2. Pencemaran Air
Polusi air dapat disebabkan oleh beberapa jenis pencemar sebagai
berikut: Pembuangan limbah industri, sisa insektisida, dan pembuangan
sampah domestik, misalnya, sisa detergen mencemari air. Buangan industri
seperti Pb, Hg, Zn, dan CO, dapat terakumulasi dan bersifat racun. Bila
terjadi pencemaran di air, maka terjadi akumulasi zat pencemar pada
tubuh organisme air. Akumulasi pencemar ini semakin meningkat pada
organisme pemangsa yang lebih besar. Sumber lainnya yaitu:
Bahan Anorganik: Timbal (Pb), arsenik (As), kadmium (Cd), merkuri
(Hg), kromium (Cr), nikel (Ni), kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan kobalt
(Co)
Bahan Kimia: Pewarna tekstil, pestisida, dan lain – lain
Bahan Organik: Berbentuk limbah yang dapat diuraikan oleh mikroba
yang akan memicu meningkatkan populasi mikroorganisme di dalam air
Cairan Berminyak
Dampaknya: Media penyebaran penyakit, Peningkatan alga dan eceng
gondok, Menurunkan kadar oksigen dalam air hingga mengganggu
organisme di perairan, Mengganggu pernapasan karena bau yang
menyengat.
Dengan adanya pembuangan limbah mengandung bahan kimia berbahaya
dapat merusak lingkungan yang ada di sekitar jika tidak dikelola secara
hati-hati yang dibahas pada buku Pencemaran Lingkungan.
3. Pencemaran Tanah
Pencemaran tanah Pencemaran tanah disebabkan oleh beberapa jenis
pencemaran berikut ini : Sampah-sampah plastik yang sukar hancur, botol,
karet sintesis, pecahan kaca, dan kaleng. Detergen yang bersifat non bio
degradable (secara alami sulit diuraikan). Zat kimia dari buangan
pertanian, misalnya insektisida. Sumber lainnya:
Bahan logam: mangan (Mn), besi (Fe), aluminium (Al), timbal (Pb),
merkuri (Hg), seng (Zn). asenik (As), dan lain – lain
Bahan kimia organik: pestisida (insektisida, herbisida, dan fungisida),
deterjen, dan sabun
Bahan pupuk anorganik: urea, TSP, ammonium sulfat, dan KCL
Zat radioaktif
Dampak: Pertanian, seperti peningkatan salinitas tanah dan penurunan
kesuburan tanah Bencana alam, seperti tanah longsor dan erosi hingga
Penyumbatan saluran air
4. Pencemaran Suara
Polusi suara disebabkan oleh suara bising kendaraan bermotor, kapal
terbang, deru mesin pabrik, radio/tape recorder yang berbunyi keras
sehingga mengganggu pendengaran. Pernah ada kasus warga yang merasa
terganggu dengan suara mesin boiler milik pabrik kelapa sawit.
Setiap hari mereka tidak bisa tidur nyenyak, terutama anak-anak karena
bising dari mesin itu. Menurut WHO, tingkat pencemaran didasarkan pada
kadar zat pencemar dan waktu (lamanya) kontak. Sumber pencemaran
suara diantaranya:
Percakapan pelan (20 – 30 dB)
Radio (50 – 6- dB)
Mesin pemotong rumput (60 – 80 dB)
Lalu lintas (60 – 90 dB)
Truk (90 – 100 dB)
Kendaraan bermotor (105 dB)
Pesawat terbang (90 – 120 dB)
Musik / beat music: 120 dB
Mesin jet: 140 dB
Roket (140 – 179 dB)
Tingkat pencemaran sendiri dibedakan menjadi 3, yaitu:
Pencemaran yang mulai mengakibatkan iritasi (gangguan) ringan pada
panca indra dan tubuh serta telah menimbulkan kerusakan pada
ekosistem lain. Misalnya gas buangan kendaraan bermotor yang
menyebabkan mata pedih.
Pencemaran yang sudah mengakibatkan reaksi pada faal tubuh dan
menyebabkan sakit yang kronis. Misalnya pencemaran Hg (air raksa) di
Minamata Jepang yang menyebabkan kanker dan lahirnya bayi cacat.
Pencemaran yang kadar zat-zat pencemarnya demikian besarnya
sehingga menimbulkan gangguan dan sakit atau kematian dalam
lingkungan. Misalnya pencemaran nuklir.
Contoh Kasus Pencemaran Lingkungan
Kasus pencemaran merkuri yang paling besar terjadi Teluk Minamata,
Jepang. Sebuah perusahaan yang memproduksi asam asetat membuang
limbang cairnya ke Teluk Minamata, salah satunya adalah methyl mercury
konsentrasi tinggi. Tragedi yang dikenal dengan Penyakit Minamata
(Minamata Disease) terjadi antara tahun 1932-1968. Teluk Minamata
merupakan daerah yang kaya sumber daya ikan dan kerang. Selama
bertahun-tahun, tidak ada yang menyadari bahwa ikan, kerang, dan
sumber daya laut lainnya dalam teluk tersebut telah terkontaminasi
merkuri.
Methyl mercury ini masuk ke dalam tubuh organisme laut baik secara
langsung dari air maupun mengikuti rantai makanan. Kemudian mencapai
konsentrasi yang tinggi pada daging kerang-kerangan, krustacea dan ikan
yang merupakan konsumsi sehari-hari bagi masyarakat Minamata. Akibat
adanya proses bioakumulasi dan biomagnifikasi, konsentrasi merkuri
dalam rambut beberapa pasien di rumah sakit Minamata mencapai lebih
500 ppm
Pada saat itu, setidaknya 50.000 orang yang terkena dampak dan lebih dari
2.000 kasus penyakit Minamata disertifikasi. Masyarakat Minamata yang
mengonsumsi makanan laut yang tercemar tersebut diidentifikasi terserang
penyakit syaraf, lumpuh, kehilangan indera perasa, bicara ngawur, dan
bahkan banyak yang meninggal dunia.
Di Indonesia, kasus pencemaran merkuri yang cukup serius juga pernah
terekspos di Teluk Buyat, Sulawesi Utara pada 2004. Perusahaan tambang
emas PT Newmont Minahasa Raya yang beroperasi di area Teluk Buyat
diduga telah membuang limbah tailing-nya ke ke dasar Teluk Minahasa
sehingga menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan masyarakat
yang serius. Sejumlah ikan mati mendadak dan menghilangnya beberapa
beberapa jenis ikan.
Merkuri atau yang juga dikenal dengan air raksa dapat menimbulkan
berbagai bahaya dan kematian pada makhluk hidup. Buku Merkuri dan
Keberadaannya hadir sebagai penambahan materi dan pemahaman para
pembacanya.
Selain itu, ditemukan sejumlah ikan memiliki benjolan semacam tumor dan
mengandung cairan kental berwarna hitam dan lendir berwarna kuning
keemasan. Fenomena yang sama juga ditemukan pada sejumlah penduduk
Buyat, di mana mereka memiliki benjol-benjol di leher, payudara, betis,
pergelangan, pantat dan kepala. Hasil penelitian WALHI (2004) menemukan
bahwa sejumlah konsentrasi logam berat (arsen, merkuri, antimon,
mangan) dan senyawa sianida pada sedimen di Teluk Buyat sudah tinggi.
Jika dibandingkan pada konsentrasi logam berat sebelum pembuangan
tailing (data dari studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan/AMDAL,
1994), konsentrasi merkuri di daerah dekat mulut pipa tailing di Teluk
Buyat meningkat hingga 10 kali lipat (data WALHI dan KLH, 2004).
Dampak Pencemaran Lingkungan
Dampak Pencemaran Lingkungan yang lebih terasa saat ini adalah
pemanasan global (global warming). Dimana suhu bumi meningkat yang
menyebabkan beberapa es di kutub utara mencair dan terjadinya kenaikan
permukaan air laut.
Pemekatan hayati juga merupakan salah satu dampak yang akan
ditimbulkan dari adanya pencemaran lingkungan.
Proses pemekatan hati ini dapat diartikan sebagai peningkatan kadar
bahan pencemar yang melalui tubuh makhluk hidup tertentu. Pemekatan
hayati ini juga disebut sebagai amnalgamasiasi. Sebagai contoh untuk
menggambarkan kasus ini adalah suatu perairan yang telah tercemar,
maka bahan pencemar yang ada di air tersebut akan menempel pada alga
yang hidup di wilayah perairan tersebut.
Ketika alga dimakan ikan- ikan kecil maka ikan kecil akan terkontaminasi
bahan pencemar. Ketika ikan-ikan kecil tersebut dimakan oleh ikan-ikan
besar, maka ikan besar juga akan mengandung berbagai bahan pencemar
yang dimiliki oleh ikan kecil. Dan ketika ikan-ikan besar ditangkap nelayan
dan dimakan oleh manusia, maka bakteri atau polutan tersebut akan
masuk ke dalam tubuh manusia melalui ikan-ikan besar tersebut.
Ketika manusia mengonsumsi beberapa makanan yang yang berupa hewan
atau tumbuhan yang telah terkontaminasi bahan pencemar, maka segala
kemungkinan buruk bisa terjadi. Beberapa kemungkinan buruk dari
mengonsumsi bahan makanan yang tercemar adalah keracunan atau
meninggal dunia. George Tyler Miller (1979) dalam bukunya yang berjudul
Living in The Environment menjelaskan bahwa akibat pencemaran
lingkungan terhadap kehidupan dikelompokkan ke dalam 6 tingkatan.
Adapun tingkatan tersebut adalah sebagai berikut.
Tingkatan 1: Gangguan estetika, misalnya bau
Tingkatan 2: Kerusakan properti, misalnya bahan logam menjadi
karatan
Tingkatan 3: Gangguan pada tumbuhan/hewan, misalnya penurunan
hasil pertanian
Tingkatan 4: Gangguan pada kesehatan manusia, misalnya penyakit
saluran pernapasan
Tingkatan 5: Kerusakan secara genetik dan reproduksi manusia
Tingkatan 6: Gangguan pada ekosistem secara luas, misalnya
perubahan iklim global