Anda di halaman 1dari 3

Keadaan Mentalitas Indoensia Sebelum Wacana Revolusi Mental

Keadan Metalitas Indonesia saat itu memiliki dua perbedaan yaitu sang petani dan sang
priyayi dimana mereka memiliki pola hidup yang berbeda seperti mentalitas petani dalam
masalah dasar kehidupan mereka harus bekerja keras dan bagaimana cara mereka untuk bisa
makan. Sedang para priyayi mereka lebih makmur dan karena mereka berada pada kasta tertinggi
mau itu kedudukan atau kekuasaa. Dari dua hal ini lah adanya perbedaan mentalitas petani dan
mentalitas priyayi.
Mentalitas Petani terhadap masalah waktu mereka lebih melihat ke masa kini atau yang
sedang mereka hadapi sekarang dan berfokus pada lahan pertanian mereka sedangkan para
Priyayi lebih kearah masa lampau hal ini dikarekan para Priyayi mereka lebih menyukai benda-
benda pusaka serta memperhatikan mitologi, silsilah, dan karya-karya pujangga kuno dan
upacara-upacara untuk memelihara benda-benda tersebut.
Mentalitas Petani dalam menjaga hubungan mamanusia dengan alam, mereka lebih selaras
dengan alam dan mengikuti suasana alam. Sedangkan mentalitas para priyayi lebih kearah
kenasib mereka, mereka menggap manusia tidak bisa hidup sendirian manusia selalu hidup
berdampingan dan berdampingan dengan alam disekitar mereka.
Permasalahan mengenai hubungan manusia dengan sesamanya, mnetalitas petani lebih ke
hidup sama adanya karena manusia tidak bisa hidup sendirian pasti membutuhkan bantuan,
mereka lebih kearah saling membantu tapi mereka harus membagi keuntungan agar hubungan
terjaga dengan baik sedangakan mentalitas priyayi dalam menjaga hubungan sesaam manusia
mereka perlu perizinan dari tasan mereka terlbih dahulu.

Keadaan Mentalitas Bangsa Indonesia Pasca-Revolusi


Ada 5 kelemahan yang dirasakan pada zaman revolusi yaitu sifat mentalitas yang
meremehkanmutu, suka menerabas, percaya kepada diri sendiri, tidak berdisiplin murni, dan
suka mengabaikan tanggung jawab (Koetjaraningrat, 2015).
1. Sifat mentalitas yang meremehkan mutu/waktu
Merupakan mentalitas yang tidak mementingkan persaingan dalam hal menghasilkan
sesuatu seperti pangan, sandang, barang ekspor, pemberian jasa, dan karya ilmiah. Orientasi
budaya bangsa Indonesia yang terlampau bergantung pada atasan atau sesama kelompoknya
penyebabkan jiwa saing mereka kurang ditemukan. Penyebab lainnya adalah karena adanya
proses penyebaran, perluasan, pemerataan, dan eksensifikasi dari sistem pendidikan yang belum
disertai prasarana yang memedai.
2. Sifat mentalitas yang suka menerabas
Sifat mentalitas yang mencapai tujuan tanpa mau berusaha keras atau mengorbankan
banyak hal dalam meraih tujuan. Mentalitas ini sering disebut dengan mentalitas yang “mencari
jalan paling gampang”, yang menyebabkan adanya mentalitas yang meremehkan mutu.
3. Sifat mentalitas yang tak percaya kepada diri sendiri
Dari zaman kolonial hingga masa penjajahan usai, orang-orang Indonesia lebih
mendengarkan pendapat orang asing berkulit putih dibandingkan pendapat ahli bangsa sendiri.
Namun Koentjaraningrat berpendapat bahwa mentalitas ini bisa diubah dengan menerapkan nilai
budaya yang berorientasi kepada atasan atau tokoh-tokoh senior.
4. Sifat mentalitas tak berdisiplin murni
Sifat mentalitas ini ada karena permasalahan sosial-budaya yang sering dihadapi saat ini.
Koentjaraningrat mengatakan bahwa sifat ini muncul karena cara asuh orangtua yang
membiarkan anak-anaknya berkeliaran untuk mencari irama hidupnya sendiri tanpa disiplin pada
waktu.
5. Sifat mentalitas tidak bertanggung jawab
Merupakan suatu keadaan dimana seseorang tidak mampu hidup dalam keadaan yang
serba kurang. Sifat tidak bertanggung jawab bisa disebabkan oleh kesukaran hidup, kemiskinan,
serta kekurangan tenaga yang membuat orang Indonesia harus membagi perhatiannya lebih dari
satu kewajiban dan tugas.

Mentalitas Pembangunan adalah sikap seseorang dalam mendukung atau tidak


mendukungnya pembangunan yang terjadi di berbagai aspek.Mentalitas Pembagunan yang ada
di Indonesia dapat di kelompokan menjadi 2 yaitu Mentalitas Pembagunan Positif dan Mentalitas
Pembangunan Negatif. Pembangunan yang terjadi biasanya contoh seperti perbaikan jalan,
mungkin sebagian masyarakat senang akan perbaikan jalan tersebut namun pasti ada pihak yang
kurang setuju mungkin bisa dikarenakan terganggunya akses jalan yang biasa dilewati yang
menyebabkan terjadinya kecemacetan. Dalam mentalitas pembangunan hal ini sudah biasa
terjadi sudah pasti ada pihak pro dan kontra yang terjadi
REFERENSI
Halim, K., & Kawedar, W. (2019). Nilai Budaya Dan Mentalitas Mahasiswa Akuntansi.
Diponegoro Journal of Accounting, 8(2), 1–12.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/accounting/article/view/25533%0Ahttps://
ejournal3.undip.ac.id/index.php/accounting/article/download/25533/22671

Anda mungkin juga menyukai