Anda di halaman 1dari 2

REVIEW KARYA SASTRA KE-11

Nama : Dhea Arini Putri


NIM : 21201241037
Prodi/Kelas : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia/F

IDENTITAS KARYA SASTRA

Jenis : Cerpen
Judul : Pencakar Langit
Pengarang : Nh. Dini
Penerbit, Kota : Pustaka Jaya, Bandung
Tahun : 2003

Sampul Buku :

HASIL REVIEW

Kumpulan cerpen karya Nh. Dini ini memiliki 12 judul cerpen, di antaranya adalah
Pencakar Langit, Hari Larut di Kampung Borjuis, dan Pasar Hewan. Pada judul-judul awal, latar
cerpen dikisahkan berada di negara-negara di Eropa, khususnya Paris, Prancis menjadi salah
satu kota yang paling mencolok di kumpulan cerpen Pencakar Langit, selain Paris, disebutkan
pula kota Manhattan dalam tajuk cerpen pertamanya, yaitu Pencakar Langit. Dalam kisah kota-
kota metropolitan tersebut, alih-alih mengisahkan kenyamanan dan keindahan tinggal di bawah
naungan gemerlap kota, Nh. Dini justru memberikan kita pandangan dari kacamata yang lain,
tentang kenyataan-kenyataan hidup keras para pencari nafkah yang selalu diburu waktu dan
tekanan. Melalui judul Tuileries misalnya, mengisahkan perjuangan hidup seorang perawat
wanita di Paris yang menderita kanker Rahim, di tengah-tengah sakitnya tersebut ia dikarunia
rasa cinta terhadap seorang pemuda yang ditemuinya di taman Tuileries, dan sejak saat itu
taman Tuileries menjadi saksi perjuangan hidupnya sebagai wanita imigran dari Aljazair. Pada
terbitan pertamanya, buku ini menggunakan judul Tuileries, mungkin karena taman tersebut
memiliki memori yang cukup mengesankan bagi penulis. Nama taman tersebut juga berkali-kali
disebutkan dalam judul-judul lain.
Masih mengungkap gaya hidup kaum metropolitan, dikisahkan pula tentang sebuah
keluarga borjuis, dimana ibu dari keluarga tersebut sama sekali tidak nyaman dengan
kehidupan kaku dan dingin mereka. Seumur hidupnya ia merasa terbelenggu karena tugasnya
di rumah tidak lebih dari sekedar melahirkan keturunan-keturunan yang amat borjuis lainnya,
hingga titik baliknya adalah ketika suaminya meninggal dan ia akhirnya memiliki seorang cucu
perempuan yang hangat, periang, dan tentunya bisa dianggap oleh si nenek sebagai “manusia”,
sejak saat itu ia merasa lebih bebas dan bisa menghabiskan banyak waktu menyenangkan
hingga akhir hayatnya. Pada cerpen Pencakar Langit juga menceritakan kerasnya kehidupan
dan sulitnya mencari pekerjaan bagi para imigran di Manhattan. Jack, yang saat itu sudah
terlalu putus asa, akhirnya memilih berdiri di ujung tembok pembatas gedung World Trade
Center, berniat bunuh diri. Pada saat-saat menyedihkan itulah, digambarkan betapa orang-
orang kota sama sekali tak memiliki hati, bukannya bersimpati dan berusaha menolongnya,
mereka malah membuat taruhan apakah Jack akan berani lompat atau tidak. Gaya-gaya hidup
semacam itu juga kembali disinggung dalam Tanah yang Terjanjikan, mengisahkan seorang
lelaki Yahudi yang merasa dirinya sempurnya namun tak kunjung mendapatkan jodoh juga.
Hingga pertemuannya dengan seorang gadis Paris akhirnya membuka mata pembaca, bahwa
lelaki tersebut—Melkom—tidak lebih dari laki-laki penjudi yang kasar, tidak heran jika semua
wanita menjauhinya. Namun bukannya menginstropeksi dirinya sendiri, Melkom malah sibuk
menyalahkan dan mempertanyakan sikap wanita-wanita tersebut.
Selain topik di atas, Nh. Dini juga menghadirkan kisah kesetiaan dan kepandaian
hewan-hewan peliharaan. Ada anjing, kucing, dan kuda. Masing-masing mereka membawakan
cerita-cerita tentang naluri kasih sayang dan kesetiaannya pada pemiliknya, ada anjing yang
seumur hidupnya menjadi bagian keluarga dari sepasang kakek nenek tua, ada kucing yang
berhasil memikat hati sang ayah karena berhasil menyelamatkan bayinya dari sengatan
kalajengking, dan seekor kuda yang berlari pulang menembus badai salju untuk mengatakan
pada sang ayah bahwa anak-anaknya sedang meringkuk dalam bahaya.
Pada judul-judul akhir cerpennya, Nh. Dini juga membawakan suasana pedesaan dan
tradisional Indonesia yang masyarakatnya baru saja dijajah oleh modernisasi bernama industri.
Pada cerpen berjudul Pabrik, dikisahkan seorang wanita tua yang mati-matian
mempertahankan hamparan sawahnya yang ingin dijual oleh anaknya sendiri kepada
pengusaha-pengusaha Jepang yang akan membangun pabrik mi instan. Dari sosok tua
tersebut, kita akan dapat melihat bagaimana keprihatinan seorang ibu yang sepanjang umurnya
hidup dari ramahnya alam karunia Tuhan, harus beradaptasi dengan pola pikir dan gaya hidup
manusia modern yang lebih menyukai kepul asap kota sebagai sumber penghasilannya.
Dikisahkan pula naik-turunnya hidup Masdun yang ingin mencari asa dari peternakan ayam
yang baru saja dirintisnya di desa. Masdun dalam cerpen Pasar Hewan itu adalah gambaran
tentang mimpi-mimpi yang seakan dekat sekali untuk dicapai, namun ternyata penuh oleh jalan
terjal dan hambatan. Menurut saya, buku Pencakar Langit ini memiliki cukup banyak topik,
suasana, dan pembelajaran yang cukup bervariasi. Hanya dalam satu buku, kita bisa
menjelajah mulai dari Paris, Manhattan, desa-desa bersalju, kota-kota kecil di tengah samudra,
hingga alam-alam rimbun pedesaan. Pesan dan amanatnya pun bermacam-macam. Dengan
membacanya, maka semakin lengkaplah perjalanan dan penjelajahan literasi pembaca.

Anda mungkin juga menyukai