Anda di halaman 1dari 5

Nama : Nur Muhammad Soleh

NIM : 043771534
Matkul : Akuntansi Perpajakan

Tugas 3

PERTANYAAN

PT. Bramantya bergerak dalam bisnis perdagangan komputer yang berdomisili di Malang. PT. Bramantya
didirikan pada 1 Januari 2005 dan telah ditetapkan sebagai pengusaha Kena Pajak. Pada tahun yang sama,
PT. Bramantya Berikut ini adalah laporan keuangan komersial PT. Bramantya tahun 2020.

Penjualan (termasuk kepada instansi pemerintah sebesar Rp 300.000 belum Rp 1,975,000,000


termasuk PPN) Persediaan, 1 Januari 2020 Rp
Pembelian 300,000,000 Rp
Persediaan, 31 Desember 2020 1,200,000,000 Rp
Beban Operasional: 550,000,000
Gaji
Tunjangan Transport Karyawan Rp
Beban makan dewan direksi 70,000,000
Beban pengobatan ditanggung perusahaan Rp
Beban training karyawan 55,000,000
Beban seragam satpam Rp
Beban sanksi administrasi pajak 21,000,000
Beban bunga pinjaman Rp
Beban jamuan tamu tanpa daKar nominaLf 38,000,000
Beban listrik dan telepon kantor Rp
PBB dan Bea Materai 42,000,000 Rp
Cadangan penghapusan piutang 7,000,000 Rp
Penyusutan aset tetap 17,000,000
Premi asuransi kebakaran pabrik Rp
Sumbangan ke PanL Asuhan 10,000,000
Pendapatan Lain-lain Rp
Sewa kendaraan kepada PT. Gemintang (setelah dipotong PPh) 12,500,000
Keuntungan selisih kurs Rp
Jasa Giro Bank Mandiri (sebelum dipotong PPh) 19,500,000 Rp
Bunga Deposito 5,000,000 Rp
Laba neto penjualan dari Singapura (belum dipotong PPh dari negara sumber 15,000,000
15%) Rp
58,000,000
Rp
12,000,000
Rp
10,000,000

Rp
11,760,000 Rp
7,000,000 Rp
10,000,000
Rp
35,000,000 Rp
500,000,000
Keterangan Tambahan:

Jenis Aset Tahun Beli Harga Beli


Bangunan Permanen 1 Juli 2018 Rp
500,000,000
Kelompok 1 1 Desember 2018 Rp
100,000,000

Informasi yang Tersedia:


1. Penyusutan fiskal menggunakan metode garis lurus
2. Persediaan akhir dinilai dengan metode LIFO, sedangkan apabila dengan metode FIFO Rp 600.000.000
3. Telah dilakukan pemungutan PPh Pasal 22 oleh witholder Rp 15.000.000
4. Telah dilakukan pemungutan PPh Pasal 23 oleh witholder Rp 5.700.000
5. Membayar PPh 25 selama 12 bulan di tahun 2020 untuk seLap masa pajak Rp 3.000.000
PERTANYAAN:
1. Buatlah rekonsiliasi fiskal untuk PT Bramantya
2. Hitunglah PPh Pasal 29 untuk tahun pajak 2020
JAWABAN
1. Rekonsiliasi Fiskal
Koreksi Fiskal
cfm. Komersial cfm. Fiskal
Keterangan Positif Negatif
Penjualan (termasuk kepada instansi pemerintah sebesar Rp 300.000 belum termasuk PPN) Rp 1,975,000,000 Rp - Rp - Rp 1,975,000,000

Persediaan, 1 Januari 2020 Rp 300,000,000 Rp - Rp 300,000,000


Pembelian Rp 1,200,000,000 Rp - Rp - Rp 1,200,000,000
Persediaan, 31 Desember 2020 Rp 550,000,000 Rp 50,000,000 Rp - Rp 600,000,000
Harga Pokok Penjualan Rp 950,000,000 Rp 50,000,000 Rp - Rp 900,000,000

Laba Kotor Usaha Rp 1,025,000,000 Rp 1,075,000,000

Beban Operasional:
Gaji Rp 70,000,000 Rp - Rp - Rp 70,000,000
Tunjangan Transport Karyawan Rp 55,000,000 Rp - Rp - Rp 55,000,000
Beban makan dewan direksi Rp 21,000,000 Rp 21,000,000 Rp - Rp -
Beban pengobatan ditanggung perusahaan Rp 38,000,000 Rp 38,000,000 Rp - Rp -
Beban training karyawan Rp 42,000,000 Rp - Rp - Rp 42,000,000
Beban seragam satpam Rp 7,000,000 Rp - Rp - Rp 7,000,000
Beban sanksi administrasi pajak Rp 17,000,000 Rp 17,000,000 Rp - Rp -
Beban bunga pinjaman Rp 10,000,000 Rp - Rp - Rp 10,000,000
Beban jamuan tamu tanpa daftar nominatif Rp 12,500,000 Rp 12,500,000 Rp - Rp -
Beban listrik dan telepon kantor Rp 19,500,000 Rp - Rp - Rp 19,500,000
PBB dan Bea Materai Rp 5,000,000 Rp - Rp - Rp 5,000,000
Cadangan penghapusan piutang Rp 15,000,000 Rp 15,000,000 Rp - Rp -
Penyusutan aset tetap Rp 58,000,000 Rp 8,000,000 Rp - Rp 50,000,000
Premi asuransi kebakaran pabrik Rp 12,000,000 Rp - Rp - Rp 12,000,000
Sumbangan ke Panti Asuhan Rp 10,000,000 Rp 10,000,000 Rp - Rp -
Rp 392,000,000 Rp 121,500,000 Rp - Rp 270,500,000

Laba Bersih Usaha Rp 633,000,000 Rp 804,500,000

Pendapatan Lain-lain
Sewa kendaraan kepada PT. Gemintang (setelah dipotong PPh) Rp 11,760,000 Rp 240,000 Rp - Rp 12,000,000
Keuntungan selisih kurs Rp 7,000,000 Rp - Rp - Rp 7,000,000
Jasa Giro Bank Mandiri (sebelum dipotong PPh) Rp 10,000,000 Rp - Rp 10,000,000 Rp -
Bunga Deposito Rp 35,000,000 Rp - Rp 35,000,000 Rp -
Laba neto penjualan dari Singapura (belum dipotong PPh dari negara sumber 15%) Rp 500,000,000 Rp - Rp - Rp 500,000,000
Rp 563,760,000 Rp 240,000 Rp 45,000,000 Rp 519,000,000

Penghasilan Kena Pajak Rp 1,196,760,000 Rp 1,323,500,000

Dasar Hukum Koreksi Fiskal:


1) Persediaan, 31 Desember 2020
a. Pasal 10 ayat 6 UU PPh menyatakan "Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan yang
dilakukan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama."
b. Wajib Pajak menggunakan metode LIFO, padahal seharusnya yang digunakan adalah metode average atau FIFO (First In First Out). Oleh karena itu dilakukan
koreksi fiskal positif atas selisih metode tersebut.
2) Beban makan dewan direksi
a. Pasal 9 ayat (1) huruf b UU PPh menyatakan, "Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap
tidak boleh dikurangkan: biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota"
b. Beban makan dewan direksi ini merupakan kepentingan pribadi pengurus perusahaan sehingga dikoreksi fiskal posifit semuanya.
3) Beban pengobatan ditanggung perusahaan
a. Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh menyatakan, "Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap
tidak boleh dikurangkan: penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali
penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan"
b. Beban Pengobatan Ditanggung Perusahaan ini termasuk apabila dengan sistem reimburse merupakan natura/kenikmatan, oleh karena itu dilakukan koreksi
fiskal seluruhnya. Lain hal apabila diberikan berupa uang tunjangan berobat, maka dapat dibiayakan karena bagi penerimanya merupakan penghasilan.

4) Beban sanksi administrasi pajak


a. Pasal 9 ayat (1) huruf k UU PPh menyatakan, "Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap
tidak boleh dikurangkan: sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan
perundang-undangan di bidang perpajakan"
b. Atas beban sanksi administrasi pajak dilakukan koreksi fiskal positif seluruhnya.
5) Beban jamuan tamu tanpa daftar nominatif
a. Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh antara lain mengatur bahwa besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap,
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan,
biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga,
sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan.
b. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.22/1986 tanggal 14 Juni 1986 tentang Biaya Entertainment dan Sejenisnya, menegaskan bahwa:
i. Biaya Entertainment, representasi, jamuan dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan pada dasarnya dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh;
ii. Wajib Pajak harus dapat membuktikan, bahwa biaya-biaya tersebut telah benar-benar dikeluarkan (formal) dan benar ada hubungannya dengan
kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan perusahaan (materiil);
iii. Wajib Pajak yang mengurangkan biaya-biaya tersebut dari penghasilan brutonya, agar melampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan daftar
nominatif atas biaya-biaya tersebut.
c. Karena berdasarkan informasi soal, PT Bramantya tidak melaporkan daftar nominatifnya maka dilakukan koreksi fiskal positif seluruhnya.
6) Cadangan penghapusan piutang
a. Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh menyatakan, "Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap
tidak boleh dikurangkan: pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
i. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan
pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
ii. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
iii. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
iv. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
v. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
vi. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri,
yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
b. PT Bramantya adalah perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan komputer sehingga tidak termasuk dalam pengecualian di pasal 9 ayat (1) huruf e UU
PPh sehingga dilakukan koreksi fiskal positif seluruhnya.
7) Penyusutan aset tetap
a. Pasal 11 ayat (1) UU PPh menyatakan, "Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud,
kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat
yang telah ditentukan bagi harta tersebut."
b. Pasal 11 ayat (2) UU PPh menyatakan, "Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain bangunan, dapat juga
dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada
akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas."
c. Pasal 11 ayat (6) menyatakan, "Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut:"
Tarif Penyusutan
Kelompok Harta
Masa Manfaat Sebagaimana Dimaksud
Berwujud
Ayat (1) Ayat (2)
I. Bukan Bangunan
Kelompok 1 4 Tahun 25.00% 50.00%
Kelompok 2 8 Tahun 12.50% 25.00%
Kelompok 3 16 Tahun 6.25% 12.50%
Kelompok 4 20 Tahun 5.00% 6.25%
II. Bangunan
Permanen 20 Tahun 5.00%
Tdk Permanen 10 Tahun 10.00%
d. Sehingga perhitungan penyusutan metode garis lurus tahun 2020 berdasarkan informasi dari soal adalah sebagai berikut:
i. Aset Bangunan Permanen yang dibeli tanggal 1 Juli 2018
Beban Penyusutan Tahun 2020 = Harga Perolehan x Tarif Pasal 11 Ayat (1) UU PPh
= Rp 500,000,000 x 5.00%
= Rp 25,000,000

ii. Aset Kelompok I yang dibeli tanggal 1 Desember 2018


Beban Penyusutan Tahun 2020 = Harga Perolehan x Tarif Pasal 11 Ayat (1) UU PPh
= Rp 100,000,000 x 25.00%
Rp 25,000,000

iii. Total Beban Penyusutan 2020 = Beban Penyusutan Bangunan Permanen + Beban Penyusutan Aset Kelompok I
= Rp 25,000,000 Rp 25,000,000
= Rp 50,000,000
iv. Karena yang dilaporkan oleh PT Bramantyo adalah sebesar Rp 58.000.000 sedangkan seharusnya menurut fiskal adalah sebesar Rp 50.000.000, maka
dilakukan koreksi fiskal positif sebesar Rp 8.000.000
8) Sumbangan ke Panti Asuhan
a. Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh menyatakan, "Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap
tidak boleh dikurangkan: harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b,
kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah"
b. Berdasarkan informasi dari soal, sumbangan ini tidak melalui badan amil zakat yang telah disahkan oleh pemerintah dan bersifat wajib bagi pemeluknya
sehingga atas sumbangan ini dilakukan koreksi fiskal positif seluruhnya.
9) Sewa kendaraan kepada PT. Gemintang (setelah dipotong PPh)
a. Pasal 23 ayat (1) huruf c menyatakan, "Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk
dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap,
atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib
membayarkan: sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas: sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2)
b. Pasal 9 ayat (1) huruf h UU PPh menyatakan, "Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap
tidak boleh dikurangkan: Pajak Penghasilan"
c. Berdasarkan informasi dari soal, diketahui bahwa sewa kendaraan sudah dipotong PPh Pasal 23 sehingga yang tertera adalah bersih setelah pajak.
Seharusnya yang tampil di dalam laporan keuangan ini adalah sebelum dipotong pajak, oleh karena itu dilakukan perhitungan gross-up agar nilainya
menjadi Sewa Kendaraan yang sebelum dipotong PPh.
Objek PPh Pasal 23 Setelah Pajak Rp 11,760,000
DPP PPh Pasal 23 = = = Rp 12,000,000
100% - Tarif PPh Pasal 23 100% - 2%

Sehingga atas Sewa Kendaraan kepada PT Gemintang dilakukan koreksi fiskal positif sebesar Rp 240,000
2. PPh Pasal 29 Tahun Pajak 2020
Pasal 31E ayat (1) UU PPh menyatakan:
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif
sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari
bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Pasal 2 huruf a PP Nomor 30 Tahun 2020 menyatakan:


Tarif Pajak Penghasilan yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar: 22% (dua puluh dua
persen) yang berlaku pada Tahun Pajak 2020 dan Tahun Pajak 2021.

Perhitungan:
PPh Pasal 29 Tahun 2020
PPh Terutang
Trf Ps 31E x Trf PPh Bdn x Penghasilan Kena Pajak
50% x 22% x Rp 1,323,500,000 Rp 145,585,000

Kredit Pajak
PPh Pasal 24
- PPh Terutang di Singapura = Tarif PPh Singapura x Penghasilan Neto Dari Singapura
= 15% x Rp 500,000,000
= Rp 75,000,000

Penghasilan Neto dari Singapura


- Kredit PPh Pasal 24 Maksimal = x PPh Terutang
Total Penghasilan
Rp 500,000,000
= x Rp 145,585,000
Rp 1,323,500,000
= Rp 55,000,000

- Dari perhitungan di atas, diketahui bahwa PPh maksimum yang dapat dikreditkan sebesar Rp
55.000.000, akan tetapi pajak penghasilan yang terutang atau dipotong di Singapura adalah
sebesar Rp 75.000.000. Dengan demikian, jumlah yang dapat dikreditkan adalah Rp 55.000.000.
Jumlah ini dipilih dari jumlah terendah di antara jumlah PPh maksimum yang boleh dikreditkan
dan jumlah PPh yang terutang atau dibayar di Singapura.
- PPh Pasal 24 Rp 55,000,000
PPh Pasal 22 Rp 15,000,000
PPh Pasal 23 Rp 5,700,000
PPh Pasal 25
Masa x Angsuran PPh Psl 25
12 Bulan x Rp 3,000,000 Rp 36,000,000
Rp 111,700,000

PPh Kurang Bayar (PPh Pasal 29) Rp 33,885,000

PPh Pasal 25 Tahun 2021


PPh Terutang Rp 145,585,000
Kredit Pajak
PPh Pasal 22 Rp 15,000,000
PPh Pasal 23 Rp 5,700,000
PPh Pasal 24 Rp 55,000,000
Rp 75,700,000
PPh Pasal 25 Tahun 2021 (Setahun) Rp 69,885,000

PPh Pasal 25 Tahun 2021 (Per Masa) Rp 5,823,750

Anda mungkin juga menyukai