Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

MAQASHID SYARIAH
Makalah ini
disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah
Ushul fiqih & qawaid fiqih
Dosen pengajar : Akhmad Farikhin, Lc, M.E.

Disusun oleh :
Muhammad Akiel Marjik Aden

FAKULTAS EKONOMI & BISNIS


JURUSAN EKONOMI SYARIAH
PERBANAS INSTITUTE
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah swt yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya serta berbagai upaya, tugas makalah mata kuliah
Ushul Fiqih & Qawaidh Fiqih yang membahas tentang
Maqashid Syariah. Saya mengucapkan terimakasih kepada
bapak Akhmad Farikhin, Lc, M.E , selaku dosen yang telah
memberikan arahan dalam menyusun makalah ilmiah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang


lebih luas kepada pembaca. Maaf jika masih banyak kesalahan
yang ada dimakalah ini. Oleh karena itu saya berharap ada
kritik yang membangun dari pembaca agar membuat saya
terus menjadi lebih baik dari sebelumnya. Terimakasih

Jakarta 4 Oktober 2022

Muhammad Akiel Marjik Aden


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………II
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………Iii
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………….I
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………………………………………………..1
1.2 Rumusan masalah ……………………………………………………………………………………………..2
1.3 Manfaat pembahasan ………………………………………………………………………………………..2
BAB 2 PEMBAHASAN MASALAH……………………………………………..3
2.1 Definisi Maqashid Syariah ………………………………………………………………………………….3
2.2 Sejarah Maqashid Syariah ………………………………………………………………………………….4
2.3 Klasifikasi dan Tingkatan Maqashid Syariah ……………………………………………………….8
2.4 Metode Penemuan Maqashid Syariah ………………………………………………………………..12
2.5 Maqashid Muamalat dan Urgensi dalam Ekonomi …………………………………………….12
2.6 Aplikasi Maqashid Syariah dalam Ekonomi Islam ………………………………………………13
BAB 3 PENUTUP …………………………………………………………………...14
3.1 kesimpulan …………………………………………………………………………………………………………14
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………..15

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Maqashid Syari`ah yang merupakan suatu konsep dari


tujuan disyariatkannya agama adalah sebuah pegangan bagi
umat islam untuk memahami apa tujuan dari syariat
ditetapkan bagi manusia (Rosidin, 2019). Maqashid Syari`ah
menurut Rosidin, (2019) memiliki keterkaitan dengan
pendidikan di Indonesia. Sebagaimana yang diungkapkannya
dalam buku yang berjudul Ilmu Pendidikan Islam Berbasis
Maqashid Syari`ah dengan Pendekatan Taafsir Tarbawi
bahwa Maqashid Syari`ah memiliki cakupan yang luas
mencakup kebutuhan hidup manusia yang pada umumnya
menjadi acuan tujuan pendidikan. Nilai-nilai yang
terkandung dalam Maqashid Syari`ah memiliki relevansi
dengan butir-butir tujuan pendidikan di Indonesia yang
tertuang dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. Dalam
pendidikan Islam, Maqashid Syari`ah harus selalu hadir di
dalamnya meski manifestasinya selalu dinamis (Rosidin,
2019). Dari penjelasan ini, peneliti mencoba untuk mengkaji
dengan lebih jauh lagi tentang Maqashid Syari’ah dalam
muamalah terutama kaitannya dengan ekonomi syariah

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi maqashid syariah?
2. Bagaimana sejarah maqashid syariah?
3. Apa saja tingkatan dan klasifikasi maqashid syariah?
4. Bagamiana metode penemuan maqashid syariah?
5. Apa urgensi maqashid muamalat dalam ijtihad ekonomi?
6. Bagamana pengaplikasian maqashid syariah dalam
ekonomi islam?

1.3 Manfaat Pembahasan

1. Mengetahui definisi maqashid syariah


2. Mengetahui sejarah maqashid syariah
3. Mengetahui tingkatan dan klasifikasi maqashid syariah
4. Mengetahui metode penemuan maqashid syariah
5. Mengetahui maqashid muamalat dan urgensi dalam
ijtihad ekonomi
6. Mengetahui aplikasi maqashid syariah dalam ekonomi
islam

2
BAB II

PEMBAHASAN MASALAH

2.1 Definisi Maqashid Syariah

, Maqashid syariah adalah tujuan-tujuan syariat dan


rahasia-rahasia yang dimaksudkan oleh Allah SWT dari
keseluruhan hukum-Nya. Definisi umum arti Maqashid
syariah yaitu ketaatan dalam menjalankan prinsip-
prinsip syariah yang tujuannya demi terwujudnya
kemaslahatan umat. Penerapan maqashid syariah melibatkan
sejumlah kegiatan manusia yang berkait dengan menjaga
agama, menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga harta, dan
menjaga keturunan. Secara bahasa, kata maqashid sendiri
berasal dari kata maqshad yang berarti tujuan atau target.
Berangkat dari arti tersebut, beberapa ulama memiliki
pengertian atau definisi mengenai maqashid syariah yang
berbeda. Al-Fasi misalnya, menurutnya, maqashid syariah
merupakan tujuan atau rahasia Allah yang ada dalam setiap
hukum syariat.

Sedangkan ar-Risuni berpendapat bahwa maqashid syariah


adalah tujuan yang ingin dicapai oleh syariat agar
kemashlahatan manusia bisa terwujud. Secara umum, maqashid
syariah memiliki tujuan untuk kebaikan atau kemaslahatan
umat manusia. Tujuan ini sejalan dengan tujuan dari hukum
Allah yaitu kebaikanKemaslahatan yang dimaksud dalam hal ini
mencakup segala hal dalam kehidupan manusia. Termasuk di
dalamnya rezeki manusia, kebutuhan dasar hidup, dan juga
kebutuhan lain yang diperlukan manusia. Di dalamnya juga
mencakup kualitas emosional, intelektual, dan juga
pemahaman atau pengertian yang mutlak.
3

2.2 Sejarah Maqashid Syariah

Berbicara tentang sejarah Maqasid Syariah sebagai sebuah


disiplin keilmuan, maka akan dihadapkan pada sebuah
pertanyaan besar yaitu siapa peletak pertama Maqasid
Syariah? Konon katanya bahwa Imam Asy-Syatibi ulama dari
madzhab Maliki merupakan peletak pertama, atau malah justru
sebelum Imam Asy-Syatibi para ulama sudah membicarakan
tentang istilah Maqasid Syariah.
Jika dilihat secara formal, istilah Maqasid Syariah memang
belum dikenal di masa-masa awal Islam. Akan tetapi pada
masa-masa awal tersebut, sudah dikenal istilah maslahah yaitu
sejak masa Rasulullah saw dan masa setelah Rasulullah saw
yang digunakan dalam menentukan sebuah hukum.
Kata Al-Maqasid sendiri pertama kali digunakan oleh Abu
Abdillah Bin Ali At-Turmudzi (al-Hakim), yaitu seorang ulama
yang hidup di akhir abad ke-3 dan awal abad ke-4. Beliaulah
yang pertama kali menggunakan istilah maqasid lewat karya-
karyanya seperti Asholah Wa Maqasiduha.
Setelah al-Hakim muncul Abu Mansur Al-Maturidy (w.333)
dengan karyanya yang berjudul Ma’khad Al-Syara’ dan
kemudian disusul Abu Bakar Al-Qaffal Al-Syasyii (w.365)
dengan karyanya Mahasin Al-Syari’ah dan setelah itu ada Abu
Bakar Al-Abhari (w.375). Ar-Raisuni dalam bukunya Min A’lami
Maqasid Syari’ah menambahkan Abu Hasan Al-Amiri (w.381)
dengan karyanya Al-I’lam Bi Manaqibil Islam, serta Syekh
Shoduq (w.381) dengan karyanya I’lal Syara’i.

Pasca ulama-ulama di atas, muncullah Al-Juwaini atau yang


dikenal dengan Imam Haramain. Dengan analisisnya mengenai
maslahah sebagai basis ekstratekstual penalaran dalam
konteks Qiyas dan Illat. Dalam kitabnya Al-Burhan, beliau
mengatakan kesahihan penalaran atas dasar maslahah menjadi
perbincangan sehingga melahirkan tiga madzhab pemikiran
dalam menyikapi hal tersebut.Kemudian pada abad-abad
berikutnya, konsep masolih mempunyai kemajuan yang sangat
penting. Diantaranya ada dua tahap untuk mengatakan
kemajuan yang sangat penting itu; pertama, perkembangan
yang ditunjukkan oleh Imam Ghazali pada abad ke-12 dalam
karyanya Al-Mustashfa. Kedua yaitu melalui Al-Razi pada abad
ke-13 melalui karyanya Al-Mahsul.
Imam Al-Ghazali dalam karyanya membahas tentang maslahah
dengan lengkap, beliau membagi maslahah menjadi tiga
kategori. Pertama, jenis maslahah yang memiliki bukti tekstual
(dapat digunakan untuk mengqiyaskan). Kedua, maslahah yang
diingkari (dilarang mengqiyaskan). Ketiga, maslahah yang tidak
didukung atau disangkal oleh bukti tekstual (maslahah yang
memerlukan pertimbangan). Dari segi ini kemudian ada
tingkatan maslahah lagi, yaitu daruriyat, hajjiyat, tahsiniyyat.
Kitab Al-Mustashfa Imam Ghazali merupakan sumber utama
yang mempengaruhi pemikiran-pemikiran selanjutnya.
Sehingga muncul karya Al-Razi yang berjudul Al-Mahsul.Dalam
karyanya Al-Mahsul, Al-Razi tidak mendefiniskan tentang
maslahah tetapi dalam pemikirannya bahwa manasib dan
maslahah saling berkaitan erat. Manasib dalam pandangan Al-
Razi mempunyai dua pengertian. Pertama, manasib sebagai
apa yang membawa manusia kepada apa yang baik-baiknya
dalam memperoleh ataupun pelestarian. Kedua, manasib
sebagai apa-apa yang biasanya cocok dengan perbuatan
orang-orang bijaksana.
5

Dalam hal ini, Al-Razi menjelaskan bahwa definisi pertama


diterima oleh mereka yang menisbatkan hikmah dan maslahah
sebagai sebab-sebab atau motif-motif dari perintah Tuhan.
Sedangkan definisi kedua digunakan oleh mereka yang tidak
menerima kausalitas. Dalam hal ini, Al-Razi mirip dengan Al-
Ghazali yaitu membagi maslahah menjadi tiga tingkatan
yaitu maslahah dharuri, maslahah hajiy dan maslahah tahsini.

Sepeninggal Al-Razi ada beberapa ulama yang membahas


tentang hal ini, dan karya-karya tersebut dapat terlihat dalam
empat kecenderungan. Pertama, merujuk kepada mereka yang
konsepsinya tentang maslahah adalah secara dominan mirip
dengan konsep Al-Razi tentang munasib dan maslahah.
diantaranya yaitu Syihabudin Al-Qarafi (684/1285) dari
kalangan Malikiyah, Shadr Al-Syari’ah Al-Mahbubi (747/1370)
dan Jamaludin Al-Isnawi (771/1370) serta Tajuddin As-Subki
(771/1369) yang berasal dari kalangan Hanafiyah. Mereka
menggabungkan konsep dari Al-Ghazali dan Al-Razi.

Kedua, kecenderungan yang merujuk kepada para ulama yang


menolak Al-Maslahah Al-Mursalah sebagai dasar penalaran
yang shahih, termasuk dalam hal ini madzhab Syafi’i yaitu
Safiudin Al-Amidi (631/1234) dan Ibn Hajib (646/1249) dari
kalangan Malikiyah. Ketiga, kecenderungan yang sufistik
tentang hukum dalam konsep pembahasan maslahah.
Dalam hal ini ada Izzudin Ibn Abdussalam (660/1263). Dalam
pemikirannya, maslahah adalah kenyamanan, kegembiraan
serta sarana-sarana yang membawa kepada keduanya. Oleh
karena itulah, masalih terbagi menjadi dua yaitu Masalih
Ukhrowi dan Masalih Duniawi. Masalih Duniawi bisa diketahui
melalui akal, sedangkan Masalih Ukhrowi hanya bisa diketahu
melalui naql.
6

Keempat, kecenderungan yang ditampilkan oleh Ibnu


Taymiyyah (728/1328) dan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah (751/1350)
yang mencoba menemukan jalan tengah, antara penolakan
total dan penerimaan total terhadap maslahah. Beliau
memandang Al-Maslahah Mursalah sama dengan
metode Ra’yu, Istihsan, Kasyf dan Dzauq yang dicurigai
kesahihannya dan karenanya beliau tolak. Sedangkan dilain
pihak, beliau menolak implikasi-implikasi maslahah dari
penyangkalan perintah Tuhan.
Lebih jauh Ibnu Taymiyah menyimpulkan bahwa berargumen
dengan maslahah mursalah berarti membuat hukum dalam
agama dan tuhan tidak membolehkan hal itu, karena
melakukan hal tersebut sama saja dengan melakukan tahsin
‘aql. Ibnu Taymiyah juga mengakui syari’at tidak bertentangan
dengan maslahah.
Dilihat dari sejarahnya tentang tema-tema yang ada dalam
diskursus Maqasid Syariah, bisa dikatakan bahwa diskursus
tentang Maqasid Syariah sudah ada sebelum Imam Syatibi yang
dikatakan beberapa pihak sebagai peletak pertama. Hanya
saja Maqasid Syariah sebelum Imam Syatibi susunanya belum
sistematis, sehingga muculnya Asy-Syatibi dengan Al-
Muwafaqatnya yang membahas secara jelas Maqasid
Syariah telah mensistematiskan.

2.2 Klasifikasi dan Tingkatan maqashid syariah

Pembagian Maqashid Syariah


Berdasarkan tingkat kepentingannya, maqashid syariah bisa
dibagi menjadi dharurat, hajiyat, tahsiniyat dan
mukammilat.Dharuriyat menurut Al-Ghazali adalah beragam
maslahat yang menjamin terjaganya tujuan dari tujuan yang
lima, yaitu memelihara agama, nyawa, akal, harta dan nasab.

Berikut 5 pembagian maqashid syariah dharuriyat :

1. Memelihara Agama

Syariat Islam pada dasarnya diturunkan untuk menjaga


eksistensi semua agama, baik agama itu masih berlaku yaitu
agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, atau pun
agama-agama sebelumnya. Beberapa ayat Al-Quran yang
menjamin hal itu antara lain :

‫اَل ِإْك َر اَه ِفي الِّد يِن‬

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam) (QS. Al-


Baqarah : 256)

‫َو َلْو اَل َد ْف ُع ِهَّللا الَّن اَس َب ْع َض ُهْم ِبَب ْع ٍض َلُهِّد َم ْت َص َو اِمُع َو ِبَي ٌع َو َص َلَو اٌت َو َمَس اِج ُد ُيْذ َك ُر ِفيَه ا اْس ُم‬
‫ِهَّللا َك ِثيًر ا‬

Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian


manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan
biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang
Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut
nama Allah. (QS. Al-Hajj : 40).

2. Memelihara Nyawa
Syariat Islam sangat menghargai nyawa seseorang, bukan
hanya nyawa pemeluk Islam, bahkan meski nyawa orang kafir
atau orang jahat sekali pun. Adanya ancaman hukum qishash
menjadi jaminan bahwa tidak boleh menghilangkan nyawa.

‫ِم ْن َأْج ِل َٰذ ِلَك َكَت ْب َن ا َع َلٰى َب ِني ِإْس َر اِئيَل َأَّن ُه َم ْن َقَت َل َن ْف ًسا ِبَغْي ِر َن ْف ٍس َأْو َفَس اٍد ِفي اَأْلْر ِض َفَك َأَّن َم ا‬
‫ۚ َقَت َل الَّن اَس َج ِميًعا َو َم ْن َأْح َي اَه ا َفَك َأَّن َم ا َأْح َي ا الَّن اَس َج ِميًعا‬

Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil,
bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan
karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena
membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah
membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang
memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia
telah memelihara kehidupan manusia semuanya. (QS. Al-
Maidah : 32).

3. Memelihara Akal Syariat Islam sangat menghargai akal


manusia, sehingga diharamkan manusia minum khamar biar
tidak mabuk lantaran menjaga agar akalnya tetap waras.

‫َي ْس َأُلوَن َك َع ِن اْلَخ ْم ِر َو اْلَم ْي ِس ِر ُقْل ِفيِه َم ا ِإْث ٌم َك ِبيٌر َو َم َن اِفُع ِللَّن اِس َو ِإْث ُمُهَم ا َأْك َب ُر ِم ْن َن ْف ِع ِه َم ا‬

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.


Katakanlah,”Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan
beberapa manfaat bagi manusia. Tapi dosa keduanya lebih
besar dari manfaatnya. . . . (QS. Al-Baqarah : 219).
4. Memelihara Nasab Syariat Islam menjaga urusan nasab lewat
diharamkannya perzinaan, dimana pelakunya diancam dengan
hukum cambuk dan rajam.

‫الَّز اِنَي ُة َو الَّز اِني َفاْج ِلُد وا ُك َّل َو اِحٍد ِّم ْن ُهَم ا ِم َئ َة َج ْلَدٍة َو َال َت ْأُخ ْذ ُك م ِبِه َم ا َر ْأَفٌة ِفي ِديِن ِهَّللا ِإن ُك نُتْم‬
‫ُتْؤ ِم ُنوَن ِباِهَّلل َو اْلَي ْو ِم اآلِخ ِر َو ْلَي ْش َه ْد َع َذ اَب ُهَم ا َط اِئَفٌة ِّم َن اْلُمْؤ ِمِنيَن‬

Wanita dan laki-laki yang berzina maka jilidlah masing-masing


mereka 100 kali. Dan janganlah belas kasihan kepada mereka
mencegah kamu dari menjalankan agama Allah, jika kamu
beriman kepada Allah dan hari Akhir. Dan hendaklah
pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari
orang-orang beriman. (QS. An-Nuur : 2).

5. Memelihara Harta

Syariat Islam sangat menghargai harta milik seseorang,


sehingga mengancam siapa mencuri harta hukumannya adalah
dipotong tangannya.

‫َو الَّساِر ُق َو الَّساِر َقُة َف اْقَط ُعوْا َأْي ِدَي ُهَم ا َج َز اء ِبَم ا َك َس َب ا َنَك اًال ِّم َن ِهّللا َو ُهّللا َع ِز يٌز َح ِكيٌم‬

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,


potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa
yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Qs. Al-Maidah : 38).

10

Hajiyat, yaitu maslahat yang bersifat sekunder, yang diperlukan


oleh manusia untuk mempermudah dalam kehidupan dan
menghilangkan kesulitan maupun kesempitan. Jika ia tidak ada,
akan terjadi kesulitan dan kesempitan yang implikasinya tidak
sampai merusak kehidupan.
Kebutuhan ini berlaku dalam bidang ibadat, adat, dan
muamalah. Misalnya disyariatkannya jual beli dalam bidang
muamalat guna menyempurnakan syariat tersebut maka juga
disyariatkan mencari saksi. Contoh yang lainnya juga
disyariatkan qiradh (berhutang) dan untuk
menyempurnakannya disyariatkan juga untuk mencatat entah
itu dari yang berhutang atau yang diberikan untuk berhutang.

Tahsiniyat, yaitu maslahat yang merupakan tuntutan muru’ah


(moral), dan itu dimaksudkan untuk kebaikan dan kemuliaan.

Jika ia tidak ada, maka tidak sampai merusak ataupun


menyulitkan kehidupan manusia. Maslahat tahsiniyat ini
diperlukan sebagai kebutuhan tersier untuk meningkatkan
kualitas kehidupan manusia (Al-Zuhaili, 1986:1020-1023).

Misalnya telah disyariatkan berkurban untuk


menyempurnakannya disyariatkan juga untuk memilih hewan
yang bagus dalam berkurban atau aqiqah, dan dalam berinfak
disyariatkan berinfak dengan harta yang baik.

Mukammilat artinya menyempurnakan atau sebagai


penyempurna dari tingkatan pertama (Dharuriyyat), tingkatan
kedua (Hajjiyat), dan tingkat ke tiga (Tasliyat).

11

2.4 Metode Penemuan Maqashid Syariah


Pada hakikatnya, maqashid al-syari'ah ini sudah ada sejak
zaman Nabi Muhammad ‫ﷺ‬. Namun dalam istilah
penggunaannya, maqashid al-syarî'ah pertama kali
diperkenalkan oleh Syekh Abu Mansâr al-Maturidy. Seperti yang
kita tahu, maqashid syariah sudah sering dibahas oleh ulama-
ulama sebelumnya. Imam as syatibi melanjutkan apa yang
dibahas oleh ulama ulama sebelumnya, imam assyatibi
mengumpulkan persoalan-persoalan yang tercecer dan
dikumpulkan menjadi pembahasan tersendiri dikitab nya al
muwafatta, dalam bukunya ia mengkhususkan pembahasan
maqashid ini, beliau juga yang mengembangkan, memperluas
dan menyusunnya secara sistematis.

2.5 Maqashid Muamalat dan Urgensi dalam


Ijtihad Ekonomi Islam
Maqashid syariah dalam muamalah adalah membolehkan
semua bentuk muamalah, selama tidak ada dalil yang
mengharamkannya atau melarangnya, dari sini lahirlah kaidah
fiqih yang sangat dikenal : “ hukum asli dari muamalah adalah
boleh, kecuali ada dalil yang mengharamkannya”. Ekonomi
islam (muamalah) memiliki ruang lingkup yang lebih luas
dibanding ibadah. Ajaran islam tentang muamalah umumnya
bersifat global, karena itu ruang ijtihad dalam bidang ibadah
sangat sempit . Lain halnya dengan ekonomi islam (muamalah)
yang cukup terbuka bagi inovasi dan kreasi baru dalam
membangun dan mengembangkan ekonomi islam.

12

2.6 Aplikasi Maqashid Syariah dalam


Ekonomi Islam

Mengenai aktivitas ekonomi dan bisnis, islam telah meberikan


prinsip-prinsip umum yang harus dipegang, yaitu

1. Prinsip tidak boleh memakan harta orang lan secara batil


2. Prinsip saling rela, yakni menghindari pemaksaan yang
menghilangkan hak pilih seseorang dalam muamalah
3. Prinsip tidak mengandung praktek eksploitasi dan saling
saling merugikan
Intinya transaksi apapun tidak boleh bertentangan oleh asas
kemashlahatan dalam artian jangan memberatkan atau
merugikan

13

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
MAQASHID SYARIAH merupakan ilmu yang harus kita
pahami selaku umat muslim. Karena pengaplikasian
ilmu ini tidak hanya dalam transaksi ekonomi melainkan
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memahami
MAQASHID SYARIAH kita akan lebih patuh dan yakin
akan peraturan atau syariah-syariah yang telah
ditetapkan-Nya kepada kita umat muslim. Hal itu akan
memperkuat iman kita dan meningkatkan ketaatan kita
kepada Allah SWT. Semoga dengan MAQASHID
SYARIAH kita tambah yakin untuk menaati syariat
agama yang kita pegang yaitu islam dan kelak kita
dipertemukan oelh nabi besar kekasih allah yaitu
Rasulullah saw yang mencintai kita sebelum sejak 14
abad yang lalu, selain itu kita dapat berkumpul lagi
disurga-Nya Bersama orang-orang yang kita cintai
Aamiin YRA.

14

DAFTAR PUSTAKA
https://www.bsimaslahat.org

https://iqra.id

http://repository.iainbengkulu.ac.id

hhttp://repository.uinbanten.ac.id

15

Anda mungkin juga menyukai