TM-05-Kesulitan Keuangan (Financial Distress)
TM-05-Kesulitan Keuangan (Financial Distress)
2. Referensi
1. Modul CA – Manajemen Keuangan Lanjutan, IAI (2015)
2. Undang Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
3. An Exploratory Analysis of Financial Distress and Default, Shridev (2018)
4. Corporate Financial Distress: Empirical Analysis of Distress Risk, Outeccheva (2007)
5. Beragam Materi Suplemen Penunjang Topik Perkuliahan
Apakah Financial Distress?
Apakah Financial Distress?
Wruck (1990) :
Ketidakmampuan
Financial distress is a situation where a firm’s operating perusahaan untuk
cash flows are not sufficient to satisfy current memenuhi
obligations (such as trade credits or interest expense) and kewajiban jangka
pendek
the firm is forced to take corrective action.
Kebangkrutan (bankruptcy)
Sebuah upaya hukum yang permohonannya
dapat diajukan sendiri (voluntary) oleh
perusahaan atau dapat diajukan oleh kreditor
(involuntary).
Likuidasi
Menghentikan kegiatan operasi
perusahaan (going concern),
melalui penjualan asset-asset
yang dimiliki untuk kemudian
hasilnya dibagikan kepada
kreditur, dan sisanya (jika ada)
Reorganisasi kepada pemegang saham
perusahaan.
Mempertahankan kelangsungan usaha (going
concern) perusahaan, diantaranya dengan
menerbitkan efek baru untuk menggantikan
efek lama.
Setelah perusahaan
Perusahaan diajukan ditetapkan bangkrut,
kepada Pengadilan maka proses
Federal likuidasi dimulai
Permohonan dapat diajukan sendiri oleh perusahaan Pembagian hasil likuidasi dilakukan berdasarkan urutan prioritas
(voluntary) maupun oleh kreditur (involuntary bankruptcy). berikut (absolute priority rule/APR) :
Kurator (bankruptcy trustee) ditunjuk oleh kreditur untuk a) Beban administrasi terkait proses likuidasi perusahaan yang
mengambilalih asset debitur. Kurator bertugas untuk bankrupt.
b) Klaim-klaim tanpa jaminan (unsecured claim) yang terjadi setelah
melakukan likuidasi asset. Setelah asset dilikuidasi, dan
pengajuan permohonan involuntary bangkruptcy.
dikurangi pembayaran biaya-biaya administrasi, hasil
c) Upah, gaji, dan komisi.
likuidasi dibagikan kepada kreditur. Jika asset masih d) Iuran kepada dana pension yang terjadi dalam 180 hari sebelum
tersisa setelah digunakan untuk membayar biaya-biaya tanggal pengajuan permohonan kebangkrutan.
dan pembayaran kepada kreditur, maka sisanya e) Klaim dari : konsumen, pajak, kreditur (dengan atau tanpa
dibagikan kepada pemegang saham. jaminan), pemegang saham preferen, dan pemegang saham biasa.
Referensi : Reorganisasi Perusahaan Debitor yang Terancam Pailit Sebagai Suatu Alternatif,
Mulawarman Law Review Vol. 5 Issue 2 (2020)
Mana yang Lebih Baik: Private
Workout atau Kepailitan?
Mana yang Lebih Baik: Private Workout
atau Kepailitan?
Perusahaan yang mengalami financial distress memiliki dua pilihan untuk formal bankruptcy
atau private workout. Kedua pilihan tersebut sama-sama menerbitkan efek baru untuk
ditukarkan dengan efek lama. Biasanya, senior debt diganti dengan junior debt, junior debt
digantikan dengan ekuitas. Sejumlah penelitian membandingkan private workout dengan
formal bankruptcies. Beberapa hasilnya antara lain :
1. Berdasarkan data historis, setengah dari financial restructuring dilakukann dengan skema
private workouts, walaupun akhir-akhir ini formal bankruptcies mulai banyak digunakan.
2. Perusahaan yang mampu bangkit dari financial distress dengan menggunakan skema
private workouts mengalami kenaikan harga saham yang jauh lebih tinggi daripada
perusahaan yang bangkit dari financial distress dengan skema formal bankruptcies.
3. Biaya langsung (direct costs) skema private workouts jauh lebih murah daripada biaya
formal bankruptcies.
4. Top management biasanya sama-sama mengalami penurunan gaji atau bahkan
kehilangan jabatan baik dalam private workouts maupun formal bankruptcies.
Melihat hal-hal di atas, kemudian timbul pertanyaan, mengapa ada perusahaan yang
memilih untuk menggunakan formal bankruptcies?
Marginal Firm
Perusahaan dapat menerbitkan surat
1 2 Holdouts
Sebagian proses formal bankruptcies
utang ‘Debtor in Possesion” (DIP) mengabaikan absolute priority rule,
yang hanya dapat diterbitkan oleh sehingga pemegang saham mendorong
perusahaan yang mengajukan untuk dilakukannya formal bankruptcies.
permohonan kebangkrutan.
Alasan Perusahaan
Memilih Formal
Complexities Bankruptcies Lack of information
Perusahaan dengan struktur Perusahaan tidak dapat memprediksi
permodalan yang kompleks akan dan memproyeksi secara akurat perihal
mengalami kesulitan untuk melakukan kondisi cash flow shortfall yang sedang
private workouts sehingga proses dialami sehingga ragu untuk melakukan
negosiasi dengan kreditur menjadi
rumit.
3 4 PW atau FB
2 Holdouts
Sebagian proses formal bankruptcies
mengabaikan absolute priority rule
(APR), sehingga pemegang saham
mendorong untuk dilakukannya formal
bankruptcies.
Dimana :
1. Z adalah indeks kebangkrutan (index of bankruptcy).
2. Jika Z-score kurang dari 2,675 hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki
kemungkinan 95% untuk bangkrut dalam waktu 1 tahun.
3. Akan tetapi, hasil Altman Z-score menunjukkan bahwa skor 1,81 sampai dengan 2,99
merupakan grey area. Dalam penerapannya, kebangkrutan diprediksi akan terjadi jika
Z ≤ 1,81 dan perusahaan diprediksi tidak bangkrut jika Z ≥ 2,99.
4. Pada mulanya Altman Z-score hanya dapat diterapkan pada perusahaan manufaktur
yang sahamnya diperdagangkan di bursa.
5. Altman kemudian merevisi modelnya agar dapat diterapkan untuk perusahaan non-public
dan bukan perusahaan manufaktur. Model tersebut adalah sebagai berikut :
Dimana (lanjutan) :
5. Altman kemudian merevisi modelnya agar dapat diterapkan untuk perusahaan non-public
dan bukan perusahaan manufaktur. Model tersebut adalah sebagai berikut :
Dimana jika :
1. Z < 1,23 = indikasi perusahaan diprediksi akan bangkrut
2. 1,23 ≥ Z ≤ 2,90 = grey area
3. Z > 2,90 = indikasi perusahaan tidak akan bangkrut
Accounting- Market-based
based Models Models