2020)
Indeks Kategori Status Gizi Z-Score
BB/U BB sangat kurang <-3 SD
(severely underweight)
BB kurang (underweight) -3 SD s/d <-2 SD
BB normal -2 SD s/d 1 SD
Risiko BB lebih > 1 SD
PB(TB)/U Sangat pendek (severely stunted) <-3 SD
Pendek (stunted) -3 SD s/d <-2 SD
Normal -2 SD s/d 3 SD
Tinggi > 3 SD
Gizi buruk (severely wasted) <-3 SD
Gizi kurang (wasted) -3 SD s/d <-2 SD
BB/PB(TB) Gizi baik (normal) -2 SD s/d 2 SD
Gizi lebih (overweight) > 2 SD s/d 3 SD
Obesitas (obese) > 3 SD

2.2. Konsep Dasar Pola Asuh


2.2.1. Definisi Pola Asuh
Secara harfiah, istilah pola asuh terdiri dari dua suku kata, yaitu pola
dan asuh. Pola adalah model dan istilah sedangkan asuh diartikan
menjaga, merawat dan mendidik anak atau diartikan memimpin,
membina, melatih anak supaya bisa mandiri dan berdiri sendiri. Di
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, terdiri dari dua kata pula, yaitu
pola mengartikan bentuk, struktur, corak, sistem yang tetap sedangkan
asuh mengartikan menjaga, membimbing, dan memimpin satu badan
atau lembaga atau segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan,
perawatan dukungan dan bantuan.

Menurut Sugiyanto (2015), pola asuh merupakan sikap dan perilaku


orang tua dalam berinteraksi dengan anak, sikap dan perilaku orang tua
tersebut dapat dilihat dari cara orang tua menanamkan disiplin pada
anak, memengaruhi emosi dan cara orang tua dalam mengontrol anak.
Menurut Yusiana M (2012), pola asuh merupakan pola interaksi antara
orang tua dan anak, yaitu bagaimana cara sikap atau perilaku orang tua
saat berinteraksi dengan anak, termasuk cara penerapan aturan,
mengajarkan nilai atau norma, memberikan perhatian dan kasih sayang
serta menunjukkan sikap dan perilaku baik sehingga dijadikan panutan
bagi anaknya (Manumbalang et al, 2017).
19

Secara tidak langsung seperti yang dikatakan oleh Munawaroh (2015),


pola asuh mempengaruhi status gizi karena pertumbuhan dan
perkembangan anak tidak hanya dari asupan nutrisi akan tetapi kasih
sayang, perhatian, kenyamanan dan pola asuh yang baik juga membuat
anak akan bisa tumbuh dengan baik. Adanya hubungan pola asuh
dengan status gizi dikarenakan pengasuhan berarti merawat dan
mendidik anak, serta membimbing menuju pertumbuhan kearah
kedewasaan dengan memberikan pendidikan, makanan dan sebagainya.
Pengasuhan merupakan faktor yang sangat erat kaitannya dengan
pertumbuhan dan perkembangan anak, dimana anak masih sangat
membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang cukup
memadai (Manumbalang et al, 2017).

2.2.2. Klasifikasi Pola Asuh


Berdasarkan hasil penelitian, Diana Baumrind mengusulkan untuk
mengklasifikasikan pengasuhan atau pemeliharaan yang diberikan
orang tua, didasarkan pada pertemuan dua dimensi, yaitu
demandingness (tuntutan) dan responsiveness (tanggapan atau
penerimaan) yang dia yakini keduanya sebagai dasar dari pola asuh
orang tua. Baumrind mengidentifikasi ada empat gaya pola asuh, yaitu
Authoritarian style (gaya otoriter), Permisive style (gaya
membolehkan), Authoritative style (gaya demokrasi), dan Uninvolved
style (gaya pengabaian) Terdapat perbedaan pada keempat pola asuh
tersebut untuk tipe pola asuh pemberian makan atau interaksi saat
makan (Feeding Type). Pada gaya demokratis, orang tua aktif
mendorong anak untuk makan tanpa menggunakan perintah dan
memberikan bimbingan pada anak dalam hal makan. Pada gaya
permisif, orang tua memberikan sedikit tuntutan untuk makan tetapi
tidak dalam bentuk perintah dan memberikan kebebasan pada anak
untuk memilih makanan. Pada gaya otoriter, orang tua memberikan
tuntutan makan yang tinggi, memerintah anak untuk makan, tetapi tidak
membimbing anak dalam hal makan. Pada gaya pengabaian, orang tua
20

sedikit memberikan tuntutan pada anak untuk makan dan tidak


mempedulikan makanan anak (Anisah, 2017).

Menurut Hurlock (1993) (dalam Berliana, 2019) berpendapat ada tiga


jenis pola asuh orang tua terhadap anaknya, yakni : 1) Pola Asuh
Otoriter, pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak dengan
aturan-aturan yang ketat, seringkali memaksa anak untuk berperilaku
seperti dirinya (orang tua), kebebasan untuk bertindak atas nama diri
sendiri dibatasi. 2) Pola Asuh Demokratis, pola asuh demokratis
ditandai dengan adanya pengakuan orang tua terhadap kemampuan
anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung pada orang
tua. 3) Pola Asuh Permisif, pola asuh ini ditandai dengan cara orang tua
mendidik anak yang cenderung bebas, anak dianggap sebagai orang
dewasa atau muda, ia diberi kelonggaran seluas-luasnya untuk
melakukan apa saja yang dikehendaki. Dari berbagai macam pola asuh
yang telah dijabarkan di atas, pada dasarnya terdapat tiga pola asuh
orang tua yang sering diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan
merupakan bentuk klasifikasi dalam penelitian ini. Hal ini sesuai
dengan beberapa penjelasan yang dikemukakan oleh beberapa ahli,
salah satunya menurut Hurlock. Pola asuh tersebut antara lain pola asuh
otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh permisif. Berikut
merupakan penjelasan lebih lanjut dari ketiga pola asuh tersebut, antara
lain:

2.2.2.1. Pola Asuh Otoriter, pola asuh otoriter adalah sentral artinya
segala ucapan, perkataan, maupun kehendak orang tua
dijadikan patokan (aturan) yang harus ditaati oleh anak-
anaknya. Supaya taat, orang tua tidak segan-segan menerapkan
hukuman yang keras kepada anak. Pola asuh otoriter
merupakan cara mendidik anak yang dilakukan orang tua
dengan menentukan sendiri aturan-aturan dan batasan-batasan
yang mutlak harus ditaati oleh anak tanpa kompromi dan
memperhitungkan keadaan anak. Orang tualah yang berkuasa
menentukan segala sesuatu untuk anak dan anak hanyalah
21

objek pelaksana saja. Jika anak membantah, orang tua tidak


segan-segan akan memberikan hukuman, biasanya
hukumannya berupa hukuman fisik. Sebagaimana yang
dipaparkan oleh Hurlock (dalam Berliana, 2019) bahwa: Pola
asuh yang bersifat otoriter ditandai dengan penggunaan
hukuman yang keras, lebih banyak menggunakan hukuman
badan, anak juga diatur segala keperluan dengan aturan yang
ketat dan masih tetap diberlakukan meskipun sudah menginjak
usia dewasa (Berliana, 2019).

Dalam hal pemberian makan, pola asuh otoriter menerapkan


peraturan kaku yang berlaku pada setiap acara makan. Bukan
hanya mengatur porsi dan waktu makan, orang tua otoriter
juga menyeleksi dengan ketat jenis makanan yang boleh
dimakan oleh anak, memantau perilaku makan anak, dan
membatasi berat badan anak. Anak hanya diizinkan
menyantap jenis makanan sehat atau jenis makanan apa pun
yang lolos seleksi orang tuanya. Selain itu, sama sekali tidak
diperbolehkan. Berdasarkan suatu penelitian, anak yang
diasuh dengan pola otoriter cenderung sangat baik dalam
mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan, sehingga gizi anak
pada usia prasekolah akan terpenuhi (Ventura & Birch, 2008).

Penerapan gaya pengasuhan otoriter berpotensi memunculkan


sejumlah kebiasaan berikut ini pada diri anak jadwal makan
yang waktunya selalu ditentukan oleh orang tua berpotensi
menghambat kemampuan anak untuk mengenali sinyal lapar
dan kenyang; kegiatan makan yang berada dalam suasana
penuh tekanan akan membuat anak cenderung memiliki berat
badan berlebih atau terlalu rendah; anak akan cenderung
makan berlebihan ketika suatu saat mendapatkan akses pada
jenis-jenis makanan yang biasanya dilarang; karena acara
makan tidak terasa menyenangkan, anak kurang antusias
terhadap makanan dan kegiatan makan; anak yang lebih kecil
22

juga akan cenderung menunjukkan perilaku rewel saat


mendekati waktu makan (Ventura & Birch, 2008).

2.2.2.2. Pola Asuh Demokratis, pola asuh demokratis adalah gabungan


antara pola asuh permisif dan otoriter dengan tujuan untuk
menyeimbangkan pemikiran, sikap dan tindakan antara anak
dan orang tua. Pola asuh demokratis merupakan suatu bentuk
pola asuh yang memperhatikan dan menghargai kebebasan
anak, namun kebebasan itu tidak mutlak, orang tua
memberikan bimbingan yang penuh pengertian kepada anak.
Pola asuh ini memberikan kebebasan kepada anak untuk
mengemukakan pendapat, melakukan apa yang diinginkannya
dengan tidak melewati batas-batas atau aturan-aturan yang
telah ditetapkan orang tua. Dalam pola asuh ini ditandai sikap
terbuka antara orang tua dengan anak. Mereka membuat
aturan-aturan yang telah disetujui bersama. Anak diberi
kebebasan untuk mengemukakan pendapat, perasaan dan
keinginannya. Jadi dalam pola asuh ini terdapat komunikasi
yang baik antara orang tua dengan anak (Berliana, 2019).

Menurut Baumrind dan Black (dalam Johnson et al., 2012)


menyebutkan orang tua dengan pola asuh demokratis
mempunyai hubungan akrab dengan anak-anaknya. Hubungan
orang tua terlihat hangat dan sering melakukan kegiatan secara
bersama-sama. Selain itu orang tua dalam mengarahkan
tingkah laku anak tidak menekankan pada kepatuhan yang
keras dan kaku. Namun, dengan memberikan pengertian dan
penjelasan yang logis terhadap anak. Orang tua bersikap
terbuka terhadap tuntutan dan pendapat yang dikemukakan
oleh anak serta mendiskusikan hal tersebut bersama-sama
(Johnson et al., 2012).

Walaupun orang tua yang menggunakan pola asuh ini


menginginkan kepatuhan dari anak, namun mereka tetap
23

menghargai kemandirian. Dalam hal pemberian makan, pola


asuh demokratis dikatakan sebagai pola asuh yang paling
seimbang karena orang tua menetukan menu makanan untuk
anaknya, akan tetapi orang tua tetap memberikan kesempatan
bagi anak memilih makanan. Orang tua dengan tipe pola asuh
yang demokratis selalu mendorong anaknya untuk makan
tanpa menggunakan perintah dan memberikan dukungan pada
anak. Pola asuh ini dikatakan paling baik dan sehat karena
orang tua mengontrol jenis makanan anak, mengontrol berat
badan anak, mengatur emosi anak saat makan, serta
mendorong anak untuk mengatur sendiri asupan makan
mereka namun tetap dalam pengawasan orang tua (Johnson et
al., 2012).

2.2.2.3. Pola Asuh Permisif, Pola asuh permisif ini orang tua justru
merasa tidak peduli dan cenderung memberi kesempatan
serta kebebasan secara luas kepada anaknya. Pola asuh
permisif ditandai dengan adanya kebebasan yang diberikan
kepada anak untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya
sendiri. Anak tidak tahu apakah perilakunya benar atau salah
karena orang tua tidak pernah membenarkan atau
menyalahkan anak. Akibatnya anak berperilaku sesuai
dengan keinginannya sendiri, tidak peduli apakah hal itu
sesuai dengan norma masyarakat atau tidak. Keadaan lain
pada pola asuh ini adalah anak-anak bebas bertindak dan
berbuat. Jadi pola asuh permisif yaitu orang tua serba
membolehkan anak berbuat apa saja. Orang tua
membebaskan anak untuk berperilaku sesuai dengan
keinginannya sendiri. Orang tua memiliki kehangatan dan
menerima apa adanya. Kehangatan, cenderung memanjakan,
dituruti keinginannya. Sedangkan menerima apa adanya
akan cenderung memberikan kebebasan kepada anak untuk
berbuat apa saja (Berliana, 2019).
24

Dalam hal pemberian makan orang tua yang menerapkan


pola asuh permisif tak punya aturan yang jelas mengenai
kegiatan makan. Jadwal makan serta jenis makanan yang
hendak dikonsumsi sepenuhnya berada dalam kendali anak.
Selain kebebasan dalam mengatur jadwal makan, anak juga
memegang kendali penuh dalam menentukan pilihan menu.
Jika anak tidak ingin mengkonsumsi nasi dan lauk pauk yang
tersedia di atas meja, maka orang tua siap menawarkan
sejumlah alternatif makanan lain yang terkadang melibatkan
jenis makanan instan. Orang tua permisif juga sering kali
membolehkan anaknya ngemil makanan ringan hingga
kenyang menjelang waktu makan. Kebiasaan inilah yang
sering kali mengakibatkan anak memundurkan atau bahkan
melewatkan jadwal makan. Pada pola asuh permisif,
makanan sehat maupun tidak sehat dipilih sesuai dengan
keinginan anak, sehingga kontrol terhadap status gizi anak
dikendalikan oleh anak tersebut. Penerapan pola asuh ini
juga berpotensi memunculkan kebebasan memilih jenis
makanan sendiri memang akan membuat anak lebih
bersemangat di saat makan (Haszard, 2013).

2.2.3. Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh


2.2.3.1. Jenis Pola Asuh Orang Tua Sebelumnya
Orangtua merasa bahwa pola asuh yang mereka terima
sebelumnya dapat membentuk individu yang baik, maka
mereka akan menerapkan jenis pola asuh yang sama terhadap
anaknya. Akan tetapi apabila pola asuh yang diterima
sebelumnya oleh orangtua dirasakan tidak tepat, mereka akan
menerapkan pola asuh yang berbeda terhadap anaknya (Sari,
2019).
25

2.3.2.2. Pendidikan Orang Tua


Pendidikan merupakan proses dimana seseorang
mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk
tingkah laku lainnya di dalam masyarakat dimana ia tinggal
dan sangat berpengaruh terhadap pola asuh mereka. Semakin
rendah pendidikan orangtuanya, maka semakin besar
kemungkinan orangtua pelantaran (neglectful). Semakin tinggi
tingkat pengetahuan orangtua tentang pengetahuan pola asuh
anak, maka semakin tinggi pula cara orangtua memahami
anaknya.

Tingkat pendidikan pada umumnya akan berpengaruh pada


tingkat kemampuan untuk menerima informasi juga cenderung
dari penduduk yang berpendidikan lebih tinggi akan lebih
mudah untuk diajak berkonsultasi. Semakin tinggi tingkat
pendidikan orangtua semakin baik pertumbuhan anaknya.
Orang tua dengan tingkat pendidikan yang baik dapat
menerima segala informasi dari luar dengan bijak terutama
tentang cara pengasuhan anak yang baik, menjaga kesehatan
anaknya, pendidikannya, dan sebagainya. Begitu juga
sebaliknya, hal ini mungkin disebabkan rendahnya tingkat
pendidikan orangtua berdampak pada penghasilan yang
rendah dan asuhan serta perhatian terhadap anak yang kurang
optimal (Sari, 2019).

2.2.3.3. Status Ekonomi


Orangtua dengan ekonomi yang tinggi cenderung lebih
memfasilitasi anak-anaknya, dan fasilitas tersebut akan
berpengaruh terhadap kepribadian sang anak. Sementara
orangtua dengan status ekonomi yang rendah cenderung lebih
keras kepada anak dan ingin mengajarkan anak untuk
bersyukur dengan terbatasnya fasilitas yang ada. Menurut
Supariasa (2012), bahwa rendahnya pendapatan keluarga
26

menyebabkan kebutuhan yang mendasar sering kali tidak bisa


terpenuhi, dimana golongan ekonomi rendah lebih banyak
menderita gizi kurang dibanding dengan golongan ekonomi
menengah keatas. Selain itu, status ekonomi rendah
berhubungan dengan kemampuan dalam menyediakan
makanan yang bergizi, tingkat pendidikan ibu yang rendah,
tingkat stress yang tinggi dan stimulasi yang tidak adekuat di
rumah (Sari, 2019).
2.2.3.4. Lingkungan Sosial
Interaksi orangtua dengan lingkungan sosialnya berpengaruh
terhadap pola asuh. Orangtua yang berada di lingkungan sosial
yang baik akan mengasuh dengan cara yang baik pula.
Lingkungan tempat tinggal memengaruhi cara orangtua dalam
penerapan pola asuh terhadap anaknya. Hal tersebut dapat
dilihat jika suatu keluarga tinggal di kota besar, kemungkinan
besar orangtua akan banyak mengontrol anak karena rasa
khawatir. Sedangkan keluarga yang tinggal di daerah
pedesaan, kemungkinan orangtua tidak begitu khawatir
terhadap anaknya. Norma yang dianut dalam kehidupan
sehari-hari sangat dipengaruhi faktor lingkungan yang
nantinya akan mengembangkan suatu gaya hidup. Gaya hidup
masyarakat di desa dan di kota besar memiliki berbagai macam
perbedaan dan cara yang berbeda pula dalam interaksi serta
hubungan orangtua dan anak. Sehingga nantinya hal tersebut
juga mempengaruhi pola asuh yang diterapkan orangtua
terhadap anak (Sari, 2019).
2.2.3.5. Usia Orangtua
Pasangan orangtua yang masih muda cenderung lebih
demokratis dan permisif dalam menerapkan pola asuh kepada
anak-anaknya. Pasangan dengan usia yang lebih tua cenderung
lebih keras dalam memberikan pengasuhan kepada anak-
anaknya, dimana orangtua lebih dominan dalam mengambil
27

keputusan dan pendidikan kepada anak-anak mereka.


Sedangkan menurut secara fisik dan mental, perempuan yang
menikah pada usia di bawah 20 tahun belum siap untuk hamil
dan melahirkan. Rahim ibu dengan usia 35 tahun akan lebih
sering menghadapi kesulitan selama kehamilan dan pada saat
melahirkan serta akan mempengaruhi kelangsungan hidupnya
(Sari, 2019).

2.2.4. Dampak Pola Asuh


Keadaan gizi meliputi proses penyediaan dan penggunaan gizi untuk
pertumbuhan, perkembangan, pemeliharaan dan aktivitas. Masalah gizi
yang merupakan masalah kesehatan masyarakat, dipengaruhi beberapa
faktor antara lain: penyakit infeksi, konsumsi makanan, tingkat
pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan ibu,
tingkat pengetahuan ibu tentang gizi, pelayanan kesehatan, pendapatan
keluarga, budaya pantang makanan, dan pola asuh gizi. Selain itu status
gizi juga dapat dipengaruhi oleh praktek pola asuh gizi yang dilakukan
dalam rumah tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan
perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk kelangsungan hidup,
pertumbuhan dan perkembangan anak. Salah satu aspek kunci dalam
pola asuh gizi adalah praktek penyusuan dan pemberian makanan
pendamping ASI (MP-ASI). Lebih lanjut praktek penyusuan dapat
meliputi pemberian makanan prelaktal, kolostrum, menyusui secara
eksklusif dan proses penyapihan. Praktek pola asuh gizi dalam rumah
tangga biasanya berhubungan erat dengan faktor pendapatan keluarga,
tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu (Yogi, 2017).

Menurut Suhardjo (2008) anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga


miskin adalah paling rawan terhadap kurang gizi diantara seluruh
anggota keluarga lainnya dan anak yang kecil biasanya paling
terpengaruh oleh kurang pangan. Sebab dengan bertambahnya jumlah
anggota keluarga maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak
orang tua yang tidak menyadari bahwa anak-anak yang sangat muda
28

perlu zat gizi yang relatif lebih banyak dari pada anak-anak yang lebih
tua (Yogi, 2017).

Dengan demikian anak-anak yang lebih muda mungkin tidak diberi


cukup makanan yang memenuhi kebutuhan gizi. Keadaan diatas akan
lebih buruk jika ibu balita memiliki perilaku pola asuh yang kurang baik
dalam hal penyusuan, pemberian MP-ASI serta pembagian makanan
dalam keluarga. Pola asuh yang berhubungan dengan perilaku
kesehatan setiap hari, mempunyai pengaruh terhadap kesakitan anak
selain struktur keluarga. Pada umumnya perilaku ini dipengaruhi oleh
pendidikan dan pengetahuan gizi yang dimiliki ibu. Contoh dalam
keadaan anak sakit. Dalam keadaan tersebut tentunya reaksi ibu akan
berbeda-beda. Hal ini dapat terjadi juga jika jarak antara anak pertama
dengan anak kedua kurang dari 2 tahun, maka perhatian ibu terhadap
pemeliharaan atau pengasuhan anak yang pertama akan dapat
berkurang sctelah kehadiran anak berikutnya, padahal anak tersebut
masih memerlukan perawatan khusus (Yogi, 2017).
29

2.3. Kerangka Teori

Status Gizi

Penyebab
Asupan Makanan Penyakit Infeksi
Langsung

Penyebab
Sanitasi
Ketersediaan Pola asuh ibu Tidak
Lingkungan/air Langsung
makanan di dan anak bersih &Yankes
rumah

Dimensi Pola Asuh

Demokratis Otoriter Permisif

Faktor tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan Masalah Utama

Akar Masalah
Tingkat ekonomi, sosial, dan politik Nasional

Gambar 2.4 Kerangka teori hubungan pola asuh dengan status gizi anak
7–59 bulan (diadaptasi dari UNICEF, 1998; Hurlock, 1993).

Keterangan :
Variabel yang tidak diteliti

Variabel yang diteliti


30

2.4. Kerangka Konsep


Variabel bebas Variabel terikat

Asupan
Makanan Status Gizi Anak 7 – 59
Pola Asuh
Bulan
Variabel Antara

Gambar 2.5 Kerangka Konsep.

2.5. Hipotesis
H0 : tidak terdapat hubungan pola asuh dan asupan makanan dengan status gizi
anak 7–59 bulan di wilayah kerja puskesmas Kemiling Kota Bandar
Lampung

H1 : terdapat hubungan pola asuh dan asupan makanan dengan status gizi anak
7–59 bulan di wilayah kerja puskesmas Kemiling Kota Bandar Lampung
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional dimana variabel
pola asuh, asupan makanan, dan status gizi anak usia 7–59 bulan yang diteliti
dalam satu waktu.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1. Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kemiling yang
terdiri dari empat kelurahan dengan 28 posyandu di dalamnya.
3.2.2. Waktu
Pengambilan data dilakukan pada bulan Januari – Februari 2022.

3.3. Populasi dan Sampel


3.3.1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu dan balita yang mempunyai
anak berusia 7–59 bulan di Puskesmas Kemiling Kota Bandar Lampung
yang berjumlah 2065.

3.3.2. Sampel

3.3.2.1. Kriteria Sampel

Sampel yang telah diikutsertakan sebagai responden penelitian


dengan mempertimbangkan beberapa kriteria, diantaranya :
32

1) Kriteria Inklusi
a) Ibu dengan anak usia 7-59 bulan yang datang ke
wilayah kerja Puskesmas Kemiling Bandar Lampung
b) Ibu dengan anak usia 7-59 bulan yang bersedia menjadi
responden penelitian dengan mengisi formulir
informed consent.
2) Kriteria Eksklusi
a) Anak dengan edema baik yang disebabkan oleh
malnutrisi ataupun edema anasarka akibat sindrom
nefrotik.
b) Anak yang mengalami penyakit infeksi (DHF, diare,
ataupun penyakit kronik seperti TB) dalam dua minggu
terakhir sehingga mengalami penurunan BB secara
signifikan.

3.3.2.2. Besar Sampel


Besar sampel dalam penelitian ini telah dihitung dengan
menggunakan rumus besar sampel deskriptif data kategorik,
yaitu:

𝑁
n = 1+𝑁(𝑑)2

n : besarnya sampel
N : besar populasi
d : tingkat signifikansi (0,1)

2065
n = 1+2065(0,1)2

174
=21,65 = 95,381 digenapkan jadi 96

Untuk menghindari adanya drop out pada penelitian maka


jumlah minimal sampel ditambahkan 4 sampel. Sehingga besar
sampel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 100 ibu dan
anak 7-59 bulan.
33

3.3.2.3. Teknik Pengambilan Sampel


Pada penelitian ini cara pengambilan sampel adalah
menggunakan probability sampling dengan teknik cluster
sampling, yaitu pengambilan sampel dengan menentukan sampel
berdasarkan dari perwakilan wilayah tertentu misalnya dari
wilayah yang luas sampai ke wilayah yang terkecil. Cluster akan
dibagi berdasarkan posyandu pada masing-masing kelurahan di
kecamatan Kemiling, yaitu 4 kelurahan dengan jumlah posyandu
28. Dari jumlah 28 posyandu pada wilayah kerja Puskesmas
Kemiling dilakukan pemilihan random untuk 1 posyandu pada
masing-masing kelurahan yang dipilih secara acak juga
sebelumnya dengan hasil sebagai berikut.

Tabel 3.1 Nama tempat dan jumlah sampel


No Kelurahan Posyandu Jumlah Balita
1. Kemiling Permai Kemuning 2 34
2. Sumberejo Kenanga 1 22
3. Kemiling Raya Boegenvil 1 19
4. Sumberjo Sejahtera Anggrek 5 26
Total Sampel 101

3.4. Identifikasi Variabel

Variabel bebas (independent variable) merupakan variabel yang


mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel
dependen (terikat) yaitu pola asuh. Variabel terikat (dependent variable)
merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya
variabel independen (bebas) yaitu status gizi anak 7 – 59 bulan.
34

3.5. Definisi Operasional


Tabel 3.2 Definisi operasional

Definisi
Variabel Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
Karakteristik :
Umur Ibu Usia ibu yang Lembar Angket 0. 17-25 tahun Nominal
dihitung dari 1. 26-35 tahun
tanggal lahir 2. 36-45 tahun
sampai waktu 3. 46-55 tahun
pelaksanaan
penelitian yang
dinyatakan
dalam tahun
Pekerjaan Pekerjaan diluar Lembar Angket 0. Tidak bekerja Nominal
rumah yang 1. Bekerja
memberikan
penghasilan
sampai saat ini.
Pendidikan Pendidikan Lembar Angket 0. Dasar Ordinal
formal terakhir 1. Menengah
yang sudah 2. Tinggi
ditempuh
responden.
Pola Asuh Praktik Modifikasi 0. Permisif : X≥15 Ordinal
Makan pengasuhan Parenting Styles 1. Otoriter: X ≥ 24
yang diterapkan and Dimensions 2. Demokratis : X ≥45
oleh ibu Questionnaire (Berliana, 2019)
kepada anak (PSDQ)
berkaitan
dengan cara dan
situasi makan.
Asupan Jumlah Food Recall 0. Defisit berat Ordinal
makanan makanan yang 1x24 jam (<70%)
masuk ke dalam 1. Defisit sedang (70–
tubuh yang 79%)
dapat 2. Defisit ringan (80–
dibandingkan 89%)
dengan angka 3. Normal (90–119%)
kecukupan gizi. 4. Berlebih (>120%)
Dilihat dari segi (Depkes, 1996)
kecukupan
energi, protein,
karbohidrat, dan
lemak.
Status gizi 7 – Keadaan gizi KMS/timba 0. Gizi Buruk (Z score Ordinal
59 bulan balita yang ngan berat <-3 SD)
diukur dari berat badan dan 1. Gizi Kurang (Z
badan menurut microtoise score -3SD s/d -2
tinggi badan SD)
atau panjang 2. Gizi Baik (Z score -
badan (BB/TB) 2 SD s/d 1 SD)
3. Gizi Lebih (Z score
>2SD s/d 3 SD)
4. Obesitas (Z score >
3 SD)
(Kemenkes RI, 2020)
35

3.6. Prosedur Penelitian


3.6.1. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer.
Data sekunder dalam penelitian ini, yaitu meliputi status gizi anak 7–59
bulan di Puskesmas Kemiling. Data primer dalam penelitian ini
diperoleh langsung dari responden dengan menggunakan panduan
kuisioner penelitian serta hasil pengisian dan wawancara food recall
1x24 jam. Data yang dikumpulkan adalah identitas responden,
parameter status gizi anak 7–59 bulan, formulir food recall 1x24 jam
dan kuisioner pola asuh. Pengambilan sampel pada penelitian ini
dilakukan dengan cara :
1) Mendapatkan data anak 7–59 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Kemiling dari pihak puskesmas kemudian melakukan kunjungan
ke posyandu yang sudah ditentukan jadwalnya oleh pihak
puskesmas sebelumnya.
2) Kemudian melakukan pengukuran ulang (berat badan, tinggi badan
dan umur)
3) Selanjutnya mengklarifikasi kembali kriteria eksklusi anak usia 7-
59 bulan tersebut.
4) Memberikan angket kuesioner kepada responden yang berisi data
identitas, formulir persetujuan, kuesioner pola asuh, serta tabel
formulir food recall 1x24 jam disertai dengan wawancara yang
efektif dan efisien.
3.6.2. Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan instrumen pengumpulan data berupa
angket dan kuisioner PSDQ yang diberikan kepada ibu anak usia 7-59
bulan.
1. Register data pantauan status gizi Puskesmas Kemiling Kota Bandar
Lampung
2. Angket untuk mengkaji karakteristik berisi umur, pendidikan ibu,
pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, dan jenis pola asuh.
3. Kuisioner pola asuh dengan penilaian menggunakan skala likert.
36

3.7. Diagram Alur Penelitian

Pre-survey

Mengurus Ethical Clearance

Pengambilan data sekunder

Penentuan sampel

Informed consent

Pengambilan data primer dengan kuesioner

Pencatatan dan entry data

Pelaporan

Hasil dan Kesimpulan


Gambar 3.1 Diagram alur penelitian.
37

3.8. Analisis Data


Data pada penelitian ini dianalisis dengan software pengolah data statistika,
yaitu SPSS. Analisis data dilakukan menggunakan program perangkat lunak
dengan derajat kepercayaan 95% (α = 0,05).

a. Analisis Univariat
Analisa univariat yaitu analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel dari
hasil penelitian dengan mencari distribusi dan persentase hasil penelitian
(Notoadmodjo, 2012). Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel. Data yang
dianalisis, yaitu usia ibu, pekerjaan ibu, pola asuh, status gizi anak 7–59
bulan, pendidikan serta pendapatan orang tua yang disajikan dalam bentuk
tabel. Data distribusi frekuensi akan di analisa dengan rumus presentase :
𝑓
P = 𝑁 x 100%

Keterangan :
P = Presentase yang dicari
f = frekuensi
N = jumlah
Berikut dibawah ini merupakan pembagian klasifikasi pola asuh yang
digunakan dalam PSDQ per item nomor soal.

Tabel 3.3 Blue print Kuesioner PSDQ


Dimensi Faktor Item Total
Demokrasi Dimensi hubungan (Kehangatan 7, 1,12, 14,26 25 6
dan dukungan)
Dimensi peraturan 24, 28, 11, 5 4
(alasan/induksi)
Dimensi pemberian (partisipasi 20, 9, 21, 3, 18 5
kebebasan)
Otoriter Dimensi pemaksaan fisik 2, 6 2
Dimensi kemarahan verbal 16,13,22,27 4
Tanpa alasan/dimensi hukuman 10,4 2
Permisif Dimensi memanjakan/ indulgent 19,17,15, 8, 23 5
Total Pertanyaan 28
38

b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Chi-
Square (x2) untuk melihat dan mengetahui ada tidaknya hubungan pola
asuh ibu dengan status gizi balita.
Uji statistik Chi-Square menggunakan rumus :

2
(𝒇𝒐 − 𝒇𝒉)𝟐
𝑥 = 𝞢
𝒇𝒉
Keterangan :
x2 = chi square
fo = frekuensi observasi
fh = frekuensi harapan
Syarat uji chi square adalah (Heryana, 2020):
a. Tidak ada sel yang nilai observed yang bernilai nol
b. Sel yang mempunyai nilai expected kurang dari 5, maksimal 20% dari
jumlah sel.
Jika syarat uji chi square tidak terpenuhi, maka dipakai uji alternatifnya
(Dahlan, 2014).
a. Alternatif uji chi square untuk tabel 2x2 adalah uji Fisher.
b. Alternatif uji chi square untuk tabel 2xK adalah uji Mann-Whitney
c. Alternatif uji chi square untuk tabel BxK adalah uji Kruskal-Wallis
c. Penggabungan sel adalah langkah alternatif uji chi square untuk tabel
selain 2 x 2 dan 2 x K sehingga terbentuk suatu tabel B kali K yang baru.
Setelah dilakukan penggabungan sel, uji hipotesis dipilih sesuai dengan
tabel B kali K yang baru tersebut.

3.9. Etika Penelitian


Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan komisi etik fakultas Kedokteran
Universitas Lampung dengan nomor 787/UN26.18/PP.05.02.00/2022.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat mengenai hubungan pola asuh
dengan status gizi anak 7–59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kemiling Kota
Bandar Lampung, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Karakteristik ibu sebagai responden pada kategori umur sebagian besar 71


orang (70,3%) masuk dalam kategori umur 26-35 tahun, untuk kategori
pekerjaan sebagian besar 88 orang (87,1%) ibu tidak bekerja, dan untuk
kategori pendidikan terakhir sebagian besar berada di tingkat menengah
sebanyak 73 orang (72,3%) yang dibagi menjadi tingkat SMP dan
SMA/SMK.
2. Pola asuh pada sebagian besar responden berada pada kategori demokratis,
yaitu sebanyak 75 orang responden (74,3%), selain itu terdapat 17 orang
responden (16,8%) memiliki pola asuh otoriter, dan terdapat 9 orang
responden (8,9%) memiliki pola asuh permisif.
3. Asupan makanan sebagian besar responden berada pada kategori normal,
yaitu sebanyak 62 orang (61,4%), selain itu terdapat 21 orang (20,8%)
memiliki tingkat asupan makanan berlebih, terdapat 11 orang (10,9%)
memiliki memiliki tingkat asupan makanan defisit ringan, terdapat 7 orang
(6,9%) memiliki tingkat asupan makanan defisit sedang.
4. Status gizi sebagian besar responden berada pada kategori status gizi baik,
yaitu sebanyak 81 orang anak (80,2%), selain itu terdapat 10 orang anak
(9,9%) memiliki status gizi lebih, terdapat 6 orang anak (5,9%) memiliki
status gizi kurang, dan terdapat 4 orang anak (4%) memiliki status obesitas.
57

5. Terdapat hubungan yang bermakna antara pola asuh (p-value = 0,001) dan
asupan makanan (p-value = 0,003) dengan status gizi anak 7–59 bulan di
wilayah kerja Puskesmas Kemiling Kota Bandar Lampung
6. Terdapat hubungan yang bermakna antara pola asuh (p-value = 0,009)
dengan asupan makanan anak 7–59 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Kemiling Kota Bandar Lampung.

5.2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian
adalah sebagai berikut:
1. Bagi Masyarakat
Diharapkan untuk orang tua terutama ibu anak 7–59 bulan atau balita dapat
menyadari bahwa pola asuh dan asupan makanan yang baik serta bergizi
seimbang dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anaknya
kelak.
2. Bagi Instansi Terkait
Diharapkan dapat melakukan sosialisasi dan penyuluhan bagaimana pola
asuh serta asupan makanan yang bergizi seimbang sehingga dapat
memengaruhi status gizi anak 7–59 bulan dan seterusnya.
3. Bagi Peneliti Lain
Diharapkan dapat menambahkan faktor lain seperti pendapatan keluarga,
penyakit infeksi pada anak serta pada food recall dilakukan selama 2x24
jam dan usahakan bukan hari berurut atau menambahkan metode survei
konsumsi pangan yang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Adrian M, & Kartika V. 2013. Pola asuh makan pada balita dengan status gizi
kurang di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan Tengah, Tahun
2011. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 16(2):185–193.

Agustina SA, & Rahmadhena MP. 2020. Analisis determinan masalah gizi
balita. Jurnal Kesehatan. 11(1): 008–014.

Aini VN. 2021. Hubungan asupan nutrisi dan tingkat pendidikan ibu dengan status
gizi balita [skripsi]. Jember: Universitas dr. Soebandi.

Alpin, A. 2021. Hubungan karakteristik ibu dengan status gizi buruk balita di
wilayah kerja Puskesmas Tawanga Kabupaten Konawe. Nursing Care
and Health Technology Journal (NCHAT). 1(2): 87–93.

Anggraeni LD, Toby YR, & Rasmada S. 2021. Analisis asupan zat gizi terhadap
status gizi balita. Faletehan Health Journal. 8(02): 92–101.

Anisah AS. 2017. Pola asuh orang tua dan implikasinya terhadap pembentukan
karakter anak. Jurnal Pendidikan UNIGA. 5(1):70–84.

Ayuningtyas A, Simbolon D, & Rizal A. 2018. Asupan zat gizi makro dan mikro
terhadap kejadian stunting pada balita. Jurnal Kesehatan. 9(3):445–450.

Berliana I. 2019. Hubungan pengetahuan dan pola asuh orang tua dengan pola
makan pada anak sindrom nefrotik. [skripsi]. Surabaya: Universitas
Airlangga.

Burnett AJ, Lamb KE, McCann J, Worsley A, Lacy KE. 2020. Parenting styles and
the dietary intake of pre-school children: a systematic review.
Psychology & Health. 35(11): 1–20.

Dahlan MS. 2014. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan: Deskriptif. Bivariat,
dan Multivariat, Dilengkapi Aplikasi Menggunakan SPSS 6. Jakarta:
Epidemiologi Indonesia.
59

Fajriani F, Aritonang EY, & Nasution Z. 2020. Hubungan pengetahuan, sikap dan
tindakan gizi seimbang keluarga dengan status gizi anak balita usia 2-5
tahun. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat. 9(01):1–11.

Fianasari SO, Damayanti DS, & Indria DM. 2021. Analisa faktor pemberian asi
eksklusif dan pengetahuan ibu terhadap status gizi balita usia 0-6 bulan
di Kecamatan Pujon Kabupaten Malang. Jurnal Bio Komplementer
Medicine. 8(1).

Firman AN, & Mahmudiono T. 2018. Kurangnya asupan energi dan lemak yang
berhubungan dengan status gizi kurang pada balita usia 25-60 bulan. The
Indonesian Journal of Public Health. 13(1):48–58.

Fuadi N. 2010. Hubungan pola asuh ibu dengan status gizi balita usia 6-24 bulan di
wilayah kerja puskesmas Pattingalloang Kecamatan Ujung Tanah Kota
Makassar tahun 2010.

Gozali A. 2010. Hubungan antara status gizi dengan klasifikasi pneumonia pada
balita di Puskesmas Gilingan Kecamatan Banjarsari Surakarta.

Gusrianti G, Azkha N, & Bachtiar H. 2020. Analisis faktor yang berhubungan


dengan status gizi balita di kelurahan limau manis selatan wilayah kerja
Puskesmas Pauh Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 8(4).

Hasyim DI, & Sulistianingsih A. 2019. Analisis faktor yang berpengaruh pada
status gizi (BB/TB) balita. Jurnal Riset Kebidanan Indonesia. 3(1): 20–
26.

Haszard JJ. 2013. Parental feeding pactices in new zealand. A thesis Submitted for
the Degree of Doctor of Philosophy at the University of Otago. Dunedin,
New Zealand.

Izhar MD. 2017. Hubungan antara pengetahuan ibu dengan pola asuh makan
terhadap status gizi anak di Kota Jambi. Jurnal Kesmas Jambi. 1(2): 61–
75.

Jayanti EN. 2015. Hubungan antara pola asuh gizi dan konsumsi makanan dengan
kejadian stunting pada anak balita usia 6-24 bulan di wilayah kerja
Puskesmas Randuagung Kabupaten Lumajang Tahun 2014.

Johnson R, Welk G, Maurice P, Ihmels M. 2012. Parenting styles and home


obesogenic environments. International Journal of Environmental
Research and Public Health. 9:1411–1426.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2019 tentang Angka Kecukupan
Gizi yang Dianjurkan Untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
60

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Peraturan Menteri Kesehatan RI


No. 2 Tahun 2020 Standar Antropometri Anak. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

Khairunnisa CKC, & Ghinanda RS. 2022. Hubungan karakteristik ibu dengan status
gizi balita usia 6-24 bulan di Puskesmas Banda Sakti Tahun 2021. Jurnal
Pendidikan Tambusai. 6(1): 3436–3444.

Lestari P, Susetyowati S, & Sitaresmi MN. 2020. Perbedaan asupan makan balita
di perkotaan dan perdesaan pada provinsi dengan beban gizi
ganda. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 17(2): 79–86.

Lopez NV, Schembre S, Belcher BR, O'Connor S, Maher JP, Arbel R, et al. 2018.
Parenting styles, food-related parenting practices, and children's healthy
eating: A mediation analysis to examine relationships between parenting
and child diet. Appetite. 128: 205–213.

Manumbalang SP, Rompas S, dan Bataha YB. 2017. Hubungan pola asuh dengan
status gizi pada anak di taman kanak-kanak Kecamatan Pulutan
Kabupaten Talaud. e-journal Keperawatan. (5):2.

Marpaung RVP, Samodra YL, & Harjosuwarno SS. 2021. Hubungan pola asuh
terhadap status gizi pada anak TK di Kota Yogyakarta. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Media Husada. 10(1): 1–9.

Migang YW. 2021. Status gizi stunting terhadap tingkat perkembangan anak usia
balita. Prepotif: Jurnal Kesehatan Masyarakat. 5(1): 319–327.

Mustikasari A, Marsito M, & Ernawati E. 2019. Hubungan pola asuh orang tua
dengan kebiasaan memilih-milih makan (Picky Eater) pada anak
prasekolah di TK Aisyiyah I Gombong Kabupaten Kebumen. Proceeding
of The URECOL. 446-453.

Notoadmodjo. 2012. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Nurhidayati VA, Martianto D, & Sinaga T. 2017. Energi dan zat gizi dalam
penyelenggaraan makanan di Taman Kanak-kanak dan perbandingannya
terhadap subjek tanpa penyelenggaraan makanan. Jurnal Gizi dan
Pangan. 12(1): 69–78.

Paramashanti BA, & Sulistyawati S. 2019. Pengaruh integrasi intervensi gizi dan
stimulasi tumbuh kembang terhadap peningkatan berat badan dan
perkembangan balita kurus. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 15(1): 16–21.

Perempuan KP. 2019. Profil anak Indonesia 2019. Jakarta: Kementerian


Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).
61

Pratiwi A. 2011. Hubungan status gizi dengan keteraturan siklus menstruasi siswi
SMA Negeri 1 Mojolaban.

Pratiwi DP, & Dewanti L. 2020. Pentingnya pola asuh ibu terhadap asupan energi
dan protein pada balita dengan pendapatan keluarga rendah. Jurnal Gizi
Klinik Indonesia. 17(2): 70–78.

Pratiwi TD, Masrul M, & Yerizel E. 2016. Hubungan pola asuh ibu dengan status
gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Belimbing Kota Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas. 5(3): 73–76.

Putri MR. 2019. Hubungan pola asuh orangtua dengan status gizi pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Bulang Kota Batam. Jurnal Bidan Komunitas.
2(2): 96–106.

Rapar VL, Rompas S, & Ismanto AY. 2014. Hubungan pola asuh ibu dengan status
gizi balita di wilayah kerja puskesmas ranotana weru kecamatan wanea
kota manado. Jurnal Keperawatan. 2(2).

Riany YE, Cuskelly M, & Meredith P. 2018. Psychometric properties of parenting


measures in Indonesia. Makara Human Behavior Studies In Asia. 22(2):
75–90.

Risnawaty W, Agustina A, & Suryadi D. Pengujian reliabilitas alat ukur The


Parenting Styles And Dimension Questionnaire (PSDQ). Jurnal Muara
Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni. 5(1): 233–240.

Rofiqoh S, Widyastuti W, Pratiwi YS, & Lianasari F. 2021. Pola asuh pemberian
makan balita gizi kurang dan gizi buruk di Pekuncen Wiradesa
Pekalongan. Proceeding of The URECOL. 595–600.

Rohman MA, Ichsan B, Lestari N, & Agustina T. 2021. Status gizi dan usia ibu
mempengaruhi pemberian asi eksklusif. Proceeding Book National
Symposium and Workshop Continuing Medical Education XIV.

Rokhma F, Muniroh L, Nindya T. 2016. Hubungan tingkat kecukupan energi dan


zat gizi makro dengan status gizi siswi SMA di Pondok pesantren Al-
Izzah Kota batu. Jurnal Media Gizi Indonesia. 11(1):94–100.

Sa'Diyah H, Sari DL, & Nikmah AN. 2020. Hubungan antara pola asuh dengan
status gizi pada balita. Jurnal Mahasiswa Kesehatan. 1(2): 151–158.

Sari CO. 2019. Hubungan pola asuh ibu dengan kejadian stunting pada balita usia
25-59 bulan di wilayah kerja puskesmas Sentolo Kabupaten Kulonprogo
Yogyakarta tahun 2018. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
62

Sari VP. 2019. Hubungan pola asuh orang tua dengan status gizi balita di posyandu
kelurahan wirogunan kota yogyakarta [disertasi]. Yogyakarta:
Universitas' Aisyiyah Yogyakarta.

Septiawati D, Indriani Y, & Zuraida R. 2021. Tingkat konsumsi energi dan protein
dengan status gizi balita. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada. 10(2):
598–604.

Sirajuddin, Surmita, Astuti T. 2018. Survei konsumsi pangan. Jakarta: Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia

Sugianto OSC, & Setiawati EMM. 2015. Perbandingan tinggi badan dan rentang
tangan pada anak balita usia 1-5 tahun (Doctoral dissertation, Faculty of
Medicine).

Suharmanto S, Supriatna LD, Wardani DZSR, & Nadrati B. 2021. Kajian Status
Gizi Balita Berdasarkan Pola Asuh dan Dukungan Keluarga. Jurnal
Kesehatan. 12(1):10–16.

Sulistiani CH, & Ani LS. 2020. Gambaran status gizi anak berdasarkan pola makan
dan pola asuh di Sekolah Dasar Negeri 3 Batur. E-Jurnal Medika
Udayana. 9(7): 12–17.

Tarnoto T, & Wahtini S. 2014. Hubungan pola asuh dengan status gizi pada anak
usia 6-24 bulan di posyandu desa timbulharjo sewon bantul tahun 2014
[disertasi]. Yogyakarta:Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta.

Thamaria, Netty. 2017. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Trisyani K, Fara YD, & Mayasari AT. 2020. Hubungan faktor ibu dengan kejadian
stunting. Jurnal Maternitas Aisyah (JAMAN AISYAH). 1(3): 189–197.

United Nations Children's Fund .1991. Strategy for improved nutrition of children
and women in developing countries. 58(1):13–24.

Valensia ANGGIA, Rizal A, Jumiyati J, Yuliantini E, & Krisnasary A.


2021. Hubungan asupan zat gizi makro, energi dan zink dengan status
gizi berdasarkan indeks TB/U pada anak usia 12-59 bulan di wilayah
Puskesmas Kampung Bali Kota Bengkulu Tahun 2021 [skripsi].
Bengkulu: Poltekkes Kemenkes Bengkulu.

Ventura AK, Birch LL. 2008. Does parenting affect children’s eating and weight
status. International Journal of Behavioral Nutrition and Physical
Activity. 5:15.

Wandani ZSA, Sulistyowati E, & Indria DM. 2021. Pengaruh status pendidikan,
ekonomi, dan pola asuh orang tua terhadap status gizi anak balita di
63

Kecamatan Pujon Kabupaten Malang. Jurnal Kedokteran


Komunitas. 9(1).

Warso, Tria M, Daryanti, Menik S. 2017. Hubungan pola asuh ibu dengan status
gizi pada balita (0-59 bulan) di puskesmas jetis ii kabupaten bantul
[disertasi]. Yogyakarta:Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta.

World Health Organization, & Annex, B. 2020. Tables of health statistics by


country, WHO region and globally. World health statistics.

World Health Organization. 2008. Training course on child growth assessment who
child growth standards. Department of Nutrition for Health and
Development.

Yogi BK. 2017. Hubungan pola asuh ibu dengan status gizi balita di Rw VI
Kelurahan Manisrejo Kecamatan Taman Kota Madiun tahun 2017
[disertasi]. Madiun : STIKES Bhakti Husada Mulia.

Yuliyawati DK, Pangestuti DR, & Suyatno S. 2018. Hubungan pola pemberian mp-
asi dan pola asuh gizi dengan status gizi bayi usia 6-23 bulan, studi kasus
di Kelurahan Langensari, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten
Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (Undip). 6(5):342– 349.

Anda mungkin juga menyukai