Anda di halaman 1dari 5

Resensi Parijs van Java

Chairunnisa Octavia Ruswandi


Rafaeline Shalma Lafiany

Judul buku : Parijs van Java


Penulis : Remy Sylado
Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Desain Sampul : Fitriana Hadi
Cetakan : Cetakan ketiga, Maret 2023
Tebal : v + 592 hlm.; 14 cm x 21 cm
ISBN : 978-602-481-879-1
ISBN Digital : 978-602-481-880-7

Sebuah buku dapat dinilai dari penggunaan gaya bahasa penulis yang digunakan,
selain itu sebuah buku dapat membekas bagi para pembaca ketika menggunakan latar
belakang cerita yang unik seperti masa kolonial dan keterkaitan dengan sejarah seperti masa
penjajahan. Salah satu buku yang terkenal dan dapat menjadi buah bibir adalah buku Parijs
van Java. Buku tersebut mampu meraih dan menarik pembaca dengan cerita yang disajikan.

Dalam keremangan malam yang pekat, di antara bangunan-bangunan tua yang


menyimpan rahasia masa lalu, tersembunyi kisah gelap Kota Bandung di era kolonial Hindia
Belanda. Dalam novel ini, kita dihadapkan pada sebuah alur penuh intrik, ketegangan, dan
perjuangan cinta yang berani di tengah gejolak yang melibatkan para tokoh, serta sosok-
sosok kolonial yang menjalankan permainan kekuasaan mereka dengan gemerlapnya.

Penulis dengan kefasihan menggambarkan setiap latar belakang dengan memukau,


menyajikan kemegahan kolonialisme yang bertabrakan dengan sisi gelapnya yang
tersembunyi. Dalam setiap halaman, kita dihadapkan pada drama emosional yang
memilukan, di sisi lain, kita juga disajikan dengan konspirasi yang menggugah rasa ingin
tahu.

Apakah cinta mampu bertahan dalam ketidakadilan yang tak terbayangkan? Bisakah
sepasang kekasih melawan arus gelombang kepentingan yang menyeret mereka ke dalam
pusaran konflik dan tipu daya? Mungkin saja, di antara bayangan-bayangan malam Kota
Bandung yang menyimpan rahasia, ada kekuatan yang mampu mengubah takdir dan
mempertahankan cahaya di tengah gelapnya dunia.

SINOPSIS

Buku karya Remy Sylado memperkenalkan tokoh utama, Gertruida van Veen,
seorang gadis berdarah Belanda yang memasuki usia 16 tahun dalam keluarga yang kental
dengan nilai-nilai agama. Kehidupan yang dijalani oleh Gertruida dipenuhi dengan ceramah
dari ayahnya yang seorang Pastor dan seorang ibu mantan aktris.

Gertruida memulai petualangan hidupnya setelah bertemu dengan seorang pelukis


bernama Rob Verschoor asal Oude Gracht. Ia jatuh cinta dengan apa yang dikatakan dan
dilakukan oleh Rob untuknya. Cerita cinta mereka dimulai dengan indah, membawa anugerah
kehamilan yang mengubah segalanya. Namun, kebahagiaan mereka diuji oleh tantangan
besar. Tidak ada yang berjalan seperti apa yang ia harap, mulai dari konflik orangtuanya,
pelarian dari rumah selama berbulan-bulan, dan kepekaan terhadap perjalanan hidupnya yang
tak terduga.

Gertruida menghadapi kegetiran yang ia jalani tidak hanya membuat hidup yang
mulanya monoton menjadi sangat berliku. Ia juga merasakan kegundahan hingga keindahan
memiliki seorang lelaki yang dapat diandalkan. Dalam pahitnya kenyataan yang ia tidak akan
pernah duga, ia menghadapi semua dengan kepala yang tegak dan hati yang penuh kesadaran.

Dari negeri van oranje, ia mengarungi samudera ke tanah jajahan Belanda yaitu
Hindia Belanda untuk melangsungkan kehidupan baru bersama sang kekasih dengan tawaran
hidup yang menjanjikan dari seorang teman dekat Rob, yaitu Rumondt. Kisah liku yang
penuh tantangan dan keindahan berlanjut bahkan setelah mereka menginjakan kaki di
Batavia, kemudian berpindah ke Djogja, hingga berlabuh di Parijs van Java, Bandung.

Tidak mudah bagi Gertruida dengan apa yang harus ia lalui di Hindia Belanda,
kebahagiaan seketika runtuh ketika ia keguguran. Dalam tragedi yang lebih besar, ia
mengalami peristiwa tragis ketika diperkosa oleh Rumondt, seseorang yang mencabut
kebahagiaan dalam dirinya. Rob yang mulanya tidak mengetahui hal tersebut malah
mendapati dirinya dipenjara karena siasat licik Rumondt dan rekannya Van der Wijk. Meski
mengalami kepahitan itu semua, Gertruida bangkit kembali dan mengandung anak lagi. Anak
tersebut lahir dan diberi nama Indonesia, namun kesengsaraan tidak berakhir disitu ketika
anaknya diculik. Sementara itu, Rob, yang sebelumnya dikira telah meninggal setelah mampu
melarikan diri dari penjara, ternyata masih hidup, membuka babak baru dalam cerita yang
penuh kejutan dan kompleksitas.

Kisah ini tidak hanya tentang cinta, tetapi juga tentang ketahanan, kebijaksanaan, dan
kehidupan yang tak terduga di kota yang memikat, Parijs van Java.

RESENSI

Pada awalnya, kami tidak menaruh ekspektasi yang banyak terhadap alur dari novel
ini karena penggambaran isi buku pada bagian sampul belakang terkesan mengandung
konflik dan jalan cerita yang terlalu biasa. Namun ketika selesai membaca satu buku penuh,
kami menyadari bahwa alur ataupun konflik pada buku ini tergolong cukup berat, serta ada
begitu banyak hal yang menurut kami menarik. Salah satunya dalam aspek bahasa, yang
menggunakan gaya bahasa semi baku di setiap halaman nya, juga terdapat banyak
percampuran antara bahasa Indonesia - Belanda.

“Sedalam Noord Zee?” (hlm 72)


“Itu artinya sarjana-sarjana Belanda mencoba berpihak pada kebenaran yang onzin itu” (hlm
248)
“Kejadian-kejadian itu semua adalah liefdadigheid” (hlm 454)

Ditemukan juga ada beberapa penggunaan bahasa Jawa seperti “Mangga dilieueut,
Mepro” (hlm 436), bahasa Inggris di beberapa dialog Rumondt dan Van der Wijk, dan bahasa
Ibrani saat Gertruida mencoba menjawab pertanyaan Rob mengenai bahasa Ibrani dari
‘Ibunda Perawan’. Selain aspek bahasa, kami juga mendapatkan pengetahuan baru saat narasi
penjelasan Gertruida tentang bagaimana orang Belanda gemar membuat singkatan terhadap
nama-nama mereka, misalnya J.S.B.L Olberg dan kemudian kebiasaan tersebut
mempengaruhi juga orang-orang di negeri jajahan Belanda di Asia terutama orang asal
Minahasa seperti Dr G.S.S.J. Ratoelangi.

Di setiap akhir bab penulis seringkali menyelipkan quotes bahasa Belanda yang sesuai
dengan konflik yang sedang terjadi kala itu, seperti pada bab 3 ketika Gertruida atau yang
biasa ibunya panggil dengan sebutan Gerry sedang bimbang terhadap gejolak perasaan nya
sendiri, terdapat sebuah quotes pada akhir bab “Het verstand des mensen vertrekt zijn torn”.
Atau pada akhir bab 19 “Een vriend heeft te aller tijd lief” Dimana ketika Gertruida
berkenalan dengan seorang mahasiswa Technische Hoogeschool bernama AbA (Abdoelkarim
bin Abdoelkadir) yang kemudian diceritakan menjadi sahabat baik Gertruida pada bab-bab
selanjutnya. Buku yang berlatar pada tahun 1920-an ini juga memiliki banyak footnote untuk
beberapa istilah-istilah asing dan nama tempat.

Masuk pada bagian konflik, novel karya Remy Sylado ini kaya akan masalah keluarga
dimana Mark van Veen, ayah dari Gertruida digambarkan sebagai sosok Pastor dengan aliran
calvinisme dan kristen yang kental namun tidak mencerminkan sosok Pastor yang
seharusnya, ia sering memaki istrinya dan Gertruida dengan sebutan yang tidak pantas.

Tidak lupa masalah percintaan turut andil dalam kisah tanpa akhir ini, dimana
Gertruida si gadis lugu jatuh cinta terhadap Rob si pelukis bahkan cinta nya semakin besar
sehingga ia nekat untuk melakukan apapun, namun sang ayah sangat menentang mereka.
Mengakibatkan hubungan mereka dipenuhi lika liku tak terhingga.

Jangan lupakan masalah politik yang membuat konflik buku ini semakin seru, di
narasikan bahwa mulai melebarnya informasi mengenai pembangunan bordil pada zaman
hindia-belanda dan segala rasisme yang terjadi di tahun 1920-an dari Belanda ke Indonesia,
adapun sekali menyinggung tentang Jepang yang sudah mulai tertarik untuk “menjajah”
Indonesia tetapi lebih mengarah tentang bagaimana “kehewanan” para Jepang yang tertarik
oleh hasrat dan seksual yang terjadi di rumah bordil di Bandung atau Parijs van Java, staad
van bloemen pada saat itu, serta diikuti konflik hukum ketika tokoh pendamping protagonis
yaitu Rob Verschoor sang pujaan hati Gertruida terperangkap ke dalam jebakan saat
meluapkan amarahnya kepada Rumondt karena telah melakukan tindakan keji memperkosa
istrinya, konflik hukum ini juga beberapa kali dengan gamblang mengangkat tentang
permainan nakal para penegak hukum dan aparat yang mudah disogok dengan uang, seakan
men-justifikasi bahwa ‘hukum tidak berlaku bagi si kaya’ ironi-nya, masih terjadi juga
hingga saat ini.

Ada satu hal menarik lagi yang tidak luput dari pengamatan kami setelah selesai
bergumul dengan karya hebat ini. Bahwa dari konflik yang bisa kami relate sebagai remaja
mengenai percintaan, buku ini bisa dibaca tergantung bagaimana si pembaca meresapi
bukunya. Bagi sudut pandang kami, konflik dari buku ini memberikan adanya dorongan
untuk bunuh diri karena terbawa suasana akan beragam masalah yang terus menghantam
kehidupan sang tokoh utama.

Secara keseluruhan, kami setuju bahwa buku ini merupakan karya dengan ide yang
cemerlang dan begitu menarik untuk dibaca dengan segala konflik yang disajikan, juga
berhasil memberikan perasaan menggebu gebu dan cemas terhadap apa yang akan terjadi
selanjutnya. Namun pada beberapa bab, kami merasa tidak nyaman dengan adanya narasi
yang terlalu panjang dan bertele-tele serta penokohan untuk anak Gertruida dan Rob yang
diberi nama Indonesia, seakan penulis kurang kreatif atau bahkan menganggap hal ini sebagai
lelucon.

"Parijs van Java" oleh Remy Sylado menghadirkan cerita menarik di masa kolonial
Hindia Belanda. Novel ini memperlihatkan kisah yang penuh pasang surut, menggambarkan
konflik cinta, masalah keluarga, politik, dan hukum dengan gaya bahasa yang khas,
menggabungkan berbagai bahasa untuk memperkaya narasinya. Meskipun memuaskan dan
menyentuh emosi pembaca, ada beberapa poin yang seharusnya bisa di pertimbangkan oleh
penulis.

https://www.kompasiana.com/
chairunnisaoctaviaruswandi8545/65839db3c57afb29963ec7a2/parijs-van-java-sebuah-karya-
pilu-dari-remy-sylado

Anda mungkin juga menyukai