Anda di halaman 1dari 86

1.

1 Latar Belakang
Perencanaan Sumur Bor merupakan bagian kegiatan. Pelaksanaan Fisik dari
pekerjaan ini dapat dilaksanakan apabila Perencanaan dari bangunan tersebut
sudah tersedia. Perencanaan merupakan landasan utama dari pelaksanaan fisik
dan diharapkan mempunyai bentuk bangunan dan struktur yang dapat
dipertanggungjawabkan. Konsultan Perencana yang dianggap mampu diharapkan
untuk berperan serta dalam pembangunan yang dilaksanakan Dinas Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang Kab. Tulang Bawang.

1.2 Maksud dan Tujuan


Pekerjaan Perencanaan Sumur Bor dikerjakan oleh konsultan bertujuan
membantu Pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kab. Tulang
Bawang dalam hal pembuatan Gambar Kerja, Rencana Anggaran Biaya serta
Dokumen Lelang, agar pada waktu pelaksanaan Perencanaan Sumur Bor
tersebut dapat sesuai dengan Spesifikasi yang diatur dalam dokumen kontrak.

1.3 Sasaran
Pekerjaan Perencanaan Sumur Bor lengkap dan dokumen lelang tersebut dapat
dibagi dalam tahapan proses yaitu :
a. Tahapan pengumpulan data lapangan
b. Tahapan analisa data lapangan ; perencanaan dan penggambaran
c. Tahapan penyusunan / pembuatan dokumen lelang
3.1. LOKASI PEKERJAAN

Sesuai dengan ketentuan dalam TOR, Lokasi Pekerjaan tersebar di 10 Kecamatan


kecamatan di kabupaten Tulang Bawang yaitu :

No. KECAMATAN DESA


1 KECAMATAN MENGGALA GANG ANGGA PUTRA JL. 4 MBC
JL. LINTAS TIMUR GG. DPRD BELAKANG KANTOR DPRD
PERUMNAS GRIYA NUANSA
TK NEGERI 1 PEMBINA
JL. KEMILING RAYA LOKAS 1 BENGKEL LAS
KEMILING RAYA LOKASI 2
JL. DERMAGA BUGIS
PERUM PNS TIUH TOHOU
2 KECAMATAN BANJAR BARU KAMPUNG PANCA KARSA PURNA JAYA
KAMPUNG BAWANG TIRTO MULYO
3 KECAMATAN BANJAR AGUNG DWI WARGA TUNGGAL JAYA
KAMPUNG TUNGGAL WARGA
4 KECAMATAN BANJAR MARGO KAMPUNG AGUNG JAYA
KAMPUNG BUJUK AGUNG
5 KECAMATAN GEDUNG AJI BARU KAMPUNG MAKARTI TAMA
6 KECAMATAN PENAWAR TAMA KAMPUNG TRI REJOMULYO
KAMPUNG SIDOHARJO
KAMPUNG TRI KARYA KEC.
7 KECAMATAN PENAWAR AJI KAMPUNG SUKA MAKMUR
KAMPUNG SUMBER SARI
8 KECAMATAN MERAKSA AJI KAMPUNG SUKARAME
9 KECAMATAN GEDUNG MENENG SMAN 1 GEDUNG MENENG
10 KECAMATAN DENTE TELADAS KAMPUNG KEKATUNG MASJID AT TAKWA
KAMPUNG KEKATUNG MASJID AL HIDAYAH
KAMPUNG KEKATUNG MASJID AL HIDAYAH

Hasil survei pendahuluan disajikan pada uraian dibawah ini :


a. Kecamatan Menggala

1. Gang Angga Putra JL. 4 MBC

Foto Survei Pendahuluan Rencana Sumur Bor Gang Angga Putra JL. 4 MBC

2. JL Lintas Timur GG DPRD Belakang Kantor DPRD

Foto Survei Pendahuluan Rencana Sumur Bor JL Lintas Timur GG DPRD


Belakang Kantor DPRD

3. Perumnas Griya Nuansa

Foto Survei Pendahuluan Rencana Sumur Bor Griya Nuansa


4. TK Negeri 1 Pembina

Foto Survei Pendahuluan Rencana Sumur Bor TK Negeri Pembina

5. Jl. Kemiling Raya Lokas 1 Bengkel Las

Foto Survei Pendahuluan Rencana Sumur Bor Jl. Kemiling Raya Lokas 1
Bengkel Las

6. Kemiling Raya Lokasi 2

Foto Survei Pendahuluan Rencana Sumur Bor Jl. Kemiling Raya Lokas 2
7. Jl. Dermaga Bugis

Foto Survei Pendahuluan Rencana Sumur Bor Jl. Dermaga Bugis

8. Perum PNS Tiuh Tohou

Foto Survei Pendahuluan Rencana Sumur Bor Perum PNS Tiuh Toho

b. Kecamatan Banjar Baru

1. Kampung Panca Karsa Purna Jaya

Foto Survei Pendahuluan Rencana Sumur Bor Kampung Panca Karsa Purna
Jaya
2. Kampung Bawang Tirto Mulyo

Foto Survei Pendahuluan Rencana Sumur Bor Kampung Bawang Tirto Mulyo

c. Kecamatan Banjar Baru

1. Kampung Dwi Warga Tunggal Jaya

Foto Survei Pendahuluan Rencana Sumur Bor Kampung Dwi Warga Tunggal
Jaya

2. Kampung Tunggal Warga

Foto Survei Pendahuluan Rencana Sumur Bor Kampung Tunggal Warga


d. Kecamatan Banjar Margo

1. Kampung Bujuk Agung

Foto Survei Pendahuluan Rencana Sumur Bor Kampung Bujuk Agung

2. Kampung Agung Jaya

Foto Survei Pendahuluan Rencana Sumur Bor Kampung Agung Jaya

e. Kecamatan Gedung Aji Baru

1. Kampung Makarti Tama

Foto Survei Pendahuluan Rencana Sumur Bor Kampung Makarti Tama


f. Kecamatan Penawar Tama

1. Kampung Tri Rejo Mulyo

Foto Survei Pendahuluan Rencana Sumur Bor Kampung Tri Rejo Mulyo

2. Kampung Sidoharjo

Foto Survei Pendahuluan Rencana Sumur Bor Kampung Sido Harjo

3. Kampung Tri Karya

Foto Survei Pendahuluan Rencana Sumur Bor Kampung Tri Karya


g. Kecamatan Penawar Aji

1. Kampung Suka Makmur

Foto Survei Pendahuluan Rencana Sumur Bor Kampung Suka Makmur

2. Kampung Sumber Sari

Foto Survei Pendahuluan Rencana Sumur Bor Kampung Sumber Sari

h. Kecamatan Meraksa Aji

1. Kampung Sukarame

Foto Survei Pendahuluan Rencana Sumur Bor Kampung Sukarame


i. Kecamatan Gedung Meneng

1. SMAN 1 Gedung Meneng

Foto Survei Pendahuluan Rencana Sumur Bor SMAN 1 Gedung Meneng

j. Kecamatan Dente Teladas

1. Kampung Kekatung Masjid At Takwa

Foto Survei Pendahuluan Rencana Sumur Bor Mesjid At Taqwa

2. Kampung Kekatung Masjid Al Hidayah

Foto Survei Pendahuluan Rencana Sumur Bor Mesjid Al Hidayah


3. Kampung Kekatung Masjid Al Furqon

Foto Survei Pendahuluan Rencana Sumur Bor Mesjid Al Furqon


A. Umum
Air tanah sebagai salah satu pemasok untuk memenuhi kebutuhan hidup sangat
diperlukan, sebagai akibat tidak terpenuhinya kebutuhan tersebut oleh air
permukaan. Penggunaan air tanah yang terus meningkat, dapat menyebabkan
terjadinya pengambilan air tanah yang melebihi cadangan pada cekungan air
tanah. Untuk menjaga keseimbangan antara pengambilan dan imbuhan,
pemanfaatan air tanah harus melalui tahapan-tahapan tertentu.

B. Tahapan Studi Hidrogeologi


Studi diharapkan dapat mengetahui kapasitas air tanah yang berada pada suatu
cekungan air tanah, geometri luas dan tebal cekungan dan batas-batasnya,
daerah imbuhan (recharger), potensi kemampuan cekungan air tanah untuk
dieksploitir, prakiraan produktivitas sumur yang akan dibuat serta prakiraan
jumlah sumur dan jarak antar sumur yang akan dibangun. Tahap studi
hidrogeologi membahas dan menghitung debit optimum pada sumur bor.

Disamping studi tentang air tanah tersebut, diperlukan studi tentang kondisi
sosial dan ekonomi masyarakatnya, untuk mengetahui prioritas kebutuhan air
dan kesiapannya dalam memanfaatkan air tanah.

Teknik investigasi hidrogeologi setidaknya harus harus dilakukan beberapa hal


diantaranya (Hiscock, K.M., 2005):

a) Pengukuran muka air tanah


b) Hidrograf muka air tanah dan barometrik selama beberapa tahun
c) Pemetaan kontur muka air tanah
d) Pengukuran presipitasi
e) Pengukuran evapotranspirasi dan estimasinya
f) Kalkulasi Infiltrasi dan soil water
g) Estimasi Imbuhan
h) Estimasi lapangan dan analisis sifat akuifer
i) Kualitas air tanah daerah penelitian
j) Pemodelan

a) Survei geofisika

Survei geofisika dapat dilakukan dengan beberapa metoda, diantaranya


(Kovalevsky.V.S.et al, 2004):

1) Metode Magnetis
2) Metode Elektro magnetic
3) Metode Electrical Resistivity
4) Metode Polarissi Induksi
5) Metode Seismik
6) Metode Gravitasi
7) Metode Ground Penetrating Radar (GPR)
8) Metode Bore Hole Logging

Survey geolistrik (electrical reistivity) yang dianggap paling umum


digunakan adalah yang dilakukan dengan metoda tahanan jenios
(resistivity method). Sedangkan untuk daerah dengan batuan gamping
atau batuan yang banyak rekahan selain resitivity banyak digunakan
metoda elektro magnetik.

b) Pemboran Sumur Eksplorasi.

Pelaksanaan studi sebagai kelanjutan dari survey hidrogeologi dan


geofisika , untuk mengetahui kepastian dan ketepatan dari keterdapatan
lapisan pembawa air (akuifer), perlu dilakukan pemboran sumur
eksplorasi. Pemboran eksplorasi dengan diameter kecil sampai kedalaman
yang diinginkan untuk mendapatkan sampel tanah (drilling cutting) dan
data air dengan metode pemompaan uji tipe air lift test.

Sumur eksplorasi ini setelah mendapat data yang cukup akurat kadang
kadang hanya dikonstruksi dengan pipa diameter 6” sebatang sebagai
tanda bahwa daerah ini pernah diteliti dengan cermat.

Beberapa sumur eksplorasi kadang juga dikonstruksi dengan pipa diameter


4” sampai dengan kedalaman susunan perlapisan akifer yang difungsikan
sebagai sumur pengamat (observation well), atau dapat juga di eksploitir
untuk dipompa untuk memenuhi kebutuhan air dilingkunganya.

c) Pemboran Sumur Uji


Setelah pemboran eksplorasi selesai dilaksanakan dan hasilnya
menunjukkan adanya potensi air tanah, maka dilakukan pembuatan/
pemboran sumur uji. Konstruksi sumur uji biasanya sama dengan
pembuatan konstruksi sumur produksi yang akan dibuat pada tahap
pengembangan berikutnya. Pembuatan sumur uji dapat dengan
memanfaatkan sumur eksplorasi yang sudah ada, yang kemudian
ditingkatkan menjadi sumur uji dengan melebarkan diameter sumur,
dibor sampai dengan kedalaman serta dikonstruksi sesuai dengan
terdapatnya laapisan akuifer.

d) Sumur uji dipergunakan untuk menguji akifer daerah tersebut dengan


pemompaan uji bertahap dan uji menerus selama 3 hari. Bahkan kadang
bilamana diperlukan dapat dilakukan pemompaan uji menerus selama 7
hari menerus atau selama yang diinginkan oleh ahli hidrogeologi, atau
sesui kepentinganya. Pengujian jangka panjang bertujuan untuk
mengetahui kondisi kemampuan akifer secara regional (satu cekungan air
tanah).

C. Sosialisasi dan Konsultasi Publik


Untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat, sosialisasi dan konsultasi perlu
dilaksanakan sedini mungkin. Hal ini dikarenakan penggunaan air tanah
merupakan hal yang baru bagi masyarakat. Aspek operasi dan pemeliharaan
berbeda dengan operasi dan pemeliharaan irigasi permukaan, terutama
menyangkut masalah biaya operasi.

Dengan sosialisasi ini masyarakat calon penerima manfaat dapat lebih siap,
bahkan dapat mempersiapkan organisasi pengelola lebih dahulu.

D. Langkah Perencanaan Sumur Bor


Perencanaan sumur air tanah memerlukan beberapa hal atau langkah yang harus
diperhatikan :

a) Diameter Sumur.
1) Besaran diameter casing yang digunakan sesuai dengan keperluan,
2) Jenis casing yang digunakan dapat berbahan metal, plastik atau serat
gelas. Pemilihannya berdasarkan pertimbangan :
(a) Harga barang atau pertimbangan ekonomis

(b) Kualitas air tanah, untuk daerah dengan kualitas korosif dipilih pipa
bahan plastik atau metal jenis stainless steel, bukan jenis low
carbon..Pertimbangan lain mungkin diperlukan dengan mengingat
kondisi lingkungan dan keperluanyaa.

(c) Kemudahan dalam pemasangan, untuk pemboran dengan mesin bor


yang cukup kuat dapat menggunakan material dari bahan metal.
Penyambungan juga menjadi pertimbangan apakah tersedia mesin
las untuk metal atau lem dan baut pasak untuk bahan plastik.

(d) Kemudahan dalam pemeliharaan. Dalam periode tertentu secara


berkala, sumur perlu dicuci atau di redevelopment untuk
membersihkan kotoran. Proses development dengan tekanan tinggi
atau dengaan pengocokan, akan sangat beresiko rusak pada sumur
dengan material yang lemah.

b) Kedalaman Sumur.

1) Tergantung pada berapa lapisan akifer yang akan disadap dan potensi
akifernya.

2) Penentuan jenis akuifer (tertekan atau tidak) berdasarkan data log bor.

3) Besar debit rencana operasi juga menentukan kedalaman sumur.

c) Penggunaan Screen.

Pemilihan bahan screen mempunyai pertimbangan yang sama dengan


pemilihan casing, namun jumlah air yang dapat disadap oleh sumur dan umur
sumur sangat tergantung dengan ukuran lebar celah screen disamping gravel
pack. Lebar celah atau slot opening yang terlalu lebar akan mengurangi
kekuatan material meskipun diperoleh air dalam jumlah besar karena rasio
Opening area yang besar. Pada screen dengan slot opening yang besar tetapi
tidak sinkron denga ukuran gravel pack dapat menyebabkan masuknya pasir
atau material formasi batuan kedalam sumur, kemudian akan terpompa dan
berakibat popma menjadi lebih cepat rusak.

d) Gravel Pack.

Material berupa kerikil yang ditempatkan pada ruang anulus disekitar screen
yang berguna sebagai filter untuk menahan material–material batuan pada
akifer tidak masuk kedalam sumur dan terpompa.

Gravel pack juga berfungsi menstabilkan lubang bor agar tidak runtuh.

e) Development
Proses pembersihan sumur dari lumpur pemboran agar diperoleh
produktivitas sumur yang tinggi. Proses development mempunyai banyak
metode, yang umum digunakan adalah metode Air Jetting, dengan
menggunakan alat kompresor ditiupkan udara bertekanan tinggi kedalam
permukaan saringan sumur.

f) Grouting
Suatu lapisan buatan (berupa lapisan semen) yang berfungsi untuk menahan
konstruksi lubang bor, menahan rembesan air permukaan atau soil water
yang tidak diinginkan masuk kedalam lubang bor, sekaligus sebagai penguat
konstruksi sumur didekat permukaan tanah.

E. Data Perencanaan yang Diperlukan


a) Evaluasi dan survey (di lapangan dan luar lapangan) dari semua informasi
geologi, hidrologi, kualitas air, geomorfologi, pedologi, dan lain-lain dari
area yang bersangkutan.

b) Hasil pemetaan yang sebenarnya adalah koleksi dari data terbaru dan
pengecekan data di lapangan : penerapan geologi, geofisika, kimia, geologi
foto-kartografi dan metoda lainnya.

c) Data dasar kondisi hidrogeologi, saat ini sudah dirangkum dan tersimpul
menjadi Peta Cekungan Air Tanah. Didalam peta CAT disamping terlihat
penyebaran tiap cekungan air tanah juga dapat diketahui ketebalan
satuanakuifer pada tiap daerah CAT

d) Laporan hasil penelitian terdahulu, laporan-laporan pemboran disekitarnya.

F. Latihan
1. Pada daerah batu gamping, akan di lakukan survey untuk evaluasi
hidrogeologi, survey permukaan sudah dilakukan, namun kondisi bawah
permukaan belum diketahui; Apa yang anda lakukan untuk mendapatkan
informasi bawah permukaan? jelaskan
2. Anda diminta untuk mendisain sumur guna mengantisipasi kebakaran hutan
didaerah CAT yang potensial. Ketika anda ditanya oleh calon pengguna: ”
Berapa rencana kedalaman sumur yang akan dibuat ? “ Apa jawaban yang
dapat anda berikan?
3. Di dekat Pegunungan Bintang di Papua dengan daerah yang sulit diakses;
suatu tempat yang jalan pun tidak ada, dan merupakan daerah tektonik kuat
yang banyak terdapat gempa bumi, anda harus mendisain sumur, lalu bahan
apa yang akan anda pilih?

G. Rangkuman
Air tanah yang diambil/ disadap berlebihan beresiko menimbulkan bencana yang
kurang dikenal dimasyarakat. Untuk penyadapan secara besar besaran misalnya
industri dan irigasi, penyadapan harus melalui tahapan-tahapan studi yang teliti
dan sustainable.

Survei air tanah tidak hanya dilakukan di permukaan, tetapi juga dilakukan untuk
bawah permukaan. Tidak semua metode bawah permukaan cukup teliti
menghasilkan informasi kondisi bawah permukaaan, akan lebih teliti jika
digunakan beberapa metode sekaligus.

Hasil survey dan pemodelan tetap harus diperkuat dengan data pemboran sumur
eksplorasi dan sumur uji produksi.

Kalaupun alam mengijinkan memberikan potensi air tanah yang cukup, belum
tentu masyarakat setempat dapat menerimanya dan suka. Sosialisasi juga
merupakan faktor penting dalam pengembangan pemanfaatan air tanah ini.

H. Evaluasi
1. Bahan casing dan screen apa yang paling cocok untuk derah dengan kualitas
air yang korosif :
a. Black Mild Steel (BMS),
b. Plastik PVC, Fibre Glass dan stainles steel
c. Pipa Screen
2. Untuk mengetahui ketebalan satuan akuifer pada suatu wilayah, anda harus
mencarinya dimana ? :
a. Survey Topografi
b. Mempelajari peta Cekungan Air Tanah
c. Pemboran Sumur
3. Setelah lubang sumur jadi dan kemudian dipasang konstruksi casing dan
screen maka lubang anulus harus di beri :
a. Gravel Pack
b. Sumbat (Bottom Plug)
c. Grouting
PERENCANAAN PEMBORAN

A. Metode Pemboran
Metoda pemboran sumur air banyak macamnya, dari yang tradisional dengan bor
tangan sampai dengan menggunakan mesin. Beberapa metode yang
menggunakan mesin diantaranya adalah metode:

a) Bor tumbuk atau dikenal dengan nama cable tool drilling juga disebut
perkusi atau spudder. Pada dasarnya pemboran sumur air dengan metode ini
adalah dengan cara mengangkat dan menjatuhkan berulang-ulang kali
serangkaian alat pemboran ke dalam lubang bor.

Mata bor melumatkan atau menghancurkan batuan yang konsolidasi dan


tidak terkonsolidasi (batuan lepas) dilumatkan menjadi partiel atau diurai
bercampur dengan air tanah, membentuk bubur, atau lumpur di dasar
lubang bor.

Jika tidak ada atau hanya sedikit air dari formasi yang ditembus,
ditambahkan air untuk membentuk bubur. Akumulasi bubur meningkat
seiring dengan hasil kemajuan pemboran pada giliranya akan mengurangi
atau meredam kemampuan alat dalam menghancurkan batuan. Bila tingkat
penetrasi menjadi tidak dapat diterima karena adanya redaman bubur
cutting, secara periodik bubur diambil dari lubang bor oleh pompa pasir atau
menggunakan alat yang disebut bailer. Pemboran dengan metode ini,
sekarang di Indonesia sudah jarang dijumpai.

b) Pemboran Putar Sirkulasi Langsung

Mata bor dipasang melekat pada ujung bawah dari serangkaian pipa bor yang
disebut sebagai drill string, yang meneruskan aksi berputar dari mesin bor
yang disebut sebagai rig ke mata bor. Mata bor yang mendapat beban dari
drill string, menggiling dan melumatkan batuan menjadi parikel serbuk bor
atau selanjutnya disebut cutting, yang bercampur dengan air atau lumpur,
bubur dan serpihan batuan ini kemudian diambil dengan cara memompakan
cairan pemboran untuk “menghanyutkan” cutting.
Gambar 1. Garis Besar Peralatan Pemboran Tumbuk

Cairan pemboran yang dipompakan mengambil cutting secara umum disebut


sebagai fluida, dapat berupa air saja, campuran air dan lempung, sudah
tentu termasuk udara didalamnya. Pemboran putar dengan fluida campuran
air dan lempung serta sebagan kecil bahan tambahan, fluida ini dilapangan
sering disebut sebagai lumpur pemboran atau lumpur saja.

Selanjutnya dalam naskah ini apabila disebutkan sebagai fluida, maksudnya


berlaku umum, jika disebutkan lumpur konotasinya adalah terbatas pada
fluida yang terdiri dari campuran air dengan lempung (termasuk disini
bentonite) serta sedikit bahan tambahan (additives) , fluida pemboran
mempunyai banyak fungsi, karena itu, sering ditambahkan bahan pencampur
(additives) yang akan dijelaskan kemudian.
Gambar 2. Garis Besar Peralatan Pemboran Putar Sirkulasi Langsung

Fluida dipompakan masuk melalui lubang dalam pipa stang bor atau drill
pipe sampai ke ujung mata bor dan keluar melalui lubang penyemprot
(nozle) yang terdapat di mata bor, fluida mengalir disamping mendinginkan
dan melumasi mata bor juga menghanyutkan partikel hancuran batuan yang
digiling oleh mata bor dalam bentuk suspensi terbawa naik melalui ruang
anulus yaitu ruang antara dril string dengan lubang sumur hasil pemboran,
aliran fluida yang membawa muatan cutting meluap di permukaan dan
mengalir melalui parit kedalam kolam pengendap kemudian sebagian besar
cutting mengendap turun terkumpul di dasar kolam, sedangkan cairan yang
bersih dialirkan ke kolam tempat cadangan lumpur dipompa dengan
menggunakan pompa lumpur.

Fluida sebagai sebagai media sirkulasi bahan dasarnya dapat berupa air
(water base fluid) yang umum digunakan untuk pemboran air, dan dapat
berupa minyak (oil base fluid) yang umumnya untuk pemboran minyak.
Gambar 3. Garis Besar Peralatan Pemboran Putar Sirkulasi Terbalik

Fluida berbasis air, untuk mendapatkan hasil lubang sumur yang optimal
menggunakan berbagai macam bahan pencampur (additiv), diantaranya
bentonite, polimer, udara, CMC, barite dan lain sebagainya yang akan
dijelaskan kemudian. Pemboran dengan metode putar sirkulasi langsung ini
yang sangat umum dan paling banyak dilakukan dalam pemanfaatan air
tanah di Indonesia.

Metode putar sirkulasi langsung dapat juga menggunakan udara sebagai


fluida pemboran. Beberapa ahli memisahkan metode ini dari metode
pemboran berbasis air, sehingga ada yang menyebutkan terdapat juga
metode pemboran putar berbasis udara (Air base) dalam hal ini udara
bertekanan tinggi ditiupkan dari kompresor melalui drill string menuju mata
bor dan meniup cutting melalui anulus ke permukaan untuk membuang
cutting.

c) Pemboran Putar Sirkulasi terbalik

Pemboran putar sirkulasi terbalik ini pada prinsipnya sirkulasi dalam


pengambilan serbuk bor (cutting) dilakukan dengan menyedot bubur
campuran fluida dengan cutting.
Pompa sentrifugal yang cukup besar kapasitasnya menyedot fluida bersama-
sama cutting. Media fluida berupa air, baik yang berasal dari air formasi
batuan atau air yang ditambahkan dialirkan masuk melalui anulus sampai ke
ujung mata bor di bawah permukaan disedot melalui lubang mata bor masuk
kedalam drill pipe disedot ke pompa sentrifugal di permukaan dan di
curahkan ke kolam tandon air, dalam kolam tersebut cutting di endapkan
dan air bersih kembali dimasukkan ke ruang anulus untuk disirkulasikan
kembali.

Pipa hisap pompa dan drill pipe yang digunakan pada metode ini dengan
demikian harus memiliki diameter yang cukup besar, biasanya berukuran 6
inci, mata bor yang digunakan juga cukup besar, biasanya antara 10 sampai
22 inci.

B. Langkah-Langkah Pemboran
Di Indonesia, kondisi geologi dan hidrogeologi pada daerah pengembangan
pemanfaatan air tanah umumnya memiliki karakter yang hampir sama.
Kebanyakan irigasi air tanah berkembang pada daerah aluvial, lithologi atau
batuan dengan umur relatif muda atau berumur kuarter. Daerah pengembangan
pemanfaatan air tanah untuk irigasi kebanyakan kondisi batuanya belum kompak,
atau pada daerah dengan litologi produk vulkanisme yang juga relatif muda dan
belum kompak, namun pada daerah aluvial yang banyak pemanfaatan air tanah,
susunan formasi batuan sangat bervariasi ukuran butirnya, berselang seling
antara batuan berbutir kasar sampai batuan sedimen berbutir halus atau
lempung.

Dari kondisi tersebut, maka metode rotary direct circulation mud flush yang
paling banyak dilakukan, karena dinilai paling sesuai dengan kondisi geologisnya.

Untuk selanjutnya dalam modul ini, dengan alasan untuk pengembangan


pemanfaatan air tanah untuk irigasi dan air baku air minum, hanya akan dibahas
metode pemboran putar sirkulasi langsung atau searah berbasis air dengan
beberapa pencampur (additives).

Perencanaan pekerjaan pemboran dan kontruksi sumur dengan metode


pemboran putar sirkulasi langsung atau searah berbasis air dengan bahan
pencampur (additive) meliputi perencanaan untuk:

a) Mobilisasi, persiapan site, alat, dan bahan termasuk perijinan lokal.


b) Pemasangan peralatan mesin bor, menara bor, pompa lumpur, kompresor
dan alat bantu

c) Pemasangan pipa konduktor termasuk pemboran atau penggalian lubang


untuk pipa konduktor, penggalian kolam lumpur.

d) Pemboran lubang pandu atau pilot hole diameter antara 4” - 8 3/4" dengan
kedalaman sampai rencana akhir pemboran dan pengambilan contoh batuan
(cutting) tiap meter kedalaman dari awal sampai akhir pemboran.

e) Loging geofisik dapat menggunakan Logging Resistivity dan Self Potential


Log. Jika memungkinkan dilakukan gamma ray logging atau jika terdapat
artesian akuifer digunakan juga water flow logging

f) Desain dan konstruksi sumur termasuk pemasangan konstruksi pipa sumur,


meliputi pemilihan material konstruksi sumur pemasangan dan ketegak
lurusan pipa produksi dan pengisian gravel pack, untuk irigasi berdiameter
tidak kurang dari 6", untuk air baku dan air minum disesuaikan kebutuhan,
antara 3” – 4 “ bagi skala pedesaan, pemasangan bail plug/sumbat bawah dan
reducer.

g) Pencabutan pipa konduktor sementara, penyemenan atau grouting.

h) Pemasangan tutup sumur, patok tanda sumur, dan kunci pengaman

i) Pengisian semen atau "grouting" kedalam rongga disekeliling pipa jambang.

j) Pembongkaran mesin bor.

k) Pengembalian site/ pemulihan site lokasi pemboran

Dalam modul ini hanya dibahas sampai disain dan konstruksi sumur saja,
sedangkan development, pemompaan uji dan pengambilan contoh air untuk
analisa kualitas air dibahas dalam modul yang lain.

C. Persiapan
Jenis rig atau mesin bor yang digunakan dapat dipilih sesuai kondisi medan, dan
ketersediaan alat, jika kondisi jalan dan jalan masuk ke lokasi cukup baik, rata
dan mampu dilewati truck maka rig yang digunakan adalah truck mounted, atau
tractor mounted. Tetapi bila kondisi medan tidak mungkin dilalui kendaraan
berat, maka dapat digunakan jenis skid mounted yang dapat menyeret dirinya ke
titik lokasi dengan menggunakan kabel baja serta memanfaatkan drum liner/
sand liner yang ada pada rig atau mesin bor tersebut.
Rencana jalan yang dilewati atau route harus di cek kondisinya, apakah terdapat
jembatan yang tidak mampu dilewati mobilisasi (terutama jika menggunakan
mesin bor alat berat). Kemungkinan perlu tidaknya perkuatan jembatan/ gorong-
gorong yang akan dilalui. Kondisi jalan berlumpur atau berbatu yang mungkin
perlu perekayasaan perkerasan atau perataan.

Persiapan site adalah mempersiapkan lokasi pemboran sedemikian sehingga


peralatan dapat masuk dengan mudah, aman dan tertata rapi sehingga
memudahkan dan cukup leluasa melakukan kegiatan operasional pemboran.
Lokasi pekerjaan harus dibebaskan dari kondisi becek, berlumpur atau berdebu,
bila perlu dilakukan penimbunan, perataan dan perkerasan.
Persiapan alat pemboran sedapat mungkin dibuatkan list atau tabel nama
peralatan, jumlah dan kondisinya. Peralatan yang akan dibawa ke lapangan,
peralatan khususnya mesin-mesin harus di cek terlebih dahulu, sehingga
peralatan langsung dapat digunakan di lapangan.
Persiapan bahan meliputi bahan bahan lumpur pemboran berupa bentonite
termasuk bahan additive-nya untuk menanggulangi kesulitan yang tiba tiba muncul
di lapangan. Bahan konstruksi, casing, screen, pump cassing, reducer, centralizer,
bottom plug, gravel pack, kawat las, lem pipa, mur-baut, bahan bakar, pelumas,
air accu dan lain sebagainya.

Gambar 4. Mesin Bor (RIG) Model Skid Mounted Dengan Pemutar Spindle Head
Gambar 5. Mesin Bor (RIG) Model Truck Mounted Dengan Pemutar Rotary Head

Penataan bahan harus cukup aman dan tidak mengakibatkan kerusakan atau
turunya mutu bahan. Penataan pipa pipa termasuk saringan harus disusun
ditempat yang teduh rata dan tidak terinjak hewan, misalnya pipa PVC harus
diganjal minimal 3 tempat sehingga tumpukan material rata horisontal tidak
melengkung.

Gambar 6. Mesin Bor (RIG) Model Tractor Mounted Dengan Pemutar Rotary Head

Penyimpanan gravel pack tidak terganggu atau terinjak-injak orang atau hewan,
dan tidak kebanjiran atau berceceran tercampur tanah atau lumpur. Bentonite
dan bahan additives serta bahan lain yang peka terhadap hujan dan panas harus
dibuatkan peneduh atau disimpan di direksi keet / gudang lapangan. Perijinan
masuk lokasi harus sudah tuntas diurus ke desa, warga pemukiman disekitar
lokasi.
Untuk keperluan pekerjaan pemboran perlu penyediaan air untuk sirkulasi dan
kebutuhan lain proses pemboran, harus dijamin kelancaran penyediaannya.
Mutu air harus bersih dan tawar, Air yang payau atau asam (air gambut) akan
mempengaruhi kualitas lumpur pemboran sehingga dapat menimbulkan gangguan
pengambilan cutting, keruntuhan lubang bor karena viskositas dan densitas
lumpur berubah yang disebabkan adanya reaksi kimia antara air tersebut dengan
bentonite. Bahkan air keruh, berpasir atau asam dapat merusak pompa lumpur
dan ausnya mata bor. Jumlah air yang disediakan harus dapat diperhitungkan
kebutuhannya, jika lokasi pengambilan atau penyaluran air cukup jauh dan
tersendat-sendat, perlu disiapkan tangki atau tandon air sementara didekat
lokasi pemboran.

D. Jalan Masuk
Pekerjaan Pemboran tidak selalu menggunakan alat berat, rig atau mesin bor
dapat menggunakan jenis yang ringan seperti jenis skid mounted, dapat
menggunakan juga alat berat, baik tractor mounted, maupun truck mounted,
disamping itu juga perlu diperhatikan mobilitas peralatan bantu lainya, misalnya
penggunaan truck kargo atau truck crane atau picup.

Mungkin dengan drilling rig tipe tractor mounted dapat saja masuk ke lokasi
rencana titik pemboran, tetapi truck cargo sebagai alat bantu yang menggunakan
roda biasa tidak dapat masuk atau tidak sesuai dengan jalan yang ada, sehingga
dapat mengganggu pelaksanaan pekerjaan

Kondisi jalan masuk juga sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat lainya,
dan musimnya, apakah musim hujan yang berlumpur, atau musim kemarau yang
berdebu, apakah tersedia jalan masuk ke lokasi dari jalan utama yang cukup baik
atau cukup sesuai dengan peralatan, ada tidak yang perlu memperbaiki atau
memperkuat jalan masuk yang disesuaikan dengan perlatannya.
Beberapa cara perkuatan jalan masuk jika diperlukan diantaranya adalah :

a) Pemakaian Perforated Steel

Perforated steel berupa lempengan lempengan pelat baja yang berlubang,


antara lempengan yang satu dengan lainya terdapat pengait yang dapat
saling dikaitkan lempeng yang satu dengan lainya.

Ukuran perforated steel ini kurang lebih 3 (tiga) meter dengan lebar 0,5
meter, di pasaran banyak variasi ukuran. Pemasanganya dengan menggelar
lempengan lempengan ini pada jalan tanah lunak agar tidak ambles ketika
dilewati alat berat, lempeng yang satu dikaitkan dengan lempeng lainya agar
saling memperkuat dan tidak berpindah.

Gambar 7. Perforated Steel Digunakan Untuk Perkuatan Tanah Lunak

b) Perkuatan batu kali, pasir atau tanah

Pada tanah sangat lunak atau berlumpur perlu ditimbun dengan batu kali
dari jalan utama sampai titik lokasi, jumlah penimbunan tergantung
peralatan yang akan melewati. Penimbunan dapat diratakan dengan urugan
pasir atau tanah yang berkualitas bagus, tidak lengket sehingga memudahkan
mobilisasi.

Jika tidak tersedia batu berukuran besar, pelapisan dengan geotektile atau
anyaman bambu (bambu kepang) perlu digunakan sebagai pembatas antara
tanah lunak (lumpur) dengan urugan perkuatan.

Gambar 8. Penggunaan Geotextile Pada Perkuatan Jalan Masuk

E. Pemasangan dan Penempatan Peralatan


Pemasangan dan penempatan mesin bor harus dipasang dengan hati - hati
dibuatkan pondasi yang kuat, rata, datar sehingga stang bor yang dipasang dapat
tegak lurus, agar dapat memberikan hasil pemboran yang baik dan mencegah
kerusakan mesin bor itu sendiri, serta menghindari kemungkinan terjadinya
kecelakaan terhadap personil atau tenaga kerja pemboran hingga diperoleh
lubang bor yang tegak dan lurus.

Gambar 9. Pemasangan Rig Dengan Perkuatan Pondasi

Gambar 10. Ketegaklurusan Pemasangan Rig

Pengecekan ketegak lurusan ini terutama ditujukan pada kelly, dikontrol dengan
water pas baik bagian dasar mesin, menara bor dan kelly-nya.

Penempatan pompa lumpur harus sedemikian sehingga operator pompa lumpur


dapat komunikasi dengan operator mesin bor (saling dapat melihat dan memberi
isyarat perintah).

F. Pengaman Lokasi
Keamanan peralatan, bahan pemboran termasuk pipa-pipa dan semua
perlengkapan yang terdapat dilokasi pemboran, termasuk disini adalah
pengamanan personil baik pekerja maupun pengunjung/ penonton harus dijaga,
dan harus menjaga semua bangunan, saluran, pipa saluran, pohon, jalan dan
lain-lainnya disekitar lokasi pemboran supaya tidak terganggu selama pekerjaan
berlangsung.

Pengamanan lokasi dapat dilakukan dengan membuat pagar pembatas medan


kerja, memasang tanda tanda peringatan.

G. Pipa Konduktor
Pemasangan pipa konduktor dan pemboran atau penggalian lubang diameter
tertentu, misalnya 22” dari permukaan tanah sampai pada kedalaman 4 - 6 m
atau sesuai ketebalan tanah penutup, atau tanah permukaan yang mudah
longsor, untuk dipasang pipa konduktor atau casing sementara.
Pipa konduktor atau casing sementara berdiameter lebih besar dari rencana
pump casing, untuk pump casing diameter 12“ digunakan pipa konduktor atau
temporary casing 20 "atau 22 ”.
Pipa Konduktor ("Conductor Pipe/ Surface Casing") yang digunakan dapat berupa
pipa casing diameter lebih besar dari rencana pump casing atau dapat dibuat
dari drum yang dirangkai dengan di las total panjang sesuai kondisi soil di
lapangan.
Fungsi dari pipa konduktor ini adalah membuat perlindungan, agar soil atau
tanah permukaan yang kondisinya porous dan lepas atau tidak kompak, dapat
ditahan agar tidak runtuh, dan juga tidak terjadi rembesan baik ke permukaan
tanah dari lubang bor, maupun dari lingkungan masuk ke lubang bor.
Gambar 11. Pemasangan Pipa Konduktor, Dapat Dibuat Dari Drum

Beberapa daerah, didalam tanah pada kedalaman dangkal banyak ditemui


berangkal atau boulder yang banyak dikenal sebagai batu mangga yang lepas,
jika pemboran tanpa pipa konduktor sudah mencapai kedalaman yang cukup
dalam, goncangan atau getaran drill string (stang bor dan mata bor) dan mein
bor dapat menyebabkan batu mangga terjatuh menimpa diatas mata bor dan
mengunci sehingga mata bor terjepit, tidak dapat diangkat atau diputar, perlu di
ingat bahwa mata bor hanya tajam ke bawah, dan tidak dapat menghancurkan
apa yang menindih diatasnya.

Pipa konduktor umumnya dipasang pada kedalaman 6 - 12 m. kedalaman


tersebut umumnya adalah tebal dari soil atau tanah permukaan ditempat
tersebut.

H. Kolam Lumpur (Kolam Flurida)


Pemboran yang dilaksanakan dengan cara Direct Circulation Mud Flush perlu
disediakan 2 (dua) kolam lumpur, berukuran 2 m x 2 m x 1,5 m, dinding kolam
dibuat miring, di beri pasangan batu bata dan disemen agar dinding kolam
lumpur tidak mudah longsor atau runtuh.
Kolam tersebut dihubungkan satu dengan lainnya ke lubang bor melalui kanal
dengan ukuran lebar 0,2 m pada bagian dasarnya, kedalaman 0,2 m. Kanal
dilengkapi dengan kolam pengedap kecil berukuran 0,5 m x 0,5 m x 0,5 m yang
terletak antara lubang bor dengan kolam pertama.
Gambar 12. Tata Letak Secara Umum Kolam Fluida Pemboran

Gambar 13. Kolam Fluida Pemboran Dan Alat Pencampur Bentonite

Bangunan kolam lumpur harus diperhitungkan mampu menampung setidaknya 2


(dua) – 3 (tiga) kali rencana volume lubang bor sebelum diinstalasi.

Fluida pemboran untuk sirkulasi biasanya dicampur berdekatan dengan rig


pemboran di kolam galian seperti diuraikan diatas, dapat pula dibuat bak
portabel dari plat besi. Kapasitas kolam portabel untuk rig putar langsung
berkisar antara 200 sampai 10.000 gal. Kolam besar, 20.000 sampai 80.000 gal,
cocok untuk pemboran sirkulasi balik. Ukuran kolam lumpur ditentukan oleh
volume cairan pemboran yang akan digunakan untuk membuat lubang bor dan
kebutuhan akan volume cadangan, yang bervariasi sesuai dengan kondisi tempat.
Biasanya volume kolam adalah dua sampai tiga kali volume lubang bor selesai.
Untuk pemboran rotary terbalik, dimana kehilangan cairan pemboran biasanya
tinggi, volume kolam umumnya tiga kali lipat dari lubang bor yang selesai.

Desain kolam lumpur harus mempertimbangkan beberapa faktor (Gambar 5.3).


Tujuan utama dari kolam ini adalah untuk menyimpan volume cairan pemboran
yang memadai dan untuk bertindak sebagai tempat pembuangan yang efektif
untuk cutting yang diendapkan. Untuk pemindahan cutting yang tersuspensi
secara efisien, kolam harus dibangun dalam dua bagian pengendapan dan bagian
isap.Namun kenyataannya banyak pengebor menggunakan kolam tunggal yang
melayani kedua fungsi ini.

Kecepatan cairan pemboran saat bergerak melalui kolam pengendap lumpur


harus serendah mungkin. Hal ini dapat dicapai dengan mengubah arah aliran saat
cairan pemboran bergerak melalui kolam, dan juga dengan memperdalam bagian
kolam atau dengan menggunakan saringan dan pelimpah. Parit dibuat lebih
dalam daripada lebih luas, hal ini lebih memuaskan dalam mengurangi kecepatan
sehingga memberi kesempatan mengendanya fluida pemboran. Selang hisap
harus dilengkapi strainer atau saringan dan dipasang di dasar kolam. Bagian
bawah galian kolam lumpur harus ditutup dengan lembaran plastik atau dilapisi
lempung yang dipadatkan

I. Flurida Pemboran
1) Jenis Fluida Pemboran
Fluida pemboran yang digunakan di industri sumur air meliputi sistem berbasis
air dan berbasis udara. Fluida berbasis air terdiri dari (1) fase cair, (2) fase
tersuspensi (koloidal), dan (3) cutting yang masuk selama pemboran. Fasa koloid
bisa berkisar kurang dari 1 persen sampai 50 persen volume. Fluida udara hanya
terdiri dari fase udara kering, namun lebih sering mengandung beberapa air jikka
ditambahkan surfaktan (sabun) untuk menghasilkan busa.

Banyak penambah khusus lainnya, seperti flocculants, agen pengencer


(dispersan), bahan pemberat, penghambat korosi, pengencer filtrat, pelumas,
pengawet, bakterisida, dan material anti lost-circulation, digunakan untuk
menyesuaikan sifat fluida pemboran lebih lanjut.

Sistem fluida sirkulasi yang tepat yang dipilih, akan tergantung terutama pada
sifat batuan atau stratigrafi yang akan dihadapi atau diperkirakan dan peralatan
yang tersedia. Pemboran di batuan keras misalnya, memerlukan prosedur yang
berbeda dengan pemboran batuan sedimen atau endapan yang tidak konsolidasi.
Sistem pemboran sumur bor dengan penambah lempung atau polimer biasanya
digunakan dalam formasi yang tidak konsolidasi; Sistim pemboran sirkulasi udara
digunakan pada batuan dan sedimen yang terkonsolidasi atau setengah
konsolidasi.

Fluida air bersih saja, digunakan dengan peralatan bor putar sirkulasi air terbalik
(rotary reverse circulation water flush) untuk sumur berdiameter besar dengan
endapan yang tidak terkonsolidasi, semikonsolidasi, dan tidak sensitive (tidak
mudah runtuh), dan endapan tidak megembang (nonswelling).

2) Fungsi Fluida Pemboran

Fluida dapat melakukan banyak fungsi, tergantung kondisi fisik dan kimia yang
ditemukan di lubang bor. Fungsi utamanya adalah:

1) Mengangkat cutting. Tujuan utama sistem fluida adalah membuang cutting


dari lubang bor selama pemboran, kemampuan melepas cutting tergantung
pada kekentalan, densitas, dan kecepatan uphole velocity fluida, dan
ukuran, bentuk, dan densitas cutting. Idealnya, cairan harus membawa
cutting ke permukaan, dan memungkinkan mengendap sebelum cairan
disirkulasi.

2) Menstabilkan lubang bor. Fluida menstabilkan dinding lubang bor dan


mencegah pembengkakan lempung yang mengembang. Bila menggunakan
sistem berbasis air, fluida harus memberikan tekanan lebih besar dari yang
ada pada formasi yang ditembus. Fluida harus mencegah formasi lempung
agar tidak berkembang ke lubang bor selama pemboran. Beberapa lempung
hidrasi dapat menyerap sejumlah besar air, sehingga meningkatkan dimensi
fisik lempung.

3) Mendinginkan dan melumasi mata bor. Cairan yang beredar melalui drill
string mendinginkan dan melumasi mata bor, sehingga menghindari keausan.

4) Mengontrol kehilangan cairan. Semua sistem pemboran berbasis air harus


mengendalikan kehilangan fluida pemboran dalam formasi yang permeabel
dengan menciptakan filter-cake lempung yang hampir kedap air di dinding
bor.

5) Membawa cutting ke dalam bak pengendap sehingga tidak disirkulasikan


ulang.
6) Memfasilitasi perolehan informasi tentang formasi yang ditembus. Sistem
fluida pemboran harus memfasilitasi kemudahan pembersihan potongan
cutting yang representatif dan memungkinkan logging geofisika yang akurat
terhadap sumur.

7) Mempertahankan cutting di lubang bor saat fluida tidak beredar, selama


waktu cairan pemboran tidak bergerak, cutting cenderung untuk
dipertahankan menetap di lubang bor dan tidak mengendap. Jika tingkat
pengendapan berlebihan, cutting bisa mengendap turun ke dasar lubang bor
dan menimbun mata bor atau stabilizer hingga memungkinkan terjadinya
jepitan drill string.

Selama pemboran, tujuan utamanya adalah untuk menjaga fluida pemboran


dalam kondisi yang sesuai meskipun terjadi perubahan kondisi di bawah dan
diatas permukaan.

Pemantauan terus menerus fluida pemboran diperlukan untuk mencapai hasil


terbaik.

3) Sifat Fluida Pemboran Berbasis Air


Sifat fluida pemboran yang seharusnya dipahami adalah :

a) Densitas (bert jenis)


b) Kekentalan (viscocity)
c) Yield Point
d) Gel Strength
e) Filtrasi - Fluid-loss-control effectiveness
f) Sifat Pelumasan (Lubricity)
Namun untuk kepentingan praktis dalam pemboran sumur air tanah, beberapa
sifat fluida dijelaskan dibawah ini, sedangkan sifat sifat yang tidak dijelaskan di
sini hanya penting untuk pemboran minyak.

a) Densitas

Paling tidak, semua kru pemboran putar harus dapat mengukur densitas
fluida pemboran dan kekentalan fluida pemboran di lapangan, dan
memahami hubungan sifat-sifat ini dengan stabilitas lubang, pengambilan
cutting dan kontrol fluid loss (hilangnya fluida).

Densitas fluida pemboran diukur dengan mudah memakai timbangan lumpur


skala atau dikenal dengan nama mud balance.
Pemilihan dan pemeliharaan densitas fluida pemboran yang tepat mencegah
keruntuhan lubang dan aliran air meresap ke lubang bor. Untuk menjaga
lubang bor tetap terbuka, tekanan yang diberikan oleh kolom fluida
pemboran harus melebihi tekanan pori (air dan gas) dalam akuifer. Biasanya,
tekanan dilebihkan minimum 5 psi dari tekanan dalam akuifer sudah cukup,
walaupun persyaratan tekanan ini dapat lebih tinggi bila ditemukan formasi
tertekan (confined akuifer).

Kru pemboran harus dapat menghitung downhole pressures fluida untuk


menentukan apakah tekanan hidrostatiknya cukup untuk mengendalikan
tekanan pori dalam formasi atau tidak. Persamaan sederhana untuk
menentukan tekanan hidrostatik yang diberikan oleh fluida pemboran dalam
lubang bor diberikan sbb:

Tekanan hidrostatik = kepadatan cairan • tinggi kolom fluida • 0,052

Dimana tekanan hidrostatik ada di psi, densitas lb / gal dan tinggi pada ft.

Pada kebanyakan kondisi pemboran, tekanan hidrostatik yang diberikan oleh


berat kolom fluida di atas permukaan air statis di lubang bor cukup untuk
menciptakan tekanan positif di lubang bor; Artinya, tekanan hidrostatik yang
diciptakan oleh fluida pemboran cukup besar untuk menjaga lubang bor agar
tetap terbuka.

Jika ada lanau, lempung, atau serpih terkonsolidasi lemah, densitas fluida
pemboran akan menjadi naik, kenaikan densitasnya mungkin signifikan dan
air harus ditambahkan atau padatan diambil untuk mengurangi perbandingan
padatan/ fluida.

Peningkatan densitas yang terlalu besar dapat mempengaruhi proses


pemboran sebagai berikut:

1) Fluida pemboran dan cutting dengan volume besar dapat terpaksa masuk
kedalam akuifer selama pemboran. Resikonya fluida pemboran dan
cutting selama proses pencucian sumur atau development bisa sangat
sulit, terutama jika penambah lempung digunakan.

2) Biaya bahan meningkat karena kehilangan fluida yang banyak, terutama


di daerah di mana sulit didapat air atau mahal atau harus diangkut dari
jarak jauh.

3) Tingkat penetrasi berkurang.


4) Pengumpulan sampel lebih sulit dan kurang dapat diandalkan karena
cutting tidak keluar dari fluida di permukaan.

5) Pemakaian pompa lumpur meningkat dan bekerja keras karena harus


tetap sirkulasi dengan volume tinggi.

6) Biaya pemompaan meningkat karena padatan terus – menerus ikut


tersirkulasikan.

Karakteristik aliran fluida pemboran dari faktor kekentalan fluida, kekuatan


gel, dan yield point tergantung terutama pada ukuran, bentuk, dan struktur
molekul partikel dalam fluida. Partikel lempung berukuran kurang dari 4
mikron, lanau dan barit adalah 4 sampai 63 mikron, dan pasir halus sampai
medium adalah 63 sampai 500 mikron. Lanau dan barit, jika ada adalah
penyumbang utama densitas, sedangkan partikel lempung meningkatkan
karakteristik kekentalan dan filtrasi seperti yang dijelaskan di bawah ini.

Partikel polimer biasanya jauh lebih kecil dari lempung. Misalnya partikel
partikel polimer halus berukuran sekitar 0,0001 mikron. Penambahan sedikit
volume polimer ke fluida dapat memiliki efek yang signifikan terhadap
kekentalan.

Bentuk partikel penting dalam menentukan bagaimana aliran fluida. Partikel


bentuk lempeng dan tabular memiliki luas permukaan yang besar untuk
ukurannya dan dapat "mengikat" volume air yang relatif besar. Beberapa
partikel kecil, seperti koloid lempung, memiliki muatan listrik yang kuat
yang mempengaruhi cairan saat sedang bergerak dan saat terhenti.
Sebaliknya, partikel polimer memiliki struktur molekul berantai panjang
yang menyebabkan perubahan khas pada karakteristik aliran fluida,
tergantung pada jumlah tekanan yang diterapkan pada berbagai titik dalam
sistem sirkulasi.

b) Kekentalan

Kekentalan adalah resistensi yang ditawarkan oleh cairan yang mengalir,


atau, dalam kasus ini, dipompa. Tidak memiliki hubungan dengan densitas
dan diukur dalam unit yang berbeda. Kekentalan dan uphole velociy adalah
faktor utama yang menentukan kemampuan fluida untuk menghilangkan
cutting dari sekitar bit dan memindahkannya ke lubang bor. Kekentalan
fluida bergantung pada banyak faktor: (1) kekentalan cairan dasar yang
digunakan, (2) jumlah partikel (padatan) per satuan volume fluida, (3)
densitas, ukuran, dan bentuk partikel, dan (4) kekuatan menarik atau
menolak antara partikel padat dan antara keduanya padatan dan cairan
dasar (potensi hidrasi).

Secara umum, fluida kekentalan tinggi diperlukan untuk mengangkat pasir


kasar atau kerikil, sedangkan fluida kekentalan yang lebih rendah cukup
untuk mengangkat pasir halus dan lanau.

Sifat kental fluida pemboran yang dibuat dengan bahan penambah lempung
berasal dari partikel ukuran kecil, lempung (kurang dari 4 mikron) dan luas
permukaannya relatif besar.

Sebagian besar partikel lempung memiliki struktur mirip tumpukan lempeng


atau pelat. Partikel lempung umumnya membengkak saat terkena air karena
molekul air secara elektrik tertarik ke permukaan tiap pelat dan dengan
demikian memaksa pelat terpisah dari susunannya. Hal ini menyebabkan
partikel lempung menempati ruang yang lebih besar, yang menyebabkan
cairan lebih kental.

Berbagai jenis lempung memiliki berbagai potensi hidrasi. Lempung yang


hidrat efektif lebih disukai karena menghasilkan fluida rendah padatan
tetapi dengan kekentalan tinggi.

Lempung jenis montmorillonit, kaolinit, dan ilit adalah lempung utama yang
digunakan untuk fluida air tawar, tetapi montmorillonit adalah satu-satunya
lempung dari ketiga yang tersedia secara komersial.

Pembentuk karakteristik kekentalan terbesar adalah lempung natrium


montmorilonit, karena lembaran atom yang membentuk partikel lempeng
lempung jauh lebih tipis dan mudah terselip air daripada lempung lainnya.
Lempung yang digunakan untuk fluida pemboran dinilai berdasarkan hasil
(yield) nya, yang didefinisikan sebagai terbentuknya sejumlah 42 galon
lumpur pemboran dengan apparent viscosity 15 centipoise yang dihasilkan
dari campuran 2.000 lb lempung dengan air.

Air pada suhu 68 ° F memiliki kekentalan 1,005 centipoise. Istilah "bentonit"


digunakan sebagai nama komersial untuk lempung yang didominansi natrium
montmorillonite. Jenis wyoming bentonite adalah jenis bentonit kelas
terbaik sebagai penambah fluida pemboran yang paling baik dan umum
digunakan di industri sumur air.

Tabel 1. Kekentalan (Viskositas) Fluida Pemboran Untuk Material Tak


Terkonsolidasi (Material Lepas)
Material Formasi Viskositas (dalam sekon

Pasir halus 35 - 45

Pasir sedang 45 - 55

Pasir kasar 55 – 65

Kerikill 66 – 75

Kerikil Kasar 75 - 85

c) Yield Point

Besaran gaya tarik menarik antara partikel yang disebabkan muatan positif
dan negative dalam fluida pemboran, besarnya kekuatan menyebabkan
lumpur bersifat “gel” dalam kondisi fluida pemboran tidak bergerak. Yield
point menunjukkan tingkat minimum stres harus dibuat sebelum lumpur
mengalir Satuan dalam lb / 100ft2.

Yield point adalah tekanan yang dibutuhkan agar pompa mulai


menggerakkan fluida pemboran. Yield point dikontrol oleh gaya antara tiap
partikel dalam fluida. Fluida pemboran menjadi bersifat newtonian jika yield
point meningkat diluar nilai, hubungan stress dan strain kurang lebih
konstan, menunjukkan viskositas tidak berubah dengan tambahnya stress.
Sebelum yield point meningkat, vskositas berubah kontinyu sesuai dengan
meningkatnya stress. Stress yang dibutuhkan untuk menimbulkan aliran
diukur pada viskositas fluida pemboran.

Yield point digunakan untuk mengevaluasi kemampuan lumpur untuk


mengangkat cutting dalam anulus. Yield point yang tinggi menyiratkan fluida
non-Newtonian, yang membawa cutting lebih baik dari pada fluida dengan
densitas serupa namun yield point rendah. Yield point diturunkan dengan
menambahkan deflocculant ke fluida berbasis lempung dan meningkat
dengan menambahkan lempung baru yang flokulan, seperti gamping.
Gambar 14. Hubungan Antara Stress - Strain Dan Yield Point Pada Fluida
Pemboran

d) Gel Strength

Gel strength adalah ukuran kemampuan fluida pemboran untuk mendukung


atau mempertahankan kondisi partikel tersuspensi saat cairan sedang
terhenti atau diam. Jika dikenakan stres (agitasi) yang cukup pada fluida
pemboran oleh pompa, gel akan memecah atau rusak.

Struktur gel fluida pemboran yang dibuat dengan penambah lempung


dihasilkan saat tumpukan/untaian pelat (platelet) lempung menyatukan diri
untuk bergabungnya muatan positif dan negatif. Ujung pelat yang bermuatan
positif berhadapan dengan ujung pelat bermuatan negatif dari pelat yang
berdekatan, dan saling tarik dalam kondisi seimbang. Struktur ini
memberikan bentuk plastik cair dengan kekuatan gel strength. Jika diberikan
stres (agitasi) yang cukup dikenakan pada fluida oleh pompa, sifat gel akan
rusak dan kekuatan gel akan menurun.

Bila fluida pemboran terhenti, beberapa lempeng lempung akan mengatur


diri untuk menyeimbangkan muatan listrik di tepinya dan permukaan datar
pelat. Proses ini disebut flokulasi dan merupakan penyebab utama kekuatan
gel.

Fluida umumnya menunjukkan lebih dari satu kondisi fisik. Empat keadaan
fluida pemboran yang umum adalah:
1) Aggregated-Flocculated,
2) Aggregated-Deflocculated,
3) Dispersed-Flocculated,
4) Dispersed-Deflocculated.

Kekuatan gel terbesar terjadi bila fluida berada dalam keadaan dispersed-
flocculated. Misalnya, jika driller telah melakukan pekerjaan menyeluruh
untuk mencampur penambah lempung sehingga platelets terdispersi, dan
fluida pemboran kemudian dibiarkan tetap berada dalam kondisi diam atau
tidak ada sirkulasi, fluida akan mengasumsikan keadaan flokulasi
tersubstitusi yang menyebabkan kekuatan gel meningkat dan kandungan
padatan seragam.

Jika fluida dengan penambah lempung dibiarkan berdiam di lubang bor atau
kolam lumpur untuk beberapa waktu, ia memperoleh kekuatan gel, karena
meningkatnya jumlah pelat lempung yang berjajar berhadapan. Kualitas ini
disebut thixotropy. Apabila fluida dibiarkan untuk tetap terdiam selama
beberapa waktu, kekuatan gel yang terlalu tinggi dapat membutuhkan begitu
banyak tekanan pompa jika ingin melanjutkan sirkulasi, sehingga fluida
dapat dipaksa masuk ke formasi yang retak retak atau lemah.

Menambahkan bentonit akan meningkatkan kekuatan gel, namun harus


dilakukan dengan hati-hati agar tidak menambahkan begitu banyak atau
tiba-tiba, yang menyebabkan setiap cutting di bak melambat mengendap di
kolam pengendap. Cukup bentonit hanya digunakan untuk mengangkat
cutting dan mendukung bahan pemberat pada tingkat pemompaan lumpur
yang diinginkan.

Kimia air juga mempengaruhi kekuatan gel fluida yang dibuat dengan
penambah lempung. Penggunaan air lunak membantu penambah lempung
mencapai kondisi flokulasi yang baik, sedangkan pada kelompok air sadah
platelet lempung cenderung tetap bersama dan kekuatan gel agak kurang.

e) Filtrasi

Salah satu persyaratan utama untuk fluida pemboran adalah untuk mencegah
kehilangan cairan dengan membentuk saringan cake (filter cake) atau
lapisan tipis dengan permeabilitas rendah pada bidang permukaan yang
porous didalam lubang bor.
Gambar 15. Skema Pengaruh Kualitas Air Terhadap Kondisi Gel Strength
Pada Fluida Bentonite Dalam Pemboran

Waktu berlangsung pemboran, tekanan hidrostatik akan mendorong fluida


mengalir memasuki pori batuan, jika fluida mengandung partikel suspensi
atau serbuk bor (cutting), maka akan menyumbat pori dan akan membentuk
“mud cake” pada dinding sumur yang akan menahan masuknya fluida lebih
lanjut kedalam pori. Dalam hal ini disebut pembentukan filtrasi.

Kecepatan pembentukan filtrasi diukur dengan alat filtration test, biasa


digunakan untuk test karakter kehilangan air pada kombinasi bentonite
dengan zat pengental (viscosifiers) misalnya Serbuk Polyanionic cellulose,
Carboxy Methyl Cellulose (CMC), dan PHP.

Sifat penyumbatan bidang permukaan porous, bergantung pada jumlahnya


dan sifat bahan koloid dalam cairan pemboran. Filter cake yang dihasilkan
oleh lempung dan film tipis yang dibuat oleh koloid polimer secara fisik
berbeda, karena ukuran dan bentuk partikelnya berbeda dan kemampuan
mereka untuk hidrat berbeda secara signifikan.

Partikel koloid dan stek yang masuk tersuspensi selama pemboran adalah
komponen penting dari padatan total yang membuat cake filter atau film.
Dengan demikian, sifat filtrasi dari semua fluida pemboran, sebagian,
dipasok oleh bahan yang berasal dari lubang bor.

Saat pemboran dimulai, karena adanya tekanan hidrostatik di lubang bor


menyebabkan fluida pemboran mengalir masuk ke pori formasi batuan.
Untuk fluida pemboran yang dibuat dengan lempung, cairan dan beberapa
partikel lempung pada awalnya masuk kedalam pori formasi tanpa
hambatan; Tapi karena padatan tersuspensi dan cutting terus terbawa
fluida, sebagian akan menutup pori-pori formasi batuan, partikel lempung
menyaring dan membentuk cake di dinding lubang bor. Pori-pori yang tersisa
di sekitar lubang bor menjadi tersumbat dengan partikel tersebut, semakin
sedikit volume air bisa masuk ke formasi. Pada waktunya, filter cake secara
efektif membatasi aliran air melalui dinding lubang bor kecuali di zona yang
sangat permeabel dimana sering terjadi sirkulasi yang hilang (lost
circulation).

Selama pemboran, ketebalan cake lempung akan bervariasi sesuai dengan


tingkat erosi yang disebabkan oleh gesekan dari rotasi alat (drill pipe) dan
kecepatan pemompaan fluida pemboran (kecepatan aliran / debit pompa
lumpur mempengaruhi proses erosi dalam lubang bor). Selain itu, cake filter
lebih tebal akan terbentuk dalam formasi yang memiliki konduktivitas
hidrolik lebih tinggi. Saat sirkulasi berhenti, saringan cake akan terus
terentuk di dinding lubang bor.

Pembentukan Mud Cake pada dinding sumur, sebaiknya tipis tetapi mampu
menahan runtuhan dan menahan air masuk ke formasi.

Mud Cake yang terlalu tebal justru menimbulkan masalah Karena akan
lengket di drill pipe dan menyulitkan saat melaksanakan development
sumur.
Gambar 16. Filter Cake (= Mud Cake = Cake Saringan) Terbentuk Pada
Dinding Lubang Bor

Gambar 17. Efek Pembentukan Filter Cake Yang Terlalu Tebal

Meskipun filter cake dibutuhkan selama pemboran, setiap lempung residu


yang menempel di dinding lubang bor dan di akuifer setelah sumur selesai di
bor, sangat merugikan produktivitas sumur. Prosedur pencucian atau
development sebaiknya dilakukan sesegera mungkin setelah sumur selesai
dibor. Jika tidak, pengangkatan fluida pemboran dan filter cake lengkap bisa
menjadi tidak mungkin. Pelepasan atau pembuangan filter cake selama
development dapat dilakukan terutama dengan cara mekanis, walaupun
penambahan polifosfat dapat membantu.

f) Sifat Pelumasan
Bahan Penambah (Aditives) pelumas adalah Bahan penambah lumpur untuk
menurunkan torsi (rotary friction) dan seretan (gesekan aksial) di sumur bor
dan untuk melumasi bantalan (laker) mata bor jika tidak disegel.

Pelumas bisa berupa padatan, seperti butir-butir plastik, butir-butir kaca,


kacang dan grafit, atau cairan, seperti minyak, cairan sintetis, glikol,
modifikasi minyak nabati, sabun asam lemak dan surfaktan atau mungkin
mengandung bahan berbasis hidrokarbon, atau dapat diformulasikan secara
khusus untuk penggunaan di daerah di mana peraturan lingkungan melarang
penggunaan aditif berbasis minyak.

Pelumas dirancang untuk mengurangi gesekan pada kontak logam-ke-logam,


dalam hal ini sangat berpengaruh terhadap keausan mata bor terutama pada
roller bit dan juga untuk memberi pelumasan di lubang bor terbuka (open
hole), terutama di sumur yang sedang proses di bor, dan bengkok, atau
kelurusanya menyimpang, dimana drillstring cenderung kontak bergesekan
terus menerus di suatu atau beberapa tempat dengan dinding sumur bor.

Pada mata bor dan drill string pelumasan dimaksudkan agar tidak terjadi
penempelan cutting dan lempung formasi batuan pada mata bor, stabilizer,
drill collar dan drill pipe yang ber potensi menghentikan sirkulasi atau
menyumbat.

g) Bahan Penambah (Additiv Materials)

Bahan penambah pada pemboran sumur air digunakan untuk memenuhi


keberhasian pemboran sumur air, namun bahan–bahan ini tidak sebanyak
seperti dalam pemboran minyak, geothermal atau eksplorasi bahan
tambang. Beberapa bahan penambah yang perlu diuraikan disini adalah:

 Air
Zat tunggal paling penting yang terlibat dalam teknologi fluida pemboran.
Air adalah komponen lumpur yang utama (ditinjau dari volumenya).

Sifat air sangat istimewa dibandingkan dengan cairan lainnya, antara lain -
tegangan permukaannya tertinggi, dielektrikkonstane, panas fusi, panas
penguapan dan mempunyai kemampuan superior melarutkan berbagai zat.
Disosiasi garam, asam dan basa terjadi di air. Sifat lumpur pemboran
ditentukan oleh reaksi antara permukaan air dan permukaan lempung dan
efek elektrolit.
 Bentonit
Minimum 85% lempung montmorilonit): berat jenis 2,45-2,55. Terbentuk
sebagai endapan alam. Terdapat dua macam, bentonit natrium dan
bentonit kalsium. Dari segi performanya juga terdapat betonit tiggi dan
bentonit rendah.

Bentonit adalah material dasar lumur pemboran. Berguna untuk


mengurangi resapan air atau filtrasi ke formasi permeabel. Untuk
meningkatkan kapasitas pembersihan lubang. Untuk membentuk kue
saringan (filter cake) tipis dengan permeabilitas rendah. Untuk
meningkatkan stabilitas lubang pada formasi lepas Untuk menghindari
atau mengatasi kehilangan sirkulasi.

Dosis: (a) 3 sampai 7% tergantung pada sistem lumpur. (b) 7 sampai 10%
untuk menstabilkan pembentukan caving. (c) 8 sampai 11% untuk
kehilangan sirkulasi. Suspensi disiapkan di air tawar karena hidrasinya
tidak terjadi pada air asin.

 Barite (BaSO4)
Serbuk berwarna abu-abu dengan ukuran butir, 97% bahan lolos melalui
200 mesh saringan; 90 ± 5% bahan lolos 300 mesh saringan, Berat jenis 4.2
- 4.25 hampir tidak larut dalam air dan tidak bereaksi dengan komponen
lumpur lainnya,

Terbentuk secara alami dan kadang kadang terdapat kalsium sulfat


(Gypsum) sebagai pengotor menyebabkan kontaminasi pada lumpur air
tawar.

Digunakan untuk meningkatkan berat jenis lumpur guna mengendalikan


tekanan formasi, runtuhan/ longsoran lubang sumur.

Maksimum berat jenis campuran dapat dicapai dengan barit 2.2

Dosis: Sesuai kebutuhan berat jenis. Bahan pemberat lainnya yang dapat
digunakan untuk meningkatkan berat jenis lumpur menjadi lebih dari 2,2
adalah:

 Hematit, bijih besi Fe2O3, Berat jenis 4,7

 Galena PbS Berat Jenis: 7,4 -7,7 . Digunakan hanya untuk lumpur
yang sangat berat karena mahal.

 Soda Api (NaOH) (Caustic Soda)


Digunakan untuk meningkatkan pH lumpur. Berat Jenis 2,13. Untuk
membuat larutan ditambahkan secara perlahan, karena bersifat reaksi
eksotermik. Larutan yang ditambahkan kedalam lumpur juga dilakukan
dengan sedikit demi sedikit untuk menghindari kenaikkan pH lumpur yang
mendadak tinggi, karena akan mengakibatkan dekomposisi polimer.
Digunakan juga untuk menaikkan viskositas lumpur bentonit.

Dosis: 0,15%, Hindari kontak dengan kulit, pakaian, barang-barang dari


kulit dll. bersifat korosif dan berbahaya bagi kesehatan. Jangan berkontak
dengan zat ini pada kulit, mata atau kain. Jika bersentuhan segera cuci
dengan banyak air selama 15 menit. Tangani barang ini dengan kacamata
kimia & sarung tangan tahan kimia.

 Caustic Potash (KOH)


Digunakan untuk meningkatkan atau memperbaiki pH lumpur dengan
kandungan kaliumnya dan juga untuk melarutkan lignit. Berat Jenis 2,04

Dosis: 0,1 - 0,2% untuk perbaikan lumpur normal dan 0,8% untuk
melarutkan lignit. Untuk membuat larutan dalam air ditambahkan secara
perlahan lahan karena pada pembuatan larutan berlangsung reaksi
eksotermik.

Penambahan larutan kedalam lumpur dilakukan sedikit demi sedikit untuk


menghindari pH lumpur melonjak tinggi mendadak yang dapat
mengakibatkan dekomposisi polimer dan kenaikan viskositas mendadak
yang tidak diinginkan pada lumpur bentonit.

Hindari kontak dengan kulit, pakaian dan bahan kulit dll.

Material ini bersifat korosif dan berbahaya bagi kesehatan. Jangan


berkontak dengan kulit, mata atau kain. Jika bersentuhan segera cuci
dengan air setidaknya selama 15 menit. Tangani dengan kacamata kimia
dan sarung tangan tahan bahan kimia.

 CMC (Sodium carboxymethyl cellulose)


Aditif fluida pemboran yang terutama digunakan untuk pengendalian
kehilangan cairan, diproduksi dengan mereaksikan selulosa alami dengan
asam monokloroasetat dan natrium hidroksida [NaOH] untuk membentuk
garam natrium CMC. Sampai 20% berat CMC mungkin NaCl, produk
sampingan dari pembuatan, namun nilai yang dimurnikan dari CMC hanya
mengandung sejumlah kecil NaCl.
Polimer organik yang paling banyak digunakan, Berupa serbuk terdispersi,
tidak berwarna, tidak berbau, tidak beracun & tidak berfermentasi dalam
kondisi pemakaian normal. Ada 2 tipe: 1) CMC-LVG; 2) CMC-HVG

Berupa polimer anionik dan teradsorpsi dengan lempung. Digunakan untuk


meningkatkan viskositas & mengurangi kehilangan filtrasi. Filtrasi
berkurang tajam dengan konsentrasi CMC rendah (0,75-1,0%).

Suspensinya akan mengecilkan gaya geseran (shear); memiliki viskositas


tinggi pada kecepatan geseran (shear) rendah. Viskositas semu menurun
seiring dengan kenaikan suhu.

Viskositas pada 300 ° F (150 ° C) kira-kira sepersepuluhnya viskositas pada


suhu 80 ° F (27 ° C).

Degradasi termalnya dimulai sejak temperatur mendekati 300 ° F (150oC).


Efektivitasnya menurun seiring konsentrasi garam dalam lumpur yang
meningkat.

Lumpur yang mengandung kalsium diencerkan oleh penambahan sedikit


CMC, CMC mengendap bersama dengan kalsium & magnesium dengan
menaikkan pH. Dosis: 0,75-1%.

 Garam ( Common Salt)


Digunakan untuk penghambatan atau untuk mencegah pembengkakan
lempung sehingga menjaga porositas & permeabilitas pada zona produksi

Maksimum berat jenis dari air asin 1,20. Dosis: minimal 3% untuk
penghambatan.

 Kalsium Karbonat (CaCo3)


Senyawa dengan formula CaCO3 yang terdapat secara alami sebagai batu
gamping.Berat Jenis 2,6 – 2,8. Kalsium karbonat digunakan untuk
meningkatkan densitas lumpur menjadi sekitar 12 lbm / gal [1,44 kg /
m3], atau material pemberat, dan lebih disukai daripada menggunakan
barit karena dapat larut dalam asam misalnya dilarutkan dengan asam
hidroklorida untuk membersihkan zona produksi. Penggunaan utamanya
adalah sebagai bahan "bridging" lumpur pemboran dan cairan pembersih.
Partikel kalsium karbonat, mengendalikan kehilangan cairan dalam air
asin atau lumpur bor. Dosis: sesuai kebutuhan.
 PAC (Poly Anionic Cellulose)
Karena keterbatasan CMC dalam larutan garam sehingga dikembangkan
"polimer selulosa polianionik dengan berat molekul tinggi" atau PAC. Berat
Jenis PAC 1,5 -1,6.

Berfungsi untuk mengentalkan larutan garam & merupakan elektrolit


polimer yang ramah lingkungan.

Memiliki kualitas penghilang serpih, larutan 1% memiliki pH 5-8.


Digunakan untuk kontrol kekentalan dan Filtrasi. Stabilitas sampai 120 °
C.Dosis: 0,5-1%.

 Kalium Khlorida (Potassium Chloride)


Digunakan untuk stabilisasi serpih berfungsi untuk menggantikan Na+ pada
bentonit (natriummontmorillonit) dengan K+ sehingga mencegah
pembengkakan pada lempung Dosis untuk lumpur 3 sampai 8% atau sesuai
kebutuhan. Dosis untuk air garam (minimal untuk penghambatan) -1%.

h) Pemboran Lubang Pandu

 Pemboran
Pemboran lubang pandu dilaksanakan dengan mata bor berukuran
diameter 4” - 8 3/4" sampai target rencana pemboran, kemudian
dilakukan pengambilan contoh batuan dan disimpan dalam kotak sample.

Pemilihan diameter dipertimbangkan dengan rencana instalasi dan


ketersediaan peralatan yang digunakan serta waktu.

Lubang 4 “ relatif cepat dicapai target, sampel batuan yang keluar lebih
akurat dan cepat, tetapi ketika reaming atau pelebaran menjadi 14 “ atau
lebih akan memakan waktu yang lebih lama. Pemilihan diameter 4”
mempunyai resiko terjepitnya peralatan pemboran makin besar, bila
pencapaian kedalaman pemboran diameter 4“ makin dalam, hal tersebut
disebabkan oleh karena sifat stang bor yang berdiameter makin kecil,
maka simpangan atau kelurusan di bagian ujung mata bor juga makin
besar, bengkoknya lubang bor akan memperbesar resiko terjepit.

Semua kejadian dan proses dalam pemboran harus dicatat, catatan


kecepatan penetrasi pemboran disebut log bor. Contoh terlampir.

 Pengumpulan Contoh Bantuan (Sample)


Contoh batuan atau sampel yang diambil dari cutting formasi yang di bor
diambil untuk mewakili litologi setiap meter pemboran (pengambilan
dilakukan tiap meter), kemudian disimpan dalam kantong plastik tembus
pandang/ transparan dan ditempatkan pada kotak wadah sampel.

Masing-masing contoh beratnya tidak kurang dari 1 Kg, dan dibebaskan


dari lumpur bor dengan cara mencuci agar bentonitenya hilang tetapi
tanpa menghilangkan sampel bila ada yang berupa lempung. Pada
masing-masing kantong dicantumkan tulisan kedalaman. Kantong plastik
yang berisi sample di tempatkan dalam kotak wadah sample.

Kotak wadah sample harus tersedia di lokasi untuk menyimpan/


menempatkan kantong-kantong sampel hasil pemboran. Kotak sampel
harus ditempatkan pada tempat yang aman, dan tidak terguyur hujan,
tidak terkena sinar mata hari langsung yang dapat berakibat mengerasnya
sampel. Dijaga agar tidak ada kemungkinan bercampur dari satu
kedalaman dengan kedalaman lainya.

 Pemerian Sampel/ Contoh Batuan


Pemerian contoh batuan (deskripsi litologi) dilakukan terhadap setiap
sampel contoh batuan yang dikumpulkan, di deskripsi dan dicatat batas
kedalaman setiap litologi yang ditembus.

Pemerian sample sample batuan mengikuti klasifikasi ukuran butir, (grain


size classification) warna, kekerasan, kekompakan, serta ditambahkan
penjelasan yang ada, dan mengacu pada kecepatan penetrasi.

Wentworth (1922) memberikan klasifikasi batuan endapan berdasarkan


ukuran butir yang dapat digunakan untuk pemerian sampel batuan. Untuk
yang bukan batuan endapan dapat digunakan klasifikasi berdasarkan
genetik, komposisi mineralogi atau lainya, yang sudah harus dipahami oleh
ahli geologi, hal ini lebih lanjut dapat dipelajari pada modul geologi atau
lainya yang berkaitan.

Deskriptor atau petugas yang melaksanakan deskripsi sedapat mungkin


seorang geolog atau wakilnya yang terlatih dan berpengalaman.

Hasil pemerian litologi, selanjutnya digambarkan dalam kolom terskala


dengan simbol simbol dan kode batuan yang sesuai. Gambar ini nantinya
digunakan sebagai acuan pemasangan pipa dan screen. Contoh format
deskripsi sampel terlampir.

 Pencatatan dalam Pemboran (Drilling Log)


Juru bor (driller) mencatat kecepatan penetrasi pemboran setiap meter
yang ditembus, waktu sirkulasi, pemakaian bentonite dan bahan additive
serta hal-hal yang penting dalam pelaksanaan pemboran.

Dalam perencanaan sudah harus ditentukan petugas dan format blangko


pencatatan tersebut. Kecepatan penetrasi dicatat dalam format log bor
terlampir.

Tabel 2. Klasifikasi Batuan Berdasarkan Ukuran Buir (Wentwort, 1922)


Gambar 18. Deskripsi Sampel Batuan Dari Cutting Hasil Pemboran

 Pengawasan Lumpur Pemboran


Lumpur yang disebut-sebut sebagai istilah yang ada pada paragraf ini
karena mengcu pada penjelasan terdahulu, yaitu fluida pemboran yang
dibuat dari campuran air dan lempung, hal ini juga mengacu pada
kebanyakan pekerjaan pemboran sumur air tanah di Indonesia yang
menggunakan metode sirkulasi lempung langsung (direct circulation mud
flush). Lempung yang digunakan dalam nama perdagangan adalah
bentonite, namun bentonite mempunyai kualitas yang berbeda beda,
bentonite terbaik adalah jenis wyoming.

Apabila oleh karena sesuatu alasan, sehingga sirkulasi lumpur pemboran


harus dihentikan dalam waktu yang cukup lama, pada waktu pekerjaan
pemboran belum selesai, untuk alasan keamanan, maka mata bor dan
stang bor harus segera diangkat dari dasar lubang sumur setidaknya
sepanjang 12 meter ke atas, artinya mata bor diposisikan 12 m diatas
dasar lubang bor yang telah tercapai, hal tersebut guna menghindari
tertimbunya mata bor/stang bor terbawah dari runtuhan, atau endapan
lumpur dan lempung selama tidak berlangsung sirkulasi. Dalam kondisi
diam tidak ada sirkulasi, cutting muatan lumpur dalam lubang bor akan
sedikit demi sedikit mengendap, jika terakumulasi, endapan inilah yang
sering menimbulkan masalah tertimbunya mata bor, drill collar,
stabiliser, dan drill pipe bagian bawah, yang umumnya dikatakan terjepit.

Selama pelaksanaan pemboran baik pemboran lubang pandu maupun


pemboran pelebaran atau reaming kondisi lumpur harus tetap dijaga agar
tidak berubah sifat. Pengukuran densitas, viskositas dan pH lumur harus
sering di ukur. Pengukuran lumpur dengan menggunakan mud balance,
marsh funnel dan pH meter.

Perubahan lumpur dapat terjadi karena kontaminasi dari akuifer,


pengaruh formasi batuan, misalnya banyak kandungan mineral karbonat
atau gamping, banyak kandungan tanah gambut atau batu bara, pemboran
didaerah yang banyak mengandung pasir halus atau abu volkanik, atau
karena sifat atau kualitas bahan air pelarut bentonit memang berubah.

Apabila selama pemboran terjadi perubahan sifat seperti diuraikan diatas,


dan lumpur telah banyak mengandung pasir halus yang sulit mengendap
atau tercampur material lain, sehingga berubah kekentalanya dan berat
jenisnya, maka lumpur tersebut harus diganti total. Dalam kasus
demikian, maka saat perencanaan di cadangkan bentonite bahan lumpur
pemboran yang cukup.

 Sirkulasi Pembilasan Lubang Sumur


Untuk memperoleh lubang bor dan contoh batuan atau sampel yang baik,
maka dilaksanakan sirkulasi pembilasan lubang bor dengan lumpur
pemboran, atau sirkulasi lumpur tanpa penetrasi setiap operasi pemboran
akan melakukan penyambungan drill pipe, sirkulasi tersebut dimaksudkan
agar tidak terdapat lagi sisa sisa cutting dalam lubang bor yang berpotensi
mengendap atau menyumbat pada dasar lubang bor.
Gambar 19. Sirkulasi Fluida Pemboran Dan Pembersihan Cutting Untuk
Sampel Batuan

Pencucian dilakukan dengan sirkulasi lumpur tanpa menambah kedalaman


lubang (sedikit menggantungkan mata bor) sampai lubang bor bersih dari
material-material hancuran batuan (cutting). Dalam perencanaan sudah
harus ditetapkan minimal lama sirkulasinya.

Apabila terjadi mud lost, atau hilangnya lumpur sirkulasi secara tiba tiba,
maka segera diambil langkah langkah pengamanan.diantaranya dengan
segera mengangkat mata bor dan stang bor, dan bila perlu merubah
komposisi lumpur dengan menambahkan bahan additive yang dijelaskan
berikutnya.

i) Logging Geofisik

Berbagai macam logging dikenal untuk mempermudah perencanaan, baik


dalam air tanah maupun dalam industri minyak. Namun pemakaian logging
geofisik untuk sumur bor yang paling banyak di gunakan adalah electric
logging dan beberapa juga menggunakan logging sinar gamma.

Electric logging sendiri terdiri dari resistivity logging dan self potential
logging. Walaupun dua macam logging namun kebanyakan keduanya
dijadikan dalam satu alat, karena untuk interpretasinya keduanya saling
melengkapi. Kedua logging ini sering disebut sebagai E-Logging.

Perencanaan kegiatan logging, adalah membersihkan lubang bor dengan cara


flushing atau sirkulasi lumpur pemboran sampai lubang bor bersih dari
cutting, menyiapkan lumpur bor, kolam lumpur disiapkan penuh, karena
selama logging dapat saja terjadi hilangnya atau banyak berkurangnya fluida
didalam lubang bor. Jika kondisi dibiarkan dapat mengganggu fluida
pemboran dalam sumur, bahkan dapat menyebabkan keruntuhan lubang bor.

Logging diperlukan dalam perencanaan konstruksi sumur, karena dari logging


dapat diketahui berbagai karakter atau sifat perlapisan batuan, apakah suatu
lapisan batuan bersifat akuifer atau bukan, bahkan dapat memberikan
indikasi kualitas air apakah termasuk air asin atau payau atau air tawar.

Hasil rekaman logging di korelasikan dengan log penetrasi pemboran serta


pemerian litologi atau deskripsi sampel pemboran digunakan untuk membuat
perencanaan saat itu, dimana akan dipasang saringan (screen) dan dimana
akan dipasang pipa buta (blank casing) atau dengan kata lain, pada bagian
mana sumur akan disadap.

Logging geofisik yang digunakan dalam pemboran sumur air di Indonesia,


umumnya adalah Point Resistivity (PR) Log dan Self Potential (SP) Log. Bila
formasi batuan yang di bor diperkirakan banyak mengandung sisipan-sisipan
atau perlapisan lempung, perlu direncanakan untuk menggunakan logging
sinar gamma (Gamma Ray Log) atau sering disingkat menjadi log gamma.
Namun harus di ingat bahwa log gamma ini akan sulit interpretasinya pada
daerah dengan litologi yang kaya mineral felspar yang berasal dari produk
gunung api atau pada derah batuan beku, padahal sebagian besar wilayah
indonesia banyak terdapat penyebaran kedua material tersebut secara
vertikal maupun horisontal.

Pekerjaan Logging dihentikan sementara pada saat terjadinya hujan atau


banyak terjadi petir, untuk menjaga ketepatan data yang bebas dari
gangguan elektris.

 Logging Resistivitas (Resistivity Logging)


Logging resistivitas lubang bor (resistivity well logging) biasanya disebut
log listrik (electric logging) bila digabungkan dengan kurva logging
potensial spontan (spontneous lioggig) sering di sebut SP-Logging
digunakan untuk memastikan desain dan konstruksi sumur.

Hasil logging yang baik dapat memberikan gambaran rinci tentang


karakter dan ketebalan berbagai perlapisan batuan didalam sumur dan
juga dapat memberikan indikasi kualitas air melalui logging resistivitas
dalam lubang sumur. Hal ini memungkinkan perencana menempatkan
screen pada posisi yang paling diminati dengan akurasi yang jauh lebih
baik daripada hanya mengandalkan deskripsi sampel yang diambil dari
cutting hasil pemboran.

Prosedur electric logging, adalah dengan menurunkan satu atau lebih


elektroda yang dihubungkan dengan kabel dan diturunkan masuk ke dalam
lubang bor yang masih berisi fluida pemboran. Kemudian arus listrik
dialirkan ke elektroda ini dan ke elektroda lain yang berada di permukaan
tanah dekat sumur. Alat logging listrik kemudian mengukur kerugian arus
antara dua elektroda.

Electroda didalam sumur, saat digerakkan naik atau turun dalam lubang
bor, akan mempengaruhi arus listrik kareana adanya perbedaan media
yang menyebabkan perbedaan resistivitas disepanjang gerakan elektroda
tersebut. Perubahan tahanan listrik dari keseluruhan sirkuit dicatat pada
tiap kedalaman untuk menghasilkan grafik atau kurva yang disebut log
listrik, "E" log, atau log resistivitas.

Perubahan resistivitas terutama disebabkan oleh perbedaan karakter


lapisan bawah permukaan dan kandungan mineral air yang terkandung
dalam formasi.

Persyaratan dalam proses logging listrik ini adalah bahwa logging hanya
dapat dilakukan pada lubang bor yang tidak dipasang casing (open holle)
tetapi masih terisi fluida pemboran atau air.

Fluida dalam lubang bor akan mempengaruhi pengukuran resistivitas.


Sehingga data yang drekam sebenarnya terdiri dari data resistivitas fluida
lubang bor dan filter cake serta resistivitas formasi, sedangkan nilai
resistivitas disekitar lubang bor makin jauh juga makin berubah, dari
kondisi tersebut, maka dirancang beberapa konfigurasi elektroda untuk
dapat memberikan informasi spesifik tentang material pada berbagai
jarak dari sumur bor. Tiga pengaturan umum ditunjukkan pada Gambar
20.
Gambar 20. Susunan Elektroda Dan Sirkuit Untuk 3 Macam Elektrik Logging
(Driscoll, 1987)

 Resistivitas Elektroda Tunggal (Singgle Point Resistivity)


Electric logging yang paling sederhana dapat dilakukan dengan metode
resistansi satu titik, di mana satu elektroda arus dimasukkan ke dalam
lubang bor dan satu elektroda berada di permukaan.

Arus dialirkan ke elektroda lubang bor dimana ia menyebar ke dalam


formasi sekitar lubang bor. Arus yang kembali diterima elektroda
permukaan dimana penurunan arus diukur.

Meskipun metode single-point tidak lagi disukai, karena jangkauan


penyelidikan terbatas dan data resistansi sangat terpengaruh oleh fluida
pemboran, namun memiliki beberapa keunggulan. Metode single-point
memiliki resolusi vertikal yang baik, menggunakan kabel konektor tunggal,
dan tidak mahal untuk dibeli dan dioperasikan. Metode single-point sangat
berguna untuk melengkapi log listrik lainnya.

 Resistivitas Normal
Jika elektroda dengan pengaturan dua elektroda disebut log normal. Bila
spasi atau jarak masing-masing elektroda berukuran 16 in (406 mm) atau
kurang, konfigurasinya disebut short normal ; Jika dipisahkan dengan 64
in (1.630 mm), itu disebut long normal. Jarak dari elektroda arus dan
potensial menentukan kedalaman jangkauan penetrasi ke dalam formasi
pada diameter lubang sumur tertentu. Semakin dalam penetrasi akan
semakin rendah resolusi perlapisan.

Pengaturan tiga elektroda terdiri dari satu elektroda arus dan dua
elektroda potensial di lubang bor. Jarak antara elektroda arus dan
potensial adalah 16 dan 64 inci. Karakteristik pembeda dari pengaturan ini
adalah bahwa kedua elektrodes potensial ditempatkan di lubang bor.

 Interpretasi Nilai Resistivitas


Formasi batuan yang kering adalah konduktor listrik yang buruk sehingga
akan menunjukkan resistivitas yang sangat tinggi. Resistivitas akan
menjadi rendah karena adanya porositas, namun perlu beberapa syarat.
Hal ini terjadi karena air adalah konduktor listrik, sehingga kehadirannya
di pori-pori yang saling berhubungan menyebabkan menurunya resistivitas
formasi. Lanau, lempung, dan serpih, memiliki resistivitas terendah;
akuifer yang lanauan atau kotor memiliki resistivitas rendah sampai
sedang; Pasir dan kerikil dengan air tawar memiliki resistivitas sedang
hingga tinggi. Nilai resistivitas tertinggi ditemukan pada batupasir dan
batu kapur yang jenuh dengan air tawar, juga pada batuan beku dan
metamorf padat seperti granit dan batu sabak (slate) kering. Resistivitas
tidak hanya dipengaruhi satu faktor jenis material, atau jenis batuan saja,
kualitas air juga mempengaruhi resistivitas.

Air di dalam pori-pori lempung sangat termineralisasi karena melarutkan


mineral, akibatnya, lempung basah menunjukkan resistivitas yang relatif
rendah. Sebaliknya, formasi pasir yang jenuh dengan air tawar memiliki
nilai reabilitas yang relatif tinggi karena air hanya mengambil sejumlah
kecil mineral dari partikel pasir.

Secara umum, resistivitas formasi akan berubah secara terbalik dengan


total padatan terlarut (TDS) yang terkandung dalam air. Jika semua
kondisi lainnya tetap sama, resistivitas berkurang saat TDS meningkat.
Misalnya, formasi pasir dan kerikil dengan air asin akan mencatat nilai
resistivitas rendah. Rendahnya konsumsi air asin hampir sepenuhnya
membayangi resistivitas pasir yang lebih tinggi.

Penafsiran yang benar terhadap data resistivitas lubang bor adalah


meminimalkan efek resistivitas fluida pemboran terhadap data. Idealnya,
diameter lubang bor harus dijaga sekecil mungkin. Dalam lubang bor lebih
besar dari 8 inci (203 mm), waktu menurunkan probe harus diletakkan di
samping dinding lubang bor.

 Log Potensial Spontan


Log potensial spontan (Spontaneous Potential Logging) biasa disingkat Log-
SP dilakukan bersamaan dengan log resistivitas. Sebenarnya, kurva SP
adalah log litologis pertama yang dilakukan dengan teknik logging listrik
(Pirson, 1977, dalam Driscoll, 1987).

Potensi spontan adalah potensi listrik (voltase) alami yang diakibatkan


oleh perubahan kimia dan fisika pada kontak antara berbagai jenis bahan
geologi bawah permukaan. Misalnya, potensi listrik terjadi secara spontan
pada permukaan kontak antara lapisan lempung dan lapisan pasir
dibawahnya. Dalam sumur bor, potensi juga terjadi antara fluida
pemboran dan formasi, dan antara fluida pemboran dan mud cake (Guyod,
1964 dalam Driscoll, 1987). Log SP juga dapat dipengaruhi oleh "potensi
streaming" dan Log SP mengukur potensi yang dihasilkan oleh fluida yang
bergerak masuk atau keluar dari formasi batuan yang permeabel (kejadian
streaming). Potensi ini menjadi lebih terasa saat tekanan di lubang bor
sangat melebihi tekanan dalam formasi sehingga ada pergerakan dari
lubang bor kedalam formasi batuan.

Untuk mengukur potensi spontan pada berbagai kedalaman, elektroda


diturunkan ke dalam lubang bor yang tidak di pasang casing tetapi masih
terisi fluida pemboran, dengan menggunakan kabel listrik yang terhubung
ke satu terminal meter dan perekam milimeter. Terminal instrumen
lainnya dihubungkan ke ground terminal di permukaan yang sering
ditempatkan di kolam lumpur.

Tidak ada sumber arus listrik eksternal yang terhubung ke sirkuit ini.
Elektroda lubang yang diturunkan biasanya negatif berlawanan dengan
elektroda permukaan.

Setiap arus di sirkuit yang dihasilkan dari aksi elektrokimia antara fluida
pemboran dan formasi batuan atau air yang terkandung dalam formasi
batua dikonduksikan ke permukaan lewat kolom fluida pemboran. Meter
millivolt yang terhubung di antara kedua elektroda tersebut mengukur
penurunan potensial antara elektroda yang diturunkan dan elektroda
permukaan yang selanjutnya direkam.
Karena elektroda dalam lubang sumur digerakkan kebawah dan ke atas
(naik – turun), meter akan mencatat variasi potensial spontan dari formasi
yang berbeda dari tiap tempat yang berbeda. Sebuah kurva yang
menunjukkan potensi ini diplot terhadap kedalaman mendapatkan apa
yang disebut rekaman kurva SP log tersebut.

Meskipun kurva SP dapat mengindikasikan zona permeabel, tidak ada


hubungan yang pasti antara besarnya defleksi SP dan permeabilitas atau
porositas formasi batuan. Variasi yang ditunjukkan oleh kurva SP
ditafsirkan bersamaan dengan variasi resistivitas yang ditunjukkan oleh
kurva resistivitas. Kedua lekuk dari dua log itu, disatukan disebandingkan,
secara keseluruhan membentuk apa yang biasa disebut log listrik.

Log SP diplot di sisi kiri lembar kurva tempat ia dapat dibandingkan


dengan mudah dengan log resistivitas di sisi kanan.

Pada log ideal yang ditunjukkan pada Gambar 8.24, garis vertikal yang
ditarik untuk menghubungkan potensi yang sesuai dengan berbagai lapisan
lempung yang kedap adalah baseline lempung. Lendutan kurva SP ke kiri
baseline menunjukkan formasi pasir permeabel yang mengandung air.

Untuk formasi pasir yang mengandung air tawar, variasi SP berhubungan


dengan puncak kurva resistivitas yang nampak di log sebelah kanan. Untuk
formasi pasir yang mengandung air asin, hanya log SP yang menunjukkan
adanya lapisan permeabel karena resistivitas formasi yang asin ini berasal
dari lapisan lempung.

Secara umum, pengamatan berikut sangat membantu dalam menafsirkan


log SP untuk formasi yang mengandung air tawar:

a) Kurva SP seringkali sulit untuk ditafsirkan pada kedalaman dangkal.


Di samping itu. Lendutan SP lebih terasa pada kedalaman yang dalam
di sumur dalam, karena seiring meningkatnya kedalaman air tanah
cenderung menjadi lebih tinggi mineralisasinya.

b) Langkah pertama dalam interpretasi adalah menetapkan garis dasar


lempung (shale line) pada log. Jika tidak terdapat lapisan lempung,
log SP sedikit memerlukan tambahan interpretasi. kebanyakan
sumur, kurva SP nilainya kecil karena variasi skala pada kurva
mungkin tidak signifikan
c) Perhatikan defleksi ke sisi kiri (negatif) atau ke sisi kanan (positif)
baseline lempung. Formasi yang memiliki defleksi ke kiri umumnya
menunjukkan airtanah yang memiliki aktivitas kimia lebih tinggi
daripada formasi yang memiliki defleksi ke kanan.

d) Lendutan ini menunjukkan posisi dan ketebalan akuifer yang


mengandung air tawar. Lendutan pada kurva SP mungkin menjadi
tidak signifikanpada ketebalan kurang dari 4 kaki (1,2 m).

e) Kesimpulan diambil dari kurva SP umumnya berkorelasi dengan data


dari kurva resistivitas, meskipun kurva biasanya akan bergerak
berlawanan arah.

f) Garis dasar lempung bisa bergeser secara bertahap atau miring atau
tiba-tiba pada kedalaman tertentu meningkat tanpa alasan yang
jelas.

Gambar 21. Kurva SP Dan Kurva Resistiviti Ideal yang Menunjukkan


Respons Log-Elektrik Terhadap Perselingan Lapisan
Lempung Dan Pasir
g) Kurva SP harus selalu digunakan secara bersama dengan resistivitas
atau log lainnya karena mungkin sangat sulit untuk dilakukan
penafsiran kurva SP secara sendiri.

Seperti telah dijelaskan, defleksi yang berlawanan dengan formasi yang


mengandung air tawar mungkin kecil bila air fluida pemboran kira-kira
kualitasnya sama dengan formasi air.

Dalam beberapa kasus, defleksi dapat ditingkatkan dengan menambahkan


garam ke fluida pemboran agar lebih banyak garam dalam fluida
pemboran daripada air dari formasi, Ini berarti membalikkan polaritas
potensi yang menyebabkan defleksi ke kanan dari garis dasar lempung
saat formasi yang mengandung air tawar ditemui. Efikasi prosedur ini
bervariasi dengan jenis formasi di lubang bor dan kualitas air formasi.
Hasil yang lebih baik dapat diperoleh dengan menggunakan metode log
lain, daripada mengubah karakteristik fluida pemboran.

 Log Gamma
Pada loging gamma, (sering disebut logging sinar gamma) pengukuran
dilakukan terhadap radiasi alami yang berasal dari bahan yang ditemukan
di lubang bor. Rekaman radiasi gamma digunakan sebagai panduan
kualitatif untuk korelasi stratigrafi dan permeabilitas. Di beberapa
daerah, terdapat hubungan langsung radiasi gamma dan permeabilitas
batuan.

Radiasi gamma dipancarkan dari unsur-unsur tertentu dalam material


geologis yang tidak stabil yang “membusuk” secara spontan ke elemen
lain yang lebih stabil.

Sinar gamma mirip dengan sinar-X karena mereka memiliki kemampuan


yang hebat untuk menembus material lain, namun sinar gamma memiliki
panjang gelombang yang lebih pendek.

Kehilangan massa dari struktur atom unsur dihasilkan dari emisi sinar
gamma. Emisi gamma adalah satu dari tiga jenis radiasi; yang lainnya
adalah emisi alfa dan beta.

Unsur radioaktif tertentu terjadi secara alami pada batuan beku dan
metamorf dan sebagai partikel hasil rombakanya yang kemudian
mengalami pengendapan menjadi batuan sedimen.
Lempung dan serpih mengandung konsentrasi isotop radioaktif yang tinggi,
biasanya selalu potassium. Pasir dan kerikil, di sisi lain, mengandung
silika, zat yang stabil, dan karena itu hanya menghasilkan radiasi yang
sangat rendah. Batugamping dan dolomit juga memancarkan radionya
kecil. Keys dan MacCary (1971), dalam Driscoll 1987, mencatat bahwa
untuk beberapa batupasir belum menghasilkan atau yang tersemen dengan
kalsium karbonat, sebagian besar radiasi dapat berasal dari partikel
uranium dan torium.

Meskipun jenis emisi energi lainnya dilepaskan oleh radioaktif alami,


hanya sinar gamma yang diukur dengan baik karena hanya dapat
menembus bahan dengan kepadatan tinggi seperti casing dan semen.
Logging sinar gamma memiliki keuntungan mendasar dibandingkan dengan
logging listrik, logging sinar gamma dapat dilakukan di sumur sumur yang
sudah dipasang casing atau di lubang bor terbuka yang mengandung udara,
air, atau fluida pemboran, sedangkan logging listrik hanya dapat dilakukan
di lubang bor yang tanpa casing yang diisi dengan fluida. Oleh karena itu,
peralatan sinar gamma dapat mencatat data sumur yang ada walaupun log
asli telah hilang atau hancur.

Deteksi emisi sinar gamma melibatkan dua proses acak. Pertama, sinar
diberikan secara acak oleh mineral radioaktif. Ini berarti bahwa jumlah
pulsa energi yang dipancarkan per detik atau per menit bervariasi dengan
nilai minimum dan maksimum tertentu. Kedua, pulsa yang tidak beraturan
ini bertabrakan dengan elemen pendeteksi dalam probe logging. Tidak
semua pulsa yang dilepaskan oleh bahan radioaktif diukur oleh detektor
dan proporsi yang menyerang detektor bervariasi tidak teratur. Kedua
fakta ini dan sifat acak dari emisi sinar gamma harus dipertimbangkan
dalam membaca atau menafsirkan log sinar gamma.

Unit sinar gamma adalah instrumen sederhana yang beroperasi karena


tidak ada garis permukaan atau pancang yang diperlukan, seperti dalam
logging elektrik semua peralatan yang diperlukan terkandung dalam logger
dan probe. Probe terdiri dari rangkaian penerima dan rangkaian
penghitung kilau (scintilator). Intensitas radiasi dari bahan geologi
tertentu diukur dengan jumlah pulsa yang terdeteksi oleh instrumen per
satuan waktu. Intensitas ini dinyatakan sebagai jumlah rata-rata hitungan
per detik atau per menit, dan biasanya selalu dicatat selama periode
tertentu. Periode dimana pulsa atau hitungan dirata-ratakan disebut
konstanta waktu (time constant).

Pemilihan konstanta waktu akan bergantung pada frekuensi emisi gamma,


tingkat probe dinaikkan atau diturunkan di lubang bor, dan resolusi yang
dibutuhkan. Konstanta waktu dan tingkat probe dinaikkan harus
dikoordinasikan dengan benar untuk mendapatkan log yang baik; Artinya,
jumlah yang cukup harus dicatat sepanjang waktu konstan.

Untuk logger otomatis di mana kabel dinaikkan dan diturunkan secara


mekanis, kecepatan kabel diatur sehingga jumlah yang cukup dapat
direkam.

Dengan logger yang dioperasikan secara manual, pengukuran diskrit


dilakukan dengan alat tulis probe untuk jangka waktu tertentu pada setiap
interval kedalaman. Dengan jenis sistem logging ini, pengukuran dicatat di
lapangan dan diplot secara manual di kantor.

Untuk menggambarkan pengaruh konstanta waktu, misalkan 400 hitungan


dicatat dalam 20 detik dengan probe diposisikan 200 kaki (61 m) di bawah
tanah. Ini akan mewakili rata-rata 20 hitungan per detik selama periode
20 detik, atau setara dengan 1.200 jumlah per menit. Jumlah sebenarnya
per detik akan sangat bervariasi dari nilai rata-rata.

Sirkuit elektronik dari logger gamma terdiri dari detektor, catu daya
tegangan tinggi, penguat denyut, regulator voltase, dan timer elektronik.
Sebagian besar dilengkapi dengan scintillation crystal detector - natrium
yang diberi thallium yodida - namun probe ini tidak dapat digunakan pada
suhu di atas 500 ° F (260 ° C), tergantung pada pabriknya. Di sisi lain,
beberapa unit sumur air yang lebih tua dilengkapi dengan tabung gas
Geiger-Mueller (G-M) yang terisi gas sebagai detektor. Tabung Geiger-
Mueller kurang sensitif dibanding probe scintillator, namun umumnya
lebih kecil diameternya.

Sinar gamma yang terdeteksi oleh probe berasal dari bahan dalam jarak
dekat di luar lubang bor. Telah diperkirakan bahwa 90 persen sinar
gamma yang terdeteksi saat logging berasal dari 6 sampai 12 inci (152
sampai 305 mm) dinding lubang bor. Dengan demikian, volume material
yang relatif kecil kira-kira bulat memberi kontribusi sebagian besar radiasi
yang diambil oleh detektor. Jari-jari bola ini disebut "radius investigasi"
dari logger. Lubang bor termasuk dalam radius penyelidikan. Dengan
demikian, ukuran lubang bor dan posisi probe berhadapan dinding lubang
bor memiliki beberapa efek pada pengukuran sinar gamma.

Gambar 22. Urutan Posisi Sinar Gamma Menunjukkan Jangkauan Jari-


Jari Pada Lapisan Lempung Diantara Lapisan Pasir (Driscoll, 1987)

Gambar 22. menunjukkan konsep radius investigasi. Perubahan hitungan


per detik tidak terjadi secara tiba-tiba di antarmuka dua lapisan batuan.
Sebaliknya, bentuk kurva log agak membulat dalam rentang kedalaman
yang pendek saat probe melewati satu formasi ke bentuk lainnya. Ini
harus diperhitungkan saat log digunakan untuk menentukan ketebalan
formasi tertentu. Juga harus diakui bahwa perlapisan batuan yang lebih
tipis dari jari-jari penyelidikan mungkin dikaburkan pada log sinar gamma.

Mineral yang biasanya ditemukan pada bahan sedimen seperti lempung,


batugamping, dan batu pasir mengandung sejumlah kecil potasium
radioaktif-40, dan produk peluruhan uranium dan torium. Kalium
merupakan unsur penting dari lempung, mika, feldspar, dan serpih.
Sekitar 0,012 persen dari kandungan kalium total dalam bahan ini adalah
isotop radioaktif potasium-40, yang memancarkan sinar gamma. Pasir
kuarsa tidak mengandung potassium atau kalium radioaktif-40. Oleh
karena itu, formasi pasir kuarsa, memancarkan sinar gamma pada tingkat
yang sangat rendah. Biasanya, log gamma-ray menunjukkan jumlah lebih
banyak per menit pada kedalaman yang sesuai dengan lapisan lempung
atau serpih, dan jumlah yang lebih sedikit per menit pada kedalaman yang
sesuai dengan lapisan pasir atau lapisan batupasir jika pasir sebagian
besar adalah kuarsa.

Masalah dalam interpretasi log gamma muncul pada saat pasir


mengandung mineral feldspar dengan proporsi yang tinggi.

Tidak seperti kuarsa, feldspar mengandung potassium dan radioaktif


potassium-40. Pasir yang kaya feldspardapat memancarkan sinar gamma
dengan intensitas mendekati lempung.

Kontras sinar gamma antara lempung dan jenis pasir ini akan menjadi
tidak sebesar antara lempung dan kuarsa. Akibatnya, log tidak
mengidentifikasi lapisan pasir kaya feldspar sejelas mungkin. Ini adalah
hal yang penting untuk diperhatikan di logging sumur di endapan glasial
atau dekat sumber batuan beku, dimana jumlah butir pasir yang signifikan
terdiri dari feldspar.

Pengalaman logging dan pengetahuan geologi lokal diperlukan untuk


membuat interpretasi yang benar tentang loging di daerah-daerah ini.

Interpretasi log sinar gamma sangat sulit dimana batu pasir atau formasi
lainnya termasuk fragmen batuan vulkanik, seperti riolit, yang
mengandung mineral radioaktif dalam jumlah relatif tinggi. Biasanya,
bijih uranium dan batuan radioaktif lainnya terjadi di daerah yang sangat
kecil.

Masalah interpretasi lainnya terkait dengan diameter lubang. Dimana


lempung yang bersifat mudah runtuh (caving clay) dan batu sabak (shales)
ditemui dan longsoran terjadi, log sinar gamma akan menunjukkan tingkat
radioaktif yang lebih rendah dibandingkan dengan lubang pembesaran
yang membesar. Dengan demikian log akan muncul untuk menunjukkan
lapisan pasir. Sampel lubang bor, log driller, dan kaliper log dapat
digunakan untuk meminimalkan kesulitan dalam interpretasi ini.
J. Perbesaran Lubang Bor (Reaming)
Pemboran lubang pandu (pilot hole) bila sudah mencapai target dan telah
dilakukan logging geophysics, (untuk selanjutnya disebut logging) maka dilakukan
pelebaran lubang sumur (reaming), untuk selanjutnya disebut reaming.

Ukuran lebar reaming disesuaikan dengan rencana disain sumur yang sudah harus
dikerjakan atau sudah ada sesaat sesudah logging.

Pedoman dalam menentukan diameter reaming adalah perlu diperhatikan bahwa


masih ada rencana memasukkan gravel pack kedalam anulus sumur, namun juga
perlu di ingat bahwa gravel pack yang terlalu tebal akan menyulitkan waktu
development, sehingga selisih diameter antara casing dan screen hendaknya
tidak terlalu jauh, tetapi apabila selisih ini terlalu sempit, bila ada kemungkinan
terjadinya pengembangan lapisan lempung dalam formasi batuan, maka akan
menghalangi masuknya gravel pack atau bahkan menyumbat. Jika sumbatan
terjadi, dan untuk sementara gravel pack tidak masuk sempurna, maka akan
terjadi ruang-ruang kosong didalam anulus.

Ruang anulus adalah ruang antara dinding lubang bor dengan instalasi pipa casing
dan pipa saringan.

Ruang kosong anulus yang terjadi, bilamana proses pembuatan sumur sudah
selesai dan dilakukan development, setidaknya ada dua kemungkinan, yang
pertama adalah bilamana gravel pack yang tertahan kemudian turun jatuh oleh
sebab proses development, maka ada kemungkinan membengkokkan susunan
instalasi pipa sumur atau bahkan patah atau runtuhnya permukaan tanah karena
longsoran.

Kemungkinan kedua adalah bilamana selama development gravel pack tidak


jatuh kedalam ruang kosong, maka formasi batuan yang akan runtuh (colapse),
akibatnya screen tidak berfungsi karena tertimbun dan tersumbat material
formasi, jika runtuhan formasinya cukup permeable maka masih ada sedikit
harapan berproduksi, tetapi jika yang menutup screen adalah material kedap,
maka sumur dapat tidak produktif atau sedikit menghasilkan air.

Lebar anulus atau jarak antara dinding lubang bor dan instalasi biasanya diambil
kurang lebih 3 (tiga) inci kiri kanan, atau 6 inci selisih total diameternya.

Agar mendapatkan selisih tersebut, maka untuk reaming digunakan matabor yang
berdiameter 6 (enam) inci lebih besar dari diameter instalasi pipa sumur.
Konstruksi sumur, khususnya yang biasa digunakan dalam irigasi air tanah dengan
debit pemompaan antara 15 – 60 l/dt atau lebih, akan menggunakan konstruksi
dengan diameter bagian jambang pompa lebih besar dari bagian produksi,
biasanya dengan susunan 12 inci pada bagian jambang pompa dan 6 inci pada
bagian pipa buta dan screen. Perbedaan diameter tersebut dimaksudkan untuk
mengakomodir diameter pompa yang cukup longgar berada dalam pipa jambang,
diameter yang kurang besar mengakibatkan pompa tidak dapat masuk atau
terlalu dekat atau bahkan menempel pada pipa jambang yang dapat
menyebabkan pipa jambang pecah karena getaran dan gesekan dengan pompa
sewaktu operasi.

Dalam kondisi ini maka panduan reaming juga mengikuti, yaitu dengan diameter
reaming pada bagian jambang pompa lebih besar dari bagian pipa buta dan
screen.

Reaming yang berbeda diameter mengaharuskan prosesnya dilakukan dua atau


tiga kali reaming, dengan mengganti mata bor yang sesuai dengan diameternya.

Dalam perencanaan sudah harus direncanakan jenis atau ukuran mata bor yang
harus disiapkan agar tidak menjadi kendala.

Bilamana reaming sudah selesai semuanya, lubang bor perlu disirkulasikan ulang
sampai bersih, tidak ada endapan yang berpotensi mengganjal ketika dimasukkan
instalasi pipa-pipa sumurnya, jika memungkinkan, sirkulasi ini sekaligus
menipiskan mud cake dengan sirkulasi encer, filtrasi kecil tetapi densitasnya
masih cukup besar.

Selama proses reaming, persiapan instalasi sudah harus dilakukan, misalnya


penyambungan pipa-pipa instalasi yang pendek, penyiapan las, atau lem dan baut
serta penguatnya, penyiapan centralizer, membersihkan atau bila perlu mencuci
gravel pack, penomoran dan pengurutan susunan pipa-pipa instalasi.

K. Desain dan Konstruksi Sumur


 Material Sumur

Material sumur yang direncanakan untuk instalasi sumur terdiri dari:

a) Pipa jambang umumnya untuk irigasi sampai debit 40 l/dt berdiameter 12",
atau sesuai dengan design sumur dan spesifikasi rencana pompa yang akan
dipasang atau rencana debit operasi. Fungsi pipa jambang adalah sebagai
tempat atau jambang pompa yang umumnya berdiameter lebih besar dari
screen, pipa penghantar/ pipa buta.
b) Pipa sebagai penghantar air yang diperoleh dari penyadapan akuifer oleh
screen sering disebut sebagai pipa buta. Diameter dapat 6 ", 5”, 4” dan 3”
SNI sesuai kebutuham. Dapat berupa PVC, Black Mild Steel, atau Fibre glass
(sekarang jarang digunakan).

c) Pipa Saringan diameter dapat 6", 5”, 4” dan 3 “ sesuai kebutuhan, Dapat
berupa PVC, Black Mild Steel, Stainless Steel atau Fibre glass (sekarang
jarang digunakan).Tipe lubang saringan atau slot dapat berupa wire wound
slot, bridging slot, perforated slot, hand cut slot atau celah gergaji tangan,
yang biasa dibuat sendiri.

d) Reducer untuk menyambung pipa/screen yang berbeda diameternya. Dengan


bahan yang sama dengan pipa lainya yang dipasang.

e) Centraliser dengan diameter sesuai pipa/ screen yang dipasang.

f) Pipa kantong lumpur, berupa pipa buta berdiameter sama dengan screen
dipasang pada ujung paling bawah konstruksi dan diakhiri dengan tutup
bawah sumur. Fungsi pipa ini untuk menampung endapan baik berupa pasir,
lempung atau benda lain yang mengendap dan tidak ikut terpompa, suatu
saat pada periode operasi pemeliharaan secara berkala endapan ini
dikeluarkan dengan pencucian sumur atau redevelopment.

g) Tutup atas, kunci dan tutup dasar sumur (top cap & bottom plug).Tutup
dasar sumur dapat dibuat dari besi, plastik dan kayu tua yang keras (kayu
tahan lapuk jika terendam terus dalam air)

h) Gravel pack, Untuk daerah aluvial Indonesia, umumnya digunakan butiran


bergradasi berdiameter antara 8 mm – 20 mm. bebas dari kotoran dan
material karbonat serta material lain yang mudah pecah atau remuk, bentuk
butir membulat tanggung sampai membulat.

i) Penempatan gravel pack ke dalam rongga di antara lubang bor dan pipa
produksi

j) Semen / mortar digunakan untuk menutup bagian lubang bor atas agar tidak
terjadi rembesan dan kontaminasi air permukaan.

k) Bahan bahan penyambung, lem, mur, baut, las.

Semua bahan tersebut harus telah tersedia sebelum pemboran dimulai.


 Pemasangan Pipa Sumur

Setelah pemboran selesai sesuai dengan kedalaman yang ditentukan, maka


dilakukan sirkulasi lumpur tanpa penetrasi, rata rata selama 4 (empat) jam atau
sampai lubang bor betul-betul bersih dari sisa cutting. Kemudian pipa dan pipa
saringan dipasang didalam lubang bor pada posisi yang tepat sesuai dengan
desain sumur.

Sebelum pipa-pipa dan saringan sumur dipasang, harus diberi nomor urut dari
pipa terbawah, hal ini untuk mencegah kekeliruan pemasangan.

Pemasangan kemudian dilakukan secara berurutan, yang pertama paling bawah,


kemudian pipa diatasnya, seterusnya. Pipa dan pipa saringan disambung cukup
kuat, dan dipasak dengan baut sesuai ketebalan pipa.

Pipa dan pipa saringan yang dipasang dijaga tepat berada di tengah lubang bor
dengan menggunakan centralizer (terbuat dari besi plat atau bahan lainnya) yang
dipasang setiap 12 meter.

Panjang masing-masing pipa dan posisi kedalaaman pipa saringan termasuk


reduser, dan jumlah pemasangan di tiap sumur, diukur dan dicatat dengan teliti.

Gambar 23. Bahan Pipa Casing dan Screen Siap Dilapangan

 Panjang Screen

Panjang screen yang harus dipasang tergantung pada jenis dan keberadaan
material formasi batuan, serta debit yang diharapkan. Secara mudah untuk
mendapatkan debit yang besar diperlukan screen yang penjang pula.
Secara umum, pemasangan screen diletakkan berhadapan dengan akuifer, namun
dari segi ekonomis pada akuifer yang tebal, jika dipasang screen semuanya akan
mahal.

Deskripsi sample formasi batuan dikombinasikan dengan penetration log atau


catatan kecepatan pemboran serta interpretasi rekaman electric logging
setidaknya akan dapat menentukan keberadaan lapisan lepung, pasir halus dan
pasir.

Pemasangan saringan mengacu pada data tersebut, pada lapisan lempung tidak
perlu dipasang screen, karena tidak produktif, demikian juga pada lapisan
batuan yang terdiri dari pasir halus lepas tidak konsolidasi jika dipasang screen
akan terjadi korosi dan merusak pompa.

Beberapa cara pemasangan screen diuraikan sebagai berikut:

b) Akuifer bebas, material lepas

Pada akuifer jenis ini jika seluruhnya dipasang screen akan boros.
Pemasanga hanya dilakukan pada lapisan pasir kasar. Untuk lapisan pasir
kasar yang tebal cukup dipasang pada bagian ujung bawah. Untuk lapisan
yang berlapis tipis, dapat dipasang di setiap segmen lapisan.

Pada akuifer homogen tidak tertekan, pemasangan saringan (screen) pada


sepertiga bagian bawah zona jenuh akuifer homogen yang tidak tertekan
biasanya memberikan desain yang optimal.

Pemasangan saringan pada beberapa kasus, diletakkan pada setengah bagian


bawah lapisan jenuh (akuifer) lebih diinginkan untuk mendapatkan kapasitas
spesifik yang lebih besar.

Pada akuifer bebas kapasitas spesifik yang lebih besar diperoleh dengan
menggunakan saringan (screen) sepanjang mungkin, karena garis aliran
konvergen dan kecepatan masuk melalui saringan (screen) sumur
diminimalkan.Tetapi jika screen dipasang lebih pendek, maka dawdown akan
menjadi lebih besar.

c) Akuifer tertekan homogen

Perhitungkan permukaan air akibat pemompaan tidak akan turun sampai di


bawah puncak akuifer (karena berakibat akuifer tidak menjadi tertekan),
kemudian gunakan aturan umum untuk panjang saringan (screen) yang
dipasang pada akuifer tertekan sebagai adalah:

1) Ketebalan akuifer kurang dari 8 m, screen 70% dari akuifer.


2) Ketebalan akuifer antara 8 - 16 m, screen 75% dari akuifer.

3) Ketebalan akuifer lebih tebal dari 16 m, screen 80% dari akuifer.

Dalam banyak pemakaiann screen penuh suatu akuifer tebal yang uniform
tidak disarankan, karena disamping mahal juga akan menghasilkan
kecepatan aliran air masuk melalui saringan (screen) sumur menjadi terlalu
lambat.

Pada akuifer tertekan yang homogen dan tebal tidak disarankan untuk
memasang screen penuh seluruh ketebalan, karena tidak ekonomis dan
kecepatan masuk aliran air dri akuifer menjadi sangat lambat, hasil terbaik
jika saringan dibagi menjadi beberapa bagian sama panjang diselingi dengan
blank casing. Dengan membagi saringan tersebut maka efek konvergensi
aliran menjadi kecil agar sumur mempunyai kinerja yang baik.

d) Akuifer tertekan heterogen

Dalam akuifer yang heterogen atau berlapis-lapis, zona yang paling


permeabel yang di pasang screen, zona ini dapat ditentukan dengan
beberapa metode berikut:

2) Metode uji permeabilitas (Tes falling head dan constan head, jarang
dilakukan)

3) Analisa ayakan (sieves analysis) kemudian membandingan kurva ukuran


butir masing-masing sample, sebagai berikut :

(a) Jika kemiringan kurva hasil analisa ukuran butir kira-kira sama,
permeabilitas relatif dua sampel atau lebih diperkirakan sama
dengan kuadrat dari ukuran efektif masing-masing sampel. Misalnya
pasir yang memiliki ukuran butir efektif 0,2 mm akan memiliki
sekitar 4 kali konduktivitas hidrolik pasir yang memiliki ukuran butir
efektif 0,1 mm.

(b) Jika dua sampel memiliki ukuran efektif yang sama, maka sampel
dengan kurva yang memiliki kemiringan paling curam biasanya
memiliki konduktivitas hidrolik terbesar.

(c) Survei kecepatan aliran sumur, jika memungkinkan, dapat mencoba


memompa sumur sebelum selesai, dengan memasang casing
sementara yang berlubang atau screen sementara di lubang bor;
(dengan coba coba – jarang dilakukan).
(d) Interpretasi logging geofisika lubang bor (membutuhkan tenaga ahli
yang sangat berpengalaman).

Gamba 24. Saran Penentuan Posisi Saringan Sumur di Berbagai Formasi


Akuifer
Gambar 25. Konvergensi Garis Aliran Ke Interval yang Dipasang Screen

Pada akuifer heterogen atau berlapis-lapis, lapisan yang paling permeabel


yang dipasang saringan (screen). Biasanya antara 80% sampai 90% tebal
akuifer.

 Diameter Screen

Aturan praktisnya adalah bahwa batas kecepatan upflow 1,5 m/dt akan
menghasilkan sumur dengan upflow losses yang masuk akal.

Prosedur desain diameter saringan (screen) adalah memilih ukuran saringan


(screen) yang mengurangi nilai ini beberapa persen. Ukuran standar saringan
biasanya 6 inci, untuk desain ukuran kecil dikurangi 1 inci, sedang untuk desain
ukuran besar ditambah 2 inci. Penggunaan diameter saringan yang besar hanya
akan disarankan jika terdapat masalah:

a) Sumur yang jelek (kondisi hidrogeologi miskin air)


b) Ancaman terjadi pengkerakan
c) Ancaman terjadi korosi saringan.
Diameter sarigan dipilih untuk memenuhi prinsip utama yaitu untuk memperoleh
luas area bukaan (opening area) saringan agar diperoleh kecepatan aliran masuk
yang tidak melebihi standar disain.

Diameter dapat bervariasi setelah panjang dan ukuran bukaan saringan (screen)
telah dipilih.

Seringkali, panjang saringan dan ukuran celah saringan (slot) ditentukan oleh
karakteristik alami formasi; Dengan demikian diameter saringan adalah sangat
variabel.

Pengujian dan pengalaman laboratorium menunjukkan bahwa jika kecepatan


masuk saringan dipertahankan sekitar 0,03 m/ detik, maka kehilangan gesekan
pada bukaan screen akan dapat diabaikan, pengkerakan akan minimal, dan korosi
juga akan minimal.

Kecepatan masuk sama dengan debit yang diharapkan atau yang diinginkan
dibagi dengan luas total bukaan di saringan. Jika kecepatan masuk lebih besar
dari 0,03 m / det., maka diameter harus diperbesar untuk memperoleh area
terbuka yang cukup sehingga kecepatan masuk menjadi sekitar 0,03 m/det.

Untuk mendapatkan kecepatan tersebut, juga dapat mengatur debit


pemompaan, namun kebanyakan debit pemompaan adalah target, sehingga sulit
menguranginya.
 Tipe Screen

Saringan (screen) yang bagus dibuat dari berbagai bahan dan berkisar dari buatan
tangan hingga model yang awet dan sangat efisien yang dibuat dengan mesin.
Penilaian saringan tergantung pada seberapa efektif kontribusi nya terhadap
keberhasilan sebuah sumur
Kriteria dan fungsi saringan (screen):
a) Kriteria
1) Persentase area terbuka yang lebih besar
2) Celah (slot) tidak tersumbat (nonclogging)
3) Tahan terhadap korosi
4) Kekuatan kolom dan kerutuhan yang cukup (tahan kempes atau rusak)
b) Fungsi
1) Mudah di development
2) Tendensi incrustasi minimal
3) Kehilangan head melalui saringan (screen) rendah
4) Mencegah pemompaan pasir di semua jenis akuifer
Memaksimalkan masing-masing kriteria dalam mengkonstruksi saringan tidak
selalu mungkin. Misalnya, area terbuka dari celah (slot) ted casing diperbesar,
maka kekuatan kolom tidak mencukupi untuk mendukung casing atau instalasi
diatasnya selama proses pemasangan konstruksi
Akan tetapi, pada saringan (screen) celah (slot) kontinyu (buatan pabrik)
umumnya diperoleh area terbuka 30 sampai 50 persen tanpa kehilangan kekuatan
kolom.
Pada kondisi air tanah bersifat korosif tinggi, penggunaan plastik sangat
diinginkan, namun kekuatannya yang relatif rendah membuat penggunaannya
tidak praktis untuk sumur dalam.
Saringan (screen) bercelah kontinyu banyak digunakan untuk sumur air. Saringan
ini dibuat dengan memutar (melilitkan) gulungan kawat.
Gambar 26. Beberapa Macam Celah (Slot) Screen

Gambar 27. Saringan Bercelah Kontinyu

Gambar 28. Celah (Slot) Berbentuk “V” Mengurangi Penyumbatan

Berpenampang segitiga di sekeliling tiang longitudinal dengan susunan melingkar.


Bukaan celah menerus di sekitar keliling saringan (screen) memungkinkan
aksesibilitas maksimum ke akuifer sehingga development dapat dilakukan dengan
efisien.

Bukaan celah (slot) individu harus berbentuk V, dan melebar ke dalam untuk
mengurangi penyumbatan pada celah (slot) juga dapat mengendalikan
pemompaan pasir (Gambar 13.)

 Tipe dan Ukuran Celah Screen

Setidaknya terdapat 4 macam konfigurasi celah saringan (screen):

a) Continuous slot screen


b) Bride slot screen
c) Louvered slot screen
d) slotted pipe
Sumur yang didevelopment secara alami (tanpa gravel pack), bukaan celah (slot)
saringan sumur perlu dipilih berdasarkan dari analisis ayakan untuk sampel yang
mewakili dari formasi akuifer. Untuk formasi homogen yang terdiri dari pasir
halus dan seragam, ukuran bukaan saringan (ukuran celah) dipilih ukuran yang 50
– 60 % pasir lewat (Johnson Division, 1975) atau 40 - 50 % tertahan.

Nilai lolos 60 % digunakan di daerah air tanah tidak terlalu korosif, dan atau
adanya keraguan keandalan sampel batuan. Nilai lolos 50 % digunakan pada
daerah dengan air bersifat korosif atau jika ada keraguan keandalan sampel;
nilai lolos 50 % adalah desain yang lebih konservatif.

Secara umum, pemilihan ukuran celah yang lebih besar memungkinkan zona
development yang lebih tebal di sekitar saringan (screen), dan karena itu
meningkatkan kapasitas spesifik. Selain itu, jika airnya bersifat mengkerak.

(Encrusting), penggunaan celah yang lebih besar ukurannya akan memperpanjang


masa pakai. Namun, penggunaan ukuran celah yang lebih besar akan memerlukan
waktu development yang lebih lama untuk menghasilkan kondisi bebas pasir.

Gambar 29. Konfigurasi Celah (Slot)


Gambar 30. Pemilihan Celah Saringan Ntuk Formasi Pasir Homogen

Pilihan celah (slot) ukuran yang lebih konservatif (misalnya, nilai kelulusan 50%)
dipilih jika ada keraguan keandalan deskripsi sampel; Jika akuifer menutupi atau
ditutupi oleh material halus, material lepas; atau jika waktu development
mahal.

Secara umum, teknik analisis saringan (screen) yang sama dapat digunakan untuk
akuifer heterogen atau berlapis kecuali sebagai berikut:
Gambar 31. Sketsa Pemaangan Saringan (A) Bagian Stratigrafi Yang
Akan Dipasang Saringan Dan (B) Sketsa Pemasangan Saringan Yang
Menunjukkan Ukuran Celah

a) Jika lapisan yang menutupi akuifer yang dievaluasi bersifat kompak,


digunakan ukuran celah (slot) yang sesuai dengan 70% nilai lolos

b) Jika lapisan yang menutupi akuifer yang dievaluasi bersifat lepas, digunakan
ukuran celah (slot) yang sesuai dengan 50% nilai lolos

c) Jika beberapa saringan (screen) digunakan dan jika material halus menutupi
material kasar.

Perpanjangkan pemasangan saringan (screen) berukuran celah (slot) yang


berhadapan material halus ke bagian kasar sedikitnya 0,9 m (3ft).

Ukuran celah pada material kasar tidak boleh lebih dua kali lipat ukuran celah
untuk material halus yang ada tepat diatasnya. Menggandakan ukuran celah
(slot) harus dilakukan di atas saringan (screen) naik 2 kaki (0,6 m) atau lebih.
 Ketegak – Lurusan Instalasi

Instalasi dibuat benar-benar vertikal dan tegak lurus untuk menjamin kelancaran
pemasangan gravel pack, serta pemasangan pompa. Driller setiap saat
melakukan checking terhadap ketegak lurusan Instalasi.

 Pengisian Gravel Pack

Setelah pemasangan pipa sumur selesai dan sesuai dengan yang direncanakan
maka gravel pack dengan ukuran yang telah ditentukan dimasukkan kedalam
rongga di antara pipa sumur dan lubang bor (ruang anulus).

Gambar 32. Gravel Pack Dengan Ukuran Butir Sesuai Screen

Cara penuangan gravel pack kedalam ruang anulus dilakukan dengan hati-hati,
dengan menggunakan wadah, gayung atau ember dan memasukkanya tidak hanya
dari satu sisi.

Selama proses pengisian gravel, sirkulasi lumpur bor tetap dijalankan,


kekentalan dikurangi dan dipertahankan pada 33 detik marsh funnel.

Pengisian gravel dilaksanakan hati - hati agar pipa sumur terbungkus secara
merata dengan baik oleh gravel pack mulai dari dasar lubang sumur sampai pada
kedalaman rencana penyemenan (kurang lebih 20 m dari permukaan tanah).

Volume gravel pack yang telah dimasukkan dicatat dan diukur posisi kedalaman
gravel dalam lubang pemboran. Setelah pengisian gravel cukup maka
penyempurnaan dan development sumur dapat dimulai.
L. Penyelesaian Sumur
Setelah sumur selesai dikonstruksi, dilakukan pekerjaan development dan uji
pemompaan kedua pekerjaan ini tidak diuraikan disini, akan tetapi diuraikan
dalam modul tersendiri, kemudian setelah pekerjaan development dan pekerjaan
pemompaan uji sumur selesai, pipa konduktor dicabut maka masih terdapat
rongga sisa lubang bor dengan pipa jambang diluar pipa jambang sumur yang
harus diisi semen atau grouting mulai kedalaman tertentu atau mulai permukaan
gravel pack sampai ke permukaan tanah. Fungsi penyemenan ini disamping
memperkuat daya dukung tanah disekitar lubang bor untuk mempersiapkan
pondasi pompa dan rumah pompa, juga untuk menahan agar tidak terjadi
rembesan air permukaan atau soil water kedalam sumur. Fungsi lain adalah
mencegah adanya kontaminasi dari rembesan soil water.
Perencanaan pemilihan bahan harus sesuai dengan fungsinya, yaitu material
kedap dan keras, dapat berupa semen, mortar, atau semen denga campuran
bentonite (jika daya dukung tanah untuk pondasi sudah cukup).

Volume diperhitungkan dari permukaan gravel pack sampai permukaan tanah


sebanyak ruang anulus atau lebih. Pada bagian atas grouting dibangun platform
untuk menghindari erosi di permukaan tanah.

Apabila pemompaan uji telah selesai dilaksanakan, kemudian dipasang tutup


sumur lengkap dengan kuncinya untuk mencegah material-material asing masuk
ke dalam sumur baik sengaja atau tidak.

Setelah sumur tertutup, dipasang patok tanda pengenal sumur dimana tercantum
nomor sumur, tahun pembuatan dan tanda pengenal/ nama pelaksana dan nama
pemilik/ pengelola sumur.

Semua kegiatan dalam pemboran memiliki format format yang dapat dibuat
sesuai kebutuhan atau mengacu contoh terlampir, hasil gambar akhir kegiatan
(as built drawing) digambar sebagai composite well logging yang memuat semua
catatan pemboran termasuk denah lokasinya.
UMUM
Estimasi Biaya Pelaksanaan dinilai sangat perlu, mengingat berdasakan hal tersebut
selanjutnya dapat dilakukan perencanaan anggaran biaya pelaksanaan pada beberapa
tahun ke depan dengan mempertimbangkan alokasi dana yang tersedia. Hal ini dianggap
perlu agar pada tahapan selanjutnya dapat dilakukan persiapan pembiayaan
pelaksanaan pekerjaan melalui Anggaran Pembiayaan Belanja Daerah (APBD). Dalam
perhitungan estimasi biaya ini mencakup areal Embung Kab. Tulang Bawang.

ESTIMASI RENCANA ANGGARAN BIAYA PEKERJAAN


Setelah diketahui masing–masing jenis pekerjaan yang harus dilaksanakan pada saat
konstruksi, maka perlu dilakukan suatu analisa harga satuan terhadap masing–masing
jenis pekerjaan dengan menggunakan standar harga upah dan bahan yang berlaku pada
lokasi pekerjaan.
Biaya proyek dihitung dengan menggunakan harga finansial atau harga berlaku (Current
Price) sesuai dengan program pelaksanaan pekerjaan dan dalam mata uang local (Local
Currency). Biaya tersebut juga disebut sebagai Biaya Finansial (Financial Cost).
Susunan biaya proyek terdiri dari komponen-komponen biaya sebagai berikut :
 Biaya Dasar Konstruksi
 Biaya Jasa Layanan Rekayasa
 Biaya Administrasi
 Biaya Tak Terduga.
Kenaikan biaya yang disebabkan oleh faktor inflasi harus diperhitungkan berdasarkan
jadwal penggunaan dana sesuai dengan jadwal pelaksanaan pekerjaan. Sedangkan biaya
ekonomi proyek digunakan untuk keperluan evaluasi proyek berdasarkan pada harga
internasional, yang dalam hal ini dihitung dengan mengalikan faktor konversi biaya
finansial.
Kondisi Dasar
Kondisi dan asumsi yang digunakan untuk memperkirakan biaya financial adalah sebagai
berikut :
 Perkiraan tinggi harga berdasarkan tingkat harga yang ditentukan oleh
Dinas Terkait Periode tahun 2018.
 Biaya jasa layanan rekayasa dihitung untuk tahapan detail desain dan
tahapan konstruksi.

Biaya Dasar Konstruksi


Biaya dasar konstruksi diperoleh dari biaya-biaya yang diperlukan secara langsung untuk
pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Biaya yang diperhitungkan sudah termasuk
keseluruhan pekerjaan konstruksi bangunan, yang besarnya tiap unit pekerjaan terdiri
dari harga bahan bangunan, tenaga kerja dan peralatan.
Biaya tersebut telah mencukupi biaya tidak langsung yang dikeluarkan oleh kontraktor,
pengeluaran untuk pekerjaan lapangan, biaya tersebut masih perlu tambahkan biaya
pajak, yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dihitung sebesar 10% dari perkiraan
biaya tersebut di atas.

Biaya Jasa Layanan Rekayasa & Administrasi


Biaya jasa layanan rekayasa diperuntukkan bagi biaya pekerjaan perencanaan detail dan
pekerjaan pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Biaya administrasi dipersiapkan dalam hal pengelolaan administrasi proyek, mulai dari
tahap perencanaan detail, pembebasan tanah, proses lelang, sampai selesai tahap
pelaksanaan pekerjaan konstruksi.

Biaya Tak Terduga


Biaya tak terduga disediakan untuk menanggulangi kemungkinan terjadinya modifikasi
konstruksi dan besarnya biaya tak terduga ini diperkirakan sebesar 20 % dari total biaya
dasar konstruksi, biaya dasar penggantian, biaya jasa layanan rekayasa, dan biaya
administrasi.

HARGA SATUAN DASAR


Sebagai dasar analisis harga pekerjaan didasarkan pada analisa harga satuan yang
dihitung berdasarkan harga satuan dasar bahan dan upah dari keputusan Bupati Kab.
Tulang Bawang Tahun 2018.
DAFTAR HARGA SATUAN UPAH, BAHAN DAN SEWA PERALATAN
HARGA SATUAN DASAR
KABUPATEN TULANG BAWANG
TAHUN 2018

HARGA UPAH SATUAN


NO JENIS UPAH Keterangan
Rp. Rp.
1 2 3 4 5

UPAH
1 Pekerja 100.000,00 Oh
2 Tukang Batu 130.000,00 Oh
3 Tukang Besi 130.000,00 Oh
4 Tukang Besi Konstruksi 130.000,00 Oh
5 Tukang Cat 130.000,00 Oh
6 Tukang Gali 130.000,00 Oh
7 Tukang Kayu 130.000,00 Oh
8 Kepala Tukang 140.000,00 Oh
9 Ahli Bor 140.000,00 Oh
10 Pembantu Ahli Bor 100.000,00 Oh
11 Tukang Pipa 130.000,00 Oh
12 Mandor 140.000,00 Oh

NALISA HARGA SATUAN PEKERJAAN


Untuk mengetahui biaya yang dibutuhkan untuk galian, bangunan utama dan bangunan
pelengkapnya terlebih dahulu dilakukan perhitungan Analisa Harga Satuan Pekerjaaan
(AHSP) yang mengacu pada Permen PUPR No.28 Tahun 2016, koefisien dan kebutuhan
upah dan bahan lapangan ditentukan berdasarkan harga satuan dasar (basic price) yang
berlaku.
Untuk analisa harga satuan selengkapnya dapat dilihat di Laporan BOQ dan RAB
ANALISA HARGA SATUAN PEKERJAAN BANGUNAN GEDUNG DAN PERUMAHAN
PEMERINTAH KABUPATEN TULANG BAWANG
TAHUN ANGGARAN 2018

Harga Satuan
Kode Analisaa Kebutuhan Satuan Indeks Bahan/Upah Jumlah
(Rp)
B. PEKERJAAN TANAH
Analisa B.1 Menggali 1 M3 Tanah Biasa sedalam 0 - 1 Meter
Tenaga Kerja Pekerja OH 0,7500 100.000,00 75.000,00
Mandor OH 0,0250 140.000,00 3.500,00
Jumlah Harga per Satuan Pekerjaan 78.500,00
Analisa B.9 Mengurug kembali 1 M3 galian
Tenaga Kerja Pekerja OH 0,2500 100.000,00 25.000,00
Mandor OH 0,0080 140.000,00 1.120,00
Jumlah Harga per Satuan Pekerjaan 26.120,00
Analisa B.11 Mengurug 1 m3 pasir urug
Bahan Pasir Urug M3 1,2000 175.000,00 210.000,00
Tenaga Kerja Pekerja OH 0,3000 100.000,00 30.000,00
Mandor OH 0,0100 140.000,00 1.400,00
Jumlah Harga per Satuan Pekerjaan 241.400,00
D. PEKERJAAN DINDING
Analisa D.3 Memasang 1 m 2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal 1 bata,campuran spesi 1 PC : 4 PP
Bahan Bata Merah Buah 140,0000 500,00 70.000,00
Semen Portland Kg 26,5500 1.200,00 31.860,00
Pasir Pasang M3 0,0930 272.000,00 25.296,00
Tenaga Kerja Pekerja OH 0,6000 100.000,00 60.000,00
Tukang Batu OH 0,2000 130.000,00 26.000,00
Kepala Tukang OH 0,0200 140.000,00 2.800,00
Mandor OH 0,0300 140.000,00 4.200,00
Jumlah Harga per Satuan Pekerjaan 220.156,00
Analisa D.9 Memasang 1 m 2 dinding bata merah ukuran (5 x 11 x 22) cm tebal 1/2 bata,campuran spesi 1 PC : 4 PP
Bahan Bata Merah Buah 70,0000 500,00 35.000,00
Semen Portland Kg 11,5000 1.200,00 13.800,00
Pasir Pasang M3 0,0430 272.000,00 11.696,00
Tenaga Kerja Pekerja OH 0,3000 100.000,00 30.000,00
Tukang Batu OH 0,1000 130.000,00 13.000,00
Kepala Tukang OH 0,0100 140.000,00 1.400,00
Mandor OH 0,0150 140.000,00 2.100,00
Jumlah Harga per Satuan Pekerjaan 106.996,00
VOLUME PEKERJAAN
Berdasarkan hasil desain rinci selanjutnya dilakukan perhitungan Volume Pekerjaan dari
seluruh hasil desain tersebut. Volume Pekerjaan untuk masing-masing bangunan yang
direncanakan dihitung berdasarkan jenis uraian masing-masing pekerjaan yang
diperlukan. Perhitungan volume pekerjaan ini didasarkan atas gambar desain.
Dengan adanya volume pekerjaan untuk masing-masing jenis bangunan, yang dirinci per
jenis pekerjaan, maka dapat dihitung rencana anggaran biaya masing-masing untuk
setiap jenis bangunan yang direncanakan.
Dari rangkaian kegiatan desain dan penggambaran maka sampai pada tahapan
perhitungan volume pekerjaan (BOQ) untuk setiap desain bangunan yang direncanakan
di lokasi pekerjaan. Hasil perhitungan kubikasi atau BOQ (Bill Of Quantity) untuk jenis-
jenis bangunan yang direncanakan, dapat dilihat dalam Laporan BOQ dan RAB.

RENCANA ANGGARAN BIAYA


Perhitungan anggaran biaya konstruksi ini meliputi areal perencanaan Sumur Bor di
Kabupaten Tulang Bawang. Biaya tersebut merupakan jumlah biaya kumulatif dari tiap-
tiap item pekerjaan dan ditambah PPN 10 %. dapat dilihat dalam Laporan BOQ dan RAB.
DAFTAR RINCIAN KUANTITAS DAN HARGA
ENGINEER'S ESTIMATE ( EE )

Kegiatan : Pembangunan Sumur Bor Tahun 2018


Pekerjaan : Pembangunan Sumur Bor Tahun 2018 Jl. 4 MBC Gang Angga Putra RT. 04 / RW. 01
Lingkungan Menggala Kel. Menggala Kota Kec. Menggala
Lokasi : Kecamatan Menggala
Tahun Anggaran : 2018

HARGA SATUAN JUMLAH


NO. JENIS PEKERJAAN KODE SATUAN VOLUME
( Rp ) ( Rp )

I PEKERJAAN PERSIAPAN
1. Mobilisasi - Demobilisasi - Ls 1,00 1.000.000,00 1.000.000,00
2. Papan Nama Proyek - Ls 1,00 350.000,00 350.000,00
3. Administrasi dan Pelaporan - Ls 1,00 1.250.000,00 1.250.000,00
4. Dokumentasi 0% , 50% , 100% - Ls 1,00 750.000,00 750.000,00
To tal I 3.350.000,00
II PEKERJAAN PEMBUATAN SUMUR BOR
A. Pekerjaan Pengeboran
1. Pekerjaan Pengeboran Kedalaman 60 Meter ( Sampai dengan Keluar Air ) dia. 6" termasuk Pengadaan Bentonit dll
- Dari 0 Meter s/d 30 Meter Analisa P.12.b M 30,00 303.650,00 9.109.500,00
- Dari 30 Meter s/d 60 Meter Analisa P.12.b.1 M 30,00 313.625,00 9.408.750,00

2. Pembesaran Lubang Bor/Reaming untuk Sumur Uji Produksi dia. 8" termasuk Bentonit dll
- Dari 0 Meter s/d 30 Meter Analisa P.12.b.a M 30,00 233.515,00 7.005.450,00
- Dari 30 Meter s/d 60 Meter Analisa P.12.b.b M 30,00 235.390,00 7.061.700,00
Jumlah A 32.585.400,00
B. Pengadaan/Pemasangan Instalasi Pipa Saringan
1. Pipa jambang-Pump House-Casing Pvc dia. 4" Analisa Sb.11 M 60,00 422.130,00 25.327.800,00
2. Pengad/Pemas. Gravel Pack/Filter Gravel Analisa P.12 M3 4,00 504.360,00 2.017.440,00
3. Pekerjaan Manhole Sumur Bor
- Pembesian Dinding Beton Manhole Analisa G.14 Kg 10,92 15.429,00 168.469,25
- Cor Dinding Beton Manhole K-150 Analisa G.3 M3 0,18 1.331.573,00 245.009,43
- Bekisting Dinding Manhole Analisa G.18 M2 2,86 205.180,00 586.814,80
- Pek. Plesteran + Acian Manhole Analisa E.27 M2 1,30 58.941,00 76.623,30
- Pembuatatan Tutup Manhole Plat Besi Tebal 3 Mm Ls Bh 1,00 500.000,00 500.000,00

Jumlah B 28.922.156,78
C. Pengadaan Perlengkapan Sumur Bor
1. Pengadaan Pompa Submersible 1 HP/ 1 PK Ls Unit 1,00 5.000.000,00 5.000.000,00
2. Kabel NYY 3x2.5 mm Supreme Ls Roll 1,00 500.000,00 500.000,00
3. Tali Tambang Nylon Ls M 60,00 8.500,00 510.000,00
4. Pasang Baru Instalasi Listrik Ls Unit 1,00 3.500.000,00 3.500.000,00

Jumlah C 9.510.000,00
To tal II 71.017.556,78

Anda mungkin juga menyukai