W162100034 –
PSIKOLOGI
INDUSTRI
Judul Tugas
Tugas Besar 1
Abstrak
Jenis Tugas
Individu
Nama Mahasiswa & NIM
Muhammad Effendi (41621010026)
Penilaian
Bobot Persentase Tugas
20% [Diisi bobot asesmen tugas dari total keseluruhan asesmen]
Instruksi Pengumpulan Tugas Kumpulkan laporan soft copy yang diketik pada kertas A4, ukuran font 12, Times New Roman,
spasi 1.5 dan ditulis ratakiri dan kanan (justified).
Gunakan Satuan Internasional (SI)
Semua bukti yang bukan dokumen pribadi harus disertakan sitasi di dalam teks kemudian ditampilkan referensinya.
Gunakan metode APA untuk menulis referensi.
Untuk soal no. 2:
Masing-masing topik untuk 7 orang mahasiswa.
Jurnal yang direview adalah 1 jurnal internasional dan 1 jurnal nasional.
Untuk topik yang sama masing-masing mahasiswa diminta mereview jurnal yang berbeda.
Copy Jurnal yang direview dilampirkan..
Pernyata
an Saya/ kami yang bertanda tangan di bawah ini memahami bahwa saya/ kami telah membaca dan setuju untuk mematuhi peraturan UMB
tentang plagiarisme dan penjiplakan dan kebijakan dan prosedur di Program Studi. Saya/ kami menyetujui proses pengecekan laporan
sehingga tidak ada unsur plagiarisme atau penjiplakan akademik.
Tanda tangan
Fakultas
................................ Program Studi Disusun Oleh
Teknik
... Teknik Industri Resa Taruna Suhada, S.Si, MT.
Capaian Pembelajaran (CPMK):
1. Memiliki pengetahuan tentang ruang lingkup psikologi industri & psikologi konsumen
2. Mampu menjelaskan tentang teori motivasi dan kepemimpinan
3. Mampu mengkaji implikasi pengembangan / Mengimplementasikan teknologi Komunikasi dan Proses Interpersonal dengan
pendekatan teknologi terkini
4. Mampu mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah Stress Management, Dinamika dalam Kelompok dan Tim,
Komponen Penilaian Nilai Maksimal Nilai Diberikan
04-10-2022
Tanda tangan
Bagian ini digunakan untuk memberi umpan balik atau informasi lain:
KRITERIA DAN SKALA
PENILAIAN PROGRAM SARJANA
(S1)
Pertanyaan Tugas
Dalam tugas 1 ini Anda diminta untuk menjelaskan tentang konsep materi dan
perkembangan penelitian psikologi industri & psikologi konsumen, motivasi dan
kepemimpinan, teknologi Komunikasi dan Proses Interpersonal, Stress Management,
Dinamika dalam Kelompok dan Tim. Tugas dikerjakan secara individu.
Soal 1 :
Jawaban Soal 1 :
Menurut Siagian (1995) mendefinisikan motivasi sebagai daya pendorong yang mengakibatkan
seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk mengarahkan kemampuan dalam bentuk keahlian
dan keterampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi
tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai
sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.
Pendapat Pribadi :
Saya setuju dengan pendapat definisi motivasi kerja dari Siagian (1995) karena menurut saya pribadi
motivasi kerja adalah sesuatu hal pendorong nya semangat untuk melakukan kegiatan dengan
keterampilan yang dimiliki. Sesuatu hal ini dapat berupa dukungan , kegiatan lain , kata-kata
penyemangat dan masih banyak lagi
Contoh kasus :
Effendi bekerja dengan 3 waktu kerja yang berbeda dalam 1 bulan , dalam setiap 6 bulan sekali atau
lebih tepat nya pertengahan tahun bos dari Effendi memberikan bonus tambahan sebagai
penghargaan apresiasi kepada karyawan yang teladan. Karena Effendi sudah mendapatkan 2 kali
bonus penghargaan apresiasi dari bos , Effendi menjadi sangat bersemangat untuk bekerja , dan juga
tingkat produktifitas Effendi serta karyawan lain pun ikut meningkat karena mendapatkan
penghargaan berupa bonus dari bos.
b.) Kepuasan Kerja Karyawan
Menurut Hamali (2016: 202) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap karyawan
terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan situasi kerja, kerjasama antar karyawan, imbalan yang
diterima dalam bekerja, dan hal-hal lain yang menyangkut faktor fisik dan psikologis.
Pendapat Pribadi :
Saya setuju dengan pendapat Hamali (2019: 202) definisi kepuasan kerja menurutnya. Karena
menurut saya pribadi factor diluar lingkup kerja juga mempengaruhi kepuasan kerja , contoh nya
keluarga nya yang mendukung pekerjaan nya saat ini dan lain-lain , hal ini akan menimbulkan rasa
percaya diri dan kepuasan karena ada orang yang mendukung nya di luar ruang lingkup kerja tentang
dirinya dana pa yang sedang ia kerjakan.
Contoh Kasus ;
Effendi bekerja di sebuah perusahaan dengan UMR 4.500.000 per bulan . Effendi berkeinginan
mempunyai rumah dengan harga 100.000.000 , setelah 2 tahun 1 bulan bekerja Effendi berhasil
mengumpulkan gaji dari hasil kerja nya sebanyak 104.500.000 . Dengan begitu Effendi mendapatkan
rumah dari hasil kerja keras nya selama 2 tahun 1 bulan , dan hal itu membuat Effendi merasakan
kepuasan setelah menabung dari hasil kerja nya.
Stres adalah respon tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan beban
atasnya. Misalnya bagaimana respon tubuh seseorang manakala yang bersangkutan mengalami
beban pekerjaan yang berlebihan. Bila individu sanggup mengatasinya artinya tidak ada
gangguan pada fungsi organ tubuh, maka dikatakan yang bersangkutan tidak mengalami stress .
Menurut (Hawari, 2011).
Pendapat Pribadi :
Saya sangat setuju dengan definisi manajemen stress menurut (Hawari , 2011) karena berdasarkan
pengalaman pribadi juga mendapatkan tuntutan beban berlebih mengakibatkan hati dan pikiran tidak
nyaman sehingga sangat berpengaruh pada fisik , apabila stress nya dapat di atasi hal itu tidak
berpengaruh terhadap fisik saya pribadi . namun stress yang tidak dapat di atasi sangat berpengaruh
pada fisik.
Contoh Kasus :
Effendi adalah siswa lulusan 2021 . pada tahun 2021 ini Effendi ingin melanjutkan pendidikan nya ke
perguruan tinggi , namun secara financial Effendi tidak memenuhi persyaratan yang berlaku. Pada
akhir nya Effendi memutuskan bekerja part-time untuk memenuhi financial dalam perguruan tinggi
nya . sehingga Effendi mendaptkan tekanan dari 2 sisi yang berbeda yakni tekanan ilmu dari
perguruan tinggi . dan tekanan financial dalam pekerjaan part-time nya , hal ini membuat Effendi
cukup kesulitan dalam menghadapi kedua hal tersebut sehingga Effendi dapat mengalami Stress.
Karena beban berlebih yang ada pada Effendi.
d.) Kepemimpinan
Menurut Locke et.al. (1991) Kepemimpinan merupakan proses membujuk orang lain untuk
mengambil langkah menuju suatu sasaran bersama Dari kelima definisi ini, para ahli ada yang
meninjau dari sudut pandang dari pola hubungan, kemampuan mengkoordinasi, memotivasi,
kemampuan mengajak, membujuk dan mempengaruhi orang lain.
Pendapat Pribadi :
Saya kurang setuju dengan definisi kepemimpinan dari Locke et.al. (1991) . Menurut pribadi saya
kepemimpinan adalah suatu kegiatan di mana seorang pemimpin dapat memberikan arahan kepada
anggotanya dari hasil diskusi ataupun dari pemikiran diri pribadi seorang pemimpin . Menurut saya
pribadi pemimpin adalah seseorang yang mempunyai banyak kemampuan , pengalaman dan
pemikiran yang luas daripada anggota nya.
Contoh kasus :
Drs. Hartoyo telah menjadi manajer tingkat menengah dalam departemen produksi suatu perusahaan
kurang lebih 6 bulan. Hartoyo bekerja pada perusahaan setelah dia pensiun dari tentar. Semangat
kerja departemennya rendah sejak dia bergabung dalam perusahaan. Beberapa dari karyawan
menunjukkan sikap tidak puas dan agresif.
Pada jam istirahat makan siang, Hartoyo bertanya kepada Drs. Abdul Hakim, AK, manajer
departemen keuangan, apakah dia mengetahui tentang semangat kerja yang rendah dalam
departemen produksi. Abdul Halim menjawab bahwa dia telah mendengar secara informal melalui
komunikasi “grapevine”, bahwa para karyawan Hartoyo merasa tidak senang dengan pengambilan
semua keputusan yang dibuat sendiri olehnya. Dia (Hartoyo) menyatakan, “dalam tentara, saya
membuat semua keputusan untuk bagian saya, dan semua bawahan mengharapkan saya untuk
berbuat seperti itu.”
Dinamika Kelompok adalah studi tentang hubungan sebab akibat yang ada di dalam kelompok,
tentang perkembangan hubungan sebab akibat yang terjadi di dalam kelompok, tentang teknik-teknik
untuk mengubah hubungan interpersonal dan attitude di dalam kelompok (Benyamin B. Wolman,
Dictionary of Behavioral Science).
Pendapat Pribadi :
Saya sangat setuju dengan pendapat (Benyamin B. Wolman, Dictionary of Behavioral Science).
Karena menurut saya Dinamika Kelompok adalah keterikatan individu dengan individu yang lain
dalam sebuah kelompok tersebut . Dan mempererat hubungan interpersonal dan attitude di dalam
kelompok tersebut.
Contoh Kasus :
Azis Syamsuddin menyerahkan surat pengunduran diri sebagai Wakil Ketua DPR RI setelah dia
ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI. Karena
sesungguhnya sebagai penyelenggara negara dan wakil rakyat yang telah menerima kepercayaan
oleh rakyat tidak semestinya melakukan perbuatan tersebut dan selayaknya menjadi contoh kita
semua untuk dharma bakti kita, karya kita kepada bangsa negara dan juga pengabdian kita kepada
ibu pertiwi untuk terus menghindari praktik-praktik korupsi dan tentu kita punya mimpi Indonesia
bebas dari korupsi,
Senin , 26 September
2022 Review Jurnal
Nasional
Di susun oleh:
Pendahuluan Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau
kelompok orang dalam suatu organisasi atau perusahaan, sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawab 2011).
Dapat dikatakan kinerja yang baik di perusahaan tersebut maka
semakin mudah mencapai tujuan, dan sebaliknya jika kinerja
karyawan
Rendahnya tingkat kinerja karyawan dalam suatu perusahaan dapat
dilihat dari besaran gaji maupun tunjangan perusahaan yang
diberikan oleh perusahaan dengan besarnya penggunaan oleh
kurangnya disiplin waktu pemberian kompensasi yang sesuai
sebagai balas jasa kepada karyawan atas usaha yang mereka
lakukan kepada : ini dikarenakan setiap orang bekerja memiliki
motif yang diberikan kepada perusahaan.
Program kompensasi yang mencerminkan upaya organisasi untuk
baik akan mendorong karyawan untuk bekerja dengan baik dan
produktif yang diimbangi dengan peningkatan kinerja juga dapat
dilakukan perusahaan, badan atau organisasi dan norma-norma
sosial yang berlaku.
Adanya tingkat keinginan untuk membantu dan bekerja sama
mengatasi masalah kelistrikan dengan mencapai itu semua tidak
terlepas dari kompensasi yang berhubungan dengan peningkatan
kinerja karyawan, idealnya perusahaan harus memberikan
kompensasi yang layak kepada setiap karyawan sesuai dengan
tanggung jawab pekerjaan yang diberikan, kemudian untuk
memperoleh karyawan yang perusahaan yang berkualitas juga
harus memiliki kualifikasi sesuai dengan yang dibutuhkan
perusahaan.
Kesadaran terhadap peraturan dan tata tertib maka dengan begitu
akan dibutuhkan oleh setiap karyawan dengan adanya pembagian
kompensasi secara adil kepada karyawan yang merasa dihargai atas
usaha yang curahkan untuk perusahaan. Kompensasi dengan
tanggung jawab pekerjaan yang mereka lakukan dan gaji tersebut
dirasa belum kerja yang diterapkan oleh perusahaan saat ini masih
terbilang rendah yaitu dilihat dari
Pembahasan Bagi perusahaan, penilaian merupakan salah satu tugas manajer
yang sifat maupun cara penilaian kinerja terhadap banyak
mengerjakan sesuatu dan mengerjakannya.Kinerja merupakan
perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja
yang dihasilkan oleh karyawan Menurut Rivai (2013) istilah
kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance
(prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh
seseorang).
Pengertian kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan sesuai
dengan Sutrisno (2009), kinerja adalah hasil kerja yang dapat
dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi,
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab (2009), kinerja
merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk atau
tidaknya seseorang atau sekelompok dalam melaksanakan
pekerjaan nyata yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi.
Kinerja dalam fungsinya tidak berdiri sendiri melainkan diketahui
dan diukur jika individu atau sekelompok karyawan memiliki
kriteria atau standar keberhasilan untuk mengukur yang telah
ditetapkan organisasi. jika tanpa tujuan dan target yang ditetapkan
dalam pengukuran, maka kinerja seseorang
Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan, dalam
penyelenggaraan kinerja yang efektif adalah kesadaran bahwa
keberhasilannya tidak dipengaruhi oleh masalah prosedur dan
proses maupun jenis bentuk atau sistem Faktor yang
mempengaruhi kinerja karyawan Mangkunegara (2013),
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah faktor
Kuantitas dan kualitas hasil kerja karyawan dalam melaksanakan
Hasil kerja dalam bentuk barang dan jasa yang dapat diukur jumlah
atau seorang dokter berapa banyak pasien yang memeriksa setiap
hari dan berapa pasien yang dapat ia sembuhkan.
Ketika berada ditempat kerja dan melaksanakan pekerjaanya, 3)
Sifat pribadi yang ada hubungannya dengan pekerjaan. oleh
seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaanya. Indikator
kinerja untuk setiap level organisasi, tergantung dari seberapa
tinggi kualitas kerja, kuantitas kerja, dan sikap.
□ KOMPENSASI
Pada umumnya balas jasa bagi setiap orang yang bekerja telah
ditentukan dan diketahui sebelumnya, sehingga karyawan secara
pasti mengetahui kompensasi yang diterimanya.Selanjutnya,
banyak pula pemenuhan kebutuhan yang dapat dipenuhi karyawan
sebagai penjual tenaga kerja (fisik dan pikiran).
Sastrohadiwiryo (2007) menyatakan bahwa kompensasi adalah
kompensasi jasa atau balas jasa yang diberikan oleh sesuatu yang
diterima untuk karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka.”
Sesuatu yang diberikan perusahaan kepada para karyawannya atas
jasa yang diberikan untuk Kompensasi atau balas jasa dapat
diperhitungkan sebagai upah/upah nyata jasa-jasa yang telah
diberikan oleh seseorang atau kata lain baik berupa uang maupun
barang yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa terhadap
tenaga dan pikiran yang disumbangkan kepada perusahaan.
Program kompensasi/balas jasa ini umumnya bertujuan untuk
kepentingan pengertian kompensasi/balas jasa menurut definisi di
atas menyebutkan bahwa upah yang diterima oleh para
karyawan/pekerja adalah merupakan suatu penerimaan yang
menurut Hasibuan (2011) orang mau bekerja keras disebabkanoleh
beberapa hal Bagi perusahaan upah /gaji yang teratur dan layak
diberikan kepada karyawan, yang biasa diberikan kepada
perusahaan untuk karyawan mereka, secara umum dapat
Menurut Hasibuan (2011) orang mau bekerja keras disebabkan
oleh beberapa hal sebagai berikut:
1. Keinginan untuk hidup, keinginan untuk hidup merupakan
keinginan utama setiap orang. Manusia bekerja untuk dapat makan
untuk dapat melanjutkan kehidupan.
2. Hasrat untuk memiliki, keinginan untuk memiliki sesuatu
merupakan keingina manusia yang kedua dan ini salah satu sebab
mengapa manusia mau bekerja
3. Keinginan akan kekuasaan, keinginan akan kekuasaan
merupakan keinginan selangkah di atas keinginan untuk memiliki,
mendorong orang-orang untuk mau bekerja.
4. Keinginan akan pengakuan, keinginan akan pengakuan
merupakan jenis terakhir dari kebutuhan
Kompensasi memiliki tujuan atau manfaat antara lain kepuasan
kerja, pengadaan efektif, motivasi, karyawan, disiplin, pengaruh
serikat buruh, pengaruh pemerintah (Hasibuan, 2011). Ada
beberapa bentuk kompensasi yang biasa diberikan kepada
perusahaan untuk para karyawan mereka, secara umum dapat
berupa ketidakseimbangan finansial (materi) dan non finansial
(inmateril)
Mathis dan Jackson (2011) menyatakan “ada dua bentuk
kompensasi karyawan, yaitu bentuk langsung yang merupakan
upah dan gaji, kompensasi yang tidak langsung merupakan
tunjangan karyawan.Jenis-jenis kompensasi menurut
Mangkunegara (2013) ada 2 yaitu 1 (upah) dan 2 (gaji) manfaat
(keuntungan) dan pelayanan.
□ DISIPLIN KERJA
Menurut Siagian (2009) pendisiplinan karyawan karyawan bentuk
pelatihan dengan karyawan lain serta meningkatkan prestasi
kerja.Selanjutnya Rivai (2013) menyatakan disiplin kerja adalah
suatu alat yang digunakan para manajer untukberkomunikasi
dengan karyawan agar mereka dapat mengubah suatu perilaku
serta sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan
seseorang 1) Disiplin Retributif(Disiplin Retributif) yaitu berusaha
menghukum orang yang 2) Disiplin Korektif (Disiplin Korektif),
yaitu berusaha membantu karyawan
Tujuan utama disiplin untuk meningkatkan efisiensi semaksimal
mungkin Disiplin kerja dapat dilihat sebagai suatu yang besar
manfaatnya, baik bagi Dengan demikian, karyawan dapat
melaksanakan dengan penuh kesadaran serta dapat
mengembangkan tenaga dan pikirannya semaksimal mungkin.
Menurut Hasibuan (2011), kedisiplinan seseorang karyawan dalam
suatu perusahaan termasuk tujuan dan kemampuan, Teladan
pimpinan, Balas jasa, disiplin kerja adalah besar pemberian
kompensasi, tidak ada keteladanan pimpinan dalam perusahaan,
tidak ada aturan pasti yang dapat dijadikan pimpinan, tidaknya
Perhatian kepada para karyawan dan penerapan kebiasaan-
kebiasaan yang mendukng tegaknya disiplin.
Menurut Rivai (2013), disiplin kerja dibedakan atas:
1) Disiplin Retributif (Disiplin Retributif) yaitu berusaha
menghukum orang yang berbuat salah.
2) Disiplin Korektif (Corrective Discipline), yaitu berusaha
membantu karyawan dalam menerapkan perilaku yang tidak tepat.
3) Perspektif hak-hak individu (Perspektif Hak Individu) yaitu
berusaha melindungi hak-hak dasar individu selama tindakan-
tindakan disipliner.
4) Perspektif Utilitarian (Perspektif Utilitarian) yaitu berfokus pada
berfokus pada penggunaan disiplin hanya pada saat konsekuensi-
konsekuensi tindakan disiplin melebihan dampak-dampak
negatifnya
Tujuan utama disiplin adalah untuk meningkatkan efisiensi
semaksimal mungkin dengan cara mencegah pemborosan waktu
dan energi. Selain itu, disiplin mencoba untuk mencegah
kerusakan atau kehilangan benda, mesin, peralatan dan
perlengakapan kerja yang disebabkan oleh ketidakhatian-hatian,
senda gurau atau pencurian (Sutrisno, 2009).
□ MOTIVASI KERJA
Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, mengalirkan,
dan menyatakan bahwa motivasi adalah pemberian daya penggerak
yang menciptakan karyawan agar mampu mencapai tujuan dari
motifnya.Luthans (2006) menyatakan bahwa motivasi adalah
proses yang dimulai dengan defenisi fisiologis atau psikologis yang
menggerakkan perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk tujuan
atau insentif
Dari pengertian motivasi dari pendapat di atas maka dapat penulis
simpulkan bahwa motivasi adalah Motivasi dapat diartikan sebagai
keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan
energi, mendorong kegiatan, dan mengarahkan atau mengarahkan
perilaku mencapai kebutuhan yang memberikan kepuasan atau
mengurangi ketidakseimbangan
Motivasi sebagai proses psikogis dalam diri seseorang dipengaruhi
oleh faktor intern dan ekstern yang berasal dari karyawan
(Sutrisno, 2009).
1) Faktor Intern
Faktor Intern yang dapat mempengaruhi pemberian motivasi pada
seseorang antara lain keinginan untuk dapat hidup, keinginan
untuk dapat memiliki, keinginan untuk memperoleh penghargaan,
keinginan untuk memperoleh pengakuan, dan keinginan untuk
berkuasa.
2) Faktor Eksternal
Faktor-faktor ekstern itu adalah kondisi lingkungan kerja,
kompensasi yang memadai, pengawasan yang baik, adanya
jaminan pekerjaan, status dan tanggung jawab dan peraturan yang
fleksibel
Abstrak
Penelitian bertujuan untuk menganlisis pengaruh kompensasi dandisiplin
kerja terhadap kinerja karyawan, menganalisis peran motivasi kerja dalam
memoderasi pengaruh kompensasi dan disiplin kerja dengan kinerja karyawan.
Pendekatan penelitian ini adalah menggunakan pendekatan penelitian
kuantitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah daftar
pertanyaan (questioner) dan wawancara (interview).Dalam penelitian ini
analisa data menggunakan Moderating Regression Analysis (MRA).Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kompensasi dan disiplin kerja berpengaruh
signifikan terhadap kinerja karyawan.Motivasi kerja dapat memoderasi
hubungan antara kompensasi kerja terhadap kinerja, dan Motivasi kerja tidak
dapat memoderasi hubungan antara disiplin kerja terhadap kinerja oleh karena
itu motivasi kerja bukan variabel moderating untuk disiplin kerja namun
variabel moderating untuk kompensasi.
1. Pendahuluan
Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau kelompok orang
dalam suatu organisasi atau perusahaan, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab
masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi, secara legal dan tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Mathis dan Jackson,
2011).Dapat dikatakan semakin baik kinerja karyawan di perusahaan tersebut maka
semakin mudah perusahaan mencapai tujuannya, dan sebaliknya apabila kinerja karyawan
itu rendah maka semakin sulit perusahaan dalam mencapai tujuannya.
Rendahnya tingkat kinerja karyawan dalam suatu perusahaan dapat dilihat dari
besaran gaji maupun tunjangan yang diberikan oleh perusahaan dengan besarnya
tanggung jawab pekerjaan yang dilakukan selain itu tingkat kehadiran ditempat kerja
yang diakibatkan oleh kurangnya disiplin kerja karyawan serta penggunaan waktu secara
tidak efektif dalam melaksanakan pekerjaan juga dikatakan sebagai rendahnya tingkat
kinerja karyawan (Isvandiari dan Fuadah, 2017).
40
Prosiding: ISSN:
The National Conferences Management and
Business (NCMAB) 2018
40
Prosiding: ISSN:
The National Conferences Management and
Business (NCMAB) 2018
2. Landasan Teori
Bagi perusahaan, penilaian kinerja merupakan salah satu tugas manajer yang
penting dalam perusahaan. Sifat maupun cara penilaian kinerja terhadap karyawan banyak
tergantung pada bagaimana SDM dipandang dan diperlakukan didalam perusahaan
tersebut. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan
sesuatu dan bagaimana mengerjakannya.Kinerja merupakan perilaku nyata yang
ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai
dengan perannya dalam perusahaan. Moeheriono (2012) mengemukakan bahwa kinerja
atau performance merupakan gambaran mengenai tingkatan pencapaian
40
Prosiding: ISSN:
The National Conferences Management and
Business (NCMAB) 2018
pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan,
visi dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi.
Menurut Rivai (2013) istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual
Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh
seseorang).Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sedangkan menurut Prawirosentono
dalam Sutrisno (2009), kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab
masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara
legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai moral maupun etika. Menurut Rivai dan
Sagala(2009), kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk
menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan
tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup
efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan
dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan tanda berhasil
atau tidaknya seseorang atau sekelompok dalam melaksanakan pekerjaan nyata yang telah
ditetapkan oleh suatu organisasi.Kinerja dalam fungsinya tidak berdiri sendiri melainkan
berhubungan dengan factor individu, organisasi dan lingkungan eksternal. . Kinerja dapat
diketahui dan diukur jika individu atau sekelompok karyawan telah mempunyai kriteria
atau standar keberhasilan tolok ukur yang telah ditetapkan organisasi. Oleh karena itu,
jika tanpa tujuan dan target yang ditetapkan dalam pengukuran, maka kinerja seseorang
atau sekelompok tidak mungkin dapat diketahui bila tidak ada tolok ukur
keberhasilannya.
Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja seorang karyawan, dari dalam maupun
dari luar perusahaan serta diri karyawan. Landasan utama dalampenyelenggaraan kinerja
yang efektif adalah kesadaran bahwa keberhasilannya paling tidak dipengaruhi oleh
masalah prosedur dan proses maupun jenis bentuk atau system pencatat standar yang
digunakan. Faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan diantaranya adalah 1) efektivitas
dan efisiensi, 2) otoritas dan tanggung jawab, 3) disiplin,
4) inisiatif, dan 5) komunikasi (Sutrisno, 2009), Moeheriono (2012) mengemukakan
kinerja individu pada dasarnya dipengaruhi oleh 1) harapan mengenai imbalan, 2)
dorongan, 3) kemampuan, 4) kebutuhan, 5) persepsi terhadap tugas, 6) imbalan internal,
40
Prosiding: ISSN:
The National Conferences Management and
Business (NCMAB) 2018
7) eksternal, 8) persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja. Sedangkan menurut
Mangkunegara (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah faktor
kemampuan dan faktor motivasi.
Wirawan (2013) mengelompokan dimensi kinerja atau peran penting kinerja
menjadi tiga jenis:
1) Hasil kerja. Yaitu kuantitas dan kualitas hasil kerja karyawan dalam melaksanakan
pekerjaanya. Hasil kerja dalam bentuk barang dan jasa yang dapat diukur jumlah atau
kuantitas dan kualitasnya. Misalnya, seorang penjahit berapa banyak kemeja dan
celana yang ia produksi setiap harinya dan bagaimana kualitasnya apakah memenuhi
standar kualitas yang ditetapkan. Kinerja seorang dokter berapa banyak pasien yangia
periksa setiap harinya dan berapa pasien yang dapat ia sembuhkan.
2) Perilaku kerja. Ketika berada ditempat kerja dan melaksanakan pekerjaanya,
karyawan melakukan dua jenis perilaku yaitu perilaku kerja dan perilaku pribadinya.
Ketika dokter memeriksa pasien dikliniknya dirumah sakit, dokter berperilaku kerja
sesuai dengan kode etik kedokteran: cara berkata-kata dengan pasien, cara
memeriksapasien, cara memberi resep semuanya harus mengacu kepada ilmu
kedokteran dan kode etik dokter. Akan tetapi, ketika ia memesan makanan dikantin, ia
berperilaku pribadi.
3) Sifat pribadi yang ada hubungannya dengan pekerjaan. Sifat pribadi yang diperlukan
oleh seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaanya. Misalnya seorang pilot
penerbang pesawat tempur harus mempunyai sifat pribadi yang tak takut pada
ketinggian, dia berani mengahadapi musuhnya, dia berani mengambil resiko
pesawatnya tertembak rudal dalam dog flight dan tewas dalam pertempuran.
Indikator kinerja untuk setiap level organisasi, tergantung dari kompleksitas
organisasi itu. Pada umumnya, ukuran indikator kinerja dapat dikelompokkan kedalam
enam kategori berikut ini, yaitu sebagai berikut Moeheriono (2012) yaitu efektif, efisien,
kualitas, ketepatan waktu, produktivitas dan keselamatan. Menurut Bangun (2012), suatu
pekerjaan dapat diukur melalui jumlah pekerjaan, kualitas pekerjaan, ketepatan waktu,
kehadiran dan kemampuan kerjasama. Menurut Mangkunegara (2013) unsur-unsur yang
dinilai dari kinerja yaitu kualitas kerja, kuantitas kerja, keandalan dan sikap.
Kompensasi
Pada umumnya balas jasa bagi setiap orang yang bekerja telah ditentukan dan
diketahui sebelumnya, sehingga karyawan secara pasti mengetahui kompensasi yang
40
Prosiding: ISSN:
The National Conferences Management and
Business (NCMAB) 2018
41
Prosiding: ISSN:
The National Conferences Management and
Business (NCMAB) 2018
3. The desire for power, keinginan akan kekuasaan merupakan keinginan selangkah di
atas keinginan untuk memiliki, mendorong orang-orang untuk mau bekerja.
4. The desire for recognation, keinginan akan pengakuan merupakan jenis terakhir dari
kebutuhan.
Bagi perusahaan upah/gaji yang teratur dan layak diberikan kepada karyawan,
berfungsi sebagai kelangsungan produksi yang dilakukan oleh sumber daya manusia.
Dalam hal ini penentuan besarnya kompensasi sangat penting agar karyawan merasa puas
dan perusahaan juga tidak dirugikan.
Kompensasi mempunyai tujuan atau manfaat antara lain ikatan kerja sama,
kepuasan kerja, pengadaan efektif, motivasi, stabilitas karyawan, disiplin, pengaruh serikat
buruh, pengaruh pemerintah (Hasibuan, 2011). Ada beberapa bentuk kompensasi yang
biasa diberikan perusahaan kepada para karyawan mereka, secara umum dapat berupa
imbalan finansial (materil) dan non finansial (inmateril).Mathis dan Jackson (2011)
menyatakan “ada dua bentuk kompensasi karyawan, yaitu bentuk langsung yang
merupakan upah dan gaji, bentuk kompensasi yang tidak langsung yang merupakan
tunjangan karyawan.Jenis-jenis kompensasi menurut Mangkunegara (2013) ada 2 (dua)
yaitu 1) upah dan gaji, 2) benefit (keuntungan) dan pelayanan.
Disiplin Kerja
Dalam menjalankan setiap aktivitas atau kegiatan sehari-hari, masalah disiplin
sering didefinisikan dengan tepat, baik waktu maupun tempat.Apapun bentuk kegiatan itu,
jika dilaksanakan dengan tepat waktu tidak pernah terlambat, maka itu pula yang
dikatakan tempat waktu.Demikian pula dengan ketepatan tempat, jika dilaksanakan
dengan konsekuen, maka predikat disiplin tersebut telah merasuk ke dalam jiwa seseorang.
(Rivai, 2013).Kekurangdisiplinan di dalam memanajemen suatu perusahaan juga dapat
mengakibatkan kerugian bahkan jatuhnya perusahaan itu sendiri.Dari sisi karyawan
banyak yang melanggar disiplin.)
Sulistiyani dan Rosidah (2009) menyatakan bahwa disiplin (discipline) adalah
prosedur yang mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar peraturan atau
prosedur.Menurut Siagian (2009) pendisiplinan karyawan adalah suatu bentuk pelatihan
yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku karyawan
sehingga para karyawan tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif
dengan para karyawan lain serta meningkatkan prestasi kerjanya.Selanjutnya Rivai (2013)
menyatakan disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk
41
Prosiding: ISSN:
The National Conferences Management and
Business (NCMAB) 2018
berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku
serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang
mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.
Menurut Rivai (2013), disiplin kerja dibedakan atas:
1) Disiplin Retributif (Retributive Discipline) yaitu berusaha menghukum orang yang
berbuat salah.
2) Disiplin Korektif (Corrective Discipline), yaitu berusaha membantu karyawan
mengoreksi perilaku yang tidak tepat.
3) Perspektif hak-hak individu (Individual Rights Perspective) yaitu berusaha
melindungi hak-hak dasar individu selama tindakan-tindakan disipliner.
4) Perspektif Utilitarian (Utilitarian Perspective) yaitu berfokus kepada penggunaan
disiplin hanya pada saat konsekuensi-konsekuensi tindakan disiplin melebihan
dampak-dampak negatifnya.
Tujuan utama disiplin adalah untuk meningkatkan efisiensi semaksimal mungkin
dengan cara mencegah pemborosan waktu dan energi. Selain itu, disiplin mencoba untuk
mencegah kerusakan atau kehilangan harta benda, mesin, peralatan dan perlengakapan
kerja yang disebabkan oleh ketidak hatian-hatian, senda gurau atau pencurian (Sutrisno,
2009).
Disiplin kerja dapat dilihat sebagai suatu yang besar manfaatnya, baik bagi
kepentingan organisasi maupun bagi para karaywan. Bagi organisasi adanya disiplin
kerja akan menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas,
sehingga diperoleh hasil yang optimal. Sedangkan bagi karyawan akan diperoleh
suasanakerja yang menyenangkan sehingga akan menambah semangat kerja dalam
melaksanakan pekerjaannya. Dengan demikian, karyawan dapat melaksanakan tugasnya
dengan penuh kesadaran serta dapat mengembangkan tenaga dan pikirannya semaksimal
mungkin demi terwujudnya tujuan organisasi.
Menurut Hasibuan (2011), kedisiplinan seseorang karyawan dalam suatu
perusahaan yang diantaranya Tujuan dan kemampuan, Teladan pimpinan, Balas jasa,
Keadilan, Pengawasan melekat (waskat), Sanksi hukuman, Ketegasan dan Hubungan
kemanusiaan. Menurut Singodimedjo dalam Sutrisno (2009) faktor yang mempengaruhi
disiplin kerja adalah besar kecilnya pemberian kompensasi, ada tidaknya keteladanan
pimpinan dalam perusahaan, ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan
pegangan,keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan, ada tidaknya pengawasan
pimpinan, ada tidaknya perhatian kepada para karyawan dan diciptakan kebiasaan-
41
Prosiding: ISSN:
The National Conferences Management and
Business (NCMAB) 2018
kebiasaan yang mendukng tegaknya disiplin. Menurut Agustini (2011) indikator yang
mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan adalah tingkat kehadiran, tata cara kerja,
ketaatan pada atasan, kesadaran bekerja dan tanggung jawab
Motivasi Kerja
Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan, dan memelihara
perilaku manusia. Motivasi ini merupakan subyek yang penting bagi manajer, karena
menurut defenisi manajer harus dengan dan melalui orang lain. Hasibuan(2011)
menyatakan bahwa motivasi kerja adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan
kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerjasama, bekerja efektif danterintregasi
dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.Mangkunegara (2013)
menyatakan bahwa motif merupakan suatu gerakan dorongan kebutuhan dalam diri
karyawan yang perlu dipenuhi agar karyawan tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan karyawan agar
mampu mencapai tujuan dari motifnya.Luthans (2006) menyatakan motivasi adalah
proses yang dimulai dengan defenisi fisiologis atau psikologis yang menggerakkan
perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk tujuan atau insentif.
Dari pengertian motivasi dari pendapat di atas maka dapat penulis simpulkan
bahwa motivasi adalah Motivasi dapat diartikan sebagai keadaan kejiwaan dan sikap
mental manusia yang memberikan energi, mendorong kegiatan, dan mengarah atau
menyalurkan perilaku kearah mencapai kebutuhan yang memberikan kepuasan atau
mengurangi ketidakseimbangan
Motivasi sebagai proses psikogis dalam diri seseorang dipengaruhi oleh faktor
intern dan ekstern yang berasal dari karyawan (Sutrisno, 2009).
1) Faktor Intern
Faktor Intern yang dapat mempengaruhi pemberian motivasi pada seseorang antara
lain keinginan untuk dapat hidup, keinginan untuk dapat memiliki, keinginan untuk
memperoleh penghargaan, keinginan untuk memperoleh pengakuan, dan keinginan
untuk berkuasa.
2) Faktor Ekstern
Faktor-faktor ekstern itu adalah kondisi lingkungan kerja, kompensasi yang
memadai, supervisi yang baik, adanya jaminan pekerjaan, status dan tanggung jawab
dan peraturan yang fleksibel.
41
Prosiding: ISSN:
The National Conferences Management and
Business (NCMAB) 2018
Menurut Hamzah (2011) motivasi adalah dorongan internal dan ekternal dalam
diri seseorang untuk mengadakan perubahan tingkah laku, yang mempunyai indikator
antara lain adanya hasrat dan keinginan untuk melakukan kegiatan, adanya dorongan dan
kebutuhan melakukan kegiatan, adanya harapan dan cita-cita, penghargaan dan
penghormatan atas diri, adanya lingkungan yang baik dan adanya kegiatan yang
menarik.Menurut Mangkunegara (2013) indikator motivasi antara lain “Kerja keras,
orientasi masa depan, tingkat cita-cita yang tinggi, orientasi tugas/sasaran, usaha untuk
maju, ketekunan, rekan kerja yang dipilih oleh para ahli, pemanfaatan waktu”.
Menurut Siswanto (2011) salah satu cara untuk mengukur motivasi kerja
karyawan adalah dengan menggunakan: Teori pengharapan (expectancing theory). Teori
pengharapan mengemukakan bahwa adalah bermanfaat untuk mengukur sikap para
individu guna membuat diagnosis permasalahan motivasi. Pengukuran semacam ini dapat
membantu manajemen sumber daya manusia mengerti mengapa para karyawan terdorong
untuk bekerja atau tidak, apa yang merupakan kekuatan motivasi di berbagai bagian
dalam perusahaan dan berapa jauh berbagai cara pengubahan dapat efektif demi
memotivasi kinerja.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa indikator motivasi
merupakan dorongan dan kekuatan dalam diri seorang karyawan untuk melakukan tujuan
tertentu. Pada dasarnya motivasi dapat memacu karyawan untuk bekerja kerja keras
sehingga dapat mencapai tujuan mereka.
3. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif yaitu
menguji dan menganalisis data dengan perhitungan angka-angka dan kemudian menarik
kesimpulan dari pengujian tersebut. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh karyawan
PT. Razza Prima Trafoyang berjumlah 68 orang. Pada peneliti ini tidak melakukan
pengambilan sampel karena jumlah populasi yang sedikit sehingga penelitian ini
merupakan penelitian populasi (sensus).Dengan demikian sampel dalam penelitian ini
adalah 68 orang karyawan PT. Razza Prima Trafo.Teknik pengumpulan data dengan
kuesioner dan wawancara. Sedangkan teknik analisis data menggunakan Moderating
Regression Analysis (MRA).
41
Prosiding: ISSN:
The National Conferences Management and
Business (NCMAB) 2018
4. Hasil Penelitian
Uji Asumsi Klasik
Dengan regresi linear berganda dikenal dengan beberapa asumsi klasik regresi
berganda atau dikenal juga BLUE (Best Linear Unbias Estimation).Pengujian asumsi
klasik secara sederhana bertujuan untuk mengidentifikasi apakah regresi merupakan model
yang baik atau tidak. Ada beberapa pengujian asumsi klasik tersebut, yakni :
a. Normalitas
Pengujian normalitas data dilakukan untuk melihat apakah dalam model regresi,
variabel dependen dan independenya memiliki distribusi normal atau tidak.Jika data
menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka model regresi
memenuhi asumsi normalitas.
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
1.0
0.8
Expected Cum
0.6
0.4
0.2
0.0
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Gambar 1. Normalitas
Gambar di atas mengidentifikasikan bahwa model regresi telah memenuhi asumsi
yang telah dikemukakan sebelumnya, sehinnga data dalam model regresi penelitian ini
cenderung normal.
b. Multikolinearitas.
Multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan
adanya korelasi yang kuat antar variabel independen. Cara yang digunakan untuk
menilainya adalah dengan melihat nilai faktor inflasi varian (Variance Inflasi Factor/VIF
), yang tidak melebihi 4 atau 5.
41
Prosiding: ISSN:
The National Conferences Management and
Business (NCMAB) 2018
Tabel 1.Multikolinearitas
Unstandardized
Standardized Collinearity
Coefficients
Coefficients Statistics
Kedua variabel independen yakni X1 dan X2 memiliki nilai VIF dalam batas
toleransi yang telah ditentukan (tidak melebihi 4 atau 5), sehingga tidak menjadi
multikolinearitas dalam variabel independent penelitian ini.
c. Heterokedastisitas
Heterokedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi, terjadi
ketidaksamaan varians dari suatu pengamatan yang lain. Jika variasi residual dari suatu
pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokedastisitas, dan jika
varians berbeda disebut heterokedastisitas. Model yang baik adalah tidak terjadi
heterokedastisitas.
Dasar pengambilan keputusanya adalah : jika pola tertentu, seperti titik-titik
(poin- poin) yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur, maka terjadi
heterokedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik (poin-poin) menyebar
dibawah 0 pada sumbu y maka tidak terjadi heterokedastisitas.
41
Prosiding: ISSN:
The National Conferences Management and
Business (NCMAB) 2018
Scatterplot
Regression Studentized
0
-1
-2
-3
-4
-3 -2 -1 0 1 2
Regression Standardized Predicted Value
Gambar 2. Heterokedastitas
Gambar di atas memperlihatkan titik-titik menyebar secara acak, tidak membentuk
pola yang jelas/teratur, serta tersebar baik di atas maupun dibawah angka 0 pada sumbu
Y. dengan demikian “tidak terjadi heterokedastisitas” pada model regresi.
4. Pengujian Hipotesis
Setelah dilakukan pengujian asumsi klasik yang terdiri pengujian normalitas,
multikolinearitas, autokorelasi, dan pengujian heteroskedastisitas, diperoleh kesimpulan
bahwa model sudah dapat digunakan untuk melakukan pengujian analisa regresi berganda,
maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian dua model hipotesis.
a. Pengujian Hipotesis 1
Hipotesis yang akan diuji adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh dari
variabel independen (bebas) terhadap variabel dependen (terikat) secara simultan dan
parsial.
Tabel 2. Koefisien Determinasi
41
Prosiding: ISSN:
The National Conferences Management and
Business (NCMAB) 2018
Dari uji ANOVA atau F test, didapat F hitung sebesar 23.668 dengan tingkat
signifikan 0,000. Karena probabilitas 0,000 lebih kecil dari 0,05, maka hasil dari model
regresi menunjukkan bahwa koefisien dari variabel kompensasi, disiplin kerja dan
motivasi kerja memiliki angka positif. Berarti bahwa hubungan antara
variabelkompensasi, disiplin kerja dan motivasi kerja dengan kinerja adalah positif yaitu
semakin tinggi variabel kompensasi, disiplin kerja dan motivasi kerja maka semakin
tinggi kinerja mereka.
Untuk melihat pengaruh masing-masing variabel independen secara parsial
terhadap kinerja, maka dapat dilihat dari nilai t hitung dan signifikansi dari nilai t hitung
tersebut. Jika nilai signifikansi dari t hitung tersebut lebih kecil dari 0.05, maka dapat
dinyatakan bahwa ada pengaruh variabel tersebut terhadap prestasi kerja. Hasil
perhitungan nilai t hitung dapat terlihat pada tabel berikut ini:
41
Prosiding: ISSN:
The National Conferences Management and
Business (NCMAB) 2018
Standardize
d Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 10.316 2.842 3.630 .001
Berdasarkan hasil pengujian data, maka dapat dinyatakan bahwa hanya variabel
kompensasi, disiplin kerja dan motivasi kerja yang mempunyai pengaruh secara signifikan
terhadap kinerja setelah dilakukan pengujian juga berpengaruh secara signifikan terhadap
kinerja. Dapat disimpulkan bahwa variabel kinerja dipengaruhi oleh kompensasi, disiplin
kerja dan motivasi kerja dengan persamaan matematis :
Kinerja = 10.316 + 0,177X1 + 0,318 X2 + 0,217X3
Dari persamaan di atas, dapat dilihat bahwa ada pengaruh kompensasi, disiplin
kerja dan motivasi kerja secara parsial terhadap kinerja.Dari uraian tersebut, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa secara simultan kompensasi, disiplin kerja dan motivasi kerja
berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
Pengujian Hipotesis 2
Dalam pengujian ini adalah untuk melihat apakah motivasi kerja merupakan
variabel moderating dalam penelitian ini, maka tahapan pengujian yang dilakukan dapat
dilihat pada tabel 5 berikut ini :
41
Prosiding: ISSN:
The National Conferences Management and
Business (NCMAB) 2018
Total 510.985 67
. Predictors: (Constant), Disp_Mot, Komp_Mot, Zscore : Disiplin,
Zscore : Kompensasi
Dari hasil pengujian Anova atau F test menunjukkan bahwa nilai F hitungsebesar
17.749 dengan tingkat signifikansi 0,000 jauh dibawah 0,05. Hal ini menyatakan bahwa
variabel kompensasi dan disiplin kerja, MotKer dan Disp_MotKer secara bersama-sama
(simultan) mempengaruhi Kinerja karyawan.Untuk melihat pengaruh masing-masing
variabel independen secara parsial terhadap kinerja, maka dapat dilihat dari nilai t hitung
dan signifikansi dari nilai t hitung tersebut. Jika nilai signifikansi dari t hitung tersebut
lebih kecil dari 0.05, maka dapat dinyatakan bahwa ada pengaruh variabel
42
Prosiding: ISSN:
The National Conferences Management and
Business (NCMAB) 2018
tersebut terhadap kinerja. Hasil perhitungan nilai t hitung dapat terlihat pada tabel berikut
ini:
Zscore :
1.555 .360 .563 4.323 .000
Kompensasi
Dari tabel di atas terlihat bahwa hasil Pengujian secara individu (parsial)
menunjukkan variabel Kompensasi, dengan nilai koefisien 4,323, nilai signifikan 0,000,
variabel Disiplin kerja dengan nilai koefisien 3,168 nilai signifikan 0,002, dapat
disimpulkan kedua variabel tersebut berpengaruh terhadap kinerja serta variabel
Komp_Mot dengan nilai koefisien 2,598, nilai signifikan 0,012 menyatakan bahwa
motivasi kerja merupakan variabel moderating antara kompensasi terhadap kinerja.
Variabel Disp_Mot dengan nilai koefisien -0,321, nilai signifikan 0,749 yang jauh lebih
besar dari 0,05 menyatakan bahwa motivasi kerja bukan variabel moderating, antara
variabel disiplin kerja terhadap dependen kinerja karyawan. Adapun persamaan
matematisnya dapat dibuat dengan persamaan sebagai berikut:
Kinerja = 33,110 + 1,555 X1 + 1,048 X2 + 0,256 (│ X1-X3 │) - 0,040 (│ X2-X3 │)
Pembahasan
1. Pengaruh Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kompensasi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja karyawan. Pengaruh kompensasi terhadap kinerja telah
42
Prosiding: ISSN:
The National Conferences Management and
Business (NCMAB) 2018
banyak
42
Prosiding: ISSN:
The National Conferences Management and
Business (NCMAB) 2018
dilakukan pengujian sebelumnya oleh peneliti lain, dan penelitian ini merupakan
42
Prosiding: ISSN:
The National Conferences Management and
Business (NCMAB) 2018
penelitian lanjutan yang melihat pengaruh tersebut. Hasil penelitian ini mendukung
penelitian yang dilakukan oleh Isvandiari dan Fuadah (2017), Jufrizen (2017), Akbar dan
Sitohang (2015)dan Chakim (2013) menyatakan bahwakompensasi berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Dari beberapa indikator - indikator yang telah
di ujikan pada karyawan,menunjukkan bahwa karyawan telah mampu dan menyadari akan
pentingnya pemberian kompensasi dalam melaksanakan pekerjaannya dan telahmencapai
target yang diinginkan oleh perusahaan. Kompensasi yang diberikan kepada karyawan
sudah baik tetapi hal ini haruslah selalu di perhatikan dan di tingkatkan lagi guna
meningkatkan kinerja karyawan.Hasibuan (2011) berpendapat bahwa kompensasi
merupakan semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung
yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada
perusahaan.Program kompensasi mencerminkan upaya organisasi untuk mempertahankan
sumber daya manusia yang dimiliki. Pemberian kompensasi yang makin baik akan
mendorong karyawan untuk bekerja dengan makin baik dan produktif.
2. Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa disiplin kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja karyawan. Pengaruh kompensasi terhadap kinerja karyawan
telah banyak dilakukan pengujian sebelumnya oleh peneliti lain, dan penelitian ini
merupakan penelitian lanjutan yang melihat pengaruh tersebut. Hasil Penelitian ini
mendukung penelitian Isvandiari dan Fuadah (2017), Akbar dan Sitohang (2015) dan
Chakim(2013) menyatakan bahwadisiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja karyawan. Hal ini berarti bahwa karyawan telah mampu dan menyadari
akan pentingnya disiplin dalam aktifitasnya melaksanakan dan mencapai tugas- tugas yang
telah di targetkan oleh perusahaan. Kedisiplinan karyawanPT. Razza Prima Trafo, sudah
baik tetapi hal ini haruslah selalu diperhatikan dan di tingkatkan lagi guna meningkatkan
kinerja karyawan
Disiplin kerja yang dikelola dengan baik akan menghasilkan kepatuhan karyawan
terhadap berbagai peraturan organisasi yang bertujuan meningkatkan kinerja. Untuk itu
pimpinan perusahaan perlu mengawasi setiap perilaku maupun tindakan yang dilakukan
oleh seluruh karyawan pada saat bekerja.Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan
seseorang mentaati semua peraturan perusahaan, badan atau organisasi dan norma-norma
sosial yang berlaku.Adanya tingkat disiplin kerja yang baik mencerminkan kredibilitas
karyawan mencapai suatu hasil kerja yang optimal untuk kesuksesan perusahaan
(Hasibuan, 2011).
42
Prosiding: ISSN:
The National Conferences Management and
Business (NCMAB) 2018
5. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompensasi dan disiplin kerja berpengaruh
signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT. Razza Prima Trafo.Motivasi kerja
memoderasi hubungan antara kompensasi terhadap kinerja karyawan, dan motivasi kerja
tidak memoderasi hubungan antara disiplin kerja terhadap kinerja karyawan oleh karena
itu motivasi kerja bukan variabel moderating untuk disiplin kerja namun variabel
moderating untuk kompensasi. Artinya variabel motivasi kerja tidak dapat memperkuat
atau memperlemah hubungan antara hubungan antara disiplin kerja dengan kinerja
karyawan.
DaftarPustaka
Agustini, F. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia.Medan :Madenatera
Akbar, A.A dan Sitohang, S. 2015. Pengaruh Kompensasi, Motivasi dan Disiplin
Terhadap Kinerja Karyawan CV. Cemara Production Surabaya, Jurnal Ilmu dan
Riset Manajemen, 4 (10), 1-19
Bangun, W. 2012.Manajemen Sumber Daya Manusia.Jakarta : Erlangga
Chakim. A. 2013. Pengaruh Kompensasi, Motivasi dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan Administrasi Universitas Wahid Hasyim Semarang. Dinamika
Manajemen ,2 (7)
Hamzah.2011. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.
Handoko, T.H. 2007.Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:
BPFE.
Hasibuan.S.P.M 2011.Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Bumi Aksara
Isvandiari, A, dan Fuadah, L. 2017.Pengaruh Kompensasi dan Disiplin Kerja Terhadap
Kinerja Karyawan Bagian Produksi PG. Meritjan Kediri.Jurnal JIBEKA, 11
(1), 1-8.
Jufrizen. 2017. Efek Mediasi Kepuasan Kerja Pada Pengaruh Kompensasi Terhadap
Kinerja Karyawan, Jurnal Ilmiah Manajemen dan Bisnis, 17 (1)
Luthans, F. 2006. Perilaku Organisasi, Yogyakarta : Andi
42
Prosiding: ISSN:
The National Conferences Management and
Business (NCMAB) 2018
BIOGRAFI
Jufrizen, adalah dosen tetap di Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara – Medan, Indonesia. Beliau mendapatkan
gelar Magister Sains Ilmu Manajemen dan Doktor Ilmu Manajemen dari Universitas
Sumatera Utara, Medan – Indonesia, pada tahun 2006 dan 2016. Fokus pengajaran dan
penelitiannya adalah pada Manajemen Sumber Daya Manusia dan Perilaku Organisasi.
Untuk informasi lebih lanjut,beliau dapat dihubungi melalui: jufrizen@umsu.ac.id
Journal of HUMAN RESOURCE MANAGEMENT, vol. XXI, 2/2018
42
that might present barrPierros stoidwinogr:k motivation. Our study aimed to fill the gap by identifying and
ISSN: 2621 -
exploring factors that pTohsesibNlyatciorenaatel bCaorrniefersrefonrcGesenMeraatnioangeZmine tnhteairnwdoBrkuscoinnetesxst. Using the
narrative data collectio(nNmC eMthAoBd )o2f 0em18pathy-based stories (MEBS) on a sample of JEL Code: M 120
235 business students we collected 703 unique items of perceived barriers to work motivation, that
were further analysed, coded, grouped into a set of 26 factors and finally organized according to their
Manuscript received 25 August 2018,
relationship to three dominant themes (employee, job, and organization) into 6 clusters presenting
different intersections of these themes. According to our results, the most prevalent barriers to work Accepted 3 November 2018
motivation emerging from respondents’ stories are: not enjoying the content of the work, bad team
climate, workload, and having no sense of purpose in the job. We also aimed to identify dichotomic
factors i.e. those which were identified as motivation drivers and barriers at the same time. A prominent
list of dichotomic (overlapping) factors in both motivators and barriers indicates that most respondents
do not separate motivation drivers and barriers in two isolated groups. Enjoying one’s work and team
climate were also the top two factors accounting for both states of mind at work (positive work
motivation as well as lack of it). The most frequently occurring factors cited in surveys on Generation
Z such as options of career advancement and continuous learning/growth, generous rewards and
chances of making a positive impact were all replicated in our study as well.
1 INTRODUCTION
Examining generational differences has gained popularity and importance since the beginning of the new
millennium. Academic and popular journals have been fixated with the topic of generational characteristics, many
times emphasizing generational differences rather than searching for mutual connections. There are threeprevailing
generations in the current workplace - Baby Boomers, Generation X and Generation Y (Tapscott, 2009). Two decades
ago, most people in their mid-60s would slowly leave the labour market to enjoy retirement. However, statistics
of the World Health Organization show that global population aged 60 years could expect to live another 20.5
years on average in 2016. According to OECD, “in an era of rapid population ageing, many employment and
social policies, practices and attitudes that discourage work at an older age have passed their sell- by date and need
to be overhauled. […] Employment at older ages will need to increase further to ensure adequatepensions for many
people.” (OECD, 2017).
It’s no wonder that not being able to enjoy retirement is what most bothers Generation X (Bresman & Rao,
2017), who are now turning almost 40 to 60 with birth years ranging from 1961 to 1981 (Erickson, 2010). Longer life
span and generally better health are not the only factors that contribute to people staying at work longer than they
once used to. In addition, there is a need to offset financial losses from the economic crash of 2008 (Bejtkovský,
CONTACT INFORMATION:
Jana Fratričová / Comenius University in Bratislava / Slovakia / jana.fratricova@fm.uniba.sk
Zuzana Kirchmayer / Comenius University in Bratislava / Slovakia / zuzana.kirchmayer@fm.uniba.sk
42
2 Jana Fratričová, Zuzana Kirchmayer/Journal of HRM, vol. XXI,
2016). As a result, for the first time in history, five generations will soon be working side by side (Knight 2014) with
Generation Z slowly entering the world of work. Individual studies on the youngest Generation Z (further also
referred to as ‘Gen Z’) report some level of variation in terms of definition of its birth years. Some authors state
Generation Z birth rate as 1995 – 2009 (McCrindle, 2014), 1995 – 2010 (Bencsik et al., 2016; Seemiller & Grace,
2016;Koulopoulos & Keldsen, 2016), or simply “after 1997” (Bresman & Rao, 2017).
Nowadays, Gen Z is slowly converging onto the labour market and in the decades to come, it is going to run the
world. It is obvious that the impact of this generation on workplace practices is going to be tremendous. It can hardly
be denied that five different generations sharing a workplace of 21st century will increase complexity and make
managerial work more challenging than ever. While intergenerational tension at the workplace is a topic on its own
(e.g. Kupperschmidt, 2000; Crumpacker & Crumpacker, 2007; Parry & Urwin, 2011; Parry & Tyson, 2011), in this
article we focus on Gen Z characteristics that can have potential implications for management and HR.
2 THEORETICAL INSIGHTS
A generational cohort refers to an “identifiable group that shares birth years, age, location and significant life
events at critical developmental stages” (Kupperschmidt, 2000:66). “Differences between generations are theorized
to occur because of major influences in the environment within which early human socialization occurs;influences
that impact on the development of personality, values, beliefs and expectations that, once formed, are stable into
adulthood” (Macky et al., 2008:858). Research on generations suggests that individuals belonging to the same
generation also have similar values and personality traits that differ from those of previous generations (Twenge
& Campbell, 2008). Generational differences also affect other aspects of people management, e.g. training and
development (Berl, 2006), career development (McDonald & Hite, 2008) or working arrangements and rewards
(Carlson, 2004).
The unique historical context shaping Generation Z is widely linked to technologies and digital age. Besides
Generation Z, terminology describing this generational group thus includes terms “digital integrators” (McCrindle,
2014) or “digital natives” (Friedrich et al., 2010) emphasizing that technology has been weaved into the early lives
of Generation Z as if it was their sixth sense. Technologically fluent, always connected, using mobile phones,
tablets and instant communication, the technological trait of this generation has been largely described already.
“This Internet-savvy technologically literate generation has been shaped to multitask. They move quickly from
one task to another, often placing more value on speed than accuracy. They have only known a wireless,
hyperlinked, user-generated world where they are only ever a few clicks away from any piece of knowledge”
(McCrindle, 2014:66). While being used to instant online communication, there is some evidence that Generation
Z are more concerned with privacy and safety than the previous generation of Generation Y, and more drawn to
private social networks (Lanier, 2017).
As for the economic pattern shaping the generational cohort, Generation Z has had numerous chances to watch
their parents go through difficult times. Their potential pragmatic view of the world may result from the fact that
they were growing up during the period of economic recession and ever-present signs of a financial downturn. In
2016, Jericho Chambers and the CIPD created a work collaboration program for 24 people from Generation Z.
Experience from this initiative suggest that some generational characteristics stood out as particularly pronounced.
Above all, Generation Z is practical. “With formative years shaped by recession, terrorism, rising house prices
and corporate scandal, Gen Z are likely to be worse off than their parents — and they know it.” (Harris, 2016).
As we outlined in literature review of our recent paper (Kirchmayer & Fratričová, 2018), research agenda
regarding Gen Z has focused on five different research streams so far. Two of these streams are at the core of
managerial implications of Generation Z entering the workplace. First, it is the research on unique features of
Generation Z that make this generation different from the previous ones (e.g. Friedrich et al., 2010; McCrindle,
2014; Meret et al., 2018). The other one comprises what we call the “business aspect”, i.e. how Gen Z might affect
the management, employment and HR practices in organizations (e.g. Schwabel, 2014; Bencsik et al., 2016; Meret
et al., 2018; Kirchmayer & Fratričová, 2017).
As for the work preferences of Generation Z, research is largely powered by the effort to separate factors that
would help Gen Z feel good at work. Naturally, employers believe that recognizing aspects that matter to the
generation which is just about to start work will help them align business needs with employee needs and prepare for
the new ‘cohort’. This would also explain why some surveys on Gen Z work preferences are carried out by
For example, a 2014 worldwide study presented three dominant work motivators of Gen Z – advancement,
more money and meaningful work (Schwabel, 2014). According to Meret et al. (2018) who conducted their
research on a sample of high school students, factors that count most when Generation Z are deciding about their
jobs are possibilities for learning and development, trust and job security. A Robert Half survey (2015) revealed
that Gen Z consider career opportunities as the top factor when selecting a job. Followed by generous pay and
making a positive impact, the survey showed top three of Gen Z job search priorities. A study by Deloitte (2018)
disclosed that the aspects of financial rewards, positive workplace culture, flexibility and opportunities of
continuous learning are the top factors that Gen Z consider when searching for a new job. Furthermore, our 2017
survey of work preferences of Gen Z business students in Slovakia showed that the nature of job along with work-
life balance matter the most in search for a potential future employer among Gen Z. However, job security,
flexibility of work and opportunities for training and development were also considered important (Kirchmayer
& Fratričová, 2017).
Albeit some methodological differences, the underlying concept in most surveys on Gen Z work preferences
is usually that of ranking a list of motivation factors so to recognize which of them matter most to Gen Z in the
process of searching for a new job or at work itself. The level of consistency in survey results is remarkable,
although the pattern on top three motivating factors tends to be somewhat versatile. The growth factor and
opportunity for further development seems to be an overlapping factor identified as very important for Gen Z in
most of the studies.
The survey approach that asks respondents belonging to a certain generation to rate their opinion of their own
work preferences is for sure useful in mapping similarities and differences across generations. Still, we need to keep
in mind the necessity of removing potential impact of age or data collection period before speaking of generation-
specific distinctive features or generational gap. However, it is important to let members of individual generations
express their feelings and perceptions without providing a qualitative menu of intended generational
characteristics. Our current work within Gen Z intends to excavate the traits of Gen Z itself prior to any cross-
generational work. Also, studying the work motives of Gen Z we need to remember that the great deal of its
members are yet in the process of education and it can be expected that some new generational traits will emerge
as they will move on to the labour market.
enthusias 3
3 Jana Fratričová, Zuzana Kirchmayer/Journal of HRM, vol. XXI,
Data collection and sample. The data collection was performed among Generation Z management students
at Comenius University in Bratislava in 2017. While aware that Generation Z grew up with technology at their hands,
we insisted that data collection was performed on paper. We wanted to make sure to arrange for conditions of data
collection as much alike for all respondents as possible. Providing extra time after seminars for respondents who
wanted to participate, we tried to eliminate disturbances and impact of situational factors that possibly go with
electronic data collection. Both stories were printed on one sheet, leaving enough space for respondents to express
their understanding of why the suggested situation was happening.
Our sample consisted of 235 Generation Z members – students born between 1995-1998 studying towards their
bachelor´s degree in management, where the majority was born in 1997. Females counted for 55% (N=129) and
males for 45% (N=106) of our sample. Most of our respondents (85%; N=200) stated they had a work experience in
a form of part-time job, internship, or even full-time position.
On average, a respondent provided 3 di fferent reasons why Samuel seems to lack enthusiasm for his work. All
collected data were listed for further analysis, generating a list of 730 items in total. Then, all items were checked and
in case a single respondent recorded more items that were equal in content or representing the same theme, they
have only been coded once. Thus, 27 items were excluded from the list. Most repeated themes of Samuel´s negative
feelings were related to “work enjoyment” and “lack of interest” in his job. Finally, after excluding duplicated items,
the total sample consisted of 703 items. Using content analysis, we have coded all of them into 26 unique factors, each
of them comprising items that were equal or similar in terms of their meaning.
The next step in our analysis was to group the emerged factors into clusters based on their nature. Similarly to our
previous results on (positive) motivational factors (Kirchmayer & Fratričová, 2018), the same three main themes
(employee, job, and organization) and their intersections emerged (Figure 1). All factors were finally grouped to six
different clusters: work-person fit, relationships at work, work-related factors, achievement, out of work factors, and
organizational factors.
4 RESEARCH RESULTS
Classification of items generating in data collection into factors allowed us to calculate frequencies by items
as well by respondents as shown in Table 1 below. Since many respondents stated multiple items, we report both
types of frequencies in Table 1 below. Two main themes seem to resonate more than others in prompting negative
work emotions and a lack of enthusiasm. First, it is the theme of ‘not enjoying one’s work’ that was specified by
57.02% of respondents (19.06% of items) using very consistent wording. The second factor provoking negative
feelings was team climate reported by 48.94% of respondents (16.36% of items). Here, the range of items classified
in this factor was somewhat wider including bad relations with his colleagues, ‘unpleasant’ peers or work climate and
peer pressure.
Next, the theme of workload appeared in the stories of 21.70% of respondents (7.25% of items). They ascribed
Samuel´s lack of enthusiasm to his exhaustion due to a terrible workload or mentioned that the work 31expectations
placed upon Samuel are too high. Having no sense of purpose in his job was the fourth most frequent theme
3 Jana Fratričová, Zuzana Kirchmayer/Journal of HRM, vol. XXI,
appearing in the stories of 20% of respondents (6.69% of items). Here the items ranged from not being able to see the
purpose of his job, to not identifying with it.
The theme of insufficient reward appeared in two different contexts and was therefore coded in two separate
factors. The major difference in the stories was in how the respondents perceived that Samuel´s reward is low –
whether they just stated it as a matter of fact, or they argued that this state is not fair to Samuel. The items in which
Samuel´s low reward was attributed to the general pay level in his job (meaning this was a normal situation in the
job, but it was low in general), were classified in the factor of low pay, which ranked the fifth most frequent
(17.87% of respondents; 5.97% of items). However, insufficient reward was also mentioned in a way that there is
a discrepancy between how Samuel should be paid according to his job, performance, or compared to others and
his actual reward. These items, in which the respondents argued that Samuel´s pay is unfair or inadequate, were
found in the stories of 9.79% respondents (3.27% of items).
The sixth position on the list of barriers to motivation was taken by no interest in work (15.74% of
respondents; 5.26% of items). It consisted of items explaining that Samuel is not interested in the job at all, he only
works to earn some money (without any further reference to how much it was). Some respondents explained that
he was forced to work to earn money, others stated that his only motivation was to earn the money that is paid for
the job (without the condition that he had to work), but no interest in the work itself was common denominatorin
both cases.
Next, 14.04% of respondents (4.69% of items) attached Samuel´s negative emotions to his poor performance
at work. This factor included items suggesting that Samuel´s work results were objectively not good enough to
feel satisfied at work, he lacked skills or knowledge needed for the job, or received a poor job evaluation and
therefore was not feeling happy about his work. This factor was followed by having a job which is not his work
of interest. A typical narrative in this case was that Samuel works in an area that does not suit him. Unlike items
coded in previously stated factors (especially “poor performance”, “no sense of purpose”, or “no interest in work”)
responses coded in this factor were not dealing with Samuel´s performance, the actual quality or purpose of the
job he was holding, or his motivation to work. They simply stated that no matter what the job was, is was not “the
job” for Samuel and therefore his motivation was low.
The theme of leadership appeared in terms of relationship (10.21% of respondents; 3.41% of items), and in
terms of being a bad leader in general (8.94% of respondents; 2.99% of items). While the “leadership: relationship”
comprises items referring to Samuel´s poor quality of relationship with his immediate superior, or perceived lack
of understanding or support from his leader, “bad leader” factor refers to having a leader, who does not know how
to lead the team in general or does not do it properly for some reasons.
Some respondents believed that the barrier to Samuel´s motivation lied in the monotonous and repetitive character
of his work (8.94% of respondents; 2.99% of items), or that his physical work conditions were unsatisfiable,
unhealthy, unsuitable or unfriendly (8.09% of respondents; 2.70% of items). It was followed byconflicts with co-
workers (7.23% of respondents; 2.42% of items), career stagnation occurring either for objective or subjective
reasons (6.81% of respondents; 2.28% of items), and lack of recognition described in terms of lacking any work
feedback or feeling unseen by superiors (5.96% of respondents; 1.99% of items). For 5.11% of respondents (1.71%
of items) the reason for Samuel´s negative feelings were not tied to work itself but originated from his private
problems he was dealing with.
More factors occurred in the stories, including Samuel´s lack of autonomy as there were strict rules and
procedures he had to follow in his job, current or regular work stress, not being satisfied with his work time,
being a part of a team that does not cooperate well and thus having poor teamwork, or being a subject of mobbing.
However, the reasons for Samuel´s situation were also seen in his laziness, negative outlook or just having a bad
day in general. Finally, working for an organization with a bad reputation, or other major problemspreventing it
from being a good employer was seen as a problem, too.
32
3 Jana Fratričová, Zuzana Kirchmayer/Journal of HRM, vol. XXI,
Table 1: Most prevalent negative factors (barriers) emerging from respondents’ stories
For grouping the factors based on their relationship to employee, job and organisation characteristics or their
intersections (Kirchmayer & Fratričová, 2018), six di fferent clusters were needed. Clustering factors enabled us to
better understand the areas of employee-job-organisation relationship where barriers to motivation are seen by
Generation Z. As shown in Table 2 and Figure 2, more than a third of all items related to work-person fit (36.42%),
followed by relationships at work (26.17%), work-related factors (23.76%), achievement (8.96%), out of work factors
(4.13%), and organisation (0.57%).
Work-related factors
23.76% 167
Cluster factors breakdown:
He has a terrible workload and is exhausted.
Workload The work expectations placed upon him
are too much.
Reward: Low pay The pay for his job is low in general.
He feels his pay is not adequate or fair.
Reward: Unfair pay There is a perceived discrepancy between
his pay and the work content.
He is paid unfair compared to other peers.
Monotonous work Work content is monotonous and repetitive.
He is doing the same things for a long time.
The work environment is unsatisfiable.
Physical work conditions The physical space is unhealthy, unsuitable
or unfriendly.
Stress He is stressed by his work either now or
on regular basis.
He has to “sit at work” although all his
Work time work is done.
He has to work long hours.
Achievement
8.96% 63
Cluster factors breakdown:
His work results are objectively not good enough to
Poor performance feel satisfied at work.
He lacks skills or knowledge needed for the job.
He received poor job evaluation.
Career stagnation There is no prospect for career advancement either
for objective or subjective reasons.
Lack of recognition He lacks positive (or any) feedback on his work.
He feels unseen by his superiors.
Out of work factors
4.13% 29
Cluster factors breakdown:
Private problems He feels uneasy about some private issues
(regarding health, family members, friends, etc.).
He´s just had a really bad day.
Bad day Something bad happened to him (not necessarily at
work).
Negative outlook He is a negative person always being dissatisfied
with everything.
Laziness He does not want to work at all. He is lazy.
Organisation
0.57% 4
Cluster factors breakdown:
The organisation has a bad reputation, major
Organisation 0.57% 4
problems, or is otherwise not a good employer.
34
3 Jana Fratričová, Zuzana Kirchmayer/Journal of HRM, vol. XXI,
The work-person fit cluster comprising was the most prevalent one in respondents´narratives. More than one
third of all items (36.42%) were proposing that the core of Samuel´s negative feelings lied in his incompatibility with
the nature of his job – be it a work content he does not enjoy, job purpose he does not see or find interesting, job
area that does not suit him, or having no personal interest in work at all. Lack of autonomy was also included in this
cluster. According to the narratives, items coded in this factor pointed out to the disharmony between Samuel´s
desire to be more creative in his work and the actual work procedures that had to be followed (not the job content
in general). Therefore, it was included to work-person fit cluster rather than work-related factors cluster.
The relationships at work cluster, which covers more than a quarter of all items (26.17%) includes barriers to
motivation arising from problems with Samuel´s co-workers (such as bad team climate, conflicts, or bad teamwork)
and leaders (having a bad relationship with a leader, having a manager who does not lead his team properly, or being
mobbed). Interestingly, almost three quarters of items within this cluster (73.37%) deal with co-workers and only
26.63% ascribe Samuel´s lack of enthusiasm to problems with leadership.
Work-related factors accounted for 23.76% of all items. Within this cluster, having a terrible workload and
being exhausted was the most frequent theme (30.54%), followed by low pay (25.15%), and unfair pay practices
(13.77%). However, Samuel´s lack of enthusiasm was also assigned to having a job with a monotonous and repetitive
work content (12.57%), unsatisfiable physical work conditions (11.38%), having a stressful job (4.79%), and having to
work long hours (1.80%).
In achievement cluster (8.96% of items), poor performance was the most frequent reason for Samuel´s bad
feelings (52.38% of items within the cluster), followed by non-existent prospects for career advancement (25.4%), and
lack of recognition from his peers or immediate superior (22.22%).
The remaining two clusters were represented less frequently. Factors grouped into out of work cluster accounted
for 4.13% and covered reasons for Samuel´s unhappiness that lied outside his work reality, such as private problems
he had to solve, having a bad day, and being a negative or lazy person. Organisation cluster (0.57% of all items)
consisted of only one factor pointing to organisation having a bad reputation or being a bad employer as a source of
barriers to Samuel´s motivation.
Figure 2: Percentage of factor clusters for negative work motivation
5 DISCUSSION
As mentioned in literature review, a substantial part of existing empirical research on Gen Z deals with
underlying characteristics of the generation in work context and its career preferences based on quantitative research.
As if following a general premise, most research questions are merged around the determination to specify factors that
motivate Gen Z at work and enumerate their strength. To our best knowledge, the question of what does not motivate
Gen Z has not received much academic/practitioner attention so far. Perhaps the reason for exploring mostly positive
aspects of motivation is the belief that the lack of these factors will generally decrease the level of motivation. The
research question of motivation/demotivation, satisfaction/dissatisfaction and other constructs working across the
continuum as opposed to being at two different ends of a continuum has a very long academic tradition including
classical works by Herzberg (1959; 1968).
On the contrary to the prevalent uniscalar survey approach, our work aimed for generating unique factors that
possibly create barriers for Gen Z in their work context and have not been linked to Gen Z so far. The list of items,
factors and clusters generated from research data collected through MEBS should be considered more significant
than actual frequencies of their occurrence. Items reported by respondents as triggers of negative emotions related
to work and lack of motivation/enthusiasm were generated intuitively, providing no guidelines or op 3ti5ons to select
from. The idea was to observe how Gen Z students construct their thoughts of motivation barriers when they are
not guided by the popular survey approach.
3 Jana Fratričová, Zuzana Kirchmayer/Journal of HRM, vol. XXI,
The exploratory stage of our research explains why we believe that conclusions should not be drawn from
cluster rankings at this point. Still, we set the presented cluster ranking of ‘negative’ factors against our previous
work on motivation triggers that was also based on MEBS (Kirchmayer & Fratričová, 2018) in order to outline
potential overlaps. The most influential cluster in both positive and negative stories is that of work-person fit. While
positive stories reported in this cluster mostly emphasized the link between enjoying one’s work and work motivation,
negative stories depicted the lack of sense of purpose and the state when one does not feel fulfilled by his work.
When we sorted positive clusters of factors leading to work enthusiasm top-down by frequency, the battery of
work-related cluster ranked second (Kirchmayer & Fratričová, 2018) comprising factors like reward, personal
development, workload, work time and freedom at work. In motivation barriers though, the work-related cluster was
overtaken by relationships at work including team climate, teamwork and various aspects of leadership. One possible
interpretation that requires further research is that the negative effect of absence of healthy and pleasant relationships
at the workplace possibly outgrows their benefits. Perhaps the toxic impact of perceived disharmony with peers or
manager overrides the gains that come with pleasant co-workers and a good boss. The achievement cluster in both
drivers and barriers included equal themes of performance achievement and career advancement. Naturally, these
themes were specified in negative connotations on the barriers’ side, i.e. poor work performance and career stagnation.
Out-of-work factors were at the bottom of both rankings, mostly related to private happiness/problems or situational
factors such as having a good/bad day.
On top of cluster frequencies, we looked deeper into both motivation drivers and barriers (Table 3). The key
question was to what extent are factors causing work (de)motivation of Gen Z relevant to just motivation or just
demotivation. Does each side of the (de)motivation scale relate to isolated factors or do some factors work across the
continuum? At this point, we analysed overlaps between motivation barriers and motivation triggers reported before.
Above all, we aimed to identify dichotomic factors i.e. those which were identified as motivation drivers and barriers
at the same time.
By frequency, top two factors accounting for both states of mind at work (positive work motivation
/enthusiasm as well as lack of it) are enjoying one’s work and team climate (relationship with peers). On the
barriers side, chances are that these factors account for majority of work frustration that the respondents have lived
through or witnessed so far.
Enjoying one’s work appears to be the most dichotomic factor on the list. On one hand, it was the most often
quoted factor accounting for positive work motivation (64.70% of respondents, Kirchmayer and Fratrič3o6vá 2018).
In its absence, on the other hand, 57.02% of respondents think of it as a trigger of missing work enthusiasm.
3 Jana Fratričová, Zuzana Kirchmayer/Journal of HRM, vol. XXI,
The theme of reward also has a twofold character. It was described in many stories as a powerful motivation
driver (with strong emphasis on financial reward, though) (Kirchmayer & Fratričová, 2018). On the other hand, low
or unfair reward is a clear motivation barrier to many respondents.
The list of factors which appeared on both sides of the motivation continuum includes achievement, too. To
many, outstanding performance was a source of work enthusiasm and motivation, while poor performance was often
seen as a source of frustration. Similarly, career advancement and space for personal development were mentioned in
both groups.
A prominent list of dichotomic (overlapping) factors in both motivators and barriers indicates that most
respondents do not separate motivation drivers and barriers in two isolated groups. This is in line with the
findings of Kultalahti and Viitala (2014) who found several dichotomies when exploring (de)motivation factors in
Millennials.
Although due to exploratory stage of our research we need to interpret factor frequencies with caution, it is
interesting to see that the theme of leadership was surprisingly not among the top frustration factors. One
potential reason is that university students do not yet have enough empirical experience to comprehend potential
impact of the direct superior on their motivation. This would clarify why most items reported in the leadership theme
were rather unspecific in terms of explaining why exactly the leader is a source of Samuel’s demotivation. Some of
the less frequent factors, such as lack of recognition or career stagnation will have to be explored with equal attention
in the future since the actual importance of individual factors to Gen Z can potentially di ffer from the results of our
preliminary research.
Surprisingly, the MEBS approach has not generated too many new unique aspects of motivating Gen Z.
Most of the reported stories related to factors which were also identified as important to Gen Z members using a
standard survey approach outlined in literature review above. The most frequently occurring factors cited in surveys
on Gen Z such as options of career advancement and continuous learning/growth, generous rewards and chancesof
making a positive impact were all replicated in our study as well.
6 CONCLUSION
Nowadays, Generation Z presents the youngest pool of talent entering the world of work and thus is gaining
a lot of attention in the business environment. Understanding their unique motives, and attitudes to work-related
issues might be crucial for attracting and retaining young talent in the coming years.
Our study aimed to understand what factors are seen as barriers to work motivation by Generation Z. As the
motivation patterns of generational cohorts are usually researched in terms of (positive) motivation, we wanted to look
at them from a different angle to see to what extent they are overlapping. In order to generate a set of unique factors
that might be otherwise hidden behind the scenes, we adopted a method of empathy-based stories that has been rarely
used both in management as well as in the region of Central Europe. Not enjoying the content of the work, bad team
climate, too much workload, and having no sense of purpose in the job seem to be the most prevalent barriers to work
motivation. Although the MEBS approach has not generated too many new unique aspects of motivating Gen Z, the
study revealed important themes regarding work motivation and provided a compact set of items for further
quantitative research.
Naturally, there are some limitations to our study that must be addressed. The first limitation lies in the size
and character of our sample. The sample consisted entirely of business students and its size was not big enough to
come up with generalized conclusions. Further studies are needed to see if the motivational patterns remain
unchanged across different fields of study. Second, the method of empathy-based stories works with projections of
one´s beliefs and motives on an imaginative stranger, which might not reflect the respondent´s patterns perfectly.
Therefore, it is likely that some factors remained still uncovered. Third, the work experience of our respondents is
very limited due to their young age and thus their perception of the work situation might not be comprehensive.
Although most of our respondents stated they had a previous work experience, it is reasonable to assume that the
real full-time work experience is yet to come. Fourth, some of the findings might not be generation-related but age-
related. To distinguish between generation-related motives and those that are tied more to age than to a generational
cohort, a future research examining the same cohort at different age and life stage is needed.
To conclude, future studies are needed to fully understand Generation Z work motives and unique characteristics.
A further quantitative study might be useful in uncovering the intensity of the factors identified in this study.
However, it is hard to predict which work preferences and motives remain unchanged over time. It is vital to get back
repeatedly to the generation at different ages to see what characteristics remain unchanged and thus really set
Generation Z members apart from the others.
3
3 Jana Fratričová, Zuzana Kirchmayer/Journal of HRM, vol. XXI,
ACKNOWLEDGEMENT
We would like to thank Patrícia Šiková for valuable assistance with data collection.
REFERENCES
Bejtkovský, J. (2016). The employees of baby boomers generation, generation X, generation Y and generation Z
in selected Czech corporations as conceivers of development and competitiveness in their corporation. Journal
of Competitiveness 8(4), 105-123.
Bencsik, A., Horváth-Csikós, G., & Juhász, T. (2016). Y and Z generations at workplaces. Journal of
Competitiveness, 8(3), 90-106.
Berl, P. (2006). Crossing the generational divide. Exchange. March/April, 73-76.
Bresman, H., & Rao, V. D. (2017). A survey of 19 countries shows how generations X, Y, and Z are - and aren’t -
different. Harvard Business Review, 95(4).
Carlson, H. (2004). Changing of the guard. The School Administrator, August, 36-39.
Crumpacker, M., & Crumpacker, J.M. (2007). Succession planning and generational stereotypes: should HR
consider age-based values and attitudes a relevant factor or passing fad? Public Personnel Management. 36(4),
349-69.
Deloitte Millennial Survey. 2018. [online], Retrieved October 3, 2018. Available at:
https://www2.deloitte.com/ content/dam/Deloitte/sk/Documents/Publikcie/gx-2018-millennial-survey-report
%20(1).pdf
Erickson, T. J. (2010). The leaders we need now. Harvard Business Review, 88(5), 63-66.
Eskola, J. (1998). Eläytymismenetelmä sosiaalitutkimuksen tiedonhankintamenetelmänä. [The method of empathy-
based stories as a method of acquiring data in social research]. University of Tampere: TAJU.
Friedrich, R., Peterson, M. Koster, A., & Blum, S. (2010). The rise of Generation C: Implications for the world of
2020, Booz & Company. [online], Retrieved March 20, 2018. Available at: http://www.strategyand.pwc.com/media
/file/Strategyand_Rise-of-Generation-C.pdf
Harris, E. (2016). Gen Z on the future of work — the WikiWorkLab. [online]. Retrieved September 10, 2018. Avail-
able at: https://www.cipd.co.uk/news-views/changing-work-views/future-work/thought-pieces/wikiworklab-gen- z-
future-work
Herzberg, F., Mausner, B., & Snyderman, B. (1959). The motivation to work. New York, NY: Wiley.
Herzberg, F. (1987). One more time: How do you motivate employees? Harvard Business Review, 65(5),
109-
20. (originally published in 1968).
Juntunen, A., & Saarti, J. (2000). Library as the student’s cornerstone or obstacle: Evaluating the method of empa- thy-
based stories. Libri 50(4), 235-240.
Kirchmayer, Z., & Fratričová, J. (2017). On the verge of generation Z: Career expectations of current university stu-
dents. Education Excellence and Innovation Management through Vision 2020, IBIMA, Vienna, pp. 1575-1583.
Kirchmayer, Z., & Fratričová, J. (2018). What motivates generation Z at work? Insights into motivation drivers of
business students in Slovakia. Innovation Management and Education Excellence through Vision 2020, IBIMA,
Milan, pp. 6019-6030.
Knight, R. (2014). Managing people from 5 generations. [online]. Retrieved August 28, 2018. Available at:
https://hbr.org/2014/09/managing-people-from-5-generations
Koulopoulos, T., & Keldsen, D. (2016). Gen Z effect: The six forces shaping the future of business. New York, NY:
Routledge.
Kultalahti, S., & Viitala, R. (2014). Sufficient challenges and a weekend ahead – Generation Y describing motivation
at work. Journal of Organizational Change Management, 27(4), 569-582.
Kultalahti, S., & Viitala, R. (2015). Generation Y - challenging clients for HRM? Journal of Managerial Psychology,
30(1), 101-114.
Kupperschmidt, B. (2000). Multigenerational employees: Strategies for effective management.
3
3 Jana Fratričová, Zuzana Kirchmayer/Journal of HRM, vol. XXI,
3
4 Jana Fratričová, Zuzana Kirchmayer/Journal of HRM, vol. XXI,
Macky, K., Gardner, D., & Forsyth, S. (2008). Generational differences at work: Introduction and overview. Journal
of Managerial Psychology, 23(8), 857-861.
McCrindle, M. (2014). The ABC of XYZ: Understanding the global generations, 3rd ed., Bella Vista: McCrindle
Research.
McDonald, K., & Hite, L. (2008). The next generation of career success: Implications for HRD. Advances in Devel-
oping Human Resources, 10, 86-103.
Meret, Ch., Fioravanti, S., Iannotta, M., & Gatti, M. (2018). The digital employee experience: Discovering generation
Z. Digital Technology and Organizational Change, Springer International Publishing.
OECD (2017). Pensions at a glance 2017. OECD and G20 indicators. [online], Retrieved March 20, 2018.
DOI: http://dx.doi.org/10.1787/pension_glance-2017-en
Parry, E., & Urwin, P. (2011). Generational differences in work values: A review of theory and evidence. Interna-
tional Journal of Management Reviews, 13(1), 79-96.
Parry, E., & Tyson, S. (Eds.) (2011). Managing an age-diverse workforce. Palgrave Macmillan.
Robert Half (2015). Get ready for Generation Z. [online]. Retrieved September 12, 2018. Available
at:
https://www.roberthalf.com/sites/default/files/documents/rh_0715_grph_1330x3433_genzinfographic_can_eng_
sec.pdf
Schwabel, D. (2014), Gen Y and gen Z global workplace expectations study. [online], Retrieved March 20, 2018.
Available at: http://millennialbranding.com/2014/geny-genz-global-workplace-expectations-study
Seemiller, C., & Grace, M. (2016). Generation Z goes to college. San Francisco: Josey-Bass.
Tapscott, D. (2009). Grown up digital, how the Net generation is changing your world. New York, NY: McGraw-
Hill Professional.
Twenge, J.M., & Campbell, S.M. (2008). Generational differences in psychological traits and their impact on the
workplace. Journal of Managerial Psychology, 23(8), 862-77.
World Health Organization. Global health observatory (GHO) data. [online]. Retrieved September 10, 2018.
Available at: http://www.who.int/gho/mortality_burden_disease/life_tables/life_tables/en/