Anda di halaman 1dari 407

Monologue Miyake Akitou

Aku tidak pernah menganggap diriku ini istimewa.

Tidak dengan kemampuan khusus yang menonjol, maupun orang yang juga
sebaliknya punya kekurangan.

Hanya kehidupan yang kujalani sampai sekarang entah bagaimana berjalan


seperti yang kusuka.

Terkadang aku melakukan hal yang buruk, juga tak jarang aku melakukan hal
baik.

Aku bukan orang yang jahat tapi aku juga bukan orang yang baik.

Bila kumenilai diriku sendiri ya begitulah adanya.

Sejak lahir aku tumbuh dengan tidak menjadi keduanya.

Hal itu menjadi jelas setelah masuk ke SMA.

Memulai memanah juga karena aku hanya pernah menontonnya di TV, untuk
menghabiskan waktu saja.

Menjalani kehidupan biasa layaknya air mengalir disungai.

Hanya mengulanginya tanpa mempedulikan hal-hal besar disekitarku.

Mungkin keseharianku ini membosankan tapi karena kupikir itu adalah hal yang
mudah.

Mungkin karena hal itu, aku tidak mencari teman yang seperti teman saat
masuk SMA.

Arakiyota
Bukan berarti aku kesepian, tapi … aku yang begini secara tak terduga malah
menemukan sahabat.

Keisei, Kiyotaka, Haruka, Airi.

Hanya ada 5 orang termasuk aku, grup kecil namun hal itu yang anehnya
membuatku nyaman.

Dengan perasaan itu, aku berpikir menghabiskan sisa keseharian disekolah yang
santai dengan mereka berlima ini.

Walaupun lingkunganku berubah, aku tetaplah aku. Aku berpikir tidak ada yang
berubah.

Dengan harapan dari pemikiran seperti itu, satu perubahan besar terjadi. Yaitu
untukku menyukai seseorang.

Selama ini aku hanya menilai lawan jenis seperti, ‘wah cantik, manisnya’ tapi tak
pernah untuk menyukainya.

Aku bertanya-tanya sejak kapan terjadi ya…

…. Sejak kapan aku melihat figur Haruka ya…

Dan yang membuatku yakin adalah saat Haruka dipilih untuk didropout pada
ujian khusus suara bulat lalu.

Bahkan Airi yang sama-sama anggota grup yang berharga, aku memilih untuk
mengabaikannya demi untuk melindungi Haruka.

Aku tidak tahu apakah perasaanku ini suatu hal yang dapat diterima atau tidak.

Menetapkan prioritas, lalu dengan segala cara melindunginya apapun yang


terjadi.

Arakiyota
Tapi aku tak menyesal.

“Maukah kamu pacaran denganku demi balas dendamku?”

Perkataannya itu membuatku kembali pada kenyataan.

Matanya yang melihat padaku sama sekali tak berubah.

Matanya kuat, lurus kedepan dan memiliki warna yang berbahaya. Namun tak
berkabut, hanya kesiapan tanpa keraguan yang ada.

Aku tidak menjawabnya dengan suara keras. Tidak, aku tidak bisa.

Balas dendamnya, pasti akan menyusahkan sahabat dan teman sekelas.

Mungkin karena dia menyadari perasaanku itu, dia hanya tertawa dan berjalan
membelakangi.

Jika itu aku yang dulu, mungkin aku hanya akan melihatnya pergi begitu saja.

Membiarkannya adalah hal yang benar.

Ya, betapa mudahnya jika hanya membiarkannya pergi.

Aku tidak tahu kalau menyukai seseorang itu adalah hal yang sangat
merepotkan, berat dan menjengkelkan.

Aku….

Tidak peduli berapa banyak orang yang akan membenciku nanti…

Perasaanku tidak menerima.., untuk membiarkan dia sendirian.

Dihari akhir festival olahraga ini aku memutuskan sesuatu yang seakan tak dapat
dipercaya.
Arakiyota
Harga Untuk kemenangan

Tanggal 20 September, seminggu setelah selesainya ujian khusus suara bulat


dan berakhirnya akhir pekan.

Pada pukul 06.30 pagi aku bangun, menyalakan TV lalu mulai menyiapkan
sarapan.

Hari senin yang baru telah tiba.., namun kehidupan yang sangat berbeda dari
minggu lalu mungkin sedang menanti…

Tidak perlu sampai pusing-pusing menyimpulkan mengapa hal itu bisa terjadi.

Ada 2 faktor utama yang memunculkan bayangan itu.

Terungkapnya rahasia Kushida membuat hubungan teman sekelasku menjadi


retak. Juga membatalkan prasyarat pen-dropoutan terbatas untuk pengkhianat,
yaitu, Kushida, membuat kepercayaan padaku dan Horikita terguncang.

Mendropout seseorang atau tidak… Dengan pilihan itu aku berjanji untuk
mendropout si penghianat agar semuanya mau memilih voting ‘setuju’…

Lalu dengan menggunakan pembukaan itu, aku menjalankan strategi


pendropout’an, membuat Kushida tersudut sampai dia mengakui kalau dirinya
sendiri lah si penghianat.

Kushida yang menerima dukungan dari siswa yang ingin percaya dan mereka
yang menyukai Kushida, tetapi kepercayaan itu hilang ketika dia akhirnya
mengungkapkan sifat aslinya dan mulai mengungkapkan rahasia orang lain.

Padahal hanya tinggal satu langkah lagi aku mengambil langkah lebih jauh
menuju pendropout’an, tetapi peristiwa tak terduga terjadi.

Arakiyota
Itu adalah pernyataan keberatan dari Horikita Suzune kepada semua dengan
mengatakan kalau Kushida adalah orang yang dibutuhkan untuk kelas meski
mengetahui segalanya.

Dan yang mencengangkan adalah dia tidak pernah setuju untuk Kushida
didropout.

Pada awalnya aku berjanji hanya mendropout si penghianat yang mana Horikita
menerimanya, tapi meski begitu aku masih terkejut dia membela Kushida.

Pilihan yang dapat kupilih disisa waktu yang sedikit itu adalah membuat Kushida
tetap tinggal dengan menerima penalti ujian atau menyelesaikan ujian khusus
dengan mendropout seseorang selain Kushida.

Yah bagaimanapun.., seperti yang kubilang tadi, kepercayaan teman sekelasku


pada Horikita yang mengubah kebijakan.., juga aku yang menerima dan
memutuskan mendropout orang lain menjadi diragukan.

Mengucapkan cinta semu, menyakiti yang tulus.

Membuat orang-orang saling curiga dengan membeberkan orang yang


berteman baik saling mengolok-olok dibelakang.

Mereka yang kehilangan teman baik dan mereka yang mendendam pada teman
baiknya.

Tak ada kekurangan perhitungan pada banyak alasan tentang keseriusan situasi
kelas saat itu.

Namun, tidak ada masalah terkait dampak yang terjadi akibat aku
mengungkapkan rahasia Kushida.., sejak awal sudah sesuai dengan
kurencanakan.

Kumpulan kepercayaan Itu adalah harga mahal yang tak terhindarkan untuk
menjatuhkan Kushida.
Arakiyota
Akan mudah bila menganggap hal ini sebagai kerugian.

Tapi aku tidak menganggap demikian.

Kau tidak akan mendapat pengalaman apapun jika mengambil pandangan


seperti itu. Kau malah kehilangan banyak hal bila kesempatan untuk tumbuh
dilewatkan begitu saja.

Dari 4 kelas hanya 1 kelas yang mengambil pilihan untuk mendropout


seseorang. Teman-teman sekelas sangat tersakiti. Dengan harga mahal poin
kelas didapat… Tidak itu salah… Sangat penting untuk mengubah sudut pandang
situasi itu.

Bukan diakhiri dengan merasa tersakiti, tapi melihat sesuatu yang jauh kedepan.

Malah dengan tersakiti, kau memiliki kesempatan untuk memperkuat ikatan.

Dengan begitu kelas Horikita dapat lebih kuat dari sebelumnya.

Tak tahu berapa banyak siswa yang menyadarinya, tapi bagaimanapun mereka
harus berdiri menghadapi masalah ini…

Ujian khusus Kelas Horikita masih berlangsung.

Berat dan berharganya nilai 100 poin kelas. Itu cara yang bagus untuk
mengetahui kembali tindakan tersebut adalah langkah yang tepat…

Tentu saja, jika dibiarkan begitu saja ditakutkan malah terjebak di rawa
berlumpur, jadi untuk itu perlu berhati-hati.

Bila dibiarkan sendiri, yang ada lukanya semakin melebar.

Setelah sarapan, aku menyikat gigiku sembari memeriksa ponsel dengan satu
tangan.
Arakiyota
Sepertinya tidak ada pesan atau panggilan baru yang datang sejak aku periksa
pada tengah malam tadi.

“Yah bagaimanapun…”

Itu adalah akhir yang sejak awal tak kurencanakan, bahkan aku sendiripun masih
terkejut kalau ujian khusus berakhir dengan perkembangan yang tak terduga.

Dilihat dari berbagai sudut pandang yang rasional, sesuai, objektif dan lain-lain,
pada situasi itu tak ada pilihan selain mengeluarkan Kushida Kikyou yang keras
kepala terus memvoting ‘setuju’…

Dampak dikeluarkannya dia dari sekolah juga yang paling kecil bagi kelas,
dengan begitu aku bisa memutuskan untuk segera mengalihkan fokus pada
festival olahraga.

Dengan kata lain dari sudut pandangku, usulan Horikita tentang [tidak
membiarkan si penghianat, Kushida Kikyou didropout] adalah suatu yang tak
ada, tak rasional dan sebuah kesalahan.

Meskipun aku merasa jelas itu adalah sebuah kesalahan, aku tetap mendukung
Horikita dan mengarahkan kemudi berbalik arah dengan mendropout Airi.

Dengan kata lain aku menyerahkan diri pada kegagalan pilihan yang tak rasional
itu…

Setidaknya sebelum masuk kesekolah ini, aku tidak akan pernah memilih pilihan
itu…

Jadi mengapa sekarang aku malah menerimanya?

Siswa bernama Horikita Suzune memiliki perasaan yang kuat pada Kusnida lebih
dari siswa lainnya.

Arakiyota
Seorang teman dekat, kalaupun pernyataan itu tak benar, bisa dipastikan
Kushida merupakan sosok yang spesial bagi Horikita.

Wajar kalau Horikita ingin meninggalkan kesan istimewa pada Kushida, tapi jika
menilai berdasarkan hal itu.., itu tak benar. Apalagi dalam posisi pemimpin yang
sedang mengumpulkan dukungan, hal itu dapat dipandang sebagai
penyalahgunaan.

Contohnya akan mudah dipahami bila mengambil dari sudut pandang Haruka
yang merupakan teman baik Airi.

Terlepas dari teman baiknya yang keluar karena perlakuan istimewa Horikita
terhadap Kushida.

Bahkan meski disuruh untuk melakukan yang terbaik mulai minggu depan, aku
tak yakin.

Ada yang tak boleh dilupakan, yaitu pilihan yang Horikita pilih bukanlah pilihan
mudah.

Diujian khusus yang memaksa memilih pilihan sulit itu Horikita menjawab
dengan keputusan yang jelas. Lalu setelah mengambil resiko dan
menanggungnya sendiri, dia menyatakan untuk mempertahankan Kushida.

Ini merupakan keputusan yang mustahil bagi sebagian besar siswa.


Membulatkan tekad dipanggil tak adil, Horikita percaya bahwa Kushida akan
[bermanfaat untuk kelas].

“Tentu saja.., pada tahap ini sulit untuk mengatakan apakah itu jawaban yang
tepat…”

Sebelum ujian khusus suara bulat, jelas dikelas Kushida adalah siswa yang lebih
berharga dari pada Airi.

Arakiyota
Bisa dibilang walau rahasianya sudah terbongkar, perbedaan besar itu sudah
mengecil. Selain itu tak bisa dibilang juga Kushida sendiri berubah menjadi lebih
baik.., yang mana diduga kedepannya dia malah tidak akan mau berkerjasama.

Dengan kata lain, ini keadaan dimana tak ada jaminan Kushida akan bermanfaat
untuk kelas.

Pemikiran Horikita mengarah pada progress yang salah. Hanya kesimpulannya


saja yang tetap sama.

Meski begitu hanya ada satu alasan untuk mendukung pemikiran Horikita. Terus
terang saja.., aku ingin melihat pertumbuhan Horikita.., kemana dia mengarah..,
dan apa hasilnya…

Apa hasil akhir dari pilihan yang tidak dapat dipilih oleh manusia bernama
Ayanokouji Kiyotaka.

Aku ingin melihat reaksi ilmiah terhadap apa yang terjadi pada kelas yang
memilih tetap mempertahankan Kushida.

Meraih kelas A dengan selisih yang mengecil, lalu buktikan kebenaran dari
pilihan itu?

Kelas menjadi runtuh, lalu apakah tahu kalau itu adalah kesalahan?

Atau akankah hal tersebut malah membawa perubahan yang tak terduga
lainnya?

Setidaknya aku berpikir kemungkinan hal itu akan menciptakan kerugian


berantai cukup tinggi…

Ketika mengoperasikan OAA diponselku, nama Sakura Airi sudah terhapus dari
daftar kelas. Seolah-olah siswa itu sejak awal tak pernah ada.

Arakiyota
Mengantongi ponsel disaku kanan seragam, aku lalu mengambil tas dan pergi
kepintu depan.

Terlepas dari keadaan dikelas, ada gerakan yang mengkhawatirkan juga dikelas
lain.

Itu adalah Ryueen dan Sakayanagi yang berkeinginan untuk bertanding saat
ujian khusus akhir tahun. Wajar saja bila Ryuuen menominasikam kelas A untuk
mengambil poin kelasnya. Tapi bagaimana dengan Sakayanagi? Tak ada artinya
untuk dia menominasikan kelas Ryuuen yang pada waktu itu diposisi terendah.
Apakah dengan berkerjasama dengan Ichinose, Sakayanagi memutuskan untuk
menghancurkan Ryuuen?

Apakah itu ada kaitannya dengan [perjanjian] yang dibuat antara Sakayanagi
dan Ryuuen?

Seperti perlu juga untuk memperhatikan masalah ini.

Yah bagaimanapun itu adalah situasi terbaik untuk kelas Horikita sih…

Aku pergi meninggalkan kamarku pada waktu yang sama seperti biasanya
menuju keluar dari asrama.

Setelah turun dari lift, aku melihat Horikita yang duduk di sofa lobi seakan
menunggu seseorang. Meski melirik ke arahku, tak ada tanda dia mencoba
berdiri.

Tapi, mungkin karena tak ada orang di sekitar, walau agak terlambat berdiri dia
mendekat.

“Kau sedang menunggu Kushida ya?”

Jika aku mengatakannya sebelum dia.., dia akan menjawab meski perkataannya
sejenak tertahan.

Arakiyota
“Ya seperti dugaanmu… Aku beberapa kali mengunjungi kamarnya selama akhir
pekan tapi…”

Sepertinya dia mencoba untuk memberi dukungan mental, tapi tidak berhasil
menghubunginya kah…

Yah hal itu mungkin menjadi penghinaan yang belum pernah terjadi dalam
hidup Kushida. Dia mungkin tak ingin segera menemui Horikita.

Jangan-jangan disini Horikita sudah menunggu kedatangan Kushida sejak lama.

Yang lebih mengkhawatirkan dari itu adalah aku bisa melihat tanda Horikita
kurang tidur dibawah matanya.

“Sepertinya kau begitu mengkhawatirkan masalah Kushida ya…”

“Eh? Ah… Bukan begitu kok… Aku memang kurang tidur sih, tapi alasannya
sedikit berbeda. Dia, sekalipun tak pernah keluar dari kamarnya. Tak peduli
berapa kalipun aku berkunjung tak ada jawaban atau tanda dia keluar dari
kamarnya. Benar-benar seperti kastil naga. Meski begitu aku tetap bersemangat
untuk bertemu dengannya…”

“Mengatakan seperti kastil naga…. Apa itu berarti kau menunggunya dipintu
depan?”

Walau hanya hari sabtu dan minggu, hebat sekali dia menunggu dari pagi hingga
malam…

“Aku sudah menekan bel berulang kali dan menunggu. Tetap saja tak ada suara
balasan dan keadaannya tetap sunyi…”

Tak mengherankan kamar Kushida menjadi seperti kastil naga dengan


persediaan makanan yang cukup untuk 2 atau 3 hari kedepan.

Arakiyota
“Lagipula bukankah perlu untuk memperhatikan sekeliling kan? Tak ada
manfaatnya kalau kelas lain tahu Kushida-san mengurung diri…”

Sungguh hari libur yang menyulitkan, terlalu khawatir sampai menunggunya


keluar dari koridor kah…

Sebagian siswa mungkin akan menyerah terhadap semangat Horikita, tapi


seperti yang diharapkan dari Kushida…

Dia bertahan tanpa menunjukan sedikitpun rasa simpati kah…

“Karena peristiwa tempo hari, tak mungkin dia tetap seperti dulu lagi…”

“Karena kau memilih untuk mempertahankan Kushida, yah sudah sewajarnya


kau membantunya kan…”

Sambil melihat sedikit tekadnya Horikita mengangguk, tapi bukan berarti dia tak
punya apapun dipikirkannya.

“Bagaimana dengan akhir pekanmu… Ayanokouji-kun?”

Apa yang dimaksud dengan bagaimana itu tentu saja tentang Ayanokouji grup.

Sejak Airi didropout, Horikita mungkin berpikir bahwa itu lebih banyak masalah
dari mempertahankan Kushida.

“Aku tetap melakukan kontak kecil dengan Keisei dan Akito, tapi itu saja…”

Terlebih tentang Airi tak masuk kedalam topik pembicaraan kami. Dari pada
tidak masuk kedalam topik pembicaraan, apakah lebih tepat untuk disebut tak
tahu cara memasuki topik tersebut? Dan Haruka, tidak ada tanda-tanda dia
telah membaca pesan grup chat. Bukan berarti aku tahu secara lengkap
penggunaan aplikasi, aku tak terkejut bila seseorang yang belum keluar dari
grup chat memblokirku…

Arakiyota
“Kau belum berbicara dengan Hasebe-san ya…”

“Ya kau benar. Aku tak punya keberanian untuk menghubungi Haruka…”

Setelah menunjukan wajah seakan meminta maaf, Horikita menundukkan


kepalanya.

Bahkan jika menemui Haruka secara paksa sekarang, tak mungkin untuk bisa
saling berbicara. Lebih realistis meninggalkannya sendiri dan mempertahankan
hubungan kelompok dengan tiga orang daripada mencoba memperbaiki
hubungan.

Dengan kata lain mengawasi keadaan adalah pilihan yang terbaik.

Walaupun pada prosesnya Haruka mendendam padaku, pada akhirnya dia


menjadi hidup lagi.

Jika hal itu terjadi, itu bagus untuk kelas, tapi bila tidak maka harus tetap untuk
bersiap. Kalau dia terus mendendam padaku, Horikita dan kelas ada
kemungkinan Haruka akan melukai kelas karena alasan pribadi.

Spesifikasinya Haruka sendiri tidak begitu berharga bagi kelas, tapi jelas
merupakan kerugian akibat berkurangnya satu pion yang dapat digunakan.

Seiring dengan hal itu, rentetan melemahnya kekuatan Akitou dan Keisei cukup
terpikirkan.

“Yah lagipula tak peduli apa dikatakan sekarang, itu tidak akan tersampaikan
kan… Tak ada pilihan selain menunggu…”

Untuk sekarang, yang jelas ini bukan tempat yang tepat untuk berdiskusi.

Setelah mengkonfirmasi keadaan masing-masing.., Horikita menarik napas


dalam-dalam.

Arakiyota
“Karena aku memaksa untuk mempertahankan Kushida-san, membuat
hubungan kalian jadi berubah…”

Yang memberikan secara langsung kata-kata terakhir penentuan pada Airi itu
aku, tapi itu juga peran yang kuambil sendiri.

Setidaknya pada bagian itu aku yang bertanggung jawab.

“Kau tidak perlu meminta maaf dua kali untuk hal yang sama. Jika menurutmu
itu hal yang benar, maka tak apa…”

“Tapi kau telah melindungiku… Tidak, tak hanya itu saja…”

Seakan menyimpulkan sesuatu didalam pikirannya, dia berkata dengan hati-


hati…

“Disituasi itu.., meskipun aku memandu agar Sakura-san didropout, sampai


akhir Hasebe-san tidak akan pernah menyetujuinya. Dengan kata lain menerima
penalti akibat time-out tak bisa dihindari…”

Berkat waktu tenang akhir pekan ini, Horikita sepertinya mampu melihat
situasinya dengan jelas.

Beban dari menyatakan adanya pendropout’an dan kesulitan dalam


menerapkannya diwaktu yang terbatas itu sangatlah besar dari yang
dibayangkan.

Meski merasa lega karena dapat menghindari situasi terburuk, tapi tampak
tetap ada kecemasan pada matanya.

Tak sedikit, mencari pertolongan dijalan dimana tak ada yang didropout saat
time-out.

Situasi dimana ke-39 orang tidak ada yang hilang. Situasi dimana meski
kehilangan poin kelas, dengan melindungi teman kelas dan memperdalam
Arakiyota
ikatan lalu sekali lagi mengincar kelas A. Horikita paham benar kalau hal itu
hanya pemikiran untuk melarikan diri.

Sebab itulah jauh dilubuk hatinya, dia menahan pemikiran itu meluap keluar.

“Pada ujian itu, kau seakan sudah melihat semuanya sejak awal…”

“Bukan berarti aku tahu yang terjadi dimasa depan. Aku hanya membuat segala
asumsi dari keadaan yang ada saja…”

“Tetap saja Itu luar biasa. Bahkan jika kau bisa membuat gambaran tertentu,
bukan berarti sepenuhnya bisa dibaca. Apa isi dari subjek, atau apapun
pernyataan yang dilontarkan, apa tetap bisa bergerak sesuai yang diharapkan?
Itu semua berdasarkan perhitungan…”

Sedikit demi sedikit, dia sepertinya mulai melihat dunia yang kulihat dan
memikirkan dunia yang kupikirkan.

“Intropeksi dan analisis itu bagus tapi untuk sekarang menyelesaikan masalah
kelas adalah langkah yang pertama bukan?”

“Ee.., Iya…”

“Kau sebaiknya tidak berpikir kalau lingkungan yang sama seperti hari yang
kemarin-kemarin sedang menunggumu…”

“Tentu saja aku sudah bersiap untuk itu… tak salah lagi Hasebe-san akan
menyalahkanku, lalu Yukimura-kun dan Miyake-kun pasti juga memiliki
perasaan yang sama. Terlebih pasti ada beberapa siswa yang tidak menerima
Kushida-san secara paksa dipertahankan…”

Meski dia mengatakan sudah bersiap, tapi sulit untuk mengatakan sejauh mana
Horikita benar-benar memahaminya.

Arakiyota
Berapa lama kau bisa tenang dengan perubahan yang dihasilkan oleh
keputusanmu sendiri?

Tak masalah jika itu adalah perubahan yang positif, tapi kali hampir
kebalikannya. Perubahan yang negatif.

Kau mungkin tidak lagi terlihat sebagai orang berjasa yang telah meningkatkan
poin kelas.

“Kau pergi saja kesekolah…”

Karena Horikita sekarang sedang melakukan yang terbaik menangani masalah


Kushida, tak ada artinya untuk mengobrol panjang lebar…

“Yah menjadi mencolok dengan buruk tak ada artinya juga…”

Ini bukan asrama yang hanya ditempati siswa kelas Horikita saja…

Orang dikelas lain yang disebut musuh seperti Sakayanagi dan Ryuuen juga
hidup dilingkungan yang sama.

Aku tak berpikir sifat asli Kushida dapat tertutupi, namun tidak perlu juga
menunjukan kesempatan untuk mengekspos dirinya sendiri.

Kelas memang mendapat poin yang besar.

Untuk menghadapi atau tidak harga mahal tersebut, itu terserah siswa dimasa
depan———–.

Menyelesaikan masalah kelas yang langsung terungkap itu, adalah apa yang
harus dilakukan dengan itu kan…

Arakiyota
Saatku masuk ke kelas, aku segera memahami kalau suasananya berbeda dari
sebelum ujian khusus.

Pertama, ada beberapa siswa yang melihat kearahku…

Itu jumlah yang tinggi untuk siswa yang tak terlalu akrab denganku, tapi yah
seharusnya tak mengejutkan juga…

Respon yang diberikan cukup besar mengingat sosokku selama ini selalu
menjadi penonton yang hanya melihat.

Keterlibatan dengan Kushida, sikapku yang selama ini berbeda dan lain-lain..,
ada banyak bagian dariku yang mereka tak pahami.

Padahal mereka memperdulikannya tapi tak banyak siswa yang datang bertanya
secara langsung.

“Selamat pagi Ayanokouji-kun…”

Ditengah hal itu Matsushita melihatku, dia lalu menghampiriku dengan gembira.

“Pagi…”

Tindakan yang tak terduga itu membuat banyak siswa laki-laki dan perempuan
terkejut.

Matsushita terkadang hanya melambaikan tangan dari jauh, tapi mungkin ini
pertama kalinya aku dipanggil begini olehnya disekolah.

Apakah dia mencemaskan perkara tempo hari? atau tujuannya ada di tempat
lain?

Matsushita menilai tinggi kemampuanku… Perihal perkara Kushida yang coba


kudropout begitu pula prosesnya, kemungkinan penilaian tentang diriku
bukannya menurun mungkin malah meninggi…
Arakiyota
Pada pendropout’an Airi, Matsushita juga salah satu siswa yang lantang dan
setuju bahwa hal itu tak bisa diapa-apa kan…

“Apa kau akhirnya bergerak untuk naik ke kelas A?”

“Entahlah…”

Menghindari pukulan ringan (pertanyaan), dan mungkin berpikir lebih dari itu
tak dibutuhkan lagi, dia segera menyerah… Kemudian dia mengalihkan
pandangannya ke sekeliling.

“Untuk sementara waktu mungkin akan ada berbagai hal.., tapi tak perlu
dipedulikan…”

Setelah mengatakan itu, dia menambahkan,

“Yah menilai Ayanokouji-kun, kau mungkin tak mempedulikannya…”

Niat sebenarnya pun muncul kepermukaan.

“Yang paling penting ada ditempat selain Ayanokouji-kun dan Horikita-san… Ya


kan?”

Tentang bagaimana melihat hasil ujian khusus yang diterima ini, sepertinya
Matsushita lebih memahami perasaanku dari pada Horikita… Tidak, malah
sepertinya dia menafsirkannya dengan akurat.

Masalahnya ada pada Shinohara, Haruka.., lalu Mii-chan dan Kushida.

Siswa yang kusebutkan itu adalah mereka yang paling terluka di ujian khusus
suara bulat.

Tatapan menyakitkan dari Shinohara terkadang menoleh kearah sini.

Arakiyota
Itu tidak diarahkan padaku, melainkan diarahkan kepada Matsushita.

Orangnya sendiri sih sikapnya tenang-tenang aja…

“Di akhir pekan, aku ingin menjelaskan padanya berbagai hal, tapi malah batal
dimenit terakhir.”

Begitu Shinohara menyadari aku menoleh padanya, dia terbatuk pelan.

“Perempuan kalau lagi begini itu butuh waktu lama…”

“Sulit juga ya…”

“Yah yang salah juga aku sih…”

Sejak awal yang memulai pertama kali adalah Kei, Matsushita dan yang lainnya
karena mengejek Shinohara berpacaran dengan Ike.

Karena berkata buruk tentang penampilan dibelakangnya, wajar saja kalau


Shinohara marah.

“Ini hanya peristiwa sehari-hari kok… Aku bahkan pernah mengalami hal yang
lebih sulit…”

Hubungan seorang gadis yang tidak dapat diketahui oleh laki-laki yang
berhubungan dengan penampilannya saja.

Aku ingin tahu tapi aku juga tak ingin mengetahuinya…

Sejak itu, tidak ada siswa yang memanggilku, dan waktu terus berlalu…

Horikita agak terlambat datang ke sekolah, tapi tak ada Kushida.

Arakiyota
Sudo dan yang lainnya mencoba untuk berbicara dengan Horikita tapi karena
waktunya sudah mepet, bel berbunyi dan merekapun segera kembali ketempat
duduk masing-masing.

Kushida yang tak muncul dihadapan Horikita saat akhir pekan, sepertinya masih
akan tetap bersembunyi…

Sementara masih ada kursi kosong lainnya, kelas pagi dimulai.

Chabashira-sensei yang tiba dikelas, sepertinya segera memperhatikan kursi


kosong itu.

“Kushida, Hasebe dan Wang absen… Suatu yang tak biasa terjadi ya…”

Kami tidak tahu detail tentang absennya mereka, tapi Chabashira-sensei


berbeda…

“Kami telah menerima pemberitahuan kalau Hasebe dan Wang absen karena
sakit. Dan karena Kushida belum memberi kabar apapun, jadi aku bermaksud
menelepon setelah ini untuk mengkonfirmasinya… Akan mudah untuk menilai
apakah dia hanya ketiduran atau sakit juga…”

Meskipun notasinya sedikit berlebihan, dari pernyataannya itu kemungkinan


cuma pura-pura sakit.

Adanya hari dimana tak masuk sekolah, adalah suatu hal yang wajar bila sudah
lama menjalani kehidupan disekolah.

Tapi dalam satu setengah tahun, ini pertama kalinya ketiga orang itu mengambil
absen diwaktu yang sama. Sampai sekarang walau ada beberapa orang yang
pernah absen, Chabashira-sensei tak pernah mengomentarinya. Ini jelas
perlakuan yang berbeda dari apa yang biasa dia lakukan sebelumnya. Jika ini
adalah sekolah biasa, dengan mengambil absen kerugiannya akan kembali pada
dirinya sendiri.

Arakiyota
Bila bolos selama seminggu hal itu akan berpengaruh pada nilai akedemikmu,
atau bisa juga tidak naik kelas.

Namun disekolah ini, tanggung jawab satu orang juga menjadi tanggung jawab
semua.

Semuanya tidak mengungkapkannya dengan kata-kata, tapi Chabashira-sensei


pasti memahami apa yang mereka cemaskan.

“Jangan terlihat cemas begitu… Absen sehari, dua hari tidak mempengaruhi
poin kelas. Mereka bertiga cuma kebetulan sakitnya barengan doang kok…”

Seketika dapat mengatakan tak ada pengaruh apapun pada poin kelas.

Pada perkataannya yang jelas itu, pasti membuat teman sekelasku merasa lega.

“Yah meski begitu, tidak akan menjadi demikian jika absennya terus
diperpanjang. Apalagi kalau berpura-pura sakit, itu akan muncul menjadi
masalah…”

Sambil menatap kursi Kushida, dia berkata begitu.

“Berpura-pura sakit mungkin agak berlebihan, tapi dalam kondisi fisik yang
buruk dimana nama penyakit tertentu tak diketahui, itu ada batasnya… Jika
memungkinkan aku ingin mereka pulih secepatnya.”

Walau tak mau, tatapan kelas tertuju pada Horikita. Di ujian khusus suara bulat
dia memprioritaskan pemikirannya sendiri dengan menyatakan akan
mempertahankan Kushida. Tentu saja bila banyak ujung tombak mengarah pada
Horikita.

Ujung tombak itu…. yang mana walau menerima banyak tatapan mata, Horikita
tetap tak bergerak sedikit.

Arakiyota
Bahkan jika tidak tahu apa yang ada didalam hatinya, tak ada cerita untuk
merasa gelisah disini.

Setelah melihat situasi seperti itu, Chabashira-sensei terbatuk sekali, membuat


secara paksa mengalihkan kesadaran siswa dari Horikita.

“Ketidakhadiran teman sekelas memang mengkhawatirkan tapi tidak bisa terus


menerus terpaku pada hal itu. Ujian khusus suara bulat telah berakhir dan kalian
harus mempersiapkan diri untuk pertarungan selanjutnya.”

Meletakkan tangan dimonitor belakang untuk menampilkan layar.

“Aku akan menjelaskan rincian tentang festival olahraga dan aturan khusus yang
akan diterapkan tahun ini. Mohon untuk mendengarkannya dengan seksama.”

Festival olahraga yang nanti sama dengan yang tahun lalu seperti biasanya.
Begitulah pemikiran siswa dikelas sekarang.

“Aturan khusus? Apa itu berarti festival olahraga kali ini berbeda dengan yang
tahun lalu?”

Chanashira-sensei mengangguk sekali pada pertanyaan Sudo yang antusias


dengan festival olahraga lebih dari siapapun.

“Termasuk ujian dipulau tak berpenghuni, ini adalah hal baru yang disetujui
sekolah atas usulan Ketua OSIS. Upaya memasukkan dengan kuat sebuah
rencana yang menekankan kemampuan individu.., dan tempat untuk
mewujudkan hal itu adalah festival olahraga.”

Di ujian khusus pulau tak berpenghuni, Koenji yang memiliki kemampuan


akademik tinggi, dan lebih dari itu kemampuan fisiknya yang luar biasa sangat
berperan besar.., tak hanya mendapat poin kelas, dia juga menerima banyak
poin pribadi untuk dirinya sendiri.

Arakiyota
Hal itu benar-benar mempresentasikan sekolah yang berdasarkan kemampuan…
Sebaliknya, siswa yang tak memiliki kemampuan terancam didropout. Pada saat
itu di festival olahraga dimana kemampuan individu yang sama ditekankan. Jika
hanya menerima kata-katanya saja, Keisei yang menonjol pada kemampuan
akademik namun kemampuan fisiknya lemah, maka akan menjadi ujian yang
berat…

“Banyak siswa yang terlihat khawatir, namun di festival olahraga kali ini sudah
disesuaikan agar tidak ada yang didropout karena kurangnya kemampuan
individu maupun menerima kerugian secara individu. Baik dalam kemampuan
akademik juga kemampuan fisik, tidak semua orang dapat melakukannya…”

Mungkin untuk menghindari kepanikan, Chabashira-sensei menjelaskannya


dengan lembut.

Beberapa siswa terlihat terkejut satu sama lain melihat caranya memberi
penjelasan lebih lembut dari pada minggu kemarin.

Tak perlu untuk dikatakan, layar monitor menampilkan ringkasan dan aturan
festival olahraga.

▪︎ Ringkasan dan aturan festival olahraga

• Ringkasan

Terdiri dari berbagai acara, opening festival olahraga yang diikuti seluruh kelas
dimulai dari pukul 09:00 hingga 16:00 (Waktu istirahat dari siang hingga 13:00)

Siswa berpartisipasi dengan poin bebas yang miliki dapat memilih acara lomba
dan bersaing untuk meraih total poin dengan kelas-kelas lain.

• Aturan

– 5 poin akan diberikan kepada setiap siswa diawal

Arakiyota
– Siswa yang berpartisipasi dalam festival olahraga harus mengikuti 5 acara
lomba berbeda
– 1 poin akan diberikan sebagai hadiah partisipasi acara lomba
– Pemenang akan diberikan poin tambahan tergantung pada isi acara lomba
– Setelah event ke-6 siswa dapat berpartisipasi setiap kali membayar 1 poin (1
poin hadiah partisipasi sudah tidak dapat diperoleh)
– Batas acara lomba yang dapat diikuti perorang adalah 10 kali
– Jika saat festival olahraga selesai total acara lomba yang diikuti kurang dari 5,
semua poin yang diperoleh akan hangus.
– Siswa terdaftar sebagai partisipan yang tidak hadir saat acara lomba akan
dikurangi 2 poin kecuali memiliki alasan yang tak bisa dihindari
– Siswa partisipan yang telah menyelesaikan acara lomba, harus mendukung
siswa lain di beberapa area yang ditentukan

Demikian hal tersebut ditampilkan di monitor.

Hanya dengan melihat ringkasan dan aturannya, jelas mengungkapkan bahwa


ini benar-benar berbeda dari tahun lalu.

“Ini adalah ringkasan dan aturan umum festival olahraga tahun ini. Tidak seperti
biasanya dimana semua siswa menonton satu acara lomba, diwaktu yang sama
acara lomba lain sedang berlangsung diberbagai tempat secara bergantian…”

“Sepertinya akan menjadi sangat sibuk ya…”

Sudo kebingunan setelah membayangkan gambaran kasar berlangsungnya hari


H dikepalanya.

“Berpartisipasi dalam acara lomba dan mengincar hadiah utama adalah prioritas
tertinggi, sehingga perlu untuk membuat jadwal terperinci. Ini akan menjadi
festival olahraga yang sibuk bila kau berencana bersaing diberbagai acara lomba
untuk menang. Pada umumnya kompetisi dibagi 2 jenis, pertama itu adalah
acara lomba dasar. Ini mengacu pada acara lomba yang dapat diikuti oleh satu
orang dan semua acara lomba dasar diberi hadiah tetap 5 poin untuk juara 1, 3
poin untuk juara 2, 1 poin untuk juara 3 dan 1 poin untuk hadiah partisipasi. Dan
Arakiyota
yang kedua adalah kompetisi tim yang disebut acara lomba khusus. Ini adalah
acara lomba yang dapat diikuti oleh 2 orang atau lebih. Kompetisi tim memiliki
hadiah yang lebih tinggi juga semua tim yang berpartisipasi diberikan poin yang
sama. Walau hadiahnya menarik, acara lomba itu dibutuhkan kerjasama dan
kelemahan lain seperti memakan waktu yang lebih lama…”

Pertandingan individu dan pertandingan tim dengan jelas dipisahkan, dan


apakah pertandingan tim yang paling banyak mendapat total poin?

Hal yang menjadi pertimbangan besar bagi siswa yang tak pandai berolahraga
bahwa tak adanya resiko saat diperingkat terendah.

“Hadiah untuk kompetisi tim bervariasi tergantung pada acara lombanya, jadi
pastikan untuk memeriksanya secara terpisah.”

Setelah dipahami lagi ini adalah aturan yang sederhana, tapi mengejutkan ada
banyak hal yang harus dilakukan…

5 poin diberikan di awal lalu 5 poin dari hadiah partisipasi, total 10 poin dapat
diperoleh dengan berpartisipasi pada festival olahraha dan menyelesaikan
kompetisi terlepas dari peringkatnya. Kalaupun ada siswa yang tidak dapat
memenuhi persyaratan minimum karena suatu insiden tertentu, jumlah poin
yang berkurang hanya 10 poin persiswa.

Dengan asumsi setiap orang akan berpartisipasi, saat ini Kelas Ichinose yang 40
orang memiliki 400 poin, lalu Kelas ini yang berkurang 2 orang memiliki 380
poin. Kami akan memulai bertanding dengan gap 20 poin…

Hadiah pertama yang diketahui untuk pertandingan individu sekarang adalah 5


poin. Diperlukan meraih peringkat pertama empat kali lagi. Terlihat tak begitu
banyak, tapi satu orang hanya bisa diikuti hingga 10 acara lomba.

Dengan kata lain, tidak mungkin membuat Sudo berkeja dengan kapasitas
penuh sampai berpartisipasi hingga 15 atau 20 acara lomba untuk mendapatkan
keuntungan.
Arakiyota
Secara mengejutkan hal ini berat juga…

“Mau itu pilihan individu atau kelas untuk memilih membayar poin dalam
berpartisipasi acara lomba ke-6 dan acara lomba berikutnya.., itu hal yang
bebas. Lalu, penilaian keseluruhan total poin di akhir festival olahraga
ditentukan berdasarkan peringkat kelas tahun ajaran.”

Slide monitor beralih dan hadiah untuk setiap kelas ditampilkan.

▪︎ Hadiah kelas tahun ajaran berdasarkan peringkat

• Peringkat 1 – 150 poin kelas.


• Peringkat 2 – 50 poin kelas.
• Peringkat 3 – 0 poin kelas.
• Peringkat 4 – minus 150 poin kelas.

Dari sudut pandang ujian biasanya, aku merasa perubahan poin kelas cukup
besar. Apakah ini terkait dengan fakta kalau itu adalah acara umum yang
besar.., yang disebut festival olahraga karena perubahan poin kelas pada festival
budaya yang pernah diumumkan itu relatif kecil?

“Demikian adalah hadiah untuk setiap kelas. Dari sini aku akan menampilkan
hadiah untuk individu.”

Hadiah berdasarkan kelas saja sudah cukup menjadi termotivasi.., tapi


sepertinya tak berhenti disana.

Karena ini adalah festival olahraga yang menekankan kemampuan individu, yah
tidak dapat dihindari hadiah individu juga persiapkan.

Menunggu slide monitor beralih, Sudo mencondongkan tubuh ke depan, lalu


menarik napas.

Arakiyota
Itu karena dia menyadari lebih dari siapapun kalau ini adalah acara yang paling
berkilau selama tahun ini.

▪︎ Hadiah untuk individu (berdasar tahun ajaran dan gender)

• Peringkat 1 – Mendapat 2 juta poin pribadi atau tiket pindah kelas (terbatas)
• Peringkat 2 – Mendapat 1 juta poin pribadi
• Peringkat 3 – Mendapat 500 ribu poin pribadi

Pada hadiah sejumlah besar poin pribadi itu, Sudo menunjukkan pose
kemenangan. Selain itu, ada juga kalimat yang belum pernah dilihat
sebelumnya.

“Ti-tiket pindah kelas.., yang benar?”

Karena belum pernah melihat hal semacam itu sebelumnya, membuat seisi
kelas riuh terkejut.

“Pihak sekolah sangat berhati-hati dalam memperkenalkan sistem baru ini. Pada
pengenalan protect poin yang juga belum pernah terjadi sebelumnya, tapi
pengenalannya belum berlalu sejak saat itu… Namun, merupakan hak yang
wajar bagi siswa yang telah menunjukkan kemampuan individunya untuk naik
ke tingkat atas.”

Pemenang disekolah ini hanyalah mereka yang lulus di kelas A.

Tak heran jika mampu meraih hasil peringkat 1 di festival olahraga yang
membutuhkan banyak kemampuan fisik, dinilai layak untuk pindah kelas.

Yah diposisi yang sewaktu-waktu dapat berubah, festival olahraga sepertinya


tidak termasuk sebagai ujian khusus. Namun hal yang mengkhawatirkan adalah
nilai 2 juta poin pribadi dan tiket pindah kelas diperlakukan sama. Pada awalnya
20 juta poin pribadi dibutuhkan untuk pindah ke kelas lain. Dengan kata lain,
jumlah poin tidak mencukupi. Meski begitu, kau dapat pindah ke kelas lain.

Arakiyota
Mungkin jawaban dari ketimpangan itu ada dikalimat [terbatas] pada tiket
pindah kelas.

“Terbatas itu… Apakah pindah kelas lalu suatu hari nanti kembali lagi begitu?”

“Mana mungkin begitu.., kalau seperti itu ya tak ada artinya dong…”

Sudo dan Ike yang resah pada kata [terbatas], berbicara dari kejauhan.

“Kami akan memberi tiket pindah kelas. Namun, juga benar bahwa tidak dapat
diputuskan semuanya pada saat ini. Oleh karena itu, terbatas berarti
penggunaannya dibatasi oleh waktu. Kau hanya bisa menggunakan hak itu
selama semester kedua. Dengan kata lain, jika tidak digunakan sampai awal
semester ketiga, maka itu akan menjadi tidak bisa gunakan.”

Tiket pindah kelas terbatas pada periode penggunaan kah…

Jika begitu bisa dipahami sampai batas tertentu kenapa nilainya setara 2 juta
poin.

Bila bisa ditahan sampai kelulusan, itu adalah tiket pasti untuk ke kelas A yang
sebenarnya, tapi selama ada tenggat waktu, perlu untuk mengidentifikasi kelas
mana yang pada akhirnya akan menang.

Jika pindah dari kelas saat ini ke kelas lain, tapi pada akhirnya kelasmu
sebelumnya berhasil lulus di kelas A, kau mungkin akan cemas untuk waktu
yang lama karena akan tergoda dengan tiket ini.

Walaupun kasus terburuk seperti itu tidak terjadi, tetap dibutuhkan keberanian
untuk menggunakannya.

Meninggalkan kelas yang sudah terbiasa selama lebih dari satu setengah tahun,
itu tidaklah mudah.

Arakiyota
Jika Sudo misalnya mendapat hak itu, secara objektif dia pasti akan
mempertimbangkan apakah akan meninggalkan Horikita juga teman-teman baik
untuk pergi ke kelas A.., sangat sulit untuk membayangkannya dia pindah ke
kelas lain.

Meski ini merupakan festival olahraga yang menarik perhatian, satu acara tidak
menjamin bisa masuk ke kelas A.

Sepertinya perlu mengingat poin itu dengan kuat…

Tetapi hal itu hanya cerita yang terbatas untuk Kelas 2. Nilainya akan berbeda di
Kelas tahun ajaran yang berbeda.

Jikau kau siswa Kelas 1, mungkin ada beberapa siswa yang tidak begitu akrab
lalu meninggalkan kelas saat ini dan merasa mereka akan pindah ke kelas yang
mungkin akan menang, atau hanya langsung pindah ke kelas A.

Di sisi lain, untuk siswa Kelas 3, hal tersebut bisa dibilang hak terkuat untuk
pindah ke kelas Nagumo. Karena pada esensinya sama dengan lulus di kelas A.
Mau pindah ke kelas manapun hak untuk pindah kelas, bahwasannya pilihan
yang diberikan itu sangat terbatas.

Penting untuk mengamati dampak apa yang muncul dimasa depan…

Yah keputusan apakah tiket yang sama akan disiapkan lagi atau tidak setelah
melihat reaksi sekolah…

Melihat dari keseimbangan secara keseluruhan yang menyenangkan, bukankah


itu merupakan hadiah yang menarik?

“Siswa laki-laki dan perempuan yang meraih peringkat 1 akan diminta memilih
salah satunya. Sudo.., jika kau ingin meraih peringkat teratas dalam
pertandingan individu, kau harus memikirkannya baik-baik…”

Aku bisa melihat punggung Sudo yang menegang.


Arakiyota
Alih-alih secara kasat mata memprioritaskan teman sekelas dan 2 juta poin
pribadi, melihat kearah yang lebih jauh.

Apakah kau akan memilih kelas Horikita, atau kau berlari sendirian pindah ke
kelas Sakayanagi?

Kau memiliki hak untuk menghadapi dan mempertimbangkan masa depanmu.

“Baiklah, sekarang kita akan lanjut ke penjelasan yang sedikit lebih rinci. Ada
dua jenis acara lomba, yang pertama dibuka untuk umum dan yang tidak dibuka
untuk umum hingga hari acara lomba diselenggarakan. Dengan kata lain, akan
ada beberapa acara lomba yang akan ditandingkan dalam acara lomba
sebenarnya di hari itu.”

Selain acara lomba dasar seperti lari 100 meter dan lomba halang rintang,
beberapa acara tidak biasa yang terkesan menarik juga ditampilkan. PK
(penalty-kick), pertandingan menembak bola basket, tenis tunggal, ganda
campuran, dll. Ada banyak kompetisi yang tak bisa kau lihat di festival olahraga
biasa.

“Batasan jumlah peserta, waktu pembukaan dan lain-lain, tidak selalu mungkin
untuk berpartisipasi dalam semua acara lomba yang diinginkan. Bila kau secara
paksa membuat jadwal yang tidak sesuai dengan jadwal waktu mulai, kau akan
dapat dianggap absen karena tidak dapat berpartisipasi. Jangan lupa untuk
beranggapan tentang risiko kehilangan poin.”

Untuk siswa yang memiliki kemampuan fisik yang sangat baik disekolah, hal ini
diperlukan guna mendapatkan poin secara efisien dalam partisipasi di banyak
acara lomba. Bila begitu itu, ada juga aspek untuk menggunakan
pengetahuanmu, entah itu keberuntungan siapa yang mengikuti acara lomba
mana atau diperlukam kemampuan membaca situasi…

Namun, jika festival olahraga diadakan seperti itu, yang ada para siswa nanti
akan panik.
Arakiyota
Kalau siswa langsung mengincar acara tertentu sekaligus dihari itu, hal itu tidak
akan menjadi kompetisi lagi.

Tentu saja, bukan berarti sekolah tidak memahaminya.

“Untuk partisipasi dalam acara lomba umum, reservasi akan dibuka mulai jam
10 malam hari ini menggunakan aplikasi khusus. Berlaku untuk seluruh Kelas
tahun ajaran. Siapa yang cepat, dia yang dapat. Pembatalan dapat diterima
hingga satu minggu sebelum festival olahraga, tapi pembatalan hanya dapat
digunakan sampai tiga kali. Batas akhir reservasi 2 hari sebelum acara
sebenarnya dimulai, dan jika disaat itu belum mendaftarkan minimal 5 acara
lomba, maka akan secara otomatis dialokasikan ke tempat lain yang kosong.”

Berkata begitu, tabel jadwal yang tampak seperti layar aplikasi tersebut
ditampilkan.

“Sebagai contoh, mari kita daftarkan partisipasi acara lomba lari 100 meter.”

Slide pada layar berganti,『Maksimal 7 orang untuk dapat berpartisipasi pada


lomba 100 meter Kelas tahun ajaran yang sama, berdasarkan gender. Semua 4
lomba. Reservasi pendaftaran untuk lomba apa pun dimungkinkan. Bila ada
tempat kosong, kau dapat berpartisipasi pada hari itu. Peserta harus tiba dan
menyelesaikan entri mereka 5 menit sebelum acara lomba dimulai. Tidak perlu
menunggu sampai acara lomba berakhir. Jadwal start lomba pertama, dimulai
pada pukul 10:15』

Untuk itu, jumlah maksimal laki-laki dan perempuan yang dapat berpartisipasi
dalam lomba lari 100 meter adalah 56 orang. Tidak peduli acara lomba apa yang
kau ikuti, acaranya dimulai pada 10:15, jadi kau harus tiba setidaknya 5 menit
sebelumnya. Seperti yang terlihat dari penjelasan bahwa tidak perlu menunggu
acara berakhir, bila lomba pertama setelah dalam waktu singkat, kau dapat
mulai pindah ke acara lomba berikutnya. Di sisi lain, jika kau berpartisipasi di
lomba ke-4, kau akan tertahan untuk waktu yang lama. Bahkan dengan
kompetisi yang sama dan hadiah yang sama, beberapa waktu akan hilang.
Arakiyota
“Juga, hal penting lainnya untuk dicatat bahwa siswa yang telah terdaftar pada
kegiatan klub saat ini atau pernah bergabung walau hanya sekali di sekolah
tidak dapat berpartisipasi dalam acara yang terkait. Hirata sepak bola dan Sudo
basket, mereka berdua tidak diizinkan untuk berpartisipasi dalam acara yang
terkait klubnya.”

Siswa yang melakukan kegiatan klub memiliki keunggulan, bukan tapi sebaliknya
diberi batasan kah…

Tentu saja, ada beberapa siswa seperti Yousuke dan Sudo yang mampu menang
pada olahraga dibidangnya, jadi kupikir mereka bermaksud untuk menghindari
konfrontasi antara orang-orang yang memiliki pengalaman dalam kegiatan klub.
Jika Sudo bertanding pada sepak bola dan Yousuke basket maka siswa lain
memiliki kesempatan untuk menang.

Ada yang mengikuti kegiatan klub tersebut saat masih SMP, tetapi begitu di
SMA tidak memilihnya sebagai kegiatan klub. Pasti ada sejumlah kecil siswa
yang seperti itu. Bila begitu mungkin ada beberapa kelebihan dan kekurangan di
titik itu.

“Tapi itu seperti memesan tempat duduk untuk nonton film ya…”

Perkataan yang dilontarkan Sudo saat mendengarkan penjelasan serius itu


benar juga sih…

“Tentu saja sistemnya mirip. Ini dirancang untuk mencerminkan secara real time
siapa yang menempati bingkai acara mana dan di waktu apa…”

“Itu berarti kemungkinan ada orang yang tak ingin bertanding denganku lalu di
cancel begitu ya…”

Mendengus dengan hidungnya, Sudo dengan bangga menyilangkan tangannya.

Arakiyota
“Tepat.., tetapi cepat atau lambat para siswa itu akan menabrak tembok
pembatas dengan hanya tiga kali pembatalan.”

Karena jumlah orang yang dapat berpartisipasi dalam setiap acara lomba dan
waktunya sudah ditentukan, disegerakan membuat jadwal untuk menahan
acara lomba yang dikuasai. Namun, jika kau menahannya lebih awal, risiko
menjadi sasaran musuh yang kuat tentu saja meningkat. Dan, jika memutuskan
untuk melarikan diri beberapa kali dari acara lomba yang ditentukan,
selanjutnya pasti akan ragu dalam membuat reservasi. Itu akan menjadi
pertempuran saling menyelidiki.

Ini seperti memiliki pertandingan online dari pra festival olahraga.

“Juga, bila pertandingan individu menghasilkan siswa dengan peringkat yang


sama, poin pribadi akan dibagi rata dan tiket pindah kelas tidak bisa
didapatkan…”

Jika sejumlah besar siswa bersekongkol mengatur peringkat yang sama secara
bersamaan untuk memperoleh tiket pindah kelas yang banyak maka sistem itu
sendiri akan runtuh. Hal ini mungkin langkah untuk menghindarinya.

Yah meskipun tidak berniat pindah kelas, 2 juta poin bisa digunakan untuk
berbagai keperluan. Bisa juga sebagai tambahan tabungan 20 juta poin yang
impi-impikan untuk digunakan ke kelas yang sudah pasti kelas A.

Disisi lain, siswa yang tidak percaya diri dalam olahraga, mereka harus
memfokuskan diri untuk melakukan yang terbaik pada partisipasi wajib kelima
acara lomba.

Jika menggunakan poin berharga untuk berpartisipasi dalam acara lomba ke-6
dan tidak memenangkannya, maka kau kehilangan 1 poin.

Ini menciptakan kerugian besar dalam pertempuran dengan Kelas lainnya.


Arakiyota
Namun, itu tergantung pada bagaimana cara bertarungmu sih…

Saat Chabashira menyelesaikan penjelasannya dan meninggalkan tempatnya,


ruang kelas tiba-tiba mulai riuh seperti air panas yang meluap-luap.

“Yosha Suzune. Ayo langsung aja adakan meeting…”

Sudo-lah yang pertama meninggikan suaranya. Mendengarkan aturannya


membuat dia termotivasi.

Yosuke berdiri dan mulai bergerak ke arah Horikita.

Sampai disini semua masih sama seperti biasanya. Tapi beberapa siswa
memandang dengan tatapan dingin. Ada keraguan apakah tidak apa-apa
menyerahkannya pada Horikita, apakah tak apa membuat Horikita menjadi
pusat kelas?

“Pertama sebelum membahas tentang festival olahraga, ada yang ingin


kusampaikan pada kalian…”

Dia membuat langkah pertama sebelum bertindak kah… Agar memudahkan


siswa lain melihatnya dia berdiri lalu melihat kebelakang.

“Dalam ujian khusus yang berlangsung pada minggu lalu, aku melanggar janji
kepada semua orang dengan tidak membiarkan Kushida-san didropout. Untuk
itu, pertama-tama izinkan aku meminta maaf…”

Setelah mengatakannya, Horikita menundukkan kepala.

Namun, ada keinginan kuat di matanya saat dia mengangkat wajahnya lagi.

Arakiyota
“Tapi sebagaimana hasilnya kupikir aku membuat pilihan yang tepat. Dia adalah
sosok yang bisa menjadi kekuatan kelas.”

“Aku sih enggak berpikir begitu…”

Orang pertama yang mengintrupsi perkataan Horikita adalah Shinohara.

Dia salah satu orang yang terkena dampak kerugian akibat rahasia Kushida
terbongkar.

“Sekarang setelah tahu sifat Kushida-san seperti itu.., tak ada lagi ada orang
yang percaya padanya. Mungkin siswa dikelas lain belum ada yang tahu, tapi itu
cuma masalah waktu aja kan?”

Mengesampingkan suka atau benci Kushida, Shinohara mengomentari poin


penting dan mempertimbangkannya.

Kenyataan Kushida akan terus ada sebagai teman sekelas tidak dapat diubah,
dan bila berbagai hal berlanjut dengan premis itu, lebih baik saling mendukung
untuk tidak membicarakan『kebenaran』itu sebanyak mungkin.

Dengan kata lain, berbicara dengan kelas musuh tentang fakta sifat hitam
Kushida itu sama saja seperti memiliki ide berbahaya yang mengarah pada
mencekik diri sendiri. Ini adalah cerita sederhana bila kau tetap diam, tapi itu
sulit dilakukan.

Apalagi Shinohara yang sekarang keberatan, terluka karena Kushida.

Tak mengherankan kalaupun meledak ingin mengeluh, tapi sepertinya untuk


saat ini dia menahannya.

Shinohara tampak tak memahami apa keuntungan. Bila begitu, wajar saja kalau
seseorang yang cakap seperti Yousuke mendesak untuk menghentikan obrolan
tentang topik tersebut.
Arakiyota
Namun, meragukan apakah hal itu akan terus berlanjut. Saat keraguan dan
kecemasan tentang Kushida mencapai batas, mereka akan meletup sekaligus.

“Horikita-san… Jawab aku… Apakah mempertahankan Kushida adalah hal yang


tepat…”

Menanggapi kata-kata Shinohara, Horikita sejenak hanya terpaku menatapnya


saja lalu menjawab seakan seperti mati rasa.

“Jawabannya tidak bisa keluar saat ini juga. Mau itu aku, Shinohara-san, dan
teman sekelas lainnya. Kau menunjukkan sosokmu di sisa kehidupan sekolah…”

“Apa-apaan itu… Aku ingin tahu jawabannya sekarang. Bagaimanapun kau


memikirkannya Kushida-san cuma jadi penghalang aja…”

“Ujian khusus suara bulat mungkin memang membuatmu terluka. Wang-san


dan Hasebe-san yang sekarang absen mungkin terluka juga. Tetapi fakta kalau
Kushida-san telah berkontribusi di kelas ini selama satu setengah tahun tak
hilang. Atau apa.., kau yakin mampu melakukan sesuatu yang lebih baik
darinya?”

Walaupun Kushida menyebabkan masalah besar, kontribusinya di masa lalu


tidak menghilang.

Dia telah membantu mengatur kelas, menenangkan pikiran, juga kemampuan


akademik dan fisiknya sedikit atas rata-rata.

Sudah pasti Shinohara, setidaknya belum mampu mengungguli Kushida.

“Mungkin apa yang kukatakan tak beralasan karena aku seperti menipumu dan
tidak bisa dihindari kau bersikap memusuhiku karena menentang Kushida-san
menjadi target pendropout’an. Tetapi bila Kushida-san didropout, apa kau bisa
Arakiyota
langsung menyebutkan itu jawaban yang tepat? Bisakah wajahmu tetap tenang
jika rata-rata kelas turun dan kita kalah dalam ujian khusus?”

“Itu…. Kalau tak dicoba ya mana tahu…”

“Iya… Jika begitu apa yang cobaku lakukan mana mungkin tahu kalau tak dicoba
ya kan…”

Yah bagaimanapun, itu masih masa depan yang tak pasti.

Tidak mudah mengalahkan Horikita dengan kemampuan Shinohara…

“Sebentar aja, apa kah tak apa?”

Pada Horikita dan Shinohara yang sedang saling melotot, Yousuke mengangkat
tangannya…

“Ada sesuatu yang membuatku agak terganggu. Jika ingin memanfaatkan


keterampilan Kushida sebaik-baiknya, rahasia perlu disembunyikan didalam
kelas, jadi aku meminta semua orang di kelas tetap diam.”

“Yah memang benar. Kalau tidak ada yang memberi instruksi dibelakang, pasti
sekarang sudah ketahuan…”

Tidak ada rumor tentang Kushida meski hari senin.., sepertinya Horikita
mencurigainya.

“Tapi Horikita-san tidak meminta untuk kami tetap diam… Mengapa?”

“Kepada orang yang ingin menjatuhkannya, memberi instruksi untuk tetap


tutup mulut itu tidak masuk akal. Perbedaannya cuma cepat atau lambat
sekolah mengetahuinya.”
Arakiyota
Apapun prosesnya, dengan ini siswa akan memutuskan. Apakah ingin
membiarkan emosi yang mengambil alih dengan membuat sifat asli diketahui
banyak orang untuk membalas dendam pada Kushida, atau merahasiakannya
demi kelas?

“Walau Hirata-kun tidak meminta juga, aku tidak akan membeberkannya. Kami
memiliki kesempatan untuk berkumpul di hari libur. Yah.., kami sempat
berdiskusi apakah bisa tidaknya membocorkan hal ini. Tentu, aku bohong kalau
mengatakan tak punya apapun dipikirkan tentang Kushida sekarang.”

Seperti yang diharapkan dari Matsushita yang memiliki pemikiran tajam.


Meskipun dia salah satu orang yang terpengaruh terbongkarnya rahasia
Kushida, dia memahami dengan baik kerugian membocorkannya sendiri. Bila
dibongkar, yang ada dibongkar balik. Bahkan dengan melakukannya pun yang
didapat hanya rasa pencapaian sementara.

“Aku pasti akan membawanya kembali. Jika tidak bisa…, maka apapun itu aku
akan mengambil tanggung jawab.”

Mengambil tanggung jawab. Pada tekad kuat bertaring itu, siswa lainnya hanya
menarik nafas sampai mendengus.

Shinohara juga tak terkecuali…

“….. Apa benar kau akan bertanggung jawab?”

“Dengan tekad itu aku memilih untuk mempertahankan Kushida-san. Kalau ada
apa-apa kau bisa menghukumku…”

Sosok Akitou dan Keisei yang diam memperhatikan juga ada. Tidak sulit
membayangkan bagaimana perasaan mereka saat mendengarkan hal ini.

Arakiyota
Yah bagaimanapun, kata-kata kuat Horikita menyelesaikan pembicaraan ini, dan
waktu luang pun tiba.

Garis pandang Horikita bukan melihatku, tapi ke orang tertentu. Orang itu juga
melihat balik Horikita, lalu Horikita pun meninggalkan kelas. Pada saat itu,
Koenji, yang duduk di samping kursi kosong, berdiri pergi meninggalkan kelas
dengan cara yang sama.

Aku penasaran tentang situasinya, jadi kuputuskan untuk membuka pintu


sedikit dan memeriksanya.

“Kau bersikap seperti ingin membicarakan sesuatu denganku.., ada apa ya?”

“Ada sesuatu yang ingin kukonfirmasi tentang festival olahraga selanjutnya…”

“Fufu~ ‘Aku tak membutuhkan kerjasama.., tak salah bila kuasumsikan begitu
kan?”

“Tentu… Hanya saja aku ingin mengkonfirmasi pemikiranmu. Setidaknya tak apa
kan kau memberitahuku tentang hal itu?”

Perlu untuk memperhatikan apakah Koenji ikut serta atau tidak. Strategi bisa
saja berubah tergantung hal itu…

Mendengarnya, Koenji menyeringai dan meletakkan tangannya di bahu Horikita.

Mungkin karena merasa sakit, Horikita berusaha menyingkirkannya, tapi tangan


Koenji tak bergerak sedikitpun.

“Kau ini sungguh gadis yang beruntung ya…”

Karena tangan Koenji masih di bahunya, dia menanyakan arti sebenarnya dari
kata-kata itu sambil sedikit cemberut.
Arakiyota
“Jadi kau termotivasi untuk ikut serta ya?”

“Aku memang menghasilkan uang pada ujian pulau tak berpenghuni dan
perburuan harta karun, tetapi sekarang sudah waktunya untuku menghabiskan
banyak uang. Tidak ada alasan bagiku tak ikut serta….”

Koenji yang menunjukkan kekuatan luar biasa bahkan pada ujian pulau tak
berpenghuni.., diduga tak kan bergerak di masa mendatang, namun jika itu
adalah ujian khusus yang memberikan banyak uang kepada pribadi, itu
membuatnya semangat untuk ikut serta kah…

Bagi Horikita itu seperti keberuntungan yang tak terduga. Walau hanya 1 poin,
jika bisa mendapat lebih banyak poin, dia tak kan mengeluh. Apalagi kalau itu
Koenji, dia pasti mampu mendapatkan 10 atau 20 poin.

Tapi, terkait hadiah kali ini, Horikita mungkin mencemaskannya.

Sejenak Horikita tampak ragu, tapi dia tetap melangkah menanyainya.

“Jika kau mendapat hak untuk pindah kelas … Apa yang kan kau lakukan?”

Tak salah lagi Koenji adalah siswa paling bermasalah.., bukan.., paling bebas
disekolah…

Kalau sudah memutuskan akan melakukannya, Koenji tak kan ragu


meninggalkan kelas saat ini. Apakah Koenji menguntungkan kelas di masa depan
atau tidak itu cerita berbeda, setidaknya Horikita tidak berpikir bahwa
berkurangnya jumlah siswa kelas akan menjadi nilai tambah. Selain itu, ujian
khusus seperti ujian pulau tak berpenghuni dan festival olahraga yang
menghadiahkan banyak uang, mungkin dianggap serius olehnya. Bila hal itu
terjadi, Koenji akan berdiri sebagai musuh yang kuat.

Arakiyota
“Hal itu tidak jadi masalah kok… Untuk saat ini aku tak berpikir kelas lain begitu
menarik sampai harus meninggalkan kontrak denganmu Horikita-girl…”

“Untuk saat ini ya…”

Dengan kata lain, tergantung pada kondisinya, pindah ke kelas lain selalu
memungkinkan kah…

“Mulai hari ini aman…”

Aku sama sekali tak berpikir perkataannya itu ada hubungannya dengan jaminan
aman, tapi yah aku sendiri ragu tentang berapa banyak kelas yang ingin
membawa Koenji. Memang ada kelebihannya, tapi ada juga kekurangannya.

“Baiklah… Aku menerima tentang hal itu. Tapi kalau kau cuma labil untuk
membingungkan orang lain, aku sendiri tak bisa mempercayaimu… Bisakah aku
memperhitungkan kau hanya akan mengincar peringkat teratas?”

“Tak apa bila kau menganggapnya begitu. Lagipula aku tidak berniat
berkerjasama dengan siapapun…”

Tampaknya dia berniat mendapatkan poin hanya dari kompetisi dimana bisa
berpartisipasi secara individu. Jika itu Koenji, tak mengejutkan bila dia meraih
peringkat pertama di semua acara lomba. Tinggi kemungkinan mampu
mendapatkan hingga 55 poin.

“Apakah kau sungguh-sungguh tak tertarik naik ke kelas A?”

Pada jeda itu, dia hanya menjawabnya dengan tawa, lalu Koenji pun kembali ke
kelas.

“Menguping apakah hobimu?”

Arakiyota
Apa dia tahu dari melihat pintu yang sedikit terbuka atau sejak awal dia
memang mengetahuinya?

Koenji yang berhenti dibelakangku bertanya…

“Bohong jika aku tak tertarik pada pergerakan yang terjadi pada festival
olahraga…”

“Baiklah kan kuanggap begitu…”

“Bisakah aku bertanya padamu Koenji?”

“Saat ini aku sedang senang dan dalam suasana hati yang baik karena hadiah
festival olahraga. Jadi kan kujawab…”

“Kau dan Horikita telah membuat perjanjian. Tapi itu bukanlah jaminan pasti.
Selayaknya Kushida yang tetap tinggal di kelas sebagai antagonis, ada
kemungkinan kau bisa dibuang juga… Apakah kau pernah memikirkan tentang
hal itu?”

Aku bermaksud mencari tahu, apa dia dihantui perjanjian disepakati atau tidak.
Pasalnya walau diluar Koenji memiliki tujian untuk mendapatkan poin pribadi,
dia berada diposisi mendukung pendropout’an dengan sikap kuat yang
sombong.

“Semua sudah dalam perhitungan. Jika keadaan yang menunggu saat itu pada
akhirnya kandidat pendropout’an dipersempit menjadi diriku, sebelum terjadi
aku akan memilih voting ‘menentang’. Pembicaraan tentang mempercayai
Horikita-girl juga karena adanya premis utama itu.”

“Jadi begitu ya… Bukan berarti kau selalu mempercayai Horikita ya…”

Arakiyota
Mana mungkin bisa menyerahkan dirimu kepada orang lain.

“Kau juga begitu kan?”

“Mungkin aja…”

Koenji tampak tak acuh, sangat bebas dan sepertinya juga mempunyai
pemikiran yang diperhitungkan dibaliknya.

Terlebih, meski memperhitungkan hal yang jauh, dia tetap mampu menjaga
kebebasannya.

Tidak peduli berapa banyak dicoba menganalisis satu persatu siswa untuk
sampai pada jawaban, hanya orang ini yang tak bisa dibaca.

“Ayanokouji-kun… Apa sekarang kau punya waktu?”

Segera setelah istirahat makan siang, Horikita mendekat sambil berkata begitu.

“Aku dan Kei——”

“Mau makan bareng… Kiyotaka tidak boleh dipinjam…”

Saat Kei datang berlari, dia memotong kata-kata dan dengan paksa
menghentikan ajakan Horikita.

Lalu merentangkan tangan membuat pose tidak.

“Lagipula mengajak laki-laki yang udah punya pacar itu patut dipertanyakan!?”

Arakiyota
“Begitukah… Namun yang mau meminjam dia bukan aku tapi orang lain. Terus
bukan perempuan juga kok… Meski begitu bisakah aku mendapatkan izin?”

Karena Horikita mengarahkan ponselnya padanya, Kei melihat layar itu lebih
dulu dari pada aku.

“Yagami….. Takuya? Siapa tuh?”

“Siapa yang mengirim pesan itu tak penting. Yang penting itu teks pesan itu…”

Pesan yang dikirim Yagami pada Horikita sepertinya telah dikirim sekitar satu
jam yang lalu.

『Saat istirahat makan siang, bisakah kau memanggil Ayanokouji-senpai ke


ruang OSIS? Itu keinginan Ketua OSIS. Jika sulit untuk mendapat respon darinya,
aku yang akan kesana, jadi tolong hubungi aku』

Itulah yang tertulis disana.

“Sebagai anggota OSIS, aku juga punya tugas. Jika teman sekelasku memiliki
rencana untuk dilakukan, ya aku tidak menolak permintaan itu…”

Berarti dia memanggilku karena tak ada pilihan lain ya…

“Ketua OSIS Nagumo sepertinya ingin bertemu denganmu… Apa kau melakukan
sesuatu lagi?”

“Aku tak melakukan apapun…”

Yah setidaknya baru-baru ini. Tambahku dalam hati.

Arakiyota
“Jika menolak, Yagami-kun akan datang kemarin. Meski begitu kalau kau masih
menolaknya mungkin berikutnya Ketua OSIS Nagumo yang datang… Jadi
bagaimana aku membalas pesannya?”

Horikita hanyalah pengantar pesan. Tidak peduli bagaimana aku menjawabnya,


usahanya itu akan tetap dilakukan.

“Maaf Kei. Mengabaikan perintah dari Ketua OSIS, yang ada nanti malah timbul
masalah…”

“Cheeh… Ketua OSIS sih yah mau gimana lagi… Satou-san makan bareng yuk!”

Kei mengerti kalau dia hanya bisa menerima situasinya.., lalu dia pun bergegas
pergi ketempat Satou dan yang lainnya…

“Pacarmu cepat mudah mengertinya ya…”

Terbatuk pelan, entah apa dia merasa terkesan atau terkejut.

“Aku akan pergi kesana sekarang…”

“Kalau begitu aku akan melaporkannya pada Yagami-kun…”

“Jika anggota OSIS saling bertukar kontak, bukankah lebih cepat kalau Ketua
OSIS Nagumo menghubungimu langsung tanpa lewat Yagami?”

“Di aplikasi obrolan anggota OSIS, hanya Yagami-kun aja yang meminta tukar
kontak secara langsung denganku.”

Begitu menerima balasannya, aku pergi meninggalkan kelas, bersamaan dengan


Horikita yang juga keluar ke koridor.

Arakiyota
“Aku tidak tahu apa alasannya, tapi kusarankan untuk menahan diri tak
membuatnya marah.”

Setelah memberiku saran, Horikita dan aku pun berpisah, dengan perasaan
enggan aku pergi ke ruang OSIS.

Yah kalau dipikirkan lagi, aku bisa langsung masuk ke ruang OSIS, itu jauh mudah
dari pada didatangin sih…

Sesampainya di depan ruang OSIS, dengan pelan, aku mengetuk pintu.

Tak lama kemudian, memastikan bisa mendengar suara Nagumo di dalam


ruangan, aku pun membuka pintu. Seperti yang diharapkan, hanya ada Nagumo
di ruang OSIS.

“Yo~ Ayanokouji… Apakah keseharianmu ada yang berubah akhir-akhir ini?”

Pertama, pukulan jab ringan datang (pertanyaan).

Yang menganggu keseharianku belakangan ini tidak lain dari intruksi Ketua OSIS
di depanku ini.

Setiap hari, tekanan pada mata dari siswa kelas 3 tidak berkurang sama sekali.
Sebaliknya, siswa kelas 3 yang tidak seharusnya tak mengenaliku secara
mendalam, tak salah lagi mereka mengingatku dengan baik sampai
menganggapnya sebagai hal biasa.

Bisa dibilang adik kelas yang paling terkenal di kalangan kakak kelas adalah aku.
Rinciannya terukir sebagai adik kelas yang mampu menyerang Nagumo tanpa
disadarinya.

“Tidak ada perubahan khusus… Itu sih yang ingin kukatakan.., tapi aku punya
sedikit yang kucemaskan sih…”

Arakiyota
Sangat mudah untuk berpura-pura tidak menyadari apa pun, tetapi jika
menunjukkan sikap seperti itu, pengawasan tentang keseharianku malah
bertambah.

“Sebagai Ketua OSIS, aku bisa mendengarkan cerita tentang kecemasanmu itu
lho…”

“Aku mungkin cuma terlalu banyak berpikir aja kok… Saat benar-benar dalam
masalah, aku akan meminta bantuanmu…”

Bila membuat baik perasaannya, ada kemungkinan Nagumo akan mundur


setelahnya.

…. Tidak, apakah itu terlalu optimis? Nagumo hanya menginginkan kekalahan


langsung dariku. Hanya dengan ini saja tak mungkin membuat dia puas.

Meski secara tertentu perasaan Nagumo merasa seperti diuntungkan,


pembicaraan tidak akan berakhir disini dan dia pun mengubah topiknya.

“Kau sudah mendengar aturan festival olahraga kan? Artinya waktu untuk kita
saling berhadapan secara langsung sudah tiba Ayanokouji… Di festival olahraga
ada acara lomba yang pesertanya dari semua kelas tahun ajaran. Jadi lawanlah
aku…”

“Apa kau tidak terlalu keras melatih adik kelasmu? Aku sudah melihat OAA
Ketua OSIS Nagumo. Kecuali acara lombanya melibatkan faktor keberuntungan
yang sangat besar, tak mungkin aku bisa menang. Hasilnya sudah terlihat sangat
jelas…”

Meskipun tidak ada pilihan selain menjawab dengan santun, Nagumo pasti tak
menerimanya.

Arakiyota
“Aku tahu kau adalah orang yang akan menjawab seperti itu. Apa kau pikir aku
bisa menerima jawaban santun begitu? Ah tidak, tidak ada gunanya
menyalahkanmu kah… Kau tak punya cara lain selain menjawabnya santun
kan…”

Sepertinya dia bukan laki-laki yang tak mampu membaca pemikiran dangkalku
itu ya…

“Aku mengerti kau tidak antusias. Bahkan bagiku juga hanya buang-buang
waktu bila terus terpaku padamu untuk yang lama. Karenanya di festival
olahraga ini, jika kau berhadapan denganku secara langsung dan menang satu
kali saja, maka aku akan melupakan apa yang terjadi selama ini…”

“Satu kali saja?”

Itu jauh lebih lunak dari pada yang kubayangkan…

“Sepertinya kau berpikir ‘tak apa cuma satu kali doang?’… Hal itu mudah bagimu
ya?”

“Tidak bukan begitu kok… Hanya saja, hal tersebut memunculkan peluang…”

“Memenangkan semua adalah syaratnya. Itu karena memalukan bagi Ketua


OSIS memasang syarat kemenangan lebih dari jumlah kekalahan.”

Dia tidak berpikir kebanggaannya sebagai penghalang, sebaliknya menggunakan


kebanggaannya itu sebagai tameng untuk menarikku kedalam permainannya.

“Tapi syaratnya kutambahkan. Berpartisipasilah pada kelima acara lomba yang


kutunjuk terlepas menang atau kalahnya.., jika kau satu saja melewatkannya
maka kau akan kalah secara keseluruhan…”

Arakiyota
“Bagaimana kalau aku kalah? Bukankah yang senang cuma Ketua OSIS aja kalau
menang?”

“Yah kalau saja begitu sih bagus… Selain kecemasanmu itu tidak hillang, kau
mungkin akan terus dipanggil olehku seperti berulang kali. Atau mungkin kau
akan merasa lebih cemas dari pada sebelumnya…”

“Ada juga tentang kebijakan kelas. Bisakah aku meminta waktu sebentar?”

“Yah kalau seperti itu mau bagaimana lagi… Kuberi waktu satu minggu. Hubungi
aku paling lambat senin depan.”

“Aku mengerti. Jika tidak ada hal lain lagi, bisakah aku permisi pergi?”

“Enggak perlu buru-buru gitu… Atau apa kau punya keperluan lain setelah ini?
Karena dipanggil olehku, kau tidak dengan buruk membuat janji lain kan?”

“Iya begitulah… Aku tidak punya keperluan lain…”

“Mendengarnya aku jadi lega…”

Dari waktu ke waktu Nagumo berbicara denganku sambil memeriksa sesuatu di


ponselnya.

Tampaknya dia belum berniat melepaskanku.

“Permisi…”

Dibalik pintu, terdengar suara yang sudah lama tidak kudengar.

“Eh───”

Arakiyota
Ditangannya, Ichinose membawa kantong plastik.

“…. Maaf membuatmu menunggu Nagumo-senpai.”

“Maaf ya… Hari ini aku tak bisa ikut pergi bersamamu membeli makanannya…”

“Ti-tidak apa-apa…”

“Ah.., ini kah? Belakangan ini aku dan Honami selalu makan siang bersama tiap
hari. Pekerjaan OSIS itu sangat menyibukkan… Dan aku membuat tangan
kananku sibuk karenanya.

Kupikir peluang berpapasan dengan Ichinose dan bertemu satu sama lain
selama istirahat makan siang itu semakin jarang, tapi ternyata begitu kah…

Jika dia ada di ruang OSIS dimana siswa biasa tak bisa masuk, pantas saja tak
melihatnya.

“Saat kami berdua, aku bercerita tentang banyak masalah. Iya, ‘kan? Honami.”

“I-iya…”

“Aku sudah bilang ada pengunjung hari ini… Kau juga temani kami makan
Ayanokouji…”

Dari kotak bento yang kuintip di dalam kantong itu ada 3.

Sepertinya walau pembicaraan denganku berakhir pun, sejak awal dia


bermaksud untuk makan disini kah.

Arakiyota
Sangat mudah untuk menolak undangannya. Duduk bersamaku juga secara
mental pasti menyakitkan bagi Ichinose.

Tapi karena aku sudah terkepung dan berkata tak ada janji lain, tak ada tempat
untuk melarikan diri.

“Kau sudah bilang tak punya keperluan setelah ini kan? Jika begitu duduklah…”

Di situasi yang tertutup ini, ditambah perintah dari Ketua OSIS sama saja tak ada
hak untuk menolak.

Aku pun duduk dikursi yang jauh dari Nagumo.

Sedangkan Ichinose yang mungkin sering makan bersama Nagumo.., setelah


menyerahkan kantong plastik berisi kotak bento, dia duduk di samping Nagumo.
Tanpa melihat kearahku, Ichinose mulai menyiapkan bento dengan wajah
sedikit tertunduk.

Nagumo tidak mungkin tak menyadari keadaan Ichinose yang tak biasa itu,
Nagumo pasti memikirkan topik pembicaraan lainnya.

“Aturan festival olahraga benar-benar berbeda dari yang tahun lalu ya…”

“Aku malah sampai merasa sangat berterima kasih… Jika aturan festival
olahraga sekarang sama seperti tahun lalu, sudah dipastikan aku yang
menang…”

Pada aturan festival olahraga tahun sebelumnya, pertarungan dipisah dengan


kelompok merah dan kelompom putih.

Nagumo mengendalikan keseluruhan siswa kelas 3. Dengan kata lain, dia bisa
saja menyuruh siswa kelas 3 yang bukan kelompoknya mengalah.

Arakiyota
Tidak peduli berapa banyak siswa kelas 1 dan kelas 2 yang berjuang..,
kemungkinan menang mendekati 0.

Perbincangan yang seharusnya dilakukan oleh tiga orang, pada akhirnya seakan
menjadi rapat umum antara Nagumo dan Ichinose.., sedangkan aku dengan
tenang hanya memakan bento ke dalam mulutku.

Arakiyota
Di saat situasi yang keduanya bahkan belum memakan setengah dari bentonya,
aku sudah selesai memakan makananku dan menutup kembali tutup bentonya.

“Apa.., jadi kau sudah selesai makannya ya… Kotak kosongnya bisa kau
tinggalkan di sana aja, tidak apa-apa kok…”

“Terima kasih banyak.”

Kujawab begitu.., tapi tatapan mata Nagumo bukan tertuju padaku melainkan
ke Ichinose.

Mungkin untuk menjauhkan kesadarannya terpaku olehku, mata Ichinose juga


menghadap Nagumo.

“Aku permisi…”

Berada di sana pun tak ada gunanya, kuputuskan untuk pergi dari ruang OSIS.

“Strategi untuk menunjukkan superiotas kah…”

Dari perspektif orang luar mungkin terlihat memalukan, tapi tidak akan gunanya
jika serangan secara mental seperti itu tak berarti apa-apa untukku. Bila ingin
serangannya itu sedikit berdampak padaku, seharusnya dia menghadirkan lebih
banyak anggota OSIS lainnya untuk menjadi pengamat.

Dengan begitu mereka dapat menciptakan label ‘orang yang menyedihkan’


padaku disekitar…

Tapi meski kubilang begitu, dari yang terlihat Nagumo pasti akan terus
melakukan kontak dengan Ichinose.

Tergantung situasinya.., tak mengherankan kalau hubungan antar personal bisa


saja berubah secara drastis diantara mereka.

Arakiyota
Sambil berjalan, aku memikirkan dampaknya.

Menjadi salah satu bagian dari Nagumo, akankah mengarah pada pertumbuhan
Ichinose Honami?

Jika mampu melakukannya dengan benar, mungkin dia bisa mendapat bantuan
untuk mengambil alih posisi Ketua OSIS.

Dari kepercayaan dirinya───, tidak.., pemikiran itu sungguh naif. Jika obsesi
Nagumo kepada Ichinose karena aku.., ada kemungkinan pada akhirnya Ichinose
akan dibuang. Kalau dia tidak bisa menjadi ketua OSIS setelah melakukan yang
terbaik, dan Horikita yang memiliki kontribusi lenih rendah direkomendasikan,
tanpa menunggu 1 tahun mentalnya akan hancur.

Dalam hal ini pertikaianku dengan Nagumo tak bisa dianggap remeh.

Perlu untukku menghentikan Nagumo, namun sekarang aku memiliki hal lain
untuk dilakukan.

Seperti halnya festival olahraga yang akan datang, setelah itu perlu untuk
mempersiapkan festival budaya.

Para pencetusnya, Sato, Matsushita, dan Maezono, telah menghentikan


sementara kegiatannya dengan mempertimbangkan situasi kelas, tapi persiapan
untuk mencari pelayan maid cafe harus terus dilakukan.

Perhitungan semula mengikutsertakan Airi telah tak ada.., sedangkan partisipasi


Haruka saat ini tidak dapat diharapkan. Kushida yang bisa dibilang sebagai kartu
kuat juga telah menghilang.

Selain itu aku tak bisa dengan ceroboh mengandalkan teman sekelas untuk
minta diajari tentang bidang ini…

Arakiyota
Ketika berbicara tentang maid cafe, ditengah retaknya hubungan kelas, ada
resiko dicela ‘apa yang kau katakan hah…’ oleh mereka, yang mana bisa menjadi
bocornya informasi tersebut.

“Maid Cafe kah…”

Ini adalah stan yang tak banyak yang kuketahui, tapi dari rentang anggarannya
dituntut penjualan yang besar juga…

Selain strategi untuk menang, diperlukan meneliti stan apa yang akan dilakukan
oleh pesaingmu…

Hari berikutnya di kelas pagi setelah aturan festival olahraga dijelaskan.

Sama seperti kemarin, suasana kelas masih belum ceria.

Penyebabnya ada pada 3 teman sekelas yang tak hadir. Mereka masih
melanjutkan absennya kah? Absen dari sekolah karena sakit atau kurang enak
badan bukan sesuatu yang jarang terjadi pada setiap orang. Namun, untuk
mereka bertiga kali ini, kurasa semua orang berpikir bahwa mereka semua
absen karena faktor lain.

Jika absen terus menerus, biasanya kau harus pergi ke rumah sakit di Keyaki
Mall untuk membuat surat keterangan sakit. Sebaliknya, bila memiliki surat
keterangan dokter tak akan menjadi masalah besar. Dengan kata lain, walau
tidak demam tapi mengeluhkan kondisi badan memburuk, rumah sakit akan
merespons selama 2 atau 3 hari.

Namun dari cara bicara Chabashira-sensei saat kelas pagi, mereka bertiga belum
diperiksa di rumah sakit.

Arakiyota
Selain Kushida, keduanya sepertinya telah menghubungi pihak sekolah tapi
entah sampai kapan mereka dibiarkan begini. Masalahnya adalah kalau mereka
bertiga akan terus absen dari sekolah bahkan besoknya. Haruka absen karena
Airi yang didropout. Wang absen karena perasaan cintanya pada Yousuke.
Kushida absen jelas karena sifat aslinya terbongkar. Semua tidak terkait dengan
penyakit.

Kalau begini apa yang akan terjadi bila berlanjut hingga, 3 hari, 5 hari bahkan
seminggu? Pihak sekolah tentu saja tak berpikir absen mereka hanya sekedar
kebetulan.., tak mengherankan kalau penyelidikan akan dilakukan.

Seperti yang dikatakan Chabashira-sensei, pada akhirnya nanti akan berdampak


besar pada poin kelas.

Ditambah, ada beberapa retakan mulai muncul bahkan di tempat yang tidak
terlihat…

Yang jadi korban akibat terbongkarnya rahasia Kushida bukan hanya Wang saja.
Kecemasan akan 2 pasangan baru yang terlibat kedalam api, Ike dan Shinohara.
Pada faktanya, Kei, Matsushita, dan Mori, yang telah berbicara buruk tentang
Shinohara, tampak tak saling berbicara.

Meski namanya tidak kusebutkan, tak menutup kemungkinan Shinohara tidak


berbicara juga dengan Sato dan Maezono untuk alasan yang sama.

Walau kelompok yang biasanya berinteraksi berbeda, hubungan mereka sebagai


teman perempuan dikelas sudah kuat sejak awal.

Tapi sekarang ini ada kesenjangan yang cukup jelas terlihat.

Ini adalah saat dimana memutuskan pemilihan anggota yang akan bertarung
dalam pertandingan tim untuk mendapatkan poin, namun sepertinya kelas ini
belum sampai pada tahap itu.

Arakiyota
Jika memaksa membagi tim sebagaimana adanya, dikhawatirkan kerenggangan
bagian dalam kelas berkembang lebih jauh. Karena tahu akan hal itu, Horikita
tak mengambil langkah.

Meski begitu, tak mungkin untuk membawa perkembangan dimana kelas bisa
saling berbaur satu sama lain. Tidak hanya Horikita, Yousuke juga
mengetahuinya.

Ditengah hal itu, waktu berlalu dan kelas pagi telah usai.

Segera setelahnya, satu pesan masuk di tabletku.

“Ada sesuatu yang ingin kubicarakan. Setelah ini ikuti aku sebentar…”

Pesan singkat itu adalah intruksi dari Chabashira-sensei.

Tak lama setelah Chabashira-sensei meninggalkan kelas, aku berdiri mengikuti


arus pergi ke toilet.

Keunggulan duduk di kursi dekat koridor adalah tak ada yang melihat jika kau
pergi.

Di sudut koridor menuju ruang staf, aku melihat Chabashira-sensei berdiri


dengan punggung menghadap ke dinding.

“Jarang sekali aku dipanggil dengan cara ini… Apakah ada kebutuhan
mendesak?”

Untuk sesaat kukira terkait absennya ketiga siswi di kelas, tapi sepertinya bukan
begitu.

“Ya itu benar. Ada hal yang harus kusampaikan padamu. Ini tentang Sakura…”

“Tentang Airi?”

Arakiyota
Sudah beberapa lewat sejak Airi meninggalkan sekolah ini dan waktu telah
berlalu.

Apa ada kata-kata untuk diucapkan padaku lagi sekarang?

“Tentu saja, ketika dia didropout, sekolah melakukannya dengan prosedur.


Penataan barang bawaan, pengumpulan poin pribadi. Yah.., hal-hal lain yang
diperlukan seperti itu … kau tahu semacam pasca penanganan prosedur
tersebut…”

Meskipun ekspresi wajahnya lugas, kata-katanya agak ambigu.

Apa itu karena perasaan berkurangnya 1 siswa dikelasnya kah?

“Pada dasarnya barang yang dibeli di fasilitas sekolah adalah milik siswa, jadi
terserah siswa tersebut mau diapakan. Mau ditinggalkan atau dibawa itu tidak
jadi masalah. Penerimaan resmi pendropout’an dilakukan di ruang staf.., tapi
sebelum itu ada satu hal yang tak terduga terjadi…”

“Satu hal yang tak terduga?”

“Setelah ujian khusus suara bulat, kami menemukan bukti Sakura menggunakan
5000 poin pribadinya. Yah bisa dibilang penanganan terhadap hal itu tak dapat
diputuskan.”

“Bukankah siswa yang didropout, poin pribadinya akan disita?”

“Benar… Tapi seperti yang tadi kubilang, hal tersebut mungkin kalau pertama-
tama penerimaan resmi sudah selesai dilakukan. Tetapi.., pihak sekolah juga
berpikir ini adalah suatu hal yang sangat abu-abu… Misalnya seperti dengan
tidak mengakui tindakan mentransfer poin pribadi kepada siswa tertentu…”

“Yah saat pendropout’an sudah diputuskan dan semua poin pribadi sudah
ditransfer, tentu saja akan jadi masalah. Tapi apa Airi mentransfer 5000 poin
pribadinya pada seseorang?”
Arakiyota
“Tidak bukan begitu… Sakura───”

Aku diberitahu cara menggunakan poin pribadi yang tak terduga tersebut.

Ketika menerima penjelasan, disaat yang sama, aku menyadari kasus ini
bukannya tidak ada hubungannya denganku.

“───Karenanya sebagai orang yang terlibat aku memanggilmu… Tentu saja tidak
berkewajiban untuk menanggung masalah ini. Jika kau menolak, biar aku yang
mengurusnya…”

Tindakan Airi itu terjadi tak lama setelah pendropout’an sudah dipastikan.

Berpegang pada jawaban berdasar firasat, aku memutuskan apa yang harus
dilakukan.

“Bukan jumlah poin yang besar juga.., biarkan saja seperti itu…”

“Itu berarti kau yang akan membayar gantinya begitu?”

“Tidak masalah kan?”

“Ya… Karena itu poin pribadi demi kenyamananmu.., pihak sekolah tak
melihatnya sebagai bentuk pelanggaran…”

“Aku mengerti.”

Chabashira-sensei sebagai guru mengkonfirmasi bahwa hal tersebut tak akan


menjadi masalah.

“Satu hal yang inginku tanyakan… Apa ini juga ada hubungannya denganmu…?”

Chabashira-sensei bertanya dengan tatapan seakan mencari tahu.

Arakiyota
“Tidak, sensei salah. Di waktu yang terbatas mungkin hanya itu pemikiran yang
Airi simpulkan…”

Tentu saja, aku sendiri belum tahu detailnya, tetapi seiring berjalannya waktu,
jawabannya akan datang dengan sendirinya.

“Yah bagaimanapun, meski tak seberapa merupakan kabar baik untukku dengan
masalah pertama bisa diselesaikan. Mengingat situasi kelas sekarang, tak selalu
merasa senang terhadap situasinya kan…”

Sosoknya sebagai wali kelas yang mengkhawatirkan kelas benar-benar tak


cocok…

“Apa-apaan matamu itu?”

“Tidak apa kok… Seperti yang Sensei bilang, keadaan kelas sedang tidak stabil.
Aku bermaksud menstabilkan beberapa dari mereka dengan paksa.., tapi
tampaknya tak dibutuhkan…”

“Apa maksudmu?”

“Untuk sekarang tolong diawasi saja… Penampilan setiap siswa yang tumbuh
berkembang…”

Chabashira-sensei agak tak menerimanya, tapi dengan tenang dia mengangguk.

Arakiyota
Jalan Yang Tak Terhindarkan

Kuulangi lagi.., tapi sebelum menghadapi beberapa kesulitan kelas di saat yang
sama, ada yang perlu digaris bawahi…

Pemimpin tak boleh hanya menjadi pengamat di saat keadaan kelas mulai
berkarat di sana-sini…

Dia mungkin berpikir ingin menyelesaikan semuanya sendiri. Memikirkan


sesuatu yang bisa dilakukan bukanlah perasaan yang buruk, tetapi jika itu
adalah sesuatu yang menyimpang dari kemampuanmu, itu hanya sebuah
idealisme. Tidak, walaupun memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah
tersebut, ada saat dimana kau tidak dapat menanganinya sendiri. Yang
dibutuhkan sekarang adalah mengandalkan temanmu. Kemudian, saling
koordinasi di saat yang sama menemukan jalan yang tepat… Dari akhir pekan
hingga hari ini, aku belum melakukan sesuatu yang konkret untuk membantu
permasalahan kelas.

Setelah melihat-lihat berita hari ini di ponsel, aku memutuskan untuk beranjak
pergi dari kursiku sedikit lebih lambat dari siswa yang pergi bermain sepulang
sekolah…

Laki-laki yang menunggu timing itu.., tergesa-gesa mengejarku.

Aku sudah menduga kalau dia tidak sabaran dan tak kunjung mendapat
petunjuk untuk solusi permasalahan kelas, maka dia akan menghubungiku…

“Ano Kiyotaka-kun…. Bisakah kau meluangkan waktu malam ini? Ada sesuatu
yang ingin kudiskusikan…”

Selagi sedikit khawatir tentang lingkungan sekitar.., dia mendekat dan berbisik
berkata begitu…

Arakiyota
“Malam ini aku ada rencana untuk bertemu dengan Kei… Apa tidak bisa
sekarang?”

Sebenarnya tidak ada rencana untuk bertemu dengan Kei, tapi aku berbohong
untuk melihat reaksinya.

“Itu…”

Tentu saja dia tidak akan bilang ‘ya’…

Yousuke yang melakukan kegiatan klub, tentu tidak memiliki waktu luang segera
setelah pulang sekolah.

Saat festival olahraga hampir tiba, kegiatan klub akan dihentikan sementara,
jadi dia ingin ikut serta sebaik mungkin sekarang.

“Cuma bercanda… Aku akan bicara pada Kei. ‘Kencannya lain kali saja’ gitu…”

“Te-terima kasih…”

“Untuk berjaga-jaga kukonfirmasi sekali lagi… Ada sesuatu yang ingin kau
konsultasikan.., benar?”

Aku tahu itu, tapi aku sengaja menanyakannya lagi. Tanpa merasa ada yang
aneh, Yousuke mengangguk.

“Un… Aku merasa perlu untuk bertindak lebih dulu…”

“Begitukah… Yah bagaimanapun jika tak masalah di kamarku, kapan waktu


malamnya itu kusarankan padamu…”

Arakiyota
Mendapat balasan baik, seperti anak kecil yang mengundurkan pipinya Yousuke
tersenyum.

“Jika memungkinkan, akan sangat membantu kalau Karuizawa-san juga ikut


hadir.., gimana?”

“Kei juga? Tentu dia akan senang kalau ikut.., tapi bukankah nanti akan
mengganggu?”

“Ada beberapa hal yang harus diselesaikan, dan aku ingin meminta
bantuannya…”

Tanpa keberadaan Kei yang memiliki jaringan informasi tentang kelompok


perempuan, itu sangat berbeda.

Apa yang Yousuke coba lakukan, tanpa mendengarnya pun aku tahu.., itu
tentang masalah Kushida, Shinohara dan Haruka.

“Kalau begitu.., apa tidak apa kalau sekitar jam 19.30?”

“Tidak masalah, tanpa telat aku akan datang…”

Saat tersenyum gembira sampai matanya tertutup, Yousuke berjalan lebih cepat
menuju tempat kegiatan klubnya.

Jika seseorang memiliki masalah, segera hubungi orang yang dapat membantu.

“Ini masalah nomer 2 di kelas kah..”

Tentu.., mau bagaimana lagi….

Sampai sekarang, selama aku yang dimintai bantuan ketika Yousuke dalam
masalah, hal semacam ini tidak bisa dihindari…
Arakiyota
Tidak mudah untuk menghancurkan apa yang telah dibuat, tetapi ini adalah
jalan yang tak terhindarkan…

Nah… Untuk sekarang aku akan menghubungi Kei untuk datang ke kamarku
sekitar jam 19.30 kah…

Saat itu jam setengah 6 sore ketika aku pulang dan dengan tenang menunggu
Yousuke. Aku mendapat notifikasi di ponselku.

“Boleh tidak aku main ke kamarmu sekarang?”

Sebuah pesan dengan stiker kucing lucu terkirim dari pacarku Kei…

Ini cukup cepat.., mengingat janji pertemuan dengan Yousuke sekitar jam
setengah delapan malam…

“Sekalian makan bareng yuk!”

Sebelum aku sempat membalasnya, pesan tambahan terkirim.

Rupanya Kei punya motif lain untuk makan malam bersama.

Menanggapi ajakan Kei yang seperti itu, aku hanya membalas pendek.., ‘aku tak
keberatan’.

“Karena sudah begini.., aku harus membuat masakan apa ya…”

Aku bisa saja mengeluarkan makanan sisa kemarin.., tapi membuat makanan
yang cepat dan disukai Kei itu berarti…

Saat aku membuka kulkas dan menatap isinya.., bunyi bel terdengar.

Arakiyota
Begitu membuka pintu depan, aku melihat Kei tersenyum cengar-cengir di
wajahnya.

Meskipun sedikit terkejut, aku perlahan-lahan mengajaknya masuk tanpa


terburu-buru. Dengan hubungan kami yang terbuka sekarang, sangat bagus
untuk tak perlu khawatir saat memasuki ruangan.

“Cukup cepat juga ya…”

Sambil melepas sepatunya, Kei masuk ke kamar dengan gerakan yang seakan
sudah terbiasa.

“Yah itu karena aku menghubungimu, tepat sebelum naik lift…”

Tampaknya keperluan Yousuke itu dianggap keperluan kedua.., Kei memang


berencana untuk berkunjung ke kediamanku kah.

Aku berhenti sejenak untuk mempersiapkan makanan, lalu duduk di lantai dekat
meja bersama Kei.

“Karena akhir-akhir ini sering datang ke kamar Kiyotaka, aku jadi terbiasa seakan
ini kamarku sendiri…”

“Yah itu bagus.., tapi sebaliknya aku tak pernah dipanggil ke kamarmu Kei…”

“E-e, eeh? Itu agak memalukan… Yah, tapi nanti aja ya kalau perasaanku udah
siap!”

Dia tidak menjawab ya dengan jujur, tapi pasti ada berbagai keadaan ketika
datang ke kamar seorang gadis.

Lebih baik tidak mempertanyakannya secara mendalam.

“Oh ya omong-omong, apa gadis-gadis di sekitar Kei mengatakan sesuatu


tentang hubungan kita?”
Arakiyota
“Gadis-gadis? Sedikit mengejutkan aku bertanya-tanya apa mereka pada
menerimanya ya… Malah bisa dibilang.., ah lupakan saja…”

Apa yang coba dia katakan itu suatu yang ambigu. Karena agak penasaran, jadi
kuputuskan untuk bertanya…

“Kenapa?”

“Tidak, kau tahu? Untuk sementara dikalangan umum ada merek bernama
Hirata Yousuke kan… Banyak yang bilang ‘bukankah itu sia-sia’ gitu…”

Jadi begitu ya… Mereka tidak mengerti kenapa Kei berpaling memilih pria tak
ber-merek sepertiku kah…

Tentu saja, tidak mengherankan kalau pertanyaan blak-blakkan seperti itu


datang saat aku dan Yousuke dibandingkan pada obrolan mereka.

“Dalam arti tertentu, aku terkena dampak buruk akibat hal itu. Cerita dimana
aku yang seharusnya mutusin Yousuke-kun, berbalik seakan sebenarnya aku
yang diputusin…”

Jika laki-laki yang dipilih berikutnya adalah laki-laki tanpa merek, tak dapat
dihindari kalau muncul pemikiran seperti itu.

“Tapi itu hanya sebagian saja kok… Evaluasi Kiyotaka akhir-akhir ini terus
meningkat seperti Anago yang terus memanjat…”

“Itu mah Unagi kali… Apa-apaan cara pengucapan yang salahmu itu?”
(Tln: Unagi itu hidangan ikan sidat air tawar, sedangkan Anago itu hidangan ikan sidat air
asin)

Aku meragukannya bahwa itu sampai dilevel yang disengaja.., tapi Kei hanya
tertawa cengar-cengir…

Arakiyota
“Bahkan begitu doang pun aku tahu kok…”

“Guru pribadimu itu pasti sangat luarbiasa ya…”

“Aku sungguh selalu berterima kasih Sensei… Berkat les privat rahasia itu,
nilaiku jadi meningkat…”

Kei yang kemampuan akademiknya meningkat sedikit demi sedikit, telah


meningkatkan kemampuan akademiknya menjadi C, 48 pada OAA diawal
September ini.

Itu berarti dia akhirnya telah memperoleh pengetahuan sebagai siswa di tingkat
rata-rata.

Setelah melakukan obrolan Konyol itu beberapa menit, aku kembali berdiri
melangkah menuju kulkas.

“Aku berpikir membuat omurice.., mau makan enggak?”

Saat aku bertanya begitu.., Kei membalas dengan luapan suara bergembira.

“Mau! Mau! Saus tomatnya tolong buat rasanya agak kuat ya, Chef…”

Ini bukan pertama kalinya aku menyajikan masakan buatanku untuk Kei.

Sejak kami mulai berpacaran, aku memiliki kesempatan untuk menyajikannya


makanan di kamarku secara berkala.

Sampai saat ini, Kei belum menunjukkan sedikit sikap untuknya memasak
sendiri.., tapi itu tidak apa-apa.

Jika ingin memasak, ya tinggal masak saja.., mau laki-laki atau perempuan tak
ada perbedaan gender untuk melakukannya.

Arakiyota
Aku tidak membenci untuk memasak, Kei juga dengan senang hati memakan
masakanku.

Kei yang suka berbicara, memeriahkan suasana pada aku yang tak pandai
berbicara… Dengan saling mendukung satu sama lain begitu.., menciptakan
keseimbangan dalam hubungan kami.

Dari kulkas aku mengeluarkan telur, saus tomat, daging ayam dan mentega.
Dengan mengeluarkan salad oil dari rak, aku siap memasak. Mengekuarkan nasi
beku lalu mulai mencairkannya dalam microwave. Sementara itu aku
menyiapkan bawang. Sebenarnya aku ingin menambahkan wortel tapi
sayangnya stok wortelku habis. Lalu saat meletakkan bawang di talenan dan
mengambil pisau, aku merasakan kehadiran seseorang di belakang. Kei
mendekat, berhenti seketika tepat di belakang punggungku.

“Apa yang kamu lakukan?”

Karena sedikit berbahaya, aku berhenti bergerak dan hanya bertanya padanya.

“Cuma melihat gimana keadaannya aja kok…”

Jawab Kei.., tapi karena dia menempel belakangku, itu bukan tempat untuk
melihat keadaan dimana aku sedang memasak.

“Kamu bisa mengabaikanku… Aku cuma diam melihat doang…”

“Oh.., Baiklah.”

Seperti yang Kei katakan, untuk saat ini aku melanjutkan masaknya. Di talenan
aku memotong bawang menjadi kotak dadu sekitar 5mm. Selama proses
mengerjakan hal itu, Kei tetap menempel di punggungku tanpa sekalipun
menjauh. Kali ini pada aku yang menaruh pisau untuk memecahkan telur, pada
saat itu, Kei mengarahkan tangannya ke pinggangku lalu memelukku.

“Kali ini apa yang kamu lakukan?”


Arakiyota
“Hmm? …. Cuma lihat keadaannya doang…”

“Tak terlihat cuma lihat keadaan doang sih? Ini malah tindakan sabotase…”

Tak sampai buatku waspada, tapi hal ini menurunkan efisiensi memasakku.

“Aah~ Betapa bahagianya… Apa ada hal membahagiakan lain selain ini?”

Bergumam singkat, lengannya dengan erat nemelukku lebih kuat lagi.


Kelihatannya dia terlihat sangat senang.

“Kebahagiaanmu murah juga ya… Apa tak ada kebahagiaan yang lebih hebat
lainnya? Seperti membeli apa yang diinginkan atau menonton acara TV yang
ingin ditonton…”

“Itu sama sekali tak cukup untukku bahagia…”

“Yah aku kan cuma mengatakannya secara spontan, tapi sebenarnya ada yang
lainnya kan?”

“Un… Enggak ada. Ada pun, aku enggak butuh. Kebahagiaan ini saja aku sudah
cukup senang…”

Yah kalau dengan hal ini saja sudah membuatnya senang, aku tak akan
mengatakan apa-apa lagi.

“Bisakah aku melanjutkan memasaknya?”

Aku merasa agak tak nyaman kalau melanjutkan masak dengan posisi ini.

“Eh~ Gimana ya~”

Saat aku menoleh padanya, dia hanya tersenyum balik menatapku.

Arakiyota
“Aa ah aku ingin hadiah yang bisa membuatku tenang~”

“Di kulkas ada coklat…”

“Booo~ Bukan itu maksudnya.., tapi entah kenapa jadi agak melenceng. Yah..,
itu Kiyotaka sekali sih… Kalau begitu aku akan menunggu dengan tenang~”

Mungkin didalam perasaannya dia sudah merasa senang, Kei menjauh lalu
duduk menunggu di tempat tidurku.

Baiklah.., untuk sementara waktu sepertinya aku bisa berkonsentrasi membuat


omurice.

Selagi menunggu makanan siap, Kei bermain ponsel dan menonton TV secara
bergantian, lalu setelahnya kami berdua makan di meja dan menyelesaikan
makan malam sedikit lebih awal dari biasanya.

“Oh ya omong-omong, ini tentang Shinohara-san…”

Aku tak secara khusus membicarakannya, tapi untuk memulai pembicaraan, Kei
mengatakan itu.

“Memang aku yang salah sih.., tapi kasus terbongkarnya rahasia itu benar-benar
berefek… Dia sampai tak mau mendengar apa yang ingin kukatakan.”

“Yah itu wajar saja…”

Rupawan tidaknya seseorang itu beda-beda tergantung selera dan penilaian


terhadap orang tersebut, namun secara umum orang yang dianggap superior
membuat pernyataan merendahkan orang yang inferior. Hal itu sendiri bukan
suatu peristiwa yang langka, melainkan cerita yang ada di mana-mana.

Sebaliknya, tidak ada niat jahat dibaliknya, malah kebanyakan hanya


mengatakan apa yang dipikirkannya saja.

Arakiyota
“Apa Kei membenci Shinohara?”

“Aku sama sekali tidak membencinya kok… Shinohara-san itu gadis yang
menarik, maksudku dia gadis populer yang bisa memeriahkan suasana.”

“Begitu ya.., Jadi itu sebabnya secara tidak sadar dia tertarik pada Ike…”

“Ya mungkin… Menyakitkan kalau ditanya, sambil tertawa dia bicara…”

Memiliki niat menyesal kah, dia bergumam sedih.

“Apa kamu membenciku karena mengatakan sesuatu yang jahat pada orang
lain?”

“Itu seperti orang lain berbicara buruk pada orang lain. Aku sendiri tidak
menyangkalnya. Meski standarnya beda, lebih sulit menemukan orang yang
tidak pernah berbicara hal-hal buruk tentang orang lain.”

Kakak kelas di eskulku banyak yang mengintimidasi, aku tak suka. Aku benci
guru yang sok sombong. Tak masalah bila mempunyai 1 atau 2 ngedumel
seperti itu.

Mengatakan hal buruk tentang penampilan atau kemampuan akademik


seseorang, memang ada beberapa aspek berlebihan tentang hal itu.., tapi yah
tak mengherankan kalau hal tersebut diucapkan oleh manusia.

“Tapi pada dasarnya mengejek orang sampai terdengar oleh orang yang diejek
itu harus dihindari ya…”

“Iya ya…”

“Pengecualian dalam pengecualian, kalau rahasia yang bocor dari Kushida itu
hal yang membuat shock. Dengan membicarakannya dengan seseorang, itu
berarti ada resiko rahasia yang dibicarakan bisa bocor…”

Arakiyota
Bocoran rahasia dari Kushida itu adalah tentang memperolok penampilan..,
tentu saja hal itu sangat menyakiti hati Shinohara.

Tidak hanya itu. Seorang teman baik yang tak memiliki kesan buruk terhadap
Shinohara, Ike yang merupakan pacar Shinohara, dan teman-teman Ike yang
lain, tentu saja mereka tidak menyukai Kei.

Selanjutnya, Shinohara dan teman-temannya mungkin kali ini yang berbicara


buruk pada Kei, Matsushita, dan Mori dengan kata-kata yang lebih mencolok.

Sekali saja rantai negatif mulai menjalar, perlu upaya yang cukup besar untuk
memutuskannya…

“Lalu? Kau tidak hanya merasa bersalah doang kan… Jadi ada apa?”

Aku sudah menerima penjelasan singkat dari Matsushita, tapi aku juga perlu
mendengar penjelasan dari Kei sendiri.

“Beberapa kali aku berusaha meluruskan kesalahpahaman.., ah bukan itu sih,


tapi aku yang benar-benar menyakitinya.., berusaha menyelesaikan masalah
dengan saling berbicara. Sampai saat ini aku merasa seperti dia tidak bisa
didekati…”

“Tidak bisa didekati kah…”

“Ya itu.., itu.., dia sengaja kan?”

Sepertinya aku salah mengira. Yah tampaknya Kei dan yang lainnya berusaha
memperbaiki hubungan yang rusak dengan Shinohara.

“Jadi menurutmu bagaimana cara kami berbaikan?”

“Apa kamu bertanya padaku?”

“Tentu saja bukan? Jika itu Kiyotaka pasti bisa memikirkan strategi bagus…”
Arakiyota
Tampaknya sejauh ini belum ada cara terobosan yang terpikirkan, tapi Kei juga
memiliki masalah yang sama dengan Yousuke.

“Aku baru mau memikirkannya sekarang. Beri aku sedikit waktu…”

Untuk saat ini, kukatakan begitu untuk menunda jawabannya.

“Ano.., ini topik yang berbeda… Apa boleh aku bertanya sesuatu hal yang
aneh?”

Kudengar tanpa menghentikannya, Kei mendongkak sambil bertanya dengan


rasa penasaran di wajahnya.

“Saat ujian khusus suara bulat, Kiyotaka menjadikan OAA sebagai dasar kan?
Jika───”

Saat matanya bertemu mataku, Kei menghentikan perkataannya.

“Ah enggak jadi… Bukan apa-apa…”

“Jika OAA-mu berada diperingkat paling bawah.., apa kamu penasaran apa yang
akan aku lakukan?”

Suatu yang sangat mudah dimengerti itu, membuat Kei melebarkan matanya.

“Seperti yang sudah kukatakan saat apa yang terjadi pada Ike, jika nilanya sama,
perbedaannya ada pada di jumlah teman yang banyak. Jadi tak akan sampai
didropout…”

“Kalau begitu, bagaimana jika aku tak punya teman? Bagaimana jika kastaku di
kelas itu rendah?”

Perasaan cemas yang meluap membuatnya melontarkan pertanyaan dengan


cepat.
Arakiyota
“Diskusi ini tak ada gunanya. Jika berbicara dengan asumsimu itu, orang
bernama Karuizawa Kei akan menjadi orang yang sepenuhnya berbeda. Kalau
begitu, seharusnya hubungan aku dan Kei tidak berkembang sampai sejauh ini.”

“Itu.., begitu ya… Ya mungkin benar adanya. Tapi misal.., aku yang menjadi
orang yang berbeda, dan tidak berpacaran dengan Kiyotaka apa aku akan
didropout?”

Mengerti bahwa itu adalah diskusi yang tidak ada gunanya, namun Kei tidak bisa
untuk tidak mendengarnya.

“Jika yang dibicarakan soal kemampuan, ya maka itu yang terjadi…”

“Uu…”

“Bukan berarti aku tak tahu kalau perasaanmu terluka, tapi itu bukan dirimu. Itu
benar-benar orang lain yang berbeda. Karena dibully kamu tersakiti, di SMA
kamu membalikannya dengan menetapkan pendirian untuk menjadi seorang
gadis yang memiliki status. Memanfaatkan Yousuke, lalu bertemu dan
berpacaran denganku… Itulah Karuizawa Kei kan…”

Setelah kujawab sejauh ini.., Kei cemberut jelas tak menerimanya.

“‘Bagaimanapun kamu, aku akan tetap melindungimu’, itu adalah jawaban yang
benar Kiyotaka…”

“….Begitu ya.”

Kei ingin aku mengatakan, aku tetap akan melindunginya meskipun dia tidak lagi
menjadi dirinya sendiri.

Aku belajar kalau tentang hal tersebut penjelasan logis tak diperlukan.

Arakiyota
Untuk membuat suasana hatinya membaik, aku memberi gestur pada Kei untuk
berbaring di pangkuanku, lalu mengelus-elus kepalanya.

Setelah beberapa menit meringkuk di pangkuanku layaknya seekor kucing, Kei


membuka mulutnya dengan posisi yang sama.

“Ne Kiyotaka. Menurutku tidak apa-apa kalau kamu mengeluarkan Sakura-san.


Kiyotaka tidak melakukan sesuatu yang salah. Tetapi keputusan Horikita-san
untuk mempertahankan Kushida-san apakah pilihan yang tepat? Dia pasti jadi
penghalang kan?”

Kushida Kikyou, pelaku yang membuat retakan di kelas. Kei merasa kerugian
karena Kushida tidak didropout dari sekolah itu sangat besar. Ini juga bukan
suatu hal yang tak biasa, sebuah reaksi yang wajar.

Setiap orang memiliki keraguan. Meskipun memilikinya, mereka tidak dapat


dengan mudah berbicara ketika waktu semakin mepet. Dan pada akhirnya
berpikir, tak masalah asal diri mereka sendiri baik-baik saja. Sekitar 2 hari
setelah ujian mungkin waktu di mana teman sekelas kehilangan antusiasnya.
Beberapa orang bertanya-tanya apakah ini pilihan yang tepat, sementara
beberapa orang lain merasa bersyukur bukan dirinya yang didropout. Dan
beberapa lagi ada yang takut, mungkin saja di lain waktu dirinya sendiri yang
akan dipilih untuk didropout.

“Sesuatu yang ada pada Kushida tapi tak ada pada Airi.., apa kamu tahu?”

“Eh? Akademik dan bidang olahraga kan? Kushida-san itu sangat hebat.., dia
bisa melakukan apapun dengan terampil kan…”

“Yah di depan yang terlihat memang begitu… Tapi hal terpentingnya bukan di
situ…”

“Apa maksudnya?”

Arakiyota
“Kemungkinan Kushida menjadi kepingan yang akan membangkitkan Horikita
Suzune sebagai pemimpin… Bagi Horikita sosok yang bisa dipanggil sebagai
patner bukan Yousuke maupun Kei melainkan Kushida…”

“Kushida-san…?”

“Mungkin Horikita sendiri masih belum sepenuhnya mengerti. Di situasi sulit di


mana tak ada waktu lagi, dia hanya percaya pada intuisinya saja.”

“Jadi itu yang ada pada Kushida-san tapi tidak ada pada Sakura-san kah…”

“Perspektif yang hanya dipunya Kushida, pemikiran yang hanya dipunya


Kushida, pernyataan yang hanya dikeluarkan Kushida. Ini adalah unsur-unsur
yang dapat ditunjukkan terlepas apakah itu dari orang populer atau bukan. Dan
hal tersebut akan meningkatkan kemampuan Horikita.”

Meskipun mengerti sampai batas tertentu, tapi Kei sendiri mungkin tidak yakin.

Apakah itu reaksi yang wajar juga? Itu adalah masa depan yang tak pasti.

Hanya teori praktis dengan asumsi bahwa Horikita yang membuat pilihan yang
tepat.

“Dia pasti paham kalau dibenci oleh Haruka dan teman-teman dekat lainnya.
Namun hasilnya tidak keluar sehari atau dua hari. Tidak ada pilihan selain
mengawasinya dengan hangat.”

“Tapi bukankah Kiyotaka dibenci oleh Hasebe-san kan?”

“Iya…”

Sulitnya mencapai suara bulat dalam situasi di mana waktunya sudah mepet.

Tidak peduli berapa banyak Horikita menyebut nama orang lain, hampir tidak
mungkin voting dapat mencapai suara bulat.
Arakiyota
Dan berkurangnya poin kelas adalah kenyataan yang tidak dapat diterima.

Jika hal itu terjadi, tidak ada cara yang bisa membantu selain aku bergerak.

“Hasilnya.., kesimpulannya.., sangat mudah menjawabnya kalau cuma ngomong


doang… Tapi tidak bisa melakukannya adalah kenyataan…”

“Horikita-san yang dimaksud?”

“Misalkan di depannya ada halang rintang dengan ketinggian yang sangat sulit
untuk bisa dilompati atau tak bisa dilompati. Jika dia mencoba lalu gagal,
mungkin tidak dapat melompat dan hanya terjatuh begitu saja, kakinya mungkin
keseleo, atau kalau tidak beruntung, tulangnya patah.”

Bayangkan situasi dimana kemampuanmu sendiri terhalang rintangan dijalan


yang telah dipilih.

“Menurutmu apa yang harus dilakukan untuk benar-benar mengatasi rintangan


tersebut?”

“Eh? Umm… Banyak-banyak latihan sebelum melompat?”

“Kalau tak bisa latihan gimana?”

“Itu ya.., satu-satunya cara cuma langsung melompat di saat itu juga kan? Tak
ada pilihan lain kan…”

“Ya itu sama dengan situasinya sekarang. Horikita tidak bisa berhenti berlari dan
mencoba melompati rintangan di depannya…”

“Apa itu berarti, Horikita-san akan gagal dalam tantangan itu dan tersungkur?”

Arakiyota
“Tidak, dia hanya melompat dan menabrak rintangan. Seberapa parah
cederanya, apakah dia akan tersungkur? Dan apakah dia akan baik-baik saja
atau terluka parah? Hal itu belum diputuskan…”

Mudah untuk menghindari rintangan itu. Kau tidak perlu melompat, hanya perlu
mengubah trek berlarimu saja.

Di bagian itulah yang membuatku ingin lihat pada Horikita.

Suatu hal yang tak pernah terpikirkan olehku saat memasuki sekolah ini.., sekali
lagi membuat berpikir anehnya diriku ini.

“Jadi begitu ya… Tapi aku masih tidak menerima keputusan Horikita-san. Dia
juga udah ingkar janji… Terlebih dia juga mengatakan akan melindungi Kushida-
san…”

Memang benar ada unsur pengancaman, tapi kelas Horikita yang terlalu
penurut itu benar adanya.

Dengan melemparkan pertanyaan pada masalah ini, kau tahu kalau


keselamatanmu sendiri tidak terjamin. Tentu kepercayaan pada Horikita akan
dengan kuat menurun, tapi itu tergantung pada ujian khusus mendatang untuk
memperolehnya kembali. Dengan syarat Kelasnya terus mendapat pencapaian
dengan tujuan mendekati Kelas A.

Selagi berbincang-bincang begitu, waktu tak terasa sudah sekitar jam 7 malam.

Aku membereskan piring makan kami lalu pergi ke dapur untuk mencucinya
sekarang.

“Hei~ Hei~ Di sini aja.., ayo ngobrol bareng~”

“Nanti aja ya… Aku mau mencuci piring dulu…”

“Eh…? Kalau gitu nanti keburu jam setengah delapan dong…”


Arakiyota
Ketika Yousuke datang, diskusi dimulai, jadi Kei mengeluhkannya.

Mengabaikan perkataannya, aku mulai mencuci.

Setelah beberapa saat dia diam, mungkin karena tak bisa menahannya, Kei
mulai meminta tuntutannya lagi.

“Ayolah, ayolah… Ke sini jangan ragu-ragu… ya.., ya…”

Sambil berkata begitu, Kei menepuk *pompon di kasurku tiga, empat kali
dengan telapak tangannya.

“Yaudah deh───”

Aku ingin mencuci piring sebelum Yousuke datang.., tapi aku menyerah.

Saat aku duduk di tempat yang ditentukannya, Kei dengan perasaan gembira
*poke-poke menekan pipi kananku dengan jari telunjuknya.

“Kulitmu halus.., bahkan untuk anak laki-laki lain itu kurang ajar… Kamu pakai
apa?”

“Cuma lotion wajah doang…”

Mengingat beban pada kulit remaja, kupikir perawatan lebih lanjut pada
dasarnya tidak perlukan.

“Hmmm….”

Meskipun sudah mengerti, sebenarnya dia tidak peduli tentang hal itu.., dia
hanya ingin menyentuhku dengan tak henti-hentinya mecolek pipiku.

Pada dia yang seperti itu, aku meraih tangan Kei lalu menciumnya.

Arakiyota
Kei hanya tertawa malu.., kupikir dia akan terkejut, tapi sebaliknya dia seperti
menunggu ciuman dariku.

“Hari ini sejak datang ke kamarmu, aku sudah menunggunya lho…”

“Ah jadi begitu ya…”

Harus kukatakan aku masih naif untuk membaca hal-hal sekitar itu ya…

Kemudian, di situasi yang hampir sunyi, kami berulang kali saling menempelkan
bibir.

Rasa ciuman berulang yang kami lakukan adalah rasa omurice.., itu pengalaman
yang agak tidak biasa.

“Suka….”

Dengan aku memeluk lembut Kei yang juga memelukku, suasana akan di
kelilingi oleh keheningan yang tenang.

Itu bukan waktu yang canggung, tapi waktu yang menyenangkan.

Berapa menit lagi kami saling berpelukan ya?

Seperti memecah kesunyian, bel ruanganku berbunyi.

Kei yang secara tiba-tiba ditarik kembali ke dunia nyata, berusaha menahan rasa
malunya dan dengan panik mengambil jarak.

Pintunya terkunci, jadi tak perlu untuk merasa panik tapi yah … aku mengerti
perasaannya.

Beberapa saat setelah Kei menenang, kami berdua menyambut Yousuke.

Yousuke datang ke kamarku masih mengenakan seragamnya.


Arakiyota
“Setelah kegiatan klubku selesai, aku pergi dulu ke Keyaki Mall dengan kakak
kelas…”

Kata Yousuke melaporkan kepada kami yang memperhatikan dia yang masih
mengenakan seragam.

“Selamat datang.., silahkan masuk…”

Yousuke tersenyum senang saat melihat Kei mengundangnya masuk seakan


bersikap seperti ini kamarnya sendiri.

Karena sudah mengawasi Kei sejak awal masuk ke sekolah ini lebih dari siapa
pun, Yousuke merasa sangat senang setelah melihat keceriaan dan penampilan
Kei yang tulus saat ini…

“Permisi…”

Setelah menata sepatu dengan rapih, memasuki kamarku dan saat Yousuke
duduk, aku menyajikan teh untuknya.

“Terima kasih…”

“Jadi apa yang ingin kau konsultasikan?”

Tidak ada gunanya untuk menahan diskusi lebih lama.., jadi aku langsung
memulai untuk Yousuke bisa berbicara dengan mudah.

Tentu saja aku sudah tahu semua hal yang ingin dia bicarakan.

“Un.. Ini tentang kelas. Karuizawa-san mungkin mengetahuinya dengan baik.


Kupikir memasuki festival olahraga seperti ini bukankah keadaannya malah
mengkhawatirkan? Khususnya perempuan, akan sangat sulit untuk mereka
saling berkoordinasi…”

Arakiyota
Menunjukkan kalau di bagian itu, Kei yang lebih tahu.., Yousuke menoleh
padanya.

“Tadi aku sudah berbicara dengan Kiyotaka tentang Shinohara-san. Sejujurnya


masalah ini sudah di level memikirkan bagaimana cara menang acara lomba
lagi…”

Yah itu karena masalahnya sudah di tahap bagaimana cara memperbaiki


hubungan sebagai teman baik.

“…Aku ingin tahu apakah ada ide bagus untuk menyelesaikan masalah ini. Jadi
aku meminta bantuan Kiyotaka…”

Kei yang meminta bantuan dengan cara yang sama seperti sebelumnya,
menoleh ke arah tatapan mataku.

Kalau begitu, tanpa sungkan mari kita bicarakan hal ini…

“Yousuke, sebelum berkonsultasi padaku, apa kau pernah membahas masalah


ini pada orang lain?”

“Eh? Tidak… belum pernah, ini pertama kalinya. Aku merasa tak akan berhasil
kalau sembarang berbicara lalu orang lain tahu aku mencoba memperbaiki
hubungan kelas…”

Suatu yang menggembirakan bila ingin membantu, tapi kalau orang tersebut
tahu kau ingin membantu berbaikan, dikhawatirkan dia akan bersikap waspada.

Ada risiko kesalahpahaman kalau ada sesuatu di balik kata-kata baik yang
diucapkan.

“Kamu juga kah?”

“Cukup yakin perlu intruksi darimu…”

Arakiyota
“Kalau gitu, bila kedepannya ada masalah, aku ingin orang pertama untuk kalian
minta bantuan itu adalah Horikita.”

“Tapi.., Horikita-san sudah sibuk berususan dengan masalah Kushida-san.


Menurutku mendiskusikan masalah teman sekelas itu───”

“Lalu kalau aku sibuk berurusan dengan masalah Kushida, apa kau akan
memanggil Horikita?”

“Itu.., entahlah aku ragu. Mungkin aku akan tetap memanggil Kiyotaka-kun…”

Membayangkan hal itu terjadi, Yousuke dengan jujur mengakuinya.

“Horikita-san telah melakukan banyak hal, tapi kupikir Kiyotaka-kun melihat


segala sesuatu dalam gambaran besar dan mampu membuat keputusan yang
tepat.”

“Aku juga akan melakukannya… Maksudku kalau menyerahkannya pada


Kiyotaka, jawaban yang dikeluarkan pasti sempurna…”

“Di ujian khusus sebelumnya aku sudah pernah mengatakan hal yang hampir
serupa. Kalian tidak bisa selalu bergantung kepadaku. Bila ada sesuatu yang
dicemaskan, orang pertama untuk kalian hubungi adalah Horikita.., itu adalah
proses yang harus dilalui.”

“Tapi───”

“Itu akan menjadi beban. Tak ada jaminan solusi bisa ditemukan. Karenanya tak
bisa mengandalkan, tak bisa diandalkan. Apa kalian pikir Horikita bisa menjadi
pemimpin yang sebenarnya? Bagaimana kalau pemimpin kelas seperti Ryuuen,
Sakayanagi atau Ichinose? Bahkan di tengah berurusan dengan kecemasan atau
kekhawatiran kelas, tidakkah kau pikir mereka orang pertama yang
memunculkan elemen tersebut?”

Arakiyota
Yang terpenting itu bisa mengandalkan, bisa diandalkan. Horikita, dan kelas,
pertumbuhan akan berkembang dengan mengulangi keberhasilan dan
kegagalan itu.

“Kegagalan adalah pengalaman. Semua orang menghadapi permasalahan dari


1+1. Horikita memang tidak pada tahap itu.., tapi dari hal pengalaman, dia
masih sangat kurang…”

Sebelum membawa sebuah solusi, mereka tidak boleh melewatkan proses


berdiskusi dalam mencari solusi ini.

“Aku ingin kalian sendiri yang membawa diskusi tentang Horikita yang sudah
sibuk dalam mengatasi masalah Kushida setelah berbicara dengan Horikita
sendiri…”

“Begitu ya… Aku mengerti apa yang kau maksudkan Kiyotaka-kun…”

Mengambil perkataanku dengan serius, Yousuke mengangguk beberapa kali dan


memproses arti dari kata-kata itu di dalam dirinya.

“Pengalaman akan kegagalan memang penting, tapi pengalaman yang dimaksud


bukan nilai dari ujian. Bukan seperti mendapat nilai buruk, lalu membuatmu
berpikir untuk tidak berusaha yang terbaik setelahnya. Pengalaman yang
dimaksud penting ialah yang berhubungan dengan hati para siswa. Jika
hubungan yang retak menjadi hancur karena keputusan yang tak dewasa … itu
adalah masalah yang tidak dapat diubah kan…”

Sepertinya yang diharapkan dari Yousuke, dia memahami bagian ini dengan
baik.

Sepertinya diskusi tidak membawa hanya karena jawaban yang enteng


diberikan.

“Itu keputusan yang tepat. Tapi.., deduksimu masih terlalu naif. Retakan
hubungan persahabatan di kelas memang benar adanya. Yang tadinya teman
Arakiyota
baik sekarang hanya saling menghindar saat berpapasan, bertengkar dan
mengejek dengan kata-kata buruk adalah masalah yang sudah tak bisa diubah
lagi itu juga benar adanya kan…”

Dari mengejek, berbuat jahil, dicuekin, lalu membully dan akan terus meningkat
sampai nantinya akan muncul kasus terburuk.

Tapi, itu kalau masalahnya benar-benar menjadi kasus terburuk.

“Kei… Apa pertengkaran dengan Shinohara sebegitu berbahayanya?”

“Unn… Saat kamu mengatakannya.., yah menurutku pertengkaran kami bisa


memanjang. Karena aku berada di posisi pelaku, sulit bagiku untuk
mengatakannya. Tapi yah tidak ada yang sampai berbuat jahil kok… Kurasa tidak
banyak siswa yang tidak menyukai Shinohara-san.”

Menjadi terlalu serius akan memunculkan kecemasan tambahan. Itu adalah


pandanganku.

“Selain itu, kalian tidak bermaksud membiarkan Horikita sendiri yang


menyelesaikan semua masalahnya kan?”

“Tentu saja… Aku akan melakukan apapun yang bisa kulakukan untuk
membantu…”

“Ya kalau begitu tak apa. Ini adalah perhitungan yang mana sebagian besar hal
dapat diatasi dengan dua orang juga Horikita sebagai pusatnya…”

Namun, kata ini saja tidak akan sepenuhnya menghilangkan kecemasan.

Oleh karena itu, aku akan menambahkan sesuatu yang penting.

“Tentu saja, seharusnya ada sesuatu yang tidak dapat diselesaikan meskipun
sudah bekerja sama dengan Horikita. Pada saat itu, aku juga akan membantu.”

Arakiyota
Jika backup-nya sempurna, baik Yousuke dan Kei dapat bertindak tanpa ragu-
ragu. Keduanya tampak yakin, namun sepertinya masih ada yang Yousuke
cemaskan.., ekspresi wajahnya tidak sepenuhnya jelas. Setelah itu, kami
bertukar informasi sebentar dan menekankan mereka berdua untuk pulang saat
jam 8 malam sudah dekat.

“Ano jika tak keberatan. Bisa aku mengobrol berdua saja?”

Di saat menuju pintu depan untuk pulang, karena menurutnya tidak bisa selalu
seperti ini, Yousuke memulai.

“Oke… Kalau gitu aku pulang duluan ya…”

Kei menjawab Yousuke, yang mengatakan dia masih punya obrolan denganku,
lalu Kei pergi dengan cepat.

Setelah pintu tertutup, Yousuke melihat ke belakang lagi.

“Kiyotaka-kun. Aku akan berbicara tentang masalah kelas dengan Horikita-san


besok. Tapi apa saat ini tidak ada cara yang pasti untuk menyelesaikannya?”

“Sejujurnya, untuk Haruka dan Kushida, aku tidak punya metode yang tepat
untuk bisa menyelesaikan masalah tentang mereka. Aku malah berharap hasil
diskusi kalian yang bisa menyelesaikannya.”

“Itu berarti…. Untuk masalah tentang Mii-chan kau punya.., begitu kan?”

“Kurang lebih. Membutuhkan waktu tapi ada kesempatan. Jika bisa cepat-cepat,
tak perlu untuk menggunakan langkah yang drastis…”

“Langkah yang drastis? Menurutku kalau memang bisa, lebih baik segera
dilakukan saja…”

Arakiyota
Padahal sedang membicarakan gadis yang sedang jatuh cinta padanya, namun
Yousuke tetap menunjukkan reaksi yang sama seperti bersikap kepada yang
lainnya.

“Aku mengatakan langkah drastis, tapi aku sendiri tak merekomendasikannya.”

“Metode macam apa memangnya?”

“Itu.., Yousuke, kau harus menemui Mii-chan lalu menerima perasaannya.”

Yousuke kini menunjukkan reaksi yang tidak pernah dia pikirkan.

“Jika mengatakan ‘sebenarnya aku juga menyukai Mii-chan, berpacaranlah


denganku’ padanya.., dia akan datang ke sekolah…”

Dari dia berbicara ada sedikit perlawanan, tapi hanya itu metode yang bisa
kupikirkan sekarang.

“Kalau bukan Yousuke, aku tidak akan mengusulkan metode ini. Tapi,
menurutku mungkin berhasil, jika itu kau yang pernah diminta berbohong untuk
pura-pura berpacaran dengan Kei.”

Ya memang. Yousuke berkata begitu, tapi ekspresinya tidak ceria.

“Aku dan Karuizawa-san berpura-pura pacaran karena tidak ada perasaan


asmara di antara kami berdua. Ini berbeda dengan berpura-pura menerima
perasaan Mii-chan untuk berpacaran dengannya. Nantinya hanya akan
membuatnya tersakiti.”

“Aku tidak merekomendasikan ide ini, tapi kau salah. Aku tidak tahu sudah di
tahap mana Mii-chan menyukaimu, termasuk dengan siswa perempuan lain
sejak awal masuk sekolah, kau tidak bisa menyangkal perasaan asmara mereka
padamu Yousuke. Maksudku.., harga yang dibayarkan untuk melindungi Kei
dengan pura-pura pacaran, beberapa gadis mungkin tersakiti karena
kebohonganmu itu.., mereka merasa secara tidak langsung ditolak olehmu…”
Arakiyota
“Itu…”

Jika Kei dan Yousuke benar-benar pacaran, itu alasan yang dapat dibenarkan.

Namun, selama tidak begitu, tidak ada perbedaan besar dalam apa yang kita
lakukan, meskipun situasinya berbeda.

“Misal Mii-chan memegangmu, menangis dan memberitahu kalau dia tidak bisa
pergi ke sekolah lagi jika tidak berpacaran denganmu? Bisakah kau menolaknya
dengan berkata tidak?”

Yousuke terdiam… Yousuke mungkin tidak bisa membuat pilihan itu.

“Jika tidak dapat menolaknya, kau hanya punya ada 2 pilihan. Kau bisa
memberitahu, ‘mari kita pacaran walau aku tak menyukaimu’.., atau berbohong
dengan berkata ‘mari pacaran, aku juga menyukaimu’ itu saja…”

Jika cinta sejati tumbuh di dalamnya, mungkin saja untuk mengarah pada
penyelesaian akhir yang terbaik.

“Yah itu…, kupikir tetap tidak harus melakukannya.”

Meskipun dia mengerti apa yang kukatakan, tapi sepertinya aspek perasaan
masih jadi penghalang kah?

“Pada dasarnya ini hanya solusi dengan metode paksaan. Untuk sekarang tetap
membutuhkan waktu, tapi itu baru dalam tahap menaburkan bibitnya…”

“Aku mengerti …. Meski begitu, Kiyotaka-kun sangat kuat ya… Maksudku kau
sedikitpun tidak terlihat terpengaruh pada masalah Sakura-san yang didropout.”

Tidak ada emosi seperti kesedihan atau kemarahan yang terlihat dari Yousuke
yang berbicara pelan.

Arakiyota
“Kalau aku… masih merasakan sensasi saat pendropout’an itu ditanganku…”

Yousuke menundukkan kepalanya, melihat kedua telapak tangannya yang


terbuka.

“Sensasi saat dimana menyentuh tabletku, tak bisa kulupakan…”

Yousuke, yang siang malam berjuang untuk teman-teman sekelasnya, tidak


menunjukkan banyak kelemahan.

Namun Yousuke merasa sangat menderita memposisikan diri di posisi yang


sama denganku karena mendropout Airi.

“Aku tahu apa yang dipikirkan Yousuke saat itu. Tdak mungkin setuju dengan
pendropout’an Airi yang pada ujian itu sama sekali tidak membuat kesalahan
apapun.., tapi kau bertahan…, Padahal sampai akhir bisa saja mengatakan
keberatan.., tapi kau menahan diri untuk tidak mengatakannya.”

Yousuke melalui situasi yang tak masuk akal. Jika dia mengajukan keberatan di
situasi itu, kelas akan mendapatkan kembali ketenangan mereka. Lalu begitu
mendekati time-out, tekanan yang lebih berat menyebar.., sehingga mustahil
untuk kami mencapai suara bulat.

“Kelas kita naik ke kelas A… itulah yang terpenting… sudah kubilang tadi…”

Meskipun di dalam pikirannya dia paham, tapi tetap tidak menerimanya.


Mungkin begitu…

“Hasebe-san, Kushida-san, dan Mii-chan tidak masuk ke sekolah. Sampai kapan


ini akan terus berlanjut ya? Melihat kenyataan bahwa siswa dengan nilai
terendah akan dibuang, kelas penuh dengan ketakutan. Kelas yang cerah sampai
minggu lalu seakan itu adalah kebohongan.., dan masih akan sunyi seperti ini,
kan?”

Arakiyota
Bahkan jika terus bergerak menuju solusi penyelesaiannya, mereka akan
menderita hal yang sama berulang-ulang dan menemukan jawabannya sendiri.

“Aku tahu kau tidak menerima pilihan yang aku dan Horikita putuskan. Tapi,
mau tak mau hanya bisa menerimanya. Tidak ada pilihan selain memahami dan
melihat kembali seberapa kuatnya kemampuan kelas saat ini. Itu sebabnya
Horikita membutuhkan banyak dukungan. Terkadang memilih jalan yang benar,
terkadang memilih jalan yang salah. Dan juga terkadang memilih jalan yang
tidak pasti…”

Dengan mengatakannya pun, tidak semua Yousuke bisa memahaminya.

“Aku─── Apa aku akan memilih time-out saja ya…”

Tak tertahankan.., bahu Yousuke gemetar seketika.

Bagi Yousuke yang tidak ingin ada pemikiran untuk mengorbankan seseorang.

Meski begitu.., tidak ada keraguan itu adalah pertumbuhan tertentu darinya
untuk kelas dapat membuat keputusan dalam situasi itu.

“… Apa aku telah menjadi kuat? Atau diriku ini akan hancur? Jika ujian yang
sama terjadi lagi, aku takut tak tahu pilihan apa yang akan kupilih nanti…”

Kepalanya tertunduk, jadi aku tak bisa melihat wajahnya tapi.., aku melihat dia
mengusap matanya.

“Yang menderita seharusnya Kiyotaka-kun, tapi malah aku yang menunjukkan


kelemahan… Maaf ya…”

“Tidak masalah kok… Selama ujian khusus, baik aku dan Horikita selalu dibantu
olehmu Yousuke… Diperkirakan ujian khusus selanjutnya akan lebih sulit lagi…
Aku ingin kau tetap tidak berubah untuk selalu membantu kelas…”

Yousuke mengangguk. Hatinya masih terluka, tapi dia tersenyum kecil.


Arakiyota
Saat meraih pintu depan, tangan Yousuke berhenti.

“Terima kasih untuk hari ini…”

“Apa kau tidak membenciku karena mendropout Airi?”

Tidak seperti siswa lain, aku tidak melihat kebencian di wajah Yosuke, tapi tidak
mengherankan jika dia membenciku.

“—–Jika melihat hanya pada titik itu, ya benar. Tapi aku percaya padamu…”

Meskipun dia mengucapkan kata-kata atas pemikirannya sendiri.., karena tak


yakin juga lalu dia menambahkan…

“Bukan… Aku ingin percaya padamu…”

Jika yang diucapkannya ini semacam delusi.., pemikiran Yousuke itu berbahaya.
Namun di balik matanya itu ada kemauan kuat. Sebuah permintaan kuat..,
seakan berkata ‘aku mempercayaimu, jadi jangan berkhianat’.

“Kalau begitu.., selamat malam.”

Kali ini meski bisa menghilangkan sebagian beban Yousuke, tetapi sebaliknya,
mungkin malah memberi beban baru padanya. Akan lebih mudah jika bisa
mengambil kesempatan ini untuk mengeringkan nanah pada Kelas secara
menyeluruh, tapi … seberapa besar efek yang bisa diharapkan?

Yah bagaimanapun, tetap harus mengikuti satu persatu langkah yang


diperlukan.

Keesokan harinya juga ketiga kursi di kelas tak berubah, masih saja kosong.

Arakiyota
Tentunya.., kelas yang sedang dalam keadaan kacau belum menenang.

Premis utama untuk menyelesaikan masalah ini, pertama-tama dibutuhkan


kehadiran ketiga orang itu di kelas.

“Mau ke toilet bareng ga?”

Aku yang sedang bermain ponsel sambil menunggu jam pelajaran dimulai, Sudo
mendekat memanggilku.

Ajakan yang tak biasa. Mengajak ke toilet, tapi dia berkata dengan wajah serius.

Ini adalah upaya untuk mengurus beberapa urusan dan tujuannya ada diluar itu.

“Ya. Baiklah…”

Tidak ada alasan untuk menolak, jadi aku berdiri dari kursi, dan tanpa menarik
perhatian meninggalkan kelas, kami berdua pun pergi ke toilet.

Di saat seperti ini, aku selalu terbantu oleh tempat dudukku yang sangat
berguna.

Namun, ada satu siswi lain yang segera mengikuti kami.

“Sudo-kun aku ingin berbicara denganmu, sebentar boleh ga?”

Dari dia yang mengincar timing kami keluar ke koridor, tampaknya dia memiliki
sesuatu untuk dikatakan pada Sudo.

“Ada apaan Onodera?”

Melihatku berdiri di samping Sudo, Onodera mencoba mengaburkan


perkataannya.

Arakiyota
“Ah…. Kau bersama Ayanokouji-kun ya. Begitukah kalian sedang di tengah
membicarakan sesuatu ya…”

Sekilas dari yang terlihat, kehadiranku membuatnya tak nyaman.

Namun, aku tak punya hak untuk memilih karena Sudo lah yang memanggilku
duluan.

“Kami berdua mau ke toilet. Kelihatan terburu-buru apa ada sesuatu?”

“Etto.., gimana ya…”

Dia seperti kebingungan, apa itu pembicaraan yang tak boleh kudengar kah…

“Bolehkan aku menunggu disini? Kalau bisa aku ingin bicara denganmu secepat
mungkin…”

Jika cuma ke toilet, Onodera beranggapan kami kami cepat kembalinya.

Namun, setelah mendengarnya, kali ini Sudo yang tampaknya merasa jadi tak
nyaman.

Bila berkonsultasi denganku, dia berpikir mungkin tidak cukup hanya 1 atau 2
menit.

“Kalau gitu akan kudengarkan sekarang. Aku akan membuat Ayanokouji


menunggu…”

Ketika sudah mempersiapkan diri untuk berbicara nanti, Onodera agak


kebingungan dengan respons tak terduga dari Sudo.

Onodera yang merasakan adanya perlawanan, tapi akhirnya mulai berbicara


sambil menggaruk bagian belakang kepalanya.

Arakiyota
“Pada festival olahraga kali ini, penilaian hadiah individunya dipisah berdasar
gender kan… Tentu Sudo-kun mengincar hadiah juara pertama kategori laki-
laki… Pemikiranku benar kan?”

“Tentu saja… Festival olahraga ini adalah kesempatan terbesar bagiku untuk
bersinar.”

Tidak perlu ditanya lagi, Sudo menjawab dengan penuh percaya diri.

Onodera mengangguk puas pada respon kuat yang Sudo tunjukan.

“Sebenarnya di festival olahraga ini ada sesuatu yang ingin kuraih. Yaitu meraih
juara 1 untuk kategori perempuan dan melangkah lebih dekat dengan poin kelas
A. Yah lagipula aku tak punya banyak kesempatan bertarung di bidang yang
kukuasai kan…”

Kemampuan renangnya sudah terjamin, tapi pada festival olahraga tahun lalu,
dia menunjukkan satu bagian lain pada lari sprint.

Kemampuan fisik pada OAA tak ada kekurangan, dia adalah siswi dengan bakat
luar biasa untuk olahraga pada umumnya.

Onodera diprediksi memiliki penyesuaiam kemampuan berbagai acara lomba


dan memenangkannya.

“Kau pasti bisa meraih juara pertama. Aku mendukungmu…”

“Terima kasih. Tapi meskipun kau menang dalam kompetisi individu sampai
batas tertentu, tidak ada jaminan bahwa kau bisa meraih juara pertama, kan?”

“Kenapa? Kalau menang juara 1 terus kan───”

Gagasan Sudo yang hanya berpikir dengan meraih peringkat pertama tidaklah
salah, tetapi dalam kenyataannya dia mungkin kalah dengan cara yang tidak
terduga.
Arakiyota
“Itu karena poin yang didapat dari kompetisi tim lebih besar.., ya kan?”

Ketika aku melengkapi perkataanya, Onodera menunjukkan ekspresi kaku lagi,


namun dia setuju dan mengangguk.

Onodera sepertinya memiliki perasaan tak percaya padaku.

Di ujian khusus suara bulat tempo hari, aku membuang anggota grup
pertemananku sendiri.

Tidak heran kalau ada beberapa siswa menunjukkan reaksi seperti itu.

“Yah iya juga sih. Jika ada orang lain yang selalu juara 1 dalam kompetisi tim, itu
bahaya, mungkin. Tapi meski begitu, bukannya tak mudah ya untuk membentuk
tim? Suzune juga sudah bilang, memaksa mengikat kuat-kuat 5-6 orang.., bisa
menimbulkan efek buruk… Selain itu, yah mengatakannya jadi agak gimana..,
tapi sangat sulit jika 5-6 orang berkumpul dan bertarung dalam satu tim.”

Jika kesemua orang itu berada di level yang sama dengan Sudo, Sudo sendiri
mungkin menerimanya. Namun, pada kenyataannya, beberapa orang muncul
hanya akan menghambatnya saja. Akibatnya, besar kemungkinan mereka akan
kalah dalam acara lomba tersebut. Itulah yang namanya pertarungan tim.

“Un… Aku pun tidak memikirkan tim dengan jumlah orang yang banyak.
Tetapi─── bagaimana dengan acara lomba dengan partisipan tim 2 orang?
Terlebih ada acara lomba yang partisipannya dapat diikuti tim pasangan laki-laki
dan perempuan.”

Dari sini Sudo juga mulai mengerti apa tujuan Onodera berbicara dengannya.

“Aku tak terganggu untuk berkerjasama dengan Sudo-kun. Bila ingin


berkerjasama dengan seseorang aku ingin memilih patner terbaik sih…”

Arakiyota
Hal ini akan menjadi poin kelas, dan tidak akan menjadi efek beruk untuk
mengincar peringkat pertama yang dipisah berdasarkan gender.

“Dan orang itu aku kah… Yah mungkin memang benar juga sih…”

“Yup… Tentu saja itu pun jika Sudo-kun tidak keberatan sih… Yah selain itu, kelas
sedang dalam keadaan buruk kan? Sakura-san didropout, Hasebe-san dan
Wang-san absen juga sih…”

Onodera melirik ke arahku, lalu dia segera mengalihkan pandangannya pada


Sudo lagi.

“Itulah mengapa kita lah yang harus membantu kelas…”

Sudo tidak merasa buruk dengan kemampuannya diakui, tapi dia merasa itu hal
yang bagus dari cara dia mengucapkannya.

“Apa kemampuanku kurang?”

“Sama sekali tidak… Mana ada aku mengeluhkan kemampuanmu Onodera?”

Walau memiliki kepercayaan mutlak pada kemampuan fisik, tampaknya ada hal
lain yang perlu dikhawatirkan.

“Apa kau tidak mau berpasangan dengan seseorang selain Horikita-san?”

“Eh? Ah tidak bukan begitu…”

Jadi itu benar ya Sudo. Dia menunjukkan ekspresi canggung pada apa yang
dimaksud Onodera.

Berpasangan dengan orang yang disukai. Tentu saja hal itu mungkin sangat
penting bagi Sudo selain mempertimbangkan soal kemampuan. Selama tidak
bisa berpartisipasi dalam acara lomba renang, seharusnya tidak ada perbedaan
besar antara Horikita dan Onodera.
Arakiyota
“Masih ada Koenji kan? Aku benci mengakuinya tapi, dia lebih hebat dariku
kan…”

“Kalau dari kemampuannya sih memang… Tetapi dia tidak bisa dipercaya.
Terlebih aku benci dia.”

Dengan jelas Onodera menyangkalnya. Daya tarik Onodera kepada Sudo itu
benaran asli, namun bagaimana Sudo akan menjawabnya?

“Jika aku menolak… gimana?”

“Kalaupun ada orang lain di kelas yang memiliki kemampuan dan sepertinya
bisa diandalkan… Yah cuma Hirata-kun doang sih, tapi untuk mengajaknya
berpasangan itu agak gimana gitu. Aku tidak ingin disalah pahami…”

Bila berbicara tentang berpasangan dengan Yousuke, yang sangat populer di


kalangan perempuan, itu tidak cukup satu atau dua orang yang cemburu.

“Yah karenanya, jika Sudo-kun menolak, aku kayaknya bakalan bertarung


sendirian sih mungkin?”

Bukan mengancam, hanya mengatakan apa adanya.

Meskipun meraih peringkat pertama di seluruh kelas tahun ajaran itu


meragukan, namun dia masih bisa membayangkan dengan kuat mendapat poin
untuk kelas.

Sudo sempat gelisah saat nama Horikita disebutkan, tapi begitu melihat
Onodera yang seperti itu, Sudo segera mengencangkan ekspresi wajahnya. Dia
menyadari hampir saja menolak ajakan Onodera untuk alasan yang konyol.

“…. Oke Onodera. Ayo kita berpasangan…”

“Beneran?”
Arakiyota
“Iya.., Dengan kemampuan kita, mari kita dukung kelas ini…”

Mengatakan itu, Sudo merentangkan tangannya lurus kerepan lalu meminta


jabat tangan pada Onodera.

Setelah menatapnya, Onodera juga merespons balik jabat tangan itu dengan
kuat.

“Mohon bantuannya ya Sudo-kun… Kita berdua pasti akan meraih juara satu
hadiah individu kategori laki-laki/perempuan…”

Mungkin karena dia puas dengan kesimpulan atas perjanjian ini, Onodera
kembali ke kelas.

“Yah ini menjadi sesuatu hal yang tak terduga.., tapi apakah tidak apa-apa?”

“Aku juga berpikir begitu. Yah mungkin masih ada perasaan untukmu bisa
berpasangan dengan Horikita, tapi lebih baik kau berkerjasama dengan Onodera
dan memfokuskan diri untuk mengeluarkan 100% kekuatanmu.., dari pada
memikirkan ide buruk lainnya.”

“Ya kan…”

Waktu yang tersisa sekitar 5 menit, seperti yang direncanakan, kami pergi ke
toilet.

“Jadi… Yang ingin kubicarakan… Ya itu tentang Kanji, Shinohara dan orang-orang
di sekitarnya…”

“Itu terkait dengan terbongkarnya rahasia Kushida kah…”

“Sejujurnya, hubungan mereka berdua menjadi canggung dan kaku, menurut itu
buruk…”

Arakiyota
“Bagimu bukankah lebih menarik kalau mereka berdua putus.., Sudo?”

“Yah aku memang pernah mengatakannya sebagai lelucon… Tapi beneran deh,
aku ga ingin mereka putus sungguhan…”

Aku menanyakan itu untuk mengujinya tapi dari sepertinya dia beneran
khawatir.

“Tapi yah sayangnya keterlibatanku dengan mereka itu sedikit doang lho…
Terlebih tak banyak yang bisa kulakukan.”

“Memberikan saran aja juga tak masalah kok…”

“Masalah ini tidak bisa menyelesaikannya tanpa adanya diskusi langsung.


Kesampingkan apakah dibutuhkan pertimbangan ucapan Kushida itu benar-
tidaknya, mungkin memang perlu untuk mereka saling mengungkapkan isi
hatinya satu sama lain.”

“Itu.., bukankah bahaya? Bisa aja malah jadi tambah bermusuhan lebih dari
sebelumnya lho…”

“Iya… Sebab itu dibutuhkan orang yang mampu meng-kontrolnya di tempat itu.
Orang yang ramah dan mampu mendengarkan cerita dari kedua pihak, serta
mampu memenangkan keadaan saat alur diskusi akan berangsur memburuk.”

“U.., untukku itu mustahil…”

“Kalau begitu.., tak ada pilihan selain meminta orang yang bisa melakukannya…”

Untuk membiarkan Sudo berpikir, disini aku tak mengatakan apa jawabannya.

“Di saat-saat seperti ini.., sebenarnya ini adalah tugasnya Kushida ya kan?”

“Aaa… Tapi sekarang dia tidak ada. Jika tidak dapat mengandalkan Kushida,
berarti ya harus siswa lainnya…”
Arakiyota
Jawabannya sangatlah mudah sampai-sampai tak bisa disebut persoalan lagi…

“Hirata kah…”

Yah seperti yang diduga, Sudo terpikirkan siapa orangnya…

Sudo tidak berteman baik dengan Yousuke, tapi situasinya tidak dalam dia bisa
mengatakan itu.

“Yah, aku akan menundukkan kepalaku dan meminta kerja sama darinya..”

Hubungan Sudo dan Yousuke berada di kejauhan, tetapi pada masalah kali ini
mungkin akan membuat hal tersebut berubah.

“Terima kasih Ayanokouji…”

“Aku tidak melakukan apa-apa… Kau memikirkannya sendiri dan menemukan


jawabannya sendiri…”

Begitulah kelas mulai berjalan.

Di hari yang sama. Kelas lain, atau lebih tepatnya semua kelas tahun ajaran
mulai sungguh-sungguh bergerak menuju festival olahraga.

Seperti yang terjadi tahun lalu, beberapa acara lomba sudah diketahui, sehingga
para siswa meluangkan waktu untuk mulai berlatih di lapangan outdoor dan
gimnasium saat istirahat makan siang.

Khususnya untuk pertandingan tim dengan dua pemain atau lebih, kau harus
mencurahkan waktu latihan sebanyak mungkin.

Arakiyota
Saat datang ke gimnasium untuk pengintaian, ada banyak suara keceriaan
bergema di sana-sini.

Area yang dapat digunakan secara bebas ditentukan sampai batas tertentu dari
Kelas 1 sampai Kelas 3, dan sepertinya peralatannya juga disiapkan dengan hati-
hati untuk para siswa dapat berlatih dengan adil. Tampaknya siswa Kelas 2 hari
ini, berlatih bola voli dan tenis meja.

Hal pertama yang menarik perhatian adalah banyaknya peserta dalam satu
kelas.

Selain itu, jumlah semangat yang ada disini sangat tinggi. Selagi teriak
meninggikan suaranya, mereka tampak aktif saling memberi intruksi seperti,
‘lebih baik begini, lebih baik begitu’ pada latihan acara lombanya.

“Kita bisa melihat betapa seriusnya Kelas A ya?”

“Iya…”

Hari ini aku pergi ketempat ini bersama Yousuke, tapi dengan tenang kubilang
padanya datang untuk mengintai saja.

“Yah bagaimanapun kompetisi olahraga berbasis kelas murni bukanlah


spesialisasi Kelas A.”

“Un… Baik atau buruk Kelas A memiliki banyak siswa dengan kemampuan fisik
rata-rata, dan hanya ada beberapa siswa yang dapat memenangkan hadiah
teratas.”

Karena tahu dalam hal kemampuan komprehensif mereka tak diunggulkan,


dengan saling berkoordinasi mereka berupaya untuk meningkatkan
kemampuannya sesegera mungkin. Menggunakan latihan, menurutku mereka
bertujuan untuk acara lomba di mana mereka bisa mendapatkan poin melalui
pengalaman.

Arakiyota
Aku tak bisa memastikan sosok tokoh utamanya, tapi tak salah lagi itu intruksi
dari Sakayanagi.

Siswa dari kelas Ichinose dan kelas Ryuuen juga hadir.., tapi hanya sekedar
melihat keadaan saja. Disisi lain, tidak ada siswa dari Kelas Horikita. Kupikir satu
atau dua orang akan datang, tapi yah meskipun datang juga mereka cuma bisa
duduk dipojokan kah…

“Kelas kita sama sekali belum keluar dari ujian khusus suara bulat. Tidak mudah
untuk berlatih dalam situasi seperti ini ya kan…”

“Memang benar masih ada hal yang perlu dicemaskan, tapi tidak selalu hal yang
suram saja kok…”

Aku memberitahu pada Yousuke tentang Sudo dan Onodera yang telah
berkerjasama untuk meraih peringkat pertama hadiah individu laki-
laki/perempuan.

Mendengar kabar baik, Yousuke sedikit melemaskan otot pipinya.

“Jika terus memenangkan acara lomba tunggal, acara lomba ganda maupun
kedua acara lomba tersebut, mereka pasti berhasil meraih peringkat teratas.”

“Keduanya memiliki peluang tinggi untuk menang ya…”

Ada banyak harapan, tapi walau begitu, kekuatan dua orang saja tidak cukup
untuk memenangkan perasaingan Kelas.

Meskipun banyak tambalan dimana-mana, untuk sementara dibutuhkan


tatanan yang bisa membuat kelas saling berkerjasama sesegera mungkin.

“Oh ya, Hari ini sepulang sekolah, Sudo-kun memintaku menemuinya sebelum
kegiatan klub. Apa mungkin Ayanokouji-kun yang bergerak dibelakangnya?”

Arakiyota
“Aku tidak melakukan apa-apa… Bukannya itu karena Sudo memikirkannya
sendiri lalu memutuskan untuk mengandalkanmu?”

“Mungkin ini terkait tentang Shinohara-san ya kan?”

“Sudo mungkin berpikir tidak bisa terus menerus membiarkannya begitu saja
bukan?”

“Tapi bagaimana dengan Mii-chan?”

“Untuk masalah dia, mungkin aku yang akan datang menemuinya…”

“Eh Kiyotaka-kun?”

Jika aku berkata untuk meninggalkannya sendiri atau menyerahkannya kepada


orang yang lebih tepat lainnya, Yousuke pasti keberatan.

Alasan khusus mengapa Yousuke begitu terpaku pada Mii-chan di masalah kelas
ini karena Yousuke merasa『ini kesalahannya sendiri』lebih dari siswa
manapun. Tentu saja, itu bukan salah Yousuke sama sekali.

Saat melihat perkembangannya, kuputuskan hanya Mii-chan yang


membutuhkan bantuan.

Hal itu juga salah satu alasan kenapa aku tidak menggunakan Yousuke sebagai
kuncinya.

Arakiyota
Meski Begitu Harus Dilakukan

Ujian khusus akhir pekan lalu adalah saat dimana aku terakhir kali melihat
Kushida-san.

Seminggu setelah itu, bahkan sepulang sekolah di hari jum’at, aku masih belum
melihatnya satu kali pun.

Tidak hanya dia. Wang-san, Hasebe-san juga tidak datang ke sekolah.

Selama 5 hari dari senin sampai sekarang jum’at mereka absen. Sudah 5 hari…

Sementara itu, berbagai hal yang tidak bisa menunggu telah berlalu.

Dengan hati-hati menghadiri pertemuan untuk festival olahraga, juga


persiapannya. Perkerjaan OSIS. Belajar seperti biasanya. Bila terus menerus
menghantam gelombang ombak yang datang secara langsung, terkadang
lututku gemetaran sampai membuatku seolah akan ambruk.

Tapi, aku tidak boleh ambruk disini sekarang.

Meskipun sudah menyatakan pasti akan membawa Kushida-san kembali masuk


ke sekolah lagi, namun tidak mencapai hasil apa pun, aku tidak berhak untuk
meratapi keluhan ini.

Beberapa kali aku mencoba menghubungi Ayanokouji-kun, tetapi kuputuskan


untuk menghentikannya.

Jika aku meminta tolong padanya, dia mungkin akan membantu. Jika
menginginkan jawabannya, dia mungkin akan menunjukkan jawaban yang
dicari…

Tetapi, pada kasus kali ini setidaknya ini.., aku harus menyelesaikan masalah
yang terjadi ini dengan kekuatanku sendiri.

Arakiyota
“Demikian, jam pelajaran berakhir…”

Ketika Chabashira-sensei menyelesaikan jam pelajaran terakhir hari ini dan


segera pergi meninggalkan kelas, aku mengikutinya.

“Sensei.., bisakah aku berbicara denganmu sebentar?”

“Tak masalah.., baik lah. Bicaranya sambil jalan saja ya…”

Karena di jam ini banyak siswa berlalu-lalang untuk ke toilet, berbicara di


koridor terlalu menarik perhatian.

Mungkin mengetahui apa niatku, sambil berjalan aku mulai bicara dengan
Chabashira-sensei.

“Kushida-san, Hasebe-san, Wang-san sudah 5 hari tidak masuk ke sekolah.”

“Ya… Secara umum aku menerima panggilan dari kedua orang itu, berkata tak
bisa masuk karena sakit, tetapi aku belum menerima laporan mereka diperiksa
di rumah sakit. Untuk Hasebe, dia berkata izin beristirahat tapi aku belum
mendengar detail apapun darinya…”

Sudah pasti itu bukan cara untuk beristirahat yang sempurna.

Penolakan mereka masuk ke sekolah terasa seperti hukuman bagiku.

“Apakah ini keadaan yang akan terus membuat kami menerima hukuman
berat?”

Dia mungkin tidak akan dapat memberi tahuku jawaban pasti, tetapi tetap
kutanyakan padanya.

Arakiyota
“Tidak perlu untukmu terlalu khawatir. Apa lagi tentang Wang dan Kushida yang
merupakan siswa teladan.., pada aturannya mereka diberikan waktu
pertangguhan yang lama. Adapun Hasebe, dia bukan siswa bermasalah jadi
untuk sekarang tak akan menjadi masalah besar. Yah jika siswa-siswa yang tidak
memiliki rekam jejak atau siswa dengan perilaku buruk.., tentu beda cerita
sih…”

“Berkat kebiasaan dalam bersikap───begitu kah…”

“Ya benar begitu. Selain itu, bila ada beberapa siswa ceria yang dengan baik
beralasan untuk bolos ke sekolah, sementara ada juga beberapa siswa lain yang
selama seminggu tak masuk karena perasaannya tertekan. Sangat sulit
memastikannya berdasar hal tersebut. Bila begitu, sekolah tidak punya pilihan
selain menilai dari melihat sikap dan kebiasaan sikap keseharian selama di
sekolah selama ini.”

Mendengar hal ini saja membuat perasaanku menjadi lebih ringan.

“Lagi pula sekolah tidak jahat kok… Kami tidak berpikir untuk memaksa masuk
ke sekolah di saat siswanya sedang mengalami tekanan berat di hatinya. Yah
pokoknya, ketiga orang yang absen sekarang tidak pernah terlambat dan
bersikap teladan di kelas. Cukup untuk mereka sepenuhnya memenuhi syarat
untuk diberikan keringanan…”

Dengan nada lembut, Chabashira-sensei memberi tahuku.

Dia tampak seperti orang yang berbeda, sampai-sampai membuatku berpikir


ada motif lain di baliknya.

Ini rumor yang beredar di kalangan teman sekelasku, tapi mungkin memang
benar ada perubahan setelah ujian khusus pekan lalu.

Arakiyota
“Yah apa lagi.., sekolah memahaminya karena baru saja menyelesaikan ujian
khusus yang berat itu…”

Dengan hanya terjadi beberapa siswa tak masuk sekolah itu tak mengherankan,
karenanya pihak sekolah mengizinkannya kah…

Chabashira-sensei menghentikan sekali langkahnya setelah memeriksa apakah


ada orang lain di sekitar.

“Tapi batas waktunya semakin dekat. Jika minggu depan mereka terus absen,
100 poin yang kelasmu peroleh, tanpa ampun akan berkurang…”

Pesan tersembunyi dari Sensei ini berbunyi ‘cepatlah selesaikan masalah ini
sampai akhir pekan’…

Tapi bisakah aku benar-benar bisa menjawab pesan itu?

Meskipun hanya mendengar situasi saat ini, sedikit demi sedikit kelemahanku
mulai muncul.

“Terima kasih banyak. Itu sangat membantu…”

“Tunggu Horikita… Bukankah masih ada hal yang ingin kau ucapkan?”

“… Tidak. Aku tidak boleh merepotkan Sensei lebih dari ini lagi…”

“Kau tidak akan tahu apakah itu merepotkan atau tidak jika belum
mendengarnya kan? Aku masih ada sedikit waktu, bukankah akan lebih ringan
kalau kau mengatakannya pada seseorang?”

Kondisi mentalku yang bebal ini sepertinya sudah dibaca oleh Chabashira-
sensei.

Arakiyota
Bohong kalau tak ada keraguan, disini lebih baik memberanikan diri untuku
membicarakannya.

“Mendapatkan poin kelas dengan mendropout Sakura-san. Apakah itu hal


tepat?”

“Apa kau menyesali keputusanmu?”

“Aku berpikir keputusanku saat itu sudah tepat. Tetapi.., sejujurnya sekarang
aku menjadi tak yakin…”

“Ingin sekali aku menunjukkan jawabannya, tetapi itu hal yang tidak bisa aku
apa-apakan…”

“Aku paham. Sebagai guru, Sensei tidak boleh menjawabnya…”

“Tidak bukan begitu. Pada saat ini, kau hanya tidak memiliki apapun untuk
membuktikan apa yang kau putuskan itu benar. Mungkin memang ada
beberapa siswa yang melihat keputusanmu itu egois dan seperti diktaktor. Juga
orang yang menderita menilai kalau pilihan yang kau putuskan itu salah.”

Kata-kata yang terdengar menyakitkan di telinga. Aku tak punya perkataan


untuk membalasnya.

“Tetapi.., apakah itu menjadi hal penting? Sejak awal tidak ada manusia yang
sempurna. Salah dalam perhitungan sederhana, terus mempelajarinya, lalu
bergerak maju. Bahkan aku pun juga bergerak maju pada kehidupan yang penuh
dengan banyak kesalahan.”

“Sensei.., juga?”

Arakiyota
“Saat menghadapi ujian khusus yang sama seperti kalian, juga salah satu bagian
dari kesalahan dalam hidupku. Karena tidak tepat waktu aku bahkan belum
sempat menjawab apa jawabananku itu benar atau salah. Dalam hal ini, satu
jawaban sudah diberikan. Kau melakukannya dengan baik. Tidak ada yang
berani memilih 100 poin kelas untuk mendapatkan pengalaman. Di tahap ujian
khusus itu, kau diakui dan diberi wewenang sebagai seorang pemimpin. Lalu
membulatkan tekad untuk melindungi Kushida dengan mendropout seseorang.
Apakah semua setuju pada jawaban yang kau putuskan itu benar, harus
dibuktikan mulai sekarang…”

Sensei mengatakan sesuatu yang seperti seorang guru.

Aku sedikit merasa kebingungan karena sebelumnya hal ini tak pernah terjadi.

“Pada tahap ini kau tidak harus mencoba mendapatkan 100 poin. Itu karena kau
harus memilih antara membuang siswa terbawah dari OAA secara rasional atau
memprioritaskan janjimu dan menerima kesulitan dari 2 pilihan tersebut…”

“Ya itu benar…”

Aku mengetahuinya, aku memahaminya, tapi tetap saja aku masih bimbang.

“Tetapi───mungkin aku jadi tak bisa melihat hal yang ada di sekelilingku. Jika
saja aku mendengarkan pendapat lebih banyak orang.., membuatku berpikir
mungkin saja aku bisa menemukan jawaban yang lebih tepat lagi.”

“Ada kalanya kau tidak bisa melihat sekelilingmu. Dan saat semangat itu pudar,
kau bertanya-tanya apa penilaianmu sudah tepat…”

Tapi, aku tak memiliki pengalaman itu. Tanpa sadar mengepalkan tangan, aku
frustrasi.

Arakiyota
“Dinilai secara baik kau selalu menggunakan pendekatan melalui aturan yang
benar, buruknya kau selalu membuat keputusan yang sederhana, bukan? Tentu
saja itu hal yang normal kok… Hanya saja kekhasan sekolah memang mencari
pilihan-pilihan baru yang pertama kalinya.”

“Iya…”

Meskipun sudah menerima saran yang kuat, walau begitu aku belum
menemukan jawaban yang tepat. Seharusnya wajahku sekarang sangat
menyedihkan, tapi Chabashira-sensei tetap memperlakukanku dengan lembut
tanpa merasa kecewa.

“Kau akan bertarung sesuai dengan aturan yang dibuat sekolah kan?”

“Tapi aku mengingkari janjiku dengan berjanji tidak akan mendropout seseorang
selain penghianat…”

“Apa kau memutuskan untuk melindungi Kushida dari awal dengan berbohong..,
membuat janji untuk hasil voting dapat mencapai suara bulat?”

“Tidak, saat itu aku benar-benar baru membulatkan tekad.., sungguh!”

“Kalau gitu tak ada masalah. Menepati janji memang sangat penting. Tapi,
kadang kala orang dewasa pun membuat kesalahan dalam membuat janjinya.
Kau merubah pikiran.., itu karena kau bertindak setelah menyadari
mempertahankan Kushida adalah jawaban yang tepat. Kau bebas menyangkal
atau mengabaikan orang yang mengejek keputusanmu itu. Ada orang yang
mengikuti langkahmu ada juga orang tidak mengikutinya. Bahkan siswa seperti
Ryuuen, Sakayanagi dan Ichinose saja kesulitan untuk mempersatukan Kelas
yang terdiri dari 40 orang. Walau bila siswa lainnya di depan cuma menjadi
pendukung, kita tak kan tahu apa yang sebenarnya mereka pikirkan di
belakang…”
Arakiyota
Setelah mengatakannya, Chabashira-sensei meletakkan tangannya dengan
lembut di bahu ku…

“Jangan takut gagal… Aku tidak mengakui kegagalan anak-anak, aku tidak ingin
menjadi orang dewasa yang tak bisa memaafkan…”

Arakiyota
“Sensei… Aku masih belum gagal…”

“… Yah kau benar. Tapi.., sampai akhir aku akan mengawasi pilihan yang kau
buat.”

Menunjukkan wajah yang agak tersipu malu, Sensei menatap mataku lagi.

Pada kata-katanya yang sopan, tegas namun penuh kasih membuatku sedikit
tak bisa berkata-kata.

“Chabashira-sensei sudah berubah ya…”

Aku tak bermaksud mengatakannya, tapi kata-kata itu malah keluar dari
mulutku. Karena itu adalah hal yang sebenarnya dari dalam hatiku.

“Aku yang selama ini memperlakukan kalian dengan cuek, lalu sekarang
bersikap selayaknya seorang guru apakah aneh?”

“Sedikit membuatku terkejut, tapi tidak aneh kok…”

“Begitukah… kalau begitu tak apa…”

Mungkin Chabashira-sensei merasa dia sudah terlalu banyak bicara.., berdeham


sekali, dia pun mengganti topik pembicaraan.

“Bagaimana pendapat Ayanokouji tentang masalah Kushida? apa dia


mengatakan sesuatu?”

“Ayanokouji-kun…. kah? Tidak.., dia tidak mengatakan apa-apa… Bisa dibilang


malah aku merasa dia sedang mengawasi tindakan apa yang akan aku lakukan.”

Arakiyota
“Begitu ya… Jadi dia berpikir lebih baik kau yang harus menyelesaikan semuanya
kah…”

“Mungkin saja dia cuma sudah muak dengan keegoisanku saja…”

“Entalah aku ingin tahu… Tapi yang mengambil tindakan secara drastis terhadap
Kushida adalah Ayanokouji. Jika dia tidak mempercayaimu, kurasa dia tidak akan
membiarkan masalah ini begitu saja.”

“Sensei menilai Ayanokouji-kun begitu tinggi ya… Aku pernah ingat kalau Sensei
mengatakan dia itu produk yang paling cacat?”

“Kau ingat dengan baik pernyataanku yang sudah dulu sekali ya…”

“Dia lebih luarbiasa dari OAA…”

“Kepercayaan dan penilaianmu terhadapnya juga meningkat ya…”

“Ada beberapa hal yang berbahaya dari kepribadiannya, tapi untuk masalah itu
bukan hanya dia saja kan… Apa maksudnya ya? Atau Sensei yang telah salah
menilainya?”

Tidak diragukan lagi dia orang yang sangat luarbiasa.., dibanding denganku dia
sangat tenang dan berkepala dingin.

Aku tak merasakan ada faktor untuk dia diejek sebagai produk cacat.

“Kau tidak harus mengambil serius setiap pernyataan guru… Kau kan sudah
berbagi waktu yang sama bersama lebih banyak daripada aku bukan?”

“Meski begitu aku tetap ingin Sensei memberitahukannya…”

Arakiyota
“… Yah baiklah. Penilaianku tentang Ayanokouji tak berubah, masih sama
seperti dulu. Tidak.., menurutku keakuratan penilaianku terhadapnya yang ada
malah meningkat.”

Dia adalah produk cacat. Perkatannya itu adalah yang sebenarnya tetap tak
berubah.

“Namun, masih terlalu cepat untukmu mengkhawatirkan masalah itu lho… Ada
masalah lain yang perlu kau selesaikan segera kan…”

“Ya itu benar.”

Aku memang penasaran.., tapi masalah Ayanokouji-kun bisa ditunda dulu.


Pertama-tama aku harus membuat mereka bertiga Kushida-san, Wang-san dan
Hasebe-san, kembali masuk ke sekolah.

“Untuk Kushida sangat sulit kah?”

“Sampai saat ini masih sia-sia… Tidak peduli berapa banyak aku mengunjungi
atau menunggu, dia tidak akan membuka pintu kamarnya…”

“Yah itu sangat sulit…”

Kesampingkan hari libur. Kushida-san bisa saja pergi berbelanja di mini market
sebanyak yang dia mau di hari aku masuk ke sekolah.

Tak ada guna menyerangnya di titik ‘menunggu kelaparan’.

Menghubunginya pun tidak tersambung pada ponselnya.

Arakiyota
“Sepertinya dia hanya merasa senang, padaku yang bolak-balik kesana-kesini di
depan pintunya…”

“Aku tidak bisa mengatakan tidak ada kemungkinan itu. Tetapi jika kau tidak
bergerak, tak kan ada perkembangan apapun dan situasinya secara bertahap
akan menjadi lebih buruk.”

“Ya…”

“Jika dengan kekuatanmu sendiri tidak membantu apa-apa, sebaiknya kau


meminjam kekuatan orang lain.”

“Tapi teman sekelas yang bersedia membantu membujuk Kushida-san.., paling


cuma Hirata-kun seorang. Dia juga tidak dalam keadaan untuk bisa
membantuku membujuk Kushida-san.”

Dia sekarang sedang membantu kelas dalam masalah Shinohara-san dan Wang-
san.

“Yah memang benar kekuatan Hirata.., untuk membantu mengatasi masalah


Kushida masih meragukan. Aku pikir tidak mudah untuk Kushida membuka
pintu yang tertutup saat kau ditemani seseorang dengan, kesopanan, akal sehat,
orang yang baik seperti Hirata.”

“Aku merasa bisa mengerti apa yang Sensei maksudkan. Dia tidak mau jujur
dengan perasaannya sendiri…”

“Aku tidak bisa memikirkan orang lain yang tepat untuk saat ini, tapi mungkin
bukan ide yang buruk untuk meminta pertolongan seseorang yang bukan dari
teman sekelasmu lho…”

Arakiyota
“Tapi untuk membantu membujuk Kushida-san berarti perlu baginya
menghadapi sifat Kushida-san yang sebenarnya. Menceritakannya kepada orang
luar, menurutku itu kerugian yang cukup besar.”

“Tak perlu berpikir untuk menimbang keuntungan dan kerugiannya. Tapi, bukan
berarti selalu tidak boleh diberitahukan. Misalnya, beberapa dari kami para guru
mengetahui masa lalu Kushida, selebihnya guru lain tidak boleh memilih
membicarakannya pada yang orang lain. Menurutku tak ada orang yang tak
punya rahasia…”

Seseorang yang bisa menggerakkan hati Kushida-san…….

Tidak kalaupun tidak ada orang yang dapat menggerakkan hatinya, setidaknya
ada orang yang dapat menerobos pintu kamarnya itu….

“Sudah waktunya untukku pergi. Satu hal terakhir, mungkin ini agak terlalu ikut
campur tapi biarkan aku mengatakannya. Yang terpenting adalah apa yang ingin
Horikita lakukan pada Kushida… Pikirkan hal itu baik-baik…”

Apa yang ingin kulakukan pada Kushida-san… kah…

“Terima kasih Sensei…Berkatmu aku sudah membulatkan tekadku…”

Jawabannya memang belum kudapat, semangatku untuk berjuang telah


kembali.

“Tak perlu dipikirkan. Sebagai seorang guru─── itu hal yang normal kok…”

Setelah mengatakan itu, Chabashira-sensei kembali ke ruang staf.

Sampai punggungnya tak terlihat lagi, aku hanya terus melihat kepergiannya
dari tangga.

Arakiyota
*

Selesai berbelanja di Keyaki Mall, aku yang kembali ke asrama, bertemu Ibuki-
san yang melotot tajam di samping pintu masuk lift.

Mengabaikannya, aku menekan tombol lift, tiba-tiba dia marah seperti


bendungan hancur.

“Jangan cuekin lah!”

Perkataan yang penuh semangat itu, menerbangkan air liur sampai di wajahku.

Padahal aku sudah mulai membulatkan tekad untuk menghadapi pertempuran


panjang.., apa-apaan sih ini…

Walau aku menaiki lift sekarang, dia pasti akan mengikutiku.

Tak ada pilihan lain.., aku pun menghentikan langkah di depan pintu lift yang
terbuka.

“Cuekin? Apa kau ada urusan denganku?”

“Ini! Kalimatmu ini.., apa maksudnya itu hah? Jawab aku…”

Sambil melotot, layar ponselnya disodorkan di depanku.

Meski cahaya menyilaukan menyinari bola mataku, hanya cahaya putih yang
bisa terlihat.

“Kau bodoh ya? Aku tak bisa melihatnya karena terlalu dekat.., bisa menjauh
dikit ga?”

“Yang benar aja.., noh udah!”

Arakiyota
Jarak dia menjauh cuma sedikit.., tapi aku bisa membacanya dengan baik walau
melihat kalimatnya hanya sebagian saja.

“Itu adalah kalimat yang dibuat dengan baik, sungguh mengesankan. Tak salah
lagi yang menulisnya pasti orang cerdas.”

“Jangan puji dirimu sendiri! Lagipula bagian mana dari hal ini yang cerdas hah?”

“Kalau membaca dan mengatakannya, bukankah kau juga akan mengerti?”

“Hah?『Jika kau didropout di tempat yang tak ada hubungannya denganku,


tentu saja itu berarti kau kalah olehku. Jangan sampai sesuatu yang bodoh
begitu terjadi padamu ya』… Bagian mana yang cerdas? Ah bodoamat, dah
cepat kasih tahu apa maksudmu itu?”

“Kau sudah membacanya tapi masih tak mengerti?”

“Sama sekali enggak. Seminggu ini aku sudah memikirkannya tapi masih tak
mengerti. Jadi itu apaan?”

Fuunn.., sambil mendengus, dia menyilangkan tangannya.

Tak disangka dia tidak bisa menerimanya sebagai sebuah saran yang sederhana.

Tidak, sebaliknya aku lebih suka berpikir kalau pesanku itu memiliki efek yang
terpendam.

“Menanyai sekarang pun sudah tak ada gunanya. Lagian tak ada masalah juga…”

“Hah? Apaan sih? Jelaskan dengan perkataan yang mudah dimengerti lah…”

Dia ini benar-benar buruk dalam memahami sesuatu ya…

Arakiyota
Aku ingin tahu apa semua nutrisinya hanya tersalurkan ke kemampuan motorik
dan semangat juangnya saja?

“Aku telah memberimu metode rahasia agar kau tidak didropout. Sepertinya
kau tidak disukai oleh teman sekelasmu, kalau subjek yang berkaitan tentang
mendropout seseorang keluar, kau mungkin dalam bahaya… Dengan
memprovokasimu begitu, suka tak suka kau jadi ingin tetap bertahan disekolah
kan?”

“Jangan bilang…. Kau mengkhawatirkanku?”

Terkejut, bukan.., wajahnya terlihat seakan dia melihat hal yang menjijikkan.

“Jangan menyimpulkan seenaknya sendiri. Masih ada beberapa kerjasama yang


kubutuhkan darimu. Akan merepotkan kalau orang yang dapat kuajak kerjasama
berkurang, selain itu bila kau didropout saat ujian khusus sebelumnya, Kelas
Ryuuen hanya akan mendapat 100 poin dan kelasnya sendiri tidak menerima
kerugian apapun. Jika memang harus, lebih baik kau didropout karena penalti
ujian khusus…”

Meskipun aku sudah menjelaskannya, dari ekspresinya bahkan satu mili pun dia
masih tak menerimanya.

“Aku mau pulang, boleh kan?”

Melihatnya ke samping, dia kelihatan marah, tapi tetap membuka jalan, lalu
tombol lift kutekan lagi.

Kemudian, saat memasuki lift, aku menyadari kalau Ibuki-san tidak mengikutiku.

“Kau tidak ikut masuk?”

“Aku tidak ingin masuk lift bersama denganmu…”


Arakiyota
“Dasar bocah. Beberapa kali pernah masuk bareng secara kebetulan kan?”

“Sekarang aku tidak sedang merasa ingin…”

“Oh… Kalau gitu terserahlah…”

Tekan tombol tutup lalu aku menekan tombol menuju ke lantai tempat Kushida-
san tinggal.

Dari sini, aku harus terus di depan kamarnya sampai dia membuka pintu.

Di lift yang naik ke atas, aku memikirkan cara apa yang dapat menerobos pintu
kamarnya.

Jika aku tidak melakukan sesuatu, keadaannya tidak akan berubah. Kalau begitu,
apa yang aku coba lakukan sekarang cuma buang-buang waktu.

Sesampainya di lantai tujuanku, pintu lift terbuka.

Tapi aku tidak bisa mengambil langkah untuk keluar dan hanya diam di tempat.

Bagaimana caranya ya.., bagaimana cara agar aku bisa berbicara dengan
Kushida-san?

Waktu pun berlalu, pintu lift menutup.

Lift mulai bergerak sebelum aku menekan tombol buka dan mulai bergerak ke
bawah.

“Benar-benar, tak berguna ya…”

Arakiyota
Di keadaan pemikiranku yang kacau begini, walau bisa berhadapan dengan
Kushida-san pun lebih baik tak berpikir dia dapat dibujuk… Aku jadi merasa
bersalah karena menyia-nyiakan saran hangat dari Chabashira-sensei.

Lift langsung kembali ke lantai pertama.

Saat pintu terbuka, Ibuki-san yang melihat ponselnya, mengambil langkah ingin
masuk tanpa menyadari aku masih di dalamnya.

Lalu setelah menyadari keberadaan seseorang di dalam lift, dia mengangkat


wajahnya.., melihatku.., dan berkata.

“Lah kenapa kau masih disini?”

Tidak mengherankan kalau dia terkerjut.

“Enggak masuk?”

“Dah kubilang enggak kan! Sengaja mau jahil ya?”

Mengelengkan kepala, aku menekan tombol tutup lagi.

Disana, ketika melihat Ibuki-san yang mengalihkan tatapannya, aku mulai


teringat sesuatu.

Tepat sebelum menyentuh tombol tutup, lalu geser ke tombol buka.., aku
menatapnya.

Merasa curiga lift tidak juga menutup, Ibuki-san menatap balik kearahku.

Langkah terobosan itu mungkin ada di tempat yang tak terduga.

Apa ini timing yang tepat untuk melakukan saran dari Chabashira-sensei?

Arakiyota
“Ada apaan?”

“Aku berpikir untuk membuatmu berkerjasama denganku…”

“Hah?”

Ini pertaruhan besar, tapi itu bisa menjadi cara yang bagus untuk memecahkan
kebuntuan.

Terobosan yang tak terlihat, yang dapat memecahkannya mungkin hanya


seorang prajurit penyergap.

Sambil berpikir bahwa ini tindakan yang gegabah, tapi untuk sekarang aku tidak
punya pilihan selain mencoba apa pun.

“Masuklah…”

“Berapa kali harus kukatakan kalau aku tak mau masuk hah?”

“Sudahlah.., cepat masuk…”

“….. Apaan sih?”

Mengkonfirmasi Ibuki-san yang kesal sudah masuk, aku menekan tombol tutup.

“Ada sesuatu yang ingin kumintai saran darimu…”

“Haaaaaaaaah? Saranku untukmu? Tidak, tidak, aku tak mau masuk…”

“Tapi kau sudah masuk ke dalam lift…”

Arakiyota
“Kau kan yang menarikku masuk?”

“Kalau gitu.., tidak apa kan kau terima permintaan yang kuminta ini?”

“Tidak, itu tidak masuk akal!”

“Hal ini juga bukan sesuatu yang buruk bagimu kok… Langsung aja saran yang
kuminta dari mu itu───”

“Jangan seenaknya melanjutkan pembicaraan. Kau yang minta saran dariku aja
itu udah sesuatu yang buruk tau!”

Selagi berdebat begitu, kami tiba di lantai tempat kamar Kushida-san tinggal.

Aku keluar duluan dan kembali menatap Ibuki-san yang masih berada di dalam
lift.

“Keluarlah. Untuk berjaga-jaga.., kita tak akan tahu siapa yang melihat dan
mendengarnya kalau di sini.”

“Bodoamat. Mau pulang. Maksudnya apa juga enggak tahu…”

Dia mencoba pulang dengan menekan tombol tutup, tapi pintu lift tak kunjung
menutup.

“Sepertinya kau ingin liftnya turun ya?”

“Itu karena kau menghalangiku.., malah nekan tombol dari luar!”

“Omong-omong, apa ada sesuatu yang kau sukai? Atau apa ada hal yang kau
anggap berharga?”
Arakiyota
“….. Memang itu ada hubungannya?”

“Udah jawab aja…”

“───nu”

“Nu?”

“Tidak…, a…. apa ya… Sama sekali tak terpikirkan, mungkin stroberi?”

“Mengejutkan, kau ternyata punya sisi yang imut juga ya… Ah sudahlah yang
tadi lupakan aja.”

“Nanya seenaknya.., apa-apaan sih itu? Oh ya.., cukup sudah hentikan nekan
tombolnya!!”

Pada Ibuki-san yang semakin kesal, kuputuskan untuk berbicara tentang


masalah sebenarnya.

Menceritakan dengan cepat, lalu membuatnya sadar bahwa lebih baik baginya
juga untuk melangkahkah maju.

“Sekarang aku bermaksud untuk menemui Kushida-san.”

“Terus? Kalau mau menemuinya.., ya temui aja dia…”

Terus menerus menekan tombol tutup, tapi tentunya itu tak ada gunanya.

“Masalahnya aku tak bisa menemuinya. Selama seminggu ini, dia sama sekali
tidak menampakan wajah bahkan masuk ke sekolah… Meski sudah ku kunjungi
Arakiyota
asramanya, tak ada tanda dia keluar. Aku ingin kau mengeluarkan dia dari
kamarnya. Apa kau mengerti?”

“Ha? Tung- Kenapa aku harus melakukannya?”

“Berbuat bajik dengan menolong orang…”

“Bodoamat. Untuk kelasku sendiri aja tak kulakukan, apa kau pikir aku akan mau
berkerjasama untuk kelasmu?”

Setelah membicarakan masalah Kushida-san, aku sudah memprediksi dari 2


balasan Ibuki-san, dia tak akan mau menerimanya. Tapi jika ada keuntungannya
ceritanya berbeda.

Lift yang terus terbuka sepanjang waktu, mulai berbunyi pip-pip alarm
peringatan berbunyi.

“Baiklah. Kalau begitu aku akan memberikanmu hadiah keberhasilan…”

“Enggak butuh. Bila kau pikir uang bisa menggerakkanku.., kau salah besar!”

“Ya itu benar. Tapi hadiah keberhasilanku seharusnya adalah sesuatu yang
sangat kau inginkan…”

“…. Aku tidak berpikir sesuatu itu ada sih.”

Tidak mudah untuk menggerakan hati Ibuki-san.

Tapi jika bisa menunjukkan sesuatu itu, 180 derajat dia akan berubah pikiran.

“Di festival olahraga kita dapat pra-pendaftaran pada 5 acara lomba kan? Entah
di acara lomba mana dan di grup mana.., kita bebas untuk berpartisipasi.
Arakiyota
Sebuah perangkat yang dapat kita gunakan untuk menyelesaikan acara lomba
yang dibutuhkan maupun menghindari musuh yang kuat … Namun sebaliknya
sistem ini juga bisa digunakan untuk menargetkan musuh yang ingin kita
lawan.”

Setelah menjelaskan sejauh itu, Ibuki-san yang tadinya enggan tak bersemangat,
di matanya kini terpancar semangat.

“Karena itu kau.., kau pasti menungguku tanpa membuat reservasi untuk
melawanku kan? Yah sayangnya aku tidak akan memutuskannya sampai di
menit-menit terakhir. Tergantung keadaan, tinggi kemungkinan aku baru akan
bergerak saat 1 limit terakhir. Dengan kata lain, mau berapa lama pun kau
menunggu, tak kan ada kesempatan untukmu bisa bertanding denganku…”

“Jika aku mau berkerjasama, kau bersedia bertanding denganku?”

“Ya. Kau bebas memilih acara lomba yang akan kita pertandingkan. Demi
kelasku tentu saja aku tidak akan menahan diri, karenanya tidak ada poin yang
bisa kau dapat nantinya… Ya itupun kalau kau tak keberatan ya tak masalah
melakukannya.”

“Heeh… Menarik juga… Tapi aku tak terima kalau cuma 1 acara lomba.
Setidaknya minimal 3. Aku akan menerima untuk berkerjasama jika kau mau
terima pertandingan dengan 2 menang, 1 kalah.”

“3? Serakah sekali kau ya…”

Sementara suara alarm peringatan berdering, aku menunjukkan sikap seakan


sedang memikirkannya.

“Aku tak akan menyerah…”

Arakiyota
Ya benar juga… Aku setuju sulit untuk memutuskan hasil bila hanya dalam satu
acara lomba.

Meski begitu ada kemungkinan hasil imbang dipertandinganku yang kedua atau
keempat. Dari awal sudah kuprediksi tiga acara lomba yang menjadi
penyelesaian pertandinganku dengan Ibuki-san.., tapi jika aku mengusulkannya
di langkah pertama dikhawatirkan dia malah meminta lima acara lomba.

Bila dia terima dengan tiga acara lomba, penurunan syaratnya itu sesuai dengan
yang aku rencanakan.

“Baiklah. Aku akan berpartisipasi 3 acara lomba yang sama denganmu… Dengan
ini tak apa kan?”

“Sudah diputuskan. Enggak boleh dibatalkan lho…”

Mengatakan itu, Ibuki-san keluar dari lift.

Begitu melepaskan tombol, perlahan-lahan pintu lift menutup.

“Tentu saja. Tapi─── bantu aku sampai kasus kali ini selesai ya…”

“Yaudah coba katakan dengan jelas apa tujuan pastinya?”

“Kushida-san datang ke sekolah senin depan. Itu saja.”

“Kedengaran mudah… Tapi emang kenapa kalau Kushida absen? Siapapun juga
pernah sakit kan…”

Tentang Kushida-san, Chabashira-sensei mengatakan tak seharusnya ada yang


memiliki rahasia.

Namun yang terpenting ialah tidak membicarakan secara sembrono.


Arakiyota
Mengikuti sarannya dengan patuh, aku memutuskan untuk berbicara semuanya.

Jika Ibuki-san adalah orang yang suka menyebarkan rumor di sekelilingnya, itu
berarti aku cuma tak melihat dia orang yang seperti apa.

Kalaupun aku menyudutkan diriku sendiri, yang kubutuhkan sekarang adalah


jalan keluar dari kebuntuan.

Topik pembicaraan yang dibicarakan tentang Kushida-san. Tentu saja aku tidak
menutup-nutupi dengan cara yang aneh.

Ibuki-san seharusnya sudah tahu kehidupan yang dijalani oleh Kushida-san.


Namun, aku akan menjelaskan sifat dan cara berpikir, bahkan situasi saat ini
secara rinci.

Saat aku membicarakannya, Ibuki-san terlihat tak tertarik hanya mendengarkan


sambil asal-asalan melihat ke arah lain.

Biasanya, orang akan mengeluh dengan sikap yang dia tunjukkan itu, namun
anehnya aku merasa lega setelah melihat Ibuki-san bersikap demikian. Setelah
mengatakan yang sebenarnya tentang mengapa Kushida-san absen dari sekolah,
Ibuki menghela nafas seolah dia kelelahan.

“Konyolnya…”

Tanpa menunjukkan minat yang kuat pada sifat asli Kushida-san, dia hanya
memberikan kesan tentang kenyataan tersebut.

“Kau tidak terkejut ya… Apa kau tahu sesuatu?”

“Enggak ada. Aku hanya tidak percaya ada orang yang benar-benar baik. Mau
itu Kushida, Hirata atau Ichinose sekalipun. Aku berpikir kalau orang yang di

Arakiyota
depan muka berkata dia orang baik, sudah pasti di belakang mereka itu orang
yang picik…”

“Heh… Pemikiran yang menarik.”

Ini tak terduga, mungkin ada bagian yang tepat sasaran mengenainya.

“Lalu, apa penilaian di antara kalian pada Ryuuen-kun sangat tinggi? Dia di
belakang…., ah tidak di depan pun sama saja dia bukan orang baik kan…”

“Lebih kubenci lagi. Sebagai tambahan akhir-akhir ini aku juga sangat membenci
orang seperti Ayanokouji yang di depan terlihat sebagai orang biasa tak
berbahaya… Sialan itu benar-benar menjengkelkan…”

Kalau dia sampai berkata begitu, apa ada sosok orang yang dapat penilaian
tinggi dari Ibuki-san?

“Yah.., aku tak membenci orang yang jujur apa adanya. Sebaliknya malah aku
jadi ingin bertanya ‘gimana perasaanmu setelah beracting jadi orang baik?’
gitu…”

Bila terlalu berlebihan, aku harus segera menghentikannya.., tapi tampak perlu
untuk mengikuti contoh paksaan seperti yang dikatakan Ibuki-san ya…

“Aku hanya perlu mengeluarkan Kushida yang sedang mengunci diri di kamar
kan?”

“Ya.”

Sepertinya dia cukup percaya diri, Ibuki-san lalu berjalan menuju depan pintu
kamar Kushida-san.

Arakiyota
“Apa kau bermaksud melakukannya sendiri?”

“Udah diam, lihat aja…”

Kalau begitu, aku akan melihatnya dengan tenang.

Ibuki-san yang berjalan di depan kamar Kushida-san, tiba-tiba berjongkok


memegang perutnya.

“Aduh., duh.., sakit.., sakit!”

Teriakan pun menggema di koridor.

Seketika aku tak mengerti apa yang dia lakukan, dan hanya kebingungan
menatapnya.

“Aaa.., tiba-tiba perutku sakit. Aah ga sempat deh ke kamar…”

Jangan bilang itu cara yang terpikirkan olehmu?

Membuatnya membuka pintu dengan alasan meminjam toiletnya?

Yah kesampingkan alasannya yang klise.., tapi aktingnya itu sangat buruk…

Lagipula kamar Ibuki-san bukan di lantai ini.

Kalaupun lantai kamarnya sama, dengan alasan itu lebih cepat dia pergi ke
kamarnya sendiri.

“Toilet.., pi-pinjam toiletnya dong…”

Dengan sangat cepat Ibuki-san menekan bel kamar Kushida-san.

Arakiyota
Walau sudah melakukan hal tersebut selama 10 detik, tak ada tanda Kushida-
san akan keluar.

Ini masalah yang bahkan tak ada hubungannya dengan masalahku sebelumnya…

Salah dalam memilih orang yang tepat membuat kepalaku pusing.

Puluhan detik sudah akting Ibuki-san terus berlanjut. Tak lama setelahnya, Ibuki-
san berjalan balik dan menatap lurus kearahku.

“Dia tidak ada di kamarnya kali?”

“Tidak salah lagi dia masih ada didalam kamarnya…”

“Benarkah? Sampai tak tergerak dengan aktingku itu.., Kushida hebat juga ya…”

“I-iya ya…”

Sepertinya dia mengatakannya dengan serius.., yah lebih baik tidak terlalu
mengusiknya.

Ketika aku menyuruh Ibuki-san untuk mengikutiku dengan tenang, aku


membuka kotak berisi meteran listrik di kamar Kushida-san.

“Dari sini kau bisa melihat piringan meteran listrik ini kan? Jika piringan ini
melambat, tinggi kemungkinan dia sedang diluar. Tapi jika dia tetap didalam
kamarnya, penggunaan TV atau PC akan membuat putaran piringan ini berputar
lebih cepat.”

Sekarang, kecepatan putaran dari piringan ini sedikit lebih cepat.

“Dengan ini kau tahu kan kenapa dia masih di dalam kamarnya?”

Arakiyota
“…. Kau mengetahui hal yang di ketahui seorang maling ya…”

“Seminggu ini, selagi menunggunya, aku banyak belajar. Jangan ditiru.”

‘”Tentu saja tidak" Dia menjawab sambil menatapku dengan dingin.

“Apa ada ide lain lagi yang terpikirkan olehmu? Jika tidak ada maka kurasa kita
harus menyerah sekarang...”

“Cara kita salah.”

“Eh?”

“Ini seperti sedang bertaruh, tapi tak apa kan? Aku akan mengeluarkan Kushida
dengan paksaan…”

Meskipun aku ingin dia menunjukkan dasar dari alasannya itu, tapi begitu
melihat matanya, kuputuskan untuk menyerahkannya lagi pada Ibuki-san.

Dia mengambil jarak dariku lalu pergi ke depan pintu lagi───

“Oi Kushida. Aku mendengar banyak hal tentangmu. Di ujian khusus kemarin
kudengar sifat aslimu kebongkar ya?”

Saat kupikir apa yang akan dilakukan, dia malah mulai mengecam dengan kata-
kata.

Tadinya aku ingin membuat dia berhenti, tapi setelah dipikir-pikir, tak ada
gunanya lagi.

Dia pasti tak akan berhenti meski aku menyuruhnya juga.

Arakiyota
“Menyedihkan bukan? Sebagai peringkat 1 siswa terpopuler, sekarang malah
jatuh ke dasar, gimana rasanya? Ah.., dari peringkat sebagai orang baik, Ichinose
yang paling tinggi kah… Gimana rasanya jatuh ke dasar dari peringkat 2?”

Teknik dalam memanas-manasinya ternyata jauh lebih baik dari pada akting dia
yang tadi.

Aku yang menjadi sangat kesal ini.., mungkin karena Ibuki-san yang
mengatakannya…

Namun, tak ada suara balasan.

Yah tampaknya mengambil tindakan drastis tetap tak bisa kah….

Di depan pintu Ibuki-san tidak mengubah ekspresi wajah maupun menghentikan


kata-katanya itu.

“Ayo tunjukkan wajah menyedihkanmu itu lah…”

Tendangan yang cukup kuat dari kaki kanan, dia menghantam pintu Kushida-
san.

“Karena Horikita stress menumpuk di kepalaku, yah mau tak mau aku ingin
menghilangkannya…”

Itu adalah perasaan sebenarnya dari Ibuki-san yang sama sekali tak memikirkan
untuk menyelamatkan Kushida-san.

Dia terus mencurahkan semua pada Kushida-san yang entah ada atau tidak di
balik pintu.

“Menendang-nendang pintu kamar seseorang ternyata tak buruk juga ya… Aku
jadi sedikit paham gimana perasaan Ryuuen.”

Arakiyota
Perilakunya yang berulang kali menendang dan terus menendang itu.., lebih
teruntuk dirinya sendiri.

Setelah beberapa tendangan, aku mendengar suara di balik pintu kamar.

Meski begifu, ketika Ibuki-san malah hendak menendang lebih keras lagi, pintu
kamar Kushida-san itu tiba-tiba terbuka.

“───Karena sangat menganggu, bisakah kau berhenti Ibuki-san…”

Kushida-san muncul dengan pakaian casual.

Tak kusangka Kushida-san bereaksi dengan cara kekerasan seperti ini…..

Apa-apaan kerja kerasku selama 1 minggu ini.., benar-benar membuatku shock.

“Lihat.., muncul juga kan? Seperti yang kuduga kau orang yang begitu kan…”

Ada beberapa bagian yang mungkin Ibuki-san ketahui setelah memahami


kepribadian Kushida-san secara rinci kah…

“Kesalahpahamanmu itu membuatku kesal, jadi bisa berhenti enggak?”

“Heeeh… Jadi kau merasa begitu kah… Kesanku padamu sekarang lebih bagus
dari pada saat kau pura-pura baik dulu.”

“Aku bahkan tak sekalipun punya kesan bagus terhadapmu. Sama dengan
Horikita-san yang ada disana juga…”

Tetap memanggilku dengan akhiran -san, tampaknya kondisi mental dia sudah
stabil.

Arakiyota
Karena sudah tak ada gunanya lagi bersembunyi, aku pergi menuju ke depan
kamar Kushida-san.

“Boleh aku masuk ke dalam kamarmu? Setelah menunggu begitu lama.., aku
sudah sangat lelah…”

“Yah mau coba nutup pintunya juga tak ada gunanya…”

Ibuki-san dengan kuat mengganjal satu kaki ke celah di pintu, membuat pintu
itu tidak bisa ditutup.

Kushida-san yang melihat ke bawah ada kaki yang mengganjal pintu.., dia injak
dengan sekuat tenaga.

“Aww!!”

Walau diinjak sekuat tenaga dengan keras, Ibuki-san tetap tidak mundur.

“Wah ternyata benar ya.., pintuku tak bisa ditutup…”

“Cukup sudah───hentikan!!”

Saat memasuki pintu yang dibuka dengan paksa, Kushida-san melangkah


mundur dan hanya melihat kami dengan tatapan serius.

“Silahkan masuk. Ini mungkin yang pertama dan yang terakhir, jadi
senyamannya aja…”

Itu adalah perkataan dengan maksud tersembunyi, tapi kurasa dia sudah
mempersiapkan diri.

Arakiyota
Bagi Kushida-san untuk terus mempertahankan keadaan yang sekarang dan
merepotkan kelas itu bukanlah suatu peningkatan yang bagus. Tak salah lagi dia
menyambut kami masuk, karena sudah memutuskan sesuatu.

Ini mungkin─── kesempatan terakhirku.

Hanya dengan melihatnya sekilas kau akan tahu betapa bersih dan rapinya
kamar Kushida-san. Dalam hal tertata rapi bahkan lebih dari kamarku sendiri.

“Heeh.., yah ya rapi juga…”

Ibuki-san yang melihat sekeliling ruangan berkata dengan terkejut sekaligus


kagum.

Melihat reaksinya, Kushida-san berkata.

“Kamar Ibuki-san sepertinya berantakan dan pakaian berserakan di mana-mana


ya…”

“Uggh… Tanpa melihat kamarku, kok kau bisa tahu?”

Yah dilihat bagaimana pun.., tebakan Kushida-san sepertinya tepat sasaran.

“Duduklah. Aku tak menyuguhkan minuman atau cemilan.., tapi enggak apa-apa
kan?”

“Ya tak apa…”

Saat didesak untuk duduk, kami saling memandang sejenak dan kemudian
duduk di kejauhan.

Kushida-san duduk berseberangan dengan kami, dan situasinya pun 2 banding 1


seberang meja.
Arakiyota
“Sepertinya kalian membuat keributan di depan kamarku sepanjang waktu, jadi
apa tujuan kalian?”

“Kau sudah tahu bukan? Seminggu sudah, kau tidak masuk ke sekolah. Tentang
hal itu…”

“Haah…”

Seolah tanpa tenaga, Kushida-san melanjutkan.

“Setelah semua yang terjadi.., apa kau pikir aku akan masuk ke sekolah? Yah
bukan berarti aku terkejut tapi kau sudah berbicara tentangku padanya kan? Ini
salah 1 yang kau lakukan untuk membalas dendam bukan…”

“Tidak, bukan begitu. Dia tidak akan sembarang bicara tentangmu pada orang
lain…”

“Heeh… Kau jadi percaya padanya ya?”

“Enggak… Aku cuma tak memiliki orang yang dekat untuk diajak bicara doang…”

“Oii…”

Membentak atas meja, Ibuki-san melotot padaku tapi kuabaikan. Yah


bagaimanapun faktanya memang begitu.

“Kalaupun benar begitu, kau tidak memikirkan bagaimana perasaanku ya… Aa


ah hatiku terluka…”

“Apa kau punya kapabilitas untuk berkata begitu?”

Arakiyota
“Walau aku tak punya, tetap bukan alasan yang baik untuk Horikita-san tidak
memikirkan bagaimana perasaanku kan?”

Kata-kata tajam saling balas membalas.

“Mari topik pembicaraan kita lanjutkan. Aku sangat tahu ada aspek padaku yang
tak kompeten… Tapi yang memulai permusuhan pertama kali itu adalah kau…
Benar kan?”

Kushida-san hanya teman sekelas.

Namun dia selalu melihatku sebagai target yang harus didropout dari sekolah.

“Yah aku memang tak menyangkal aspek itu. Tapi yah mau bagaimana lagi aku
tak bisa menahannya…”

“Aku harus bertindak bagaimana ya? Mundur melihatnya lagi pun, tetap tak ada
jawaban yang jelas…”

“Aku paham. Lagipula beberapa kali aku pernah memikirkannya hal yang sama
juga. Dan aku pun menemukan satu kesimpulan. Karena tak tahan dengan
keberadaan Horikita-san, bukankah lebih baik untuk membuatmu dengan
sukarela keluar dari sekolah?”

“Bisa enggak, kau tidak mengatakan sesuatu yang gila? Itu mah bukan
kesimpulan tapi alasan konyol.”

“Yah alasan konyol memang… Tapi hanya alasan konyol itu yang terpikirkan
olehku…”

Arakiyota
Meskipun dia menjawab pertanyaanku, sulit untuk mengatakan bahwa ini
adalah dialog yang bersahabat.

Tetapi, hal tersebut memang dari perasaan sebenarnya Kushida-san.

Ibuki-san yang pada awalnya sedikit mendengar percakapan kami, kini matanya
berangsur-angsur terlihat seperti ikan mati.

“Bisa tidak kita lupakan semua berlalu dan mulai berkerjasama?”

“Aku tahu kau akan mengatakannya, tapi jangan buat kutertawa…”

“Kemampuan yang kau miliki itu cukup tinggi…”

“Aku tahu…”

Jawaban langsung Kushida-san, tanpa menunjukkan kerendahan hati.

“Pede banget ya….”

Kushida-san segera membalas pada omongan spontan Ibuki-san, tanpa


mengoreksi apa yang dikatakan.

“Begitu kah? Menurutku tidak kok…”

“Menurutku juga tidak… kupikir kemampuanmu tidak begitu luarbiasa. Kalau


mau gimana kita coba saja di sini?”

Kata Ibuki-san, sambil mengepalkan tinjunya.

Arakiyota
“Ibuki-san ternyata lebih bodoh dari yang kubayangkan ya… Kemampuan bukan
hanya itu saja.., tahu? Lihat aja OAA! Kemampuanku di sekolah ini, nilainya
bagus kan? Sedangkan selisih nilai OAA aku dan Ibuki-san cukup jauh bukan?”

Merasa tersinggung, Ibuki-san segera mengeluarkan ponsel lalu memeriksa


OAA-nya.

Saat membandingkan nilai kemampuan komprehensif, wajah Ibuki-san


memucat.., dia pun mengantongi ponselnya kembali dalam diam tanpa kata.

“Aku ingin kau menggunakan kemampuanmu yang tinggi itu untuk kelas. Jika
kau terus menerus absen, tak lama kursimu di kelas akan menghilang.”

“Sudah tidak ada kan… Yah iya juga sih. Bagi Horikita-san, kau sudah
membulatkan tekad mengambil peran antagonis demi menentang aku
didropout kan? Itu sebabnya kaulah yang paling bermasalah jika tidak bisa
menggunakan kemampuanku. Yah aku paham betapa putus asanya kau untuk
membujukku…”

Kushida-san pasti tahu dengan baik keadaan kelas sekarang.

“Aku sudah kalah. Tak ada lagi tempat untukku. Tetapi kenapa aku patuh saat
ujian khusus suara bulat karena hal terakhir yang ingin aku lakukan adalah
memberikan kerugian padamu meski hanya sedikit. Jika terus menerus absen,
sekolah akan menghukum kelas yang menyebabkan siswa tidak masuk sekolah,
bukan? Dan tanggung jawab atas hukuman itu ada padamu.”

Memang benar, jika Kushida-san terus absen, kelas akan terkena kerugian
perlahan-lahan seakan menelan racun. Ada kemungkinan strateginya bolos ke
sekolah sampai ujian khusus berikutnya akan menemui jalan buntu, tapi itu
berarti Kushida-san berhasil membalaskan dendamnya.

“Tak ada keuntungan yang kau dapat kan…”


Arakiyota
“Baru sekarang tahu ya… Karena tidak rugi juga, bukankah normal untuk
memikirkan jalan yang memutar?”

“Hah? Mana ada normal. Mentang-mentang nilai OAA-mu sedikit lebih bagus
udah belagu…”

“Aku menyambutmu masuk karena kupikir kau akan menghiburku, sepertinya


pemikiranku itu tepat. Kau orang yang menarik Ibuki-san. Jika hanya ada aku
dan Horikita-san, percakapan kami mungkin jadi membosankan. Memang apa
yang kukatakan tentang normal tadi salah. Karena apa yang kuanggap normal
itu adalah suatu yang tidak normal.”

“Jadi kau ngaku kalau dirimu itu tak normal?”

“Selama tidak nomer 1, aku tidak akan pernah puas. Aku juga tidak mentolerir
hal-hal yang membuatku merasa nyaman.”

“Menjijikkan…”

“Yah mau bagaimana lagi. Aku tak bisa mengubah caraku berpikir. Dari lahir aku
sudah begini….”

Tidak masalah apakah itu melampiaskan kemarahan atau memang sudah benci.

Kushida-san yang telah menenangkan pikiran seakan tercerahkan, lebih


menakutkan dari biasanya.

Dia jauh lebih sulit dihadapi daripada saat kelemahannya terungkap di mana
suaranya menjadi keras dan perkataannya berubah kasar.

Arakiyota
“Sampai pihak sekolah melakukan sesuatu secara paksa, aku akan tetap bolos
ke sekolah.”

Kushida-san menyatakan akan melanjutkan serangan seakan tak takut mati.

Dalam arti tertentu bisa dikatakan tak terkalahkan, dia berkata apa adanya.

“Jadi gimana?”

“Ya enggak gimana-gimana.., tak ada pilihan selain melanjutkan dialog seperti
ini denganmu.”

“Kau tak punya cara lain ya… Sangat beda jauh dengan Ayanokouji-kun…”

Saat nama Ayanokouji-kun diucapkannya, tersentak telinga Ibuki-san bereaksi.

“Kupikir yang mengambil keunggulan terhadapnya itu aku.., makanya aku tak
merasa cemas. Sebaliknya lebih dari itu, dia menyusun rencana dengan
memanfaatkan balik keunggulan itu. Menurutku dia adalah orang yang tak
boleh dijadikan musuh.”

“Orang itu───ya… Dia mungkin memiliki kekuatan untuk melihat berbagai hal
jauh di depan… Yah meskipun baru belakangan ini aku menyadari akan hal itu
sih…”

“Yah kalau gitu kau sama juga denganku ya…”

“Iya…”

Setelah itu, keheningan kecil berlanjut.

Arakiyota
“Kau orangnya cukup bodoh juga ya Horikita-san. Padahal akan lebih mudah jika
saja kau mendropoutku.”

“Yah mungkin aku memang bodoh. Intuisi yang tak berdasar. Kepercayaan diri
yang tak berdasar. Mau bagaimana lagi kalau aku terpaku pada hal tersebut.
Namun, tak ada keraguan bahwa kau adalah siswa berbakat. Kebencianmu
padaku dan Ayanokouji-kun yang mengetahui masalalu itu memang
berbahaya.., tapi kontribusi yang kau lakukan untuk kelas selama satu setengah
tahun tidak mengubah evaluasimu.”

Dia selalu meninggalkan hasil yang membanggakan bahkan tak ada yang
memalukan.

“Jika memang merepotkan kelas adalah prioritas utamamu, mungkin dengan


kau terus absen balas dendammu itu berhasil… Sebaliknya, apa tak apa bagimu
seperti ini?”

“Apa maksud dari yang kau bicarakan?”

“Aku tanya apa kau bisa puas hanya dengan begitu saja?”

“Bisa… Lebih dari itu aku tak kepingin juga. Kau membujukku dengan perkataan
apapun tak guna, aku tidak akan pernah mengangguk setuju.”

Aku tidak bisa membujuknya. Mendengar kata itu, aku merasa seperti ada
tulang kecil tersangkut di tenggorokanku.

Aku memang ingin Kushida-san datang lagi ke sekolah.

Itu karena agar aku bisa membuktikan keputusanku ini tidaklah salah.

Kushida-san yang ada di depanku ini tahu benar tentang hal itu.

Arakiyota
Tetapi, hal itu demi diriku. Sulit mengatakan kalau hal itu jawaban bagus demi
Kushida-san.

“Aku mungkin telah salah paham.”

“Maksudnya?”

“Aku bermaksud untuk『membujuk』dirimu. Tapi tidak begitu. Pada akhirnya


hal itu demi diriku, demi Kelas. Aku tidak memperhatikan bagaimana
perasaanmu…”

“Apa? Jadi sekarang mau merengek meminta belas kasihan ya?”

“Aku hanya baru sadar membuatmu datang ke sekolah yang tidak ingin kau
datangi adalah kesalahan…”

“Kalau begitu pembicaraan kali ini selesai. Bila aku menjadi penghalang, kau
juga yang terjatuh. Aku akan senang kalau kau menderita di kehidupan
sekolahmu yang panjang ini.”

“Tak perlu mempedulikanku. Tapi, kau juga akan sama menderitanya.”

“Menderita.., aku? Apa-apaan itu?”

“Padahal masih punya tempat untuk kembali, tapi tak lama kau akan kehilangan
tempat itu…”

“Kau jadi berkata seenaknya saja ya… Bukankah sudah kubilang tak ada tempat
untukku lagi…”

Arakiyota
Semakin aku memikirkan tentang Kushida-san, semakin aku memikirkannya lagi
dan lagi ada satu perasaan yang muncul di benakku.

“Melihatmu aku jadi kesal…”

“…. Haah?”

“Dibilang tak berempati pun tak apa.., kau itu anak kecil jadi ya mau bagaimana
lagi… Intinya kau salah secara keseluruhan saat memutuskan pilihan. Hal ini
tidak akan terjadi kalau saja kau tidak berusaha untuk mendropout-ku yang
tidak tahu apa-apa tentangmu apa lagi bicara tentang rahasiamu tahu! Sama
juga dengan masalah Ayanokouji-kun!”

“Sudah kubilangkan… Aku enggak tahan!”

“Itu yang kumaksud anak kecil. Mengamuk karena enggak bisa menahan dirimu
sendiri…. Sama aja kayak anak kecil!”

Yang pertama kali bereaksi dari perkataanku itu adalah Ibuki-san yang dari tadi
hanya diam mendengarkan.

Tanpa sadar dia mulai tertawa terbahak-bahak.

Mungkin karena tersinggung, Kushida-san menunjukkan sikap kesal.

“Cuma begini aja kok.., setidaknya tahan dirimu. Kau sudah SMA kan? Padahal
cuma jalan pergi ke kelas, tapi itu aja enggak bisa… Jangan terus-terusan
berbaring mengamuk di tanah, cepatlah bangun dan jalan dengan kakimu
sendiri.”

“Hah───pandai juga bicaramu Horikita-san. Tapi, aku ini gadis malang yang
sedang terluka lho… Jika pergi ke sekolah, yang ada aku nanti jadi gangguan dan
Arakiyota
keadaan tak kan sama seperti dulu… Sungguh kejamnya, kau malah ingin
membawaku ke tempat yang sangat menyulitkan begitu… Sungguh tak ada
empatinya…”

“Aku tidak dalam posisi untuk mengatakan hal ini padamu.., tapi kau sekarang
ini sangat-sangat menyedihkan.”

“…………”

“Di kelas, sifat aslimu sudah terbongkar. Kau sudah tidak bisa menjaga sifat
palsumu lagi. Karenanya cuma bisa merepotkan saja. Penampilanmu saat
menangis di kelas seperti anak kecil.., sekarang jelas anak kecil. Ah tidak, seperti
balita malah… Aku merasa sedang berhadapan dengan seorang balita ini mah…”

“Jangan mengejekku!!!”

Mengangkat tangan, lalu tanpa ragu mengayunkannya ke pipiku.

Aku dengan tenang menggenggam dan menahan kuat-kuat tangannya itu.

“Yah setelah melihat sikapmu tentu jadi kepingin mengejek kan… Merasa
senang karena merepotkanku, merepotkan kelas, dan untuk memprioritaskan
hal itu tak lain cuma balita doang…”

“Hanya aku yang mengalami pengalaman pahit, terus menahan diri.., dan kau
ingin aku berkerjasama dengan orang-orang di kelas?”

“Jangan seenaknya menyimpulkan… Dengar! Kau memiliki kekuatan yang


handal. Kalau gitu, gunakanlah『untuk dirimu sendiri』bukan untuk yang lain.
Tak peduli apa yang orang lain katakan. Jika kau bertindak untuk dirimu sendiri,
dan untuk dirimu sendiri kau naik ke kelas A, tak diragukan lagi itu adalah『
prestasi』mu sendiri. Dengan itu kau bisa menggunakan hak istimewa lulus di
Arakiyota
kelas A semau-mu… Dan kalau masalah seperti ini terjadi lagi nanti, selanjutnya
kau bisa pergi ke tempat yang tak ada yang tahu tentang masalalu-mu…”

Kushida-san yang melototiku, berhenti berkata-kata.

“Kehidupan sekolah hanya tersisa satu setengah tahun lagi. Itu bukan suatu hal
yang sulit kan? Selama satu setengah tahun ke belakang, kau berhasil
menunjukkan hanya wajah baikmu. Kali ini kau cuma melakukan hal yang lebih
mudah. Atau mungkin melakukannya dengan kemampuanmu kau tak bisa?”

Aku bisa merasakan tangan Kushida-san yang kugenggam gemetar karena


marah.

Tapi, aku sudah sampai pada satu kesimpulan lain.

“Baru sekali ini aku datang ke tempatmu. Sisanya tergantung pada apa yang kau
pikirkan. Jika kau memutuskan untuk menjadi musuh meskipun aku sudah
berbicara sebanyak ini───tak ada obat lagi yang dapat menenangkan pikiranmu.
Teruslah jadi anak kecil..”

“Selagi aku berhenti melangkah.., Horikita-san terus bergerak maju… kah…”

Tanpa harus membicarakan semuanya lagi, Kushida-san pasti memahaminya.

“Kau didropout. Lalu mimpi-ku untuk lulus di kelas A terwujud. Jarak selisihnya
jauh bukan?”

Kushida-san yang punya harga diri tinggi memejamkan mata membayangkan


masa depanku yang dia benci.

Kehidupan sekolah yang panjang hanya tinggal beberapa persen.

Arakiyota
“Benarkah….? Jika mulai kembali masuk ke sekolah, apa menurutmu aku masih
punya kesempatan?”

“Itu tergantung pada dirimu sendiri. Apa kau akan bertarung dengan dagu
terangkat tinggi atau berkubang dalam kesedihan dan kemarahan.., kau yang
putuskan…”

Kekuatan tangan Kushida-san masih kuat. Meski begitu secara bertahap


kekuatannya mulai menghilang perlahan-lahan.

“Yah setidaknya aku akan mendengarkanmu. Beritahu aku tentang strategi


Horikita-san…”

Setelah menyusuri banyak tikungan tajam yang berkelok-kelok.., akhirnya


sampai di titik Kushida-san mau mendengarkanku.

Namun, aku tak seharusnya menjaga penampilan hanya untuk membuat dia
merasa nyaman.

Yang perlu kulakukan adalah meyakinkan tentang rencananya untuk tetap


bertahan.

Dengan beberapa jawaban tak pasti yang ada, lalu merumuskannya sampai
pada jawaban yang ideal.

“Menjalani kehidupan sekolah dengan berpura-pura ramah itu───”

“Tak bisa. Malah enggak mungkin kan? Seisi kelas melihat sifat asliku.., dan tak
ada yang bisa mengubah fakta itu bukan?”

“Benar. Tapi bisa juga, kalau belum ada yang melihat sifat aslimu, kau bisa tetap
pura-pura ramah lagi kan?”

Arakiyota
Kushida-san menunjukkan sikap memikirkannya sedikit, tapi dia bergumam
‘gimana ya…’

“Jika yang tahu sifat asliku Horikita-san lalu Ayanokouji-kun dan yang lainnya,
hanya sedikit orang. Aku mungkin tak akan ragu untuk menjaga penampilanku,
tapi sekarang yang tahu jumlahnya sekelas? Tidak hanya siswa yang cakap saja,
siswa bodoh nan tolol kayak kotoran juga termasuk…”

Kushida benar. Tapi sebelum aku bereaksi, yang bereaksi duluan adalah Ibuki-
san.

“Wah kasar bener mulutmu…”.

Sepertinya Ibuki-san sensitif dengan kata-kata bodoh nan tolol kayak kotoran.

“Aku tidak sedang membicarakanmu jadi enggak masalah kan?”

“Ibuki-san.., kalau tak bisa diam, kau boleh pulang duluan kok…”

“Ah begitukah? Kalau gitu aku pulang. Kau akan menepati janjimu itu kan?”

Begitu dia berdiri, aku memberitahukan apa yang harus dikatakan.

“Tak boleh. Jika kau pulang sekarang, aku akan anggap kau meninggalkan di
tengah jalan, dan perjanjian kita pun batal.”

“Haaaaah? Yang benar aja… Agh.., aku akan diam jadi cepat selesaikan.”

“Perjanjian? Itu kata yang membuatku penasaran.”

Arakiyota
“Agar dia mau berkerjasama denganku untuk membawamu kembali masuk ke
sekolah, aku berjanji bertanding dengannya saat festival olahraga nanti, cuma
itu…”

Aku menyelesaikan dengan cepat penjelasan kenapa Ibuki-san ada di tempat ini.

“Jadi begitu ya… Aku heran kenapa Ibuki-san di lantai tempat kamarku, sekarang
terjawab sudah…”

“Yah berkat dia aku bisa masuk ke dalam kamar Kushida-san, jadi ya setidaknya
ada artinya…”

Dari wajah Ibuki-san.., dia memiliki banyak hal untuk dikatakan, tetapi Ibuki-san
tetap menahannya.

Walau harus menahan diri, itu semua untuk bersaing denganku.., dan aku akan
mencontoh semangatnya itu.

“Kembali lagi ke pembicaraan kita, apa tak apa kalau dari penjelasanmu
kuanggap sangat sulit untuk tetap berakting meski sifat aslimu sudah
diketahui?”

“Yah itu benar. Meski bisa berusaha berakting dengan baik karena adanya
alasan, kau tak bisa melakukan yang terbaik dalam berakting tanpa adanya
alasan kan?”

Kalau sampai sekarang aku dan Ayanokouji-kun didropout, masuk akal bila ada
alasan untuknya terus berakting.

Namun mustahil buat Kushida-san mendropout hampir seluruh kelas.

Di masa SMP, saat Kushida-san berada dalam situasi yang sama, dia
menghancurkan kelas dan mengakhiri segalanya.
Arakiyota
Oleh karena itu, mengikutiku perkembangan sejauh ini dia melakukan hal yang
sama juga kali ini.

“Jika tidak mau melakukannya, kau tidak perlu dekat dengan teman sekelas
seperti sebelumnya…”

“Heeh?”

Tampaknya tidak hanya Kushida-san yang ada di depanku, tetapi juga untuk
Ibuki-san.., mereka berdua menunjukkan reaksi terkejut yang sama.

“Bahkan jika menyuruh kelas untuk berhenti bicara tentangmu, tetap tidak ada
jaminan mutlak. Dalam hal ini, tidak dapat dihindari Kushida-san akan dicurigai
oleh kelas lain, yang berasumsi kalau Kushida-san adalah siswa yang bermasalah
yang memiliki muka dua.”

Tapi jika begitu, efektivitas dari senjata yang Kushida-san punya akan hilang
setengahnya.

Meskipun Kushida-san cukup pandai di bidang akademik dan olahraga,


kemampuannya itu bukan yang terbaik.

Bahkan dikatakan kemampuanya lebih unggul dari Sakura-san, tapi dia tidak
punya daya tarik di bidang lain lagi.

“Aku tidak lagi dipercaya oleh siapapun. Kau tidak berpikir semuanya bisa di
yakinkan olehku. Benar begitu kan?”

“Tentu tidak akan sama seperti sebelumnya, tapi apa iya kredibilitasmu
sepenuhnya langsung hilang begitu saja. Bagaimana menurutmu? Ibuki-san…”

“…………”
Arakiyota
“Jawab Ibuki-san…”

“Kau kan yang menyuruhku diam…”

“Kuizinkan kau bicara…”

“Yang benar aja… Tadi nyuruh diam, sekarang bicara.., aku ini bukan adik atau
bawahanmu tahu!”

“Jadi kau tidak mau bertanding melawanku? Kalau gitu ngomong dong───”

“Ah elah!”

Kata Ibuki-san, sambil memegang kepalanya.

“Kau cuma kebanyakan akting sebagai orang baik doang kan… Sejak awal aku
tak percaya ada orang yang sepenuhnya baik, malahan kau yang dulu itu yang
mencurigakan. Jika ditanya mana yang harus dipercaya, kau yang dulu atau kau
yang sekarang, aku mungkin lebih percaya kau yang sekarang.”

Ibuki-san mengatakan apa yang dipikirkannya dengan cepat. Mungkin perkataan


Ibuki-san terdengar tak basa-basi atau tanpa ada akal-akalan murahan oleh
Kushida-san.

“Hahaha… Jawaban yang menarik ya… Tapi tidak semua orang tak normal
layaknya Ibuki-san. Sebaliknya, orang normal tak memiliki prasangka kan?”

“Yah dia memang tidak normal…”

“Oii!”

Arakiyota
“Tapi bukankah kebanyakan orang memiliki 2 sisi pada sifat mereka? Ibuki-san
menghargai bagian dari sisi sebenarnya darimu yang berakting untuk dirimu
sendiri lebih dari apapun. Itu karena sifat dan perasaanmu yang sebenarnya
tidak akan pernah berubah.”

Sejak awal mengubah sifat asli Kushida-san itu adalah kesalahan.

“Selain itu, Jika kau tidak mengubah cara dan nada bicara pada orang luar, sulit
membayangkan sifat aslimu yang sebenarnya jika tidak melihatnya. Tidak peduli
berapa banyak kata jelaskan pun, orang tidak dapat paham kecuali mereka
sekali mengalaminya langsung.”

“Maksudnya?”

“Yah misanya Ichinose-san. Dia dikenal orang baik lebih dari Kushida-san. Tapi
bagaimana jika nyatanya, dia sangat kejam, mulutnya kasar, dan menjadikan
kesalahan orang lain sebagai kesukaannya lebih dari apa pun, apakah kau
langsung percaya?”

“…… Sangat sulit memang. Dia sepertinya memang orang baik beneran…”

“Kalau aku meragukannya sih…”

“Yang kau maksud bukan Ichinose-san kan, melainkan keberadaan orang baik
itu sendiri?”

“Yah…. Kau tidak akan tahu kalau tidak melihatnya secara langsung. Bahkan
mendengar tentang Kushida dari Horikita saja sudah tidak ada waktu.”

Arakiyota
“Iya benarkan? Setidaknya selama satu setengah tahun terakhir, Ichinose-san
adalah orang baik. Kalaupun ada orang yang tiba-tiba membongkar hal buruk
tentangnya, aku tak percaya. Yah meski begitu, jika semua teman sekelasnya
bekata Ichinose-san memang orang yang seperti itu.., tentu kita pasti akan
mencurigainya. Tapi, bukankah tidak sepenuhnya image tentang dia
terbayangkan?”

Ichinose-san yang dengan kejam menggunakan kekerasan, Ichinose-san yang


bermulut kasar. Tidak peduli siapa yang bicara, tak akan ada yang percaya.

Walau sudah mewaspadainya, tetap tidak ada yang percaya jika tak melihat sisi
lain itu secara langsung.

“Kecuali mengalaminya.., mungkin memang benar tidak ada yang paham.


Bahkan dalam seni beladiri, meski sudah dibilang teknik itu berbahaya, tetap
tidak masuk ke kepala. Tapi jika benar-benar melakukannya, kau bisa paham
betapa hebatnya teknik tersebut.”

“Menyamakan dengan seni beladiri itu kau sekali ya Ibuki-san…”

“Namun selama ada keraguan, tidak sepenuhnya dapat dipercaya.”

“Yah kalau itu tergantung seberapa cakap kemampuanmu. Mulai sekarang kau
harus melakukan dengan cara yang lebih terampil. Setidaknya kemampuanmu
dalam mengontrol jarak dan caramu berkomunikasi lebih tinggi dari orang lain
itu fakta.”

Pada tahap ini tidak diketahui apakah kepercayaan tentangnya dapat diperoleh
atau tidak di masa mendatang.

“Kalaupun tak ada masalah dengan Kelas lain, bagaimana dengan kelas kita?
Shinohara-san, Wang-san, terutama Hasebe-san yang sepertinya menyimpan
dendam padaku… Apa mungkin dengan ini kelas kita bisa bersatu?”
Arakiyota
“Tidak mungkin kalau semua. Tapi, hasil memuaskan akan muncul hanya
dengan bagaimana kau menjawabnya menggunakan kemampuanmu.

Sekalipun hasilnya lebih tinggi dari rata-rata, siswa yang hanya bisa
mendapatkan nilai di bawah Kushida-san tidak bisa dengan mudah mengeluh.

“Jika ketidakpercayaan muncul keluar, aku akan berkerjasama.”

“….. Apa kau pikir aku percaya pada perkataan naif itu? Bukannya nanti kau
akan berkhianat…”

“Diragukan pun ga masalah. Saat aku berkhianat, aku akan mendengarkan


pengaduan dendammu itu…”

Lagipula, di saat ini bagi Kushida-san yang usahanya berakhir sekali, seharusnya
tak ada lagi hal untuk ditakutkan. Kushida memejamkan mata.., membuat
keheningan terpanjang dihari ini. Lalu dia mengumamkan sesuatu yang tak bisa
aku dengar. Dan akhirnya setelah tampak sudah sampai pada suatu kesimpulan,
Kushida-san membuka mata.

“Aku mengerti. Demi diriku sendiri, aku akan berkontribusi pada kelas selama
satu setengah tahun. Aku tidak akan bertarung demi Horikita-san ataupun demi
teman kelasku. Dengan begini tidak masalah kan?”

“Sama sekali tak ada keluhan. Yang harus dilakukan hanya menjawannya
dengan hasil…”

Pada Kushida-san yang berdiri.., kali ini dari pada melayangkan tinju, dia
mengulurkan tangan kirinya.

“Pada saat itu kebalikannya kan…”

Arakiyota
Waktu itu uluran tanganku tidak Kushida-san tanggapi.
(Tln: Waktu yang dimaksud saat vol 6, 1st year)

“Berjabat tangan dengan tangan kiri itu yang seperti dilakukan pada orang yang
saling bermusuhan tahu!”

“…. Begitukah? Dulu tangan mana yang kuulurkan padamu ya?”

“Kiri…”

Mengingat dengan jelas, jawab Kushida-san dengan cepat.

Itu berarti dia memang mengulurkan tangan kiri setelah memahami hal itu kah.

Aku pun berdiri juga, lalu mengulurkan tangan kiri dan berjabat tangan
dengannya.

“Ini seperti memperingati kita akan bermusuhan.”

“Tidakkah menurutmu hal ini seperti kita banget?”

“Yah kau mungkin benar…”

Pada genggaman tangan yang kuat itu, kubalas balik juga.

“Oh ya… Ada sesuatu yang ingin kulakukan padamu Horikita-san. Tidak apa-apa
kan?”

“Permintaan? Apa memangnya?”

“Itu───”
Arakiyota
Dengan wajah tersenyum, dia secara perlahan mengulurkan tangannya ke
arahku.

Tengan yang dia ulurkan itu melewati ketinggian badan dan lalu menggapai
wajahku.

Begitu kukira dia bermaksud mengusap pipiku dengan lembut…. tiba-tiba


layaknya sengatan listrik mengalir bersamaan dari kedua sisi pipiku.

Segera setelah itu, baru kusadari bahwa itu adalah rasa sakit di mana pipiku
dicubit.

“Apa yang au ukan….!?” (Apa yang kau lakukan…!?)

“Aku sangat membencimu Horikita-san.”

Mengatakan itu, Kushida-san mencubit pipi lebih keras lagi.

“Sejak bertemu denganmu hari ini aku sudah kesal.., bahkan kita yang sekarang
membangun hubungan kerjasama pun masih membuatku sangat kesal.
Memikirkan kalau hal ini terus berlanjut sampai senin, bahaya kalau sampai
stress… Tak masalah kan, kalau aku melupakannya sebentar seperti ini…”

Dilihat dari kekuatan yang ditambahkan pada cubitannya itu, tampaknya dia tak
akan berhenti.

“Sudah cukup kan?”

“Belum.., segini aja tak cukup…”

Aku berniat membiarkannya untuk sementara waktu, tapi Kushida-san yang


sedang dalam suasana hati yang bagus, tidak berhenti mencubit pipiku.
Arakiyota
Jika dia tidak berniat melepaskan pipiku, aku juga punya ide sendiri.

Dengan cara yang sama, mengulurkan kedua tangan lalu mencubit pipi Kushida-
san.

“Hah?”

“Tsudah aatnya ntukmu elepaskannya ukan?” (Sudah saatnya untukmu


melepaskannya bukan?)

Dia pasti berhenti kalau tahu sakit, itu yang kukira…..

“Afafa.., nndanya ukup di wajah jelekmu aja…” (Hahaha, Bercandanya cukup di


wajah jelekmu aja…)

Tak menyerah, kekuatan ditambahkan pada ujung jari dengan semangat


membalas cubitanku.

Walau begitu, Kushida-san tidak mengambil langkah dalam mencubit dengan


kekuatan yang sepertinya melebihi batas.

Kalau sudah begini, ini adalah persaingan antara yang saling keras kepala.

Arakiyota
“Kalian berdua lakuin aja sampe robek ya… Keliatan bego banget jadi aku
pulang…”

Ibuki-san yang satu-satunya berpikir tenang, pergi ke pintu depan setelah


berkata begitu.

Persaingan kami berlanjut selama 2.., 3 menit, tepat saat rasa sakit berubah jadi
mati rasa.

Menyadari apa yang dilakukan ini benar-benar membuat kami berdua terlihat
bodoh, kami pun saling menghentikan cubitannya.

Melihat wajah Kushida-san yang menjadi merah, aku mengira pasti wajahku
juga sama merahnya dengan dia.

“….. Senin nanti, datanglah ke sekolah.”

“Keras kepala banget. Udah cepat pulang aja sana…”

Seolah-olah punggungku didorong, aku melangkah keluar dari kamarnya ke


koridor.

“Huuh yang benar saja…”

Saat melihat ke depan lift selagi mengusap-usap kedua sisi pipiku, aku melihat
Ibuki-san masuk ke dalam.

“Apa mungkin kau menungguku?”

Begitu aku mulai berjalan ke sana, Ibuki-san menekan tombol lift dengan
lidahnya yang menjulur keluar.

“…. Dia mungkin memiliki bakat untuk membuat orang marah…”


Arakiyota
Tapi yah.., berkat Ibuki-san aku bisa bertemu dengan Kushida-san.

Sesuai keinginannya.., di festival olahraga nanti aku harus membuat hasil


persaingan kami jelas diatas hitam dan putih.

Mengangkat kepalaku yang berat dari tempat tidur, aku keluar dari tempat itu
seperti seakan jatuh terguling.

Aku tidak sedang demam, tapi aku merasa agak pusing.

Penyebabnya sudah jelas, itu karena rasa bersalahku yang tak masuk ke sekolah
selama 5 hari.

Kecuali sedang sakit, selama ini aku tak pernah absen dari sekolah.

Tersiksa oleh rasa bersalah, aku mencoba memikirkan hal lain untuk
menghilangkannya dari perasaanku., tapi sayangnya aku gagal
menyingkirkannya di kepalaku.

Jika yang ingin dihilangkan bisa disingkirkan, aku mungkin tidak akan absen
selama 5 hari.

Mari lakukan sesuatu untuk mengubah suasana hati…

Dengan ide itu aku meraih ponselku.

Mengabaikan notifikasi pesan masuk yang belum terbaca, aku membuka folder
foto dan mengakses data album paling awal.

Aku terus meng-scroll, melihat-lihat pada foto yang membuatku merasa


nostalgia.

Arakiyota
Yang pertama membuat tanganku berhenti meng-scroll adalah saat melihat foto
temanku.., yang pada saat baru masuk ke sekolah ini belum bisa kupanggil
sebagai teman.

Itu adalah foto pertama dan satu-satunya kuambil, di sana terpotret aku yang
belum bisa tertawa dengan baik bersama Hirata-kun juga sedang tersenyum
lembut di sebelahku.

Sampai sekarang aku masih tak begitu bagus dalam tertawa, tapi dibandingkan
dulu, kini jauh sudah lebih baik.

“Ini membuatku nostalgia…”

Kehidupan sekolah di jepang di mana aku tak kenal atau tahu apapun…

Dan Hirata-kun adalah orang pertama yang menenangkan kegugupanku itu.

Di waktu itu aku bahkan tak menyadari perasaan suka-ku padanya.

Aku hanya berpikir dia keren dan baik.., pokoknya orang yang hebat.

Di cina, di mana rasa persaingan masih kuat dan tingkat studinya masih tinggi,
tidak ada waktu untuk jatuh cinta.., oleh karena itu aku tidak menyadarinya…
Tak tahu sejak kapan aku menyadari cinta itu.., tetapi kupikir di hari aku akan
menyadarinya, aku mungkin tidak akan mengungkapkan cintaku itu.

Hirata-kun adalah laki-laki populer.., dia bukan seseorang yang bisa kugapai.

Meski aku mengungkapkan perasaanku yang salah ini, yang ada hanya akan
merepotkannya saja.

Aku sudah cukup senang bisa berada di sampingnya, karenanya aku hanya bisa
memendam perasaan ini di hatiku…

“Tapi meski begitu───”


Arakiyota
Dengan mengingatnya saja, sudah membuatku malu.., takut, sampai air mataku
mengalir.

“Apa ya.., yang harus kulakukan…”

Semua orang di kelas, kini sudah tahu aku menyukai Hirata-kun.

Bahkan saat pergantian tempat duduk, mereka mungkin sadar juga kalau aku
ingin kursi yang dekat dengan Hirata-kun…

Aku tak tahu harus menunjukkan wajah seperti apa saat datang ke sekolah….

Begitu memikirkannya, aku dikejutkan oleh perasaan bersalah lainnya.

Setelah didropout dari sekolah, Sakura-san menunjukkan kebaikan juga


ketegasan pada Hasebe-san. Dibandingkan aku, perasaan Sakura-san lah yang
seharusnya lebih terluka. Namun, aku malah terpaku dengan diriku sendiri yang
hanya memikirkan menekan tombol pendropout’an, berharap ujian akan
berakhir lebih cepat…

“Jahat banget ya aku…”

Aku sangat benci, benci diriku yang jahat ini, sangat menyakitkan, sungguh
menyakitkan.

Masalahku padahal cuma masalah kecil…..

Ketika aku mencoba mematikan layar ponsel karena tidak ingin melihat diriku
yang sedang tertawa canggung, aku ingat email yang kuterima dari Ayanokouji-
kun pada senin malam lalu.

Apa yang dirasakan oleh Ayanokouji-kun sekarang ya? Aku penasaran apa dia
masih bisa pergi ke sekolah seperti biasa setelah mendropout teman baiknya
dengan tangannya sendiri.
Arakiyota
Kalau tetap bisa pergi ke sekolah.., lalu bagaimana caranya dia bisa?

Aku ingin bertemu dan bertanya padanya secara langsung…

Pada aku yang merasa seperti itu, tiba-tiba sebuah pesan masuk terlihat
mataku.

『Aku ingin bertemu dan bicara dengamu secara langsung』

“Aaa…”

Pesan masuk dari Ayanokouji-kun seakan menjadikan perasaanku sekarang


menjadi pesan tertulis.

Untuk jaga-jaga, nomor telepon dan nomor kamarnya dilampirkan juga.

Bisa tidak ya dia memberikanku saran?

Selain Ayanokouji-kun, ada orang lain yang mengkhawatirkan aku juga…

‘Apa kamu baik-baik saja?’ ‘Mau ngobrol enggak?’ ‘Tidak perlu untukmu
memaksakan diri ya!’

Meskipun aku sangat berterima kasih terhadap kata-kata mereka, tak satu pun
dari kata-kata itu menjadi jawaban dalam menyelesaikan masalahku.

Tapi kalau Ayanokouji-kun dia bilang….

‘Ada yang sesuatu ingin kubicarakan.., ada sesuatu yang perlu kau dengar…’

“Dia ingin aku datang kesana...?”

Arakiyota
Lagipula sekarang masih jam setengah enam sore. Waktu yang terlalu cepat
untuknya makan.

Tidak sopan juga untuk langsung datang ke tempatnya.

Di kamar aku bolak-balik kesana-kemari cemas akan hal itu untuk sementara..,
dan waktu pun mengalir berlalu begitu saja.

Aku pun memutuskan untuk pergi ke tempat Ayanokouji-kun.

Selagi masih gugup kugenggam telepon dan aku menelpon dia.

5, 6 deringan… begitu deringan ke 10 terdengar, di saat aku bingung apa harus


menutup telepon….

Ayanokouji-kun mengangkat panggilanku, karena diangkat, aku buru-buru


mengeluarkan suara, bicara dengannya…

“Ano.., Ini Wang! Apa disana Ayanokouji-kun?”

“Jadi kau menghubungiku ya…”

Suara Ayanokouji-kun yang agak bergema juga suara shower terdengar di


telingaku.

“…. Iya. Aku cemas, takutnya aku tidak bisa lagi keluar dari kamarku… Kalau
sekarang aku merasa bisa pergi keluar…. Jadi ya ada sedikit yang ingin
kubicarakan dengan Ayanokouji-kun, apa bisa?”

“Sekarang kah?”

“Sedang tidak bisa ya…? Maafkan aku tiba-tiba menelpon…. Buruknya aku…”

Arakiyota
Waktunya tidak tepat, mungkin apapun yang kulakukan tak ada gunanya.

“Tidak.., bukan begitu tapi bisakah kau memberikanku sedikit waktu? Aku akan
bersiap-siap sekitar 30, ah tidak 20 menit…”

Mungkin tahu betapa tertekannya aku, Ayanokouji-kun berkata begitu padaku.

“Te-terima kasih banyak! Aku akan berkunjung 20 menit lagi! Permisi!”

Aku tergugup dengan aneh.., telepon segera tutup karena tidak bisa
menahannya.

“Fuuuh…. Jantungku berdegup sangat kencang…”

Mungkin karena pengaruh ini pertama kalinya setelah seminggu aku berbicara
dengan seseorang…..

Sambil menunggu aku bersiap-siap, dan setelah sekitar 20 menit, persiapan


selesai aku meninggalkan kamar.

Begitu membuka pintu depan yang terasa lebih berat dari biasanya…

“Ah…, lagi kah…”

Ada kantong plastik tercantol di pegangan pintuku.

“Hari ini dia datang juga ya…”

Di dalamnya ada jelly, teh, sandwich, dan lain-lain.

Hal ini dimulai pada senin malam ketika aku diam-diam keluar dari kamarku
untuk pergi ke mini market.

Arakiyota
Pada awalnya, aku berpikir seseorang salah tempat.., tetapi di dalam kantong
plastik itu berisi secarik kertas kecil tertulis nomor kamarku di atasnya.

Namun tidak ada nama pengirim, jadi aku tidak tahu siapa dia.

“Aa.., kali ini ada salad… Tapi…. Itu bukan makanan yang aku suka…”

Makanan dengan banyak protein, salad daging ayam tenderloin.

Meski begitu, bervariasinya makanan yang diberikan tiap harinya, membuatku


merasakan kebaikannya.

“Siapa dia ya?”

Di dalam kantong plastik tidak ada lagi sesuatu yang bisa menjadi petunjuk,
tanda terima pun juga tidak ada.

Selagi merasa sangat berterima kasih kepada Tanpa Nama-san, aku berjalan
menuju tangga untuk pergi ke tempat Ayanokouji-kun di lantai 4.

Lantai tempat laki-laki tinggal, sangat membuatku gugup.

Selagi berpikir begitu.., Begitu membuka pintu dan memasuki koridor, aku
melihat pintu kamar baru saja terbuka.

Dan pintu yang terbuka itu adalah kamarnya Ayanokouji-kun.

Tapi orang yang keluar itu——

Sekilas kupikir siapa tapi dia Karuizawa-san.

Bukan rambut kucir kuda menawan seperti biasa, melainkan rambut lurus mulus
yang halus.

Arakiyota
Berdua bersama Ayanokouji-kun yang pakaiannya agak acak-acakan.

Apa mungkin mereka sedang tengah kencan di kamar?

Bila begitu, bukankah panggilan teleponku jadi sangat menganggu mereka…

Aku hampir merasa tertekan lagi, tapi karena sudah datang ke sini, aku tak bisa
pergi melarikan diri.

Saat Karuizawa-san melihat-lihat ke sekitar, tatapan matanya bertemu


denganku.

“Yah kau tahu hati-hati kalau ada rumor gitu… Sampai jumpa Kiyotaka!”

Ketika aku tergugup menarik napas dalam-dalam, Karuizawa-san juga menarik


napas dalam-dalam sekitar dua kali.

Dia mungkin diberitahu sesuatu tentang Hirata-kun.

“Bye-bye!”

“Ee.., eh?”

Aku sudah bersiap.., tapi dia hanya mengucapkan selamat tinggal dan berjalan
melewatiku tanpa melihat kearahku.

Arakiyota
Begitu dia mulai berjalan dengan cepat, aku menghentikannya.

“Ano.., Karuizawa-san!”

“Aaaa.., ada apa?”

“…… Maaf kan aku.., karena sudah menelepon Ayanokouji-kun tiba-tiba. Aku
mengganggu kalian kan…”

“Itu tidak benar kok… Enggak sama sekali… Beneran…”

“Tapi…”

“Ada yang ingin kau konsultasikan bukan? Kiyotaka sudah bilang kok… Kalau
tidak sekarang, kau mungkin akan membutuhkan keberanian lagi untuk keluar
dari kamar…”

Begitu ya.., sepertinya perasaanku sudah tersampaikan di telepon tadi…

Saat Karuizawa-san menghentikan langkah kakinya, dia berbalik menuju


kearahku dan tersenyum ramah.

“Menurutku tidak apa-apa.., tidak perlu untukmu sungkan berkonsultasi


dengannya… Dia mungkin pandai bicara dan juga ada bagian dari dirinya yang
buruk dalam berkata-kata, tapi dia pasti akan memberikan jawaban padamu…”

“Baik…”

Karena sudah datang sampai sejauh ini. Aku harus menceritakan semua yang
aku pikir dan rasakan sekarang.

Arakiyota
Mungkin berkat Karuizawa-san, aku merasa mampu membuat perasaan seperti
itu.

“Yaudah.., Senin depan nanti, aku menunggumu…”

Setelah memberi dukungan kepadaku, Karuizawa-san pergi menuju lift lalu


menekan tombol naik-turun terus menerus. Namun, begitu dia sadar lift tak
kunjung segera tiba, dia kembali pergi lewat tangga darurat.

“Terima kasih banyak Karuizawa-san…”

Setidaknya dia tidak terlihat punya keluhan terhadapku.

Aku memiliki kesan kuat padanya yang aku takut akan membuatnya marah
terus…, tetapi Karuizawa-san hari ini terasa sangat ramah dan baik …

Yah tapi sekarang bukan saatnya memikirkan hal lain.., aku pun bergegas ke
kamar Ayanokouji-kun.

Begitu menekan bel, tak lama sekitar 30 detik pintu terbuka.

Ayanokouji-kun yang menyambutku terdiam, membuat aku jadi cemas lagi.

“A, ano…. Tadi aku menghubungimu…. Ada sedikit.., yang ingin kubicarakan….”

Tepat di waktu yang sudah dijadwalkan, Mii-chan datang ke kamarku.

Sebenarnya aku ingin Kei pulang ke kamarnya sendiri lebih cepat.., tapi begini
saja sudah buru-buru…

Aku tahu, kami masih membutuhkan sedikit waktu lagi.., tapi agar Mii-chan
tidak berubah pikiran, tak ada pilihan lain.
Arakiyota
“Jangan sungkan, masuk aja…”

“Permisi.., maaf mengganggu!”

Mii-chan tidak bisa menyembunyikan kegugupannya.., tak terlihat akan


mencoba berbalik pergi…

Aku cuma melihatnya sebentar, tapi aku bisa mengerti dia berusaha keras untuk
bangkit dengan usahanya sendiri. Tidak seperti Kushida dan Haruka, dia tidak
ingin berhenti di tempat.

“Mau minum apa?”

“Tidak, tidak apa-apa. Terima kasih atas perhatiannya.”

Dengan sopan menolaknya, Mii-chan malu-malu duduk di karpet.

Aku juga duduk di seberangnya dan bersiap untuk berbicara.

“Kau datang ke sini mengenai rahasia yang Kushida bongkar dan keterkaitannya
dengan Yousuke bukan?”

Mendengar nama itu, Mii-chan tersentak kaget lalu mengangguk pelan.

“Aku juga ingin tahu keadaan kelas seperti apa… Bagaimana dengan Shinohara-
san, Matsushita-san dan Hasebe-san. Setidaknya mereka yang lebih terluka dari
pada aku. Juga Ayanokouji-kun…”

Aku tidak mengira namaku akan disebutkan.., tapi bukan sesuatu yang tak biasa
kah.

Dilihat dari perspektif orang luar, karena keputusan yang sulit, salah satu
anggota grup yang terdiri dari teman baik telah dibuat keluar dari sekolah.

Arakiyota
“Bukankah sudah banyak orang yang menghubungimu?”

“….. Terima kasih kepada mereka, banyak yang mencemaskan orang seperti ku…
Tapi.., bagaimanapun aku tidak bisa melihatnya. Kalau mereka tahu aku melihat
pesannya, aku tidak bisa tidak membalasnya…”

Pesan dibaca tapi tidak membalas pesan itu. Mii-chan berkata dia tidak
melakukannya.

Dalam hal ini, satu-satunya hal yang dapat dilakukan adalah tidak membuat
pesan masuk sebagai pesan yang telah dibaca.

“Yah.., baiklah… Tak perlu berurut juga tak apa-apa.., tetapi jika kau memiliki
sesuatu yang ingin ditanyakan padaku, jangan ragu untuk bertanya…”

Dengan ini, dua orang yang jarang berbicara mulai melakukan pembicaraan. Tak
perlu bicara dengan lancar juga, tapi kalau dia sungkan, meski terselesaikan,
tidak akan menyelesaikan semua. Lebih baik memilih cara dengan saling
membuka hati satu sama lain.

“Yah kalau begitu.., tanpa sungkan…. Aah, sebelum itu.., apakah orang yang
menaruh berbagai makanan di tempatku itu adalah Ayanokouji-kun?”

Aku yang bereaksi tak mengerti apa yang dimaksudkan, Mii-chan segera
memberi penjelasan tambahan untuk melengkapinya. Sepertinya ada seseorang
yang mengantarkan makanan kepada Mii-chan sehari sekali setelah absen dari
sekolah.

Tertulis nomor kamar Mii-chan pada secarik kertas di dalam kantong plastik
tersebut, tapi tidak ada tulisan lain yang dapat mengidentifikasikan siapa
pengirimnya.

Sekilas aku berpikir orang itu Yousuke, namun aku tidak mendengar apapun
tentang hal ini saat dia bicara padaku tentang masalah Kushida dan Haruka.
Kepada Hirata yang memperlakukan teman sekelasnya dengan setara, jika dia
Arakiyota
memberikan sesuatu untuk Mii-chan maka dia pasti melakukan hal yang sama
untuk siswi lainnya.., dan dia pun akan memberitahuku setelah beberapa kali
kami bertemu.

“Maaf saja, itu bukan aku dan aku juga tidak tahu siapa dia…”

“Begitu ya… Aku sangat terbantu oleh orang itu… Jika saja aku bisa membalas
kebaikannya…”

“Siapapun itu.., ada siswa lain yang peduli saat Mii-chan absen dari sekolah.”

Mereka yang mengirim pesan, mereka yang menelpon, mereka yang


memberikan makanan.

Atau mungkin yang tidak menghubunginya.., ada banyak siswa yang khawatir
disekelilingnya.

Setelah mengangguk agak senang, Mii-chan mengajukan pertanyaan.

“Ayanokouji-kun datang ke sekolah kan… ya?”

Kalau memang belum menghubungi pihak luar, tidak heran dia tidak tahu
kehadiranku di sekolah. Yah tentu dia tidak akan berpikir orang yang berusaha
dimintai saran malah mengunci dirinya sendiri, tiduran di kamar.

“Tentu saja selama seminggu ini aku tetap datang ke sekolah seperti biasa.”

“….. Apa itu tidak menyakitkanmu? Ah.., tidak, sudah jelas pasti menyakitkan..,
maksudku apa kau tidak berpikir merasa untuk tidak datang ke sekolah?”

“Kau bertanya secara keseluruhannya kan? Di mana selama ini aku tidak pernah
melakukan inisiatif menggerakan kelas.., dan keterkejutan semua orang di kelas
tentang aku yang menekan Kushida juga mendropout teman baikku sendiri…”

Arakiyota
“… Iya. Ayanokouji-kun sekarang sangat berbeda dari Ayanokouji-kun yang aku
tahu… Itu agak.., menakutkan.”

Dia sangat jujur dan berterus terang menyatakan apa yang dirasakannya.

Membicarakan tentang keunggulan dan kekurangan teman baik, teman sekelas,


mana yang diprioritaskan dan mana yang tidak adalah sesuatu yang tak
terhindarkan.

Aku sudah menjelaskannya saat ujian khusus masih berlangsung, tidak perlu
diulangi lagi.

“Dengan bersikap sok kuat, aku cuma menipu diri yang sendirinya adalah
seorang pengecut. Sejak awal aku tidak pandai mengekspresikan emosiku, jadi
hanya tidak ada yang menyadarinya aja… Kurasa alasan kenapa aku tidak absen
dan tetap datang ke sekolah, karena kupikir itu adalah hal yang buruk.”

“Itu aku sedikit memikirkannya juga. Aku absen dari sekolah, merasa apa yang
dikatakan Kushida-san itu benar, membuatku terluka dan tak ingin orang di
sekelilingku tahu… Bahkan di senin pagi lalu, aku sempat berganti seragam
sekolah dan pergi ke pintu depan. Tapi aku tidak bisa melangkah satu langkah
pun. Karena satu hari absen dari sekolah, semakin lama semakin berat aku
melangkah untuk membuka pintu…, yah itu semua salahku.., sih…”

Lalu seakan mengingat sesuatu, Mii-chan menundukkan kepalanya.

“Cuma karena hal ini aku absen selama seminggu…, maafkan aku…”

“Aku tidak berpikir begitu kok… Untuk datang kesini pasti membutuhkan
keberanian yang besar. Selain itu kau tidak menyerah untuk pergi ke sekolah
kan?”

“Tentu saja! Sebenarnya secepat mungkin aku ingin datang ke sekolah… Aku
sadar diriku ini benar-benar tak bisa diharapkan. Tetapi….. Itu memalukan.., dan
menyedihkan…”
Arakiyota
Perasaan yang dipendam. Terlepas dari berapa banyak siswa yang telah
menyadarinya, tak mengherankan kalau hal yang dianggap rahasia dibongkar di
tempat umum seperti itu, akan sangat meninggalkan luka di hati yang dalam.

“Aku tidak bisa bilang aku mengerti posisimu atau bisa melakukannya untukmu,
tapi setidaknya teman sekelas kita mengkhawatirkan Mii-chan.”

“Ya…”

“Dan merupakan kenyataan, kau telah merepotkan kelas sekarang.”

Secara tiba-tiba kata-kata tajamku mengenai tenggorokannya dan dia menjadi


kaku, lalu menarik napas.

‘Jangan khawatir.’ ‘Kapanpun pasti kami tunggu kok…’ Sangat mudah untuk
menyusun kata-kata yang enak didengar, tetapi itu hanya berefek mengulur-
ulurkan kesimpulan.

Dari perspektif orang luar mungkin ini terlihat seperti tindakan kasar, tetapi hal
itu akan masuk ke dalam hatinya.

“Tapi yah untungnya Kushida dan Haruka juga tak masuk ke sekolah, jadi
dipermukaan tidak terlalu kelihatan. Tapi tak tahu minggu depan gimana…
Mungkin saja mereka berdua datang ke sekolah dan hanya Mii-chan yang tidak
datang… Kau mengerti kan?”

Bahkan anak SD pun dapat membayangkan situasi buruk mereka sendiri.

Mungkin karena ketakutannya meningkat, tangannya sedikit gemetar, dia


mengangguk.

Aku bermaksud menyesuaikan bila doronganku terlalu kuat.., mengejutkan tak


ada indikasi yang berbahaya.

Arakiyota
Meskipun dia memiliki tubuh relatif kecil dan sifatnya yang pemalu.., aku
menilai bahwa dia memiliki hati yang kuat dan tidak dapat dengan mudah
dipatahkan.

“Tidak apa-apa untukmu datang ke sekolah dengan wajah tanpa merasa


bersalah. Kau tidak perlu memberitahu sesuatu yang penting pada Yousuke
juga…”

“Tapi…. Aku.., itu.., tempat dudukku dan Hirata-kun…, berdekatan…”

“Oh iya saat perpindahan tempat duduk Mii-chan mengamankan kursi tengah
yang tidak mencolok lebih awal dari siapapun. Apa itu karena kau mengira
Yousuke akan duduk di belakangnya?”

“Uu…..”

Dari sikapnya yang terbuka, aku tahu jawabannya benar tanpa harus dia
berbicara langsung.

“Hebat juga ya… Kau mengamati dan memahami Yousuke dengan baik…”

“Uu… Memalukan…”

Dia memegang lutut lalu memendamkan wajah di lututnya. Sepertinya rasa


malu adalah masalah yang lebih besar.

“Hi.., Hirata-kun…. Apakah dia mengatakan sesuatu.., tentangku?”

Dia akhirnya melangkah sendiri ke bagian yang sudah lama dikhawatirkan.

Yah karena wajahnya tersembunyi di balik lutut, aku tetap tidak bisa melihatnya
sih.

“Tentu saja dia mengkhawatirkanmu lebih dari Kushida dan Haruka…”

Arakiyota
“….Itu pasti karena aku merepotkannya ya?”

Karena Yousuke terkait pada masalah ini, wajar saja bila dia khawatir lebih dari
masalah lainnya.

“Tidak, dia tidak merasa direpotkan. Sebaliknya dia merasa bersalah karena
telah membuat alasan Mii-chan enggan untuk pergi ke sekolah…”

“Itu… Hirata-kun.., padahal tidak salah apa-apa…”

“Aku tahu. Tapi Mii-chan pasti tahu kalau dia memang laki-laki yang seperti itu.
Jauh lebih tahu dariku….”

Menganggap kegembiraan orang lain sebagai kegembiraannya sendiri.

Sebaiknya, menganggap kemalangan orang lain sebagai kemalangannya sendiri.

Begitulah kepribadian yang dimiliki Yousuke.

Mii-chan menutup dirinya sendiri, membuat Yousuke sangat terluka.

Memahami hal ini adalah cara yang paling efektif dan penting untuk melewati
situasi saat ini.

Mata Mi-chan perlahan mengangkat wajahnya yang sedikit merah, lalu


menurunkan lulutnya, namun dia masih tidak menunjukkan air mata.

“Bukannya aku tidak memikirkannya. Hirata-kun mungkin terluka karena aku.


Tapi kurasa dia tidak melihatku sebagai yang diprioritaskan…”

Sepertinya tak perlu mengajarinya dari pertama.., hanya dengan memberikan


dorongan saja sudah cukup kah…

Jika dilihat sebagai siswa kelas dua SMA, bisa dibilang siswi bernama Mii-chan
hampir selesai.
Arakiyota
“Ekspresimu sekarang berbeda dari yang sebelumnya…”

“Terima kasih banyak. Membicarakan berbagai hal jadi membuatku lega… Ini
berkat Ayanokouji-kun…”

“Aku tidak melakukan apapun. Cuma kebetulan aku ada di saat kau sudah
bangkit kembali…”

“Tidak begitu kok… Aku berpikir jika bertemu dengan Ayanokouji-kun, aku bisa
menyelesaikan masalah ku.”

Dengan tegas dia mengatakannya, lalu membungkuk padaku dalam-dalam.

“Aku─── Senin depan pasti akan datang ke sekolah.”

“Aku mengerti. Tapi jika tidak enak badan tolong absen aja ya…”

“Tidak… Meskipun harus merangkak, senin depan aku pasti datang…”

Kupikir upayanya itu terlalu berlebihan, tapi antusiasnya sudah cukup bagus.

“Selain itu, yang membuatku cemas tentang orang yang mengirimiku makanan.
Selama 5 hari ini, dia pasti sudah mengeluarkan uang cukup banyak…. Kupikir
jumlahnya hampir 10.000 poin pribadi.”

Bila dilakukan seorang diri, yah mungkin cukup banyak uang yang dikeluarkan.

Begitu waktu Mii-chan kembali pulang tiba, dia mengucapkan terima kasih lagi
dan lagi, jadi aku memintanya untuk cepat pulang.

“Didikan orang tuanya sungguh bagus sekali. Yah kupikir ada bagian sedikit agak
berlebihan sih…”

Arakiyota
Dia bersikap terlalu sopan kepada teman sekelasnya. Yah hal itu merupakan
bagian dari kekuatan Mii-chan juga.

Satu masalah sudah terselesaikan, lebih baik aku membereskan apa yang aku
tinggalkan di kamarku.

Karena orang yang datang berkunjung ke kamarku bertambah, aku tidak boleh
sampai lengah.

Horikita, Yousuke dan siswa lainnya bisa berkunjung kapan saja.

Tak lama setelah aku dengan cekatan membereskan kamarku, bunyi bel pintu
berdering…

Aku segera melihat ponsel.., rupanya baik Kei dan temanku yang lain tidak
menghubungiku akan datang berkunjung.

Tamu yang tak diundang kah…

Benar-benar di timing yang buruk.

Untuk sementara waktu aku akan berdiam diri.

Tergantung situasi, bisa saja aku tidak perlu memilih keluar untuk
menyambutnya…..

Namun, setelah sekitar 30 detik.., sekali lagi bel pintuku berbunyi.

Menjelang malam, aku mematikan lampu di kamar lalu membuka tutup lubang
intip, melihat dari sana sambil menghilangkan kehadiranku.

Sekarang, orang yang paling tak ingin kutemui dalam arti tertentu berdiri di
sana. Siswa Kelas 1, Amasawa Ichika.

Yah dipikir-pikir.., sesuatu seperti ini pernah terjadi sebelumnya ya…


Arakiyota
Aku ingat hari itu hari yang buruk, di mana dia datang berkunjung saat aku tak
ingin dia yang datang.

Dia memakai seragam sekolah padahal sekarang hari sabtu, aku bertanya-tanya
apa dia sehabis dari sekolah? Haruskah kuanggap kunjungan kali ini cuma
sekedar mampir atau memang disengaja?

Mempertimbangkan tindakan dia sebelumnya, aku tak bisa tidak ragu kalau
tindakan kali ini disengaja juga.

Jelas dia datang berkunjung setelah tahu aku ada di dalam kamar.

Di saat aku melamun memikirkannya, suara bel berbunyi tiga kali…

“Halo Senpai… Aku datang untuk bermain…”

Amasawa menyapaku dengan suara yang manis padaku yang hanya diam
melihat.

“Maaf aku sedang sibuk sekarang, mainnya besok aja bisa enggak?”

“Wah tak bisa gitu… Aku mendengar Senpai membawa seorang gadis dan
melakukan sesuatu yang tidak-tidak.., jadi aku datang untuk menyelidikinya. Kau
akan terkena masalah jika tidak membuka pintunya lho…”

Suaranya bergema di koridor, memaksa agar aku membuka pintu.

Jika ucapan seenaknya ini dibiarkan tak terkendali.., bisa-bisa hal ini akan
mengundang keributan dengan tetanggaku.

Aku tidak punya pilihan selain membuka pintu dan menghadapi Amasawa.

“Dari mana kau mendengar aku membawa seorang gadis?”

Arakiyota
“Informan itu adalah aku…”

“Benar-benar informan yang tak bisa diandalkan…”

“Itu tidak benar kok… Hari ini Senpai membawa masuk Karuizawa-senpai dan
Wang-senpai ke dalam kamar kan?”

Dia tidak hanya mengandalkan firasat aja. Amasawa mengatakan kedua nama
itu tanpa ragu-ragu. Bisa saja asal menebak menyebutkan nama Kei tapi tidak
dengan Mii-chan. Sangat jelas dia paham betul bagaimana aku bertindak.

“Aa.., cuma ingin meluruskan, aku tak memasang alat penyadap atau
semacamnya di kamarmu kok… Sekolah sepertinya juga sangat selektif dalam
memasukan barang masuk ke lingkungannya…”

Memang benar, tidak mungkin barang berbahaya seperti itu bisa dibeli dengan
melakukan pembelian online dan masuk ke area lingkungan sekolah.

Namun terbatas untuk Amasawa, ada cara untuk dia bisa mendapatkannya.

“Aku tidak akan terkejut jika kau punya satu atau dua barang itu karena koneksi
dengan Tsukishiro…”

Pada titik yang kusampaikan itu, Amasawa hanya cengar-cengir tersenyum


riang.

“Untuk sekarang, bolehkah aku masuk? Permisi~”

Sebelum aku memberikan izin, Amasawa segera melepas sepatu dan dengan
antusias masuk ke dalam kamarku.

Dan tanpa ada keraguan dia melihat-lihat ke sekeliling ruangan.

“Apa yang kau lakukan?”

Arakiyota
“Eh? Ayolah aku cuma sedang memeriksa kamarmu doang…”

Aku ingin dia menjawab kenapa kamarku perlu untuk diperiksa…

Amazawa, yang tak ragu-ragu terus mencari sesuatu.., mengalihkan


pandangannya ke tempat tidur dan mendekatinya.

“Kau pasti penasaran kenapa aku bisa menebak tentang Wang-senpai kan?
Apakah aku melihatnya masuk dan keluar secara kebetulan, atau aku
mengetahuinya dengan beberapa cara?”

“Apa kau menyelinap masuk ke kamarku untuk membanggakan diri pada


jaringan informasi yang kau punya?”

Segera mengiyakan, dia tidak menyangkal.., lalu Amasawa menyentuh tempat


tidurku.

Sambil memperbaiki kerutan pada seprai, dia mencari sesuatu di setiap sudut
dengan ujung jarinya.

Aku hanya duduk di atas karpet, mengamati Amasawa yang sedang mencari
sesuatu sampai dia puas.

“Rambut pacar Senpai panjang kan ya? Itu berarti Senpai suka sama gadis yang
rambutnya panjang kan? Sebab itu.., aku sekarang lagi memanjangkan
rambutku lho…”

Dia terus menggerakkan tangan dan terus melihat mencari kemana-mana,


meskipun dia berbicara tentang keadaan rambutnya yang belum pernah
kudengar.

Karena tak ada gunanya menghentikan dia memakai cara paksa, mau tak mau
aku hanya diam mengawasi saja.., tapi di saat itu tiba-tiba Amasawa berhenti
bergerak.

Arakiyota
Kemudian, di kasur sekitar bantal.., dia mencapit sesuatu dengan jari telunjuk
dan ibu jari.., lalu mengangkatnya…

“Ini dia…”

Dia mengangkat sehelai rambut panjang berwarna emas seolah-olah sedang


mengangkat kepala iblis sebagai tanda kemenangan.

“Pasti punya Kei… Belakangan ini dia sering datang main ke kamarku…”

“Ya itu benar…, tapi rambut dia ada di dekat bantal.., maksudnya apa ini?”

“Menurutku ada berbagai kasus bisa terjadi.., tapi apakah aku harus
menjelaskannya satu per satu?”

“Enggak, enggak. Tidak perlu sampai harus dijelaskan kok~”

Kemudian, ketika dia berlutut di lantai dan mulai bergerak merangkak.., dia
mengalihkan pandangan ke lantai dan mulai mencari sesuatu seakan ahli
forensik dari kepolisian.

Aku tidak tahu apa yang dia cari.., tapi dia tidak akan menemukan apa yang
dicarinya…

“Di Whiteroom.., apa kau belajar cara mencari sesuatu di kamar seseorang?”

Begitu aku membawa pertanyaan yang berkaitan dengan Whiteroom.., disana


Amasawa berhenti bergerak.

“Apa Senpai tidak merasakan suatu keraguan? Kami dikirim ke sekolah ini untuk
membuatmu didropout.., tapi sudah 2 semester berlalu, kami berbaur dengan
kehidupan sekolah tanpa mengambil tindakan apapun pada Senpai…”

“Setidaknya kau dinyatakan gagal oleh pihak Whiteroom.., dan sepertinya kau
dicap sebagai orang yang tak dibutuhkan…”
Arakiyota
“Aku tidak menyangkalnya.., tapi bagaimana dengan anak yang lain?”

“Aku tidak tertarik…”

“Benar juga sih… Kalau Senpai tetap mengambil sikap waspada, Senpai tidak
akan bertindak sembarangan…”

“Aku merekomendasikan untuk kalian menikmati kehidupan sekolah tanpa


perlu peduli terhadapku…”

“Itu, aku setuju… Aku juga berpikir untuk melakukannya…”

Setelah beberapa saat, Amasawa kembali memeriksa kamarku lagi. Dengan


membelakangiku dan menjulurkan bokongnya, aku bisa melihat sedikit celana
dalam dari rok pendek seragamnya itu.

Tidak mungkin dia tidak sadar, tapi Amasawa tetap melanjutkan pencarian
seakan tak merasa celana dalamnya kelihatan.

Saat dia mencongkan wajahnya di bawah tempat tidur, pakaian dalamnya


terlihat semakin jelas.

“Terpaku pada pakaian dalamku.., kau mesum ya Senpai~”

“Maaf saja, daripada melihat pakaian dalammu.., aku lebih waspada tentang
apa yang kau lakukan…”

Saat aku tak melepaskan pandanganku pada Amasawa, dari kasur dia berbalik
melihat ke belakang. Amasawa merangkak mendekatiku dengan aura dewasa
yang tak tampak seperti seorang siswi kelas 1 SMA.

Arakiyota
“Dia berpikir aku mulai bertindak di luar kendali. Merasa keliru tentang maksud
dan tujuanku… Dia memiliki kesadaran kuat untuk mendropoutmu dari sekolah,
lebih dari pada kembali ke Whiteroom…”

Amasawa mengatakan hal itu padaku dengan jarak antara bibirku dan bibirnya
yang hanya beberapa sentimeter. Aroma manis masuk ke rongga hidungku.

“Sungguh hal yang merepotkan…”

“Bagi Senpai sih memang benar. Jadi belakangan aku memikirkan hal ini…
Bagaimana jika aku mengatakan identitasnya pada Senpai dan memberikannya
kata-kata terakhir?”

“Yah nanti itu kalau aku memutuskan untuk memberikannya kata-kata


terakhir…”

“Hahaha lucu~”

Enggak lucu sama sekali…

“Gimana? Mau dengar namanya───dariku enggak?”

Saat mendekatkan jarak sekitar 1 centi, Amasawa menunggu balasanku.

“Aku berterima kasih atas usulanmu. Tapi aku menolak…”

“Apa kau tidak yakin bisa menang begitu mendengar namanya?”

“Jika identitasnya diketahui di tempat yang tak terduga, kaulah orang pertama
yang akan dicurigai. Lalu sebagai akibatnya apa yang akan terjadi?”

“Itu ya tentu saja.., dia akan mengarahkan serangannya padaku…”

Tak ada ampun bila Amasawa berdiri sebagai musuh.., selama ini Amasawa
belum menunjukkan sikap itu.
Arakiyota
“Kau sangat baik ya… Senpai.”

Selain itu, terlalu percaya juga sebuah masalah.

Jika bertindak dengan beberapa strategi, tidak dapat disangkal ada


kemungkinan ucapan Amazawa mungkin merupakan jebakan.

“Karena sudah ditolak, aku akan pulang…”

“Apakah kau datang jauh-jauh ke kamarku hanya untuk mengatakan itu? Atau
menjelajahi dan mencari-cari sesuatu adalah yang utama?”

“Entahlah yang mana ya?”

Tertawa seperti iblis kecil, Amasawa segera pergi ke pintu depan, lalu dia
melihat kantong sampah mudah terbakar yang di dalamnya tidak banyak berisi
apa-apa di dapur.

“Beberapa kali aku sudah berkunjung ke kamar Senpai, hari ini tumben
membuang sampah cuma sedikit? Aku pikir Senpai adalah tipe orang yang
memasukkan semua sampah ke dalam kantong, kemudian membuangnya…”

“Ada banyak sampah sisa sayuran dan ikan, jadi aku hanya tidak ingin
meninggalkannya sampai minggu depan.”

“Kalau begitu.., sekalian pulang, mau aku buang juga enggak?”

“Maaf saja, tapi membuang sampah sebelum jam 8 malam itu dilarang…”

“Kau taat sekali mematuhi peraturan ya…”

Kunjungan Amasawa tidak kuharapkan, tetapi satu misteri berhasil terpecahkan.

Arakiyota
“Aku mengerti sedikit kenapa kau datang ke tempatku hari ini. Kau datang
karena ingin mengajukan usulanmu itu kan? Kau mencari, melihat ke setiap
sudut ruangan, karena waspada apa ada orang lain yang akan mendengarkan…”

Menjelajahi kamar dan mencoba mencari sesuatu hal yang pribadi bagiku,
semua bagian dari kewaspadaannya. Amasawa mewaspadai siswa Whiteroom
telah menyiapkan alat penyadap.

“Senpai… Aku pikir Senpai mungkin akan baik-baik saja.., meski begitu jika aku di
dropout.., tolong dipikirkan bahwa ada sesuatu yang tidak terduga sedang
terjadi padamu Senpai…”

Saat mau pulang, Amasawa pergi dari kamarku dan meninggalkan kata-kata
seperti itu.

Saat memeriksa ponsel untuk memastikan apa ada yang perubahan.., muncul
pesan dari Akitou.

『Senin depan Haruka akan kembali datang ke sekolah』

Kabar baik untuk saat ini. Sebagai anggota grup, Akitou mungkin berhasil
membujuk Haruka. Yang jadi masalah adalah pesan ini tidak terhubung dengan
chatroom Ayanokouji grup. Aku yang hanya melihat layar sebentar, tiba-tiba
pesan baru kembali masuk.

『Untuk sementara bisakah kau mengawasi Haruka diam-diam?』

Teks kalimat pada pesannya sendiri sederhana, tapi dia menekankan pada
bagian kata ‘diam-diam’.

Haruka akan datang ke sekolah, tapi dia tidak ingin bicara denganku.

Sebab itu jika aku dengan sembarang berbicara, Haruka mungkin tidak akan
datang lagi ke sekolah.

Arakiyota
Jadi begitu kah… Alasan yang mudah dimengerti. Kalau Haruka bisa bangkit
kembali, tak ada keluhan.

“Dimengerti. Aku akan berhati-hati…”

『Terima kasih itu sangat membantu. Aku berharap kita kumpul sama-sama lagi
seperti sebelumnya…』

Setelahnya.., aku menerima pesan dengan kalimat yang dekat seperti


menghibur dari Akitou, lalu mengakhiri pesan chat pada waktu yang tepat.

“Satu masalah terselesaikan kah?”

Tapi, penyelesaian kali ini tidak menyelesaikan masalah yang sebenarnya.

Untuk sementara lebih baik beranggapan Haruka telah mampu bangkit kembali.

Setelah beberapa jam yang menyibukkan, aku merasa lelah dari pada biasanya.

“Hari ini lebih baik tidur lebih cepat…”

Tapi, aku tidak boleh sampai lupa membuang sampah…

Hari senin kembali datang. Sabtu kemarin adalah satu hari yang penuh kejadian
besar.., dari Mii-chan yang dengan keinginannya sendiri menghubungiku, Akitou
yang secara tidak langsung mengatakan Haruka mulai memiliki niat kembali
bersekolah.

Meski begitu, tidak ada jaminan bahwa pasti merekan akan datang ke sekolah..,
selebihnya tergantung kuatnya kemampuan mereka sendiri.

Arakiyota
Pagi ini aku belum mendapat kabar dari Horikita apakah Kushida akan masuk
sekolah atau tidak…

Yah misalkan dia masuk sekolah, aku tidak bisa membaca bagaimana respon
keduanya baik Kushida dan teman sekelasku.

Aku pergi ke sekolah di waktu yang sama seperti biasa, dan duduk dengan
tenang menunggu mereka tiba hadir datang ke sekolah.

Tak begitu lama saat seperempat siswa hadir di kelas, seorang gadis yang
mengejutkan memberi salam dengan senyuman. Mii-chan dengan malu-malu
masuk ke kelas.

“Se—, Selamat pagi…”

Mii-chan datang ke sekolah dengan kesiapan hati akan disalahkan, mengangkat


wajahnya walau dia merasa takut.

Situasi itu tidak perlu untuk Mii-chan cemaskan, para gadis menghampiri dan
menyambut dia tanpa membahas masalah absensi.

“Selamat pagi Mii-chan…”

“Se-, selamat pagi Hirata-kun…”

Dan pria ini pun menyambut kembalinya Mii-chan dengan senyuman yang sama
sekali tidak berubah.

Pada tahap ini aku tidak tahu apa jalan romansa Mii-chan terbuka atau tidak.

Tapi, karena belum dimulai, sudah pasti juga belum berakhir…

Di masa kehidupan sekolah mendatang, ada kemungkinan titik balik peristiwa


besar akan datang pada mereka satu sama lain.

Arakiyota
Setelah itu, para gadis yang tidak pernah meninggalkan Mii-chan yang masih
gugup, mulai muncul tawa bahagia saat membicarakan kejadian yang terjadi di
sekolah minggu lalu.

Ketika sebagian besar siswa sudah hadir di kelas, kali ini giliran Haruka muncul.
Di dekatnya ada Akitou.., dilihat dari keadaannya ini seperti Haruka bisa kapan
saja melarikan diri dan Akitou mengikuti dia untuk mencegah hal itu terjadi.
Keisei sempat terlihat ragu-ragu, tapi pada akhirnya dia memutuskan tidak
menyambut Haruka lebih dulu. Aku tidak menyangka datang hari dimana
senang bahwa kursi mereka bertiga tidak berdekatan.

Sekilas Haruka menatapku, tapi dia segera mengalihkan tatapannya ke


ponselnya.

Setelah melihat situasi dan mengobrol ringan, Akitou dan Keisei kembali ke
tempat duduk masing-masing.

Mii-chan dan Haruka sudah datang ke sekolah. Keduanya memiliki teman yang
dapat mendukung di saat-saat mereka terluka. Banyak perempuan yang
mendukung Mii-chan. Sedangkan Haruka ada Akitou dan Keisei. Tidak seberapa,
tapi mereka adalah anggota yang bisa disebut sahabat.

Untuk sementara, pemikiran mendapat minus poin yang besar dari sekolah bisa
dihilangkan.

Namun, bagaimana dengan Kushida?

Sekitar kurang dari 3 menit kelas pagi dimulai, Horikita datang ke sekolah
sendirian dengan ekspresi kaku di wajahnya.

Melirik ke kursi Kushida, Horikita duduk di kursinya lalu menatap lurus ke papan
tulis.

Aku tidak menduganya karena Horikita tidak berada di lobi pagi ini, jadi tetap
tidak bisa kah…
Arakiyota
Shinohara dan beberapa siswa lainnya juga memikirkan hal yang sama saat
melihat punggung Horikita.

Pada akhirnya bel berbunyi dan pelajaran pagi akan dimulai.

Chabashira-sensei tiba di kelas dengan semua kursi sudah terisi kecuali kursi
Kushida.

“Kondisi kalian berdua terlihat lebih baik… Sepertinya kalian terkena flu musim
panas yang cukup lama.., di masa mendatang, harus lebih behati-hati untuk
menjaga kondisi tubuh ya…”

Dia memberikan peringatan dengan ramah, dan mengkonfirmasi absensi tanpa


menyalahkan mereka.

“Hari ini yang absen hanya Kushida kah… Aku juga belum mendapat kabar
darinya───”

Saat itu, aku mendengar suara pintu kelas terbuka dari belakangku.

Sedikit kehabisan nafas, tapi dia segera mengatur kembali pernapasannya.

“Maaf aku terlambat.”

Dengan suara yang tenang, Kushida muncul di kelas.

“Ini pertama kalinya kau terlambat ya Kushida. Kau juga absen untuk waktu
yang lama, apa kondisi tubuhmu baik-baik saja?”

“Iya… Lain kali aku akan lebih berhati-hati.”

Tidak panik, Kushida menjawab dengan jelas lalu duduk di kursinya.


Pandangannya tetap lurus ke depan, tanpa berbicara dengan siapapun.

Arakiyota
Meskipun kelas langsung dipenuhi dengan suasana tegang, keheningan
berlanjut pada situasi di mana tidak dapat berbicara dengan sembarangan.

“Aku pikir berbagai hal telah terjadi, tapi untuk pertama kalinya dalam
seminggu, semua orang akhirnya berkumpul lagi.”

Chabashira-sensei mengangguk puas, walau situasi kelas masih tidak stabil.

“Tidak lama lagi festival olahraga. Aku menantikan lompatan dan pencapaian
besar kalian…”

Begitu jam belajar usai, tiba-tiba kelas menjadi bising.

Tentu saja, tak perlu dikatakan lagi itu adalah dampak karena kehadiran Kushida
di sekolah.

Para siswa menatap Kushida dengan kemarahan yang mendidih.

Apakah kau akan tetap berdiam diri, atau kau hanya akan tersenyum seperti
biasa? Atau mungkin sekali lagi kau menunjukkan taringmu lagi?

Aku diam-diam menarik kursi, keluar dari kelas dan menuju koridor.

Lalu membuka dan menutup pintu dengan cepat. Aku tidak ingin kelas lain tahu
rahasia kelas kami.

Itulah yang kupikirkan tapi───

『Jangan khawatir, aku yang akan mengawasi sekitar…』

Pesan seperti itu terkirim pada ponselku. Chabashira-sensei mengangguk sekali


begitu melihatku di koridor. Setelah mengkonfirmasi hal itu, aku memutuskan
menutup pintu tanpa diketahui orang lain. Dia bilang dia akan membantu kelas
sebatas seorang guru bisa lakukan. Hal ini mungkin bantuan yang dia maksud
itu.
Arakiyota
Di situasi di mana apapun bisa terjadi.., tidak ada yang mengambil gerakan.

Saat Horikita terlihat mencoba menarik kursi, Kushida lebih dulu berdiri.

Pada satu tindakan itu, Kushida seakan mengisyaratkan untuk Horikita tidak
melakukan sesuatu yang tidak perlu.

Kushida yang mulai bergerak.., terlebih dulu menuju ke depan Mii-chan di mana
tempat duduknya yang paling dekat juga.

Mii-chan yang akhirnya kembali ke kelas, menjadi kaku seperti katak yang
dipelototi ular.

“Aku dengar dari Horikita-san, katanya kau kemarin-kemarin absen ya?”

“Aa.., ee.., itu…”

“Apa kau membenciku?”

“Itu, tidak───”

“Kau tidak perlu menyukaiku Wang-san. Aku yang membongkar rahasiamu itu
fakta yang tak bisa diubah.., aku juga tidak bermaksud untuk mengakrabkan diri
lagi. Eh ya hal ini tak perlu dikatakan lagi sih…”

Tidak bermaksud untuk mengakrabkan diri lagi.

Nadanya lemah lembut, tapi kata-kata sangat kuat membuat tubuh Mii-chan
lebih kaku lagi.

Banyak mata yang melihat Kushida dengan tak puas, cemas dan curiga.

Arakiyota
Biasanya hal itu sangat menyesakkan, tapi sama sekali tidak terpengaruh pada
Kushida.

“Aku tidak akan memintamu untuk memahami perasaanku saat itu, tapi hanya
hal itu saja yang bisa kulakukan. Aku minta maaf membuat Wang-san menjadi
salah satu targetku…”

Setelah mengatakannya, Kushida membungkuk dalam-dalam. Permintaan maaf


ini memberikan kesan apatis daripada permintaan maaf dari lubuk hati, tapi yah
setidaknya aku tidak merasakan adanya niat jahat.

“Aku juga minta maaf padamu Shinohara-san, Matsushita-san. Sepertinya kalian


sudah berbaikan ya?”

Sekarang dia menyebutkannya, jarak grup Shinohara dan Matsushita sangat


dekat.

Di hari libur kemarin sepertinya Yousuke dan Sudo mengambil tindakan untuk
memperbaiki hubungan pertemanan mereka kembali.

“Dengan meminta maaf, kau pikir akan selesai?”

Kata Shinohara sedikit kasar, tapi dia berusaha menahan diri.

“Tidak selesai memang, tapi tanpa permintaan maaf tidak ada yang bisa dimulai
juga bukan?”

“Itu… Apa itu sikap yang benar untuk meminta maaf?”

“Entahlah… Tapi ini adalah diriku yang sebenarnya…”

Topeng palsu yang selama ini dia pakai. Kushida si malaikat sudah tidak ada lagi.

Arakiyota
Hanya ini yang perlu disampaikan pada semua orang di kelas yang penuh
dengan suasana tegang.

“Untuk saat ini, aku bermaksud untuk tetap mempertahankan penampilan,


sikap dan sifat sampai tingkat tertentu seperti sebelumnya pada keseharianku
mendatang. Oleh karena itu, tergantung situasi aku bisa mengumpulkan
informasi dari kelas lain. Tapi bila ada orang di kelas ini mencoba
menghalangiku, aku tidak keberatan.”

Tidak peduli sebaik apa Kushida dalam mempertahankan penampilannya di luar


kelas, hubungan tidak dapat dibangun bila dihalangi oleh orang dari internal.

“Mau mnggunakan senjataku atau tidak.., keputusan kuserahkan pada kalian


semua.”

Jika Kushida berkepribadian yang menghargai pertemanan dan takut kesepian,


mengisolasinya adalah bentuk dari pembalasan. Namun, Kushida menunjukkan
sikap yang tidak pasif melainkan sikap agresif.

“Dan aku juga tidak akan mengampuni orang yang mengarahkan permusuhan
kepadaku… Rahasia yang kubongkar saat ujian khusus kemarin itu cuma
sebagian doang. Aku yakin ada kenyataan yang ingin kalian sembunyikan ya
kan?”

Dia mengatakan hal yang jelas untuk mengancam.., tapi ancamannya tidak
merujuk pada seseorang tertentu, melainkan pada semua orang di kelas.

“Aku bisa menjanjikan satu hal… Asal tidak ada yang menyudutkanku, aku tidak
akan membongkar rahasia kalian. Ini bukan demi kelas, melainkan demi diriku
sendiri. Demi aku bisa lulus di kelas A. Tindak pertahanan terakhir agar aku tidak
kehilangan nilaiku sendiri.”

Arakiyota
Karena kebencian, keluhan, dan ketidakpercayaan teman sekelas, tergantung
pada situasinya, keadaan bisa berubah menjadi dia yang dibuang. Jadi untuk
mencegah hal itu terjadi, dia tidak akan mengungkapkan rahasia siapapun lagi.
Akan tetapi, jika dihianati dari belakang, dia tidak akan memberikan ampunan.

Dia tahu bagaimana cara melindungi dirinya sendiri dan juga berjanji
berkontribusi pada kelas.

Kemampuan komprehensif Kushida Kikyou, termasuk dalam jajaran siswa yang


luarbiasa.

Setidaknya dalam hal kemampuan akademik dan fisik, Kushida tidak akan
menjadi penghalang.

“Kau juga tidak keberatan kan? Hasebe-san…”

Kushida berbicara pada Haruka yang sama sekali tidak bergerak dari tempat
duduknya bahkan juga tidak melihat ke arah Kushida.., tapi Haruka tidak
menjawab apa-apa dan membiarkan matanya melihat ke arah luar jendela.

Sejak minggu lalu kehidupan sehari-hariku mulai berubah secara signifikan.

Di hari ketika Haruka datang ke sekolah, grup Ayanokouji tidak pernah saling
bertemu, tidak ada perubahan, bukan tapi tidak pernah kembali lagi.

Karena kebiasaan kami yang selama ini nongkrong bareng sekarang sudah
hilang, caraku menghabiskan waktu di sekolah kini benar-benar berbeda.

Sebagian besar 10 menit jam istirahat kuhabiskan sendirian atau mengobrol


dengan Kei. Terkadang aku juga mengobrol dengan Sudo dan Matsushita tapi
sangat terlihat jelas kesempatan untuk mengobrol dengan Akitou dan Keisei
telah berkurang.

Arakiyota
Pada awalnya ada perasaan tak nyaman namun lama kelamaan tubuhku mulai
terbiasa dengan rutinitas yang baru.

Istirahat makan siangku memiliki siklus yang sama.., tapi bila Kei memutuskan
pergi makan siang bersama temannya, aku akan pergi ke perpustakaan. Ini
adalah jam istirahat yang sama hanya untukku.

Namun, sedikit agak mengecewakan, belakangan ini Hiyori tidak datang ke


perpustakaan sehingga aku tidak dapat berdiskusi tentang buku dengannya.

Dan rangkaian arus dari rutinitasku tidak berubah bahkan setelah pulang dari
sekolah.

Hari ini secara khusus aku tak punya keperluan apapun.., sebelumnya Kei
menghubungiku kalau dia akan bermain bersama temannya dan pulang.

Jika aku dengan buruk tetap di sini, mungkin hanya akan membebani mental
Haruka, jadi kuputuskan untuk sesegera mungkin pulang ke asrama. Tetapi,
melihat pergerakanku itu.., ada perkembangan tak terduga terjadi.

“Kiyopon, ada waktu luang tidak?”

Di koridor, Haruka yang kupikir tidak akan menghampiriku lagi, kini berbicara
padaku yang ingin pulang.

Mengatakan padaku dengan suara yang tak terlukiskan.

Mungkin tujuan masuk ke sekolah setelah seminggu absen dari sekolah untuk
melakukan kontak denganku di depan umum.

Tanpa menoleh ke belakang untuk melihat ekspresi wajahnya, aku menjawab


apa adanya.

“Kalau memang perlu, akan kuluangkan…”


Arakiyota
Kucoba untuk melihat bagaimana respon yang diberikan, aku bicara seakan ada
keperluan lain.

“Yaudah.., luangin kalau gitu… Tidak masalah kan?”

Haruka tampak tak ragu-ragu menjawab perkataanku dengan nada kuat yang
tak terlukiskan.

“Horikita-san juga sudah kupanggil. Aku tunggu di cafe Keyaki Mall…”

Mengatakan itu, Haruka pergi meninggalkan ruang kelas.

Segera setelahnya, Akitou yang mengikuti Haruka di belakang, datang ke


arahku.

“Apa dia datang ke sekolah karena ingin berbicara denganku?”

“Entahlah… Aku juga baru dengar. Jadi aku sama sekali tidak tahu apa yang ingin
dia bicarakan. Tapi dilihat dari keadaannya, aku mungkin tidak bisa berada
pihakmu…”

Akitou meminta maaf merasa dia bersalah, sebaliknya kalau akan jadi masalah
kalau dia tidak berpihak pada Haruka.

“Itu bagus…”

Setelah mengakhiri percakapan singkat dengan sikap yang tidak mencurigakan,


Akitou dan Keisei juga meninggalkan kelas.

Tampaknya semua anggota grup Ayanokouji telah kembali berkumpul, terlebih


Horikita juga dipanggil ke sana juga.

Tentu sudah jelas pembicaraan ini terkait didropout-nya Airi.

Arakiyota
Begitu ketiganya pergi, Horikita mendekatiku.

“Aku sudah bilang padanya untuk aku saja yang pergi.., tapi dia tidak mau
mendengarku dan bilang kau sangat dibutuhkan untuk hadir juga…”

Sepertinya Horikita berusaha peduli padaku dengan menyelesaikan masalah ini


seorang diri tapi situasinya adalah situasi yang tak bisa di apa-apakan.

Kami berdua meninggalkan ruang kelas dan pergi menuju cafe.

Sebelum bergegas pada pembicaraan berat, aku memutuskan untuk


mengkonfirmasi apa yang membuatku penasaran.

“Kau sepertinya berhasil membawa Kushida kembali masuk sekolah ya… Aku
sungguh terkesan…”

“Untuk saat ini secara formal dia sudah bangkit kembali sih… Tapi masih banyak
ketidakpastian… Keadaan sudah tak sama seperti dulu.”

“Meski begitu, kau tidak berharap perkembangan yang lebih dari itu kan?”

Cara bersikap dan nada bicara Kushida telah banyak berubah, tetapi dapat
dikatakan bahwa dia kembali dengan jawaban yang hampir terbaik untuk
memperlancar kelas di masa depan. Pasti ada saran dari Horikita sampai
Kushida mampu mencapai kesimpulan itu.

Yah untungnya, kebocoran informasi ke kelas lain dapat diminimalkan. Kalaupun


diketahui, mungkin saja dalam beberapa waktu masalah ini berlalu dan lapuk di
makan waktu.

“Bagaimana caramu membujuknya? Aku tidak berpikir dia akan terima begitu
saja walau dengan usulan bagus sekalipun.”

Bahkan jika usulan kesepakatan berhasil dilakukan hari ini, pasti ada lika-liku
untuk bisa mencapainya.
Arakiyota
Boleh dibilang aku lebih tertarik pada lika-liku yang dilalui.., tapi tiba-tiba
Horikita menunjukkan ekspresi yang kompleks.

“Aku melakukan sesuatu yang kekanak-kanakan tak sesuai dengan umurku.


Sampai aku tidak ingin membicarakannya.”

Melihat Horikita menghindari detail peristiwa tersebut, dia mungkin memang


melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak ingin dibicarakan.

Bahkan jika mengejar lebih dalam, kurasa dia tetap tidak bisa menjawab, yah
mau tak mau aku menyerah.

“Tapi, mengingat Kushida, ini mungkin pilihan yang tepat…”

Jawab Horikita yang sepertinya mulai mengingat detail peristiwa itu, sambil
mengusap-usap kedua sisi pipinya.

“Yah meskipun butuh satu minggu, kelas akhirnya berkumpul lagi…”

“Oh ya omong-omong, para gadis di kelas sudah tidak bersiteru ya…”

Aku yang menyuruh Yousuke untuk mengandalkan Horikita, jadi sudah pasti
Horikita terlibat.

“Di hari minggu, Shinohara-san dan teman-temannya yang dipimpin Hirata-kun


berkumpul di Keyaki Mall…”

“Apa kau juga hadir Horikita?”

Dengan wajah seakan tidak tahu apa-apa, dia menjawab hal yang tak
terbayangkan.

“Iya. Selain itu mereka setuju untuk melupakan prihal ejek mengejek.
Shinohara-san sempat protes keras tapi berkat Ike-kun, dia bisa ditenangkan…”
Arakiyota
Dari perkataan Horikita, rupanya Ike memenuhi perannya sebagai pacar
Shinohara.

“Tanpa disadari, berbagai siswa tumbuh berkembang ya…”

“Kau tidak terlihat senang…”

“Aku senang kok… Tapi itulah mengapa aku jadi terlihat menyedihkan. Apa aku
sudah berkembang atau tidak.., itu membuat cemas.”

Menilai orang lain itu sangat mudah, tetapi sulit untuk menilai diri sendiri.

Jika kau menilai dirimu naif, maka seterusnya akan naif. Jika kau menilai dirimu
itu keras kepala, maka seterusnya akan keras kepala.

“Aku yakin nanti ada pihak ketiga yang akan memberikan jawaban itu untukmu
Horikita.”

“…. Iya.”

Pertama, fokus pada membangun kembali kelas.

Mengevaluasi diri bisa datang setelah itu.

“Yang membantu Wang-san saat aku tak bisa menghubunginya itu kau kan…
Terima kasih.”

“Aku hanya memberikan dia sedikit saran. Meski aku tidak melakukan apa-apa,
pada akhirnya ada yang akan menyelamatkan dia.”

“Terima kasih berkat dirimu dalam membuat siswa kelas kita kembali pulih lebih
cepat bahkan satu hari. Kali ini aku telah dibantu oleh banyak orang. Sekali lagi
aku merasa seperti dihadapkan dengan sesuatu yang tidak bisa kulakukan
dengan kekuatan sendiri…”
Arakiyota
Seharusnya hal itu membuat tertekan, tapi bisa dibilang kini dia berbicara
dengan nada yang ceria.

“Oh ya… Aku ingin kau mengirimkan pesan pada Ketua OSIS Nagumo…”

“Aku? Peranku jadi perantara terus… Yaudah lah enggak masalah. Lalu pesan
apa yang harus kusampaikan?”

“Bilang saja… ‘Aku terima usulanmu’…

“…. Terima usulan?”

“Jika kau mengatakanya, dia akan mengerti…”

“Baiklah… Nanti aku akan ke ruang OSIS, dan memberitahu sesuai apa yang kau
ucapkan.”

Pada Festival Olahraga kali ini. Aku belum memutuskan akan berpartisipasi atau
tidak.

Tapi batas waktu satu minggu sudah tiba, jadi aku tak punya pilihan selain
menjawabnya.

Entah bagaimana aku harus bertanding dengannya, atau Nagumo tidak akan
pernah puas.

“Sisanya masalah Hasebe-san. Sejujurnya aku tidak bisa menebak apa yang ingin
dia bicarakan.”

“Selama melihat situasi hari ini, apapun kata-kata yang keluar, kau tidak akan
terkejut…”

“Sepertinya lebih baik untuk tidak berpikiran naif…”

Arakiyota
Mii-chan dan Kushida datang ke sekolah karena telah berhasil mengatasi
tantangan mereka. Namun, Haruka berbeda.

Besar kemungkinan dia akan berdiri sebagai penghalang.

“Selagi aku menunggu untuk bertemu Kushida-san, aku beberapa kali mencoba
memeriksa perasaan Miyake-kun dan Yukimura-kun.”

Tidak hanya Shinohara dan yang lainnya, dia juga memperhatikan grup
Ayanokouji kah…

“Yang paling terluka dalam ujian khusus itu adalah Hasebe-san. Memberinya
dukungan adalah hal yang tak bisa dihindari…”

Meski begitu, ekspresi Horikita yang berjalan di sebelahku masih terlihat tidak
begitu ceria, mungkin karena dia sama sekali tidak mendapatkan hasil apa-apa.

“Dia menemuiku di pintu depan kamarnya tapi dia tidak memberitahuku


apapun. Miyake-kun menyuruhku untuk meninggalkan dia sendirian dan
memutuskan untuk melihat keadaan selama seminggu itu.”

Jadi itu hari ini kah… Pasti hal yang tak terduga bagi Horikita bahwa Haruka
datang ke sekolah.

“Hasilnya Akitou berhasil membujuk Haruka dan dia datang kembali ke sekolah.
Dan akhirnya pun bahagia.”

“Jika saja begitu…. Tapi, tidak berakhir begitu kan?”

Karena kami berdua dipanggil dengan cara ini, hal yang normal untuk berpikir
ada sesuatu.

Dia tidak mungkin berkata───’Mulai sekarang aku akan berusaha sekuat tenaga
lagi, mohon bantuannya’.

Arakiyota
“Yang merekomendasikan dan menyudutkan Airi didropout adalah aku. Tidak
apa-apa kalau kau hanya mendengarkan pembicaraan.”

“Tidak bisa begitu. Aku juga menyetujui, jadi sama-sama bertanggung jawab.
Bukan, ini karena aku yang melanggar janji. Aku harus menerima semuanya.”

Sepertinya kelapangan hati dia lebih lapang daripada saat itu.., tetapi dia terlalu
khawatir…

“Haruka memang sangat penting, tapi perlu juga untuk mengalihkan pikiran
pada festival olahraga.”

Waktu satu minggu digunakan untuk menyelesaikan masalah kelas. Sementara


itu kelas lain fokus untuk mengalahkan Kelas A telah melakukan upaya dan
inisiatif, kita tidak bisa melewatkannya lagi…

“Kau benar. Tentu saja aku sedang memikirkan bagaimana kelas kita akan
bertarung. Sampai batas tertentu kurasa aku bisa melihatnya…”

Saat mendukung Kushida dan Shinohara, rupanya bagian itu tidak diabaikan.

“Kalau gitu aku akan tanya.., apa goal line dari festival olahraga ini?”

Aku bertanya pada Horikita apa tujuan yang ingin dicapainya.

“Tak perlu ditanya, aku mengincar juara 1… Bukan tapi harus juara 1.”

Melihat Horikita di samping, matanya penuh dengan rasa kepercayaan diri.

“Menetapkan tujuan yang tinggi bukanlah hal yang buruk. Lagipula kita punya
orang-orang berbakat di kelas… Terus apa kau sudah terpikirkan strategi apa
yang akan digunakan? Ini adalah pertempuran termasuk semua kelas tahun
ajaran, tetapi pada dasarnya fokus pertempuran tetap pada keseluruhan poin di
kelas tahun ajaran yang sama. Sakayanagi dan Ryuuen mungkin datang dengan
strategi yang tidak terduga…”
Arakiyota
“Aturannya jika kau menyelesaikan kurang dari 5 acara lomba, semua poin akan
hangus semua. Kalau itu Ryuuen, tidak heran jika melakukan tindakan seperti
pura-pura terjadi ada kecelakaan selama kompetisi dan melukai diri sendiri
dengan tujuan untuk membuat pesaing mereka meninggalkan acara lomba.”

Bukan hal yang mengherankan jika Ryuuen memilih cara yang disebut cara
pengecut.., seperti yang dilakukannya saat menargetkan Horikita tahun lalu.

Kalau Sakayanagi akan melihat siapa peserta acara lomba lalu membimbing
teman-teman sekelasnya untuk penempatan mereka pada kemenangan yang
optimal.

“Pada semua kemungkinan yang akan terjadi, cara apa yang kau gunakan?”

“Pada dasarnya aku bermaksud menyerang secara frontal. Aku meminta Sudo
dan Onodera untuk mendapatkan banyak poin sedangkan siswa sepertiku dan
Kushida mengamankan poin secara solid. Cuma melakukan yang diperlukan
untuk menang.., itu saja.”

“Yah.., kalau saja bisa menang cuma dengan hal itu, pasti tak kan mengalami
kesulitan. Ada juga rintangan lain tentang jumlah siswa kelas kita yang kini sisa
38 orang.”

Horikita langsung mengangguk pada perkataanku. Tampaknya dia sudah


menduga aku akan mengatakannya.

“Oleh karena itu aku memutuskan untuk mengambil satu resiko. Aku sedang
mempersiapkan hal itu sekarang.”

“Resiko?”

“Untuk pembicaraan secara detailnya, besok sepulang sekolah bisakah kau


menemaniku?”

Arakiyota
“Apa itu berarti ada sesuatu yang aku bantu?”

“Tidak. Kau hanya perlu menemani dan mendengarkan bersamaku. Lalu..,


setelah berakhir aku hanya ingin kau menjawab secara objektif apakah yang
kulakukan itu sepadan dengan risikonya.”

“Benar tidak apa cuma itu aja?”

“Seperti yang kasus yang terakhir kali, aku tidak bisa selalu mengandalkanmu…”

Dia tampak sudah memiliki beberapa pemikiran, jadi tidak memerlukan nasihat
atau saran.

Kalau begitu, mari kita nantikan strategi Horikita untuk festival olahraga ini.

“Baiklah aku mengerti. Besok sepulang sekolah biarkan aku mendengar detail
pembicaraan tentang hal ini…”

Setibanya di kafe, tiga anggota grup Ayanokouji sedang menunggu di kursi


mereka.

Terlihat ada tiga minuman kosong di meja, sepertinya mereka tidak saling
mengobrol.

Satu minuman diperlukan selama menggunakan fasilitas cafe.

“Duduklah.”

Setibanya disana, Haruka berkata begitu dan mendesak kami untuk duduk di
dua kursi kosong.

“Selama aku absen dari sekolah sepertinya kau ingin berbicara denganku.., jadi
aku datang untuk mendengarkan hal itu…”

Arakiyota
Kata Haruka seakan tak tertarik, mulai berbicara tanpa melihatku maupun
Horikita.

Dia bertanya seakan pada kami berdua, tapi sekarang jelas Horikita yang utama
untuk ditanya…

“Jadi ada apa?”

“Dalam arti tertentu masalahnya sudah selesai. Itu karena selama berhari-hari
kau tidak masuk ke sekolah.”

“Jadi kau khawatir ya… Itu karena peringkat kelas akan turun kan…”

“Tentu saja tidak hanya itu. Absen selama seminggu, itu berarti ada alasan yang
tepat. Benar kan?”

“Tidak enak badan. Aku sudah memberitahu sekolah, jadi tak ada masalah.
Miyachi bilang akan ada penalti kalau tidak masuk sekolah lebih dari seminggu,
karena itu aku masuk ke sekolah hari ini…”

Apa ada masalah? Haruka menjawab tanpa menunjukkan emosi.

“Memang benar. Tapi alasanmu absen bukan karena sedang tidak enak
badan…”

“Kenapa kau bisa bilang begitu? Mungkin saja aku memang tidak enak badan…”

Tanpa menyangkal kata-katanya, Horikita menyeruput minuman di cangkirnya.

Apa beneran absen karena tidak enak badan atau tidak? Itu baru awal dari
masalahnya.

Tidak peduli bagaimana Horikita menjawab, Haruka tidak akan puas.

Arakiyota
“Kau sepertinya tidak percaya padaku.., tapi aku yang tidak enak badan itu
benar adanya. Namun bukan penyakit atau luka fisik. Melainkan aku sangat
berat untuk pulih secara mental.., sampai tidak bisa tidur dan tak bisa datang ke
sekolah.”

Akitou dan Keisei tampak mendengarkan dengan tenang, tapi bukan itu
masalahnya…

Mereka mengerti, walau sama-sama menderita.., derita yang dirasakan sangat


jauh dari yang dirasakan Haruka.

Sebab itu mereka hanya bisa diam.

“Bisa tidak berhenti bermain dengan kata-kata dan langsung saja mengatakan
apa yang ingin dikatakan?”

Dari pada bersikap santun, Horikita menunjukkan sikap yang kuat.

Sikap Horikita ini normalnya malah akan berefek sebaliknya, tapi Haruka sama
sekali tidak merasa terganggu.

Seolah-olah dia telah menahan emosi di lubuk hatinya yang paling dalam. Itu
kesan yang didapatkan dari Haruka sekarang.

Horikita disampingku merasakan hal yang sama, aku jadi bertanya-tanya apa dia
terlalu berlebihan dalam berekspresi?

“Apa kau puas mendapat poin kelas dari ujian khusus itu?”

“Tidak, aku tidak merasa puas. Masih ada selisih lebih 500 poin dari Kelas A. Jika
bisa ke Kelas A tanpa kehilangan apapun adalah pandangan yang ideal. Tapi tak
ada gunanya membicarakan hal ini lagi…”

Tidak ada yang mau menetapkan siapa yang harus didropout.

Arakiyota
Dalam situasi itu, kami bertarung dan hanya menominasikan Airi untuk alasan
yang tidak bisa dihindari.

Verifikasi untuk hal itu bahkan sudah selesai.

“Sahabatku menjadi korban dari keputusanmu yang egois Horikita-san, apa kau
sadar?”

Untuk pertama kalinya hari ini, kata-kata yang Haruka ingin ucapkan akhirnya
dia katakannya.

“Iya.”

Selama lebih dari seminggu setelah ujian khusus selesai, Horikita telah berjuang
melawan keputusannya sendiri.

Kau dapat memahaminya hanya dengan melihatnya setiap hari tanpa bertemu
secara langsung.

Namun, hal seperti itu tidak ada hubungannya dengan Haruka.

Dengan berusaha keras, bukan berarti dimaafkan. Dengan menunjukkan hasil


juga bukan berarti dimaafkan.

“Kau pemimpin yang hebat ya… Asalkan kelas bisa menang, kau tidak peduli
cara apapun yang digunakan…”

“Jalanku masih panjang…”

“Kau tahu aku berkata satire kan?”

“Tentu saja aku tahu.”

“Sejak awal bilang hanya mendropout siswa penghianat yang terus menurus
memvoting ‘setuju’.., sekarang dimana janjimu itu?”
Arakiyota
“Sehubung dengan hal itu, aku gagal dalam memprediksinya. Tapi karena tidak
bisa menganggap ujian khusus kemarin tak pernah ada, tidak ada pilihan lain
selain merelakannya.”

“Bahkan ada kesalahan yang tak bisa dimaafkan…”

“Aku tak menyangkalnya. Seperti yang kau bilang.”

“Apa mempertahankan Kyou-cha.., Kushida-san adalah keputusan yang benar?”

“Aku memutuskan bahwa itu adalah jawaban yang benar.., dengan kesiapan
mempertahankan dia meski mendapat banyak penolakan… Sepertinya ini
menjadi pembicaraan berulang ya…”

“Oh…”

Haruka memperkuat lagi perkataannya pada Horikita yang tidak menunjukkan


kerendahan hati.

Arakiyota
“Aku tidak memintamu memaafkanku. Tidak peduli pembicaraan tentang hal ini
diulang-ulang lagi, aku mempertahankan Kushida dan mengubah pendapatku
adalah kenyataan. Wajar saja bagimu untuk mendendam padaku, bahkan
sampai membalas dengan perbuatan yang lebih menyakitkan suatu hari nanti.
Namun, aku memutuskan Kushida-san adalah orang yang bisa menjadi kekuatan
untuk kelas. Sedikit demi sedikit hal ini berubah menjadi keyakinan.”

“Walau Kushida-san orang yang kompeten, masih ada orang lain yang tidak
kompeten. Tidak harus dia…”

Ada orang lain yang seharusnya dibuang.

Di depan Horikita, yang tidak mencapai kesimpulan itu, Haruka melanjutkan.

“Aku tidak akan mengakuimu. Tidak peduli sebanyak apa orang yang mengakui
Horikita-san, aku tidak akan pernah mengakuimu…”

Haruka yang sebanyak mungkin menahan emosinya, tampak tidak mencoba


untuk memaafkan Horikita.

“Aku tak punya pilihan selain berkerja keras untuk diakui ya…”

“Aku bilang tidak mengakuimu kan?”

“Tanggung jawab atas Sakura-san didropout ada padaku. Ya.., aku tidak
menyangkalnya. Tapi apa yang harus kulakukan? Apa kau ingin aku didropout?”

Melakukan hal itu pun tidak akan membuat Airi kembali. 100 poin kelas yang
didapat dengan susah payah akan menghilang bagai gelembung.

“Atau kau ingin aku berlutut meminta maaf? Apa itu membuat hatimu puas?”

Sok kuat. Tak mau kalah. Tampak seperti itu tapi tidak begitu.

Arakiyota
Horikita menderita. Meski menderita, dia menghadapi Haruka dengan sepenuh
hati.

Duduk di sampingnya, aku bisa melihat yang sebenarnya arti dari tatapannya
yang terguncang.

“Kembalikan Airi…”

“… Bahkan jika kau meminta melakukan sesuatu yang tidak bisa kulakukan, aku
tidak bisa menjawabnya.”

Menggenggam beberapa helai rambut dia sendiri, lalu dengan sekuat tenaga
ditarik.

“Keputusan pada saat itu adalah keputusan yang salah…”

“Jika kau punya keluhan, seharusnya kau ikut bertarung…”

Segera setelah kata-kata yang dekat dengan provokasi dilontarkan, Horikita


membuat dorongan lebih lanjut.

“Tapi yah itu hal yang sia-sia kan… Meskipun bertarung juga kau tidak memiliki
cara apapun untuk menentangnya.”

“Iya benar. Kurasa aku memang tidak bisa berbuat apa-apa… Tanpa ampun
Kiyopon menggunakan perasaan Airi untuk menyudutkan dia. Orang biasa tidak
mungkin bisa melakukan perbuatan itu.”

Di sini, untuk pertama kalinya, Haruka melihatku dengan tatapan menghina.

Namun, tampak tidak ingin berbicara denganku, tatapan dia kembali ke Horikita
lagi.

“Apa Kushida-san akan benar-benar bertindak untuk kelas mulai sekarang? Bisa
saja dia berkhianat kan?”
Arakiyota
“Aku pasti menyesal bila di masa mendatang Kushida-san menjadi penghalang
untuk kelas.”

Memang tidak ada jaminan Kushida akan berguna bagi Kelas.

Jika di masa datang Kushida mengkhianati Horikita, mungkin akan tiba saatnya
dia menyesali pilihannya untuk mendropout Airi.

“Tetapi, bila aku kembali ke masa lalu dengan tetap pada ingatanku yang
sekarang, apa yang kulakukan tidak berubah banyak. Mengulangi keputusan
yang sama untuk memilih mempertahankan Kushida-san dan mendropout
Sakura-san. Satu-satunya perbedaan adalah aku tidak akan menjanjikan sesuatu
yang bodoh…”

Horikita menegaskan kesimpulan yang didapatnya tidak berubah.

“Kenapa….. Mengapa harus Airi….”

Jika aku diam, Horikita pasti tetap akan menjawabnya.., tetapi disini aku
putuskan untuk menyatakan pemikiranku.

“Ini masalah cara berpikir. Kasus ini menjadi dorongan yang kuat bagi para siswa
yang berada di jajaran bawah OAA. Jika terus menerus berapa di peringkat
bawah, selanjutnya mungkin dirinya sendiri yang akan didropout. Aku pikir itu
merupakan nilai plus hanya dengan memiliki perasaan terpojok yang begitu
kuat.”

Dan itu adalah tugasku untuk menyebut nama Airi.

“Ini seperti kelas Ryuuen ya… Apa kau ingin membuang siswa yang tidak
berguna?”

Arakiyota
“Iya… Aku tidak tahu kebijakan apa yang diambil Ryuuen sekarang, tapi juga
benar ini dekat dengan semacam tunduk dengan ketakutan. Sejauh ini,
kebijakan kelas tidak jelas dan terlalu lemah…”

“Ini mengingatkanku saat-saat baru masuk ke sekolah. Tidak ada kesatuan dan
persatuan, sama aja egois yang lebih mementingkan diri sendiri.”

Kalau dibilang serupa ya memang serupa, tapi hanya serupa yang tidak sama.

“Situasinya berbeda dari yang waktu itu. Melakukan sesuatu untuk mencegah
kerugian adalah hal yang tak bisa dihindari.., tapi ini kasus di mana harus
melakukan sesuatu untuk meminimalkan kerugian.”

“Tapi───!”

Di sini untuk pertama kalinya, Haruka berteriak.

“Horikita merasa pencapaian yang Kushida peroleh saat dia menjadi sekutu jauh
lebih besar daripada Airi.., oleh karena itu dia sampai pada kesimpulan itu… Lalu
karena aku juga melihat akan masa depan itu, aku menghormati pendapat
Horikita dan memutuskan untuk membantu dia…”

Pada dasarnya, tidak ada masa depan yang pasti. Kau hanya bisa
membayangkan dan bertindak untuk menggapai masa depan yang kau lihat itu.

“Kepergian Airi lama kelamaan tanpa disadari rutinitas kelas kembali seperti
biasa.”

“Aku tahu betapa tidak puasnya dirimu, tapi apakah kau memikirkan hal yang
saat kasus Yamauchi-kun?”

“Itu salah dia sendiri. Kasus Airi berbeda….”

“Sama saja. Kau hanya marah karena temanmu yang menjadi korban…”

Arakiyota
“Apa yang salah dengan hal itu?”

Tidak ada tujuan yang jelas dalam perdebatan ini.

Sebenarnya tidak ada petunjuk untuk membuat Haruka menyerah.

“Aku tidak bisa menerima kenyataan itu. Aku tak bisa menerimanya…”

Dan ketika Haruka tidak menyerah, masalah besar menanti di depan.

“Kushida-san mungkin telah menjadi ancaman. Mungkin dia sekarang hanya


pura-pura bertindak demi kelas. Tapi apakah kau pikir aku hanya akan
melihatnya dan bekerjasama dengan serius?”

“Yaah… Di saat kau seminggu tidak masuk sekolah, aku merasa menyelesaikan
masalahmu akan berlangsung lebih lama dari yang lain.”

Diperlukan mengambil tindakan segera untuk masalah Kushida, tetapi Horikita


mengatakan dia siap untuk pertempuran jangka panjang pada masalah Haruka.

Haruka yang telah kehilangan Airi dalam ujian khusus itu, sekarang tidak takut
pada apapun.

“Tapi kau datang ke sekolah. Bila hanya ingin berbicara dengan kami, kau bisa
melakukannya walau kau tidak datang ke sekolah. Benarkan?”

Harapan semu, alangkah baik jika Haruka datang ke sekolah untuk


melampiaskan amarahnya.

Tetapi.., dunia ini tidak begitu naif…

“Karena belum mendapat jawaban, makanya aku datang…”

“Jawaban?”

Arakiyota
“Aku datang ke sekolah mencari jawaban yang tidak bisa kutemukan meskipun
aku mengurung diri dikamar…”

Mendengar kata-kata itu, Akitou mengalihkan pandangannya ke bawah.

“Aku sedang mencari jawaban.., bagaimana cara agar bisa membalaskan


dendam kepada Horikita-san dan Kiyopon…”

Itu perkataan yang paling dingin yang Haruka ucapkan sejauh ini.

Kata-kata yang keluar dari bibirnya yang sedikit kering, punya indikasi yang
berbeda dari ancaman dan gertakan.

“….. Kau serius.., ya?”

Horikita juga mengerti bobot dari perkataan Haruka.

“Hari ini aku cuma mau mengatakan hal itu. Aku pasti akan membuatmu
menyesal karena membiarkan Airi didropout…”

Tanpa menyentuh minumannya sendiri, Haruka berdiri.

Lalu seolah mengejarnya, Akitou mengikuti Haruka dari belakang.

Horikita bukan satu-satunya orang yang terpaku melihat kepergiannya. Keisei


juga sama.

“Aku.., menurutku apa yang dikatakan Horikita dan Haruka tidak salah. Kata
yang tidak adil memang, tapi itu pemikiranku yang sebenarnya. Pada akhirnya,
dasar pemikiranku selama diriku sendiri baik-baik saja apapun tidak masalah.”

Seolah Keisei malu pada dirinya sendiri, dia tetap mengatakan pemikiran yang
sebenarnya tanpa menyembunyikannya.

Arakiyota
“Siapapun juga begitu… Berpikir bila dirinya sendiri baik-baik saja itu bukan hal
yang aneh kok…”

“Itulah kenapa sekarang aku tidak bisa memahami perasaan Haruka. Tapi aku
tidak berpikir aku punya hak untuk menghentikan dia. Bahkan meski itu akan
merepotkan kelas…”

Begitu dia memukul meja dengan kepalan tangan tanpa kekuatan, Keisei juga
berdiri.

“Grup sudah setengah hancur. Meski begitu aku akan tetap berusaha bisa
berguna untuk kelas. Karena tidak berperan aktif selama festival olahraga, aku
akan lebih banyak belajar lagi untuk berkontribusi pada kelas. Jika tidak begitu..,
kemungkinan aku dibuang tidak akan menjadi 0.”

Walau Keisei kemampuan akademiknya sangat baik, prihal fisik dan kontribusi
sosial dia menjadi penghambat.

Bila bicara perbandingan dalam hal jumlah teman.., terpaksa dia masuk ke
dalam pertempuran yang jelas sangat tidak diunggulkan.

Arakiyota
Kesepakatan

Untuk mendengarkan kelanjutan yang kemarin, aku datang ke tempat karaoke


di Keyaki Mall.

Kecuali asrama, tentu saja ini adalah salah satu tempat terbaik untuk
mengamankan ruang paling pribadi.

Di ruangan tempat kami menginjakkan kaki, tidak ada kehadiran lain selain aku
dan Horikita.

“Kalau cuma ingin berbicara, tidak harus repot-repot ke tempat karaoke kan?”

Karena sebelumnya kami sudah memasuki kamar masing-masing, tidak ada


masalah bila berdiskusi di kamarku maupun Horikita…

Dengan kata lain memilih tempat ini karena ada orang lain yang akan datang.

Aku tidak menanyainya terlalu dalam.., membiarkan Horikita bergerak atas


kehendaknya sendiri.

“Masih ada sedikit waktu sampai waktu yang diatur. Kau mau nyanyi tidak?”

Horikita mengambil mikrofon yang ada di atas meja dan menyodorkannya


padaku.

“Tidak, terimakasih. Bagaimana kalau kau saja yang nyanyi? Setidaknya aku
akan memberikan tepuk tangan untuk memasukkanmu dalam tangga lagu…”

“Enggak mau…”

Langsung ditolak. Apa kau akan menyarankan sesuatu yang tidak kau sukai pada
orang lain….
Arakiyota
“Karena aku sedang belajar…”

Mengatakan itu, dengan tenang dia mengeluarkan buku catatan dan buku
referensi miliknya sendiri lalu mulai belajar.

Di sekolah, banyak pelajaran mulai menggunakan peralatan seperti tablet,


tetapi mungkin lebih mudah untuk belajar secara mandiri dengan membuka
buku pelajaran dan buku catatan secara langsung.

Karena tidak ada lagu yang diputar, ruangan ini begitu sunyi. Meskipun
terselimuti suasana aneh karena percakapan aneh kami tadi.., aku memutuskan
untuk duduk diam di sofa dan menunggu waktu yang akan datang.

Kemudian jam pun menunjukkan waktu pukul 17.10 sore. Selang beberapa
menit dari jam 5 sore, Horikita selalu memeriksa jam di ponselnya, mengangkat
wajah lalu menghela nafas.

“Maaf. Ini mungkin akan jadi pertemuan yang lebih lama dari yang kukira…”

Aku belum bertanya siapa orang yang datang ke pertemuan ini, tapi waktu
pertemuan jam 5 sore, bisa dipastikan orang itu terlambat kah. Dilihat tidak
adanya kontak, apakah ada keadaan tidak bisa dihindari terjadi? Apa dia
tersesat? Atau mungkin dia tipe orang yang suka sengaja terlambat?

Aku memikirkan berbagai siswa, ulangi lagi dan hapus, lalu dari sana sekitar 15
menit menunggu.

Pintu ruangan yang tidak bergerak sedikitpun, perlahan terbuka dari luar oleh
tangan seseorang.

Orang yang muncul di sana itu…. Seseorang yang tidak masuk dalam asumsiku.

Dia adalah Katsuragi Kohei dari Kelas 2-D.


Arakiyota
Mungkin dia tampak seperti seseorang yang biasanya tepat waktu, tapi ini hal
yang tak terduga.

“Maaf karena terlambat.”

“Tidak, tak perlu khawatir. Kau juga mengalami masalah berat kan? Katsuragi-
kun…”

“… Yah sampai batas tertentu…”

Bergumam begitu, Katsuragi mendesak orang yang ada di belakangnya untuk


memasuki ruangan.

Satu orang lagi muncul.

“Suzune.., tidak masalah bila kau ingin berkencan denganku.., tapi banyak juga
orang lain yang ikut ya…”

Dia adalah orang yang menarik Katsuragi mantan pemimpin Kelas A ke kelasnya
sendiri.., Ryuuen Kakeru.

“Kalaupun hanya berdua’an denganmu, sangat sulit untuk melakukan


pembicaraan yang konstruktif…”

Meski tertawa berani, Ryuuen tampak tidak melonggarkan pengamatan tajam


terhadap Horikita.

Dengan menyelesaikan kasus Kushida dan menghilangkan pemikiran yang


menganggu, Horikita telah mendapatkan kembali ketenangan pikiran yang
biasanya. Sejak naik kelas 2 hampir tidak ada komunikasi secara langsung, jadi
tidak heran bila pada tahap ini bisa merasakan perubahan Horikita.

Arakiyota
“Apa kau sengaja terlambat untuk mengambil keunggulan secara mental?”

“Entahlah…”

Sebelum diskusi, pemeriksaan dan pertempuran untuk saling menyelidiki niat


masing-masing telah dimulai.

Sepertinya aku bisa berasumsi kalau pihak Ryuuen juga belum diberitahu alasan
mengapa mereka dipanggil ke sini…

“Katanya ada yang mau kau bicarakan dengan kami… Bisakah kau katakan
rinciannya?”

“Bisakah kau duduk? Jika pembicaraan selesai hanya dengan 1 atau 2 menit, aku
tidak perlu repot-repot memanggilmu…”

Meski Ryuuen sekilas melirikku, dia tanpa malu-malu duduk di sofa, mengambil
tablet yang dalam pengisian daya, lalu mulai mengoperasikannya.., setelah
selesai memesan pesanannya, dia melemparkan dengan kacau… Melihat hal itu,
Horikita meraih tablet lalu mengambilnya.

“Bagaimana denganmu Katsuragi-kun?”

“Aku teh oolong.”

Setelah mendengarkan keinginannya dan menyelesaikan pesanan di tablet,


Horikita mengembalikan tablet itu dengan hati-hati ke posisi pengisian daya lagi.

“Aku akan memberitahu mengapa aku memanggil kalian ke sini───”

Horikita yang ingin langsung ke topik utama diskusi.., momentum itu dirusak
dan Ryuuen mengendalikan pembicaraan.
Arakiyota
“Sebelum itu aku ingin bertanya padamu… Bagaimana rasanya setelah
mendapat poin kelas dengan membuang penghambat di kelasmu? Tentu
luarbiasa ya?”

Dengan tenang dia menanyakan sesuatu yang mungkin menyebabkan kerugian


pada kami.

Di situasi di mana masih tak tahu harus berkata apa, ini juga merupakan cara
untuk berdiri di atas lawan bicaramu.

Tak ada keraguan Ryuuen menggunakan teman-temannya untuk menyelidiki hal


ini.

Menginjak jebakan guna melihat apakah permasalahan internal kelas tidak


terselesaikan dari Ryuuen ini adalah hal yang bisa dimaklumi, tapi Horikita di
sampingku tidak bergeming.

“Tentu saja bukan karena permasalahannya tidak mencuat keluar. Tapi sayang
sekali ya.., hal ini tidak menjadi perkembangan yang kau harapkan. Sebagian
besar masalah kami hampir terselesaikan…”

Bohong. Setidaknya prihal masalah Haruka masih tidak tersentuh, tidak jelas
kapan bom itu akan meledak.

“Untuk sebuah kebohongan, kau bicara terbuka sekali ya…”

Aku menyimpulkan Ryuuen juga berbohong dalam arti hal mengajukan


pertanyaan jebakan, tapi Horikita tidak berhenti.

“Kalau kau pikir itu bohong, ya sudah terserah kau saja. Lagipula tidak peduli
apapun yang kukatakan juga kau bukan orang yang mudah percaya benarkan?”

Arakiyota
“Entahlah… Tanpa diduga aku mungkin percaya…”

“Mau benar-benar percaya atau hanya bercanda itu tidak menarik ya kan…”

Provokasinya dihindari.

Melihat Horikita yang seperti itu, Katsuragi menyilangkan tangan seolah sedang
menganalisisnya.

“Bagaimana denganmu sendiri? Kupikir ada yang didropout dari kelasmu.”

“Apa kau cemas karena tak punya teman? Mungkin kau satu-satunya yang telah
salah dalam memilih pilihan itu?”

3 dari 4 Kelas memilih untuk melindungi teman sekelas mereka.

Kejam.., Ryuuen membuat kesan seakan hanya Horikita yang melakukan


kesalahan.

“Sayang sekali hanya kami saja yang memilih pilihan yang benar. Kalian bahkan
tidak mengambil satu langkah dalam pertarungan ke kelas A…”

“Untuk sekarang cukup sampai disitu.”

Saat Katsuragi menahan mereka, pintu ruangan di ketuk pelan. Pelayan yang
muncul itu membawakan teh oolong yang dipesan Katsuragi dan jus jeruk…”

Minuman yang tidak terlihat cocok dengan Ryuuen itu diletakkan di depannya.
Baik Horikita dan Katsuragi terpaku melihat kombinasi yang tak terduga ini.

Oh ya omong-omong aku memesan minuman yang sama… Seperti Ryuuen, jus


jeruk… Bukan berarti tidak cocok juga sih.

Arakiyota
“Yah karena semua sudah mendapat minumannya, kita langsung bicara ke topik
utama saja…”

Selagi semua berkomentar tentang pesanan Ryuuen di dalam hati, Katsuragi


mendesak Horikita untuk bicara.

Horikita mengangguk, dan sekali lagi menatap Ryuuen dan Katsuragi lalu dia
mulai bicara.

“Untuk mengalahkan kelas Sakayanagi di festival olahraga nanti, aku ingin


mengusulkan hubungan kerjasama…”

Bahu Katsuragi sedikit bereaksi, menunjukkan keterkejutan. Segera setelah itu,


dia kembali ke keadaannya yang biasa dan sekali lagi menanyakan pertanyaan
yang sama.

“… Apa yang kau maksud dengan hubungan kerjasama?”

Bahkan jika mengatakan kerja sama dalam sekali pengucapan, jumlah


penyesuaian untuk melakukan sesuatu sangat berbeda tergantung bagaimana
kau memahaminya.

Wajar bila ingin menanyakan detail tentang hal itu, tapi di pikirannya dia
tampak tidak menolaknya.

Di sisi lain, Ryuuen tidak terkejut maupun terkesan pada usulan ini.

Bisa dikatakan dia hanya mengamati sambil tersenyum saja.

“Pada ujian khusus kali ini, memiliki kedua aspek di mana persaingan meliputi
seluruh tahun ajaran dan kelas tahun ajaran.

Arakiyota
“Aku ingin memaksimalkan sistem di mana mendapatkan poin yang sama
dengan memenangkan kompetisi tim yang mana banyak pemain ikut serta…”

“Kenapa harus dengan kelas kami? Bolehkan aku menanyakan alasannya?”

Ryuuen, si pemimpin kelas hanya diam mendengarkan.

“Pertama, tidak perlu dikatakan Kelas A itu mustahil… Memberikan poin pada
kelas yang seharusnya kau kejar itu tidak masuk akal. Pilihan kini hanya tersisa 2
kelas, kelas Ichinose-san atau kelas Ryuuen-kun dan Katsuragi-kun. Ini
berdasarkan analisisku, walau Ichinose-san unggul dalam hal orang yang dapat
dipercaya.., sulit untuk dikatakan kelas mereka memiliki banyak siswa dengan
kemampuan fisik yang tinggi…”

“Jadi kau memilih kami dengan proses eliminasi kah…”

“Kalau hanya sekedar proses eliminasi yang sederhana, sejak awal aku tidak
akan mengusulkan untuk bekerja sama dengan kelas mana pun. Pemimpinmu
itu.., Ryuuen-kun adalah orang yang paling tidak bisa dipercaya lebih dari kelas
Sakayanagi-san…”

Jelas memang bukan hal mudah untuk menjalin kerjasama dengannya.

Seakan ikut bersimpati, Katsuragi mengangguk dalam-dalam.

“Yah memang benar sih… Aku yang patnernya saja juga berpikir begitu.., tidak
ada orang lain selain dia yang membuatku takut untuk mempercayakan
punggungku. Tapi kalau begitu kenapa kau mengusulkan hubungan kerjasama
dengan bahaya yang begitu besar?”

“Tentu saja untuk menang… Kau tidak akan bisa menang tanpa menghentikan
laju kelas A.”
Arakiyota
“Namun jika keinginan itu terkhianati maka tidak ada artinya kan? Dia orang
yang memakai cara apapun, begitulah pria ini… Aku tahu dengan baik karena
pernah mengalami hal pahit tersebut. Aku tidak merekomendasikannya…”

Katsuragi memberikan pendapat pahit kepada patnernya sendiri sampai-sampai


tidak terpikirkan dia adalah seorang penasehat dari pihak Ryuuen.

Bila dengan ceroboh berkerjasama dengannya, jangankan untuk mengalahkan


kelas A, yang ada malah tertelan oleh kelas Ryuuen.

Ini adalah peringatan bahaya.

“Pada pembicaraan kali ini, aku tidak bermaksud langsung bicara ke topik
utama. Lagipula aku tidak sering bicara dengan Ryuuen-kun seperti ini dan
orang yang biasa terlambat seperti dia tidak bisa dipercaya. Tapi melihat
Katsuragi-kun meminta maaf setelah datang, aku merubah pikiranku.
Setidaknya kau bisa dipercaya…”

“Cukup sederhana juga ya… Apa kau tidak berpikir kalau sikapku ini bagian dari
strategi Ryuuen?”

“Jika aku tidak bisa mengetahui mana yang bisa dipercaya dan mana yang
tidak.., cepat atau lambat aku pasti akan tertelan…”

Hal ini mungkin menjadi pertaruhan untuk Horikita.

Jika menempatkan Ryuuen dan Katsuragi berdampingan, Katsuragi akan terlihat


seperti orang baik dengan akal sehat.

Tapi jika memiliki kesiapan dan bisa menunjukkan sikap itu, bahkan Katsuragi
tidak ada pilihan selain menerimanya.

Arakiyota
“Kau berbeda dari sebelumnya ya.., Horikita. Kau berkembang juga kah…”

Katsuragi merasakan perubahan pada Horikita, dan itu adalah


perkembangannya, lalu sekali lagi menunjukkan sikap mengambil tempat dalam
diskusi lagi.

“Aku mengerti situasi di pihakmu. Dari sini, aku ingin memberikan pendapat
pribadiku sendiri…”

Sebagai bentuk peringatan, Katsursgi berani menambahkan bahwa yang dia


nyatakan itu bersifat pribadi, dengan asumsi kalau maksud dan pemikiran
Ryuuen tidak dipertimbangkan sama sekali.

“Kali ini aku juga sedang membayangkan rencana untuk mengalahkan kelas A
dengan berkerjasama bersama kelas Horikita.”

“Kau juga…?”

“Iya… Kelasmu memiliki orang-orang berbakat yang melampui tingkat kelas di


tahun ajaran yang sama seperti Sudo dan Koenji. Di antara keempat kelas 2,
kemampuan fisik dan pengalaman sebagai atlet sport berada di peringkat
pertama. Sebagai sekutu tidak ada yang perlu di khawatirkan ada yang menjadi
penghambat… Kelasmu bukan kelas yang bisa dipercaya begitu saja tanpa
syarat, tapi bukan juga kelas yang mudah berkhianat adalah aspek yang tak
buruk…”

Di sebelah, pada Katsuragi yang berbicara seperti itu, mata Ryuuen tertuju
padaku.

Tapi, dia tetap menutup mulutnya.

Sampai saat ini, tidak ada orang lain di kelas Ryuuen yang bisa bernegosiasi, dan
selalu Ryuuen yang berinisiatif dalam berdialog. Namun, dengan bergabungnya
Arakiyota
Katsuragi.., kebutuhan akan hal itu berkurang, dan pilihan untuk menunggu juga
melihat situasi pun tercipta. Bisa dibilang ini adalah faktor tambahan yang
sangat besar.

Tidak tahu apa yang Ryuuen pikirkan dan kapan dia akan melontarkan
usulannya itu hal yang menakutkan.

Horikita mungkin mulai menyadari ketakutan akan hal seperti itu, meskipun
mudah untuk berbicara dengan Katsuragi.

Namun, ini adalah jalan yang tidak dapat dihindari jika dia ingin secara teratur
mengadakan dialog dengan mereka selama satu setengah tahun ke depan.

“Tetapi sebenarnya, aku masih 50:50 mengusulkan kerjasama atau tidak pada
Ryuuen…”

Sudah lebih dari seminggu sejak rincian festival olahraga diumumkan. Jika
Katsuragi bergerak atas dasar menjalin hubungan kerjasama, tidak heran kalau
pembicaraan seperti itu didengar oleh Horikita. Dengan kata lain prioritas yang
Katsuragi pikirkan adalah setengah lainnya di mana tidak menjalin hubungan
kerjasama.

“Jika kita memiliki hubungan kerjasama, sudah pasti peringkat 1 dan 2


diamankan oleh kedua kelas kita. Saat hal itu terjadi, tak terhindarkan bila hasil
akhir ditentukan dengan kemampuan komprehensif kelas. Berbicara tentang
perhitungan sederhana, kelas Horikita yang akan berada diperingkat pertama,
dan kami harus puas dengan kemungkinan berada di peringkat kedua.”

Dengan berkerjasama tidak hanya kelas kami bisa mengantisipasi kelas


Sakayanagi dan Ichinose.., tapi juga dapat membuat skema kelas Horikita
bertanding melawan kelas Ryuuen.

Mungkin karena Katsuragi melihat kesimpulan ini, dia menjawab 50:50…

Arakiyota
Meskipun Katsuragi memahami metode ini.., tidak serta merta setuju menjalin
hubungan kerjasama hanya dengan 2 balasan saja.

Negosiasi dengan Ryuuen tidak akan dimulai kecuali dapat mengatasi rintangan
yang ada di depan.

Jadi apa yang akan kau lakukan Horikita?

“Dimata kalian kelas kami terlihat sebagai ancaman kah…”

“Tentu saja. Keadaannya sangat berbeda dari satu tahun yang lalu… Beda
dengan saat di mana kalian diejek sebagai kumpulan produk cacat.., kelas kalian
sekarang berada di kelas B. Bahkan pernah sekali menghabiskan poin kelas
sampai 0. Baru-baru ini, selain kemenangan solo Koenji dalam ujian pulau tak
berpenghuni, di ujian khusus suara bulat kelas kalian membuat pilihan berat
untuk mendropout teman sekelasmu sendiri demi mendapatkan 100 poin kelas.
Jelas tidak perlu diragukan lagi kalau kelas kalian adalah musuh yang kuat…”

“Itu bukan pencapaianku.., tapi aku merasa tidak buruk menerima penilaian
seperti itu. Tapi.., bila festival olahraga dijalankan sendiri-sendiri tanpa
berkerjasama, kupikir kasus terburuk di mana kelas Sakayanagi-san yang akan
memenangkan peringkat pertama itu memungkinkan. Yang terpenting adalah
mengalahkan kelas Sakayanagi-san. Apa aku salah?”

“Yah memang sih… Itu juga kebenarannya. Ryuuen, menurutmu gimana?”

Untuk pertama kalinya, Katsuragi meminta pendapat Ryuuen.

“Jika kau ingin kami membantumu, ada imbalan yang sesuai kan?”

“Sepertinya kau salah paham. Memang benar aku yang mengajukan usulan,
tapi bukan berarti aku yang harus berkompromi. Sebaliknya, kau harus paham

Arakiyota
kau berada di posisi untuk membentuk hubungan kerjasama dengan kelas calon
peringkat pertama…”

“Jangan membuatku tertawa. Kami di posisi bisa menang tanpa harus


bekerjasama, jika kau meminta dengan sungguh-sungguh aku tak keberatan
membantumu. Kalau enggak suka, aku bisa langsung pulang…”

“Apa kau tahu jalan pulang? Dari pintu belok kiri, dengan begitu kau keluar…”

Tanpa mempertimbangkan kompromi apapun, Horikita mendesak Ryuuen dan


Katsuragi kembali pulang.

Sikap ini adalah esensi dari negosiasi, juga pada saat yang sama, ada suasana
Horikita tidak mempertaruhkan segalanya pada strategi ini. Dengan kata lain,
negosiasi gagal saat Ryuuen meninggalkan meja. Usulan untuk mengalahkan
Sakayanagi bersama-sama akan hilang.

Setelah itu, jika Ryuuen mengatakan tidak apa-apa untuk berkerjasama lagi,
posisinya akan berbalik.

“Kau jadi semakin berani menggertak ya…”

“Apa yang kau katakan… Seperti yang Katsuragi-kun katakan, kelas kami adalah
kelas yang memiliki tingkat kemampuan memadai di festival olahraga. Jika
bertanding dengan adil, apa bisa kau meraih peringkat yang tersisa di atas Sudo-
kun dan Koenji-kun?”

“Mungkin kalau menghadapi mereka langsung secara adil. Tapi ada banyak cara
untuk melakukan sesuatu. Kau tidak lupa dengan apa yang terjadi tahun lalu
bukan?”

Kegelisahan yang sama, merekayasa kecelakaan adalah perangkap dari Ryuuen.

Arakiyota
Jelas itu adalah pernyataan yang sengaja diberitahu sebagai isyarat.

“Tahun ini sepertinya ada tamu yang datang, lalu dari aturan festival olahraga
dan dari sifatnya, pengawasan kali ini pasti sangat ketat… Aku penasaran
bagaimana kau menjalankan strategi hinamu itu…”

“Titik buta ada banyak… Kau tidak seharusnya berpikir hanya ada di tengah
acara lomba berlangsung aja…”

Dan itu adalah tempat-tempat yang tidak terlihat oleh pengawasan seperti
ruang ganti dan toilet.

“Kau masih sama ya… Memang benar pemikiranmu itu sebuah ancaman… Yah
sepertinya cuma sampai di sini…”

Tanpa terlihat kecewa, Horikita menutup buku catatannya.

“Ayanokouji-kun… Terima kasih sudah menemaniku. Tampaknya tidak perlu


sampai meminta dirimu membuat penilaian.., kasus kali ini sangat beresiko. Aku
bermaksud untuk berpisah dari sini.”

“Jika kau merasa tidak apa-apa, aku juga tak masalah dengan hal itu…”

Karena sudah begitu, Horikita mulai merapikan buku catatan yang masih tersisa.

Ryuuen yang sedang melihatnya, tidak menjawab apa-apa, tapi Katsuragi


bergerak…

“Ryuuen… Tampaknya Horikita sangat jauh berbeda dari yang kita bayangkan.
Bila tidak mencapai meja negosiasi dengan benar, kita yang akan dikritik…”

Katsuragi yang dengan tenang menganalisis situasinya.., mengalihkan


pandangan ke Horikita lagi.
Arakiyota
“Bukankah kau berbicara denganku karena memprioritaskan kerugian dari
saling kerjasama?”

“Disini bukan aku yang mengajukan usulan. Tapi, keadaannya berubah bila
pembicaraan datang dari Horikita. Juga aku merasa hal itu melebihi asumsiku…”

Dengan memperbarui data yang dimiliki, evaluasi kelas Horikita sedikit


meningkat.

Yang mana berarti dinilai sebagai kelas yang cocok untuk diajak berkerjasama.

“Kau terlihat berani menggertak, tapi bagiku semua itu cuma bohongan…
Mencoba melakukan sesuatu yang diinginkan dalam situasi yang
menguntungkan adalah hal yang wajar. Meski sudah mulai pandai bicara, tapi
tampak berhasil dengan efektif karena ada Ayanokouji di sampingmu…”

Begitu mengatakan hal itu, Ryuuen mengambil segelas jus jeruk di depannya
lalu menyiramkan semua isi gelas tersebut ke arahku tanpa ragu-ragu. Aku
langsung berpindah posisi dari tempat dudukku dan menghindari serangannya.
Seketika noda kuning dan aroma jeruk menyebar di tempatku duduk
sebelumnya.

“Apa kau sudah sadar ketidaknormalan pria ini? Apa kau bisa menghindari
seranganku barusan?”

“….. Tidak itu mustahil.”

“Benar. Jika orang biasa, dia pasti sudah kebasahan tanpa bereaksi. Seranganku
memang tidak bisa dihindari oleh orang biasa, tapi dia menghindarinya dengan
wajah seperti bukan apa-apa…”

Arakiyota
“Refleksnya memang tidak masuk akal….. Tapi hubungannya apa dengan
pembicaraan kali ini?”

“Kau masih tidak mengerti? Bisa dibilang Ayanokouji adalah senjata mematikan
yang dipunya Suzune. Kalau berbicara sambil menodongkan pistol pada orang
lain yang tidak bersenjata.., tak heran kalau dia cuma omong besar…”

“Jadi untuk mengujinya, kau repot-repot memesan jus jeruk kah? …. Yang benar
aja!”

Kupikir Ryuuen yang memesan jus jeruk itu memang aneh.., seperti biasa
pemikiran dia benar-benar tidak masuk akal.

Apa dia meminum minuman yang tidak cocok dengannya? Yah bagaimanapun
tetap menjaga kewaspadaanku adalah hal yang tepat.

“Kenapa kau menghindar? Jika kau menerima siramannya itu, kepergian mereka
pasti terhalang…”

“Jangan mengatakan sesuatu yang gila. Aku tidak ingin seluruh tubuhku terkena
jus jeruk…”

Baunya menyengat.., lengket dan susah hilangnya…

Rintangan yang dihadapi terlalu tinggi untuk bisa menyiksaku tanpa syarat.

Kalau yang disiram itu teh oolong, aku mungkin masih bisa tahan.

Tapi jus jeruk adalah salah satu minuman terbaik untuk mengerjai seseorang.

“Jika kau ingin bernegosiasi dengan benar, singkirkan dulu Ayanokouji dari
tempat ini. Dialog baru dimulai setelah itu…”

Arakiyota
Untuk melanjutkan negosiasi, Ryuuen menambahkan syarat dengan
mengeluarkanku dari tempat ini.

“Itu seperti kau banget ya… Tapi aku menolak. Dia adalah teman sekelasku. Dia
memiliki hak untuk hadir di tempat ini dan aku memiliki hak untuk meminta dia
hadir. Aku sama sekali tidak tahu kenapa bernegosiasi bersama senjata milikmu
sendiri itu adalah hal yang salah…”

“Kau benar-benar punya keberanian ya… Terlebih lagi kau juga memiliki banyak
pemikiran dan ide-ide baru yang belum pernah kau keluarkan sebelumnya.”

Dan satu hal lain yang terpikirkan.., tanpa kuketahui Horikita telah mendapatkan
informasi prihal keterlibatanku dengan Ryuuen. Dan Ryuuen juga menyadari hal
tersebut.

Aku tidak tahu cara dia mengetahuinya, tapi bukan hal yang aneh kalau Horikita
tahu kasus di atap yang melibatkan Kei.

Dari awal Horikita memberitahuku tidak perlu membantunya, kehadiranku saja


itu sudah cukup. Menggunakan janji tersebut untuk ditepati, aku tidak bisa
mengeluh.

“Kelasku yang berada dalam situasi unggul, mengusulkan untuk membentuk


hubungan kerja sama. Jika kau tidak mau menerimanya, aku tidak keberatan
kesepakatan ini gagal…”

Ryuuen berkerjasama dengan Sakayanagi itu tidak mungkin. Bahkan jika dia
mengajukan permintaan kerjasama pada Ichinose, tidak jelas berapa banyak
kekuatan berguna yang akan tersedia.

Bila dia membuat kesalahan di sini, tidak dapat dihindari kelas Ryuuen akan
terpengaruh di masa mendatang.

Arakiyota
Walau kemungkinannya kecil, tidak menampik aliansi Horikita-Sakayanagi akan
muncul.

Bukan hasil yang buruk blia kelas Horikita juara 1 dan kelas Sakayanagi juara 2.

Namun jika hal ini terjadi, akan lebih sulit untuk mengejar kelas Sakayanagi.

“Tergantung pada pembicaraan kita, aku tidak keberatan berkerjasama dengan


kelasmu. Jadi mau diterima atau tidak.., bisakah kau beritahu aku
tanggapanmu?”

Bukan Katsuragi kini tanggapan dipercayakan pada pemimpinnya, Ryuuen.

Setelah hening beberapa detik, Ryuuen membuat keputusan.

“Oke.., aku terima usulanmu…”

Dia menjawab begitu.., tapi perkataan Ryuuen tidak berhenti.

“Tapi ada syaratnya. Untuk membentuk hubungan kerjasama, hubungan


tersebut harus kuat dan setara. Jika kelasmu atau kelasku meraih peringkat
pertama dan kedua akan ada perbedaan 100 poin kelas. Untuk menutup
kesenjangan itu, kelas yang menempati posisi pertama akan membayarkan ganti
poin pribadi tiap bulan sampai Maret saat sebelum kelulusan. Tambahkan janji
ini…”

Pada ujian khusus pulau tak berpenghuni tahun lalu, Ryuuen pernah melakukan
hal yang sama dengan menandatangani kontrak bersama Katsuragi.

Jika pihak lain mendapat banyak poin kelas, tutup selisihnya dengan poin
pribadi.

Arakiyota
Ryuuen seharusnya tahu dia tidak berada di posisi yang menguntungkan.
Mengetahuinya, tapi dia tetap mencoba untuk mendapatkan plus alpha, tapi
Horikita juga sadar akan hal ini.

“Memang benar syaratnya sendiri itu setara. Tapi aku menolak. Ini adalah
pertandingan yang serius untuk memutuskan mana yang akan meraih pertama
atau kedua. Di mana pertandingan yang adil dilakukan, hanya itu.”

Jika tanpa syarat atau menambahkan syarat berada di posisi yang setara, maka
selama dinilai peluang untuk menang tinggi, tidak seharusnya menambahkan
persyaratan.

“Kuku… Tidak mudah untuk menghasilkan uang kah… Tapi, usulanmu tidak
begitu menggiurkan…”

“Tidak mudah untuk mendapatkan kompromi dengan Horikita. Kupikir


sebaiknya kita terima hubungan kerjasama ini…”

Katsuragi menunjukkan sikap fleksibel terhadap Ryuuen, yang belum secara


resmi menandatangani kontrak.

“Mana cukup… Kalau mau meminta kerjasama dariku, dia harus lebih
menunjukkan itikad baiknya dong…”

“Itikad baik? Sama denganku, itu juga berlaku untukmu tahu… Jika strategi ini
berjalan dengan baik, kelas Sakayanagi akan berada di peringkat terbawah,
dengan minus 150 poin kelas. Ada banyak ruang untuk mempertimbangkan
strategi menjalin kerjasama. Aku juga mengambil risiko yang sama…”

Setelah memberi sanggahan, Horikita melanjutkan.

“Semua kecurigaan bercampur aduk di pikiranku. Apakah kau bisa dipercaya


atau tidak… Kalau kita memusatkan upaya utama pada kompetisi tim dengan
Arakiyota
membentuk tim, tidak dapat dihindari bahwa kompetisi individu akan
terabaikan.”

Ryuuen bisa memerintahkan siswa di kelasnya untuk berkhianat dengan pura-


pura mengalah atau mungkin tidak hadir pada acara lomba yang disepakati
sejak awal. Karena pemimpin seperti Horikita akan ikut berpartisipasi pada
acara lomba, sangat diragukan semua acara lomba akan diawasi dengan ketat.

Karena tidak boleh membawa ponsel, kerjasama tidak bisa dilakukan lebih jauh.

“Percaya pada dirimu yang tidak bisa dipercaya… Mengambil risiko itu adalah
bentuk kompromi juga kerjasama maksimum yang bisa kami buat…”

Bahkan bagi Ryuuen, ini adalah perkataan yang menyakitkan.

Walaupun kelas kami memiliki kekuatan yang menarik.., tidak mempercayai


Ryuuen merupakan premis utama.

‘Karena Horikita menerima hal ini, jadi terima sajalah tanpa syarat-syaratan’.

“Argumen yang masuk akal. Metodemu tidak dapat dipercaya. Tak ada pilihan
selain menerimanya.”

“Dari awal aku juga tidak berharap dipercaya…”

Meski sambil tertawa lepas, tetap saja Ryuuen masih bersikap santai.., apakah
dia merasa yakin dengan kata-kata Horikita…

“Apa benar kau bisa percaya padaku?”

“Musuh dari musuhmu adalah sekutu. Aku akan percaya pada kata-kata praktis
yang dibuat oleh leluhur…”

Arakiyota
Bahkan jika hubungan kerjasama dapat dibentuk dengan kecurigaan, sulit untuk
menunjukkan potensi yang sebenarnya.

Dalam beberapa kasus, malah akan mengalihkan fokus ke sekutumu daripada


bertarung dengan musuhmu…

“Aku tidak menerima semua kata-katamu itu.., tapi ada satu hal yang pasti,
bukan ide baik untuk membiarkan kelas Sakayanagi terus memimpin…”

Horikita dan Katsuragi mengangguk tanpa ragu, setuju dengan tanggapan


Ryuuen.

Membiarkan kelas A menang. Adalah tindakan yang tidak diperbolehkan lagi


apapun yang terjadi…

“Meskipun pada ujian khusus akhir tahun kelas kami akan menghadapi kelas
Sakayanagi, aku tidak bermaksud untuk menyerahkan satu poin kelas pun pada
mereka…”

Sampai saat itu Ryuuen ingin mereka ada di jarak jangkauan kah… Pada
pemikirannya itu, tampaknya bisa dipercaya…”

“Kau dari tadi hanya diam mendengarkan, tapi ini saatnya kau memberitahu apa
pendapatmu.., Ayanokouji-kun.”

Ide yang dipikirkan Horikita, juga ada resikonya.

Menerima atau tidak menerima strategi ini, secara objektif.

“Berkerjasama dalam lingkup kepentingan kedua belah pihak bukan hal yang
buruk. Mungkin ada beberapa ketidaksepakatan, tapi semua mengerti bahwa
tujuannya adalah mengalahkan Sakayanagi. Yousuke dan Kei pasti
membantumu…”

Arakiyota
Sekali lagi, Horikita yakin dengan rencananya. Namun, lagi-lagi Ryuuen
menghentikannya.

“Aku masih ingin melakukan kontrak, tapi masih belum…”

“Masih belum? Kau pikir kau bisa menarik lebih banyak kompromi lagi?”

“Biarkan aku mengkonfirmasi satu hal lagi. Yang mengajukan usulan ini.., apa itu
kau Suzune? Atau Ayanokouji yang sedari tadi cuma mengamati dengan wajah
polos? Yang mana?”

Bertarung bersama dengan Kelas Ryuuen.

Dia dengan kuat mendesak untuk mengkonfirmasi siapa yang mengusulkan


strategi ini.

“Jika yang mengusulkan ide ini bukan dari Ayanokouji-kun, apa kau tidak akan
menerimanya? Sepertinya di antara kau dan Ayanokouji-kun ada hubungan baik
yang tidak bisa diceritakan ke orang lain ya…”

Kata Horikita yang memasukkan makna tersembunyi pada perkataannya.

“Aku merasa kalian musuh yang mengakui kemampuan masing-masing. Yah bisa
aja aku salah sih…”

“Satu kata pun apa aku mengatakan hal itu? Aku hanya bertanya yang mana di
antara kalian…”

Ryuuen yang sedikit kesal, mendesak Horikita dengan tatapan melotot.

Arakiyota
“Itu aku. Kali ini aku hanya meminta Ayanokouji-kun untuk hadir menemaniku
saja.., dan aku juga tidak memberitahu apapun tentang melakukan pembicaraan
dengan kalian.”

Jika tahu usulan ini inisiatif dari Horikita, ada kemungkinan Ryuuen akan
menolak.

Tapi ketika Horikita tetap berkata jujur, Ryuuen tertawa…

“Jadi begitu ya… Dengarnya aku jadi lega. Baiklah aku akan menerima usulanmu
itu…”

Karena itu adalah aspek penentu, secara resmi Ryuuen menerima hubungan
kerjasama ini.

“….. Kenapa?”

“Kenapa kau bilang? Entahlah… Pikirkan aja sendiri alasannya apa…”

Kata Ryuuen menghindari pertanyaan Horikita.

“Untuk jaga-jaga lebih baik bagi kita masing-masing memiliki surat kontrak yang
tepat. Bukan aku, untukmu terutama…”

“Tentu saja aku melakukannya. Ini hanya sementara, aku bermaksud untuk
melibatkan Chabashira-sensei dan Sakagami-sensei…”

Kontrak yang melibatkan pihak guru. Tentu saja, itu juga akan mencakup
pelanggaran kontrak. Tidak peduli meski itu Ryuuen sekalipum, jika diikat oleh
aturan yang tidak bisa dilanggar, dia tidak bisa melakukan apapun.

Arakiyota
“Kalau begitu, aku akan menyerahkan pembuatan surat kontrak itu padamu
Horikita. Tidak apa-apa kan?”

“Iya… Bisa aku menyesuaikannya beberapa kali dengamu, Katsuragi-kun…”

Saat Katsuragi menatap Ryuuen untuk meminta persetujuan.., ‘lakukan


sesukamu’, tanggapan seperti itu diberikannya.

Keberadaan Katsuragi sangat besar untuk kelas Ryuen yang tidak bisa
dipercaya…

Selain cerdas, Katsuragi dapat dipercaya, dia juga mampu mengungkapkan


pendapatnya pada Ryuuen tanpa ragu-ragu.

Dengan banyak hal yang Ryuuen bisa percayakan pada Katsuragi, bisa dikatakan
kemampuanya dalam menilai seseorang sangatlah luarbiasa.

Tak salah bila Ryuuen mengeluarkan banyak uang untuk Katsuragi.

“Baiklah… Setelah secara resmi kontrak dibuat, mari kita hadapi bersama
festival olahraga ini…”

Dengan ini, kelas Horikita dan kelas Ryuuen berjuang bersama di festival
olahraga telah diputuskan.

Prioritas utama tetap mengincar kemenangan kelas, dan bertujuan untuk


bekerjasama di dalamnya…

Tapi dialog ini baru tahap pertama, Katsuragi pun lalu mengubah topik.

“Tidak apa-apa jika pembicaraan sudah diselesaikan ke arah kerjasama, tetapi


selanjutnya ada sesuatu lagi untuk dipikirkan. Jika Sakayanagi dan Ichinose
berkerjasama juga bagaimana cara kita mengatasi hal tersebut?”

Arakiyota
Aliansi melawan aliansi lain, suatu perkembangan yang memungkinkan.

“Tak ada masalah. Bahkan jika Ichinose bekerja sama dengan Sakayanagi di
festival olahraga kali ini, tetap kita yang akan menempati peringkat teratas.
Selain itu, bahkan Sakayanagi akan menempati peringkat ketiga. Sama seperti
kau yang khawatir tentang menempati peringkat kedua saat berkerjasama
dengan Suzune, Ichinose akan memiliki keuntungan jika mereka juga
membentuk hubungan kerjasama. Didropoutnya Totsuka dan Katsuragi yang
pindah kelas, kini kelas Sakayanagi hanya berjumlah 38 orang. Dengan
Sakayanagi yang dipastikan tidak dapat berpartisipasi, kelas mereka tersisa 37
orang. Sedangkan kelas Ichinose berjumlah 40 orang. Perbedaan ketiganya
sangat besar.”

Penilaian terhadap kemampuan atletik kelas mereka sebagaian besar hampir


setara.

Dalam hal ini, kemenangan atau kekalahan ditentukan oleh perbedaan pada
jumlah tiga teman sekelas.

“Tapi seperti yang diketahui tentang Sakayanagi, dia pasti akan menjalankan
strategi untuk menutupi kekurangan jumlah orang tersebut…”

“Apa kau tidak melihat aturannya hah? Siswa yang tidak berpartisipasi dalam
festival olahraga akan beristirahat di asrama… Selama tidak bisa menggunakan
ponsel, kepala kelas A tidak akan berfungsi sama sekali.”

“Kau sendiri apa paham dengan aturannya hah? Memang benar Sakayanagi
tidak bisa berolahraga dengan fisiknya itu. Tetapi dia masih bisa ikut serta
secara formal.., 5 poin dari awal partisipan festival olahraga dan 5 poin lagi dari
hadiah partisipasi acara lomba, total dia mendapat 10 poin. Jika memenuhi
persyaratan minimum, dia tetap berada di luar dan mengirim instruksi.”

Arakiyota
“Sakayanagi yang punya harga diri tinggi tidak mungkin menunjukkan sosok
menyedihkankannya yang tidak bisa melakukan apa-apa…”

Selama dia tidak bisa memadai untuk bersaing dengan acara lomba manapun..,
tak terhindarkan kalau hanya Sakayanagi yang mencolok.

“Kita tidak boleh merasa di atas angin dengan keadaan tersebut. Mengundurkan
diri dari acara lomba adalah sebuah hak istimewa. Jika dia secara formal
berpartisipasi lalu mengundurkan diri, tidak perlu baginya untuk merasa malu…”

“Bagaimana dengan memenuhi persyaratan yang tak bisa dihindari? Jika dia
berpartisipasi setelah memahami kondisi fisiknya sendiri, perlu legitimasi untuk
membenarkan tindakan itu kan? Dia harus memakai tongkat dan menyelesaikan
lari 100 meter saat semua orang telah selesai berlari. Mana mungkin dia mau
mempertontonkan dirinya seperti itu hah?”

“Ya bisa aja sih, dia tidak ikut berpartisipasi karena kepribadiannya. Tapi bila dia
mengetahui bahwa aliansi kita, Sakayanagi pasti juga memikirkan risiko
kekalahan. Yang kumaksud akan jadi masalah bila kau langsung menganggap
mutlak dia tidak berpartisipasi. Dengan enteng kau mengatakannya.., tapi
sebenarnya berapa persen peluang dia tidak berpartisipasi? Jawab dengan
serius…”

“90%, enteng itu…”

“Dari pemikiran asal-asalan tanpa ada dasar itu 90% kah… kalau begitu,
penilaian yang masuk akal harusnya lebih rendah. Paling bagus sekitar 70%
sampai 80%…”

“Yaudah puasin ajalah dengan angka itu…”

Arakiyota
“Enggak bisa. Kalau mau aku tidak mengeluh, tingkatkan persentasenya sampai
95% …”

Mengabaikan kami, Ryuuen dan Katsuragi saling beradu argumen.

“Omong kosong…Tapi, ada cara untuk membuatnya lebih pasti. Sebelum festival
olahraga aku akan menyeret Sakayanagi ke pengadilan kanguru. Jika dia ikut
berpartisipasi, aku akan mempermalukannya di hadapan seluruh kelas di tengah
acara lomba. Dengan begitu 95% yang kau bilang itu akan tercapai…”
(Tln: istilah pengadilan kanguru itu adalah pengadilan yang mengabaikan standar-standar
hukum atau keadilan)

Ryuuen berkata.., dengan mengancam menginjak-injak harga diri Sakayanagi


akan menyerah.

“Itu adalah cara yang tidak dapat diterima dari sudut pandang etika.”

“Setuju. Pihak sekolah mungkin tidak akan tinggal diam.”

Baik Horikita dan Katsuragi menyangkal, dia tidak akan menerima tindakan
tersebut.

“Yah kalau Sakayanagi tetap berpartisipasi, saat itu aku akan


menghancurkannya.”

“Jangan lupa.., karena bukan hal yang mudah, makanya kita ada di kelas
bawah…”

Jika Sakayanagi mampu menjalankan fungsinya sebagai menara komando,


memang sulit untuk membaca tindakan apa yang akan diambil.

Apakah dia berpartisipasi atau tidak, hal itu akan sangat mempengaruhi hasil
festival olahraga kali ini.
Arakiyota
Jika Sakayanagi benar-benar absen.., sebaliknya kemenangan sudah dekat di
depan mata.

“Horikita. Apa kau memasukkan kontribusiku dalam kemenangan kelas kita?”

“Pada dasarnya aku mencoba untuk tidak memikirkannya. Hanya kau yang tetap
berada di posisi khusus.”

“Itu suatu yang menguntungkan, pas sekali… Jika ada atau tidaknya partisipasi
Sakayanagi membayangi hubungan kerja sama ini, aku mungkin bisa
membantu…”

“Apa maksudmu?”

Katsuragi yang menunjukkan minat, berhenti berbicara dengan Ryuuen lalu


menengok kearahku.

“Jika kau menyerahkan masalah itu padaku, aku bisa membuat Sakayanagi tidak
berpartisipasi dalam festival olahraga.”

“Eh….?”

“Hoo?”

Horikita yang terkejut dan Ryuuen yang terkesan. Sedangkan Katsuragi hanya
mendengarkan dalam diam.

“Tapi sebagai ganti aku membuat Sakayanagi tidak berpartisipasi, aku tidak
ingin kau berharap satu poin pun dariku. Tidak hanya Horikita, kau juga
Ryuuen…”

Arakiyota
“Sejak awal aku tidak memasukkan bajingan sepertimu dalam perhitunganku
kok… Jika benar kau mampu menghadang Sakayanagi, itu hanya akan
menghemat waktuku saja…”

“Aku tidak bisa membayangkan cara seperti apa yang akan kau gunakan, tapi
kalau Ryuuen dan Horikita percaya pada ucapan Ayanokouji, aku tidak akan
mengatakan apa-apa lagi hal tentang ini. Jika Sakayanagi tidak berpartisipasi,
tidak sulit untuk menenggelamkan kelas A ke peringkat terakhir.”

“Tapi apa benar kau mampu melakukannya?”

“Iya… Tanpa aku melakukan apapun, tinggi kemungkinan Sakayanagi tetap tidak
berpartisipasi, tapi kau bisa menyerahkannya padaku. Selain itu, setelah
mendengar pembicaraan kalian, aku terpikirkan sesuatu, bukankah sangat
jarang ada kesempatan untuk Horikita dan Ryuuen berkumpul dan bekerjasama
satu sama lain… Ada masalah lain yang ingin kubicarakan.., tidak apa kan?”

Selama pembicaraan ini berlangsung, aku memikirkan sesuatu yang sedikit


berbeda dari ketiganya.

“Apa itu?”

Saat aku berbicara tentang ide yang kuusulkan, Horikita dan Katsuragi melihat
satu sama lain, dan Ryuuen hanya diam mendengarkan.

Di saat yang sama ketika aku menyelesaikan penjelasanku, es di gelas Katsuragi


meleleh perlahan lalu terdengar bunyi dengingan.

“Itu memang ide yang menarik, tapi…”

Tapi tidak tahu apakah usulanku ini diterima atau tidak.., Horikita yang
kebingungan menatap Ryuuen.

Arakiyota
“Menurut aturan memang bukan sesuatu yang tidak mungkin. Tapi───”

“Apa kau tak suka dengan usulanku?”

Bahkan jika ini adalah kesepakatan hanya di festival olahraga, ada kemungkinan
dia menolak kalau itu usulan dariku.

Cara bicaranya mengindikasikan seperti itu.

“Iya… Enggak suka… Ditolak…”

Segera Katsuragi menghentikan perkataan Ryuuen yang mencoba menolaknya.

“Perasaan pribadimu itu nanti aja… Jujur saja ini bukan usulan yang buruk.
Rincian dan aturannya mungkin harus dikonfirmasi ulang.., ah tidak perlu,
mengingat yang mengusulkan ide ini Ayanokouji. Dia pasti sudah
mengkonfirmasinya dengan hati-hati…”

“Tidak ada masalah dengan aturan… Daripada hanya kelas kami yang
melakukannya, mungkin dengan meminta siswa dari kelas Ryuuen bekerjasama,
perkembangan yang lebih efektif lagi bisa terealisasi. Benarkan?”

“I-iya… Memang benar sih…”

Horikita sendiri sangat menyadari bahwa kelas kita sedang mengalami masalah
sekarang.

Jika mendapat bantuan dari tempat lain untuk menutupi kekurangan.., hal ini
juga bisa untuk mengurangi kecemasan.

“Terima saja Ryuuen. Untuk konfrontasi langsung dengan Sakayanagi yang akan
datang, kira harus menyiapkannya dari sekarang.”
Arakiyota
“Dengar Ayanokouji. Setelah aku menghancurkan Sakayanagi.., berikutnya
kau…”

“Jika kau berhasil naik.., tentu saja hal itu akan terjadi…”

Menjadikan perkataanku sebagai aspek penentu, Ryuuen menerima ide yang


kuusulkan.

“Katsuragi.., kau kumpulkan mereka.”

“Baiklah kan kulakukan.”

“Kelas A benar-benar terkepung…. ya…”

“Tapi pertama-tama memastikan Sakayanagi tidak berpartisipasi dalam festival


olahraga adalah prioritas utama. Kerjasama festival olahraga, juga ide yang
Ayanokouji usulkan, tidak akan bisa dimulai tanpa menyelesaikan tahap
sebelumnya.”

“Aku tahu… Tentang masalah itu kau bisa serahkan padaku.”

Aku punya strategi untuk menyegel Sakayanagi yang tidak bisa dilakukan oleh
Ryuuen, Katsuragi, atau Horikita.

Sebelum jam 7 malam. Yang sedang berkumpul di cafe Keyaki mall adalah siswa
Kelas 2-A, Sakayanagi, Kamuro dan Hashimoto, 3 orang.

“Karena selalu dipanggil tiba-tiba, aku tidak kaget.., tapi hari ini ada apa Hime-
san?”
Arakiyota
“Ini tentang festival olahraga nanti, tentang apa yang harus kita lakukan…”

“Bukankah kebijakan kelas sudah diputuskan?”

“Situasi selalu bisa berubah sewaktu-waktu. Lalu hari ini terjadi perubahan
situasi…”

Berkata begitu, Sakayanagi melanjutkan.

“Kelas Ryuuen-kun dan kelas Horikita-san telah melakukan kontak.”

Mata Hashimoto berubah begitu mendengar hal itu

“Siapa duluan yang melakukan pendekatan ke siapa? Apa Ryuuen duluan kah?”

“Tidak diketahui. Tapi bagaimanapun juga, tidak salah lagi kelas mereka berdua
saling terhubung.”

“Tunggu sebentar. Aku pikir semua tidak berjalan begitu mudah. Aku juga tidak
berpikir Horikita dengan mudah mempercayai Ryuuen. Tidak mungkin dia
mampu berkolusi kan?”

“Musuh dari musuhmu adalah sekutu, ya kan? Kita berada di posisi yang kuat
jauh di depan. Sekalipun tidak ada hubungan saling percaya, kerjasama tetap
akan berhasil selama mereka memiliki tujuan yang sama.”

Betapa merepotkannya 2 kelas saling berkerjasama, adalah hal yang sangat


mudah untuk ditebak oleh keduanya.

Karena ini bukan laporan yang menyenangkan, ekspresi mereka berdua berubah
menjadi kaku.

“Jika tetap seperti begini, ini akan menjadi situasi yang berbahaya…”

Arakiyota
“Bertanding hanya dengan kita saja apa akan kalah?”

“Kita akan Kalah… Dengan asumsi ketiga kelas bertarung secara terpisah, ada
kemungkinan untuk kita mengambil peringkat manapun, tetapi sayangnya
mereka terhubung dari tempat yang tidak terduga…”

Sakayanagi yang menatap Hashimoto, memberikan pernyataan yang jelas.

“Kalau aku sih enggak mau berkerjasama dengan Ryuuen. Tak tahu kapan dia
akan menjerat leher kita…”

“Sebaliknya lebih menguntungkan kalau lehernya terikat. Kelas Ryuuen-kun


menempati peringkat pertama, lalu kelas Horikita-san di peringkat kedua. Akan
disambut baik jika hasilnya mudah dipahami begini.., lebih merepotkan kalau
yang terjadi malah sebaliknya.”

Daripada kelas Ryuuen, Sakayanagi lebih berhati-hati pada kelas Horikita.

Pada pernyataan Sakayanagi yang menganganggap hal seperti itu terjadi,


membuat senyum Hashimoto menghilang.

“Tidak ada keraguan bahwa mereka sedang mendapatkan momentum sekarang.


Aku pikir tidak mungkin ada kelas selain kelas Ryuuen yang mampu membuang
orang tak berguna demi 100 poin. Apakah Horikita yang tumbuh berkembang….
Atau Ayanokouji lah yang melakukan manuver rahasia di belakang layar?”

Ayanokouji.., menekankan namanya dan mengalihkan pandangan ke


Sakayanagi. Seakan sedang memastikan sesuatu.

Tidak mungkin pencarian informasi seperti itu dapat berhasil.., lalu Sakayanagi
dengan polos bertanya.

“Belakangan ini popularitas dia cukup naik tinggi ya… Apa terjadi sesuatu?”

Arakiyota
“…. Tidak, tak apa. Aku pikir dia menyembunyikan kemampuan lebih dari OAA-
nya. Yah.., siswa seperti itu tidak hanya Ayanokouji doang sih…”

Karena tidak dalam posisi menguntungkan untuk saling menyelidiki sampai ke


dasar, Hashimoto segera menarik diri.

Hashimoto memutuskan bukan ide yang bagus untuknya ketahuan dengan


buruk memberi dorongan.

“Jadi apa yang harus dilakukan? Kau bilang kita akan kalah tanpamu, tapi kau
akan absen kan?”

Dengan kata lain, apakah Sakayanagi meninggalkan pertarungan? Kamuro


bertanya.

Hashimoto yang tadinya tersenyum, mulai berubah menjadi kaku lagi cemas
akan hal itu. Cuma 150 poin. Walau di festival olahraga Kelas A tenggelam ke
dasar, hal itu tidak akan menyebabkan banyak kerugian.

Tetapi, selama ini selalu terus bertarung dalam situasi yang telah dibangun
dengan solid, tidak seharusnya menerima kekalahan.

“Jawabannya hanya ada satu…”

Sakayanagi tertawa, lalu melanjutkan perkataannya seperti ini.

“Aku akan berpartisipasi pada festival olahraga. Bahkan jika benar


berkerjasama, biar mereka berasumsi bisa menang dengan aku tidak
berpartisipasi… Lalu mari kita buat mereka tahu ilusi ini…”

“Serius? Apa tidak apa-apa?”

“Bersemangat itu bagus saja───benar tidak apa?”

Sakayanagi mengumumkan akan berpartisipasi membuat mereka berdua resah.


Arakiyota
“Apa yang kalian maksud tentang menjadi tontonan? Aku akan mengakali hal itu
kok…”

“Yah kau pasti bisa mengakalinya dengan baik. Tidak ada masalah selama kau
bisa hadir…”

“Tetapi, hal tersebut tidak akan meningkatkan kemampuan fisik kelas kita
secara keseluruhan. Ini kemungkinan hanya untuk mencegah kalian dikalahkan
dengan cara yang terduga dan membuat kalian berpartisipasi dalam acara
lomba saja… Dengan kata lain, menempati peringkat pertama akan menjadi
pertarungan yang sulit sekalipun aku ikut berpartisipasi.”

“Aku pikir tidak menempati peringkat terbawah itu sudah cukup…”

“Horikita-san dan Ryuuen-kun, bukanlah hal yang sulit untuk memecahkan


hubungan yang seperti kaca itu… Pada harinya nanti mari kita lakukan
pendekatan menyamping, di tempat mereka dengan putus asa berusaha untuk
bekerjasama.”

Hashimoto dan Kamuro mempercayai Sakayanagi yang menunjukkan


kepercayaan diri mutlak.

Sebelumnya berkali-kali Sakayanagi selalu meraih hasil yang tinggi.

“Untuk saat ini melegakan kah. Tetapi hebatnya kau bisa mendapatkan
informasi begitu cepat.., Hime-san. Kau tidak mendapatkannya dengan kakimu
itu kan?”

Biasanya Hashimoto dan Kamuro sering digunakan untuk mengumpulkan


informasi.

Namun, karena ini informasi yang baru bagi mereka berdua, Hashimoto
bertanya secara misterius.

Arakiyota
“Begini-begini aku masih perwakilan dari Kelas A. Jumlah siswa kelas 1 yang
kukenal bertambah…”

Tanpa panik, Sakayanagi tersenyum lembut seolah sedang menikmati situasi


genting.

Memasuki bulan Oktober, di Keyaki Mall sepulang sekolah di hari festival


olahraga yang semakin dekat.

Aku melangkahkan kaki dengan tujuan untuk berkencan bersama Kei.

Tatapan mata dari siswa kelas 3 yang memberikan perasaan tertekan masihlah
sama.., tapi meski begitu Kei sepertinya tidak peduli.

Tampaknya dia tidak hanya belaga omong doang saat mengatakan 『Aku sudah
terbiasa』.

Hari ini sepertinya ada beberapa toko yang ingin Kei datangi.., dan yang
pertama adalah kawasan toko elektronik.

“Kamu mau beli apa?”

“Eh? Tidak ada sesuatu yang kuinginkan sih… Ah tidak.., bukan berarti tidak ada
yang diinginkan kok.., tapi hari ini aku tidak ke sini demi diriku sendiri.”

Tidak ke sini demi dirinya sendiri, itu adalah kebalikannya. Yang artinya dia ke
sini demi seseorang.

“Ulang tahun Kiyotaka sebentar lagi kan? Aku sempat memikirkan untuk
memberimu surprise, tapi menurutku lebih baik memberikan apa yang kamu
suka…”

Arakiyota
Oh iya ulang tahunku sebentar lagi kah.

“Aku berpikir untuk melihat-lihat mencari sesuatu yang Kiyotaka inginkan…”

“Ah jadi begitu…”

Baru-baru ini, aku ingat Kei berulang kali menanyakan apa yang kusuka dan apa
yang ingin kubeli.

Berterus terang dan mengatakan sesuatu tanpa pikir panjang, dia sepertinya
berpikir untuk menemukan apa yang kuinginkan dan memberikannya sebagai
hadiah.

“Ini akan jadi pengeluaran poin pribadi lho…”

Apa lagi Kei tidak secara khusus menghemat banyak uang.

“Aku tahu apa yang ingin kamu coba katakan.., tapi untuk hari ulang tahunmu
tidak apa-apa kan… Jangan sungkan bilang padaku…”

Dia sepertinya sangat bersemangat untuk membelikanku apapun.., tapi tidak


begitu.

Namun, dalam situasi ini, aku mengerti bahwa menjawab tidak membutuhkan
apapun adalah jawaban yang salah, dan jelas bahwa dia tidak akan
menerimanya bahkan jika aku bilang ingin yang sesuatu sangat murah.

Memilih sesuatu yang baik untuk keuangan Kei. Artinya perkembangan seperti
itu yang dibutuhkan.

“Aku tahu apa yang kamu pikirkan sekarang lho…”

Arakiyota
Dari jarak yang sangat dekat dia menatapku, lalu dengan paksa Kei
menggandengkan tangannya denganku.

“Beli yang Kiyotaka inginkan… Oke?”

“….. Baiklah.”

Setidaknya untuk mengurangi bebannya, aku tidak boleh membeli sesuatu yang
tidak dibutuhkan.

Ketika kami mulai berjalan bergandengan tangan, Kei menempelkan pipinya ke


lenganku.

“Ehehehe… Sungguh membahagiakan…”

Mengatakan itu, dia memperkuat genggaman tangannya, menggenggamku


dengan erat.

“Tidak ada apapun yang kusebembunyikan dari Kiyotaka. Semua-muanya


diketahui Kiyotaka… Aku tidak membayangkan bisa menjadi sosok yang lebih
penting dari Ayah dan Ibu.”

Tersipu malu, Kei tersenyum bahagia.

“Kiyotaka juga tidak boleh ada rahasia-rahasiaan dariku lho…”

“Iya…”

Rahasia. Itu merujuk tentang hal yang mana ya?

Tentang keluargaku kah? Tentang Whiteroom? Apa yang ingin kucoba lakukan
di sekolah ini?

Arakiyota
Atau tentang hubungan pertemanan dan hubungan asmaraku?

Jika yang dimaksud itu salah satu dari hal ini.., maka hal tersebut tidak lain dan
tidak bukan memang rahasia. Bisa dibilang, aku tidak mengatakan apapun yang
sebenarnya pada Kei.

“Ah───”

‘Saat Kei melihat-lihat toko sambil berbicara tentang barang ‘yang ini tidak yang
itu juga tidak’, kami bertemu dengan Satou yang datang sendiri ke salah satu
toko.

Setelah Satou menatap kami, mata Satou lalu tertuju pada lenganku yang
digenggam oleh Kei.

“Me-mesra sekali ya kalian.., maaf menganggu~”

“Aa, Tunggu!?”

Kei mencoba untuk menghentikannya, tapi Satou lari dari tempat itu dalam
sekejap.

“… Waduh…”

‘Oh tidak!’, Kei menepuk dahinya.

“Apa masih perlu menjaga sikap di depan Satou?”

“Bukan begitu… cuma tidak enak aja menunjukkan suasana menyenangkan


seperti ini depannya kan…”

Arakiyota
“Kalau begitu, tidak ada pilihan selain kamu harus menahan diri untuk tidak
menggenggam tanganku diluar.”

“Enggak mau…”

Meski merasa tidak enakan kepada teman baiknya, tapi Kei tidak berniat untuk
berkompromi dengan hal itu.

“Lho? Yo Ayanokouji!”

Saat berjalan di toko yang menjual rice cooker dan kettle pots, kami bertemu
Ishizaki dan Albert.

Sekejap pada saat itu Kei yang menggenggam lenganku.., aku merasa dia
menambahkan sedikit kekuatan lagi dalam genggamannya.

“Sedang berkencan dengan Karuizawa kah… Apa lagi lenganmu digenggamnya…


Riaju sekali kau ya…”
(Tln: Riaju itu seorang yang populer dan puas dengan kehidupannya)

Walau Ishizaki menatapku dengan iri, aku mengalihkan pandangan pada Albert
yang berdiri di sebelahnya.

Dia memegang panci besar bermerek ternama.

Karena Albert memiliki badan besar, anehnya panci itu tidak terlihat begitu
besar.

“Ah.., ini kah? Ini adalah hadiah ulang tahun Ryuuen.., pada tanggal 20 di bulan
ini. Yah baru saja kami memilihkannya sih…”

“Eh? Tanggal 20 … Sama dong ulang tahunnya…”

Arakiyota
Kei yang terkejut, melihat ke arahku dengan tetap tidak menurunkan
kewaspadaannya.

“Aku juga baru tahu…”

“Apa ada yang ulang tahunnya sama?”

Saat Ishizaki mengalihkan pandangannya ke arah Karuizawa.., Kei melototinya


lalu bersembunyi sedikit di belakangku.

“Ada apa, kasih tahu dong───”

Pada saat itu, Albert dengan ringan meletakkan tangannya di bahu Ishizaki.

Lalu akhirnya dia mengetahui alasan mengapa Karuizawa mewaspadainya.

“…. Ah, begitu, ya…”

‘Oh tidak!’. Gumaman kecil seperti itu terdengar.

Meskipun hal itu instruksi dari Ryuuen, Ishizaki memanggil Kei ke atap dan
mengambil bagian dalam tindakan yang disebut bullying…

Wajar jika Kei dengan kuat merasa sangat tidak menyukai Ishizaki.

Ishizaki marah pada diri sendiri karena tidak peka ya? Setelah menampar
bibirnya, dia kemudian memukul ringan kepalanya sendiri.

“Maaf…. aku, aku seharusnya menghentikannya. Di atap───”

“Jangan membicarakan hal itu di tempat seperti ini…”

Arakiyota
Ishizaki mencoba meminta maaf, tapi memang benar dia masih kurang dalam
kepekaan.

Tempat ini Keyaki Mall. Bukan hal aneh bila seorang kenalan yang tidak tahu
kapan akan muncul.

Kei pasti tidak akan senang mendengar kasus di atap dibicarakan pada saat ini.

Masalah bisa selesai hanya dengan memisahkan mereka berdua, tapi selama
hubungan antara aku dan Kei berlanjut di masa mendatang, dengan cara ini
akan ada beberapa peluang untuk terlibat dengan Ishizaki.

“Mari kita ubah tempatnya…”

Bahkan di tempat orang datang dan pergi seperti Keyaki Mall, ada banyak
tempat yang menjadi titik buta.

Meski tidak puas, Kei mengikutiku dengan tangan tetap menggandengku tanpa
berkata apapun.

Albert juga mengembalikan panci besar itu ke rak lalu pergi mengikuti kami
bersama Ishizaki.

Karena merasa penyesalan yang kuat dari dalam diri mereka sendiri, mereka
juga membawa perasaan kuat untuk meminta maaf.

Jika pergi ke sisi pintu keluar darurat, segera begitu menjauh dari toko, hanya
siswa yang bisa melihat kami, tetapi tidak bisa mendengar pembicaraan kami.

Bahkan jika seorang yang dikenal muncul, pembicaraan bisa segera dihentikan,
jadi tidak akan ada masalah.

“Aku benar-benar minta maaf! Sampai saat ini, bahkan sebelum aku meminta
maaf.., sungguh!”
Arakiyota
“… Tidak juga. Aku tidak butuh maafmu. Malah kalau kau minta maaf itu
membuatku marah…”

“Eh….?”

“Kalian telah kalah dipukuli Kiyotaka. Karena kalah, makanya kau meminta
maaf…”

“Ti, tidak itu───”

“Jika Kiyotaka tidak menyelamatkanku di atap waktu itu.., atau kalah dari
Ryuuen, kau pasti tidak akan meminta maaf seperti ini sekarang. Apa aku salah?
Itu mengangguku…”

Kei ada benarnya saat dia mengatakan hal itu adalah hal yang mengganggu dan
menyebalkan untuk dilakukan.

Keterlibatanku dengan Ishizaki dan Albert juga disebabkan oleh semua masalah
yang ada di atap. Tidak heran bila yang dikatakan Kei itu benar adanya.

“Tak bisa dihindari kalau kau menyalahkan kami, tapi meski begitu…”

“Aku tidak menyalahkan kalian. Orang kuat yang berkuasa itu hal biasa. Aku
bahkan juga tidak ingin berada di kasta bawah, lalu entah bagaimana berhasil
naik ke kasta atas dan mengambil sikap angkuh terhadap orang-orang yang
berada di bawah. Benar kan?”

Meski derajatnya berbeda, Kei dan Ishizaki memiliki esensi yang sama.

Memiliki rasa nilai seperti, ‘Jika kau tidak bisa mengalahkannya, maka
bergabunglah bersamanya’.
Arakiyota
“Aku tahu apa yang ingin kamu coba katakan. Tapi, ketika aku bertemu dengan
Ishizaki, ada sesuatu yang kutahu meski sedikit. Tidak salah lagi, dia tumbuh
berkembang ke arah yang lebih baik dari dia yang saat itu.”

“Ke arah yang lebih baik gimana? Bagiku dia terlihat sama aja, tidak ada yang
berubah…”

“Ini hanya menurut perasaanku aja, tapi jika dia diperintahkan untuk melakukan
hal yang sama seperti Ryuuen lakukan pada Kei, aku tidak berpikir Ishizaki
dengan mudah akan mematuhinya lagi.”

“Benarkah? Dia tidak terlihat bisa memberontak melawan Ryuuen…”

Yah di titik itu kupikir Kei benar. Ishizaki tersedak oleh kata-katanya sendiri.

Tidak bisa membalas perkataannya, Ishizaki memukul pahanya dengan keras


saat perasaan menyesal membanjiri dirinya.

Kei menghela nafas yang melihat sosok Ishizaki yang seperti itu.

“Sudah cukup. Kau sekarang berteman dengan Kiyotaka kan? Aku tidak
memaafkanmu, tapi menyalahkanmu sudah selesai.”

“Be-benar tidak apa?”

“Kan sudah kubilang… Sudah selesai, ngerti?”

“I.., iya…”

Ishizaki mengangkat wajahnya dengan gembira.

Arakiyota
“Emm…, itu… Jadi tadi siapa yang ulang tahunnya sama?”

Sekali lagi Ishizaki bertanya pada Kei. Walau dia masih tetap tidak percaya pada
Ishizaki, Kei menunjukkan jari telunjuknya ke arahku.

“Eh? Serius? Ayanokouji juga 20 Oktober!?”

Seakan mendengar sesuatu yang tidak bisa dipercaya, Ishizaki terkejut.

“Bukankah ini sebuah takdir?”

“Apanya yang takdir? Ada lebih dari 400 orang di sekolah ini, jadi kalau ada yang
lahir di tanggal dan bulan yang sama bukan hal yang aneh kan?”

“Tapi ini Ayanokouji dan Ryuuen-san bukankah itu hebat?”

Dia senang karena hal kebetulan. Seperti yang dikatakan Kei, lahir di tanggal dan
bulan yang sama bukan hal yang aneh, tapi entah kenapa Albert juga sedikit
merasa senang.

“Kami bisa pergi kembali ke toko kan?”

“Ah! Benar juga! Tolong tunggu sebentar!”

Mungkin suara keras Ishizaki itu berisik, Kei dengan kesal menutup telinganya.

“Aku punya usulan. Jika tidak keberatan, pada tanggal 20 nanti, bagaimana
kalau kita merayakan bareng ulang tahun mereka berdua? Pesta double ultah
Ryuuen-san dan Ayanokouji.., bukankah itu sangat luarbiasa?”

Tidak.., seketika begitu mendengar usulannya, aku tidak berpikir itu hal yang
luarbiasa….
Arakiyota
Sekalipun mencoba untuk membayangkannya.., tetap sangat sulit untuk
dibayangkan.

“Boleh aja kalau dia meminta maaf…”

“Eh?”

“Aku bilang boleh aja kalau Ryuuen membungkuk meminta maaf padaku…”

Itu tanggapan yang bagus untuk mengatakan tidak sebagai alasan.

Ishizaki yang membuka mulutnya lebar-lebar, kebingunan menyadari betapa


sulitnya hal itu dan tanggapannya pun berubah.

“Itu…”

“Ryuuen tidak mau meminta maaf padaku kan?”

“Eh? Ah.., iya sih… hal itu tidak mungkin…”

Bahkan tidak mungkin untuk Ishizaki menyarankan Ryuuen untuk meminta


maaf.

Ishizaki menjadi kaku, tetapi seolah mengikat mulutnya kembali dengan simpul
yang kuat, dia bertekad untuk melakukannya.

“Jika kalian berdua tidak masalah, aku akan memberitahu usulan itu
kepadanya…”

“Kenapa enggak berhenti aja?”

Arakiyota
Bila dia melakukan hal itu, yang menanti Ishizaki mungkin adalah pukulan…
Karena berasal dari seseorang di kelas yang sama yang mengenal Ryuuen
dengan baik, gambaran ini muncul.

“Aku akan mencoba melakukan sesuatu! Jika aku mendapatkan permintaan


maaf itu, nanti merayakan pesta ulang tahun bareng lho!”

“Yah… Kalau beneran terjadi, aku akan memikirkannya…”

Meski Ishizaki dipenuhi dengan antusiasme, tapi bila berjanji tanpa


pertimbangan yang matang bisa menyebabkan dia menghancurkan dirinya
sendiri.

Aku harus menolak pembicaraan ini dengan jelas.

Memang, Ishizaki baru-baru ini mulai menunjukkan keinginan diri yang lebih
kuat. Juga, sama saat ujian khusus suara bulat kelas mereka tidak memutuskan
untuk mendropout seseorang, sudah pasti ada semacam perubahan pemikiran
mulai muncul dalam benak Ryuuen.

Namun, hal ini tidak bisa diartikan sebagai insting, atau jati diri.

Seseorang tidak mudah untuk berubah, walau menginginkan dirinya berubah.

Ryuuen tidak berubah, tapi dia tumbuh berkembang dengan sendirinya.

Seorang pria yang sejauh ini hanya bertarung dengan kejahatan sebagai
senjata.., kini dia cuma baru mulai menggunakan kebaikan.

Dia mulai bisa mengkontrol bagian depan dan belakang koin dengan bebas.

Jika Ishizaki salah mengira hal ini───

“Udah berenti aja…”


Arakiyota
Kei mencoba menghentikannya, tapi tekad Ishizaki tak tergoyahkan.

“Kalau Ryuuen-san mau meminta minta maaf, tidak masalah kan?”

“Tapi kan───”

“Aku mengerti! Plus, izinkan aku meminta maaf padamu lagi. Aku akan
menyiapkan sesuatu yang lebih meriah dari hadiah Ryuuen-san!”

Kei berkata ‘baiklah!’, dengan enggan mengakui dia dikalahkan oleh Ishizaki,
yang memiliki antusiasme yang tinggi…

“Oke sudah diputuskan! Kalau begitu ayo kita kembali mencari hadiah ulang
tahun untuk Ryuuen-san…”

Albert mengangguk, lalu Ishizaki dan dia pergi ke tempat kawasan toko
elektronik yang sebelumnya.

Tentu saja Albert mengerti tidak bisa pergi bersama kami berdua.

“Kenapa menerima usulan Ishizaki? Kukira kamu akan menolaknya…”

Meskipun dia mendengar ketulusan Ishizaki dan menerima permintaan


maafnya, jujur saja aku tak mengira Kei akan memilih untuk menghadapi Ishizaki
dan yang lainnya di hari ulang tahunku.

“Yah aku sih maunya merayakan ulang tahun Kiyotaka berdua’an… Tapi…”

“Apa kamu bertaruh pada kemungkinan Ryuuen akan meminta maaf?”

“Mustahil kan itu… Bukan begitu…”


Arakiyota
Berbalik, di belakang Kei melihat Ishizaki yang dengan gembira berbicara
dengan Albert.

“Aku bisa merasakan Ishizaki-kun suka menjadi temanmu. Lagipula Kiyotaka


juga membutuhkan teman kan…”

Segera aku tahu bahwa itu merujuk pada runtuhnya grup Ayanokouji.

Kei yang menyadari aku telah menduga hal ini, wajahnya memerah lalu
mengalihkan pandangannya.

“Selain itu, Ishizaki-kun bilang dia mau meminta maaf padaku lagi. Aku hanya
berpikir tidak apa-apa untuk menerimanya.”

Fakta dia tidak mau jujur, benar-benar Kei sekali…

Tetapi.., hal itu mungkin tidak akan terjadi.

Ada baiknya menganggap setengah saja usulan Ishizaki.

Dengan ini, hari-hari menjelang festival olahraga pun berlalu.

Satou yang berlari keluar dari kawasan toko elektronik, mengambil nafas
panjang di depan toilet wanita.

“Aah~ kenapa harus kabur ya.., aku?”

Teman baiknya berpacaran dengan orang yang dicintainya… Itu bukan sesuatu
hal yang salah.

Arakiyota
Meskipun tahu itu, saat melihat tangan Ayanokouji digenggam, Satou merasa
seakan diserang oleh dorongan yang tak terlukiskan.

Jika tetap begitu di sana , dia tidak tahu sikap seperti apa yang akan diambil.

Memikirkan dirinya yang tiba-tiba pergi melarikan diri, kini perasaannya


dipenuhi rasa bersalah…

Duduk di tempat, lalu memegangi lutut.

“Lain kali aku harus mencoba untuk tidak panik…”

‘Karena sudah begini.., di kelas Kei-chan pasti akan menahan diri untuk bersama
Ayanokouji-kun… Padahal aku ingin mereka berdua lebih sering menempel
bersama…’

Saat Satou berpikir seperti itu sambil kembali berdiri, bayangan seseorang
datang menghampiri.

“Maaf tiba-tiba… Satou Maya-senpai kan?”

Satou merasa kebingungan sebentar ketika seorang siswa tak dikenal


memanggil dirinya.

“Iya.., benar. Hmm siapa ya? Anak kelas 1 kan?”

“Kupikir bukan masalah siapa aku sekarang… Sebenarnya, ada sesuatu yang
ingin aku bicarakan pada Satou-senpai secepatnya. Jika boleh apa bisa aku
meminta waktumu?”

“E, eh? Apa maksudmu?”

Seorang adik kelas, yang tidak dikenal, mengatakan dia ingin berbicara
dengannya, membuat Satou kebingungan.

Arakiyota
Dia gelisah karena masih tidak bisa menghilangkan bayangan Ayanokouji dan
Karuizawa dari pikirannya.

“Ini informasi tentang Ayanokouji-senpai…”

Namun, menganggapi kata-kata itu, Satou berhenti bergerak.

“….. Ayanokouji-kun?”

“Iya. Ini tentang dia dan pacarnya Karuizawa Kei-senpai.”

Tanpa sadar Satou juga menatap orang itu ketika dia menyebutkan nama dua
orang yang sekarang menguasai 99% pikirannya.

Arakiyota
Satou yang dengan gelisah mendekat, sedikit gugup.

“Setelah ini, bisa tidak meluangkan waktu untuk pergi ke suatu tempat di mana
kita berdua dapat membicarakan tentang hal ini lebih dalam?”

“Itu…”

Siswa kelas 1 itu memanfaatkan kemampuan fisiknya yang ringan untuk


mendekat.., cukup dekat hingga jaraknya bisa menyentuh telinga dan bibir
Satou.

“Jika Karuizawa-senpai didropout───Bukankah Satou-senpai jadi memiliki


kesempatan juga?”

Sekarang, teman baik Satou yang paling dekat Karuizawa dan orang yang
dicintainya Ayanokouji.

Ini adalah kesempatan untuk mengubah hubungan antara keduanya, juga posisi
mereka.

Berbagai macam emosi meluap keluar.

“A-apa yang kau bicarakan?”

“Mau didengarkan atau tidak, keputusan kuserahkan kepada Satou-senpai. Tapi,


bila tidak mau mendengarkan yang ingin kubicarakan, kau mungkin akan terus
menyesalinya. Jika tidak ingin ada orang yang melihat, tidak masalah bila datang
ke kamarku di asrama…”

Merasa puas setelah dia memberitahukan nomor kamarnya, siswa kelas 1 itu
berbalik dan pergi meninggalkan Satou.

Satou yang ditinggalkan di sana, kebingungan, tidak dapat memahami


situasinya.

Arakiyota
Tetapi, ada satu hal yang tetap dia ingat.
ketika
『Jadi memiliki kesempatan juga』

Sebuah perkataan yang menunjukkan kemungkinan dirinya bisa berpacaran


dengan Ayanokouji.

Dadanya merasa sesak, dan pada saat yang sama, perasaan yang tidak ingin dia
ketahui merayap keluar dari lubuk hati Satou.

“Aku───”

Sementara beberapa masalah tetap ada, kelas telah membuat persiapan


matang untuk festival olahraga.

Ada siswa yang keberatan untuk berkerjasama dengan Ryuuen, tapi mulai
berlatih bersama, tidak ada perselisihan besar dan latihan untuk acara lomba
tim berjalan lancar.

Teman sekelas, yang awalnya menolak, mulai bersedia bekerjasama dengan tim
untuk menang, dan berlatih siang malam.

Akhirnya, malam sebelum festival olahraga tiba.

Sekitar jam 09.30 malam aku menelepon Horikita.

“Sudah sangat larut untuk kau meneleponku… Aku baru saja mau tidur.”

Suara pengering rambut terdengar di telingaku.

“Ini pembicaraan penting tentang festival olahraga.”

Arakiyota
“Pembicaraan penting darimu? Kurasa aku harus menganggap ini sedikit lebih
serius.”

Berkata begitu, dia meng-off kan sakelar pengering rambut lalu keadaan di
telingaku menjadi sunyi.

“Ah, aku punya sesuatu untuk dikatakan lebih dulu. Tentang Sakayanagi-san, dia
masih berniat berpartisipasi dalam festival olahraga besok seperti biasa?
Bukannya kau bilang bisa dihentikan?”

“Yang ingin kubicarakan juga terkait tentang itu. Festival olahraga besok, aku
berpikir untuk absen.”

“…. Absen? Tunggu sebentar, maksudmu apa?”

Pada laporan yang begitu tiba-tiba ini, aku tahu di balik telepon Horikita sedang
kebingungan.

*gashan, terdengar jeritan kecil seperti itu.

“Apa kau tidak apa-apa?”

“Maaf.., tadi aku menjatuhkan pengering rambutku…”

Aku mendengar suara ponsel diletakkan di suatu tempat. Tampaknya dia


mengambil pengering rambut dengan tergesa-gesa.

“Jadi, maksudnya kau absen itu apa? Bukan karena kau sedang sakit.., ya kan?”

Bisa dipahami Horikita bingung oleh suaraku yang tampak baik-baik saja.

“Ya.., tidak ada masalah dengan kesehatanku. Sebaliknya, aku merasa lebih baik
dari biasanya.”

Arakiyota
“Terus kenapa? Jika kau absen, maka 10 poin akan hilang. Walau aku tidak
memperhitungkan poinmu, kehilangan 10 tetaplah menyakitkan.”

Jumlah orang di kelas kini hanya 38, aku mengerti perasaan Horikita yang ingin
mengeluh.

“Aku tidak bilang 10 poin itu sedikit. Tapi ini adalah strategi yang kuperlukan.”

“…. Strategimu?”

Tentu saja, aku tidak bisa bilang kalau orang suruhan ayahku akan datang
sebagai tamu undangan.

Aku akan mengatakan di sini mengapa tidak menghentikan Sakayanagi sampai


sekarang.

“Untuk membuat kelas A berada di peringkat terbawah, hal ini mengarah pada
petunjuk kekalahan Sakayanagi yang tak terhindarkan.”

“Kekalahan Sakayanagi-san?”

“Sudah kubilangkan. Aku punya cara agar Sakayanagi tidak berpartisipasi pada
festival olahraga.”

“Aku tidak tahu mengapa absennya dirimu ada hubungannya dengan kekalahan
Sakayanagi…”

Horikita mencoba bertanya mengapa.., tapi dia langsung berhenti.

“Aku yang sekarang tidak mungkin memahami apa yang kau pikirkan. Selain itu,
meskipun aku membujukmu, ide untuk absen di festival olahraga tetap tidak
berubah kan?”

“Ya. Besok pagi aku akan menghubungi sekolah kalau aku sedang sakit.”

Arakiyota
“Kalau begitu tampaknya tidak ada pilihan selain mempercayaimu…”

Meski mengejutkannya, Horikita tetap setuju dengan rencanaku.

“Kurang lebih, aku berencana untuk mendapatkan setidaknya tiga kali


menempati peringkat pertama sebagai tujuan pribadi, tetapi sekarang aku harus
menambahkan 10 poin lagi!”

“Terima kasih.”

Setelah menyelesaikan panggilan, aku menghubungkan ponsel ke kabel charger.

Horikita yang baru saja ingin tidur, mungkin tidak bisa tidur untuk sementara
waktu karena menghitung ulang poin di pikirannya.

Aku melakukan sesuatu yang tidak adil padanya, tapi jadikan hal ini sebagai
harga yang dibutuhkan.

Dan ada satu orang lagi yang perlu aku hubungi.

Jika memberitahukan informasi yang diperlukan, semua persiapan selesai.

Arakiyota
Festival Olahraga Ke-2

Pagi hari. Aku dari pihak OSIS melihat semua siswa berkumpul di lapangan. Di
atas panggung yang telah disiapkan, di mana Ketua OSIS Nagumo memberikan
sambutan pembukaan. Para tamu yang diundang datang melihat kami para
siswa. Jumlah tamu tidak begitu banyak, hanya ada puluhan orang. Meski
begitu, para siswa tampak merasa tidak nyaman dengan orang luar yang tidak
dikenal. Tampak dengan gelisah mencoba masuk ke dalam panggung festival
olahraga.

OSIS telah memberi tahu sebelumnya jika ada tamu yang diundang, tetapi
jumlah tamu yang hadir itu membuat pikiran terbebani lebih daripada yang
dibayangkan. Tamu yang hadir ini adalah orang-orang dari dunia politik yang
terlibat dalam pendirian sekolah ini. Tidak ada politikus yang kulihat di TV, tapi
tak ada keraguan mereka orang-orang yang tidak jauh dari hal itu. Kesemuanya
mengenakan jas dan melihat kami dengan ekspresi tegas. Seolah-olah mereka
sedang mengawasi seorang tahanan. Bahkan dalam situasi seperti itu, tanpa
terlihat gelisah, Ketua OSIS Nagumo tetap mengucapkan kata-kata yang
bermartabat. Dia memenuhi tugasnya dengan penampilan luarbiasa sebanding
yang ditunjukkan Nii-san di depan para siswa. Setelah Ketua OSIS Nagumo
selesai berpidato, dan tepukan tangan dari para siswa bergema, tongkat estafet
dipindahkan ke para guru untuk memberitahukan peringatan, tindakkan yang
dilarang dan hal-hal yang harus dilakukan selama festival olahraga. Dengan ini
waktu pembukaan tiba.

Dari sini para siswa diperbolehkan bertindak bebas. Selama mengikuti aturan,
tidak masalah bila berpartisipasi acara lomba yang sudah didaftarkan.., juga..,
meski dibutuhkan 2 poin, diperbolehkan untuk tidak hadir begitu menilai bahwa
musuh yang akan dilawan tidak menguntungkanmu lalu pergi ke acara lomba
lain. Dan sesuai aturan, perlu diingat siswa yang telah menyelesaikan semua
acara lomba dan tidak berencana untuk berpartisipasi lagi.., wajib untuk
memberikan dukungan pada peserta lain di area yang ditentukan. Jika ketahuan
mengobrol, beristirahat atau bermalas-malasan di area yang tidak terkait, kau
akan didiskualifikasi dari partisipan acara lomba dan poinmu akan disita.

Arakiyota
Selain itu, kelas kami yang bekerjasama dengan kelas Ryuuen, telah melakukan
pengaturan untuk sebanyak mungkin menghindari konfrontasi di kompetisi
individu, sedangkan di kompetisi tim, kami menyeleksi siswa tanpa keraguan
akan menang dari masing-masing kelas kami.., menyamakan jumlah siswa di
mana sistem ini dirancang untuk mendistribusikan jumlah poin yang sama ke
kedua kelas terlepas mereka menang atau kalah.

Dan tidak peduli seberapa terampilnya siswa tersebut, telah diputuskan jumlah
maksimum kompetisi tim yang bisa diikuti.

Hal ini dilakukan untuk menghindari hanya bergantung kepada talenta terbaik,
seperti Sudo dan Yamada Albert di jangka waktu yang lama, juga ini adalah
kontrak untuk membatasi 1 orang berpartisipasi dalam 3 acara kompetisi tim.
Pengaturan di atas termasuk dalam kontrak untuk membatasi jumlah『acara
lomba yang dapat melakukan pra-pendaftaran』.

Di hari festival atletik, adalah omong kosong untuk berdebat harus bekerjasama
begini dan harus bekerjasama begitu…

Selain itu, tidak ada batasan yang kuat seperti tidak membentuk kerjasama
dengan siswa dari kelas Ichinose-san atau Sakayanagi-san.

Jika ada acara lomba yang dapat dimanfaatkan dengan baik.., kami mengizinkan
mereka untuk berkerjasama sesuai dengan situasinya.

Karena aku sudah berkali-kali melakukan penyesuaian dan konfirmasi dengan


Katsuragi-kun.., tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Meski begitu ada sedikit kekhawatiran tentang banyaknya peserta yang


berpartisipasi pada acara lomba di pembukaan festival olahraga.., tidak lupa
untuk bertemu dengan teman sekelasku setiap satu jam untuk memeriksa
masalah dan melakukan penyesuaiannya yang baik.

Acara lomba pertama yang aku ikuti adalah lari 100 meter.

Arakiyota
Karena start dimulai 15 menit setelah pembukaan, tidak perlu untuk terburu-
buru, tapi aku datang lebih awal untuk memeriksa peserta yang ikut lomba
denganku───.

“Ayo, Horikita! Lawan aku!!”

Yang datang kepadaku dengan kecepatan penuh tepat setelah kami masing-
masing bubar, bebas untuk pergi adalah Ibuki-san.

Dia melototiku dengan nafas terengah-engah.

“Kau bodoh ya?”

“Ha!? Ada apaan tiba-tiba? Kau takut kalah dariku ya? begitu kan?”

“Enggak.”

Kusangkal dalam satu detik.

“Acara lomba yang kau ikuti nanti itu apa? Jawab setelah kau mengatur
pernapasanmu…”

“… Hah? Itu lomba lari 100 meter kan… Karena kau yang memutuskannya, aku
tidak lupa…”

“Ya, lari 100 meter. Dan masuk di balapan pertama. Itu kesepakatannya. Berarti
kita akan segera berlari setelah ini. Lalu apa yang akan kau lakukan, malah lari
menghampiriku secepat mungkin sebelum lomba? Karena sudah tahu kita akan
bertanding, kenapa tidak menunggu di tempat yang ditentukan aja? Tak perlu
dijelaskan lagi…”

Begitu memahami keadaannya setelah kuberitahu, Ibuki-san berkata ‘ah, sial’.


Arakiyota
“Po, pokoknya lawan aku!”

“Tenang saja. Tanpa dibilang pun aku akan melawanmu!”

Ibuki-san bukanlah lawan yang mudah. Lomba lari 100 meter tahun lalu aku
menang tipis. Sebenarnya aku ingin menghindari melawan dia, tapi aku sangat
berterima kasih padanya.

Tanpa bantuan dari Ibuki-san, mungkin Kushida-san masih belum datang ke


sekolah. Meski begitu aku tidak boleh kalah. Dia pasti juga tidak
menginginkannya, jadi aku akan menang secara adil dan jujur. Ibuki-san yang
tidak suka berjalan berdampingan denganku, pergi agak jauh dan menuju entri
acara lomba pertama bersama. Perasaan menegangkan yang menyenangkan
mulai meningkat.

Pertama-tama, pertandingan hanya untuk kelas 2 kategori perempuan.

Tidak banyak yang berubah dari pra-pendaftaran sebelumnya.., satu-satunya


pesaing potensial cuma Ibuki-san. Tetapi terlalu bodoh untuk melihatnya
sebagai keberuntungan. Memiliki pertandingan yang mudah berarti ada orang
yang akan melawan lawan yang kuat di acara lomba yang berbeda.

Tak lama setelah upacara pembukaan, lomba lari 100 meter dilakukan.
Pertandingan melawan Ibuki-san. Kemenangan tipis untukku. Anehnya,
kemenangan ini hampir sama seperti tahun lalu. Di garis finish Ibuki-san dengan
kesal menendang tanah dan beralasan itu karena dia berlari sekuat tenaga
sebelum lomba dimulai.

Pertandingan selanjutnya dengan dia adalah lompat jauh di acara ke-4.


Sementara itu, di acara lomba ke-2 memasuki kompetisi individu.

Arakiyota
Acara ke-2, juara pertama lomba halang rintang, acara ke-3 juara ketiga lomba
tarik tambang kategori kompetisi tim.

Poin yang kukumpulkan sejauh ini adalah 5 poin start, 10 poin 2x juara pertama
kompetisi individu, 3 poin juara ketiga tarik tambang kategori kompetisi tim, 3
poin hadiah partisipasi, total 21 poin. Harusku katakan ini permulaan yang
bagus.

Kemudian, sekitar jam 10 pagi, babak kedua pertandingan dengan Ibuki-san,


lomba lompat jauh, dimulai.

Saat ini, aku baru saja menyelesaikan lompatan pertama.

Record yang kucetak adalah 5 meter, 79 sentimeter.

Tidak buruk. Aku rasa aku hampir dapat membuat rekor pribadi terbaik dalam
situasi di mana tidak ada ruang untuk kegagalan. Ibuki-san, yang tiga putaran di
belakang, mengatur pernapasannya sambil menatap rekor yang sudah tercatat.
Tersisa 3 orang untuk melompat. Dengan menempati peringkat pertama
sementara, dia sekarang lebih dekat untuk mencetak poin di acara lomba ini.

“Ketemu juga! Suzune!”

Saat sedang menonton pelompat berikutnya, dari belakang aku mendengar


suara memanggilku.

Melihat ke belakang, Sudo-kun dan Onodera-san bergegas datang


menghampiriku.

Mereka adalah pasangan dengan ekspektasi tinggi sebagai pengambil poin di


festival olahraga ini.

“Tampaknya kau dalam kondisi yang bagus ya…”

Arakiyota
“Sudo-kun telah menang juara pertama 3x berturut-turut. Terlebih lagi, dia
menang mudah, hebat sekali.”

“Ya begitulah. Tapi Onodera juga menang juara pertama 2x di dua acara lomba
yang kau ikuti kan…”

“Tapi, pada lombaku aku agak sedikit beruntung sih…”

Onodera yang memiliki keunggulan pada renang tapi tidak bisa mengikuti lomba
renang juga menunjukkan bakatnya di bidang atletik.

“Saat pertama kali memasuki sekolah, aku tidak mendapatkan kesan kalau kau
cepat dalam berlari… Di mana kau mengembangkannya?”

Ini membuatku penasaran karena di sepanjang waktu jam pelajaran olahraga


aku selalu melihat dia.

“Aku tidak terlalu suka berlari dan aku tidak tertarik pada apa pun selain
berenang, jadi kupikir aku melakukannya begitu saja…”

“Oh ya kau juga bilang tidak ingin lomba lari jarak jauh kan…”

“Sangat melelahkan.., lagipula aku tidak bisa berlari secepat itu, jadi itu bukan
hal yang baik juga lagian.”

Sejak memutuskan untuk berpasangan, mereka telah berlatih bersama setiap


hari, dan sepertinya mereka menjadi pasangan yang jauh lebih kompak daripada
yang kubayangkan.

“Tapi yah sebenarnya… Jika memungkinkan aku ingin melawan Koenji… 3x


berpartisipasi dalam acara lomba, dia menang di peringkat pertama semua, dan
sepertinya dia masih akan terus menang berturut-turut.”

“Tidak boleh. Bukan hal yang bagus untuk sesama teman sekelas saling
menjatuhkan. Kau tahu kan?”
Arakiyota
Baik Sudo-kun maupun Koenji-kun memiliki potensi untuk menempati peringkat
pertama.

Aku mengerti keinginan Sudo-kun untuk bersaing dalam lomba yang sama,
tetapi kelas tetap yang diutamakan.

“A-aku paham, cuma bercanda kok…”

“Tenang saja. Untuk itu aku akan mengawasinya.”

“Ya itu benar. Dengan menyerahkannya pada Onodera-san, aku tak perlu
khawatir lagi.”

“Aku itu tidak dipercaya…?”

Sudo-kun tampak tidak terima, tetapi ketika aku melihat langsung ke arahnya,
dia membuang muka merasa tidak enak.

Ini adalah bukti Sudo-kun merenungkan bagaimana dia telah berperilaku di


masa lalu.

“Mulai saat ini Sudo-kun dan yang lainnya dijadwalkan untuk berpartisipasi
dalam serangkaian kompetisi tim, kan? Semoga berhasil.”

“Ya… Aku akan terus mencatatkan rekor kemenangan berturut-turutku…”

Itu kata yang bisa diandalkan. Lalu, tak lama dari sini pelompat terakhir berdiri
di garis start.

Aku berhenti bicara dan mengalihkan pandanganku pada Ibuki-san.

“Ini seperti kita menganggunya… Ayo pergi mengintai acara lomba berikutnya.”

“Baiklah. Sampai jumpa Horikita-san.”


Arakiyota
“Ya…”

Melihat kepergian mereka dengan ringan, aku mulai memandang Ibuki-san lagi
yang mulai berlari.

Aku sepenuhnya mengerti kemampuan dia tidak jauh beda denganku.

Dengan kata lain, Ibuki-san bisa saja melampui rekor milikku.

Perasaan ingin dia gagal dan perasaan ingin memainkan pertandingan yang
bagus dengan kekuatan penuhnya membuatku bimbang.

Dia yang seharusnya berada di bawah tekanan kuat, bergerak dengan lincah dan
anggun.

Dia melompat, menginjak tanah dan jatuh ke depan.

Meski wajahnya kotor terkena pasir, tatapannya langsung tertuju pada petugas
yang mencatatkan rekor. 5 meter, 81 sentimeter. Hanya 2 sentimeter, tetapi
aku tidak bisa mencapai 2 sentimeter itu dan kekalahanku terkonfirmasi.

“Aku berhasil──!”

Melakukan pose kemenangan, Ibuki-san seperti anak kecil dengan suasana hati
gembira.

Di situasi di mana 1 kekalahan lagi pertandingan pribadi kami berakhir, dia


melakukan lompatan yang luarbiasa.

“Lihat!? Aku menang! Kau kalah!”

Aku tahu dia sangat senang.., tapi itu agak menjengkelkan.

Arakiyota
“Sepertinya karena hambatan udara yang rendah membuatmu di posisi yang
menguntungkan…”

Karena tidak ada perbedaan besar antara kemampuanku dan Ibuki-san, hanya
ini kemungkinannya…

“Hah? Hambatan udara?”

“Bukan apa-apa…”

“Jangan jadi pencundang, akui saja kekalahanmu…”

“Jangan belaga sombong dulu. Dengan ini, jadi 1-1.”

Meskipun aku memperingatkan dia untuk tidak terbawa suasana, Ibuki-san


selalu menyeringai di wajahnya.

Aku menyesal karena telah gagal menjadi juara pertama, tetapi yah mau
bagaimana lagi untuk senang tentang hal itu…

“Aku yang menang! Aku yang menang! Aku yang menang!”

…. Kurasa tidak begitu.

Sebaliknya stress secara mental meningkat sekaligus.

Dengan ini skorku 1 menang, 1 kalah.

Aku ingin segera melakukan lomba ke-3 melawannya, tapi selanjutnya ada
beberapa acara lomba kategori kompetisi tim dengan poin tinggi, aku
menyelesaikan pertandingan dengan acara lomba balok keseimbangan di sore
hari.

Arakiyota
Dimulainya festival olahraga tanpa kehadiran Ayanokouji-kun.

Dengan tersedianya papan bulletin elektrik di lapangan, semua dapat


memeriksa kelas apa di peringkat mana.

Meskipun start dimulai dengan kelas Ryuuen di peringkat pertama, tak lama
kami, kelas B, yang menempati peringkat pertama dan terus mempertahankan
posisi itu.

Kelas-D di peringkat kedua, kelas-C di peringkat ketiga dan kelas A di peringkat


keempat, merupakan peringkat yang ideal.

Akan lebih baik tetap seperti ini sampai akhir tanpa gangguan apapun.

Untuk sementara masih ada waktu sampai acara lomba berikutnya, jadi aku
pergi ke kursi supporter untuk menghabiskan waktu.

“Terimakasih atas kerja kerasmu, Horikita-senpai.”

Yang menyapaku adalah Yagami dari kelas 1-B.

“Kelas Yagami-kun tampaknya bertarung dengan cukup baik ya… Sekarang


kelasmu selisih tipis di peringkat kedua.”

“Senpai sendiri, kelasnya di peringkat satu kan… Tidak terlihat kelas yang tahun
lalu start di kelas D.”

“Apa itu pujian? Atau sindiran?”

“Mana mungkin. Aku tulus menghormatimu kok… Tapi yah tidak sehebat Ketua
OSIS Nagumo.”

Dari sudut matanya, itu adalah saat ketika Ketua OSIS Nagumo menerobos pita
garis finish.

Arakiyota
“Tadi aku mengobrol dengan siswa kelas 3, sepertinya ini sudah 5x menang
berturut-turut.”

Saat para gadis bersorak, para tamu mengalihkan perhatian mereka pada Ketua
OSIS.

Tapi Ketua OSIS Nagumo meninggalkan tempat itu dengan ekspresi kosong di
wajahnya, dan memberi tahu gadis-gadis yang mendekatinya kalau dia ingin
sendirian lalu menjauhkan diri dari mereka.

“Aku yakin dia akan memberikan lip service, tapi wajahnya sama sekali tidak
terlihat senang.”

“Mau menang atau kalah dia dipastikan akan lulus di kelas A, mungkin karena
itu dia tidak terlalu semangat?”

Bagi ketua OSIS yang berada di posisi yang tak tergoyahkan, memang peringkat
kelas di festival olahraga tidak berarti apa-apa.

Dia yang mengincar juara pertama apa karena merasa tidak bisa menahan diri di
depan para siswa dan tamu saat ini?

“Aku akan pergi untuk berbicara sedikit dengan Ketua OSIS dulu…”

“Begitu kah… Aku ada lomba setelah ini, jadi aku permisi…”

Setelah mengobrol dengan Yagami-kun, aku memutuskan untuk mendekati


ketua OSIS.

Di sebelah Ketua OSIS, seorang gadis kelas 3 datang memanggilnya.

Dia Kiryuuin-senpai dari Kelas 3-B. Terkadang, saat bercengkrama dengan siswa
kelas 3, aku mendengar rumor tentangnya. Selain itu, aku juga tahu penilaian
OAA dia sangatlah luarbiasa.

Arakiyota
Tidak ingin mengganggu pembicaraan mereka, jadi kuputuskan untuk memberi
waktu dan menunggu.

“Selamat atas kemenangan 5x berturut-turutmu…”

“Untuk apa kau datang kemari?”

“Jangan bersikap dingin begitu… Kau menang, tapi tidak terlihat senang itu
membuatku cemas. Sepertinya orang yang bersorak mendukungmu tidak hanya
satu atau dua orang…”

“Jangan membuatku tertawa. Bermain di pertandingan seperti itu apa bisa


dibilang menang?”

“Kau bisa saja mengumpulkan orang-orang lemah dan bertanding melawan


mereka, tapi aku tidak berpikir perserta yang kau lawan tadi kumpulan orang-
orang lemah seperti itu…”

Kiryuuin-senpai berkata Nagumo-senpai tidak sedang menahan diri.

“Dari desas-desus yang kudengar, Ayanokouji absen dari festival olahraga ini.
Apa itu sebabnya kau depresi?”

Ayanokouji. Lagi, nama dia terdengar lagi di pembicaraan seperti ini.

Tanpa sekalipun melihat ke arah Kiryuuin-senpai, Nagumo-senpai menghela


nafas panjang.

Arakiyota
“Kupikir dia dapat memuaskan dahagaku ini, tapi sepertinya aku salah.”

“Kasihan… Kalau begitu gimana jika aku yang akan jadi lawanmu?”

Pada provokasi sederhana itu, Nagumo-senpai menoleh kearah Kiryuuin-senpai


untuk pertama kalinya.

Tetapi begitu melihat wajah Kiryuuin-senpai tersenyum kecut, Nagumo-senpai


mengalihkan wajahnya lagi.

“Itu kebohongan yang murahan. Bahkan jika aku mau, aku tidak berpikir kau
akan bertanding. Ya kan?”

“Fufufu… Ketahuan ya…”

Mengangkat bahu, Kiryuuin-senpai yang mendekati Ketua OSIS Nagumo


mengakuinya.

“Tersisa satu lomba lagi, aku akan memenuhi kewajiban minimumku. Setelah itu
aku hanya akan menonton festival ini dengan santai.”

“Yah kupikir juga begitu.”

“Kau seharusnya tidak perlu lagi ikut campur dengan adik kelasmu. Setidaknya
kau sekarang udah menguasai sekolah dan sudah dipastikan lulus di kelas A.
Lalu prestasimu sebagai Ketua OSIS. Itu sudah cukup bukan? Aku
menyarankanmu untuk lulus dengan tenang…”

Memberikan saran.., Kiryuuin-senpai menasihatinya.

“Kau memberiku saran kah. Apa yang membuatmu berubah pikiran? Semenjak
terlibat dengan Ayanokouji, apa kau akan banyak bicara selama 6 bulan
setelahnya dari pada 2 tahun terakhir?”

Arakiyota
“Yah kau mungkin benar…”

“Tenang saja Kiryuuin. Tak perlu kau katakan lagi, bemain dengan Ayanokouji
sudah berakhir. Dia memilih untuk tidak melawanku. Mengejarnya terus
menerus juga tidak ada artinya…”

“Jika kalah dalam pertarungan langsung dengan Ketua OSIS, Ayanokouji tidak
bisa pura-pura tidak peduli seperti sebelumnya. Pertimbangan perasaan dia
yang ingin melarikan diri. Kupikir dia memiliki sisi yang imut…”

Ayanokouji-kun? Bertarung melawan Ketua OSIS Nagumo? Apa mungkin


panggilan dia ke ruang OSIS sebelumnya terkait hal itu?

Pesan yang disampaikan Ayanokouji-kun juga sesuai.

Kiryuin-senpai dengan ringan mengalihkan tatapannya ke arahku, tetapi dia


terus berjalan pergi tanpa berkata apapun.

“Maaf membuatmu menunggu Suzune… Apa kau butuh sesuatu dariku?”

“Tidak, aku cuma ingin menanyakan hal sama seperti yang Kiryuuin-senpai
tanyakan. Aku melihat Ketua Nagumo menempati peringkat pertama, tapi Ketua
sama sekali tidak terlihat senang. Dan…. Sepertinya ada janji untuk bertanding
dengan Ayanokouji-kun di festival olahraga ya…”

“Yah pada akhirnya tidak terjadi. Dia absen. Dengan ini berakhir.”

Ayanokouji-kun bilang dia absen bukan karena kondisi fisiknya memburuk, tapi
itu merupakan strategi dia untuk membuat Sakayanagi-san tidak berpartisipasi
dalam festival olahraga.

Tampaknya Ketua OSIS Nagumo tidak mengetahui kebenaran ini.., tapi lebih
baik aku tidak dengan ceroboh memberitahukan hal ini padanya.

“Saat istirahat makan siang temani aku sebentar. Tempat pertemuannya───”


Arakiyota
Karena tidak bisa menolak permintaan itu, aku setuju untuk nanti pergi ke
tempat yang disebutkannya.

Beberapa waktu kemudian, saat istirahat makan siang, aku melihat kotak makan
siang disediakan di lapangan. Kami para siswa dapat memilih apa yang disuka
dari berbagai makanan ini. Line-up makanan yang disediakan ada sandwich,
katsudon dan makanan yang dapat menambah stamina juga kekuatan fisik.

Aku terkesan sekaligus terkejut dengan persiapan dan ketelitian sekolah ini.

Selain itu, asalkan bisa memakannya, kami diperbolehkan membawa lebih dari
satu makanan.

Kebanyakan siswa hanya memilih satu, tetapi dari yang kuamati, ada beberapa
siswa laki-laki yang membawa makanan lebih dari satu. Di antaranya ada siswa
angkuh yang tampak sangat senang bisa mengambil tiga atau empat makanan.
Dia siswa kelas 1 yang pernah kulihat, tapi…. Jika dia memakan semua itu dan
kembali lomba pada sore harinya.., apa dia masih meremehkan sekolah ini atau
dia orang yang memiliki kemampuan…

“Maaf membuatmu menunggu…”

Saat meraih makanan ringan, Ketua OSIS Nagumo mendekatiku.

“Ada apa ya? Aku ada pertemuan, jadi kalau bisa dipersingkat, itu sangat
membantu…”

“Ya. Aku ingin tahu tentang Ayanokouji. Dia absen karena sakit tapi apa
memang benar dia tidak enak badan?”

Meskipun sebelumnya dia tidak menunjukkannya, Ketua OSIS Nagumo tampak


curiga.

Arakiyota
“Benar. Tadi pagi aku mendapat panggilan dan dia meminta maaf karena harus
absen. Karena ada satu siswa yang absen, kami kehilangan 10 poin. Tapi jika
merasa tidak enak badan, kami tidak dapat memaksanya untuk melakukan apa
pun.”

Aku satu-satunya yang tahu Ayanokouji-kun absen karena alasan lain. Tentu saja
aku akan menjawabnya seperti itu.

“Yah kalau dia benar tidak enak badan sih tidak masalah…”

“Apa maksudnya?”

Aku tidak berpikir sikapku ini mencurigakan.

Aku hanya ingin tahu apakah ketua OSIS punya alasan untuk berpikir begitu.

“Kau mendengar pembicaraanku dengan Kiryuuin kan? Dia mungkin


memutuskan untuk mundur karena tidak mau merasa malu…”

“Iya bisa saja. Aku tidak berpikir hal itu tidak mungkin.”

Agar tidak memberikan dorongan lain, aku memberi tanggapan singkat.

“Hal ini mungkin akan merepotkan kelas angkatanmu…”

“Itu maksudnya apa ya?”

“Ganti rugi karena sudah melarikan diri, harus dibayarkan kepada orang lainnya.
Benarkan?”

Dia tidak menjawab pertanyaanku, tetapi hanya bergumam pada dirinya sendiri.
Kemudian dengan ringan Ketua OSIS Nagumo mengangkat tangannya memberi
isyarat padaku bahwa dia akan pergi dan mulai berjalan pergi tanpa membawa
makan siang.

Arakiyota
“Ganti rugi…? Merepotkan kelas angkatan kami? Apa-apaan itu ya? Tapi meski
begitu───”

Di manapun, penilaian tentang Ayanokouji-kun sangat tinggi. Sekali lagi di


festival olahraga kali ini, aku terkesan dengannya. Saat dia bilang akan absen,
aku begitu cemas tentang apa yang akan terjadi, Ternyata Sakayanagi-san juga
absen di hari acara festival olahraga.

Tidak diragukan lagi, Ayanokouji-kun telah melakukan sesuatu untuk menyegel


Sakayanagi-san.

Dan hasilnya terbukti dilihat dari poin dan peringkat kelas A saat ini.

Jika komandan tiba-tiba tidak bisa hadir di tempat kejadian, tidak


mengherankan mereka tidak dapat bekerja sama dengan baik.

Ini agak menyedihkan, tetapi ini juga merupakan pertandingan yang serius.

Ketika dipastikan akan menang, aku akan mengumpulkan kemenangan itu.

Setelah istirahat siang, festival olahraga berlanjut ke paruh kedua. Lebih dari
setengah siswa telah menyelesaikan jumlah minimum lima acara lomba wajib,
sedangkan siswa yang memiliki kepercayaan diri dalam kemampuan atletik
tetap melanjutkan ke acara lomba keenam dan ketujuh. Tanpa kehadiran
pemimpin, Matoba dan Shimizu dari Kelas A terus berjuang melawan Horikita
dan Ichinose juga yang lainnya di mana mereka dapat memastikan status
partisipan dan siapa saja member acara lomba dari menit ke menit.

“Selanjutnya tenis meja ganda di gimnasium. Tadi Satonaka melaporkan tidak


ada saingan yang tampak kuat. Hanya 2 kursi tersisa. Ada kemungkinan cukup
tepat waktu.”

Arakiyota
“Kita harus mengumpulkan kemenangan, setidaknya agar kelas kita tidak di
peringkat terbawah…”

Tidak berpartisipasinya Sakayanagi memberikan bayangan gelap pada kelas 2-


A.., ada banyak siswa yang tak bersemangat.., tetapi, tidak sedikit juga yang
termotivasi.

Karena penutupan partisipan tenis meja ganda hanya tinggal 10 menit lagi,
mereka begegas pergi mengabaikan partisipasi acara lomba PK yang tadinya niat
diikuti.
(Tln: PK = Penalty Kick)

Ishizaki, yang baru saja berjalan dari arah yang mereka berdua tuju, sedikit
menoleh tak melihat ke depan. Shimizu bergerak ke kanan untuk menghindari
Ishizaki yang mendekat, tapi Ishizaki juga bergerak ke kiri pada waktu yang
hampir bersamaan.

Shimizu yang mencoba menghindarinya secepat mungkin, tetapi dia tidak dapat
menghindar lalu bahu mereka pun bertabrakan.

Dampaknya dua kali lebih besar dari yang diduga, dan hal itu tidak mungkin
terjadi secara kebetulan.

Shimizu, yang merasa bahunya ditabrak dengan keras, mencoba memprotesnya,


tapi───

“Sakit….! Oy.., lihat jalan enggak sih?”

Sebelum Shimizu melakukannya, Ishizaki lebih dulu berteriak protes.

“Kau sendiri.., jalan lihat ke depan enggak sih? Aku hampir aja terluka…”

Kelas A Shimizu dan kelas D Ishizaki saling melotot.

“Yang tidak melihat ke depan itu kau kan…!”


Arakiyota
“Hah? Kenapa kau berlagak jadi korbannya… Kau sengaja menabrakku bukan?”

“Tidak, hah? Dilihat gimana pun kaulah yang sengaja menabrakku! Ya kan?”

Shimizu yang membutuhkan pertolongan, meminta bantuan kepada Matoba.

“Ya… Kau tadi tidak melihat ke depan dengan benar kan Ishizaki…”

“Aku tidak memalingkan pandanganku kok… Kalian berdua cari-cari alasan ya…
Curang bener…”

“Apanya yang curang hah… Yang salah itu kau…”

“Haaa? Aku? Bukannya kalian yang terlalu sibuk mengobrol sampai enggak lihat
jalan?”

Saling menyalahkan terus berlanjut, dan waktu berlalu tanpa ada tanda-tanda
Ishizaki akan meminta maaf. Merasa yakin bahwa mereka benar, Matoba yang
sedang terburu-buru mendesak Shimizu untuk tenang.

“Biarin aja lah… Buat apa juga ngurusin orang seperti dia.”

“Tidak bisa kuterima sih…”

“Aku mengerti perasaanmu. Bahkan aku juga sama, tapi sekarang ada sesuatu
yang harus kita prioritaskan bukan?”

“…. Iya yah…”

Walau memahami perasaan Shimizu, dia tetap mengingatkan untuk tidak lupa
berpartisipasi dalam acara lomba dan memenangkannya.

Dengan enggan, Shimizu mengangguk.., melotot pada Ishizaki lalu mulai


berjalan.
Arakiyota
“Lain kali hati-hati…”

“…. Aw sakit…”

“Hah?”

Saat mereka hendak melewatinya, Ishizaki tiba-tiba memegang bahu kiri dan
bergumam.

“Aku sangat bersemangat bahkan sampai tidak menyadarinya….Mungkin karena


peristiwa tadi aku terluka.”

Mereka berdua tidak mengerti apa yang Ishizaki katakan untuk sesaat, tetapi tak
lama mereka menyadari semuanya.

Seperti yang diduga ini adalah jebakan murahan yang dibuat Ishizaki.

Keduanya saling memandang dan tertawa keras. Namun, situasinya seketika


berubah.

“Berisik sekali kalian… Ada apa Ishizaki?”

“Ryuuen-san! Dengarkan aku Ryuuen-san! Mereka ini membuat bahuku


terluka…”

Saat perselisihan terjadi, secara kebetulan Ryuuen datang.

“Ryuuen…. Seorang bajingan ikut-ikutan terlibat… Tak kusangka kau


menggunakan cara yang mudah terbaca begini…”

“Hah? Bicara apa kau ini? Aku kemari karena mendengar keributan di sini…”

“Berhenti bercanda. Kau punya catatan buruk sebelumnya kan?”


(Tln: mengacu pada kasus Sudo di vol 2 dan Suzune di vol 5)
Arakiyota
“Catatan buruk kah… Mungkin saja kami memang memiliki catatan buruk itu…”

“Jadi kau paham ya…”

“Tapi yah… Meskipun ada atau tidaknya catatan buruk, kami tidak ada
hubungannya untuk yang kali ini. Jadi masalah besar kalau bawahanku yang
manis kalah bahkan terluka oleh cara curang kelas A.”

“Apanya bawahan yang manis… Yang memulai kan kalian. Aku panggil guru
lho…!”

“Kuku… Bila dalam masalah, kau harus mengandalkan guru. Pas banget… Yang
jadi korban pihak kami. Benarkan Ishizaki?”

“Benar. Aku adalah korban.”

“Apanya yang korban. Kalian orang-orang yang tidak serius berlomba di festival
olahraga…. Tidak apa-apa kan kupanggil guru?”

Matoba memutuskan hal itu tidak dapat dihindari.., membisikkan sesuatu pada
Shimizu, lalu Shimizu berlari ke suatu tempat.

Segera setelah itu, Shimizu, yang pergi untuk memanggil guru, kembali dengan
ekspresi bimbang di wajahnya.

“Kenapa? Gurunya mana?”

“Tidak itu───”

Shimizu tidak memanggil guru melainkan memanggil Hashimoto Masayoshi,


siswa di kelas yang sama dengannya.

“Aku melihat Shimizu berlari dengan ekspresi mencurigakan, lalu aku bertanya
padanya ada apa. Bila dengan ceroboh memanggil guru, yang ada nanti malah
Arakiyota
tambah kacau. Dan jika harus diputuskan hitam diatas putih, ada kemungkinan
kami tidak dapat berpartisipasi dalam lomba…”

“Tapi!”

“Aku paham. Tapi membuat kekacauan lebih besar itu adalah tujuan Ryuuen.
Jangan sampai terhasut…”

Hashimoto meletakkan tangannya di bahu Shimizu, menyuruhnya untuk tenang.

“Biar aku yang bicara dengannya.”

“…. Baiklah. Tolong ya…”

Matoba yang tidak punya pilihan selain menyerahkan situasi kepada Hashimoto,
melihat mereka dengan sedikit menjaga jarak.

“Selesaikan dengan damai aja lah Ryuuen.”

Di tengah keributan, Hashimoto yang mendengar masalahnya mendekat dengan


langkah tenang.

“Ha? Yang mulai duluan kan kalian… Kami hanya menanggapi perkelahian yang
kalian lakukan.”

“… Aku mengerti. Jika kalian tidak menarik diri, kami yang berada masalah.
Penghasil poin terbesar, kekuatan andalan kami di festival olahraga ini malah
terhahan disini. Maaf untuk mengatakannya, tapi Ishizaki tidak begitu bisa
mencapai hasil yang bagus. Benarkan?”

Tidak peduli siapa pun yang melihatnya, jelas bahwa hal itu disebabkan oleh
pihak Ryuuen.

Hashimoto memanfaatkan titik ini, mencoba sekuat tenaga untuk dapat


menahan laju Ryuuen.
Arakiyota
“Jangan mengatakan sesuatu yang meremehkannya. Ishizaki telah berusaha
sangat keras sampai berdarah-darah demi hari ini. Yah untuk menunjukkannya
dia mungkin dapat bertarung dengan setara melawan pengambil poin
terbesarmu itu… Benar kan?”

“Benar…”

Hashimoto yang sering kali melihat Ishizaki bermain-main seperti biasa, mau
tidak mau terkejut mendengar hal ini.

“Haduh… Kau tidak berubah selalu menyerang di saat-saat mepet ya…”

Hashimoto tahu dia tidak bisa bersaing dengan benar dalam debat, namun dia
tidak bisa menahan diri untuk tidak menggaruk-garukan kepala.

“Dengan ini jelas semua. Di festival olahraga, kau benar-benar serius untuk
menghancurkan kami ya… Membuat siswa terbaik kelas 1 berada di sini seperti
orang aneh itu usulanmu bukan?”

Pada tahap awal Hashimoto menyadari perkembangan, di mana siswa kelas 1


dengan kemampuan fisik yang sangat bagus mengikuti acara lomba yang sama
dengan siswa berkemampuan fisik terbaik di kelas 2-A. Tapi meski
menyadarinya dia tidak dapat menghentikan partisipasi masuk, dan sejauh ini
hasil yang dicapai lebih rendah dari yang diharapkan.

“Karena Hime-san tidak hadir, kami sudah cukup putus asa menghindar untuk
tidak di peringkat terbawah… Kalau kau menjadi musuh, tak ada lagi
kesempatan kami menang. Mari kita damai anggap hal ini berakhir imbang…”

“Berakhir imbang?”

Sikap Ryuen yang selama ini relatif ramah, berubah secara drastis, dan senyum
wajahnya menghilang.

Arakiyota
“Aku tidak tahu menau keadaan kelas A. Kami kelas D. Untuk ke atas kami
melakukan yang terbaik merangkak dari bawah. Jika kau berpikir kami bisa
dengan mudah menyabotase demi mencapai kesepakatan dengan kalian, kau
salah besar.”

Menyerang balik di titik rentan, membuat seringai Hashimoto membeku sesaat.

“Kalau gitu───harus gimana? Apa kami harus minta maaf sepihak?”

“Nah itu kau tahu… Bagaimanapun kami tidak sedang berusaha mendapatkan
uang dari kalian. Kami hanya ingin permintaan maaf tulus aja. Benarkan
Ishizaki…”

“Benar. Rasa sakit di lenganku sudah sedikit mereda, jadi permintaan maafnya
saja sudah cukup.”

Yang paling menyakitkan adalah kehilangan lebih banyak waktu. Setelah


memastikan tidak ada uang atau hal khusus lain yang diminta mereka,
Hashimoto memutuskan untuk menerima usulan tersebut.

“Aku akan membujuk mereka dulu, beri aku waktu sebentar…”

“Cepetan ya… Kami juga mau pergi ke acara lomba selanjutnya.”

Lebih dari lima menit telah berlalu sejak keributan dimulai.

Meminta maaf sekarang, lalu pergi berlari ke gimnasium pun tidak tahu apakah
bisa tepat waktu atau tidak.

“Kalian sudah dengar kan? Aku tahu kalian tidak menerimanya, tapi lebih baik
minta maaf saja…”

“Jangan bercanda. Kau bilang kau akan mengurusnya, jadi aku tutup mulut dan
mendengarkan. Tapi sekarang malah meminta maaf sepihak pada mereka?
Mana mungkin aku mau…”
Arakiyota
“Jadi, tidak apa kalau tidak menang? Dengan menjadi keras kepala kau mungkin
bisa melindungi harga diri dan membela diri. Tapi jika kelas kita kalah dengan
selisih 5 atau 10 poin apa kau bisa menerimanya?”

“I-itu…”

“Yang terpenting sekarang adalah kelas kita bisa menang… Benarkan? Yah
anggap saja kau merasa marah karena kebetulan menginjak kotoran anjing…
Cuma itu…”

Jika mau meminta maaf, mereka bisa segera pergi ke tempat acara lomba.
Hashimoto mencoba mendorong mereka melakukannya.

“Sialan…. Kenapa harus aku…”

Shimizu sangat kesal, tetapi kemudian dia menjadi tenang dan dengan enggan
setuju.

Dia maju ke depan untuk meminta maaf kepada Ishizaki.

“Tunggu Shimizu. Matoba juga sama bersalahnya. Dia seenaknya menuduhku


tidak melihat ke depan kan?”

“…. Matoba.”

“…. Aku tahu.”

Tidak ada pilihan selain berbaris berdampingan dan sedikit membungkuk pada
Ishizaki.

“Kami salah…. Dengan ini tak masalah kan?”

Dengan cepat mengangkat kepala mereka yang tertunduk dan hendak pergi,
tapi Ishizaki dengan cepat menghentikan mereka.
Arakiyota
“Ryuuen… Permintaan maaf mereka tidak terdengar dengan benar.., apa-apaan
ya ini?”

“Yah tentu saja. Dengan enggan mereka sedikit menundukkan kepala, tapi
dalam hati mereka meludahkan kata-kata buruk padamu. Kau tidak merasa
telah menerima permintaan maafkan? Ketulusan kalian kurang….”

“Apa kau waras Ryuuen. Kamipun tidak bisa berkompromi lebih dari ini.”

Sebelum menahan Matoba dan Shimizu, Hashimoto juga menilai bahwa ini
sudah di luar batas.

Memutuskan tidak ada cara lain selain guru ikut campur tangan, Hashimoto
berlari ke guru.

Dan dalam waktu sekitar 1 menit, dia akan kembali ke tempat ini dengan
seorang guru.

“Sebenarnya apa yang terjadi?”

“Sebenarnya───”

“Aku terima permintaan maaf kalian.”

Hashimoto hendak memberitahunya apa yang terjadi, tetapi tepat sebelum dia
melakukannya, Ishizaki berkata demikian.

“Maafkan aku Ryuuen-san. Padahal kau sudah memberi banyak nasihat untuk
orang sepertiku, tetapi aku malah tidak bersikap dewasa karena bahuku sedikit
ditabrak…. Itu sebabnya aku berpikir untuk menerima permintaan maaf
keduanya. Apa boleh?”

“Yah bukankah itu bagus? Kalau kau terima dan tidak mempermasalahkan, aku
yang orang tidak ada kaitannya tidak berhak untuk menghentikanmu.”
Arakiyota
Guru itu memahami situasi Ryuuen dan Ishizaki yang mencoba mengakhiri
masalah ini.

Hashimoto yang membawa seorang guru bersamanya karena dia tidak


menyelesaikan masalah tanpa campur tangan pihak guru, juga bingung karena
dia tidak bisa mengikuti alurnya.

Melihat situasi ini, guru tersebut mengambil kesimpulan.

“Kalian berdua menabrak Ishizaki lalu meminta maaf. Lalu dia menerimanya.
Jadi begitukan situasinya?”

“Itu!”

Shimizu mencoba berbicara di mana seolah-olah alur masalahnya telah


terselesaikan, tetapi Hashimoto menghentikannya.

“Sepertinya begitu. Masalahnya sudah bisa diatasi.”

“Kalau begitu tidak apa-apa. Bagaimanapun, ada baiknya untuk kalian


menghindari masalah selama festival olahraga.”

Hashimoto membawa mereka berdua yang tampaknya akan meledak karena


amarah menjauh dari tempat ini.

“Selagi ada guru yang melihat, cepat pergi, ya?”

Mereka berdua beberapa kali berbalik menatap tajam Ishizaki dan Ryuuen,
tetapi pada akhirnya mereka menghilang ke kerumunan menuju gimnasium.
Dan di waktu yang sama Ryuuen dan Ishizaki juga pergi dari tempat itu.

Di saat sudah tidak ada siapapun, Hashimoto mengeluh dalam-dalam.

Arakiyota
“Dia melakukannya di tengah banyak mata publik melihat kah… Yang benar saja,
karena itulah aku tak ingin menjadikannya musuh…”

Hashimoto merinding sampai ke tulang, tetapi meski dia mengatakan ini, dia
tersenyum gembira sendirian.

Sore, jam 3. Kurang dari satu jam lagi, festival olahraga akhirnya akan segera
berakhir.

Memasuki paruh terakhir, kami berhasil mempertahankan peringkat pertama.


Perbedaan poin dengan kelas 2-D yang menempati peringkat kedua sebesar 17
poin. Lebih baik untuk menganggap strategi tak terlihat yang dijalankan Ryuuen-
kun berhasil lebih dari yang kuharapkan. Tetap, tidak ada masalah di antara
kami siswa kelas 2, terlebih aliansi dengan kelas Ryuuen juga berfungsi dengan
baik.

Tetapi jika kami tidak mengumpulkan lebih banyak poin dalam satu jam
berikutnya, ada kecemasan untuk kami bisa kalah…

Berdiri di sudut gimnasium, aku melihat-lihat acara lomba yang tersisa, beserta
aturan dan jadwalnya.

Di sana, Ibuki-san yang tidak berusaha menyembunyikan kekesalannya, berjalan


mendekatiku.

“Tanding ayo.., ayo kita bertanding!”

“Kau mengatakan sesuatu yang aneh ya… Hasilnya sudah selesai dengan 2-1
kemenanganku ya kan?”

“Aku kan tidak ikut berpartisipasi…”

Arakiyota
“Mana kutahu… Kau yang salah karena tidak datang tepat waktu ke tempat
lomba kan?”

“Uh…! Aku cuma salah mengira waktunya doang…”

Ya. Di jam 1 lewat 20 menit, acara lomba balok keseimbangan adalah lomba di
mana menjadi penentuan nasib pertandingan kami.

Ibuki-san tidak dapat berpartisipasi dalam lomba karena dia tidak berhasil tiba
tepat waktu.

Tentu saja, aku tidak menahan diri.., selain itu meskipun tidak menang juara
pertama, aku bisa finish juara kedua dan mendapatkan 3 poin.

“Walau kau tidak mau mengakuinya, khalayak melihat hal tersebut sebagai
walkover.”

“Skornya 1-1, pertandingan kita masih belum selesai!”

Ibuki-san terus beteriak di telingaku, dan dia tidak punya niatan untuk mundur.

“Aku sudah mengikuti 9 acara lomba. Hanya terisa 1 lagi lomba yang bisa ku
ikuti tapi…”

“Itu, itu, ya itu! Kasih tahu kau berpartisipasi di acara lomba apa?”

“Jika kau sebegitu ingin bertanding.., seharusnya kau memohon dengan sikap
yang benar kan?”

“Ugh….!”

“Mau bertandang tidak? Apa kau tidak mau?”

“T.., tolong.., ber.., tandinglah denganku.., ku.., mohon…!!”

Arakiyota
Ibuki-san memintaku untuk bertanding dengannya dengan gemetar karena
marah seolah dia akan menyemburkan api dari mulutnya.

“Kau puas?”

“Ya… Itu membuatku merasa sedikit lebih baik.”

Situasi berubah dari menit ke menit dan limit acara lomba pun akan terpenuhi.

Haruskah pergi dengan rencana awal atau mengumpulkan poin yang lebih
banyak lagi?

“Sekarang jawab, kau akan berpartisipasi di lomba apa?”

“Bisa tidak kau diam sebentar?”

“Enggak!”

Tanggapan langsung, lalu dia menekuk jari-jari tangannya berulang kali


memprovokasiku.

Aku tidak ingin berurusan dengan Ibuki-san, tetapi jika aku mengabaikannya, dia
hanya akan menjadi lebih berisik lagi.

“Aku berencana berpartisipasi di lomba shuttle run.”

“Shuttle run.., apa yang kau maksud lomba lari bolak-balik tanpa henti sampai
pemindahan balok selesai?”

“Benar. Ini juga disebut lari ketahanan lari bolak-balik.”

“Sepertinya aku ingat pernah melakukannya di SMP… Oke, Ini adalah lomba
yang sempurna untuk menjadi pertandingan terakhir kita.”

Mengangguk puas, Ibuki-san mencoba mendaftar di tempat masuk peserta.


Arakiyota
“Apa yang kau lakukan?”

“Jika kau ingin berpartisipasi silahkan…”

“Tidak, kau juga ikut berpartisipasi kan? Kalau tidak di grup yang sama ya tidak
ada artinya lah…”

“Aku cuma baru mempertimbangkannya aja. Bukan berarti sudah kuputuskan.”

“Hah?”

“Sejujurnya, voli adalah hal terakhir yang ingin kuikuti saat ini.”

“Voli? Jumlah partisipasi peserta voli kan 6 orang… Dari kelihatannya, kau tidak
memikirkan hal itu ya.., mengumpulkan dan membentuk tim sekarang itu tidak
mungkin kan?”

Salah satu lomba yang diumumkan pada hari pelaksanaan festival olahraga,
adalah lomba terpisah untuk putra dan putri dengan partisipasi dari semua
kelas. Tapi karena membutuhkan 6 orang dengan kemampuan atletik yang baik
aku menilai hal itu sebagai penghalang, dan sepertinya kelas lain juga berpikir
sama, tim yang berpartisipasi dalam lomba voli memiliki kesan yang agak lemah.

“Dengan 10 menit tersisa untuk mendaftar partisipasi, saat ini kosong tiga tim.
Di lihat dari tim yang berpartisipasi, hanya sedikit lawan yang kuat. Jika bisa
menang itu adalah kompetisi yang layak untuk meninggalkan lomba shuttle run.
Di kompetisi tim, di mana tidak ada pilihan untuk berimprovisasi, banyak hal
tergantung pada siswa yang memiliki kemampuan luarbiasa. Jika satu atau dua
siswa yang percaya diri dengan kemampuannya datang, peluang untuk menang
pun terlihat.”

“Terus gimana dengan permohonan putus asaku barusan?”

“Sayang sekali tapi maaf kau harus menyerah…”


Arakiyota
Ibuki-san tercengang. Kupikir dia akan marah lagi, tetapi dia hanya kecewa dan
pasrah.

Semuanya dimulai karena kesalahpahaman dia sendiri tentang jam masuk acara
lomba.

“…. Ah begitu kah. Jadi pertandingan kita selesai sampai sini ya…”

“Apa kau tidak mau ikut lomba voli?”

“Pass. Perlu 5 orang untuk bisa melawanmu… Tidak mungkin aku bisa
mengumpulkan orang sebanyak itu.”

“Tak punya teman kah…”

“Kau juga sama denganku kan…”

“Setidaknya ada teman sekelas yang mau berkerjasama bila kupanggil


mereka…”

“Meragukan… Yah bagaimanapun aku hanya ingin menyelesaikan pertandingan


dengamu, tetapi lain kali aja deh…”

Asal tahu saja, tercatat yang menang aku sih…, tapi yah terserah lah.

“Kau tidak berpartisipasi di lomba shuttle run?”

“Aku cuma tertarik menyelesaikan pertandingan denganmu. Aku tidak mau


repot-repot berkontribusi untuk Ryuuen.”

“Itu menguntungkan sekali. Semakin sedikit poin yang kau kumpulkan, semakin
dekat kemenangan kelasku.”

Lebih baik membiarkan hal ini terus berlanjut tanpa memprovokasinya.


Arakiyota
Itu yang kupikirkan tapi entah kenapa Ibuki-san tetap tidak meninggalkan
tempat ini.

“Apa masih ada urusan lagi?”

“Kalau jumlah timmu tidak cukup untuk berpartisipasi di kompetisi bola voli, kau
akan berpartisipasi shuttle run kan?”

Batas waktu pendaftaran lomba voli jam 2 lewat 20 menit. Batas waktu shuttle
run jam 2 lewat 25 menit.

Ibuki-san menyadari bagian yang tidak kusebutkan.

“Kurasa aku sudah terlalu berlebihan. Aku tidak sadar ternyata kau memiliki
sesuatu untuk dipikirkan juga ya…”

“Berisik… Pokoknya aku akan menemanimu sebentar.”

Skenario terburuk, jika jumlah orang untuk berpartisipasi dalam lomba voli tidak
mencukupi, shuttle run dengan Ibuki adalah cara untuk menyelesaikan
pertandingan.

Yah mungkin itu tidak buruk juga.

Aku mencoba melihat gadis-gadis di kelasku yang berada di bangku penonton


untuk mencari siswa berbakat yang ada. Namun siswa yang menguntungkan
seperti itu tidak dapat ditemukan dengan cepat, dan waktu pun terus berlalu.

Tiba-tiba tanpa kusadari Ibuki-san yang ada di sampingku sedang duduk dan
menguap disana.

‘Cepat menyerah dan ayo kita bertanding di lomba shuttle run’. Tatapan mata
Ibuki-san mengisyaratkan hal seperti itu kepadaku.

Arakiyota
“Eh…? Bukankah ini Horikita-senpai dan Ibuki-senpai? Terima kasih atas kerja
keras kalian…”

Sambil menunggu siswa calon anggota yang mungkin kuajak.., siswa kelas 1,
Amasawa-san berbicara pada kami.

Pada saat itu, Ibuki-san yang tadi sedang duduk seketika langsung berdiri dan
melototinya.

“Ah. Tidak. Wajahmu menakutkan banget… Apa mungkin lagi datang bulan ya?”

Kata Amasawa-san mengejeknya. Tapi sepertinya setengah maksud dari


perkataan tersebut tidak tersampaikan pada Ibuki-san.

“Jika kau masih ada kouta untukmu berlomba, bagaimana kalau bertanding
denganku?”

“Oh iya hari ini kita tidak saling melawan di perlombaan ya? Yah mau bagaimana
lagi, sangat sulit untuk bertanding kalau dengan siswa beda kelas tahun ajaran.
Lebih baik hentikan niat untuk bertanding melawanku… Nanti kalah lho…”

“Jangan meremehkanku… Berterima kasihlah kita tidak saling melawan di


perlombaan…”

“Masih sok kuat seperti biasa ya… Ngomong-ngomong, apa yang kalian berdua
lakukan di sini? Jika tidak berpartisipasi di acara lomba, bukankah akan gawat
kalau tidak memberikan dukungan kepada peserta lain?”

“Kau ikut juga lomba shuttle run Amasawa. Dengan begitu kita bisa
bertanding…”

“Kalian Senpai berencana ikut lomba shuttle run ya? Kalau aku───”

“Akhirnya ketemu juga…”

Arakiyota
Saat kami sedang berbicara, Kushida-san muncul. Kupikir dia sedang
mencariku.., tapi Kushida-san tidak melihat ke arahku melainkan melihat
Amazawa-san.

“Kupikir seseorang mengejarku, tapi itu Kushida-senpai kah… Ada apa ya? Jika
tidak masalah ada Horikita-senpai dan yang lainnya, aku tidak keberatan
mendengarkan apa yang ingin Kushida-senpai bicarakan.”

“Horikita───san? ….. Jadi kau ada disini ya…”

Dia sepertinya begitu fokus pada Amasawa-san sampai tidak menyadari


kehadiran kami.

“Ah, maaf, Kushida-senpai. Sepertinya teman-temanku semua ada di sini, jadi


aku harus pergi…”

Di arah yang dia tunjuk, ada siswa sesama kelas 1, Nanase-san, dan 4 gadis yang
tidak kukenal.

“Aku datang ke gimnasium untuk berpartisipasi di kompetisi voli. Ini pertama


kalinya aku bermain voli~”

Tampaknya Amasawa-san berencana ikut kompetisi voli.

Seperti yang diduga, siswa kelas 1 bergerak begitu melihat keadaan di mana
rendahnya tim yang ikut berpartisipasi.

“Sampai jumpa… Lakukan yang terbaik di shuttle run ya~”

Setelah datang seenaknya dan berbicara semau-nya, Amasawa bergabung


dengan grupnya.

“Dia ikut kompetisi voli.”

Kata Ibuki-san selagi melototi punggung Amasawa-san.


Arakiyota
“Iya…”

“Kalau gitu aku juga ikut. Lagipula sulit bagimu mengumpulkan 5 anggota kan…”

“Eh…?”

“Aku bilang aku akan ikut berpartisipasi… Menjengkelkan memang


berkerjasama dengamu.., tapi ini adalah kesempatan untuk mengalahkan siswa
kelas 1 yang kurang ajar itu…”

Jika Ibuki-san mau bekerjasama, tidak ada keluhan pada kemampuannya untuk
bertanding.

Tapi….

“Jangan putuskan seenaknya sendiri. Aku belum bilang kau akan kutarik dalam
timku.”

“Hah? Padahal satu orang aja belum kekumpul?”

“Kompetisi tim akan mendapat poin yang sama. Bukankah wajar jika ingin
mengisi kekurangannya dengan kelas sendiri daripada diisi dari siswa kelas
lain?”

Meski aku susah payah mengumpulkan poin dengan baik, kelas Ibuki-san berada
di peringkat kedua.

Dengan kata lain, selisih poin kelas kita sama sekali tidak menjauh.

“Bodo amat masalah itu. Selama bisa melihat wajah frustrasi Amasawa, aku
enggak keberatan…”

“Pokoknya tergantung anggota tim. Rasio kelasku yang ikut harus lebih banyak
adalah syarat mutlak.”
Arakiyota
“Kalau begitu, apa boleh aku ikut berpartisipasi?”

Kushida-san yang juga melihat punggung Amasawa-san, mengucapkan hal ini


tanpa mengubah tatapannya.

“Apa maksudmu itu Kushida-san? Pada titik ini aku tidak berpikir kau berubah
pikiran dan sekarang bersedia untuk bekerjasama…”

Begitu aku terus terang mengungkapkan apa yang kupikirkan, Kushida-san tidak
menyangkalnya.

Namun, aku penasaran dengan tatapan matanya yang dengan kuat tertuju pada
Amasawa-san.., bukan padaku.

“Aku punya hutang pada siswa kelas 1 Amasawa-san…”

“Pada Amasawa-san…?”

“Kau juga?”

“Aku tidak akan memberi tahu apa alasannya, tetapi aku bisa membantumu
untuk membayar hutang itu.”

“Kalau begitu, kau sangat diterima. Sebagai teman sekelas dan kemampuan
tempur, tidak ada keluhan sama sekali.”

Kata-kata musuhmu adalah musuhku sering diucapkan. Menjadi sekutu dengan


cara yang tak terduga.

“Tapi tak salah lagi dia akan menjadi musuh yang kuat…”

“Ya itu pasti…”

Ibuki-san mulai melakukan pemanasan dan sangat bersemangat…


Arakiyota
Melihat situasi seperti ini dari kejauhan, Amasawa-san tertawa seakan ada yang
lucu.

Aku dan Ibuki-san telah menghadapi secara langsung betapa hebatnya


Amazawa-san, namun rincian tentang orang-orang di timnya tidak diketahui.
Dari yang kuingat pada nilai yang ada di OAA, kemampuan fisik Nanase relatif
tinggi, tapi untuk yang lainnya aku tidak memiliki kesan terhadap mereka. Aku
yakin dapat mengingat nama-nama siswa yang memiliki nilai OAA mendekati A,
meskipun menganggap mereka memiliki kemampuan, paling tidak B atau
kurang dari itu…

Yang lebih penting, masalah terbesarnya adalah kami masih kekurangan 3


orang.

Menganalisis kemampuan lawan selagi tidak memenuhi persyaratan jumlah


orang untuk partisipasi itu sama saja seperti menghitung kulit rakun yang belum
tertangkap.

“Syarat 3 orang sisanya? Kau ingin menghindari siswa dari kelas Ryuuen-kun, itu
saja kan?”

Kushida-san bertanya tentang pemilihan calon anggota tim.

“Ya… Tentu saja kalau bisa aku ingin untuk anggotanya dari kelas kita. Namun,
prioritaskan pertandingan, kemenangan yang jadi utama.

“Aku mengerti. Tolong tunggu sebentar…”

Mengatakan itu, Kushida-san mulai berjalan pergi menjauhi kami.

“Apa yang dia mengerti? Memangnya mau melakukan apa dia? Tidak mungkin
ada yang mau membantu kita dengan mudah kan…”

Arakiyota
Saat aku mengikuti Ibuki-san yang penasaran dengan apa yang dilakukan
Kushida-san, dia pergi berbicara dengan Rotsukaku-san.., seorang siswa dari
kelas Sakayanagi-san. Setelah berbicara sebentar, mereka berdua pun pergi
menemui Fukuyama-san yang berada di kelas Sakayanagi-san. Lalu terakhir
Kushida-san berbicara dengan para siswa yang hadir di gimnasium untuk
mendukung perserta lain.

“Dia kalau tidak salah Himeno-san dari kelas Ichinose-san.”

2 siswa dari kelas A, 1 siswi dari kelas C, membutuhkan beberapa puluh detik
untuk ke 4 orang itu saling berbicara.

Kushida-san pun kembali dengan membawa ketiga orang itu.

“Mereka bilang bisa ikut di kompetisi voli. Himeno-san tidak begitu baik bermain
bola voli tapi dengan bantuan dari kami berlima dia setuju. Kompetisi ini
serahkan saja pada kami…”

Dia tidak merujuk padaku, Kushida-san berbicara pada Himeno-san dengan


mode normal yang biasa.

Terlebih bersedianya 2 siswa dari kelas A berkerjasama dengan kami


membuatku sangat terkejut.

“Kami sudah resah akan kalah, walau paling buruknya tidak bisa menang, kami
ingin meninggalkan catatan berkontribusi. Ya kan?”

Keduanya saling memandang, dan mengangguk.

Karena kelas A tenggelam di peringkat bawah, makanya mereka ingin mendapat


pencapaian kah…

Menyadari mentalitas seperti ini, Kushida-san bisa langsung mengetahui siswa


berbakat.

Arakiyota
Bahkan jika tidak ingat nilai OAA Fukuyama-san dan temannya Rotsukaku-san,
aku tahu tentang seberapa baik kemampuan fisik yang mereka.

“Itu adalah sesuatu yang tidak akan pernah bisa kau lakukan, Ibuki-san.”

“Berisik. Kau sendiri tidak bisa menemukan satu orang pun juga…”

“Ada lima atau enam orang di gimnasium yang masih bisa dihubungi…. kupikir
mungkin ini anggota tim terbaik yang bisa kita buat saat ini.”

Bagaimanapun ada 6 anggota yang cemas untuk berpartisipasi kompetisi voli


sudah berkumpul.

Perbedaan jumlah siswa dari kelas Ryuen hanya satu. Namun, daripada
bertanding di lomba shuttle run yang hanya mendapatkan 2 atau 3 poin, lebih
baik memenangkan 10 poin di kompetisi voli.

Perbedaan poin tidak tekejar meskipun kalah merupakan keuntungan kelasku.

Aku dan Ibuki-san menjadi 2 teratas, Kushida-san, Rotsukaku-san, Fukuyama-


san siswa yang dapat mengambil tindakan.

Ada beberapa kekurangan pada Himeno-san yang hanya untuk memenuhi


jumlah anggota, tapi kemampuannya cukup untuk memberi perubahan.

Kami memenangkan ronde pertama tanpa masalah dan sedang menonton tim
Amasawa-san. Yang memimpin pertandingan adalah Nanase-san. Baik secara
offensif maupun defensif, dia membuat lawannya kewalahan dengan gerakan
yang sangat mengesankan.

“Aku tidak tahu tentang Nanase.., tapi bukankah Amasawa tidak lebih hebat
dari yang dikira?”
Arakiyota
“Kemampuannya memang tidak begitu baik sampai harus diwaspadai. Kupikir
dia yang bilang baru pertama kali bermain voli itu hanya bercanda tapi…”

Bisa saja dia menahan diri, tapi sejauh yang terlihat suasananya tidak begitu.

Pergerakan dia masih lebih baik dari pada orang yang tidak melakukan gerakan
menyerang atau bertahan.

Namun, situasinya secara perlahan berubah saat memasuki pertengahan


pertandingan.

Mata Ibuki-san yang tadinya kehilangan ketertarikan, mulai berubah serius.

Dalam waktu kurang dari 10 menit waktu permainan, keterampilan Amasawa-


san terlihat meningkat.

Kemampuan adaptasi dan pemahaman luar biasa yang tidak dapat dijelaskan
hanya dengan memiliki kemampuan fisik yang tinggi. Saat Amazawa-san mulai
menunjukkan bagian ini, Nanase-san melakukan spike untuk mengakhiri
pertandingan.

“Tim dia bertanding melawan kita masih di ronde-ronde selanjutnya. Saat itu
keterampilan dia pasti akan lebih baik lagi.”

“Yah meski begitu, enggak ada tuh namanya pengalaman atau apalah cuma
tanding beberapa match doang… Bisa menang, bisa menang.”

Terlalu optimis itu berbahaya, tapi pada kenyataannya, dengan Nanase di


belakangnya, Amazawa memenangkan pertandingan tanpa terlalu banyak
menyentuh bola.

Kami pun terus menang berturut-turut, dan final dimulai jam 3 lewat 40 menit.

Arakiyota
Di festival olahraga ini, ada banyak perbedaan dari aturan normal pada
kompetisi biasanya. Tidak terkecuali aturan kompetisi bola voli. Tidak ada
pergantian servis.., siapa pun dapat melakukan servis, dan tim dengan 10 poin
pertama atau tim dengan poin terbanyak dalam 10 menitlah yang menang. Jika
saat waktu berakhir skor seri, maka tim yang mengejar poin berhak melakukan
servis dan permainan dilanjutkan ke perpanjangan waktu dengan keunggulan
satu poin, dan seterusnya.

“Kurasa sudah waktunya bagiku melihat wajah kekalahanmu.”

“Apa puas hanya menang-kalah di pertandingan bola voli? Ibuki-senpai…”

“Pertama mengalahkanmu di bola voli. Kemudian, aku akan mengalahkanmu


dalam perkelahian.”

“Hahaha… Cara berpikirmu itu aku tidak membencinya.”

Selagi menunggu sinyal untuk memulai pertandingan, mereka tidak saling


memberikan semangat untuk memainkan pertandingan yang bagus, melainkan
saling memprovokasi satu sama lain.

Sosok Amasawa-san memang sangat menyeramkan, namun yang harus


diwaspadai adalah Nanase-san.

“Sama seperti di match sebelumnya, aku akan menjadi attacker. Aku akan men-
smash semua ke sana.”

Mengatakan itu, Ibuki-san lebih antusias lebih dari sebelumnya.

Walau kesulitan dalam mengkontrol spikes-nya, aku tidak meragukan daya kuat
spikes yang dilayangkan Ibuki-san. Saat pertandingan final dimulai, Ibuki
melayangkan servis, dan satu poin pun didapatkannya.

Kupikir kami bisa mendapatkan momentum, tetapi spike Nanase-san segera


membawa satu poin itu kembali.
Arakiyota
Saat aku merasa ini akan menjadi pertandingan yang ketat, tetapi ternyata
sedikit unggul dan mengakhiri paruh pertama pertandingan dengan keunggulan
tipis 4-2. Seperti yang terlihat, Nanase-san setara denganku dan Ibuki-san, tapi
selain itu, kami tampaknya memiliki sedikit keuntungan.

Tapi situasi di pertengahan pertandingan berubah. Dimana waktu tersisa kurang


5 menit lagi.

Setelah tiga langkah, Ibuki-san melompat dan melayangkan spikes. Lalu dari
balik net, Amazawa-san muncul mem-block spikes yang sebelumnya telah
mencetak banyak poin.

Tidak, dia tetap mempertahankan momentum dan memukul kencang bola


tersebut.

Satu poin diberikan kepada tim siswa kelas 1, begitu bola jatuh di bidang
lapangan kami.

“Sayang sekali ya~ Ibuki-senpai… Yang tadi itu namanya apa ya Nanase-chan?”

“Dike, mungkin? Bukan berarti aku tahu dengan rinci juga sih…”

“Yah… Aku sudah mengetahui pola serangan Senpai, jadi mulai sekarang
serangan itu tidak dapat berkerja lagi…”

“Huh! Selanjutnya pasti akan masuk!”

“Tenanglah. Cuma kebetulan satu kali seranganmu dihentikan.”

“Berisik. Nanti bolanya pass padaku…”

Lalu saat skor 5-3, tim kami melakukan servis.

Kalau servis ini masuk akan jadi lebih mudah, tapi…..


Arakiyota
Menurut aturan, bila bola out satu poin diberikan kepada lawan.., membuat
server tidak boleh membidik ke arah sembarangan.

Jika memukul ke arah yang pasti, tentu saja bola pasti akan block dan
dikembalikan.

Tapi, disini lebih baik memperkuat pertahanan dan menyerahkan bola pada
Ibuki-san.

“Kali ini───tenggelamlah!!”

Dia mengubah ritmenya, melambung tinggi setelah dua langkah, dan


memberikan lompatan terbaiknya di hari ini. 2 siswa kelas 1 melompat untuk
mem-block, namun mereka tidak bisa menyentuhnya dan bola jatuh dalam garis
lurus lantai lapangan. Tapi yang menghalangi hal itu adalah Amasawa-san.
Seolah-olah tahu bola akan datang ke tempat itu, dengan receive yang indah dia
menghancurkan momentum dan bola pun melayang di bidang lapangan musuh
kami.

Rambut emas melambai, Nanase-san melompat tinggi menembakkan spikes


yang mengarah kepada Himeno-san. Kushida-san segera secara paksa masuk ke
depan Himeno-san yang terpaku, tidak bergerak, bermaksud mencoba
melakukan receive, tapi dia tidak mampu mengontrol kekuatan bola tersebut.

Pertandingan melawan tim kelas 1 yang sedikit demi sedikit mulai mengejar,
akhirnya menjelang match berakhir skor sama.

Dengan skor 6-6. Di waktu yang hanya terisa 2 menit, bila tempo pertandingan
tetap seperti ini ada kemungkinan pertandingan final di akhir dengan time-out.

“Selanjutnya aku juga akan melakukannya!”

Ibuki-san yang serangannya telah dua kali diblock oleh Amasama-san, bertekad
selanjutnya akan memasukkan bola.
Arakiyota
Aku juga menginstruksikan rekan satu timku untuk memberikan bola dan game
pun dilanjutkan.

Begitu bertukar receive, untuk pertama kalinya Amasawa-san melakukan set-up


untuk menembakkan spikes.

“Memangnya kau saja yang bisa melakukannya(dike)?”

Ibuki-san melompat untuk mem-block spikesnya. Tapi tepat setelah itu, sosok
Nanase-san muncul di belakang Amasawa-san.

“Sayang sekali~”

Amasawa tersenyum sebagai fake.


(Tln: fake disini maksudnya pengalihan)

Sejak awal yang menembakkan spike adalah Nanase-san.

Lengah karena terkejut, Ibuki-san mengulurkan tangannya tetapi tetap tidak


bisa menyentuh bola.

Pada bola yang di arahkan ke lantai lapangan dengan sudut tajam───Kushida-


san meluncur masuk untuk melakukan receive.

“Ibuki-san!”

Perhatian semua orang beralih ke Ibuki-san, dan siswa kelas 1 bergegas ke posisi
bertahan.

Sedangkan Amasawa-san menunggu serangan dari Ibuki-san dengan ekspresi


santai di wajahnya.

“Yang benar aja───!?”

Arakiyota
Meskipin dia bertujuan untuk melakukan spike bahkan dalam situasi yang sulit,
tetapi Ibuki-san tidak dapat menemukan arah yang tepat.

Ibuki-san masih yang memukul bola, sambil menggertakkan gigi manahan emosi
baralih memberikan passing.

Menerima tekad Ibuki-san, aku melepaskan kekuatan fisik yang telah kusimpan
selama ini.

Arakiyota
Setelah bola melewati blocking Amasawa-san, spike yang kutembakkan
langsung melesat ke arah Nanase-san yang sudah menunggu. Karena mulai
lelah, Nanase-san tidak bisa menahan bola dengan baik, membuat bola itu out
dari lapangan. Jika dia dalam kondisi sempurna, Nanase-san mungkin bisa
melakukan voli dengan indah.

Bagaimanapun, skor kami 7-6, keunggulan satu poin di waktu yang semakin
sedikit.

Suka tidak suka, servis kami ini akan mengakhiri pertandingan dalam waktu
sekitar satu menit.

“Baiklah, waktunya untuk serius…”

Seakan selama ini tidak bermain dengan serius, Amasawa-san mengatakan itu.

Nanase-san dengan cerdas menindaklanjuti servis Ibuki dan menghalaunya.

Bola kehilangan kekuatannya dan melayang tinggi ke udara, dan kami menatap
bola itu di satu titik.

“Yang diincar───!”

Bola voli yang dilayangkan itu mengincarku berputar dengan kecepatan tinggi.

Terlepas dari aku yang memfokuskan diri untuk bereaksi dengan cepat, tetap
saja reaksi terlambat.., saat berusaha menjangkaunya, bola yang terbuka itu
tidak dapat kujangkau.

Bunyi bola yang menyentuh lantai dengan keras menggema.

“Out!”

Sebuah hal yang beruntung di tengah kemalangan, di mana reaksiku terlambat


untuk menyentuh bola. Setengah garis putih pada bola berada di luar lapangan.
Arakiyota
“Aduh… Maaf Nanase-san, aku meleset. Mengontrol dengan sempurna itu sulit
juga ya…”

“Untung saja… Tapi, potensi kemampuan dia tidak bisa dianggap remeh…”

Meski memberi pujian pada kemampuan tidak terduga dan kepekaan Amasawa-
san, bagi kami itu adalah pelarian sempit dari bahaya. Selisih yang tadinya satu
poin kini menjadi 2 poin. Tak lama kemudian mereka mendapat satu poin, tapi
setelah itu suara peluit menggema.., Nanase-san, yang mengangkat lemparan
itu, membuat wajah terengah-engah. Dan Amazawa-san, yang hendak
melayangkan bola ke arah kami, tanpa mengayunkan tangannya, bolanya pun
jatuh ke lantai.

“Yah time-out… Padahal baru aja lagi seru-serunya…”

Amasawa-san sama sekali tidak terlihat frustasi.., dia hanya bermain voli dan
mengucapkan pujiam atas pertandingan yang bagus.

Setelah berbicara santai dengan Nanase-san dia meninggalkan lapangan.

Meski kalah mereka tetap mendapatkan poin karena meraih peringkat kedua di
kompetisi voli.

Dan kami, tentu saja, berhasil mendapatkan poin tinggi sebagai tim yang meraih
peringkat pertama.

“Entah kenapa aku tidak terima…. Rasanya seperti enggak menang…”

“Di akhir mereka terdesak oleh waktu. Memikirkan jika tidak time-out
membuatku mengigil…”

Kami seharusnya menang dengan pikiran jernih, tetapi kami dibiarkan dengan
perasaan karut marut setengah hati.

Arakiyota
Namun kemenangan ini sangat besar, dan itu adalah pertarungan sengit yang
merupakan akhir yang tepat untuk festival olahraga.

Saat kusadari, meski tersebar ada beberapa penonton memberikan tepuk


tangan.

Festival olahraga semakin menuju akhir. Gimnasium dipenuhi dengan


kegembiraan yang tak biasa karena final kompetisi tim telah dimulai di sana-sini.

“Sebentar lagi pertandingan ya Sudo-kun. Apa kau sudah bersiap?”

Di festival olahraga ini, Sudo dan Onodera yang telah bekerja sama untuk
berpartisipasi dalam banyak kompetisi berpasangan, kini telah mencapai final
tenis ganda campuran sebagai acara ke-10.

“…. Ya.”

Walau merasa agak tidak nyaman dengan tanggapan tanpa semangat itu,
Onodera melanjutkan.

“Meski begitu, tidakkah kau berpikir kita ternyata duo yang hebat? Sejauh ini
kita meraih 4 kemenangan di 4 kompetisi tim. Pasti semua orang di kelas
terkejut ya…”

Dalam dua pertandingan hingga saat ini, ada satu pertandingan dengan
pasangan sesama kelas 2 dan satu pertandingan dengan siswa kelas 3, tetapi
pasangan Sudo-Onodera menang tanpa mengalami kesulitan, dan mereka
sekarang telah memenangkan lima pertandingan tim berturut-turut.

Selain itu Sudo telah meraih 9 kemenangan termasuk kompetisi individu. Dia
juga sedang mengusahakan meraih 10 kemenangan secara berturut-turut.

Arakiyota
Di sisi lain, walau tidak finish di tempat pertama pada 9 lomba, Onodera juga
tetap terus menerus menang.

Sementara perkataan Onodera sendiri hanya lip service.., Sudo tidak


menanggapi dan pandangannya tertuju pada sesuatu yang lain.

“Apa kau tertarik dengan siswa kelas 1 itu? Sepanjang waktu kau terus
melihatnya…”

“Eh?”

“Dia… Housen kan? Ukuran tubuhnya tidak seperti siswa kelas 1.., dan dia
memiliki aura yang luarbiasa ya… Tapi bagaimana mengatakannya ya.., Sudo-
kun memperhatikan dia bukan hanya itu saja kan? Apa terjadi sesuatu?”

“Tidak terjadi apa-apa kok… Jangan dikhawatirkan…”

Housen dan pasangannya yang memainkan pertandingan di depan Sudo dan


Onodera menang telak.., lawan mereka di final pun sudah diputuskan. Sudo
yang menatap Housen selagi berbicara pada Onodera dengan ketidakpedulian..,
dan Onodera sedang melihat sosok Sudo yang seperti itu.

Sudo yang sampai saat ini menghadapi kompetisi tanpa memikirkan apapun,
tetapi kini jelas pikirannya buyar.

Tidak hanya hari ini, tetapi Onodera yang sudah bekerjasama dengan Sudo
untuk sebagian besar waktu dalam persiapan festival olahraga. Dari latihan,
makan siang sampai berangkat pagi ke sekolah bareng juga menghadiri berbagai
pertemuan untuk latihan.

Karena itulah.., Onodera kini memiliki kemampuan untuk mengetahui


perubahan Sudo melalui ekspresinya.

Walau keterampilan motoriknya luarbiasa, Sudo memiliki beberapa kelemahan.

Arakiyota
Dia memiliki kepribadian yang kasar dan mudah terbawa suasana. Dan
kepribadian dia yang mudah kehilangan kesabaran.

Hal ini terkadang menjadi penghambat saat Onodera bertindak bersama


dengannya.

“Pertandingan final akan segera dimulai. Dimohon untuk bersiap-siap!”

Ketika sedang duduk untuk mengistirahatkan tubuh, salah satu anggota staf
mendekati kami.

“Baiklah, Ayo keluarkan semua kekuatan kita dan raih kemenangan dengan
cepat!”

Onodera, mengosongkan pikirannya saat Sudo yang berpura-pura tenang


mengatakan hal itu padanya.

‘Jika ada sesuatu yang terjadi dengan Housen, asalkan bukan hal yang
merepotkan, itu tak masalah.’

“Oke…”

Sudo dan Onodera yang bicara dalam hati untuk dirinya sendiri, mengambil
raket.

Satu per satu, teman sekelas mulai muncul di gimnasium untuk menyemangati
Sudo dan Onodera.

Mungkin karena orang dewasa juga memiliki minat yang kuat pada
pertandingan final, orang-orang menghentikan langkah kaki mereka.

“Suasana seperti di turnamen besar ya…”

“Ya… Ini ketegangan dan kegembiraan yang membangkitkan semangat.”

Arakiyota
Termasuk kompetisi klub, tak ada kekhawatiran bagi keduanya yang kuat di
turnamen besar.

Tetapi….

“Aku tidak pernah berpikir akan bertanding melawanmu di final… Sudo-


paisen…”
(Tln: paisen adalah bentuk lain dari senpai untuk sebutan panggilan senior dalam bentuk
informal)

“Housen…”

Suasana berubah ketika Housen berbicara kepada Sudo di seberang net.

“Kau tidak berpikir bisa mengalahkanku dalam tenis kan? Aku akan
menghancurkanmu, jadi nantikan itu ya…”

Pertandingan double dimulai dengan waktu terbatas.

4 poin di game 1, game 2, game 3, gamematch. Hak untuk melakukan servis


memakai aturan khusus pertandingan jangka pendek di mana pihak yang
mendapat poin akan melakukan servis, bukan beralih saat game set selesai.
Selain itu, tim tidak harus mengubah servis, dan setiap anggota tim dapat
mengulangi servis.
(Tln: fyi prihal tenis: match terdiri dari 3 set dan 1 set terdiri dari 4 game lalu 1 game untuk
mendapat 1 (15) poin.)

Housen memulai pertandingan dengan serangan tajam. Servis kuat dilepaskan


dari Housen yang bertubuh bongsor dengan mudah mengenai lapangan. Di sisi
lain servis Sudo sangat lemah, saat bola dikembalikan satu demi satu dan
melakukan inside-in, dalam waktu kurang 1 menit, skor 3 poin (40) – 0 poin
(love).
(Tln: di tenis love sama dengan 0 poin)

“Bohong… Cepet banget… dia orang yang punya pengalaman di bidang ini ya?”

Arakiyota
Tidak heran Onodera kebingungan, bola yang Housen layangkan menghantam
lapangan dengan kecepatan yang membuatnya merasa takut.

“Ada apa Sudo? Kau bukan tandinganku kalau seperti itu…”

“Sial!”

Saat tangannya mencengkeram raket dengan kuat, Sudo mengangkatnya dan


mencoba membanting raket itu ke tanah.

“Sudo-kun jangan!”

“Ugh…”

“Apa kau tidak tahu, kau selalu gagal saat marah seperti itu?”

“Ta-tapi…!”

Sudo tiba-tiba merasa sangat stress karena dia tidak lagi memiliki target untuk
melampiaskan kekesalannya. Housen yang melihat hal itu di seberang net,
tertawa mencibir.

“Aku tidak akan berkata sesuatu yang angkuh, tapi jelas gerakanmu sangat
buruk dari pada pertandingan sebelumnya lho…”

Onodera menunjukkan poin di mana Sudo terlalu terpaku dengan Housen yang
ada di depan, sampai membuat gerakannya melambat.

“Aku tidak akan menyerahkan servis kepada Sudo-kun yang sekarang…”

Dengan bola di tangan, Onodera menginstruksikan Sudo mengambil posisi


bertahan, lalu melepaskan servis.

Arakiyota
Onodera memukul bola dengan tajam yang tidak seperti seorang gadis tanpa
pengalaman tenis, tetapi seketika Housen dengan cepat menutup jarak,
menggunakan raket seperti jari-jarinya sendiri, menunjukkan teknik yang indah.

Sudo mengulurkan tangannya, tapi meski sudah berusaha sangat keras dia
hanya bisa menggapai bola di tepi raket, membuat tim kelas 1 mengambil game
pertama tanpa membiarkan tim kelas 2 mendapat satu poin pun.

“Seperti yang kuduga, kau bukan apa-apa Sudo. Menjadi anjing pencundang
memang cocok untukmu…”

Dibandingkan dengan Housen yang benar-benar menikmati pertandingan, gadis


pasangannya tidak dapat menyembunyikan ekspresi ketakutan. Adapun,
Housen menangani hampir semua pertandingan sendiri, dan itu praktis
membuat pertarungan seakan dua lawan satu.

Di game kedua, diperkirakan serangan sepihak Housen akan berlanjut, namun


suatu perkembangan yang mengejutkan terjadi.

Bola yang dilayangkan Housen kini tidak memiliki kekuatan.., Onodera


beradaptasi dan memukulnya kembali di depannya.

Onodera bertanya-tanya, ‘apa dia mulai lelah…’

Seketika lengan Housen terayun dengan lebar.

Pukulan secepat dan sekuat peluru ditembakkan. Bola meluncur lurus ke arah
Onodera, yang melindungi bagian depan seolah mengincarnya. Ekspresi
Onodera terlihat kesakitan, saat bola menyerempet pipinya.

Karena terkejut dan takut, Onodera tanpa sadar menjatuhkan raket ke


lapangan.

“Kau… itu sengaja kan!”

Arakiyota
“Hah? Mengincar di dekat tubuh lawan adalah hal yang wajar kan? Jika
memukul bola terlalu jauh, yang ada malah dikembalikan. Ini saja kau tidak
tahu? Baru 1 drive udah protes aja…”

“Sial!!”

Housen dengan percaya diri menegaskan keabsahannya. Lalu Onodera dengan


buru-buru mengambil raket.

“Tidak perlu khawatir… Cuma keserempet dikit doang kok… Lagi pula, seperti
yang dia katakan, bukankah tenis tentang mengincar dekat dengan lawan dan
mengembalikan bola?”

“Itu sesuatu yang biasa dikatakan oleh pemain tenis. Ini adalah festival olahraga,
kau tahu?”

Kesampingkan pemain tennis biasanya, Sudo dengan kesal dan frustasi


memprotesnya.

Servis diteruskan ke Sudo lagi, tetapi servis pertama gagal.

Di servis kedua, dia berhasil dan mencoba melakukan inside-in, namun dengan
mudah dikembalikan oleh Housen.

Bola yang dipukulnya tidak terlalu kuat, Onodera mengejar dan memukul bola
kembali dengan raketnya.

2-3 reli kemudian, Onodera bergerak ke depan dan melakukan serangan balik.

Housen dengan cepat memperpendek jarak dan mengayunkan lengannya ke


bawah untuk memantulkan bola kembali.

“Kyah…!?”

Arakiyota
Teringat akan ketakutan pukulan bola cepat sebelumnya, membuat Onodera
bahkan tidak bisa mengayunkan raket. Bola itu melewatinya, dan Sudo
melangkah masuk, mengembalikannya ke area lawan, namun dari sana
dropshot voli Housen mengarah di area Onodera. Housen sepertinya hanya
bermain-main dengan kompetisi ini.

Kemudian, game set dengan tim Sudo 3 (40) poin, tim Housen 2 (30) poin.

Onodera mencoba melakukan sesuatu tentang itu, tapi bola yang mengarah ke
wajahnya.., membuat dia memutar kaki kiri dan terjatuh di tempat.

“Onodera!”

Sudo melangkah masuk lagi untuk meng-cover Onodera yang tidak bisa berdiri..,
dan mengembalikan bola ke Housen.

Tembakan Sudo jatuh di area lapangan lawan.., tim Sudo pun merebut set
kedua.

Tapi itu tidak membuatnya senang, yang ada Sudo menjadi lebih marah.

“Cukup hentikan! Apa kau bahkan tidak bisa bermain adil?”

“Berapa kali harus kubilang? Salah pasangan perempuanmu yang bermain


sangat buruk… Dasar tak berguna…”

“Jangan Sudo-kun. Yang ada nanti berulang-ulang lagi…”

Onodera yang tidak bisa bangun, menenangkan Sudo saat dia jatuh tersungkur
di tempat.

“Aku tahu itu tapi…! Apa hal seperti ini diperbolehkan!”

“Wasit memang mencurigainya. Tapi pernyataan kuat Sudo juga menjadi


penghalang, kau tahu itu kan?”
Arakiyota
Segera setelah pertandingan tenis selesai, daripada mengincar kemenangan,
jelas Housen mengubah arah untuk membuat Sudo menderita.

Tujuannya adalah untuk menanamkan rasa takut, bahkan membuat Onodera


cedera dengan satu kesalahan.

“Pokoknya tenanglah dulu Sudo-kun…”

Selagi menderita rasa sakit, Onodera menegur dengan kata-kata lembut namun
tegas.

Tetap tidak dapat menahan amarah, Sudo melototi Housen, tapi begitu melihat
Onodera yang kesakitan, dia ingat apa yang harus diprioritaskan.

Dengan cepat, Onodera dirawat karena cedera pergelangan kaki terkilir.

“Sayang sekali. Kalah di game tadi. Tapi kalian punya satu game lagi untuk
dilanjutkan. Di game itu nanti mungkin akan jadi Neraka?”

Housen menguap dan memandang sekilas mereka, lalu memanggil pasangan


timnya sesama siswa kelas 1.

“Bajingan itu… Dia sengaja kalah, untuk mengejek kita di menit-menit akhir…”

Sudo melihat ke kaki kiri Onodera, berseru dengan cemas.

“Apa kau tidak apa-apa?”

“Yah begitulah…Tapi menyedihkannya diriku. Akibat menghindar karena takut


pada bola, aku jadi terjatuh menyakiti kakiku.”

Dia tertawa pada dirinya sendiri dan dengan ringan mengetuk kakinya yang di
tapping.

Arakiyota
“Yah tidak bisa dihindarkan. Dia sangat menjengkelkan, tapi kemampuan
motoriknya luarbiasa.”

Sudo merasakan ketakutan dengan dropshot volley yang ditembakkan dengan


kekuatan tinggi dengan tubuh yang luarbiasa bagus. Kecuali jika pemain tenis
atau anggota klub olahraga yang berpengalaman, rasa takut tidak akan bisa
langsung dihilangkan.

“Kau tahu aku…. Dulu sejak baru pertama kali masuk ke sekolah sudah
mengevaluasi tentangmu Sudo-kun…”

“Hah? Ada apa tiba-tiba… Sudahlah kau harus patuh berhenti dan menerima
perawatan.”

“Tidak masalah kan. Menerima luka karena kebetulan. Artinya punya waktu
untuk menenangkan diri…”

“Kau bernyali sekali ya… Tapi eh, kau dulu mengevaluasi diriku ya?”

“Un… Sebagai orang nomer 1 yang tidak ingin terlibat denganmu. Lagi pula kau
sangat kasar sih…”

“Ugh…”

“Orang-orang menghinamu karena perilaku buruk dan ketidakmampuanmu


untuk belajar, tapi kau adalah pendukung terbesar untuk orang-orang yang
bekerja keras saat ekskul. Sudo-kun memiliki keterampilan dan melakukan
banyak usaha kan?”

“Kau.., jadi kau tahu ya…”

“Aku tahu. Saat pulang ekskul sampai larut, aku kadang-kadang datang ke
gimnasium. Melihat-lihat sambil berpikir bahwa tidak ada yang tersisa.., ada
Sudo-kun selalu menyendiri sampai akhir untuk terus berlatih. Membersihkan
lapangan dengan benar, dan latihan dengan serius.”
Arakiyota
“Ke-kenapa kau melihat hal seperti itu…. Jadi malu…”

“Tapi───Bagaimanapun, Jika tetap seperti ini, Sudo-kun tidak akan pernah


benar-benar dihargai dengan baik.”

“….. Hah?”

“Kau marah demi diriku. Bukannya aku tidak suka, tapi kepribadianmu yang
mudah marah itu tidak berubah sama sekali. Kalau tetap seperti itu, suatu saat
kau akan mendapat masalah lebih dari sebelumnya…”

“… Itu…”

“Kebiasaan cepat marahmu, sudah seharusnya kau hilangkan…”

“A.., aku tahu tapi….”

“Bahkan dalam sport, merasa kesal dan frustrasi bisa membuat miss-play
bukan?”

“Yah…. Benar sih. Tingkat keberhasilan shoot mungkin menurun drastis.”

“Aku juga sama. Saat kesal karena berusaha mati-matian untuk menambah
waktu renangku, tetapi entah bagaimana malah berakhir lebih lambat dari
biasanya.., tidak banyak hal baik terjadi.”

“Jadi kau juga sama ya Onodera.”

“Ketika aku kalah di pertandingan penting, aku sangat kesal dan frustasi sampai
lupa mengganti pakaianku, mengamuk di loker…. dan melukai tanganku.
Pokoknya berat sekali setelah itu.”

Onodera menjulurkan sedikit lidah, seolah bernostalgia dan malu dengan


dirinya yang dulu.
Arakiyota
“Yah, dengan marah-marah tak ada hal baik terjadi, saat aku tahu itu aku
kembali pada diriku sendiri lagi.”

“Bagaimana caramu mengatasi agar tidak marah?”

“Itu aku diberi mantra oleh Senpai ku…”

“Ma-mantra?”

“Un… Aku juga akan memberitahu Sudo-kun. Mantra yang dapat menahan
amarah…”

“Gi, gimana?”

“Puncak amarah sebenarnya sangat singkat, cuma beberapa detik doang. Jadi
saat kau ingin teriak.., berteriak lah dengan keras dalam hati, lalu ambil nafas
panjang dan mulai berhitung 1 sampai 10.”

“Dengan kata lain…. Timing untuk bisa marah hanya 10 detik? Itu saja?”

“Iya… Aku rasa hal itu saja akan membuat perbedaan. Kau harus mencobanya.”

“….. Begitu ya.”

Meski hanya setengah percaya, Sudo mengingatnya dan mengukir hal ini di
benaknya.

“Aku berkerjasama denganmu karena aku mengevaluasi baik dirimu Sudo-kun.


Jangan kecewakan ekspektasiku itu ya…”

“Onodera…”

Setelah lukanya diberi perawatan, Onodera memeriksa kondisinya, dia berdiri.

Arakiyota
“Tidak apa-apa… Mau menangis atau tertawapun pertandingan akan diputuskan
di 1 game ini. Jika menyerah, kita kalah, tapi kalau berhasil mengambil sikap
dengan benar, kita menang.”

“───Ya.”

Set ke-3 dimulai. Housen tanpa henti terus mengincar Onodera yang
gerakannya terhambat karena cedera di kaki kirinya.

Bahkan, meski bergerak dan menembakkan bola terlalu jauh sampai dengan
sendirinya melepaskan poin, tidak ada gerakan untuk dia berhenti sama sekali.

Tim Sudo memimpin 3 (40) poin, berbanding 1 (15) poin.

Sekali saja gagal, ini akan mengakhiri pertandingan untuk Housen, tapi dia tetap
kembali menembakkan bola cepat lurus pada Onodera.

Kali ini, dia tidak bisa menghindar dan bola langsung mengenai lengan kanan
atasnya. Onodera pun meringkuk kesakitan di tempat.

“Ini mah bukan pertandingan… Sialan───!”

Di saat kemarahannnya memuncak, Sudo mengingat mantra ajaib yang


diajarkan Onodera sebelumnya. Sudo memelototi Housen yang berulang kali
memprovokasinya, di dalam hati dia meneriakkan amarah itu.

10 detik untuk dia marah. Menahan hanya 10 detik.

Menghitung angka 1, 2, 3 dan menarik napas panjang untuk menenangkan


emosi.

8, 9, 10 …. Cacian yang seharusnya ditujukan pada Housen ditelan ke dalam


tenggorokannya.

Arakiyota
Rasa frustrasi memang belum hilang semua, namun dia berhasil melihat situasi
dengan tenang dan objektif. Tatapan mata wasit yang mencurigainya.
Pandangan Onodera. Pertandingan yang harus dimenangkan. Waktu yang
tersisa. Jika Sudo menekan Housen lagi disini, tentu saja akan dihentikan.

“Onodera.., kau percaya dengan kekuatanku kan?”

“… Tentu saja. Karena percaya.., aku bertanding bersamamu kan…”

Setelah mengatur pernapasan, Sudo melemparkan bola ke udara dan


melakukan servis terbaiknya hari itu.

Housen yang tidak punya waktu untuk dibuang-buang lagi, melakukan return
pada bola yang ditembakkan, dan dari sanalah reli antara Sudo dan Housen
dimulai.

Meski tidak mengambil 1 langkah pun, mereka berdua terus membalas


tembakan bola dengan keras.., lalu Sudo yang tidak mengabaikan return
memanjakan dari Housen.., melakukan smash ke area lapangan lawan.

“Oryaaaaaaaa…”

Menggenggam raketnya kuat-kuat, teriakan Sudo menggema di seluruh


gimnasium.

“Yay berhasil, berhasil!”

Terlepas dari keunggulan yang luarbiasa, Housen kalah karena meremehkan


lawannya.., membuat dia sangat kesal dan membanting raketnya sampai patah
jadi dua.

“Kita menang Onodera! Ini berkatmu…!”

Sudo dengan penuh semangat bergegas menghampiri Onodera, lalu


merangkulnya untuk membagikan kegembiraan.
Arakiyota
“Aa.., aa, apa, aa!?”

Arakiyota
Untuk sesaat, Onodera panik tak mengerti apa yang terjadi.

“Tungg-, sakit, sakit Sudo-kun!”

Dirangkul dengan lengan yang kuat, Onodera bersuara kesakitan, setelah


mendengar hal itu Sudo mendapatkan kembali ketenangannya.

“Ma-.., maaf, maaf!”

Selain meraih kemenangan, mungkin merasa sangat gembira karena mampu


menahan amarah, Sudo membuat senyuman terlebar hari ini.

“Selamat atas memenangkan semua pertandingan, Sudo-kun…”

“Ouu… Terima kasih Onodera, tanpa kekuatanmu.., pertandingan ini kita pasti
kalah…”

“Itu tidak benar. Malah aku jadi penghalang untukmu…”

“Bukan tentang cederamu, tapi saat kau terluka dan aku kehilangan
kesabaranku, aku pikir aku kalah sekali. Dan yang menyadarkanku itu kau…”

“Aku mengerti… Kalau begitu kita ini pasangan yang bagus dong…”

“Ouu… Sangat kompak dan bisa diandalkan. Benar-benar luarbiasa Onodera…


Ah.., Kuharap Suzune melihat kemenanganku barusan…”

Karena ada lebih banyak tamu dan siswa, Sudo tidak dapat segera menemukan
Horikita.

“Suzune… kah…”

“Hah? Di mana? Di mana dia?”

“Ah.., tidak, maaf salah orang…”


Arakiyota
“Sial… Yah mungkin dia ada di luar lapangan…”

“Nanti pulang ekskul, kita makan bareng yuk!”

“Eh? Aah, aku tidak keberatan. Tapi yang terpenting tolong bantu aku mencari
Suzune… Di mana ya Suzune…”

“Hahaha…, enggak mau…”

“Oi Sudo. Jangan besar kepala cuma menang di permainan macam ini ya… Kau
pasti kalah kalau aku serius, kau mengerti itu kan?”

Terlepas dari kenyataan bahwa pertandingan telah berakhir, Housen mendekat


dengan ekspresi tidak menerima hal tersebut di wajahnya.

“Setelah ini aku akan bermain dengamu di belakang, ayo sini…”

“Tunggu, kau───”

Sudo dengan tenang menghentikan Onodera yang mencoba menghadapi


Housen.

“Aku pernah ada masalah dengan orang ini sebelumnya. Yah ., bagaimanapun
terlibat dengannya adalah suatu yang tak terhindarkan.”

“Ta-tapi!”

Sudo tertawa pada Onodera yang mencoba melindunginya dari masalah.

Lalu Sudo menoleh ke Housen.

“Maaf saja, aku sedang tidak ingin menanggapi provokasimu…”

Arakiyota
“Hah? Ingin kek, tidak ingin kek, mana ada kayak gitu. Mulai sekarang kau akan
jadi karung tinjuku…”

“Karena itu aku tidak akan melakukannya…”

Saat Sudo hendak menolak pergi, di situasi tidak sempat melihat ke belakang,
Housen menekan bahu ke arahnya dan menghantamkan kepalan tangan kanan
ke perutnya, Sudo pun jatuh berlutut karena pukulan kuat Housen.

“Sudo-kun!”

Tetapi, Sudo perlahan-lahan berdiri dan menahan Onodera dengan tangannya.

Guru bergegas menghampiri dia, tetapi Sudo menjawab Housen tidak


melakukan apa-apa, membuat guru itu mundur.

“Aww, menyakitkan banget…. Aku sudah tahu kau sangat kuat dalam
berkelahi… Saat itu aku yang salah jadi aku tidak akan mengeluhkannya. Tapi..,
kalau kau mau berkelahi lagi lebih dari ini, aku akan membuat guru terlibat!”

“Menyedihkan sekali ya haaah? Kau yang sebelumnya suka menerjang bahkan


masih lebih baik…”

“Yah mungkin… Ayo kita pergi, Onodera.”

“I.., iya.”

“Sungguh orang membosankan. Jangan pernah terlibat lagi denganku…”

Sudo malah merasa lega setelah mendengar kata ‘jangan pernah terlibat lagi’.

Jika dia tidak asal menerjang, masalah tidak akan melebar lebih jauh.

Dengan tidak membiarkan amarah mengendalikannya, Sudo belajar keadaan


akan berubah jauh lebih baik.
Arakiyota
“Aku harus berterima kasih pada Housen. Melihat dia terbawa emosi melakukan
hal itu, membuatku sadar betapa menyedihkannya aku ini… Tak bisa kukatakan
dengan baik tapi… Saat melakukan cara yang kau ajarkan, seperti ada sesuatu
yang jatuh menimpaku. Berpikir, ‘selama ini, apa sih yang membuatku marah’.
Apa roh jahat sudah hilang dalam diriku kah…”

Sudo sangat bersyukur atas meraih 10 kemenangan berturut-turut.., dan rasa


syukurnya itu sama besarnya dengan rasa terima kasih kepada Onodera di
festival olahraga ini.

Arakiyota
Tamu

Sekitar jam 11 siang, dari jendela yang tertutup, aku samar-samar mendengar
sorak-sorai di luar… Festival olahraga sepertinya sangat meriah.

Tidak semua berjalan lancar, tapi kelas tetap mengusahakan untuk meraih
kemenangan.

Mereka bisa berkompetisi melawan seluruh kelas lain di sekolah.

Karena dapat memutuskan begitu, aku memilih untuk absen dari festival
olahraga.

Semua pengaturan sudah diatur, sisanya tinggal menyerahkan semua pada


Ketua Dewan Sakayanagi.

Aku tidak selalu memberinya kepercayaan penuh hanya karena dia Ketua
Dewan.

Jika Ketua Dewan berkhianat, mustahil untuk tetap tinggal di sekolah ini, jadi
akan mudah untuk membagi keputusan yang jelas.

Yang tersisa hanya bagaimana pertandingan dan hasil seperti apa yang akan
didapat siswa kelas 2 di festival olahraga.

Di tengah hal itu, apa yang terjadi dengan ketidakpartisipasian Sakayanagi yang
sangat mempengaruhi hasil?

Aku melihat pintu depan sekali.

Memang aku bergerak menggunakan strategi mengunci diri…..Tapi jika begitu


hasilnya akan lama untuk terlihat.

Ada berbagai hal yang ingin kuketahui, termasuk situasi festival olahraga tapi
kurasa tak ada pilihan selain menunggu.
Arakiyota
Baiklah, sudah saatnya aku mempersiapkan makan siang. Di saat aku berpikir
begitu, bel kamarku akhirnya berbunyi.

Jadi.., apa pengunjung ini adalah keberadaan yang harus disambut dengan baik
atau tidak?

Khusus untuk ini tidak akan tahu bila tidak menanggapi pengunjung tersebut.

“Selamat siang, Ayanokouji-kun.”

Mungkin dia mengantisipasi kewaspadaanku.., aku mendengar suara seperti itu


saat menjaga jarak dan melihat situasi dari pintu depan.

Kewaspadaan kukendurkan, lalu aku membuka pintu depan.

Aku mencoba membayangkan berbagai situasi, tapi begitu orang suruhan


Ayahku memasuki asrama, di saat itu aku seperti sudah kalah.

Satu-satunya orang di balik pintu adalah Sakayanagi dengan pakaian casual..,


sambil tersenyum dia menatapku.

“Jika tidak keberatan, apa boleh aku datang berkunjung? Meskipun


meninggalkan asrama itu dilarang.., agak bermasalah datang ke kamar laki-laki
selama festival olahraga…”

“Lebih bermasalah lagi kalau kau masuk ke dalam…”

Berkata begitu, aku memutuskan untuk menyambut Sakayanagi tanpa


mengusirnya pergi.

“Permisi…”

Sakayanagi yang difabel melepas sepatu dengan gerakan lambat lalu berjalan
masuk ke dalam ruangan.
Arakiyota
“Oh ya, ini pertama kalinya Sakayanagi datang berkunjung ke kamarku kan…”

“Yah aku tidak bilang untuk datang berkunjung seperti biasa kan… Apa kau
sudah makan siang?”

“Aku sedang mau mempersiapkannya…”

“Begitukah… Itu bagus. Ini, ada bingkisan.”

Mengatakan itu, dia menyerahkan kantong plastik kecil padaku.

“Aku membelinya di mini market pagi ini. Tampaknya ini produk baru, jadi aku
ingin memakannya bersamamu.”

Saat mengintip ke dalam kantong plastik dari atas, aku melihat dua Mont Blanc
cake kecil.

Untuk melengkapi Mont Blanc, sepertinya bagus bila menyeduh kopi.

“Duduk di tempat tidur lebih baik daripada di lantai kan? Silahkan duduk
sesukamu.”

“Terima kasih atas perhatianmu…”

Setelah Sakayanagi duduk di tempat tidur, aku melangkah ke dapur, memutar


keran dan mulai menuangkan air ke dalam teko.

“Kelihatannya kau tidak datang berkunjung dengan tiba-tiba ya…”

Aku mengatakan hal ini dengan ekspresi tak peduli di wajahku, tapi di belakang
Sakayanagi tertawa kecil seakan ada yang lucu.

Arakiyota
“Di keadaan biasa, tidak ada yang tahu siapa yang ada di dalam kamar asrama.
Tidak ada yang akan menduga aku pemimpin kelas A mengunjungi kamar
Ayanokouji-kun sendirian kan…”

Entah siapa pun itu.., dia pasti akan terkejut melihat Sakayanagi.

Itu sebabnya di keadaan biasa, Sakayanagi tidak melakukan kontak denganku di


asrama.

Tidak, sampai hari ini.

“Sungguh Ayanokouji-kun orang yang jahat ya… Ini merupakan strategi


Ayanokouji-kun bukan?”

“Strategi? Apa maksudmu?”

“Fufu. Tidak perlu melakukan drama begitu. Ayanokouji-kun hampir 100%


percaya aku akan datang kemari hari ini…. Tidak, maaf aku ralat. Kau 100%
percaya kan?”

Bagi Sakayanagi, tanpa perlu memikirkannya, sepertinya dia tahu kalau ini
adalah jebakan.

“Di festival olahraga, kami kelas A yang jumlah siswanya sedikit, memiliki
kelemahan di garis start. Terlebih.., meski ada siswa yang bisa diandalkan
seperti Kitou-kun dan Hashimoto-kun, tetap tidak bisa mencapai rata-rata kelas
Horikita-san. Bila begitu, untuk menang, perlu untuk menentukan siapa yang
akan mengikuti di acara lomba mana, mengidentifikasi siapa lawan kuat yang
berpartisipasi dan mengatur semua jadwal dalam hitungan detik.”

Saat teko di switch on, kupanaskan air perlahan-lahan.

Kemudian kukeluarkan toples berisi bubuk kopi dalam lemari, lalu aku
menyiapkan cangkir dan saringan.

Arakiyota
“Tanpa berpartisipasinya aku, entah bagaimana situasi mereka akan runtuh.”

“Sama seperti biasa, kau mengevaluasi tinggi dirimu ya…”

“Agar kelas lain dapat menang melawan kelas A.., membuatku tidak
berpartisipasi dalam festival olahraga adalah yang terbaik.”

Festival olahraga harus berjalan sesuai dengan jadwal yang benar. Dengan
adanya Sakayanagi, mengatur dan menempatkan siswa di posisi yang tepat
dapat dilakukan di dalam pikirannya.

Selain itu, ada poin kuat lain di mana mereka menyesuaikan peserta kompetisi
dengan siswa dari kelas tahun ajaran lain.

“Semalam aku diberitahu Ayah prihal Ayanokouji-kun yang meminta absen. Dia
mengatakan akan menempatkan bodyguard di area sekitar asrama untuk
mencegah kontak dengan siapa pun dari Whiteroom yang menyamar sebagai
tamu.”

“Aku memang meminta Ketua Dewan Sakayanagi untuk membuatku tidak


berpartisipasi pada festival olahraga, tapi aku tidak mengira dia akan
memberitahukan hal itu kepada putrinya…”

“Kau bercanda. Yang menginstruksikan untuk memberitahu hal tersebut padaku


adalah Ayanokouji-kun kan?”

Strategiku tentu saja disadari olehnya kah…

Tidak peduli meski dia adalah Ayah dari putrinya sendiri, Ketua Dewan
Sakayanagi tidak akan pernah melakukan hal seperti mencampurkan urusan
umum dan kehidupan pribadinya.

Oleh karena itu, aku meminta Ketua Dewan Sakayanagi untuk dia beritahu
sendiri situasiku sebenarnya.

Arakiyota
Meminta untuk sekali menjelaskan kepada Sakayanagi yang mungkin akan
absen di festival olahraga karena alasan fisik.., jangan sampai dia terseret
masalah aku dengan orang dari Whiteroom.

Sakayanagi mungkin memiliki keinginan untuk berpartisipasi sebagai pemimpin


kelas A, namun aku tidak berpikir Ketua Dewan tahu akan hal itu.

Namun, ada bagian yang tidak sepenuhnya dipahami oleh Ketua Dewan
Sakayanagi.

Yaitu insting dan rasa ingin tahu Sakayanagi yang tidak mudah ditekan.

Selain itu, bila aku absen, tak mengherankan kalau dia akan menganggap hal ini
sebagai kesempatan yang bagus untuk berbicara perlahan denganku tanpa ada
gangguan.

Bahkan pada kenyataannya, dia muncul di kamarku.., ke tempat paling


berbahaya tanpa rasa takut.

“Kau memilih datang di siang hari, untuk membuatku merasa gelisah kah?”

“Aku sedikit ingin jahil saja. Membuatmu berpikir kalau aku mengabaikan
strategimu dan sedang berpartisipasi dalam festival olahraga.”

“Jadi begitu kah…”

“Omong-omong, semua orang kecuali aku dan Ayanokouji-kun, hadir hari ini.”

Dengan jaringan informasi yang dimiliki Sakayanagi, tampaknya seseorang telah


memeriksa para peserta di setiap kelas dan melaporkan detailnya melalui
ponsel sebelum festival olahraga resmi dimulai. Sepertinya dia tidak lalai dengan
bagian itu juga.

“Aku sedikit jahil padamu, tapi sebenarnya aku berencana datang berkunjung
sedikit lebih cepat.”
Arakiyota
Kata Sakayanagi. Lalu tepat setelah itu, suara dengingan terdengar menandakan
air di teko baru saja mendidih.

“Baru saja aku turun ke lobi memeriksa situasi di luar.”

Di depan umum aku diperlakukan sebagai orang sakit yang tidak boleh keluar
kamar.

Di sisi lain, Sakayanagi tidak bisa pergi meninggalkan asrama, namun dia tidak
absen karena sakit.

Jika mendapat peringatan tidak boleh keluar, itu tidak bertentangan dengan
alasan mengapa dia absen.

“Jadi bagaimana keadaan di lantai 1?”

“Ada 3 orang yang terlihat seperti bodyguard. Hal ini bukan sesuatu yang aneh
karena bodyguard tidak hanya di tempatkan pada asrama ini, namun di seluruh
area sekolah.”

Sementara tujuannya termasuk untuk melindungiku, bodyguard ada hanya


untuk melindungi pejabat pemerintah.

“Yang menjadi MVP di festival olahraga ini bukan Horikita-san yang


mengusulkan untuk berkerjasama dengan Ryuuen-kun, atau Ryuuen-kun yang
menerima usulannya. Melainkan Ayanokouji-kun yang memiliki otoristas untuk
membuatku absen dengan metode pasti. Hanya dengan itu.., pemenang dan
pencundang diputuskan. Sungguh hebat…”

“Masih tidak di ketahui bagaimana hal ini akan berakhir kan?”

“Benar memang, mungkin hasil yang tak terduga bisa terjadi, namun aku tidak
mengharapkan hal itu terjadi. Sekarang, kelas A sedang bertarung secara
langsung dengan kelas Horikita-san, juga melawan kelas Ryuuen yang
Arakiyota
memainkan setiap trik yang bisa dipikirkannya. Bahkan jika memiliki anggota
badan yang sangat baik, selama tidak ada kepala.., tetap tidak akan bisa
melakukan apa pun. Itulah kelas yang kubangun.”

Aku bisa mengatakan hal yang sama.., akan ada masalah di beberapa bagian bila
ketuanya terlalu kuat.

Semua masalah diselesaikan oleh pemimpin.., yang mana itu berarti sama saja
masalah tidak dapat diselesaikan tanpa adanya pemimpin.

“Yah tidak apa-apa… Dengan membayar 150 poin kelas, aku bisa menikmati
waktuku bersama Ayanokouji-kun.”

Dia.., seakan tidak peduli dengan kerugian yang menimpa kelas A.

“Kau sepertinya tidak khawatir kehilangan poin kelas ya…”

“Sistem sekolah ini cuma perpanjangan dari permainanku aja. Selama status
kelas A dapat dipertahankan sampai tingkat tertentu, tak akan ada masalah.”

Karena ini adalah kesempatan yang bagus, aku mengeluarkan Mont Blanc dari
bungkusnya, memindahkannya ke piring, lalu meletakkan keduanya di atas
meja. Kemudian, dari teko air panas kutuangkan kesaringan dengan bubuk kopi.

“Kau sudah terbiasa ya…”

“Cuma begini aja. Bukan suatu hal yang besar.”

“Apa bagi Ayanokouji-kun mempersiapkan semua ini satu persatu itu hal yang
menyenangkan ya?”

Sakayanagi tahu ini adalah sesuatu yang tidak akan pernah kulakukan di
Whiteroom.

Arakiyota
“Sama dengan yang kulakukan di sekolah juga. Aku hanya ingin melakukan
sesuatu yang biasa-biasa saja.”

Meski begitu, aku tertarik dengan perkataan Sakayanagi barusan.

“Jadi kau masih punya niatan untuk bertahan di kelas A ya… Apakah itu
kebanggaanmu Sakayanagi?”

Bertanya tentang hal itu sambil meletakkan susu dan gula di atas meja.

“Pada awalnya aku tidak terpaku dengan kelas A. Namun saat tahu Ayanokouji-
kun ada di sekolah ini, niatku berubah. Saat Ayanokouji-kun memimpin kelas
dan naik ke kelas B, aku mungkin bisa bertarung dengan serius.”

Secara serderhana, dia menunggu di atas takhtanya kah…

“Di kelas 1 semester 1, kelas D menghabiskan semua poin kelas. Tetapi, pada
titik tertentu mereka mulai meningkatkan poin kelas sampai akhirnya ke kelas B.
Alasan untuk itu tentu saja, karena keberadaan Ayanokouji-kun yang bergerak di
belakang layar.”

Dia berbicara begitu antusias dan bergembira seolah-olah dia sedang


membanggakan tentang dirinya sendiri.

Mengambil piring di meja, Sakayanagi menempatkan Mont Blanc di


pangkuannya.

“Mari kita makan bareng Ayanokouji-kun.”

Dia mendesakku untuk duduk di sampingnya.., aku pun duduk di tempat tidur
tanpa menolak ajakan tersebut.

Kemudian, tanpa tahu apa yang dipikirkan, dia menusukkan garpu ke Mont
Blanc cake dan menyodorkannya padaku.

Arakiyota
“Silahkan…”

“…. Maksudnya silahkan?”

“Apa kau tidak paham dengan melihatnya? Ayo dimakan…”

“Tidak.., melihatnya pun aku masih tidak paham…”

“Tidak masalah bukan? Saat ini hanya ada aku dan Ayanokouji-kun, tidak ada
orang lain yang akan mengganggu kita.”

Aku berpikir apakah ada sesuatu di baliknya, tetapi tampaknya bukan itu
masalahnya.

Ketika dia memasukkan Mont Blanc cake ke dalam mulutku, aroma manis
menyebar.

Yang mengejutkan ini adalah pertama kalinya aku makan Mont Blanc.

“Apa enak?”

Jujur saja, aku tidak terlalu suka rasanya.

Secara pribadi, kupikir shortcake biasa terasa lebih enak.

Tapi aku tidak ingin bersikap semena-mena terhadap makanan pemberian


seseorang.

“Ya…”

Saat kubilang bahwa rasanya enak, Sakayanagi tersenyum lembut.

“Kalau begitu aku akan memakannya juga.”

Arakiyota
Sakayanagi melahap kue bagiannya itu tanpa peduli garpu yang dipakai adalah
bekas garpu yang kupakai makan sebelumnya.

“Memang tidak seenak yang ada di kafe, tapi lumayan untuk ukuran kue yang
ada di minimarket.”

Dia mengangguk puas lalu menyodorkan garpunya lagi padaku.

Karena dua orang makan satu kue bersama, Mont Blanc pertama di piring habis
dengan mudah.

“Lain kali aku akan membawakanmu kue lagi…”

“Eh?”

“Sebab rasa kuenya tidak terlalu cocok dengan mulut Ayanokouji-kun.”

“… Kupikir aku menanggapi kalau kue itu enak.”

“Begini-begini aku sangat bangga dengan pengamatanku yang tajam. Apalagi


kalau itu tentang Ayanokouji-kun.”

Tak kusangka dia mampu mengetahui aku tidak terlalu suka rasa kue itu.

“Padahal kau tidak pernah menunjukkan celah ketika beradu pikiran, tetapi
secara mengejutkan sulit untukmu menyembunyikan hal-hal tentang kehidupan
pribadi seperti ini ya…”

“Yah mungkin karena aku tidak terbiasa…”

“Fufu… Hal semacam itu memberimu kesan populer lho…”

Setelah membuat tanggapan yang aku tidak tahu apakah dia serius atau
bercanda, Sakayanagi melanjutkan.

Arakiyota
“Tolong biarkan aku membalasnya. Bila menemukan kue yang enak, aku akan
membawanya.”

“Yah kuharap ada lagi saat dimana kita bisa menghindari mata publik seperti
ini.”

Terlepas dari hari biasa dan hari libur, hampir tidak mungkin bisa terjadi kecuali
semua orang pergi keluar dari asrama.

Bisa saja di waktu pagi atau tengah malam, tapi itu juga akan menimbulkan
masalah.

“Tetapi yang aneh adalah tentang Ayanokouji-kun yang berubah pikiran. Tidak
hanya terkadang membantu mereka di tengah kehidupan sekolah yang sudah
kau nanti-nanti.., mengapa kau kini mengincar ke kelas A dengan serius?”

“Ternyata ada sesuatu yang kau tahu ya…”

“Aku ini bukan Dewa… Selain itu, karena mengetahui situasi Ayanokouji-kun,
ada bagian dari pemikiran Ayanokouji-kun yang tidak kumengerti dan pahami.
Bisakah kau memberitahuku?”

Seorang jenius yang didorong oleh semangat mencari tahu sesuatu yang tidak
diketahui.., menginginkan jawaban.

Alasan utama mengapa Sakayanagi tidak tertarik dengan klasifikasi kelas A dan
D adalah karena dia tidak akan mendapat keuntungan apa-apa dari hal itu
setelah lulus.

Selain memiliki bakat akademis, Sakayanagi yang juga merupakan putri Ketua
Dewan Sekolah.., dapat menggapai hampir semua hal.

Karena tidak membutuhkan hak istimewa kelas A, dia tidak terobsesi dengan hal
itu.

Arakiyota
Hal yang sama juga bisa dikatakan untukku yang sudah pasti kembali ke
Whiteroom setelah lulus.

Meski arah yang ditempuh berbeda, dia tahu betul bahwa hak istimewa kelas A
tidak berarti apa-apa.

“Ini mungkin terlihat aneh…”

“Bukan karena ingin bersenang-senang dengan menghabiskan banyak poin


pribadi seperti Koenji-kun kan?”

“Yah dia memang berada di posisi yang sama dengan kita sih…”

Dia tipe pria yang memanfaatkan kekuatan orang tua dan bakatnya sendiri.

Koenji yang semacam itu, atas kemauannya sesekali dia berkontribusi pada
kelas untuk mendapatkan poin kelas.

“Karena masuk ke dalam jebakan yang terlihat jelas ini… Setidaknya Sakayanagi
memiliki hak mendengar alasan tentang mengapa aku berkontribusi untuk
kelasku.”

Jika menerima resiko kehilangan 150 poin dan tidak mendapatkan apa-apa,
tidak ada jalan mengarah pada apapun di masa depan. Tetapi, dengan memberi
umpan di sini.., akan meninggalkan kemungkinan strategi yang sama bisa
digunakan kembali.

“Jika kau menjawab pertanyaanku, saat hal yang sama terjadi lagi, aku akan
datang kembali ke sini.”

“Jangan mengatakan apa yang ada dipikiranku sekarang…”

“Fufufu…”

Arakiyota
“Pada dasarnya sama dengan apa yang kau lakukan Sakayanagi… Seperti kau
yang mencoba menjawab arti jenius dengan mengalahkanku. Aku mencoba
membuktikan dengan cara kusendiri bahwa pendidikan di Whiteroom tidaklah
sempurna.”

Rasa terkejut.., aku tidak merasakan emosi itu dari Sakayanagi. Ini adalah bukti
dia telah mengasumsikan hal itu, meskipun dia tidak memiliki bukti.

“Ayanokouji-kun mencoba membuat kelas terkuat dengan tangannya sendiri..,


begitukan maksudnya?”

Mengangguk mengiyakan, Sakayanagi meletakkan jari telunjuk di bibir,


memikirkan maksud sebenarnya.

“Bukan aku tidak pernah memikirkannya… Tapi hanya saja tetap menyisakan
pertanyakan…”

“Yah mungkin…”

“Di festival olahraga kali ini. Terlepas dari situasinya, Ayanokouji-kun dapat
memaksa untuk berpartisipasi. Dengan memberikan instruksi secara langsung di
lapangan dapat membuat tingkat kemenangan kelasmu menjadi lebih tinggi dan
solid lagi? Ayanokouji-kun juga tidak mencemaskan keikutsertaan diriku
bukan?”

“Aku menjalani festival olahraga ini dengan fondasi satu tema.”

“Ini pembicaraan yang sangat menarik. Apa tema-nya ya?”

“Tema-nya [Menunggu]. Tanpa ada campur tanganku di festival olahraga, aku


memutuskan ini adalah kesempatan bagus untuk melihat seberapa baik siswa
selain aku bisa bertarung di festival olahraga. Absenya dirimu adalah
konsekuensi dari hal tersebut.”

Arakiyota
“Dengan menunggu, aku hanya datang menemui Ayanokouji-kun, tanpa
melakukan apapun secara langsung terhadap festival olahraga kah… Aku
mengerti…”

Begitu kuberitahukan, Sakayanagi sampai pada kesimpulan selangkah di depan.

“Dengan kata lain───”

Dari depannya, aku dengan lembut mendorong Sakayanagi yang mencoba


mengatakannya.

Tidak.., mendorongnya bukan sesuatu hal yang harus dilebih-lebihkan.

Aku dengan perlahan meraih kedua bahu dia dan mendorongnya ke belakang,
lalu Sakayanagi yang tidak berdaya jatuh ke belakang tanpa bisa menahannya.

Suara denyitan besi dari tempat tidurku sedikit terdengar.

Bahkan Sakayanagi yang bangga akan kejeniusannya, tidak akan memikirkan


tindakan ini sama sekali.

Aku memandang rendah Sakayanagi sebelum pemahamannya mencapaiku.

“A.., ano…”

Sakayanagi yang selalu bersikap kuat dan tenang belum mampu mengikuti
perubahan situasi ini.

“Aku menjalani kehidupan sekolah di bawah rencanaku sendiri. Kau yang datang
ke sini sekarang.., kau yang menunjukkan ketertarikan pada rencanaku dan
sampai pada jawaban.., juga adanya rute itu…”

Sakayanagi yang tidak pernah dipandang rendah oleh laki-laki, menelan ludah
untuk menahan resah dan kegugupannya.

Arakiyota
(Tln: Kata dipandang rendah di sini ada 2 arti secara harfiah sesuai dengan Illustrasi dan
yang lainnya cuma istilah. Kebetulan kata tersebut dipakai di kondisi yang sama.)

Arakiyota
“Jika kau memberitahu pembicaraan ini kepada orang lain.., rencanaku bisa
gagal.”

“Kau pikir…. Aku akan mengungkapkan pembicaraan barusan kah?”

“Untuk sekarang kemungkinannya tidaklah 0 bukan? Jika diancam untuk


bertanding denganmu agar tidak disebar, aku tidak punya pilihan selain
menerimanya…”

“Jadi begitu… Yah.., itu memang benar. Tetapi.., bila pembicaraan semacam
melakukan pemerasan untuk bertanding denganmu itu ada…. Bukankah lebih
baik sekalian saja menyebarluaskan informasi tentang Whiteroom?”

“Tidak, tidak efektif. Bahkan jika keberadaan institusi semacam itu diketahui
oleh umum, itu bukanlah sesuatu yang bisa dipahami orang lain. Dan secara
pribadi aku tidak ingin mengambil resiko.”

Ayanokouji tumbuh besar di sebuah institusi pendidikan bernama Whiteroom.

Kebanyakan orang hanya memiringkan kepala saat mendengar sesuatu seperti


itu. Mencari Whiteroom di internet pun, tak akan mendapat apa-apa…

Gugatan Sakayanagi mungkin menyebabkan sedikit kekacauan, tapi tentu saja


aku tidak akan melakukan apapun.

“Namun rencana yang ingin kucoba lakukan ini, belum sampai tahap diketahui
secara umum. Dan hal itu sudah cukup untuk memerasku.”

Saat sedikit lebih mendekat ke Sakayanagi, kombinasi pantulan cahaya langit-


langit menciptakan bayangan pekat.

“Jadi itu berarti aku mengetahuinya secara kebetulan ya… Terus bagaimana?”

“Rahasia dengan rahasia. Ancaman dengan ancaman. Saat ini hanya kau dan aku
yang ada di asrama ini. Yang mana berarti bila sesuatu terjadi disini, tidak akan
Arakiyota
ada orang yang menolongmu. Kau berteriak keras pun, suara hanya mencapai
koridor saja…”

“Jangan bilang kau akan melakukan tindak kriminal demi melindungi rencanamu
itu?”

“Tindakan kriminal? Aku dan kau hanya melakukan kesepakatan untuk berbagi
rahasia bersama.”

Kuambil ponsel, lalu mengoprasikan kamera.

“Satu-satunya cara untukmu bisa menolaknya adalah keluar dari sini sendiri.”

Dia difabel…. Tidak, meskipun tidak ada masalah dengan kedua kakinya, tetap
tidak kan ada jalan keluar bagi Sakayanagi.

Lalu bagaimana dirimu menanggapi situasi putus asa ini.

“───Melawanku, apa kau pikir bisa menang?”

“Menang?”

“Maksudku… Dengan asumsi semuanya berjalan seperti yang diharapkan


Ayanokouji-kun.., bisakah kau benar-benar mendapat keunggulan?”

“Maaf saja.., tapi kau tidak punya kesempatan.”

“Perbedaan kecil dalam pengalaman, dapat disusul dengan satu metode


pembelajaran. Sebaliknya yang ada malah kau akan tahu kalau caramu belajar
itu yang buruk…”

Bahkan dalam situasi yang sulit, Sakayanagi terus berpikir setenang mungkin.

Aku yakin dia pasti sedang gelisah.., tapi tetap saja, sangat mengesankan dia
mampu mengendalikannya dengan baik.
Arakiyota
Melemparkan ponsel ke tempat tidur, dengan perlahan aku menggerakkan
tanganku mendekat pada Sakayanagi.

Bahunya kuraih, lalu bergerak sampai ke area belakang lehernya.

Walau begitu, Sakayanagi hanya membuang muka.

“Mari kita mulai bimbingan kelas khususnya…”

Sakayanagi tersenyum kecut, perlahan-lahan menutup mata tanpa perlawanan.

“Kau sungguh orang yang jahat ya Ayanokouji-kun…”

“Mungkin…”

Sekitar satu jam telah berlalu sejak Sakayanagi datang ke kamarku.

“Dengan ini ada rahasia antara aku dan Ayanokouji-kun yang tidak bisa
kukatakan pada siapapun.”

“Itu pernyataan yang akan membuat orang salah paham…”

“Yang duluan memulai buat orang salah paham kan Ayanokouji-kun?”

“Iya sih…”

“Yah meski begitu, ini pertama kalinya aku berada di tempat tidur laki-laki!”

“Karena cuma 10 detik, jadi seperti tidak dihitung kan?”

“Kau sepertinya menganggap remeh sesuatu yang akan dikenang seorang gadis
ya…”
Arakiyota
Selagi menunjukkan layar ponselku pada Sakayanagi, aku memilih-milih yang
perlu dihapus.

Di tengah melakukan hal itu, mungkin karena mengeser slidenya terlalu jauh..,
muncul foto Kei.

Itu adalah foto 2 orang yang diambil di Keyaki Mall…

“Tampaknya hubunganmu dengan Karuizawa Kei-san berjalan dengan baik ya…”

“Ya.., begitulah.”

Melihat foto Kei yang tersenyum bahagia, Sakayanagi melanjutkan.

“Aku sempat berpikir Ayanokouji-kun terpesona dengan penampilan, suara atau


kepribadiannya… Normalnya memang akan berpikir begitu.., tapi ada beberapa
hal yang tidak masuk akal.”

Setelah itu Sakayanagi menatapku tatapan tajam, seperti seakan dia sedang
bertarung melawanku.
(Tln: Tatapan tajam yang dimaksud Kiyo itu tatapan Sakayanagi di ujian khusus kenaikan
kelas di vol 11)

“Aku menyelidiki tentang dia sebanyak yang kubisa. Dari caranya menghabiskan
waktu sepulang sekolah sampai di hari liburnya. Dan sekarang dia berada di
situasi dapat dengan mudah mengikuti Ayanokouji-kun.”

Yah karena tahu selama 3 tahun akan diawasi, tak perlu untuk pusing-pusing
memikirkannya.

Sulit untuk membedakan yang mana mata-mata Sakayanagi dan mana yang
bukan.

Arakiyota
Bahkan Hashimoto yang sebelumnya pernah membututiku.., atau siapa pun
dalam hal ini, tidak dapat diidentifikasi.

“Aku tidak tahu kebenaran tentang mengapa Ayanokouji-kun milih berpacaran


dengan dia.., tapi ada sesuatu yang kutahu… Tindakan di mana dia
mengarahkan kepercayaan dan cinta-nya yang kuat itu.., bisa dibilang sebuah
delusi. Aku menyimpulkan tak jauh-jauh, kau menggunakan dia untuk ber-
eksperimen atau mencoba untuk menyelamatkannya.”

Aku tidak ingat memberikan dia informasi tambahan. Dan kurasa dia juga tidak
memiliki banyak informasi tentang Kei sebanyak Ryuuen… Dalam hal ini, dia
hebat bisa membuat kesimpulan yang mendekati kebenaran.

“Ini ada kaitannya dengan bimbingan kelas khusus yang kau berikan padaku
bukan?”

“Aku mulai lelah memberikanmu pujian.., jadi ya itu benar.”

Di bagian yang berbeda dengan Kei, aku dan Sakayanagi dapat saling memahami
tanpa harus bertukar kata-kata.

*pinnponn~ Terdengar suara bel pintu yang terasa seakan tak ada keraguan saat
membunyikannya.

Sekitar jam 12 lewat 30 menit adalah jam para siswa selesai makan siang.

Seorang pengunjung tiba-tiba muncul di asrama di mana seharusnya tidak ada


seorang pun.

Aku dan Sakayanagi saling bertatapan.., lalu kami menatap pintu depan secara
bersamaan.

Seharusnya ada tiga bodyguard yang sedang berjaga di lobi.., tapi ini berarti dia
menerobos masuk dengan paksa kah…

Arakiyota
Tidak.., bahkan meski dia memiliki keterampilan bertarung yang sangat hebat
sampai mampu menghadapi kumpulan bodyguard bersenjata.., masalah tidak
akan berhenti disana.

Setidaknya kami tahu dia telah menerobos masuk area asrama tanpa
menyembunyikan bel sekali pun.

Sekali lagi bel berbunyi.

Dengan anggapan aku absen dan sedang berada di kamar, ini akan menjadi hal
yang mencurigakan bila tetap mengabaikannya lebih lama lagi.

Kemungkinannya kecil, tapi bisa jadi dia adalah orang dari pihak sekolah.

“Siapa ya?”

Aku tidak bergerak dari posisiku di tempat tidur dan memanggil si pengunjung
itu dari sana.

“Tetap di sana, dengarkan saja…”

Kata pria itu, dari balik pintu yang tahu aku tidak beranjak dari posisiku
sekarang.

Suaranya terdengar masih muda. Bukan orang dewasa, tapi seumuran.

“Suaramu tidak asing….”

Tapi, sosoknya tidak muncul dalam pikiranku.

Aku tidak tahu suara siapa itu, kurasa dia bukan seorang siswa sekolah ini,
namun aku ingat suaranya dengan jelas.

Tentu saja, dengan menjalani hari-hari di sekolah ini, ada kalanya aku
mendengar suara yang tidak kukenali siapa.
Arakiyota
Namun tak lama.., aku segera mengetahui pemilik suara tersebut.

“Kau pernah menelponku sekali kan?”

Begitu aku bertanya lagi, sesaat dia terdiam.

“Luarbiasa… Kau mengingat suaraku walau cuma sekali mendengarkannya.”

Hal itu terjadi tak lama setelah Ayahku datang ke sekolah ini.., jadi kesan yang
kuterima juga sangat kuat.

“Saat itu kau tidak mengatakan apa-apa tentang urusanmu yang seperti ada
urusan denganku itu kan….”

“Aku senang bisa menelponmu.., tapi sesuatu yang tak diinginkan terjadi
setelahnya. Sejak saat itu aku belum menghubungimu lagi…… Yah kau mungkin
penasaran ada apa yang terjadi tapi hal tersebut tidak ada hubungannya
denganmu. Itu karena aku bukanlah musuh, maupun sekutumu…”

“Kalau begitu untuk apa kau kemari?”

“Kau mungkin berpikir akan mendapatkan kedamaianmu kembali setelah


berhasil menyingkirkan Tsukishiro dan siswa dari Whiteroom. Jadi agar kau tidak
salah memahami hal itu, aku datang kemari untuk memberimu peringatan…”

“Fufu… Sungguh pembicaraan yang menarik. Apa boleh aku ikut bergabung?”

“Sakayanagi Arisu, kah…”

Pria di balik pintu tidak menunjukkan tanda-tanda terganggu oleh tanggapan tak
terduga dari Sakayanagi.

Sebaliknya dia langsung mengetahui siapa yang berbicara begitu mendengar


suaranya.
Arakiyota
Apa dia tahu dengan memprediksi siapa-siapa saja siswa yang absen, atau dia
memang sudah tahu siapa pemilik suara tersebut?

“Yah bagaimanapun, bila kau melanjutkan kehidupan sekolahmu sampai lulus..,


kau harus tetap waspada.”

“Untuk orang yang tidak berpihak, kau memberi bantuan ya…”

“Keberadaanmu membawa pengaruh buruk. Aku hanya ingin mencegahnya


saja…”

Nada suara pria itu semakin jauh saat dia berkata begitu.

Tampaknya dia tidak beniat berlama-lama.., jadi tidak masalah bila


menganggapnya sudah pergi.

“Suara itu… Entah di mana…”

“Tentang suara pria itu, apa kau tahu sesuatu?”

“Kau tahu persis suara siapa itu?”

“Aku tidak bisa menjawab sejelas Ayanokouji-kun.., tapi entah bagaimana aku
merasa seolah-olah mengingat nada suara dia yang berbicara di balik pintu.”

Dengan kata lain, itu adalah sesuatu yang berbeda dari apa yang kuingat dari
suaranya kah…

“Bukan sesuatu yang terjadi belakangan ini. Mungkin sekitar 5 tahun.., atau 10
tahun yang lalu…. Yah pokoknya itu adalah ingatan yang cukup lama.”

“Jika benar, kecil kemungkinan dia adalah siswa dari Whiteroom.”

“Iya…, kalau aku pernah bertemu dengannya sewaktu kecil, maka itu benar.”
Arakiyota
Reaksi saat dia mengetahui keberadaan Sakayanagi agak bisa dimengerti.

Selain tidak terkejut, dia bereaksi seperti dilakukan pada seseorang yang
dikenal.

Tapi baik Amasawa atau pria itu.., itu bukan sesuatu yang harus kupedulikan.

Untuk saat ini, aku merasa tidak ingin melakukan apapun, selama tidak ada
bahaya yang nyata terjadi padaku.

Di mana aku mengambil absen.., festival olagraga berakhir dengan cara yang
hampir ideal.

Hasil akhirnya yang tidak terpikirkan dalam satu setengah tahun terakhir
membuat kelas juga menantikannya.

Memperpendek selisih dengan kelas A, tak diragukan lagi kelas Horikita telah
menambah poin kelas yang sangat besar saat ujian khusus pulau tak
berpenghuni, ujian khusus suara bulat, juga festival olahraga.

Beberapa hari berlalu sejak saat itu, dan waktu kini pertengahan oktober.

Peringkat Kelas festival olahraga adalah, juara ke-1 kelas Horikita, juara ke-2
kelas Ryuuen, juara ke-3 kelas Ichinose, juara ke-4 kelas Sakayanagi. Tentu saja,
penyebabnya bukan karena tidak berpartisipasinya seorang pemimpin, tapi
karena seluruh kemauan dan kekuatan penghuni kelas tersebut.

Terlebih di kompetisi individu, pasangan Sudo dan Onodera masing-masing


telah meraih juara pertama.

Koenji juga telah meraih juara pertama, tapi berakhir di peringkat kedua karena
yang dia ikuti hanya acara lomba kompetisi individu.
Arakiyota
Bagi diri sendiri tampaknya itu sudah cukup, dan tak ada masalah yang terjadi.

Lalu Sudo dan Onodera yang diberi hak istimewa untuk pindah kelas, tanpa ragu
memilih poin pribadi sebagai gantinya.

Meskipun menunjukkan ada tanda-tanda ketidakstabilan, tetapi yang jelas


mereka menaiki tangga ke kelas A.

Kei yang sepertinya ada janji dengan temannya memutuskan untuk pergi ke
Keyaki Mall hari ini.

Saat hendak ingin pulang, Horikita memanggilku.

“Ada sesuatu yang ingin kubicarakan, tidak apa-apa kan?”

“Aku tak keberatan kalau bicaranya sambil pulang.”

“Ya itu sudah cukup…”

Yah karena timing pemanggilanku tepat sepulang sekolah, ini adalah


pembicaraan di mana orang lain tidak boleh mendengarnya.

“Di ujian khusus suara bulat, aku telah belajar sesuatu yang sangat istimewa.”

“Baiklah akan kudengarkan.”

Festival olahraga berakhir, beberapa kelas ada masalah yang perlu dicemaskan,
Sepertinya Horikita masih khawatir dan belajar.

“Aku tidak salah. Memilih mempertahankan Kushida-san adalah pilihan yang tak
salah.”

Dalam menghadapi tuntutan hasil, Kushida juga berkontribusi pada festival


olahraga dengan meningkatkan poinnya.
Arakiyota
Dalam kehidupan sekolah sehari-hari, aku kembali menjadi siswa teladan yang
serius, dan meskipun kontribusi sosialku di OAA menurun pada awal Oktober,
mungkin hanya masalah waktu sebelum aku bisa mendapatkannya kembali.

Jika tanpa Airi ada rasa kasihan, teman sekelas yang lain lebih berkontribusi dari
pada Airi.

Tentu saja tidak selalu mendapat keuntungan.

“Aku tahu. Masih ada beberapa faktor yang perlu dicemaskan. Aku tidak tahu
apa-apa tentang bagaimana menyelesaikan permasalahan Hasebe-san. Tapi jika
muncul ujian khusus lagi, aku mungkin bisa menemukan 1 jawaban
tentangnya.”

“Apa dasarmu mengatakan hal itu?”

“Di ujian itu, aku telah membuat janji dengan sembarang untuk dapat mencapai
suara bulat. Selagi mengingkari janji di mana seharusnya siswa penghianat saja
yang didropout, aku mengabaikannya. Itu adalah jalan pintas yang mudah untuk
mencapai suara bulat, tetapi juga tidak mengerti seberapa besar risikonya. Aku
tahu Kushida-san adalah penghianat. Lalu, bahwa aku membuat keputusan
untuk mengeluarkannya dari sekolah. Itu adalah sebuah kesalahan.”

“Jika ada kemungkinan untuk mempertahankan dia, memang membuat janji


padanya sama dengan seperti mencekik diri sendiri.”

Sebuah tindakan di bawah tekanan dengan waktu yang hampir habis, jika pada
tahap itu Airi dan orang dengan kemampuan yang hampir sama mencapai suara
bulat, mungkin benar bahwa efek sampingnya tidak separah sekarang.

Apa yang harus dibuang dan apa yang akan didapat.

“Poin kelas didapat, tapi yang hilang sedikit. Ujian khusus itu telah mengajariku
banyak hal. Aku melihat kedua sisi keberhasilan dan kegagalan.”
Arakiyota
“Namun, lebih baik untuk tidak gagal…”

Horikita menutup matanya, menghembuskan napas, lalu membuka matanya.

“Aku kelas 2 SMA. Masih anak – anak. Tidak masalah jika aku gagal.”

“Kau sudah mulai berpikir terbuka ya…”

“Menjadi ragu-ragu seperti bukan diriku. Aku───akan melangkah pergi dengan


caraku sendiri. Mungkin tidak sebaik pemimpin kelas lainnya. Tapi dengan
adanya Hirata-kun, Karuizawa-san, Sudo-kun, Onodera-san, Kushida-san dan
Koenji-kun. Dengan dukungan mereka, kelas bergerak maju. Yang menanti di
depan adalah kelas A, itu kupikirkan.”

“Begitukah…”

“Tentu saja, kau juga termasuk salah satu dari mereka. Aku tidak tahu apa yang
kau pikirkan, dan terkadang sering tidak kooperatif…. Tapi kau adalah
keberadaan yang diperlukan untukku dan kelas.”

Keberadaanku seperti roda bantu di atas sepeda.

Bahkan jika roda bantu itu sangat diperlukan pada awalnya, tetapi kemudian
roda bantu itu dilepas.., kau jatuh.., terguncang berulang kali, dan akhirnya
sepeda menjadi mudah untuk dikendarai.

Ada lebih dari satu orang yang akan mendukungmu saat kau mengayuh sepeda.

Persis seperti yang didukung oleh teman sekelas.

Setelah melihatmu tumbuh sedikit lagi─── Aku akan meninggalkan kelasmu.

Aku tidak mengatakannya sekarang, tapi pada akhirnya Horikita akan


mengetahui alasannya.
Arakiyota
Lalu───

Dia pasti mengerti.

Ada saatnya kau akan menghadapi kenyataan bahwa kau tetap tidak bisa
menang walau dengan kelas yang kau merasa yakin bisa menang.

Aku akan mengajarkanmu hal itu.

Bukan untuk orang lain, tapi untuk diriku sendiri.

Aku, selama aku yang menang, itu yang terpenting.

Dengan memutuskan untuk menjadi musuh dan mengalahkan Horikita, itu hal
yang sudah pasti.

Tapi.., karena ingin dikalahkan, aku menjauh.

Ada masa depan yang aku harap tidak pasti.

Aku tahu jawabannya pasti akan keluar, tetapi aku ingin hal itu salah.

Arakiyota
Kedatangan Musim Gugur

“Maaf membuatmu menunggu…”

Hasebe, yang sedang menunggu Miyake di pintu masuk, menepuk bahunya


dengan ringan.

“Tidak, aku tidak menunggu lama. Lagi pula aku bosan.”

Hasebe tidak masuk sekolah selama seminggu, tetapi setelah itu datang ke
sekolah setiap hari.

“Apa benar kau baik-baik saja berhenti dari klub panahan?”

“Sejak awal memaksakan kebiasaan itu masalah…”

“Itu salahku kan?”

“Tidak. Aku berhenti karena aku ingin berhenti itu saja. Yang lebih penting apa
tidak apa-apa kau datang ke sekolah?”

Berpartisipasi hanya dalam minimal 5 acara lomba di festival olahraga.

Meskipun tidak meninggalkan prestasi apa-apa, setidaknya mereka berdua


berkontribusi pada kelas.

Namun, dia jarang berbicara dengan orang lain selain Miyake, dan agak
menjauh dari Yukimura, yang setuju untuk mengeluarkan Sakura dari sekolah.

Miyake tidak mengatakan apa-apa dan terus berdiri di sisinya, dengan berpikir
bahwa hal ini tidak dapat dihindari.

“Awalnya kupikir aku akan menghancurkan semuanya. Bukan hanya Kiyopon,


tapi semua teman sekelas yang meninggalkan Airi harus diberi pembalasan. Aku
ini orang yang jahat ya…”
Arakiyota
“Tidak, aku mengerti perasaanmu…”

“Saat itu seseorang harus didropout. Tapi, seharusnya Kushida-san lah yang
harus dropout, dan itu adalah hal yang tepat. Karena pada awalnya itu adalah
janjinya.., ya kan?”

“… Ya.”

“Aku tidak akan memaafkan Kiyopon. Tak akan kumaafkan teman sekelasku.
Tapi.., kupikir aku tidak akan terus menyusahkanmu dan membuatmu
menderita selamanya.”

Dia mengungkapkan semua pikirannya kepada Miyake dengan tujuan di hatinya


yang tajam.

“Miyachi. Mau tidak kau───membantuku balas dendam sekali saja?”

Dari matanya, dia tidak tersenyum, dan Miyake tidak memiliki keberanian untuk
bertanya apa dia serius.

“Haruka…”

“Ah.., bercanda, bercanda…”

Haruka tersenyum, menipu dirinya sendiri, dan mulai berjalan pergi.

“Balas dendamnya akan kulakukan sendiri.”

“Aku───”

Mencoba mengulurkan tangan Hasebe, kemudian dia tarik kembali.

Membalikkan punggung, dia berjalan pergi.

Arakiyota
Meskipun terlihat ragu-ragu, Miyake dalam diam mulai berjalan mengikutinya di
belakang.

Arakiyota

Anda mungkin juga menyukai