Abstrak
Tujuan dari artikel ini adalah untuk mengetahui sejauh mana efektivitas
kewenangan Pengawasan dan Pembinaan oleh Majelis Pengawas Daerah terhadap
profesi Notaris dan untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dilakukannya
Pengawasan dan Pembinaan terhadap profesi Notaris di Kabupaten Gorontalo,
Meskipun rutin dalam menjalankan tugas pengawasan dan pembinaan tetapi Majelis
Pengawas Daerah masih saja menemukan beberapa permasalahan yang menyangkut
kode etik profesi notaris, sering terjadinya pelanggaran administratif terkait dengan akta
yang dibuat notaris.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum empiris.
Permasalahan yang ada dalam artikel ini adalah sejauh manakah efektivitas kewenangan
Majelis Pengawas Daerah terhadap pengawasan dan pembinaan Notaris di Kabupaten
Gorontalo dan apa faktor penghambat pelaksanaan dalam melakukan pengawasan dan
pembinaan tersebut. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa terdapat beberapa
pelaksanaan pengawasan yang kurang efektif seperti Notaris yang ada di Kabupaten
Gorontalo masih sering lalai untuk membuat bundle buku jika jumlah akta sudah
memenuhi 50 akta, juga terdapat kelalaian berulang kali dilakukan oleh Notaris terkait
dengan kerapihan penyimpanan akta serta uji petik akta. Adapun faktor penghambat
karena kurangnya sarana pra sarana disebabkan adanya gabungan dalam 1 Majelis
Pengawas tingkat daerah sehingga berimplikasi pada kurang efektif dan maksimal
pengawasan serta pembinaan terhadap Notaris. Untuk itu perlu adanya penambahan
kewenangan kepada Majelis Pengawas Daerah dalam Undang-Undang Jabatan Notaris
atau dalam peraturan teknis lainnya serta perlu adanya upaya pemerintah dalam
menunjang SDM guna menambah profesi Notaris di Gorontalo, sehingga dengan
tercukupinya alokasi profesi Notaris di setiap daerah tersebut maka dapat tercipta
lembaga Pengawas Daerah di masing-masing daerah yang membutuhkan tersebut.
.
1. Pendahuluan
1
Fakultas Hukum, Universitas Negeri Gorontalo. E-mail: ridhocahyapratama64@gmail.com
2
Fakultas Hukum, Universitas Negeri Gorontalo. E-mail: nurkasim@ung.ac.id
3
Fakultas Hukum, Universitas Negeri Gorontalo. E-mail: Juliusmandjo02@gmail.com
Pada konteks negara yang mengadopsi prinsip hukum, didapati
berbagai macam sistem hukum yang sangat popular di gunakan. Diantaranya
adalah sistem civil law dan common law system. Sistem yang diadopsi oleh
negara-negara beraliran Eropa Kontinental yang merujuk atas hukum Romawi
disebut sebagai civil law system, memiliki istilah demikian karena hukum
Romawi berawal kepada karya besar dari Kaisar Iustianus Corpus Iuris Civilis
sedangkan sistem yang dikembangkan di Inggris berdasarkan hukum asli
mayoritas rakyat Inggris dikenal dengan common law system. Sistem civil law
kerap kali disebut sebagai sistem Kontinental.4
Konsep reschstaat pada sebuah negara yang berdasarkan sistem
hukum aliran eropa continental mempunyai tujuan umtuk mengurangi
kewenangan raja yang begitu luas dalam negara. Misalnya dalam
perkembangan pemikiran Immanuel Kant yang mencetus istilah nachtwachter
staat atau negara hukum liberal. Namun para pemikir-pemikir di era itu
menganggap hasil pemikiran dari Immanuel Kant terlalu liberal atau condong
terbuka bebas sehingganya dikongkritkanlah oleh Friedrich J Stal (ahli hukum
jerman) dengan mencirikan konsep rechsstaat dengan mengakui adanya
perlindungan terhadap HAM, adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan,
adanya pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan (wetmatigheid van
het bestuur), dan adanya peradilan administrasi yang bebas dalam
perselisihan (administratieve rechtspraak).5 Sedangkan konsep rule of law
dipelopori oleh kaum liberalis dengan tujuan utamanya untuk menciptakan
kepastian hukum. Lebih lanjut menurut Hayek dalam bukunya berjudul The
Road To Serfdom terdapat 3 unsur sifat dalam konsep rule of law yaitu
bersifat umum (generality), kesetaraan (equality), dan kepastian (certainty)
kemudian untuk melengkapi hal tersebut di atas oleh Albert V. Dicey pada
tahun 1885 menulis sebuah buku yang berjudul Introduction to the Study of
4
Peter M Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum dalam Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana, 2011),
223.
Sayuti, Konsep rechtstaat dalam Negara Hukum, atas NALAR FIQH, Jurnal Kajian Ekonomi
5
6
Teguh P., “Rule of Law dalam DImensi Negara HUkum di Indonesia”, Jurnal Ilmu Hukum
REFLEKSI HUKUM, Edisi Oktober 2010, 133.
7
Fence Wantu, Idee des Recht Dalam Kepastian, Keadilan, dan Kemanfaatan Hukum
(Implementasi Dalam Proses Peradilan Perdata), Cetakan Pertama, (Yogyakarta: Pustaka Belajar,
2011), 1.
8
Zudan A Fakrullah, “Penegakan Hukum Sebagai Peluang Menciptakan Keadilan” atas
Jurnal JURISPRIDENCE, Volume 2 Nomor 1, Maret 2005, 22.
masih sering didapati di tengah masyarakat permasalahan hukum atas
dokumen yang tidak berkekuatan hukum.
Implikasi di atas menyebabkan masyarakat tidak mengetahui persis
mengenai pentingnya perangkat hukum. Pentingnya tugas profesi notaris
dalam menciptakan keadaan yang mengedepankan perlindungan dan
kepastian hukum bagi masyarakat untuk mencegah terjadinya akibat hukum
di lain hari dengan cara pembuatan akta otentik yang tidak mengakomodir
kepentingan para pihak. Notaris menjadi profesi yang berfungsi penting dalam
kehidupan masyarakat pada umumnya, khususnya meminta pelbagai analisis
dan nasehat hukum dari notaris itu sendiri terkait substansi akta yang akan
dikerjakan oleh notaris tersebut.9
Jika menelaah pasal 67 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris, yang diberi kewenangan untuk mengawasi segala macam
tindak-tanduk profesi notaris adalah kementrian Hukum dan Hak Asasi
Manusia. Dalam melaksanakan tugasnya kemenkumham diberi kewajiban
untuk membentuk sebuah majelis bidang pengawasan terdiri atas unsur
pemerintah, organisasi yang mewadahi notaris, serta ahli ataupun akademisi
yang berkompoten dalam bidang tersebut. Adapun Majelis bidang
pengawasan yang dibentuk terdiri dari Majelis Pengawas Daerah atau MPD,
Majelis Pengawas Wilayah atau MPW dan Majelis Pengawas Pusat. 10
Terkait dengan efektivitas pengawasan dan pembinaan oleh Majelis
Pengawas Daerah di kabupaten Gorontalo bahwa peneliti menemukan
adanya beberapa permasalahan kode etik yang terjadi. Terdapat masalah
kode etik terhadap notaris dalam wilayah kerja kabupaten Gorontalo dengan
status dalam pemeriksaan. Dugaan terjadinya praktek tersebut terkait dengan
minuta akta dari notaris tersebut. Olehnya itu Majelis Pengawas Daerah yang
9
Salim, Hukum Kontrak dan Teori Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), 43.
10
Habib Adjiee, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, (Surabaya: Refika Aditama, 2011), 173.
ada di Kabupaten Gorontalo melakukan pengawasan rutin kepada Notaris
setiap 1 (satu) bulan sekali, berdasarkan Pasal 70 (2) Undang-Undang Jabatan
Notaris. Pemeriksaan terhadap segi protokoler profesi notaris satu kali dalam
1 (satu) tahun atau kapanpun itu bila dianggap perlu atau mesti dilakukan
pemeriksaan. Selanjutnya masih didapati kasus kode etik seperti dalam berita
acara pemeriksaan protokol notaris yang diterbitkan oleh MPD Nomor:6/BAP
PN/MPDN,K.Gtlo.KBlmo.K.Gorut,10.2017, ditemukan adanya penulisan dalam
buku reportorium yang kurang rapih terhadap uji petik terhadap minuta akta
diterbitkan oleh Notaris yang bersangkutan. Sehingga dianggap penting untuk
dilakukan pembinaan oleh lembaga MPD Notaris. Untuk itu dikategorikan
oleh Majelis Pengawas Daerah dalam status pemeriksaan kode etik terhadap
notaris yang bersangkutan.
Problematika di atas menunjukkan bahwa dalam melakukan tugas
pengawasan dan pembinaan Majelis Pengawas Daerah di kabupaten
Gorontalo masih saja ditemukan beberapa permasalahan yang menyangkut
kode etik profesi notaris. Olehnya itu penelitian ini akan memfokuskan inti
permasalahan pada sejauh mana efektivitas pengawasan dan pembinaan
Notaris oleh majelis Pengawas Daerah di Kabupaten Gorontalo dan
bagaimana kinerja Majelis Pengawas Daerah dalam menanggapi berbagai
macam kendala yang muncul di lapangan pada saat notaris bertugas.
Berdasarkan uraian latar belakang ini maka penulis tertarik melakukan
penelitian dengan judul “Studi Efektivitas Pengawasan Dan Pembinaan Oleh
Majelis Pengawas Daerah Terhadap Notaris Di Kabupaten Gorontalo”.
2. Methode
Uraian permasalahan melalui pendahuluan terhadap latar belakang
diatas, dapat diidentifikasi beberapa rumusan masalah yang dipersempit
dalam butir-butir pertanyaan sebagai berikut:
1. Sejauh mana efektivitas Pengawasan dan Pembinaan oleh Majelis
Pengawas Daerah terhadap Notaris di Kabupaten Gorontalo?
2. Apa faktor penghambat pelaksanaan pengawasan dan pembinaan oleh
Majelis Pengawas Daerah terhadap Notaris di Kabupaten Gorontalo ?
3. Pembahasan
3.1. Kedudukan Majelis Pengawas Daerah Sebagai Instansi yang Melakukan
Pengawasan, Pemeriksaan dan Pembinaan Terhadap Notaris di
Kabupaten Gorontalo.
Lembaga pengawasan terhadap sebuah profesi memiliki berbagai
pengertian atas fungsi dan kedudukannya. Menurut Keputusan Menteri
Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-
OL.H.T.03.01 Tahun 2003 tentang Kenotariatan yang dimaksud dengan
pengawasan dalam Pasal 1 ayat 8, yaitu kegiatan administrasi yang bersifat
preventif dan represif oleh Menteri yang bertujuan untuk menjaga agar para
Notaris dalam menjalankan jabatannya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Selanjutnya yang dimaksud dengan pengawasan yaitu pemberian
pembinaan dan pengawasan baik secara preventif maupun kuratif kepada
notaris dalam menjalankan profesinya sebagai pejabat umum sehingga
notaris senantiasa harus meningkatkan profesionalisme dan kualitas
kerjanya, sehingga dapat memberikan jaminan kepastian dan perlindungan
hukum bagi penerima jasa notaris dan masyarakat luas.
Kerangka dasar lahirnya lembaga pengawas terhadap profesi Notaris
melalui Undang-Undang Jabatan Notaris. Undang-Undang Jabatan Notaris
merupakan unifikasi di bidang pengaturan Jabatan Notaris, artinya satu-
satunya aturan hukum dalam bentuk undang-undang yang mengatur
Jabatan Notaris di Indonesia, sehingga segala hal yang berkaitan Notaris di
Indonesia harus mengacu kepada Undang-Undang Jabatan Notaris. 11 UUJN
yang dimaksud mengatur segala tindak tanduk profesi Notaris. Adapun
terkait dengan hal yang melanggar ketentuan pidana umum maupun khusus
tidak diatur dalam UUJN, maka profesi Notaris tunduk pada peraturan
11
Sjaifurracman, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, Mandar
Maju, Bandung, 2011, 11.
hukum pidana yang berlaku. Sebelum proses unifikasi di bidang pengaturan
jabatan mengenai profesi Notaris dengan berlakunya Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004, maka pengawasan, pemeriksaan dan penjatuhan sanksi terhadap
notaris dilakukan oleh badan peradilan yang ada pada waktu itu.
Ketentuan di atas tersebut sebagaimana diatur dalam pasal 140
Reglement op de Rechtelijk Organisatie en Het Der Justitie (Stbl. 1847 No.
23), pasal 96 Reglement Buitengewesten, pasal 3 ordonantie
Buitengerechtelijke Verrichtingen-Lembaran Negara 1946 Nomor 135, dan
pasal 50 Peraturan Jabatan Notaris (PJN). 12 Kemudian pengawasan terhadap
notaris dilakukan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung sebagaimana
tersebut dalam pasal 32 dan 54 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1965
tentang Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah
Agung. Juga pada Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
2 Tahun 1984 tentang Tata Cara Pengawasan Terhadap Notaris, Keputusan
Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman Nomor
KMA/006/SKB/VII/1987 tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan dan
Pembelaan Diri Notaris, dan terakhir dalam pasal 54 Undang-Undang Nomor
8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986
tentang Peradilan Umum.13
Berdasarkan tahun 1999 hingga 2001 dilakukan amandemen terhadap
UUD 1945 yang juga mengubah lembaga peradilan. Pasal 2 ayat (2) UUD
1945 menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh
Mahkamah Agung dan organ kehakiman yang melekat pada Peradilan
Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Eksekutif,
pemerintah dan Mahkamah Konstitusi. Sebagai kelanjutan dari perubahan-
perubahan tersebut, disahkanlah Undang-Undang Kehakiman No. Tahun
12
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik,
(Bandung: Refika Aditama, 2010), 127.
13
Ibid.
2000 yang dalam pasal 2 menegaskan bahwa pelaksanaan kekuasaan
kehakiman oleh Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan yang
bergantung padanya adalah urusan umum, pengadilan agama. pengadilan,
pengadilan militer, peradilan tata usaha negara dan oleh Mahkamah
Konstitusi. Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung, ditegaskan bahwa Mahkamah Agung sebagai pelaku
salah satu kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. 14
Mahkamah Agung berdasarkan aturan hukum tersebut hanya
mempunyai kewenangan dalam bidang peradilan saja, sedangkan dari segi
organisasi, administrasi, dan finansial menjadi kewenangan Departemen
Kehakiman. Pada tahun 2004 dibuat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004,
dalam Pasal 5 ayat (1) ditegaskan bahwa pembinaan teknis peradilan,
organisasi, administrasi dan finansial pengadilan dilakukan oleh Mahkamah
Agung. Sejak pengalihan kewenangan tersebut, notaris yang diangkat oleh
pemerintah (Menteri), tidak tepat lagi jika pengawasannya dilakukan oleh
instansi lain dalam hal ini badan peradilan, karena Menteri sudah tidak
punya kewenangan apapun terhadap badan peradilan. Kemudian tentang
pengawasan terhadap notaris yang diatur dalam Pasal 54 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2004 dicabut oleh Pasal 91 UndangUndang Jabatan Notaris.
Terkait dengan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris dapat dilihat
pada ketentuan di bawah ini dibawah ini dicantumkan secara tegas dalam
pasal-pasal tertentu dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahan 2014 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan
Notarisyang menyebutkan jika dilanggar oleh Notaris, yaitu:
a. Melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf m, yaitu tidak
membacakan akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh
paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus
untuk pembuatan Akta Wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani
14
Habib Adjie, Majelis Pengawas Notaris sebagai Pejabat Tata Usaha Negara, (Bandung:
Refika Aditama, 2011), 2.
pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan Notaris. Pembacaan
akta merupakan bagian dari “verlijden” sebagaimana tercantum
dalam pasal 1868 KUHPerdata, yang mempunyai arti menyusun,
membacakan dan menandatangani akta.
b. Melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (7) dan ayat (8), yaitu jika
Notaris pada akhir akta tidak mencantumkan kalimat bahwa para
penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena para
pihak berkehendak untuk membaca,mengetahui, dan memahami
sendiri isi akta tersebut, maka kehendak para pihak tersebut harus
dicantumkan pada bagian akhir akta notaris.15
c. Melanggar ketentuan Pasal 41 dengan menunjuk kepada Pasal 39
dan Pasal 40, yaitu tidak dipenuhi ketentuan-ketentuan:
1. Pasal 39, bahwa:
a. Penghadap paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau
telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum. Hal ini
berkaitan dengan aspek subjektif sahnya akta notaris, yaitu
cakap bertindak untuk melakukan suatu perbuatan
hukum.Pelanggaran terhadap pasal ini termasuk ke dalam tidak
mampunya pejabat umum yang bersangkutan untuk memahami
batasan umum dewasa untuk melakukan suatu perbuatan
hukum.
b. Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperlakukan
kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur
paling sedikit 18 (delapan belas) atau telah menikah dan cakap
melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua)
penghadap lainnya.
2. Pasal 40 menjelaskan bahwa setiap akta dibacakan oleh Notaris
dengan dihadiri paling sedikit 2 (dua) oang saksi paling sedikit
15
PL Tobing, Peraturan Jabatan Notaris. Cet.II,(Jakarta: Erlangga, 2018), 32
berumur 18 (depalan belas) atau sudah menikah, cakap
melakukan perbuatan hukum, mengerti bahasa yang digunakan
dalam akta dan dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf
serta tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan
dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa derajat
pembatasan derajat dan garis ke samping sampaidengan derajat
ketiga dengan Notaris atau para pihak.
Jika merujuk pada ketentuan tersebut pada prakteknya hal ini tidak
berjalan dengan baik di Kabupaten Gorontalo, dasar penulis menyatakan
demikian bahwa masih ditemuukan adanya Notaris yang pada saat
pembacaan dan penandatangan aktanya tidak dihadiri oleh saksi.16 Tindakan
seperti ini pada dasarnya dapat menimbulkan kerugian bagi para pihak dan
Notaris itu sendiri. Seperti yang telah ditentukan bahwa apabila tidak
dipenuhinya syarat untuk menjadi saksi maka berdasarkan pasal 41 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, maka akan mengakibatkan
akta yang dibuat tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai
akta di bawah tangan.
Ketentuan-ketentuan yang jika dilanggar mengakibatkan akta notaris
menjadi mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan,
disebutkan dengan tegas dalam pasal-pasal tertentu dalam Undang-Undang
Jabatan Notaris yang bersangkutan sebagaimana tersebut diatas. Dapat
ditafsirkan bahwa ketentuan-ketentuan yang tidak disebutkan dengan tegas
bahwa akta notaris menjadi mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta
di bawah tangan, maka selain itu termasuk ke dalam akta notaris yang batal
demi hukum, yaitu:
a. Melanggar kewajiban yaitu tidak membuat daftar akta wasiat dan
mengirimkan ke Daftar Pusat Wasiat dalam waktu 5 (lima) hari pada
16
Observasi Penulis ditemukan adanya berita acara pemeriksaan protokol notaris yang
diterbitkan oleh MPD Nomor:6/BAP PN/MPDN,K.Gtlo.KBlmo.K.Gorut tahun bulan Oktober 2017.
minggu pertama setiap bulan (termasuk memberitakan bilamana
nihil).
b. Melanggar kewajiban, yaitu tidak mempunyai cap/stempel yang
membuat lampang Negara Republik Indonesia dan pada ruang yang
melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukannya.
c. Melanggar kewajiban, yaitu pada akhir akta tidak disebutkan atau
dinyatakan dengan tegas dalam bahasa Indonesia atau bahasa
lainnya yang digunakan dalam akta, memakai penerjemah resmi,
penjelasan, penandatanganan akta di hadapan penghadap, notaris
dan penerjemah resmi.
d. Tidak memberikan paraf atau tidak memberikan tanda pengesahan
lain oleh penghadap, saksi dan notaris, atas pengubahan atau
penambahan berupa penulisan tindih, penyisipan, pencoretan,
atau penghapusan dan penggantian dengan yang lain dengan cara
penambahan, penggantian atau pencoretan.
e. Tidak menyebutkan atas perubahan akta yang dibuat tidak di sisi kiri
akta, tetapi untuk perubahan yang dibuat pada akhir akta sebelum
penutup akta, dengan menunjukkan bagian yang diubah atau
dengan menyisipkan lembar tambahan. Perubahan yang dilakukan
tanpa menunjuk bagian yang diubah mengakibatkan perubahan
tersebut batal.
f. Tidak melakukan pencoretan, pemarafan dan atas perubahan
berupa pencoretan kata, huruf atau angka, hal tersebut dilakukan
sedemikian rupa sehingga tetap dapat dibaca sesuai dengan yang
tercantum semula, dan jumlah kata, huruf atau angka yang dicoret
dinyatakan pada sisi akta, juga tidak menyatakan pada akhir akta
mengenai jumlah perubahan pencoretan dan penambahan.
g. Tidak membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang
terdapat pada minuta akta yang telah ditandatangani, juga tidak
membuat berita acara tentang pembetulan tersebut dan tidak
menyampaikan berita acara pembetulan tersebut kepada pihak
yang tersebut dalam akta.
Berdasarkan uraian di atas terhadap berbagai kualifikasi pelanggaran-
pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris dan dapat ditindak oleh Majelis
Pengawas Daerah di Kabupaten Gorontalo. Hasil penelitian penulis terdapat
beberapa pelanggaran atau kasus yang sering ditemui oleh Majelis
Pengawas Daerah di Kabupaten Gorontalo. Jika berdasarkan kualifikasi di
atas maka saat peneliti melakukan wawancara dengan bapak Ramlan Harun,
S.H., M.H, selaku ketua Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Gorontalo,
pelanggaran yang sering ditemui saat melakukan pemeriksaan rutin sebagai
berikut17 :
1. Masih sering ditemuinya pelanggaran terkait dengan karyawan yang
bekerja pada kantor Notaris tidak sesuai dengan kualifikasi yang telah
ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Juga sering ditemui
pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terkait dengan kewajiban untuk
menjilid akta yang sudah berjumlah 50 buah menjadi sebuah buku. Dalam
hal ini dikenal sebuah istilah pembundelan akta. Menurut bapak Ramlan
Harun masalah ini sering ditemui setiap tahunnya saat pemeriksaan oleh
Majelis Pengawas Daerah. Untuk itu Majelis Pengawas Daerah melakukan
pembinaan kepada Notaris yang melakukan pelanggaran tersebut, dan jika
ditemui lagi dalam pemeriksaan secara berturut-turut maka Majelis
Pengawas Daerah Kabupaten Gorontalo akan menerbitkan berita acara
pemeriksaan dan meneruskan kepada Majelis Pengawas Wilayah Provinsi
Gorontalo untuk menjatuhkan sanski baik secara lisa atau tertulis kepada
Notaris yang bersangkutan.
2. Saat melakukan pemeriksaan terhadap Notaris ditemukan adanya
penulisan dalam buku reportorium yang kurang rapih terhadap uji petik
17
Wawancara yang dilakukan dengan Ramlan Harun, Ketua Majelis Pengawas Daerah
Kabupaten Gorontalo dari unsur kanwil Kemenkumham pada tanggal 7 Januari 2022.
terhadap minuta akta yang akan diterbitkan. Seperti yang telah peneliti
uraikan di atas, terdapat ketentuan yang mewajibkan Notaris untuk
mengecek kembali minuta akta yang dibuat. Jika terdapat kesalahan
penulisan dalam hal ini juga terhadap uji petik terhadap minuta akta maka
implikasi atas akta tersebut dapat menjadi akta di bawah tangan. Hal ini juga
menyebabkan akta yang dibuat oleh Notaris yang bersangkutan batal demi
hukum. Untuk itu upaya Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Gorontalo
menurut bapak Ramlan Harun terkait dengan temuannya tersebut adalah
dengan melakukan pembinaan pada Notaris yang bersangkutan. Terkait
dengan hal ini Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Gorontalo membuat
berita acara pemeriksaan protokol Notaris dan telah melaporkan kepada
Majelis Pengawas Wilayah untuk diberikan sanksi secara lisan kepada
Notaris yang bersangkutan.
3. Pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris yang tidak berasal dari
pemeriksaan rutin oleh Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Gorontalo
melainkan berasal dari laporan masyarakat. Pelanggaran yang dimaksud
terkait dengan rangkap jabatan sehingga menyebabkan akta yang dibuat
Notaris tersebut memiliki kekuatan pembuktian di bawa tangan dan
berpotensi dapat dibatalkan demi hukum. Untuk itu Majelis Pengawas
Daerah Kabupaten Gorontalo melakukan pemeriksaan terhadap Notaris
bersangkutan dan menurut Bapak Ramlan Harun telah dijatuhkan sanksi
berupa sanksi tertulis dari majelis Pengawas Wilayah Provinsi Gorontalo.
Dan sanksi tersebut tertuang dalam berita acara pemeriksaan yang diberikan
tembusan kepada Majelis Pengawas Wilayah Provinsi Gorontalo.
Kedudukan Majelis Pengawas Daerah atas pelaksanaan tugas yang
dilakukan oleh Tim Pemeriksa terhadap Notaris di Kabupaten Gorontalo
sebagaimana yang telah disebutkan diatas telah dilaksanakan dengan baik.
Di mana Tim Pemeriksa selalu mengingatkan kepada para Notaris untuk
selalu menjaga dan meningkatkan fasilitas yang ada untuk mendukung
peningkatan kinerja dari Notaris. Selain itu Tim Pemeriksa juga selalu
memeriksa Protokol Notaris dengan teliti sebagai upaya meminilasir
pelanggaran yang dapat dilakukan oleh Notaris.
3.2. Faktor-Faktor Penghambat Pelaksanaan Pengawasan dan Pembinaan
Oleh Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Gorontalo
Majelis Pengawas Daerah di Gorontalo, memiliki beberapa bentuk
pengawasan yang dilakukan terhadap notaris di Kabupaten Gorontalo
meliputi18 :
a. Melakukan pemeriksaan terhadap Protokol Notaris secara berkala 1
(satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap perlu.
Pelaksanaan pemeriksaan Protokol Notaris yang dilakukan secara berkala ini,
telah berjalan sebagaimana yang dimaksudkan oleh peraturan
perundangundangan yang ada, dimana setiap tahunnya Majelis Pengawas
Daerah selalu melakukan pemeriksaan terhadap notaris yang ada di
Kabupaten Gorontalo.
b. Mencatat pada buku daftar yang termasuk dalam Protokol Notaris
dengan menyebutkan tanggal pemeriksaan, jumlah akta serta jumlah surat
di bawah tangan yang diserahkan dan yang dibuat sejak tanggal
pemeriksaan terakhir. Hal ini merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh
Majelis Pengawas Daerah setelah melakukan pemeriksaan terhadap
Protokol Notaris. Termasuk Majelis Pengawas Daerah di Kabupaten
Gorontalo, dimana setelah pemeriksaan dilakukan Majelis Pengawas Daerah
mencatat tanggal pemeriksaan, jumlah akta yang dibuat sejak tanggal
terakhir pemeriksaan dilakukan.
c. Memberi paraf dan menandatangani daftar akta, daftar surat di
bawah tangan yang disahkan, daftar surat dibawah tangan yang dibukukan
dan daftar surat lain yang diwajibkan undang-undang.
18
Wawancara yang dilakukan dengan Ramlan Harun, Ketua Majelis Pengawas Daerah
Kabupaten Gorontalo dari unsur kanwil Kemenkumham pada tanggal 7 Januari 2022.
d. Menerima penyampaian secara tertulis salinan dari daftar akta,
daftar surat di bawah .tangan yang disahkan, dan daftar surat di bawah
tangan yang dibukukan yang telah disahkannya, yang dibuat pada bulan
sebelumnya paling lambat 15 (lima belas) hari kalender pada bulan
berikutnya, yang memuat sekurangkurangnya nomor, tanggal dan judul akta.
e. Menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan
pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-
Undang Jabatan Notaris.
f. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan
pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan
notaris.
Adapun Terdapat beberapa faktor penghambat pelaksanaan
pengawasan dan pembinaan oleh Majelis Pengawas Daerah terhadap para
Notaris di Kabupaten Gorontalo diantaranya yaitu :
1. Menurut Ramlan Harun, S.H., M.H, sebagai Ketua Majelis Pengawas
Daerah Notaris Kabupaten Gorontalo menjelaskan bahwa hambatan-
hambatan yang dihadapi oleh Majelis Pengawas Daerah Notaris Kabupaten
Gorontalo19 :
a. Hanya ada 2 (dua) kelembagaan Majelis Pengawas Daerah yang
terbentuk di Gorontalo yaitu Majelis Pengawas Daerah Kota
Gorontalo dan Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Gorontalo.
Untuk Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Gorontalo tergabung
dengan 3 kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Gorontalo Utara
Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Pohuwato. Hal inilah yang
menjadi sedikit penghambat terhadap efektivitas pengawasan dan
pembinaan Notaris. Gabungan beberapa wilayah tersebut
membuat cakupan pengawasan dan pembinaan yang menjadi luas
Wawancara yang dilakukan dengan Ramlan Harun, Ketua Majelis Pengawas Daerah Kabupaten
19
20
Wawancara yang dilakukan dengan Ramdani, Anggota Majelis Pengawas Daerah
Kabupaten Gorontalo dari unsur Notaris pada 7 Januari 2022.
21
Wawancara yang dilakukan dengan Ridwanto Igrisa, Anggota Majelis Pengawas Daerah
Kabupaten Gorontalo dari unsur Akademisi pada tanggal 11 Februari 2022.
b. Kurangnya profesi Notaris dan dengan ketersedian dana yang
masih belum mencukupi untuk melakukan pengawasan dengan
maksimal.
c. Dengan status gabungan dalam struktur Majelis Pengawas Daerah
di Kabupaten Gorontalo, Gorontalo Utara, Boalemo, Pohuwato
maka akses pengetahuan masyarakat tentang keberadaan Majelis
Pengawas Daerah belum optimal.
Berdasarkan hasil penelitian penulis, pelaksanaan kewenangan Majelis
Pengawas Daerah di Kabupaten Gorontalo juga terdapat beberapa
pelaksanaan yang kurang efektif seperti notaris yang ada di Kabupaten
Gorontalo masih sering lalai untuk membuat bundle buku jika jumlah akta
sudah memenuhi 50 akta, juga terdapat kelalaian berulang kali dilkukan oleh
Notaris terkait dengan kerapihan penyimpanan akta serta uji petik akta. Hal
ini dipengaruhi beberapa faktor selain dari kesadaran Notaris itu sendiri juga
berbagai alasan yang salah satunya adalah dikarenakan kesibukan Notaris.
Kurangnya sarana pra sarana disebabkan terjadi gabungan dalam 1 Majelis
Pengawas tingkat daerah juga menyebabkan kurang efektif dan maksimal
pengawasan serta pembinaan terhadap Notaris. Kurang efektifnya
pelaksanaan kewenangan oleh Majelis Pengawas Daerah tersebut sebagian
besar disebabkan oleh beberapa faktor diatas yang menyebabkan apa yang
dikehendaki oleh peraturan perundang-undangan tidak dapat dilaksanakan
dengan baik.
4. kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA