Anda di halaman 1dari 10

IMPLEMENTASI KEWENANGAN NOTARIS DALAM

PEMBUATAN AKTA KOPERASI BERDASARKAN PASAL 3


KEPMENKOP DAN UKM NO:98/KEP/M.KUKM/IX/2004
Kadek Dwijayanti, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail:
Dwiijayanti17@gmail.com

ABSTRAK
Penulisan artikel ini bertujuan agar pembaca dapat mengetahui dan menganalisa terkait peranan Notaris Pembuat
Akta Koperasi terkait kewenangannya dalam membuat Akta Pendirian Koperasi berdasarkan teori Kewenangan,
Teori Kepastian Hukum dan Teori Jenjang Hukum serta keabsahan dari Akta Pendirian Koperasi yang dibuat oleh
notaris yang bukan Notaris Pembuat Akta Koperasi sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Kepmenkop dan UKM No.
98/Kep/M.KUKM/IX/2004. Dalam penulisan artikel ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif.
Adapun hasil studi dari artikel ini menunjukan bahwa peranan Notaris Pembuat Akta Koperasi terkait
kewenangannya dalam membuat Akta Pendirian Koperasi adalah untuk memberikan kepastian hukum terhadap
koperasi sebagai badan hukum yang kemudian dikaitkan dengan teori Kewenangan, Teori Kepastian Hukum dan
Teori Jenjang Hukum. Selain itu Keabsahan dari koperasi sebagai badan hukum yang didirikan menggunakan Akta
Pendirian Koperasi yang dibuat bukan oleh NPAK belum diakui keabsahannya oleh pemerintah dan kekuatan
hukumnya menjadi lemah.
Kata Kunci: Kewenangan, Notaris, Koperasi, UUJN, Kepmenkop dan UKM No.
98/Kep/M.KUKM/IX/2004
ABSTRACT
The purpose of writing this article is so that readers can find out and analyze that The role of the Notary who makes
the Cooperative Deed is related to his authority in making the Deed of Establishment of the Cooperative based on the
theory of Authority, the Theory of Legal Certainty and the Theory of Legal Levels as well as the validity of the Deed
of Establishment of the Cooperative made by a notary who is not a Notary who made the Deed of Cooperatives in
accordance with Article 3 paragraph (1) of the Minister of Cooperatives and UKM Decree No.
98/Kep/M.KUKM/IX/2004. In writing this article, the author uses normative legal research methods. The results of
the study from this journal show that the role of the Notary who makes the Cooperative Deed regarding his
authority in making the Deed of Establishment of the Cooperative is to provide legal certainty for the cooperative as
a legal entity which is then linked to the Authority Theory, Legal Certainty Theory and Legal Level Theory. Apart
from that, the validity of cooperatives as legal entities established using a Deed of Establishment of Cooperatives
made not by NPAK has not been recognized by the government and its legal force is weak.
Keywords: Authority, Notary, Cooperative, UUJN, Kepmenkop dan UKM No. 98/Kep/M.KUKM/IX/2004

1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan koperasi di Indonesia terlihat begitu signifikan, hal ini dikarenakan
terjadi perubahan pada peraturan yang mengatur mengenai koperasi secara terus menerus
yang juga dipengaruhi oleh adanya perubahan situasi politik. Koperasi menjadi dasar dari
perekonomian rakyat dan soko guru perekonomian Indonesia, peran dari koperasi dalam
pembangunan kesejahteran masyarakat sangat besar. Ini termanifestasi dalam kerangka
ekonomi nasional di dalam Amandemen Keempat Pasal 33 dalam Bab XIV Konstitusi NKRI
1945. Bab XIV ini berisi tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial, dengan
tujuan yang sangat jelas menegaskan bahwa ekonomi yang dijalankan harus semata-mata
berorientasi pada kesejahteraan sosial.1
Keberadaan akta autentik sangat esensial bagi masyarakat, berfungsi sebagai sarana
yang sah untuk mengesahkan berbagai urusan, baik yang berhubungan dengan kepentingan
1
Firdausy, Carunia Mulya, 2019, Koperasi dalam Sistem Perekonomian Indonesia Cet. 1, Yayasan Pustaka
Obor Indonesia, Jakarta. (30)
pribadi maupun urusan bisnis. Aspek-aspek kepentingan pribadi melibatkan pengakuan
terhadap anak yang lahir di luar pernikahan sah, pemberian serta penerimaan hibah,
pembagian harta warisan, dan berbagai hal lainnya. Sementara itu, aspek kepentingan usaha
berkaitan dengan pembuatan akta-akta yang berhubungan dengan aktivitas bisnis, seperti akta
pendirian perusahaan terbatas, firma, Commanditair Vennootschap (CV), koperasi, dan
sejenisnya.2
Pada tanggal 4 Mei 2004 terjadi penandatanganan naskah kesepakatan dan kerjasama
(MoU) antara Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Negara Republik Indonesia
dengan Ikatan Notaris Indonesia (INI) dalam rangka mewujudkan adanya kekuatan dan
jaminan kepastian hukum bagi para pelaku usaha Koperasi sebagai sokoguru perekonomian
Indonesia. Naskah kesepakatan dan kerjasama ini kemudian melahirkan penerbitan Surat
Keputusan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor:
98/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi.
Notaris merupakan pejabat yang berwenang untuk membuat akta autentik mengenai
pendirian koperasi, hal ini dituangkan dalam Keputusan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Republik Indonesia Nomor: 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris sebagai
Pembuat Akta Koperasi (yang selanjutnya disebut dengan Kepmenkop dan UKM No.
98/Kep/M.KUKM/IX/2004) yaitu pada Pasal 1 angka 4 yang menentukan bahwa, “Notaris
pembuat akta koperasi adalah Pejabat Umum yang diangkat berdasarkan Peraturan Jabatan
Notaris, yang diberi kewenangan antara lain untuk membuat akta pendirian, akta perubahan
anggaran dasar dan akta-akta lainnya yang terkait dengan kegiatan koperasi.” secara lebih
tegas lagi tugas dan wewenang dari notaris dalam membuat akta autentik yang terkait dengan
kegiatan koperasi ditentukan pada Pasal 3 ayat (1) Kepmenkop dan UKM No.
98/Kep/M.KUKM/IX/2004. Oleh karena itu, dalam proses pendirian Koperasi, Notaris
memiliki peran penting dalam pembuatan akta pendirian bagi individu yang ingin mendirikan
Koperasi setelah tahapan pembentukan Koperasi oleh para pendiri. Untuk menjalankan peran
ini, Notaris diharapkan memiliki pemahaman yang cukup tentang Koperasi. Persyaratan untuk
ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Akta Koperasi, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 huruf
(b) Kepmenkop dan UKM No. 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 ditentukan bahwa, “Memiliki
sertifikat tanda bukti telah mengikuti pembekalan di bidang Perkoperasian yang
ditandatangani oleh Menteri.”
Ketentuan Pasal 4 huruf (b) Kepmenkop dan UKM No. 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 ini
cukup bertolak belakang dengan UUJN, dimana UUJN menyatakan notaris berwenang
membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan
oleh peraturan perundang-undangan, namun disisi lain Kepmenkop dan UKM
No.98/Kep/M.KUKM/IX/2004 memberikan kewenangan khusus bagi Notaris Pembuat Akta
Koperasi (yang selanjutnya disingkat dengan NPAK). Hal ini yang kemudian menimbulkan
adanya konflik norma antara Kepmenkop dan UKM No.98/Kep/M.KUKM/IX/2004 dengan
UUJN.
Pada penelitian sebelumnya, dalam penulisan yang berjudul, “Prinsip Kepastian
Hukum Dalam Pembuatan Akta Pendirian Koperasi” yang ditulis oleh Santi Widyawati,
dengan menggunakan metode penelitian normatif kemudian didapatkan kesimpulan bahwa
notaris diberi kewenangan dalam pembuatan akta autentik pendirian koperasi, pendirian
koperasi yang dilakukan tanpa menggunakan akta autentik yang dibuat dihadapan notaris

2
Nurmayanti, R., and Khisni, A., 2017. Peran dan Tanggung Jawab Notaris Dlam Pelaksanaan
Pembuatan Akta Koperasi. Jurnal Akta, 4(4). pp. 609-623
memiliki kekuatan hukum apabila mendapat pengesahan dari Menteri atau pejabat yang
berwenang.3
Sementara itu, dalam penelitian yang dilakukan oleh Rizki Nurmayanti dan Akhmad
Khisni dalam penelitiannya yang berjudul, “Peran dan Tanggung Jawab Notaris Dalam
Pelaksanaan Pembuatan Akta Koperasi” dengan menggunakan metode normatif didapatkan
kesimpulan bahwa adanya akta pendirian koperasi yang dibuat oleh notaris merupakan syarat
adanya suatu koperasi untuk menjadi badan hukum. Dalam pembuatan akta autentik notaris
memiliki pertanggungjawaban secara pidana, administrasi dan perdata serta kode etik. 4 Dari
kedua penelitian diatas yang membedakan dengan penelitian yang penuslis lakukan yaitu
penulis menganalisa secara normatif kewenangan dari notaris sebagai pejabat umum dalam
pembuatan Akta Pendirian Koperasi serta keabsahan dari Akta Pendirian Koperasi yang dibuat
oleh notaris yang bukan Notaris Pembuat Akta Koperasi sesuai dengan Pasal 3 ayat (1)
Kepmenkop dan UKM No. 98/Kep/M.KUKM/IX/2004.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peranan Notaris Pembuat Akta Koperasi terkait kewenangannya dalam
membuat Akta Pendirian Koperasi berdasarkan teori Kewenangan, Teori Kepastian
Hukum dan Teori Jenjang Hukum?
2. Bagaimana keabsahan dari Akta Pendirian Koperasi yang dibuat oleh notaris yang
bukan Notaris Pembuat Akta Koperasi sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Kepmenkop
dan UKM No. 98/Kep/M.KUKM/IX/2004?

1.3. Tujuan Penulisan


Penulisan artikel ini memiliki tujuan untuk dapat mengetahui dan menganalisa terkait
peranan Notaris Pembuat Akta Koperasi terkait kewenangannya dalam membuat Akta
Pendirian Koperasi berdasarkan teori Kewenangan, Teori Kepastian Hukum dan Teori Jenjang
Hukum serta keabsahan dari Akta Pendirian Koperasi yang dibuat oleh notaris yang bukan
Notaris Pembuat Akta Koperasi sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Kepmenkop dan UKM No.
98/Kep/M.KUKM/IX/2004.

2. Metode Penelitian
Metode penelitian hukum normatif menjadi metode yang dipergunakan dalam
penelitian artikel ini, dengan maksud untuk memahami lebih dalam aturan atau norma hukum
terkait dengan topik yang dikaji. Penelitian yang menggunakan metode normatif merupakan
proses penelitian yang didasari oleh data sekunder.5 Observasi yang menekuni hukum dari
konsep hukum sebagai norma yang berlaku di masyarakat dan juga sebagai pedoman dalam
bermasyarakat disebut dengan Penelitian hukum normatif. Dalam penelitian hukum normatif,
selain didasari oleh data sekunder terdapat pula bahan hukum primer, seperti peraturan
perundang-undangan, digabungkan dengan bahan hukum sekunder, seperti bahan pustaka,
karya ilmiah, dan hasil penelitian.6

3. Hasil dan Pembahasan

3
Widyawati, Santi, 2017, “Prinsip Kepastian Hukum Dalam Pembuatan Akta Pendirian Koperasi”, (tesis)
Program Studi Magister (S2) Kenotariatan Pasca-sarjana Universitas Jember, Jember.
4
Nurmayanti, R., and Khisni, A., Op, Cit. pp. 609-623
5
Efendi, Jonaedi, and Johnny Ibrahim, 2018, Metode Penelitian Hukum: Normatif dan Empiris, Prenadamedia
Group, Depok.
6
Suratman, and Philips Dillah, 2015, Metode Penelitian Hukum, Cet.3, Alfabeta, Bandung.
3.1. Peranan Notaris Pembuat Akta Koperasi Terkait Kewenangannya Dalam Membuat
Akta Pendirian Koperasi Berdasarkan Teori Kewenangan, Teori Kepastian Hukum
dan Teori Jenjang Hukum
Hakekat dari notaris berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUJN menentukan bahwa, “Notaris
adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan
undang-undang lainnya”. Kewenangan Notaris ditentukan dalam Pasal 15 UUJN yang
menentukan bahwa,
(1) “Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian,
dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau
yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik,
menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan
grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak
juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang
ditetapkan oleh undang-undang.
(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang pula:
a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah
tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat
uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;
f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. membuat Akta risalah lelang.
(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris
mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.”
Pada penjelasan Pasal 15 ayat (3) UUJN ditentukan bahwa, “yang dimaksud dengan
“kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan”, antara lain,
kewenangan mensertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik (Cyber Notary), membuat
Akta ikrar wakaf, dan hipotek pesawat terbang”. Selain kewenangan pada penjelasan tersebut
terdapat kewenangan lain dari notaris yang diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Kepmenkop dan
UKM No. 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 yang menentukan bahwa, “Notaris Pembuat akta
koperasi mempunyai tugas pokok membuat akta otentik sebagai bukti telah dilakukannya
suatu perbuatan hukum tertentu dalam proses pendirian, perubahan anggaran dasar serta akta-
akta lainnya yang terkait dengan kegiatan koperasi untuk dimohonkan pengesahannya kepada
pejabat yang berwenang.” Kemudian dipertegas kembali pada Pasal 3 ayat (2) Kepmenkop dan
UKM No. 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 yang menentukan bahwa, “Perbuatan hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pembuatan:
a. Akta Pendirian Koperasi;
b. Akta Perubahan Anggaran Dasar Koperasi;
c. Akta-Akta lain yang terkait dengan kegiatan koperasi.”
Demi menjamin adanya kepastian hukum dan dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan hukum bagi masyarakat terkait dengan proses, prosedur dan tata cara pendirian,
perubahan anggaran dasar dan akta-akta lain yang memiliki kaitan dengan Koperasi melalui
adanya akta autentik yang dibuat oleh/di hadapan notaris maka Kementerian Koperasi dan
UKM mengeluarkan Kepmenkop dan UKM No. 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris
Sebagai Pembuat Akta Koperasi.
Notaris yang dapat membuat akta koperasi adalah Notaris Pembuat Akta Koperasi
(NPAK). NPAK merupakan pejabat umum yang diangkat berdasarkan Peraturan Jabatan
Notaris, yang diberi kewenangan untuk membuat akta pendirian, akta perubahan anggaran
dasar dan akta- akta lainnya yang terkait dengan kegiatan koperasi. Untuk melaksanakan
pembuatan akta-akta tersebut, NPAK sebagai pejabat pembuat akta koperasi perlu memiliki
pengetahuan dan pemahaman tentang perkoperasian.
Dari kewenangan notaris yang dituangkan dalam Pasal 15 ayat (3) UUJN dan
dihubungkan dengan Pasal 3 Kepmenkop dan UKM No. 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 terdapat
beberapa teori yang dapat diterapkan. Beberapa teori tersebut antara lain yaitu:
1. Teori Kewenangan
Pengertian dari kewenangan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu hak dan
kekuasaan untuk melalukan tindakan, kekuasaan dalam membuat keputusan, memerintah dan
juga melimpahkan tanggung jawab kepada orang/badan lain. Kewenangan dalam Hukum
Administrasi Negara merupakan kekuasaan menggunakan sumber daya untuk mencapai
tujuan organisasi dan secara umum tugas di definisikan sebagai kewajiban atau suatu
pekerjaan yang harus dikerjakan seseorang dalam melakukan pekerjaannya.7
Dalam kaitan dengan konsep atribusi, delegasi, ataupun mandat, J.G. Brouwer dan A.E.
Schilder8, mengatakan:
a. “With atribution, power is granted to an administratif authority by an independent
legislative body. The power is initial (originair), which is to say that is not derived from a
previously existing power. The legislative body creates independent and previously non-
existent powers and assigns them to an authority.
b. Delegation is a transfer of an acquired atribution of power from one administratif
authority to another, so that the delegate (the body that the acquired the power) can
exercise power in its own name.
c. With mandate, there is not transfer, but the mandate giver (mandans) assigns power to
the body (mandataris) to make decision or take action in its name.”
J.G. Brouwer berpendapat bahwa Kewenangan atribusi merupakan kewenangan yang
diberikan kepada suatu organ (institusi) pemerintahan atau lembaga Negara oleh suatu badan
legislatif yang independen. Kewenangan ini adalah asli, yang tidak diambil dari kewenangan
yang ada sebelumnya. Badan legislatif menciptakan kewenangan mandiri dan bukan perluasan
kewenangan sebelumnya dan memberikan kepada organ yang berkompeten. Kewenangan
yang dimiliki oleh notaris merupakan kewenangan atribusi yang berasal dari peraturan
perundang-undangan. Kewenangan NPAK dalam membuat Akta Pendirian Koperasi adalah
merupakan kewenangan atribusi yang bertujuan agar Koperasi diakui sebagai badan hukum
maka akta ini perlu untuk dibuat.
2. Teori Kepastian Hukum
Kepastian merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum, terlebih lagi dalam
norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan makna karena tidak
dapat lagi digunakan sebagai pedoman perilaku bagi setiap orang. Kepastian sendiri disebut
sebagai salah satu tujuan dari hukum yang merupakan sebagai bagian dari mewujudkan
keadian. Pelaksanaan dan penegakan hukum terhadap perbuatan melawan hukum merupakan
bentuk nyata dari kepastian hukum. Istilah kepastian hukum dapat ditemukan dalam ajaran

7
Marbun, SF., 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia, Liberty, Yogyakarta.
(154)
8
Brouwer, J.G. and Schilder, A.E., 1998, A Survey of Dutch Administrative Law, Ars Aequi Libri, Nijmegen.
(16-18). dalam Djatmiati, Tatiek Sri, 2004, “Prinsip Izin Usaha Industri di Indonesia”, (disertasi) Program
Pasca-Sarjana Universitas Airlangga, Surabaya. (65)
cita hukum (idee des recht), cita hukum terdiri dari 3 aspek yang harus ada secara proporsional
yaitu: kepastian hukum (rechtssigkeiti), kemanfaatan (zweekmasigkeit), dan keadilan
(gerechtigkeit).”9
Dalam teori kepastian hukum terdapat beberapa asas yang wajib dipenuhi oleh hukum,
dan mengakibatkan hukum itu dapat dinyatakan gagal sebagai hukum apabila terdapat asas
yang tidak terpenuhi, hal ini dinyatakan oleh Lon Fuller dalam bukunya yang berjudul The
Morality of Law10, Adapun asas-asas tersebut yaitu:
1). Suatu sistem hukum yang terdiri dari peraturan-peraturan, tidak berdasarkan
putusan -putusan sesat untuk hal-hal tertentu;
2). Peraturan tersebut diumumkan kepada public;
3). Tidak berlaku surut, karena akan merusak integritas sistem;
4). Dibuat dalam rumusan yang dimengerti oleh umum;
5). Tidak boleh ada peraturan yang saling bertentangan;
6). Tidak boleh menuntut suatu tindakan yang melebihi apa yang bisa dilakukan;
7). Tidak boleh sering diubah-ubah; dan
8). Harus ada kesesuaian antara peraturan dan pelaksanaan sehari-hari.
Selain menurut Lon Fuller, terdapat teori kepastian hukum menurut John Austin. Teori
kepastian hukum menurut John Austin yaitu, “Law is a command set, either directly or circuitouly,
by a souverign individual or body, to a member of members of some independent political society in which
his authority is supreme”11, maksudnya yaitu menekankan bahwa Hukum merupakan produk
dari orang yang telah ditentukan, sehingga menjadikannya sumber dari komando atau
perintah, yang selanjutnya diasumsikan kemudian, bahwa komando atau perintah itu
merupakan pengungkapan kehendak dari beberapa orang, yang merupakan kelompok
penguasa, dan selanjutnya meletakkan dasar kedaulatan pembuatan undangundang terletak
ada pada negara (penguasa). Teori kepastian hukum menekankan pada adanya kejelasan di
dalam aturan-aturan hukum yang dibuat dan ditetapkan oleh pemerintah yang berwenang.
Teori kepastian hukum mendukung terwujudnya aturan-aturan hukum yang jelas dan pasti,
sehingga dengan demikian masyarakat akan terhindarkan dari tindakan sewenang-wenang
yang dilakukan oleh pemerintah dan akan memahami tentang hal-hal apa saja yang boleh atau
tidak untuk dilakukan.
Dari penjelasan teori kepastian hukum ini, kemudian dianalisa demi tercipta dan
tercapainya salah satu tujuan hukum, yakni kepastian hukum, diperlukan adanya suatu
pemaknaan dalam kewenangan NPAK dalam pembuatan akta Pendirian Koperasi, guna
Notaris dapat mengetahui apakah perbuatan (kewenangan Notaris dalam pembuatan akta
Pendirian Koperasi) tersebut boleh dilakukan dan sampai sejauh mana Notaris dapat
melaksanakannya sebagai pejabat umum maupun sebagai NPAK.
3. Teori Jenjang Hukum
Pada masa aliran hukum positif terdapat beberapa teori turunan, salah satunya yaitu
teori jenjang hukum (Stufentheorie). Teori jenjang hukum merupakan teori yang dikenalkan oleh
Hans Kelsen, Dalam bukunya yang berjudul General Theory of Law and States, Han Kelsen
menyebutkan bahwa, “The legal order, espesially the legal order the personificationof which is the
State, is therefore not a system of norms coordiinated to each other, standing, so to speak, side by side on

9
Warman, Kurnia, 2010, Hukum Agraria Dalam Masyarakat, Majemuk Dinamika Interaksi Hukum Adat dan
Hukum di Sumatera Barat, Huma, Jakarta. (73)
10
Rahardjo, Satjipto, 1986, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung. (91)
11
Yusron, D., 2006. Pengaruh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial Dalam Menciptakan Kepastian Hukum di Bidang Ketenagakerjaan di Indonesia.
Lex Jurnalica, 3(2), pp. 62-74.
the same level,but hierarcis of differen levels of norms. The unityof these norms is constituted by the fact
and that the creation of one norm –the lower one -is determined by another –the higher –the creation –of
which is determined by a still higher norm, and that this regessus is terminated by a highest, the basic
norm which, being the supreme reason of validity of the whole legal order, constitutes its unity”.12 Sistem
hukum merupakan sistem anak tangga dengan kaidah berjenjang dimana norma hukum yang
paling rendah harus berpegang pada norma hukum yang lebih tinggi, dan kaidah hukum yang
tertinggi harus berpegang pada norma hukum yang paling mendasar, menurut Kelsen norma
hukum yang paling mendasar bentuknya tidak konkrit (abstrak), contoh norma hukum yang
paling mendasar dan abstrak yaitu Pancasila.
Secara kontekstual dalam sistem hierarki peraturan perundang-undangan dikenal
dengan tiga asas mendasar.13 Adapun tiga asas sebagaimana dimaksud antara lain asas lex
superior de rogat lex inferior, lex specialist derogat lex generalis, lex posterior de rogat lex priori .
Berdasarkan studi ilmu hukum tiga asas sebagaimana dimaksud merupakan pilar penting
dalam memahami konstruksi hukum perundang-undangan di Indonesia secara detail dapat
dijelaskan bahwa:
a. Asas lex superior de rogat lex inferior, peraturan yang lebih tinggi akan
mengesampingkan peraturan yang lebih rendah apabila mengatur substansi yang
sama dan bertentangan.
b. Asas lex specialist derogat lex generalis, peraturan yang lebih khusus akan
mengesampingkan peraturan yang umum apabila mengatur substansi yang sama
dan bertentangan.
c. Asas lex posterior de rogat lex priori, peraturan yang baru akan mengesampingkan
peraturan yang lama.
Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan menyatakan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-
undangan terdiri atas:
a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi, dan;
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Kepmenkop dan UKM No. 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 memberikan pembatasan pada
kewenangan notaris sebagai pejabat umum sesuai dengan Pasal 15 ayat (1) UUJN, dikarenakan
pada Pasal 15 ayat (1) UUJN dijelaskan bahwa notaris sebagai pejabat umum diberikan
kewenangan untuk membuat akta autentik tanpa terkecuali, namun pada Kepmenkop dan
UKM No. 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 diberikan batasan bahwa yang dapat membuat Akta
autentik mengenai pendirian hanya boleh dilakukan oleh NPAK, maka dalam melihat
kewenangan notaris dalam pembuatan Akta Pendirian Koperasi perlu menggunakan teori
jenjang hukum untuk melihat peraturan mana yang harus didahulukan untuk diterapkan.

12
Kelsen, Hans, 1973, General Theory of Law and State (Translated by: Andres Wedberg), Russel & Russel,
New York. (124)
13
Hamidi, Jazim, dkk, 2012, Teori dan Hukum Perancangan Perda Cetakan Pertama, Universitas Brawijaya
Press (UB Press), Malang. (19)
3.2. Keabsahan Dari Akta Pendirian Koperasi Yang Dibuat Oleh Notaris Yang Bukan
Notaris Pembuat Akta Koperasi Sesuai Dengan Pasal 3 Ayat (1) Kepmenkop Dan
UKM No. 98/Kep/M.KUKM/IX/2004
Pendirian koperasi yang berkedudukan di Wilayah Negara Republik Indonesia wajib
menggunakan Akta Pendirian Koperasi yang didalamnya memuat mengenai Anggaran Dasar
Koperasi. Bentuk dan jenis koperasi ditentukan oleh para pendiri koperasi berdasarkan
persamaan aktivitas dan kepentingan ekonomi anggotanya yang dapat berbentuk koperasi
primer dan koperasi sekunder. Dalam koperasi yang berkedudukan sebagai pemilik dan
sekaligus pengguna jasa adalah anggota koperasi. Status badan hukum pada koperasi
didapatkan setelah Akta Pendirian Koperasi disahkan oleh Pemerintah. Pengesahan ini dapat
diperoleh dengan mengajukan permintaan tertulis disertai Akta Pendirian Koperasi, proses
pengesahan ini biasanya dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga bulan setelah
diterimanya permintaan pengesahan. Pengesahan dari Akta Pendirian Koperasi akan
diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.14
Ketentuan Pasal 3 ayat (1) Kepmenkop dan UKM No. 98/Kep/M.KUKM/IX/2004
menentukan bahwa, “Notaris Pembuat akta koperasi mempunyai tugas pokok membuat akta
otentik sebagai bukti telah dilakukannya suatu perbuatan hukum tertentu dalam proses
pendirian, perubahan anggaran dasar serta akta-akta lainnya yang terkait dengan kegiatan
koperasi untuk dimohonkan pengesahannya kepada pejabat yang berwenang.” Berdasarkan
ketentuan ini dapat digaris bawahi bahwa yang memiliki tugas pokok membuat akta otentik
sebagai bukti telah dilakukannya suatu perbuatan hukum tertentu dalam proses pendirian,
perubahan anggaran dasar serta akta-akta lainnya yang terkait dengan kegiatan koperasi
adalah Notaris Pembuat Akta Koperasi (NPAK). Notaris yang ingin menjadi NPAK harus
memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan pada Pasal 4 Kepmenkop dan UKM No.
98/Kep/M.KUKM/IX/2004, yang dimana notaris yang diangkat sebagai NPAK telah
berwenang menjalankan jabatannya sesuai dengan peraturan jabatan notaris dan telah memiliki
sertifikat tanda bukti telah mengikuti pembekalan di bidang perkoperasian yang
ditandatangani oleh Menteri.
Dengan adanya Kepmenkop dan UKM No. 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 yang
menegaskan hanya NPAK yang sudah terdaftar sebagai pembuat akta koperasi dimana ia
berkedudukan yang berwenang membuat akta koperasi. Namun dalam prakteknya saat
Kepmenkop dan UKM No. 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 ini diberlakukan masih terdapat akta
koperasi yang dibuat oleh notaris yang belum terdaftar sebagai NPAK, yang mengakibatkan
akta koperasinya tidak dapat dilakukan pengesahan oleh Dinas Koperasi. Hal ini akan
menimbulkan kerugian bagi koperasi itu sendiri karena akan memberikab batasan bagi
koperasi untuk melakukan kerjasama dengan pihak lain dan hanya dapat melakukan kegiatan
yang bersifat interen.15
Notaris yang akan membuat akta koperasi diharapkan lebih memahami koperasi itu
sendiri agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, hal inilah yang
mendorong adanya pengangkatan NPAK dengan syarat memiliki sertifikat pembekalan di
bidang perkoperasian. Pembekalan yang diberikan membahas mengenai bagaimana cara
pembentukan koperasi, pembuatan akta pendirian koperasi, pengesahan akta koperasi, sampai
pembubaran koperasi. Apabila akta koperasi dibuat oleh notaris yang tidak terdaftar sebagai
NPAK maka akan ada perbedaan pada isi akta khususnya mengenai anggaran dasar koperasi,

14
Sony, Yoman dan Tambunan, Hardi., 2019, Manajemen Koperasi, Penerbit Yrama Widya, Bandung. (33)
15
Riwanto, Antonius, 2020, “Kekuatan Hukum Akta Pendirian Koperasi yang Dibuat Bukan Oleh Notaris
Pembuat Akta Koperasi”, (tesis) Program Studi Magister (S2) Kenotariatan Pasca-sarjana Universitas
Narotama, Surabaya. (57)
dikarenakan notaris tersebut dianggap tidak memahami betul mengenai aturan koperasi itu
sendiri. Pasal 4 Kepmenkop dan UKM No. 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 bertujuan agar terdapat
standarisasi dalam pembuatan akta koperasi dikalangan notaris pembuat akta koperasi,
khusunya Akta Pendirian Koperasi yang memuat anggaran dasar koperasi agar memiliki
prinsip dan nilai yang sama secara umum dan menyeluruh.
Dari penjelasan terkait pengangkatan NPAK sebagai pejabat yang membuat akta
koperasi maka keabsahan dari koperasi sebagai badan hukum yang didirikan menggunakan
Akta Pendirian Koperasi yang dibuat bukan oleh NPAK belum diakui keabsahannya oleh
pemerintah. Kekuatan hukum dari Akta Pendirian Koperasi yang dibuat bukan oleh NPAK,
menjadi lemah karena dalam prosesnya tidak melalui sistem Badan Hukum Koperasi sehingga
tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sempurna atau kuat.

4. Kesimpulan
Dalam rangka mewujudkan adanya kekuatan dan jaminan kepastian hukum bagi para
pelaku usaha Koperasi sebagai sokoguru perekonomian Indonesia dan dan dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan hukum bagi masyarakat terkait dengan proses, prosedur dan
tata cara pendirian, perubahan anggaran dasar dan akta-akta lain yang memiliki kaitan dengan
Koperasi melalui adanya akta autentik yang dibuat oleh/di hadapan notaris maka Kementerian
Koperasi dan UKM mengeluarkan Kepmenkop dan UKM No. 98/Kep/M.KUKM/IX/2004
tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi. Pada Kepmenkop dan UKM No.
98/Kep/M.KUKM/IX/2004 diatur mengenai peranan Notaris Pembuat Akta Koperasi dalam
membuat Akta Pendirian Koperasi. Peranan NPAK kemudian dikaitkan dengan beberapa teori
yaitu teori kewenangan, teori kepastian hukum dan teori jenjang hukum. Keabsahan dari
koperasi sebagai badan hukum yang didirikan menggunakan Akta Pendirian Koperasi yang
dibuat bukan oleh NPAK belum diakui keabsahannya oleh pemerintah. Kekuatan hukum dari
Akta Pendirian Koperasi yang dibuat bukan oleh NPAK, menjadi lemah karena dalam
prosesnya tidak melalui sistem Badan Hukum Koperasi sehingga tidak dapat dipergunakan
sebagai alat bukti yang sempurna atau kuat.

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Brouwer, J.G. and Schilder, A.E., 1998, A Survey of Dutch Administrative Law, Ars Aequi Libri,
Nijmegen. (16-18). dalam Djatmiati, Tatiek Sri, 2004, “Prinsip Izin Usaha Industri di
Indonesia”, (disertasi) Program Pasca-Sarjana Universitas Airlangga, Surabaya.
Efendi, Jonaedi, and Johnny Ibrahim, 2018, Metode Penelitian Hukum: Normatif dan Empiris,
Prenadamedia Group, Depok.
Firdausy, Carunia Mulya, 2019, Koperasi dalam Sistem Perekonomian Indonesia Cet. 1, Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, Jakarta.
Hamidi, Jazim, dkk, 2012, Teori dan Hukum Perancangan Perda Cetakan Pertama, Universitas
Brawijaya Press (UB Press), Malang.
Kelsen, Hans, 1973, General Theory of Law and State (Translated by: Andres Wedberg), Russel &
Russel, New York.
Marbun, SF., 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia, Liberty,
Yogyakarta.
Rahardjo, Satjipto, 1986, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung.
Sony, Yoman dan Tambunan, Hardi., 2019, Manajemen Koperasi, Penerbit Yrama Widya,
Bandung.
Suratman, and Philips Dillah, 2015, Metode Penelitian Hukum, Cet.3, Alfabeta,Bandung.
Warman, Kurnia, 2010, Hukum Agraria Dalam Masyarakat, Majemuk Dinamika Interaksi Hukum
Adat dan Hukum di Sumatera Barat, Huma, Jakarta.

Jurnal
Nurmayanti, R., and Khisni, A., 2017. Peran dan Tanggung Jawab Notaris Dlam Pelaksanaan
Pembuatan Akta Koperasi. Jurnal Akta, 4(4). pp. 609-623
Yusron, D., 2006. Pengaruh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial Dalam Menciptakan Kepastian Hukum di Bidang
Ketenagakerjaan di Indonesia. Lex Jurnalica, 3(2), pp. 62-74.

Tesis
Riwanto, Antonius, 2020, “Kekuatan Hukum Akta Pendirian Koperasi yang Dibuat Bukan Oleh
Notaris Pembuat Akta Koperasi”, (tesis) Program Studi Magister (S2) Kenotariatan Pasca-
sarjana Universitas Narotama, Surabaya.
Widyawati, Santi, 2017, “Prinsip Kepastian Hukum Dalam Pembuatan Akta Pendirian Koperasi”,
(tesis) Program Studi Magister (S2) Kenotariatan Pasca-sarjana Universitas Jember,
Jember.

Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5355.
Indonesia, Keputusan Menteri Negara Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik
Indonesia Nomor: 98/KEP/M.KUKM/IX/2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta
Koperasi.

Anda mungkin juga menyukai