Anda di halaman 1dari 11

Kelompok 1

1. Melakukan Skrining Sasaran


a. Pemeriksaan Sasaran Bayi, baduta dan anak sekolah
Setiap petugas yang melaksanakan imunisasi, harus melakukan skrining mengenai
kondisi sasaran, riwayat penyakit, dan kontra indikasi sebelum pemberian tiap dosis
vaksin.

Catatan : - Yang dimaksud dengan perhatian khusus adalah pemberian imunisasi diberikan di
fasilitas kesehatan yang lengkap
b. Pemeriksaan sasaran WUS
Imunisasi Tetanus pada WUS diberikan berdasarkan hasil skrining status imunisasi
tetanusnya. Penapisan dilakukan berdasarkan riwayat imunisasi yang tercatat maupun
berdasarkan ingatan. Penentuan status imunisasi tetanus pada WUS dihitung
berdasarkan berapa kali imunisasi tetanus yang diterima sejak bayi sampai pada saat
penapisan serta berdasarkan interval minimal pemberian. Ketentuan interval minimal
imunisasi tetanus dan masa perlindungan dijelaskan dalam tabel berikut:

Status Interval minimal Masa perlindungan


Imunisa pemberian
si

T1 - -

T2 1 bulan setelah T1 3 tahun

T3 6 bulan setelah T2 5 tahun

T4 12 bulan setelah 10 tahun


T3

T5 12 bulan setelah > 25 tahun


T4

No. Riwayat Imunisasi: Status T:


1. Jika tidak ingat/tidak bisa membuktikan pernah T0
mendapat imunisasi tetanus
2. Jika bisa membuktikan/menyampaikan pernah T1
mendapat Imunisasi Tetanus 1kali
3. Mendapat imunisasi DPT-HB-Hib usia 2,3,4 bulan atau T2
selama bayi
4. Mendapat Imunisasi DPT-HB-Hib usia 2,3,4, dan 18 T3
bulan
5. Mendapat Imunisasi DPT-HB-Hib bayi-baduta + DT 1 T4
kali (kelas 1 SD)
6. Mendapat Imunisasi DPT-HB-Hib bayi-baduta + DT + Td T5
(kelas 2 SD dan kelas 5 SD)
7. Mendapatkan imunisasi tetanus pada waktu bayi sampai T1
usia sekolah, namun tidak mengingat jumlah dan interval
pemberiannya.
8. Jika Ibu Hamil tidak ingat berapa kali mendapat Imunisasi T0
Tetanus sebelumnya.
Ibu Hamil tersebut dapat diberikan 2 dosis Imunisasi Tetanus
dengan interval pemberian 1 bulan. Dimana suntikan ke-2
diberikan paling lambat 2 minggu sebelum waktu persalinan.
Imunisasi tetanus aman dan dapat
diberikan pada ibu hamil sepanjang usia kehamilan

2. Pemeriksaan sasaran
Setiap sasaran yang datang ke tempat pelayanan imunisasi,
sebaiknya diperiksa sebelum diberikan pelayanan imunisasi.
Tentukan usia dan status imunisasi terdahulu sebelum
diputuskan vaksin mana yang akan diberikan, dengan langkah
sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi usia bayi


b. Mengidentifikasi vaksin-vaksin mana yang telah diterima oleh
bayi
c. Menentukan jenis vaksin yang harus diberikan
d. Kontra indikasi terhadap imunisasi
Pada umumnya tidak terdapat kontra indikasi terhadap imunisasi.
Semua bayi sebaiknya diimunisasi kecuali dalam tiga situasi yang
jarang terjadi berikut ini:

a. Anafilaksis atau reaksi hipersensitivitas yang hebat,


merupakan kontra indikasi mutlak terhadap dosis vaksin
berikutnya.

b. Reaksi berlebihan, seperti suhu tinggi diatas 38,5ºC dengan


kejang, penurunan kesadaran, shock atau reaksi anafilaktik
lainnya setelah imunisasi DPT/HB/Hib1 merupakan kontra
indikasi untuk pemberian DPT/HB/Hib2 atau DPT/HB/Hib3.
c. Dalam keadaan kejang demam dan panas diatas 38,5ºC
merupakan kontra indikasi sementara pemberian sampai
anak sudah sembuh.

Beberapa kondisi berikut bukan merupakan kontra indikasi.:

● Alergi atau asma (kecuali jika ● Dugaan infeksi HIV atau positif terinfeksi
diketahui ada alergi terhadap HIV dengan tidak menunjukkan tanda- tanda
komponen khusus dari vaksin yang dan gejala AIDS;
disebutkan di atas); ● Tanda-tanda dan gejala AIDS, kecuali seperti
● Sakit ringan seperti infeksi saluran yang disebutkan di atas;
pernafasan atau diare dengan suhu ● Anak diberi ASI;
0
dibawah 38,5 C; ● Sakit kronis seperti penyakit jantung kronis,
● Riwayat keluarga tentang peristiwa paru-paru, ginjal atau liver;
- peristiwa yang membahayakan ● Kondisi syaraf labil seperti kelumpuhan
setelah imunisasi; otak, karena luka atau Down’s Syndrome;
● Pengobatan antibiotik, pengobatan ● Prematur atau berat lahir rendah
corticosteroid dosis rendah; atau (vaksinasi sebaiknya tidak ditunda);
pengobatan steroid lokal (topikal atau ● Pembedahan baru atau direncanakan
inhalasi); dengan segera
● Kurang gizi; dan
● Riwayat sakit kuning pada kelahiran.
2. Memastikan Vaksin Berkualitas selama pelaksanaan imunisasi

1) Hindarkan vaccine carrier yang berisi vaksin dari sinar matahari langsung.
2) Sebelum sasaran datang, vaksin dan pelarut harus disimpan dalam
vaccine carrier yang tertutup rapat.
3) Jika sasaran imunisasi sudah datang, maka vaksin dilarutkan dengan jenis pelarut
yang sesuai.
4) Pada saat melarutkan vaksin, suhu vaksin dan pelarut harus sama.
5) Vaksin yang sudah dilarutkan, ditulis tanggal dan waktu pelarutannya. Setelah
dilarutkan, vaksin BCG hanya boleh digunakan selama 3 jam, dan vaksin
campak/MR dan JE selama 6 jam.

6) Vaksin yang lainnya, setelah dibuka harus diberi label yang ditulis tanggal dan
waktu vaksin dibuka. Penggunaannya mengikuti standar penggunaan vaksin
multidose.
7) Selama pelayanan imunisasi, vaksin dan pelarut harus disimpan dalam vaccine
carrier dengan menggunakan cool pack, agar suhu vaksin dan pelarut tetap
terjaga
8) Sebelum cool pack digunakan
9) Tidak diperkenankan membuka vial baru sebelum vial yang sudah dibuka habis.
10) Apabila sasaran selanjutnya belum datang, vaksin yang sudah dilarutkan harus
diletakkan di lubang busa yang terdapat di bagian atas vaccine carrier (lihat
gambar di bawah), dan dilindungi agar tidak terkena sinar matahari langsung.
11) Setiap vaccine carrier sebaiknya dilengkapi dengan empat buah cool pack
(disesuaikan dengan tipe/jenis vaccine carrier)
12) Apabila vaksin yang sudah dilarutkan habis, pelarutan selanjutnya dilakukan jika
sasaran berikutnya telah datang.

Penyimpanan vaksin selama pelayanan imunisasi di lapangan


Gambar 4
Penyimpanan vaksin selama pelayanan imunisasi di lapangan

Memberikan penyuluhan sebelum dan sesudah pelayanan imunisasi

Petugas kesehatan menyampaikan kepada orangtua beberapa hal sebagai


berikut:

- Jenis vaksin yang diberikan dan manfaat imunisasi


- KIPI yang mungkin timbul setelah imunisasi, dan cara mengatasinya dan tidak
perlu khawatir
- Jadwal imunisasi berikutnya dan pentingnya buku KIA disimpan secara aman
dan dibawa saat kunjungan berikutnya
- Jumlah kunjungan imunisasi lengkap dan tujuan memberikan imunisasi lengkap
3. Memastikan Vaksin Berkualitas selama pelaksanaan
imunisasi
1) Hindarkan vaccine carrier yang berisi vaksin dari sinar matahari langsung.
2) Sebelum sasaran datang, vaksin dan pelarut harus disimpan dalam
vaccine carrier yang tertutup rapat.

3) Jika sasaran imunisasi sudah datang, maka vaksin dilarutkan dengan jenis pelarut
yang sesuai.
4) Pada saat melarutkan vaksin, suhu vaksin dan pelarut harus sama.
5) Vaksin yang sudah dilarutkan, ditulis tanggal dan waktu pelarutannya. Setelah
dilarutkan, vaksin BCG hanya boleh digunakan selama 3 jam, dan vaksin
campak/MR dan JE selama 6 jam.

6) Vaksin yang lainnya, setelah dibuka harus diberi label yang ditulis tanggal dan
waktu vaksin dibuka. Penggunaannya mengikuti standar penggunaan vaksin
multidose.
7) Selama pelayanan imunisasi, vaksin dan pelarut harus disimpan dalam vaccine
carrier dengan menggunakan cool pack, agar suhu vaksin dan pelarut tetap
terjaga
8) Sebelum cool pack digunakan
9) Tidak diperkenankan membuka vial baru sebelum vial yang sudah dibuka habis.
10) Apabila sasaran selanjutnya belum datang, vaksin yang sudah dilarutkan harus
diletakkan di lubang busa yang terdapat di bagian atas vaccine carrier (lihat
gambar di bawah), dan dilindungi agar tidak terkena sinar matahari langsung.
11) Setiap vaccine carrier sebaiknya dilengkapi dengan empat buah cool pack
(disesuaikan dengan tipe/jenis vaccine carrier)
12) Apabila vaksin yang sudah dilarutkan habis, pelarutan selanjutnya dilakukan jika
sasaran berikutnya telah datang.

Melarutkan vaksin dengan pelarut


Beberapa ketentuan yang harus dilakukan dalam melarutkan vaksin:
- Cuci tangan anda
- Amati VVM dan masa kadaluarsa yang tertera pada vial vaksin
- Gunakan semprit pencampur sekali buang (disposable mixing syringe) yang baru,
setiap kali melarutkan vaksin
- Pastikan suhu vaksin dan pelarut sama (2 sd 80C) saat pelarutan
- Amati botol pelarut, dan pastikan tidak retak
- Baca label pada botol pelarut, pastikan berasal dari pabrik yang sama dengan vaksin dan
tidak kadaluarsa
- Sedot cairan pelarut dengan menggunakan semprit pencampur. Suntikan cairan pelarut ke
dalam vial vaksin dengan menggunakan ADS. Kocok botol vaksin sampai homogen.
- Buang semprit dan jarum pencampur yang telah digunakan ke dalam safety box.
- Selama pelayanan, vaksin yang telah dilarutkan, disimpan di atas bantalan busa yang
terdapat pada vaccine carrier.

Catatan:

- Jika terjadi luka saat membuka botol pelarut, buang botol karena
ada kemungkinan isi botol telah terkontaminasi. Balut luka
sebelum membuka botol pelarut yang baru.

Ingat!

● Selalu gunakan pelarut dari pabrik dan jenis yang sama dengan
vaksin.
● Sebelum dicampur, suhu vaksin dan pelarut harus sama.
● Jangan mencampur vaksin dengan pelarut sebelum ada sasaran
● Vaksin yang sudah dilarutkan mempunyai batas masa pakai,
misalnya campak/MR dan JE 6 jam serta BCG 3 jam.
4. Penanganan limbah pasca pelaksanaan imunisasi
Pelayanan Imunisasi harus dapat menjamin bahwa sasaran memperoleh
kekebalan spesifik terhadap penyakit tertentu serta tidak terjadi penularan
penyakit kepada petugas dan masyarakat sekitar akibat limbah. Limbah dari
penyelenggaraan Imunisasi diluar gedung harus dibawa kembali ke puskesmas
untuk kemudian dimusnakan bersama dengan limbah Imunisasi yang
dilaksanakan didalam Gedung Limbah Imunisasi dibagi menjadi 2 (dua), yaitu
limbah infeksius dan non infeksius.

1. Limbah Infeksius
Limbah Infeksius kegiatan Imunisasi merupakan limbah yang ditimbulkan
setelah pelayanan Imunisasi yang mempunyai potensi menularkan penyakit
kepada orang lain, yaitu:

a. Limbah medis tajam berupa alat suntik ADS yang telah dipakai, alat suntik
untuk pencampur vaksin, alat suntik yang telah kadaluwarsa.
b. Limbah farmasi berupa sisa vaksin dalam botol atau ampul, kapas
pembersih/usap, vaksin dalam botol atau ampul yang telah rusak karena suhu
atau yang telah kadaluarsa.
2. Limbah non Infeksius
Limbah non Infeksius kegiatan Imunisasi merupakan limbah yang ditimbulkan
setelah pelayanan Imunisasi yang tidak berpotensi menularkan penyakit
kepada orang lain, misalnya kertas pembungkus alat suntik serta kardus
pembungkus vaksin. Penanganan limbah yang tidak benar akan
mengakibatkan berbagai dampak terhadap kesehatan baik langsung maupun
tidak langsung.

1. Dampak langsung
Limbah kegiatan Imunisasi mengandung berbagai macam mikroorganisme
patogen, yang dapat memasuki tubuh manusia melalui tusukan, lecet, atau luka
di kulit. Tenaga pelaksana Imunisasi adalah kelompok yang berisiko paling besar
terkena infeksi akibat limbah kegiatan Imunisasi seperti Infeksi virus antara lain:
HIV/AIDS, Hepatitis B dan Hepatitis C. Risiko serupa juga bisa dihadapi oleh
tenaga kesehatan lain dan pelaksana pengelolaan limbah di luar tempat
pelayanan Imunisasi termasuk para pemulung di lokasi pembuangan akhir.

2. Dampak tidak langsung Sisa vaksin yang terbuang bisa mencemari dan menimbulkan
mikroorganisme lain yang dapat menimbulkan risiko tidak langsung terhadap
lingkungan. Berbagai risiko yang mungkin timbul akibat pengelolaan limbah Imunisasi
yang tidak agar dihindari.

6. Pengelolaan limbah medis infeksius


1. Limbah infeksius tajam
Ada beberapa alternatif dalam melakukan pengelolaan limbah infeksius tajam, yaitu
dengan incinerator, bak beton, alternatif pengelolaan jarum, alternatif pengelolaan
syringe.

a. Dengan Incinerator
Pengelolaan limbah medis infeksius tajam dengan menggunakan Incinerator
dapat dilakukan dengan Langkah-langkah sebagai berikut:

1) Tanpa melakukan penutupan jarum kembali, alat suntik bekas dimasukan kedalam
safety box segera setelah melakukan penyuntikan.
2) Safety box adalah kotak tahan air dan tusukan jarum yang dipakai untuk
menampung limbah ADS sebelum dimusnahkan, terbuat dari kardus atau plastik.
3) Safety box maksimum diisi sampai 3⁄4 dari volume.
4) Pembakaran dengan menggunakan Incinerator yang sudah berizin, persyaratan
teknis insinerator mengacu pada Peraturan perundang- undangan yang terkait .
b. Alternatif dengan Bak Beton
Pengelolaan limbah medis infeksius tajam dengan menggunakan pembuangan
bak beton dilakukan dengan Langkah-langkah sebagai berikut:

1) Tanpa melakukan penutupan jarum kembali (no recapping), jarum bekas langsung
dimasukkan kedalam safety box segera setelah melakukan penyuntikan.
2) Safety box beserta jarum bekas dimasukkan kedalam bak beton.
3) Model bak beton dengan ukuran lebar 2 x 2 meter minimal kedalaman mulai 1,5
meter, bak beton ini harus mempunyai penutup kuat dan aman
c. Alternatif Pengelolaan Jarum
Alat pemisah antara jarum dengan syringe plastic dapat menggunakan alat
needle cutter atau needle destroyer.
d. Alternatif Pengelolaan Syringe
1) Setelah dilakukan pemisahan antara jarum dengan plastik syringe, plastik syringe
ditampung terlebih dahulu melalui bak penampung, selanjutnya dihancurkan dengan
menggunakan alat shredding. Plastik syringe yang telah hancur dimasukan ke
dalam pit.

2) Selain dimasukkan kedalam pit, plastik syringe dapat juga didaur ulang (recycling).
Syringe plastik yang sudah terpisah dari jarum, dicampur dan direndam dalam
cairan Chlorine solution 0,5 % selama + 30 menit atau disterilisasi dengan
sterilisator selama 20 menit, kemudian syringe plastik dicacah/dihancurkan
sehingga menjadi bijih (butiran) plastik dan dapat didaur ulang.

2. Limbah Infeksius non tajam


Pemusnahan limbah farmasi (sisa vaksin) dapat dilakukan dengan mengeluarkan
cairan vaksin dari dalam botol atau ampul, kemudian cairan vaksin tersebut
didesinfeksi terlebih dahulu dalam killing tank (tangki desinfeksi) untuk membunuh
mikroorganisme yang terlibat dalam produksi. Limbah yang telah didesinfeksi dikirim
atau dialirkan ke Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL). Sedangkan botol atau
ampul yang telah kosong dikumpulkan ke dalam tempat sampah (kantong plastik)
berwarna kuning selanjutnya diinsenerasi (dibakar dalam incinerator) atau
menggunakan metode non insenerasi (al. autoclaving, microwave)

Anda mungkin juga menyukai