Makalah Eka
Makalah Eka
1
TAHUN 2022 TENTANG HUBUNGAN KEUNGAN ANTARA
PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Hukum Pajak
Program Magister Kenotariatan
Oleh :
EKA ADITYA JAYA
NPM. 2120020026
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER KENOTARIATAN
2023
BAB I
PENDAHUDULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tanah merupakan sumber daya alam dapat dipandang sebagai tempat,
berfungsi sebagai tempat tinggal, tempat berusaha, dan kegiatan lainnya. Hal ini
sesuai dengan pendapat Djarem Saragih (1986: 74) yang mengemukakan bahwa:
dikemukakan di atas cenderung melihat fungsi tanah sebagai bagian yang sangat
Pentingnya tanah sebagai bagian dari alam bumi, maka sudah menjadi kewajiban
pangan, dan papan manusia. Tanah juga merupakan komoditas dan faktor
produksi yang dicari oleh manusia, sekaligus merupakan simbol status yang
selalu menginginkan memiliki tanah yang luas, bidang tanah yang banyak, dan
terletak pada posisi yang strategis. Tanah sebagai simbol status merupakan salah
satu motif yang mendorong orang untuk menguasai tanah. Karena tanah begitu
berharga dan mempunyai peranan yang sangat strategis untuk kehidupan manusia,
tanah bukan sebatas di permukaan saja melainkan juga pada bagian bawah tanah
Sebagai benda yang penting bagi manusia, tanah dan bangunan menjadi
lebih bernilai karena dapat beralih dan dialihkan haknya oleh pemilik kepada
hukum tertentu antara lain jual beli, tukar menukar, hibah, wasiat, dan Iain-Iain.
Peralihan hak atas tanah dan bangunan melibatkan pihak yang mengalihkan dan
berupa kewajiban dan hak berkaitan dengan peralihan hak tersebut. Pihak yang
memperoleh hak atas tanah dan bangunan dapat berupa orang pribadi atau badan
yang sesuai peraturan perundang-undangan boleh memiliki suatu hak atas tanah
atau bangunan. Kewajiban yang hams dipenuhi berkaitan dengan perolehan hak
atas tanah dan bangunan ini adalah menyerahkan sebagian nilai ekonomi yang
atas tanah dan atau bangunan di luar ketentuan undang-undang ini tidak
hak, kecuali biaya resmi yang berkaitan dengan pembuatan akta dan pendaftaran
hak atas tanah dan bangunan yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, tidak boleh dilakukan oleh pihak manapun. Pada dasarnya pungutan
terdiri atas pajak dan retribusi/sumbangan. Pajak yang dikenakan dalam perolehan
hak atas tanah dan bangunan adalah BPHTB dan PPh. Namun, obyek pajaknya
berbeda. Jika BPHTB seperti dijelaskan di atas obyek pajaknya adalah perolehan
hak atas tanah dan atau bangunan. Sedangkan Pajak Penghasilan berdasarkan UU
No. 17 Tahun 2000 obyek pajaknya adalah penghasilan yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan
dalam bentuk apapun termasuk salah satunya berupa keuntungan karena penjualan
atau pengalihan harta. Selain pungutan berupa pajak, biasanya ada daerah yang
juga menyertakan sumbangan dalam perolehan hak atas tanah dan bangunan ini.
Sumbangan yang dimaksud berupa sumbangan kas desa yang ditetapkan oleh
Peralihan hak karena jual beli agar mempunyai kekuatan hukum yang
penuh, maka hams dilakukan di hadapan PPAT dan didaftarkan pada Kantor
tanpa kesadaran masyarakat untuk mendaftarkan hak atas tanahnya pada Kantor
Pertanahan. Namun, pengenaan BPHTB dalam peralihan hak karena jual beli
sekaligus sebagai syarat dalam pendaftaran peralihan hak, merupakan beban bagi
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas maka penulis membuat
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana ketentuan tentang penetapan besarnya NPOPTKP dalam
pengenaan BPHTB berdasarkan UU HKPP?
2. Bagaimana kepastian hukum ketentuan tentang penetapan besarnya
NPOPTKP dalam pengenaan BPHTB atas hibah wasiat tertentu
berdasarkan Pasal 46 Ayat (7) UU HKPP?
BAB II
PEMBAHASAN
yang diberikan dalam perhitungan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB) untuk mengurangi besaran pajak yang harus dibayarkan oleh wajib
setiap wajib pajak dan diberikan satu kali seumur hidup atas objek BPHTB
wajib pajak
ditetapkan besaran.
Bangunan (BPHTB). Besaran pokok Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
NPOPTKP di Kota Magelang, misalnya, sebesar Rp. 60 juta untuk setiap wajib
pajak. Besaran pokok BPHTB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan
NJOPTKP dan NPOPTKP adalah dua hal yang berbeda dan memiliki
pengertian yang berbeda pula. Berikut adalah perbedaan antara NJOPTKP dan
NPOPTKP :
1. NJOPTKP adalah singkatan dari Nilai Jual Objek Tidak Kena Pajak.
Bangunan (PBB) dengan cara mengurangi Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
Rp10.000.000,- untuk setiap wajib pajak dan diberikan satu kali per
tahun pajak
harus dibayarkan oleh wajib pajak dalam perhitungan Bea Perolehan Hak
BPHTB. Selain itu, besaran NJOPTKP diberikan satu kali per tahun pajak,
sedangkan besaran NPOPTKP diberikan satu kali seumur hidup atas objek
BPHTB tersebut.
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang diberikan NPOPTKP
sebesar Rp60.000.000,- untuk setiap wajib pajak. Objek BPHTB yang diberikan
NPOPTKP sebesar satu kali seumur hidup atas objek BPHTB tersebut. Objek
objek PBB-P2 atau melakukan transaksi yang menyebabkan peralihan hak atas
BPHTB yang dilakukan dengan rumus Tarif Pajak 5% x Dasar Pengenaan Pajak
1. Tentukan jenis hibah yang ingin Anda ajukan. Terdapat beberapa jenis
hibah, antara lain hibah mutlak, hibah amanah, dan hibah bersyarat
pemegang amanah
4. Ikuti proses yang ditetapkan oleh lembaga atau instansi yang Anda
pada lembaga atau instansi yang Anda ajukan. Pastikan Anda mengikuti
yang berlaku
identitas pemberi hibah, penerima hibah, serta rincian harta yang akan
dihibahkan.
2. Pernyataan harta yang ingin dihibahkan. Dokumen ini berisi informasi
tentang jenis harta yang akan dihibahkan, nilai harta, serta kondisi harta
tersebut
tentang identitas wasi dan pemegang amanah yang akan menangani hibah
wasiat tersebut
ini berisi informasi tentang identitas pemberi hibah dan penerima hibah,
6. Akta kelahiran atau akta pengangkatan bagi penerima hibah amanah yang
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah
dan Bangunan (sebelum menjadi pajak daerah), ada pemungutan pajak dengan
nama Bea Balik Nama yang diatur dalam ordonansi Bea Balik Nama Staatsblaad
1924 Nomor 291. Bea Balik Nama ini dipungut setiap ada perjanjian pemindahan
hak atas harta tetap yang ada di Indonesia, termasuk peralihan harta karena hibah
wasiat. Pengertian harta tetap tersebut adalah barang-barang tetap dan hak-hak
akta menurut cara yang diatur dalam undang-undang, yaitu Ordonansi Balik
Nama Staatsblaad 1834 Nomor 27. Memasuki tahun 1960, keluarlah Undang-
digantikan dengan beberapa jenis hak-hak baru yang diatur secara rinci dalam
UUPA seperti hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha dan lain sebagainya,
sehingga bea balik nama atas harta tetap berupa hak atas tanah tidak dipungut lagi.
Untuk menggantikan bea balik nama yang sudah tidak berlaku lagi, yang
dengan terbitnya UUPA sudah tidak dipungut lagi, maka pemerintah memandang
perlu untuk melakukan pemungutan pajak atas suatu perolehan hak atas tanah
dan/atau bangunan yang kemudia disebut dengan Bea Perolehan Hak Atas Tanah
Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan pada
Tahun 1997 tersebut dengan UU Nomor 20 Tahun 2000. BPHTB yang diatur
dalam UU Nomor 20 Tahun 2000 merupakan pajak pusat yang dipungut langsung
pajak daerah. Pengalihan beberapa jenis pajak dan retribusi yang juga dipungut
PDRD.
Hibah wasiat adalah istilah hukum yang merujuk pada proses pemberian
harta atau aset kepada penerima hibah (pihak yang menerima) berdasarkan
ketentuan yang tercantum dalam wasiat (testament) dari pemberi hibah (pihak
yang memberi). Istilah ini umumnya digunakan dalam konteks hukum waris, di
mana seorang individu yang memiliki aset atau harta ingin mendistribusikannya
4. Pelaksanaan Wasiat: Setelah wasiat dinyatakan sah, harta atau aset yang
yang dikenakan atas peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Dalam kasus
hibah wasiat, peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan dari pemberi hibah
adalah nilai batas maksimum objek hibah yang dapat dikecualikan dari kewajiban
keluarga antara pemberi hibah dan penerima hibah. Jika penerima hibah adalah
anak atau orang tua kandung pemberi hibah, maka besarnya NPOPTKP akan lebih
tinggi. Jika penerima hibah adalah saudara kandung atau saudara tiri pemberi
hibah, maka besarnya NPOPTKP lebih rendah dari pada penerima hibah yang
pada perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang diterima oleh seseorang
melalui hibah yang diatur dalam wasiat. Dalam konteks ini, hibah wasiat mengacu
pada transfer kepemilikan properti yang dilakukan melalui wasiat yang ditetapkan
perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui hibah wasiat tertentu,
NPOPTKP yang diberikan adalah sebesar Rp10.000.000,- untuk setiap wajib
pajak. Hal ini berarti bahwa dalam perhitungan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Daerah.
NPOPTKP (Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak) adalah nilai
yang digunakan sebagai dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB) yang tidak dikenakan pajak. Dalam pengenaan BPHTB atas
hibah wasiat, NPOPTKP digunakan untuk menentukan besarnya nilai objek pajak
yang tidak dikenakan pajak. Besarnya NPOPTKP untuk hibah wasiat tertentu
keadilan, kepastian hukum, legalitas, dan kesederhanaan serta didukung oleh data
dan informasi yang akurat dan terpercaya. Besarnya NPOPTKP dapat berbeda-
beda antara satu daerah dengan daerah lainnya tergantung pada kebijakan
BPHTB atas hibah wasiat tertentu diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Berdasarkan Pasal 146 ayat (7)
hukum, legalitas, dan kesederhanaan serta didukung oleh data dan informasi yang
akurat dan terpercaya. Dengan demikian, penetapan besarnya NPOPTKP harus
didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan terpercaya agar dapat
tertentu dapat berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini
besarnya NPOPTKP. Oleh karena itu, wajib pajak yang akan melakukan
maka dapat dilakukan upaya penyelesaian sengketa sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
1. Tentukan nilai objek pajak: Nilai objek pajak adalah nilai pasar dari tanah
NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) atau NPOP (Nilai Perolehan Objek
Pajak).
3. Hitung tarif BPHTB: Tarif BPHTB adalah 5% dari nilai objek pajak yang
dikenakan pajak.
mengalikan nilai objek pajak yang dikenakan pajak dengan tarif BPHTB.
Hibah wasiat atau Legaat adalah suatu penetapan yang khusus di dalam
suatu testament, dengan mana si pemberi wasiat memberikan seorang (atau lebih)
seluruh atau sebagian dari harta kekayaannya, kalau ia meninggal dunia.18 Suatu
hibah wasiat (legaat) sangat erat kaitannya dengan surat wasiat (testament).
dan bertumbuh pesat. Pada saat UU Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas
UU Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
rupiah) untuk setiap wajib pajak dan Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah)
untuk penerimaan waris dan hibah wasiat. Namun setelah berlakunya UU Nomor
28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, NPOPTKP berubah
menjadi paling rendah Rp. 60.000.000 (enam puluh juta rupiah) untuk setiap
wajib pajak dan Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) untuk penerimaan waris
dengan peraturan daerah. Sebagai contoh dan perbandingan, kita akan melihat
perbedaan besar NPOPTKP untuk waris dan hibah wasiat dengan bukan waris dan
hibah wasiat antara Kota Jakarta dan Kota Medan. Di Kota Jakarta, dalam Perda
Prov. DKI Jakarta No.18 Tahun 2010 tentang BPHTB, pasal 5 ayat (7) dan (8)
puluh juta rupiah) untuk setiap wajib pajak dan dalam hal perolehan hak karena
waris dan hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan
garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau ke bawah dengan pemberi hibah
wasiat atau waris ditetapkan NPOPTKP sebesar Rp. 350.000.000 (tiga ratus lima
mengalami perubahan sama sekali. Di dalam Perda Kota Medan No.1 Tahun 2011
tentang BPHTB, pasal 4 ayat (7) dan (8) disebutkan : besarnya NPOPTKP
ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000 (enam puluh juta rupiah) untuk setiap wajib
pajak dan besarnya NPOPTKP untuk perolehan hak karena waris atau hibah
wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan
PDRD.
dalam buku nicomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan,
yang berdasarkan filsafat umum Aristoteles mesti dianggap sebagai inti dari
filsafat hukumnya karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan
keadilan. Yang sangat penting dari pandangannya ialah pendapat bahwa keadilan
Inilah yang sekarang biasa kita pahami tentang kesamaan dan yang kita
maksudkan ketika kita mengatakan bahwa semua warga adalah sama di depan
hukum. Kesamaan proporsional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya
dan keadilan korektif. Yang pertama berlaku dalam hukum publik yang kedua
dalam hukum perdata dan pidana. Keadilan distributif dan korektif sama-sama
rentan terhadap problema kesamaan atau kesetaraan dan hanya bisa dipahami
dalam kerangkanya. Dalam wilayah keadilan distributif, hal yang penting ialah
bahwa imbalan yang sama-rata diberikan atas pencapaian yang sama rata. Pada
yang kedua yang menjadi persoalan ialah bahwa ketidaksetaraan yang disebabkan
2000 tentang perubahan atas UU Nomor 21 Tahun 1997 tertulis tentang besarnya
BPHTB terutang terhadap penerima waris dan hibah wasiat serta dengan
pajak yang diperoleh karena waris hibah wasiat dan pemberian hak pengelolaan
Nomor 111 Tahun 2000 tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
UU BPHTB tidak berlaku lagi, dan secara otomatis Peraturan Pemerintah dan
Peraturan Menteri Keuangan yang lama tidak berlaku lagi. Pengurangan BPHTB
untuk perolehan waris dan hibah wasiat tidak diatur lagi di dalam UU, tetapi
pengurangan BPHTB-nya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pemenuhan asas kepastian hukum tentang pengurangan BPHTB terutang
terhadap penerima waris dan hibah wasiat dalam hal ini tidak terpenuhi, karena
contoh Kota Medan dan Jakarta. Di Jakarta, proses pengurangan BPHTB itu
adalah langsung. Setiap Wajib Pajak yang menerima waris dan hibah wasiat
langsung diberi pengurangan sebesar 50% (lima puluh persesn). Berbeda dengan
Daerah kota Medan yang bisa saja diterima atau ditolak. Dalam hal ini sebaiknya
B. SARAN
Hendaknya disetiap peraturan daerah yang ada dalam memungut BPHTB
menekankan kembali besarnya nilai NPOPTKP seperti ketentuan Pasal 87 ayat (4)
dan (5) UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, agar
Press, 2009
Bohari, Pengantar Hukum Pajak, Edisi 7, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,
2008
1993
Devano, Sony, Perpajakan Konsep Teori dan Isu, Jakarta, Kencana, 2006
HS, Salim, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, Jakarta,
Rosdiana, Haula, Perpajakan Teori dan Aplikasi, Jakarta, PT. Raja grafindo
Persada, 2005
Siahaan, Marihot Pahala, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Jakarta, PT. Raja
Sjarif, Surini Ahlan, Hukum Kewarisan Perdata Barat, Jakarta, Kencana, 2006
Sudarsono, Hukum Waris dan Sistem Bilateral, Jakarta, Rineka Cipta, 1991
Suprayitno, Heru, Cara Menghitung PBB, BPHTB dan Bea Materai, Jakarta, PT.
Indeks, 2011
Syahrani, Riduan, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti,
1999