F04210000F–
HUMAN
RELATIONS
Judul Tugas Tugas Besar 2
Instruksi
Format file tugas word/pdf
Nama file tugas : Nama_NIM. Contoh (WITRI VILIA_44318010022)
Pengumpulan Submit file tugas pada menu assignment Tugas Besar 2 di Elearning, atau
Tugas Submit file tugas ke email shinta.ragil@mercubuana.ac.id (JIKA Elearning BERMASALAH)
Pernyataan Saya/ kami yang bertanda tangan di bawah ini memahami bahwa saya/ kami telah membaca dan setuju untuk mematuhi peraturan
UMB tentang plagiarisme dan penjiplakan dan kebijakan dan prosedur di Program Studi. Saya/ kami menyetujui proses pengecekan
laporan sehingga tidak ada unsur plagiarisme atau penjiplakan akademik.
Tanda tangan
...................................
Nama Lengkap
Tanda tangan
Bagian ini digunakan untuk memberi umpan balik atau informasi lain:
KRITERIA DAN SKALA PENILAIAN
PROGRAM SARJANA (S1)
1. Jelaskan apa perbedaan Motif dan Motivasi serta sebutkan 3 (tiga) tujuan Motivasi
dalam Human Relations? 10%
2. Kelompok melewati lima tahap yang jelas yaitu pembentukan (forming), keributan
(storming), penormaan (norming), pelaksanaan (performing), dan peristirahatan
(adjouring). Jelaskan lima tahap tersebut sesuai dengan apa yang telah di pahami
dan berikan contoh konkrit sebuah kelompok atau Perusahaan yang mengalami
tahapan storming serta berikan pendapat dalam menyelesaikan tahapan tersebut?
10%
3. Apa yang dimaksud dengan job redesign dan job enrichment serta apa saja ruang
lingkupnya ? 15%
7. Apa yang anda pahami mengenai proses proyeksi citra yang positif? 10%
8. Jelaskan 5 (lima) cara mengelola konflik dan 4 (empat) cara mengelola perubahan?
10%
Jawaban
1. Motif dan motivasi adalah dua konsep yang berhubungan dalam konteks manusia dan
hubungan antarmanusia. Berikut ini adalah perbedaan antara motif dan motivasi, serta tiga
tujuan motivasi dalam hubungan antarmanusia:
A. Motif:
Motif mengacu pada alasan atau dorongan yang mendasari suatu tindakan atau perilaku
seseorang. Ini adalah faktor-faktor internal atau eksternal yang mempengaruhi seseorang
untuk bertindak. Motif seringkali berhubungan dengan kebutuhan, keinginan, atau tujuan
individu. Misalnya, seseorang bisa memiliki motif untuk bekerja keras karena ingin meraih
kesuksesan finansial atau untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain.
B. Motivasi:
Motivasi adalah proses internal yang mendorong individu untuk bertindak atau berperilaku
dengan cara tertentu. Motivasi berkaitan erat dengan motif karena motivasi melibatkan
dorongan untuk mencapai tujuan atau memenuhi kebutuhan yang mendasari motif
tersebut. Motivasi dapat muncul dari dalam diri individu (internal) atau dipengaruhi oleh
faktor-faktor eksternal. Misalnya, seseorang yang termotivasi secara internal mungkin
merasa senang dan puas ketika mencapai tujuan, sementara seseorang yang termotivasi
secara eksternal mungkin berusaha mencapai tujuan karena ingin mendapatkan
penghargaan atau hadiah.
2. Kelompok dalam konteks pengelompokan manusia atau tim kerja memang biasanya
melewati lima tahap yang dikenal sebagai tahapan pembentukan, keributan, penormaan,
pelaksanaan, dan peristirahatan (forming, storming, norming, performing, dan adjourning).
Berikut adalah penjelasan singkat mengenai setiap tahapan tersebut:
1. Pembentukan (Forming):
Tahap pembentukan adalah tahap awal di mana anggota kelompok baru pertama kali
berkumpul dan saling mengenal. Pada tahap ini, anggota kelompok mencari informasi satu
sama lain, membentuk persahabatan, dan mencoba memahami tujuan dan tugas kelompok.
Biasanya, suasana pada tahap ini masih cenderung formal dan anggota kelompok lebih
berhati-hati dalam interaksi mereka.
2. Keributan (Storming):
Tahap keributan terjadi ketika anggota kelompok mulai berkonflik dan berebut peran dan
kekuasaan. Pada tahap ini, perbedaan pendapat dan kepentingan bisa menjadi jelas dan
menimbulkan konflik. Anggota kelompok mungkin bersaing untuk menguasai situasi atau
menunjukkan dominasi mereka. Tahap ini seringkali dianggap sebagai tahap yang paling
sulit, tetapi juga penting untuk membuka jalan menuju kerjasama yang lebih baik.
Contoh konkrit dari tahap keributan dalam kelompok atau perusahaan adalah saat sebuah
tim proyek beranggotakan beberapa individu yang memiliki pendekatan yang berbeda
terhadap tugas yang diberikan. Mungkin ada perbedaan dalam pendapat tentang
pendekatan terbaik atau prioritas yang harus diambil. Hal ini dapat menyebabkan
ketegangan dan konflik antara anggota tim.
Pendapat dalam menyelesaikan tahap keributan ini adalah dengan memfasilitasi komunikasi
terbuka dan saling pengertian antara anggota kelompok. Penting bagi anggota kelompok
untuk mendengarkan pendapat satu sama lain dengan toleransi dan menghargai perspektif
yang berbeda. Mempromosikan kerjasama, saling menghormati, dan mengidentifikasi
tujuan bersama dapat membantu mengatasi konflik dan mendorong kelompok untuk
beralih ke tahap selanjutnya.
3. Penormaan (Norming):
Tahap penormaan terjadi ketika anggota kelompok mulai menemukan kesepakatan dan
menetapkan norma-norma, peran, dan tujuan bersama. Pada tahap ini, anggota kelompok
mulai bekerja sama, menghargai kontribusi masing-masing, dan mengembangkan pola
komunikasi yang efektif. Kelompok mulai membentuk identitas kelompok dan menjalin
kerjasama yang lebih erat.
4. Pelaksanaan (Performing):
Tahap pelaksanaan adalah tahap di mana kelompok mencapai kinerja yang optimal. Anggota
kelompok bekerja secara sinergis, memanfaatkan keahlian dan kekuatan masing-masing
untuk mencapai tujuan kelompok. Pada tahap ini, kelompok mampu mengatasi tantangan
Penting untuk diingat bahwa setiap kelompok atau perusahaan mungkin mengalami
tahapan ini dalam tingkat dan durasi yang berbeda. Beberapa kelompok dapat mengalami
tahap-tahap ini dengan lancar, sementara yang lain mungkin menghadapi tantangan dan
kesulitan yang lebih besar. Penting bagi pemimpin dan anggota kelompok untuk memahami
dan mengelola setiap tahap dengan bijak untuk mencapai kinerja kelompok yang optimal.
3. Job redesign dan job enrichment adalah dua konsep yang berhubungan dengan
modifikasi atau perubahan dalam tugas pekerjaan untuk meningkatkan kepuasan kerja dan
kinerja individu. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai job redesign dan job
enrichment serta ruang lingkupnya:
1. Job Redesign:
Job redesign mengacu pada perubahan yang dilakukan pada tugas-tugas pekerjaan yang ada
dengan tujuan meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan kepuasan kerja. Job redesign
melibatkan pemikiran ulang tentang tugas yang harus dilakukan, urutan pekerjaan, dan
pengaturan pekerjaan secara keseluruhan. Beberapa aspek yang dapat dimodifikasi dalam
job redesign meliputi pembagian kerja, tanggung jawab, aliran kerja, dan metode kerja.
Ruang lingkup job redesign mencakup:
- Pembagian Kerja: Job redesign dapat melibatkan pembagian ulang tugas-tugas kerja untuk
mencapai distribusi yang lebih seimbang, mengurangi monotoni, dan memperkaya
pengalaman pekerjaan.
- Rotasi Pekerjaan: Job redesign dapat melibatkan rotasi tugas, di mana individu
dipindahkan ke berbagai tugas atau posisi dalam organisasi. Ini bertujuan untuk
memberikan variasi dan perkembangan keterampilan.
- Perluasan Pekerjaan: Job redesign juga bisa melibatkan perluasan tugas-tugas pekerjaan
dengan memberikan pekerjaan yang lebih kompleks dan beragam kepada individu,
memungkinkan mereka untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar.
2. Job Enrichment:
Job enrichment adalah proses meningkatkan pekerjaan dengan menambahkan elemen yang
lebih menantang, bermakna, dan memuaskan dalam tugas pekerjaan. Pendekatan ini
bertujuan untuk memberikan pekerjaan yang lebih bermakna dan memuaskan bagi individu
dengan meningkatkan otonomi, tanggung jawab, dan peluang pengembangan pribadi.
Ruang lingkup job enrichment meliputi:
Ruang lingkup job redesign dan job enrichment berfokus pada perubahan tugas-tugas
pekerjaan untuk meningkatkan kepuasan kerja, motivasi, dan kinerja individu. Tujuannya
adalah menciptakan lingkungan kerja yang lebih bermakna, memuaskan, dan memotivasi
individu untuk mencapai potensi penuh mereka.
Ketiga tokoh di atas memiliki karakteristik personal yang berkontribusi pada kesuksesan
kepemimpinan mereka di bidang yang berbeda. Mereka memiliki kombinasi kepandaian,
keterampilan manajerial, keterampilan kepemimpinan, motivasi, kematangan emosi, dan
keterampilan mengatasi masalah yang membuat mereka menjadi pemimpin yang sukses
dalam industri masing-masing.
B. Berikut adalah empat hal yang dilakukan pemimpin yang efektif dalam mempengaruhi
dan mengarahkan bawahannya:
1. Memberikan Visi yang Inspiratif: Pemimpin yang efektif mengkomunikasikan visi yang
jelas dan inspiratif kepada bawahannya. Mereka mampu menggambarkan gambaran masa
depan yang menarik dan memotivasi, serta menjelaskan bagaimana peran setiap individu
berkontribusi terhadap mencapai visi tersebut. Dengan memberikan visi yang inspiratif,
pemimpin mendorong bawahannya untuk bekerja dengan semangat dan tujuan yang jelas.
3. Memberikan Umpan Balik dan Penguatan Positif: Pemimpin yang efektif memberikan
umpan balik secara teratur kepada bawahannya. Umpan balik yang jujur dan konstruktif
membantu bawahannya dalam memperbaiki kinerja mereka dan mengembangkan potensi.
Selain itu, pemimpin juga memberikan penguatan positif dan penghargaan untuk
pencapaian yang baik. Ini membantu membangun motivasi, kepercayaan diri, dan
keterlibatan bawahannya.
Melalui kombinasi dari empat hal di atas, pemimpin yang efektif mampu mempengaruhi
dan mengarahkan bawahannya dengan cara yang positif, membangun hubungan yang kuat,
dan mencapai kinerja yang optimal dalam tim atau organisasi.
5. Berikut adalah empat hambatan umum dalam komunikasi yang dapat mengurangi
efektivitas komunikasi:
3. Perbedaan Budaya dan Bahasa: Perbedaan budaya dan bahasa dapat menjadi hambatan
dalam komunikasi antara individu yang berasal dari latar belakang yang berbeda. Perbedaan
nilai-nilai, norma sosial, keyakinan, dan bahasa dapat menyebabkan kesalahpahaman,
interpretasi yang salah, atau konflik komunikasi. Kekuatan budaya dan bahasa yang kuat
juga dapat menghambat integrasi dan pemahaman yang efektif antara individu atau
kelompok yang berbeda.
2. Bersikap Empati: Empati adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan perasaan
dan perspektif orang lain. Dalam mendengarkan, bersikap empati melibatkan:
- Mencoba memahami sudut pandang orang lain: Cobalah melihat situasi dari sudut
pandang pembicara dan mencoba merasakan apa yang mereka rasakan.
- Menghindari penilaian atau prasangka: Jaga pikiran terbuka dan hindari membuat
penilaian atau prasangka sebelum benar-benar memahami apa yang dikatakan oleh
pembicara.
- Menggali lebih dalam: Tanyakan pertanyaan yang membantu memperjelas perasaan,
kebutuhan, atau motivasi pembicara, sehingga Anda dapat memiliki pemahaman yang lebih
mendalam tentang apa yang mereka sampaikan.
3. Berlatih Kesabaran dan Ketelitian: Kesabaran dan ketelitian penting dalam mendengarkan
dengan efektif. Cara untuk meningkatkan kemampuan ini termasuk:
- Hindari interupsi: Jangan mencoba menginterupsi atau menggagalkan pembicara
sebelum mereka selesai berbicara. Berikan mereka waktu dan kesempatan untuk
menyelesaikan pikiran mereka.
- Hindari membuat asumsi: Jangan membuat asumsi atau mengisi kekosongan informasi
dengan prasangka sebelum mendapatkan semua informasi yang diperlukan.
- Dengarkan dengan seksama: Fokuskan perhatian pada detail-detail penting, seperti kata
kunci, informasi terkait, dan nuansa emosional yang terkandung dalam pembicaraan.
Dengan melatih diri dalam mendengarkan aktif, bersikap empati, dan memiliki kesabaran
serta ketelitian, Anda dapat meningkatkan kemampuan dalam mendengarkan dengan lebih
baik dan memperkuat hubungan komunikasi dengan orang lain.
7. Proses proyeksi citra yang positif mengacu pada cara di mana seseorang atau suatu
entitas (seperti perusahaan, merek, atau organisasi) secara sengaja menciptakan dan
mempertahankan citra yang positif di mata orang lain. Tujuannya adalah untuk
mempengaruhi persepsi orang tentang diri mereka atau entitas tersebut, sehingga
menciptakan kesan yang baik, kepercayaan, dan hubungan yang positif.
Beberapa poin penting dalam proses proyeksi citra yang positif adalah:
1. Penanaman Pesan Positif: Proses dimulai dengan menyusun pesan yang mempromosikan
kualitas, nilai-nilai, prestasi, dan keunggulan yang diinginkan. Pesan-pesan ini disampaikan
melalui berbagai saluran komunikasi, seperti iklan, publisitas, media sosial, dan interaksi
langsung dengan publik.
2. Konsistensi: Penting bagi entitas yang ingin memproyeksikan citra yang positif untuk
konsisten dalam pesan, tindakan, dan perilaku mereka. Konsistensi membantu membangun
kepercayaan dan keyakinan pada apa yang dikomunikasikan, sehingga menciptakan kesan
yang kuat dan meyakinkan.
3. Pengelolaan Reputasi: Proses proyeksi citra yang positif juga melibatkan pengelolaan
reputasi yang baik. Ini mencakup memahami bagaimana entitas tersebut dilihat oleh publik,
merespons dengan tepat terhadap isu-isu yang muncul, dan memperbaiki kerusakan
reputasi jika terjadi. Transparansi dan komunikasi terbuka juga penting dalam menjaga
reputasi yang baik.
4. Interaksi Positif dengan Publik: Memiliki interaksi yang positif dengan publik adalah aspek
penting dalam proyeksi citra yang positif. Ini melibatkan mendengarkan dengan empati,
merespons kebutuhan dan masalah yang muncul, serta membangun hubungan yang saling
menguntungkan dan berkelanjutan dengan para pemangku kepentingan.
Proses proyeksi citra yang positif membutuhkan perencanaan strategis, keselarasan antara
pesan dan tindakan, serta komitmen untuk membangun hubungan yang positif dengan
publik. Dengan memperhatikan elemen-elemen ini, entitas dapat menciptakan persepsi
yang positif, memperoleh dukungan, dan membangun citra yang kuat di mata orang lain.
1. Komunikasi Terbuka dan Efektif: Komunikasi yang terbuka dan efektif merupakan kunci
dalam mengelola konflik. Penting untuk mendengarkan dengan aktif, memahami perspektif
yang berbeda, dan berbicara dengan jelas dan jujur. Melalui komunikasi yang baik, konflik
dapat diidentifikasi, dipahami, dan dicari solusinya.
2. Mengadopsi Pendekatan Kolaboratif: Pendekatan kolaboratif melibatkan kerjasama dan
pemecahan masalah bersama antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Menggali
kepentingan dan kebutuhan masing-masing pihak, mencari solusi yang saling
menguntungkan, dan bekerja sama untuk mencapai kesepakatan yang memuaskan.
4. Mencari Mediasi atau Fasilitasi: Dalam beberapa kasus, melibatkan pihak ketiga yang
netral seperti mediator atau fasilitator dapat membantu mengelola konflik yang sulit.
Mediator atau fasilitator dapat membantu memfasilitasi diskusi, mengelola emosi, dan
membantu mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak.
5. Membangun Hubungan dan Timbang Tangan: Setelah konflik diatasi, penting untuk
membangun kembali hubungan yang rusak. Ini melibatkan menghormati dan menghargai
perbedaan, membangun saling percaya, dan berkomitmen untuk berkolaborasi secara
konstruktif di masa depan.
1. Komunikasi yang Efektif: Komunikasi yang jelas dan terbuka sangat penting dalam
mengelola perubahan. Sampaikan informasi tentang perubahan dengan jelas, jelaskan
alasan di balik perubahan, dan berikan kesempatan bagi individu untuk berbagi masalah
atau keprihatinan mereka. Pastikan komunikasi berlangsung dua arah dan berikan dukungan
serta arahan yang jelas.
atkan orang-orang dalam proses perencanaan, dan memberikan dukungan dan bimbingan
selama transisi. Mengelola resistensi melibatkan mengidentifikasi sumber resistensi,
berkomunikasi dengan individu secara individu, dan menjelaskan manfaat dari perubahan
tersebut.