Anda di halaman 1dari 22

RPT1: Pd T-XX-TTTT- A

Rancangan 0

PEDOMAN
Bahan konstruksi bangunan dan rekayasa sipil

Tata Cara Pengelolaan


Sistem Monitoring Kekeringan
Daftar Isi

Daftar Isi i
Prakata ii
Pendahuluan iii
1. Ruang lingkup 1
2. Acuan Normatif 1
3. Istilah dan Definisi 1
3.1 Kekeringan 1
3.2 Kekeringan Meteorologi 1
3.3 Kekeringan Hidrologi 1
3.4 Zona Musim (ZOM) 1
3.5 SPI 1
3.6 Wilayah Sungai 1
3.7 TRMM 2
3.8 GPCC 2
3.9 Meteorologi 2
3.10 Monitoring atau Peringatan Dini (Monitoring or Early Warning) 2
3.11 Indeks Kekeringan 2
4. Persyaratan 2
5. Monitoring Kekeringan Meteorologi 2
5.1 Data Dasar 2
5.2 Metode Pengumpulan Data 2
5.3 Metode Screening Data 2
5.4 Pengisian Data Kosong 3
5.5 Data Hujan Realtime 3
5.6 Analisa Kekeringan Meteorologi 3
5.7 Pemetaan Indeks Kekeringan Meteorologi (SPI) 5
6. Monitoring Kekeringan Hidrologi 5
6.1 Analisis Kekeringan Hidrologi untuk Debit Aliran Sungai 5
6.2 Analisis Kekeringan Hidrologi untuk Danau dan Waduk 5
LAMPIRAN A 7
LAMPIRAN B 12
Daftar nama dan lembaga 14
Bibliografi 15

i
Prakata

Tata Cara Pengelolaan Sistem Monitoring Kekeringan ini disusun oleh Gugus Kerja Bidang
Hidrologi, Hidraulika, Lingkungan, Air Tanah, dan Air Baku pada Sub Pantek Sumber Daya
Air, yang berada di Bawah Panitia Teknik Konstruksi dan Bangunan Sipil, Kementerian
Pekerjaan Umum.

Penyusunan standar ini melalui proses pembahasan pada tingkat gugus kerja, prakonsensus
yang melibatkan para Nara Sumber dan Pakar dari berbagai instansi terkait, sedangkan
penulisannya mengacu kepada PSN 08:2007.

Dalam rangka mengantisipasi upaya mitigasi kekeringan, maka kegiatan monitoring


kekeringan sangat diperlukan. Monitoring kekeringan meteorologi meliputi berbagai tahapan
analisis sehingga menghasilkan informasi kekeringan meteorologi berupa peta kekeringan
bulanan, durasi, serta intensitas kekeringan. Tujuan utama buku pedoman ini adalah untuk
membantu pihak yang berwenang di daerah (provinsi dan kabupaten) untuk meningkatkan
kemampuan dalam pemetaan serta kajian terkait kekeringan khususnya kekeringan
meteorologi.
Pedoman ini fokus pada tata cara sistem monitoring kekeringan meteorology, sedangkan
unutk kekeringan hidrologi baru pada tahapan kajian awal.
Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan pedoman ini dan atau para
penulis atau penerbit diucapkan terima kasih.

ii
Pendahuluan

Meningkatnya frekuensi dan intensitas bencana kekeringan di Indonesia yang diakibatkan


oleh perubahan iklim yang menuntut para pengambil keputusan untuk bertindak terhadap
bencana kekeringan dapat dilakukan tindakan penanganan yang komprehensif, baik
tindakan antisipasi maupun penanganan bencana kekeringan yang sudah terjadi. Namun,
penanganan kekeringan sering terhambat akibat kurangnya informasi tingkat bencana
kekeringan. Keterbatasan informasi kekeringan tersebut akibat kurang handalnya monitoring
kekeringan sehingga tanpa disadari bencana kekeringan sudah terjadi.

Monitoring diperlukan untuk mengidentifikasi besaran dan waktu kekeringan dalam bentuk
indeks kekeringan yang siap pakai, untuk dijadikan dasar pemilihan jenis tindakan mitigasi
dalam satu tatanan Perencanaan Kekeringan.
Dengan adanya pedoman ini diharapkan dapat membantu para pengguna dan pihak
berwenang dalam menyusun suatu sistem monitoring kekeringan secara terstruktur di
wilayah masing-masing, sehingga informasi kekeringan yang disampaikan dapat lebih tertata
dan aplikatif.

iii
Pedoman Tata Cara Pengelolaan Sistem Monitoring Kekeringan

1 Ruang lingkup

Pedoman ini menetapkan tata cara pengelolaan sistem monitoring kekeringan. Pada
pedoman ini dijelaskan data yang diperlukan dan langkah-langkah perhitungan serta
contoh analisa kekeringan dalam suatu Wilayah Sungai.

2 Acuan Normatif

a. Pd T-22-2004-A Pengisian kekosongan data hujan dengan metode korelasi


distandardisasi nonlinier bertingkat
b. Pd T-02-2004-A Pedoman Perhitungan Indeks Kekeringan Menggunakan Teori
Run

3 Istilah dan definisi

3.1 ir
GPCC (Global Precipitation Climatology Centre) adalah sutu organisasi dibawah
naungan WMO untuk memantau dan menganalisis data hujan secara global pada
permukaan bumi berdasarkan data curah hujan lapangan.

3.2
Indeks Kekeringan adalah nilai tunggal yang menggambarkan tingkat keparahan
kekeringan.

3.3
kekeringan adalah periode kekurangan curah hujan yang bersifat alami, yang mencapai
satu musim atau lebih, sehingga menyebabkan dampak negatif pada mahluk hidup.

3.4
kekeringan meteorologi adalah kurangnya hujan dari suatu ambang batas pada periode
yang telah ditentukan.

3.5
kekeringan hidrologi adalah kekeringan yang berhubungan dengan akibat dari periode
kurangnya hujan terhadap ketersediaan air di sungai, waduk dan danau, serta air tanah.

3.6
Meteorologi adalah ilmu pengetahuan mengenai atmosfer bumi.

3.7
Sistem Peringatan Dini Kekeringan (Drought Early Warning System) adalah sistem
untuk memprediksi iklim dan kondisi ketersediaan air, untuk mendeteksi kemungkinan
adanya dan tingkat keparahan kekeringan yang akan terjadi.

4 dari 8
3.8
SPI (Standardized Precipitation Index) adalah indeks kekeringan sederhana yang
dihitung dari data hujan dalam kurun waktu yang panjang, yang dinormalkan pada skala
berbagai waktu.

3.9
TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission) adalah nama satelit yang mengukur
presipitasi di wilayah global tropis dengan jangkauan wilayah pengamatan 50 LU-50 LS
dan 180 BT-180 BB.

3.10
Wilayah Sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau
lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama
dengan 2.000 km2.

3.11
Zona Musim (ZOM) adalah daerah yang pola hujan rata-ratanya memiliki perbedaan
yang jelas antara periode musim kemarau dan periode musim hujan.

4 Persyaratan

Untuk analisa kekeringan diperlukan data hujan bulanan dengan panjang data minimal
30 tahun terakhir dari pos hujan lapangan (groundstations) dengan ketersediaan data
≥70%. Jika kurang dari persyaratan tersebut maka pos hujan tersebut dieliminasi. Setiap
data yang diambil dari sumber non pemerintah yang digunakan perlu disebutkan secara
jelas.

5 Monitoring Kekeringan Meteorologi

5.1 Data Dasar


Komponen utama/dasar dalam suatu pengelolaan sistem monitoring kekeringan adalah
data. Data-data yang diperlukan yaitu :
1 Data hujan bulanan;
2 Peta Wilayah Sungai (WS);
3 Peta Administrasi;
4 Peta ZOM (Zona Musim) BMKG

5.2 Metodologi Pengumpulan Data


Data hujan yang dikumpulkan berasal dari BWS/BBWS, BMKG, dinas PSDA.

5.3 Metode Penyaringan Data


Screening data dilakukan pada pos yan sudah diseleksi berdasarkan ketersediaan data
≥70% dengan cara melihat apakah data itu benar atau tidak ada sesuatu yang meragukan

5
5.4 Pengisian Data Kosong
Data hasil pengamatan langsung tidak selalu lengkap dan kontinu, terdapatnya data
kosong dapat disebabkan oleh kesalahan teknis (kerusakan alat atau kehilangan alat)
maupun human error (kesalahan pencatatan atau kelalaian pengamat). Dalam suatu
analisa, khususnya yang berkaitan dengan data hidrologi maupun klimatologi dibutuhkan
data yang cukup panjang dan kontinu. Dalam hal ini pengisian data kosong menggunakan
data lapangan (groundstations) di sekitar pos hujan yang akan diisi. Perhitungan
pengisian data kosong mengacu pada Pd T-22-2004-A tentang Pengisian kekosongan
data hujan dengan metode korelasi distandardisasi nonlinier bertingkat.
Jika persyaratan pos hujan (lapangan) yang terdapat pada acuan normatif (Pd T-22-2004-
A) tidak memenuhi syarat sebagai pos pengisi, maka pengisian data kosong dapat
dilakukan dengan menggunakan data dari sumber lain yaitu dari GPCC (Global
Precipitation Climatology Centre) dan satelit TRMM (Tropical Rainfall Measurung Mission)
dengan terlebih dahulu dilakukan koreksi.

5.5 Data Hujan Realtime


Dalam konteks monitoring maka diperlukan data hujan realtime baik secara otomatis yaitu
penggunaan alat telemetri yang mengirimkan data secara langsung pada server atau
secara manual melalui sms. Data realtime sms merupakan data hujan yang dicatat oleh
pengamat pada waktu yang telah ditentukan (contoh jam 7 pagi) kemudian di kirimkan
kepada operator/pencatat data hujan di kantor pusat.

5.6 Analisa Kekeringan Meteorologi


Metode Standardized Precipitation Index (SPI) adalah suatu metode perhitungan indeks
kekeringan yang didesain untuk mengetahui secara kuantitatif defisit hujan dengan
berbagai skala waktu. Oleh karena itu SPI dihitung untuk berbagai skala waktu, yakni 3, 6,
12, 24, dan 48 bulan. SPI untuk suatu lokasi dihitung berdasarkan data curah hujan yang
cukup panjang untuk periode yang diinginkan. Data hujan yang cukup panjang
disesuaikan dengan suatu jenis distribusi yang disebut distribusi gamma, kemudian
ditransformasikan ke distribusi normal sehingga rata-rata SPI di suatu lokasi sama
dengan nol. SPI positif menunjukkan hujan yang lebih besar dari median sedangkan SPI
negatif menunjukkan hujan yang lebih kecil dari median.
Bila seri data periodik berupa hujan bulanan disebut X, dimana  menunjukkan tahun
dan  adalah bulan (dari Januari sampai dengan Desember), maka persamaan distribusi
probabilitas cdf Gamma seperti terlihat pada persamaan 1 sampai dengan 3.
G(x) (Xk,i; i; i) = 1/{ii (i} Xk,i (i-1) e –( Xk,i/i) (1)
i = i2 / i2 (2)
i = i2 / Xi (3)
Keterangan :
i = rata-rata Xk,i pada bulan ke i
i = simpangan baku pada bulan ke i

Seri probabilitas diubah menjadi nilai Z yang mempunyai cdf (cumulative distribution
function) dari Distribusi Normal Standar seperti terlihat pada persamaan 4.

Fx(X) = Pr(X,x) = Pr(Z( X, - )/) = Pr(Zz)


z 1 z2
Fx ( X )   exp(  )dt. (4)
~
2 2
Z tersebut di atas disebut Standardized Precipitation Index atau disingkat SPI.

6
Permasalahan timbul pada waktu curah hujan nol, karena persamaan cdf Gamma,
persamaan (1), tidak terdefinisi. Untuk menghindari kesulitan tersebut persamaan cdf
Gamma dirubah menjadi persamaan (5).
H ( x)  q  (1  q)G( x) (5)

Di mana q adalah probabilitas terjadinya hujan nol di bulan bersangkutan. Probabilitas


kumulatif H(x) ditransformasikan menjadi variabel acak normal baku, Z, dengan rata-rata
nol dan varians nya satu. Z merupakan nilai SPI, dihitung secara empiris oleh persamaan
di bawah.
c0  c1t  c 2 t 2
Z  SPI  (t  untuk 0  H ( x)  0.5 (6)
1  d 1t  d 2 t 2  d 3 t 3
c 0  c1t  c 2 t 2
Z  SPI   (t  untuk 0.5  H ( x)  1.0 (7)
1  d 1t  d 2 t 2  d 3 t 3
1
t  ln( untuk 0  H ( x)  0.5 (8)
( H ( x)) 2
1
t  ln( untuk 0.5  H ( x)  1.0 (9)
(1.0  H ( x)) 2
Keterangan :
c0= 2.515517 d1= 1.432788
c1= 0.802853 d2= 0.189269
c2= 0.010328 d3= 0.001308

Mc Kee et al (1993) menggunakan klasifikasi yang tercantum dalam Tabel 1 untuk


mengidentifikasikan intensitas kekeringan dan juga kriteria kejadian kekeringan untuk
skala waktu tertentu. Kekeringan terjadi pada waktu SPI secara berkesinambungan
bernilai negatif dan mencapai intensitas kekeringan dengan SPI bernilai -1 atau kurang.

Tabel 1 Klasifikasi SPI Berdasarkan Skala Nilai


Nilai SPI Klasifikasi
2.00 Amat sangat basah
1.50 – 1.99 Sangat basah
1.00 – 1.49 Cukup basah
-0.99 – 0.99 Mendekati normal
-1.00 – 1.49 Cukup kering
-1.50 – 1.99 Sangat kering
-2.00 atau < -2.00 Amat sangat kering

7
5.7 Langkah Perhituangan Indeks Kekeringan Meteorologi (SPI)
Berikut adalah langkah-langkah untuk menghitung indeks kekeringan meteorology SPI 1
bulanan :
a. Data hujan bulanan dan menghitung nilai mean/rata-rata, Standar deviasi, lambda,
beta, alpha, frekuensi
b. Transformasi hujan bulanan menggunakan distribusi Gamma
c. Hasil transformasi dinormalkan kembali menjadi nilai indeks SPI

Untuk SPI 3, 6, 9, 12, dan seterusnya data hujan bulanan dilakukan moving average.
Perhitungan dan langkah-langkah selengkapnya dapat dilihat pada LAMPIRAN A.

5.8 Pemetaan Indeks Kekeringan Meteorologi (SPI)


Indeks kekeringan SPI diinterpretasikan dalam bentuk peta kekeringan bulanan.
Dilakukan untuk memudahkan user dalam menggambarkan kondisi kekeringan atau
tingkat keparahan kekeringan suatu wilayah. Pembuatan peta kekeringan SPI
menggunakan perangkat lunak Surfer.
Data/peta dasar untuk membuat peta kekeringan meteorology yaitu peta wilayah sungai,
lokasi pos hujan yang digunakan dalam analisa kekeringan, dan nilai SPI. Lebih lengkap
langkah pembuatan peta dapat dilihat pada LAMPIRAN B.

6 Monitoring Kekeringan Hidrologi

6.1 Analisis Kekeringan Hidrologi untuk Debit Aliran Sungai


Untuk menyatakan kekeringan hidrologi di sungai, biasa digunakan indeks kekeringan
Standardized Runoff Index (SRI). SRI merupakan adalah indeks kekeringan hidrologi,
yang merupakan penerapan dan perluasan dari indeks kekeringan meteorologi
Standardized Precipitation Index (SPI) pada debit aliran sungai.
Perluasan dari SPI dilakukan dengan menggunakan berbagai distribusi statistik selain dari
distribusi Gamma, yaitu data asli, distribusi Normal, dan distribusi Log-Normal. Peluasan
lainnya adalah dalam hal ambang batas, yang selain musiman bulanan juga dapat berupa
sebuah ambang tetap. Nilai ambang juga dapat berupa nilai rata-rata sebagaimana pada
SPI, dan juga dapat digunakan nilai debit andalan dengan probabilitas terlampaui 80%
(Q80%), atau debit andalan lainnya.

6.2 Analisis Kekeringan Hidrologi untuk Danau dan Waduk


Untuk menyatakan kekeringan hidrologi pada danau dan waduk, dapat dipilih salah satu
dari tiga jenis indeks yang tersedia.

a) Reservoir Deficit Index (RDI)


Reservoir Deficit Index (RDI) merupakan rasio antara tinggi muka air waduk saat ini
dengan median dari muka air waduk pada bulan yang sama

RDI = (TMA – MTMA) / MTMA


Keterangan :
RDI = Reservoir Deficit Index
TMA = tinggi muka air
MTMA = median dari tinggi muka air

8
b) Standardized Runoff Index (SRI)
SRI merupakan adalah indeks kekeringan hidrologi, yang merupakan penerapan dari
indeks kekeringan meteorologi Standardized Precipitation Index (SPI) pada debit aliran
sungai. Rumus SRI untuk waduk dan danau adalah sebagai berikut.

SRI = (TMA – MeanTMA) / SDTMA


Keterangan :
SRI = Indeks SRI
TMA = tinggi muka air
MeanTMA = rata-rata tinggi muka air
SDTMA = simpangan baku tinggi muka air

Maka SRI akan memiliki nilai rata-rata nol, dan simpangan baku 1. Selanjutnya tingkat
kekeringan adalah serupa dengan kekeringan hidrologi SRI pada debit aliran sungai, yang
mengikuti indeks kekeringan meteorologi SPI pada curah hujan

c) Kondisi Kekeringan berdasarkan Pola Operasi Waduk


Pola operasi waduk adalah kumpulan tinggi muka air waduk sebagai panduan
pengoperasian waduk. Panduan yang digunakan dalam indeks kekeringan ini adalah: 1)
Tinggi Muka Air Pola Normal; 2) Tinggi Muka Air Tahun Kering; 3) Tinggi Muka Air
Operasi Minimum; dan 4) Tinggi Muka Air Tampungan Mati.
a) Kondisi kekeringan ringan, jika tinggi muka air berada diantara Pola Normal dan
Pola Kering
b) Kondisi kekeringan sedang, jika tinggi muka air berada diantara Pola Kering dan
Tinggi Muka Air Operasi Minimum
c) Kondisi kekeringan berat, jika tinggi muka air berada di bawah Tinggi Muka Air
Operasi Minimum.

9
Lampiran A
Contoh Analisis Kekeringan

 Tahap 1 : Data Hujan Bulanan Di Pos Losari Lor

10
 Hasil Perhitungan Tahap 1 : mean/rata-rata, Standar deviasi, lambda, beta,
alpha, frekuensi

11
 Perhitungan Tahap 2 : Transfer data ke Probabilitas Gamma

12
 Hasil Perhitungan Tahap 2

13
 Perhitungan Tahap 3 : Menghitung Hx(i,k) lihat Persamaan (5)

14
 Hasil Perhitungan Tahap 3 : Menghitung Hx(i,k) lihat Persamaan (5)

15
 Perhitungan Tahap 4 : Menghitung SPI-1

16
 Hasil Perhitungan Tahap 4 : Menghitung SPI-1

Catatan :
Perhitungan SPI-3, 6, 9, dan 12 menggunakan langkah yang sama dengan SPI-1, tetapi
data hujan dibuat menjadi moving average 3 bulanan untuk SPI-3 dan seterusnya.

17
Lampira8n B

Contoh Pembuatan Peta Kekeringan

 Nilai SPI 3 Setiap bulan di setiap pos


No No. Pos x y Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
1 5a 108.83 -6.89 0.109 -2.535 0.599 1.061 0.265 -0.173 0.612 0.339 0.152 -1.304 -1.099 -0.169
2 22 108.99 -7.02 -0.980 -1.339 -0.336 0.257 0.513 0.458 0.145 -0.047 -0.671 -1.008 -1.081 -1.154
3 25 108.97 -7.12 -0.437 -0.961 -1.823 -0.618 0.098 0.308 -0.040 -0.312 0.239 -0.311 -0.571 -0.274
4 33c 109.06 -7.33 -1.959 -1.966 -2.011 -0.624 0.358 0.520 0.361 0.328 0.159 0.471 0.258 0.472
5 35b 109.14 -6.92 -0.386 -0.606 0.781 0.756 0.963 0.078 0.469 0.068 0.166 -1.011 -0.589 -0.637
6 57 109.19 -6.99 -0.709 -0.037 0.412 1.283 1.657 1.123 1.197 0.639 0.486 -1.580 -0.582 -0.581
7 60 109.14 -7.13 0.132 0.062 -0.715 0.502 0.446 1.201 0.455 0.485 -0.007 -0.249 0.053 0.595
8 63a 109.28 -6.91 0.140 -0.089 -0.736 -0.357 -0.045 0.693 1.143 0.980 0.616 -0.482 -0.986 -0.934
9 73 109.25 -7.13 0.505 1.193 0.131 0.805 0.781 0.977 0.670 0.537 0.504 -0.745 -0.720 -0.214
10 88 109.38 -7.03 -0.141 0.086 0.279 0.784 0.652 0.534 -0.298 -0.140 -0.135 -0.494 -0.276 -0.223
11 97 109.54 -7.01 0.418 1.240 0.966 0.441 -1.130 0.079 1.172 1.396 0.841 -0.102 -0.465 -1.372
12 109 109.48 -7.18 -0.781 -0.342 -1.010 -0.615 -1.132 -0.200 -0.282 -0.200 -0.194 -0.424 -0.372 -0.441
13 116 109.64 -6.95 1.282 1.555 1.239 0.519 -0.050 0.924 0.790 0.768 0.310 -0.066 -1.876 -1.454
14 134 109.84 -6.95 0.934 1.333 1.130 0.603 -0.674 -0.907 0.705 0.804 0.790 -0.677 -1.529 -1.484
15 137 109.88 -7.08 0.401 0.347 0.510 0.168 -0.177 0.198 0.479 0.966 0.624 0.056 -0.975 -1.323

 Peta dasar/wilayah

 Peta kontur dibuat berdsarkan nilai SPI

18
 Overlay antara peta dasar/wilayah dengan peta kontur nilai SPI

19
Lampiran C

Daftar nama dan lembaga

1) Pemrakarsa
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Badan Penelitian dan
Pengembangan, Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat.

2) Penyusun
Nama Lembaga

Prof. Dr. Waluyo Hatmoko, M.Sc. Pusat Litbang Sumber Daya Air

Dr. Ir. Wanny K Adidarma, M.Sc. Pusat Litbang Sumber Daya Air

Levina, ST, MPSDA Pusat Litbang Sumber Daya Air

20
Bibliografi

World Meteorological Organization. Standardized Precipitation Index User Guide. 2012

21

Anda mungkin juga menyukai