Anda di halaman 1dari 10

JRL Vol.5 No.3 Hal. 199 - 208 Jakarta, ISSN : 0216.

7735,
November 2009 No169/Akred-LIPI/P2MBI/07/2009

PERKEMBANGAN PRADEWASA DAN LAMA HIDUP IMAGO


Psyttalia sp. (Hymenoptera: Braconidae), PARASITOID LARVA
LALAT BUAH Bactrocera dorsalis HEND (Diptera: Tephritidae)
Yulia Pujiastuti
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya
Jalan Raya Palembang-Prabumulih KM 32, Indralaya, Ogan Ilir,30662
Telp dan Fax. (0711)-580663
Email: kaikosutera@yahoo.com

Abstract

The objective of the research were to investigate level parasitization, immature development period,
longevity of adult parasitoids, along with number of progeny and parasitoid sex of Psyttalia sp.
attacking larvae of Bactrocera dorsalis. This experiment was conducted in Laboratory of Entomology,
Department Plant Pest and Diseases Faculty of Agriculture, Sriwijaya University from March to
September 2007. The result showed that the average level of parasitization of Psyttalia sp. reached
24.24%. The highest one was 30% and the lowest was 16.7%. The immature development period
of Psyttalia sp. ranged from 24-31 days with average 27.5 days. Longevity of imago parasitoids
which stored at 5 0C was 14.1 days. In the research, the progeny of parasitoids which produced was
females with percentage of females reached 59.99% and percentage of males reached 39.99%.
Keywords: fruit flies, Bactrocera dorsalis, parasitoid, Psyttalia sp.

1. Pendahuluan Dalam pengendaliannya perlu diusahakan


suatu pengendalian yang ramah terhadap
1.1 Latar Belakang
lingkungan. Pengendalian lalat buah dengan
menggunakan insektisida tidak efektif karena
Lalat buah merupakan hama yang paling
hampir sebagian besar siklus hidupnya
berpotensi menyebabkan kerusakan pada buah
berada didalam buah. Oleh karena itu upaya
cabai merah. Sebagai contoh seperti di Australia,
penekanan populasi lalat buah dapat dilakukan
dimana kerugian akibat lalat buah mencapai
dengan menggunakan musuh alami berupa
500 triliun rupiah (Hidayat dan Siwi, 2004). Balai
predator, pathogen, dan parasitoid. Menurut
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (2004)
Wharton (2005), parasitoid yang paling banyak
menyatakan bahwa pada tahun 2003, serangan
menyerang lalat buah berasal dari Ordo
lalat buah di Indonesia diperkirakan mencapai
Hymenoptera famili Braconidae subfamily
4.790 ha dengan kerugian 21,99 miliar rupiah.
Opiinae dan Alysiinae. Potensi tingkat parasitisasi
Pada populasi yang tinggi intensitas serangannya
parasitoid tersebut dapat mencapai 57% (Putra,
dapat mencapai 100%. Oleh karena itu, hama
1997). Pelepasanparasitoid di lapangan dapat
ini telah menarik perhatian seluruh dunia untuk
menurunkan populasi lalat buah sebesar 95%,
melakukan upaya pengendalian secara terpogram
parasitoid berasosiasi pada buah yang terserang
(Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura,
lalat buah sebagai pemandu dalam pencarian
2002). Pada saat ini, hama lalat buah telah
inang (Jhonson, 2004). Parasitoid yang diketahui
menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia
dapat memarasit lalat buah ialah Psyttalia sp.
antara lain Jawa, Sumatera, Madura, Bogor, dan
(Wharton, 1987). Diketahui lebih dari 40%
Kepulauan Riau (Hidayat & Siwi, 2004).
dari familiy Tephritidae merupakan inang bagi

199 JRL Vol. 5 No. 3, November 2009 : 199 -208


parasitoid Psyttalia sp. Sekitar 80% dari inang rapat dengan menggunakan selotif pada sisi
tersebut ialah Tephritidae yang menyerang yang dibelah. Selanjutnya buah cabai tersebut
tanaman buah, sisanya merupakan Tephritidae diletakkan pada cawan petri yang telah dialasi
yang menyerang bunga-bungaan. Penyebaran tisu. Diharapkan imago parasitoid akan muncul.
parasitoid Psyttalia sp. itu sendiri meliputi Afrika Setelah 7 hari diamati imago parasitoid yang
Selatan, Tunisia, Kenya, serta dataran India- muncul dari buah cabai yang telah dikelompokkan
Pasific dan Asia (Wharton, 1997). tersebut. Dari kegiatan ini diketahui bahwa imago
Pengendalian lalat buah dengan parasitoid muncul dari buah cabai yag berisi larva
menggunakan musuh alami mulai menguat instar 2 dan 3, sedangkan pada buah cabai yang
setelah disadari bahwa pengendalian hama dengan berisi instar 1, imago parasitoid tidak ada yang
insektisida menimbulkan banyak dampak negatif muncul.
yang merugikan lingkungan. Permasalahan saat
ini adalah pengendalian populasi lalat buah dengan 2.2.2 Persiapan Inang
menggunakan parasitoid belum banyak diterapkan
di Indonesia. Padahal parasitoid ini memiliki Dari cara kerja pertama, diketahui bahwa
prospek yang baik untuk mengendalikan lalat tidak ada imago parasitoid yang muncul dari
buah karena dapat terus bertahan di alam dalam buah cabai yang berisi larva B. dorsalis instar
jangka waktu yang lama sehingga akan terus terjadi 1. Untuk itu, persiapan inang dilakukan dengan
keseimbangan populasi di alam (Kusnaedi, 1999). memilih tanaman cabai yang buahnya berwarna
Untuk itu perlu dilakukan suatu penelitian tentang hijau dan mengkal, dan terdapat bekas tusukan
keberadaan parasitoid lalat buah serta potensinya ovipositor dari betina B. dorsalis. Tanaman yang
dalam mengendalikan hama lalat buah tersebut. dipilih berasal dari kebun cabai milik petani.
Buah cabai yang telah dipilih dibungkus dengan
Penelitian bertujuan untuk mengetahui
plastik pembungkus dan diberi label. Setelah 5
tingkat parasitisasi Psyttalia sp. terhadap lalat
hari buah cabai tersebut dibawa ke laboratorium.
buah (Bactrocera dorsalis) yang menyerang
Dibutuhkan 20 buah cabai untuk masing-masing
tanaman cabai dan masa perkembangan
ulangan.
pradewasa parasitoid.
2.2.3 Persiapan Serangga Uji
2. Pelaksanaan Penelitian
Psyttalia sp sebagai serangga uji, diperoleh
2.1 Tempat dan Waktu dari buah cabai yang terserang B. dorsalis yang
Penelitian ini dilaksanakan di kebun cabai dikumpulkan dari kebun cabai milik petani. Untuk
milik petani yang berlokasi di Inderalaya, dan menjamin kecukupan parasitoid Psyttalia sp. yang
di Laboratorium Entomologi Jurusan Hama akan dilepas pada saat diperlukan, maka buah
dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian cabai dikumpulkan sebanyak mungkin. Buah-
Universitas Sriwijaya, Inderalaya. Penelitian buah cabai tersebut dipelihara dalam wadah
dimulai dari bulan Maret 2008 sampai September plastik yang telah berisi tanah steril kemudian
2008. pada bagian atasnya ditutup dengan kain kasa.
Diamati setiap hari, imago parasitoid yang
muncul ditangkap dengan menggunakan tabung
2.2 Cara Kerja reaksi lalu disimpan di lemari penyimpanan
2.2.1.Pemilihan Instar dari Larva B. dorsalis parasitoid, masing-masing tabung berisi sepasang
Sebagai Serangga Uji parasitoid.
Untuk mengetahui tingkatan instar larva
B. dorsalis yang disukai oleh parasitoid Psyttalia 2.2.4 Infestasi Parasitoid
sp., maka dilakukan percobaan pilihan terhadap Dari cara kerja kedua, tanaman cabai
larva B. dorsalis. Buah cabai yang menunjukkan dengan buahnya yang telah berisi larva instar
gejala serangan B. dorsalis dibelah dengan 2 dibawa ke laboratorium, kemudian dipelihara
menggunakan cutter, kemudian dilihat larva yang dalam kurungan kasa. Sebelumnya pada sisi
ada termasuk dalam instar 1, 2, atau 3. dalam bagian atas kurungan telah digantungkan
Buah cabai yang telah dibelah, kapas yang mengandung larutan madu 10%.
dikelompokkan masing-masing berdasarkan Tanaman cabai diletakkan pada botol selai berisi
tingkatan instar, kemudian dibersihkan dengan air dengan tujuan untuk menjaga agar tanaman
kapas yang telah diberi alkohol 70% lalu ditutup cabai tetap segar. Kemudian infestasi parasitoid

200 JRL Vol. 5 No. 3, November 2009 : 199 -208


dilakukan dengan melepaskan sepasang imago 2.3 Parameter Pengamatan
parasitoid Psyttalia sp. yang telah kawin ke dalam 2.3.1 Parasitisme Kentara
kurungan kasa tersebut. Pengamatan dilakukan
hingga imago parasitoid mati. Selanjutnya buah- Parasitisme kentara diamati dengan
buah cabai diambil dan dipelihara dalam wadah menghitung jumlah imago Psyttalia sp . dan
plastik yang telah diisi tanah steril, kemudian imago B. dorsalis yang muncul dari buah-buah
pada bagian atasnya ditutup dengan kain kasa. cabai yang digunakan pada perlakuan infestasi
Perkembangan parasitoid diamati setelah 20 hari. parasitoid. Pengamatan dilakukan sebanyak 5
Percobaan dilakukan sebanyak 5 kali ulangan, kali ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari
masing-masing ulangan terdapat 20 buah cabai 20 buah cabai yang diamati. Parasitisme kentara
yang berisi larva instar dua B. dorsalis. yaitu persentase banyaknya parasitoid yang
muncul terhadap total serangga yang muncul
(Herlinda et al., 2003), dapat dihitung dengan
2.2.5 Kemampuan Imago Parasitoid dalam menggunakan rumus :
Bertahan Hidup
Imago Psyttalia sp . yang muncul dari 2.3.2 Masa Perkembangan Pradewasa
pemeliharaan buah-buah cabai yang terserang Parasitoid
lalat buah dalam wadah plastic, yang dikumpulkan Masa perkembangan pradewasa parasitoid
dari kebun cabai milik petani, ditangkap dengan diamati dengan menghitung interval hari sejak
menggunakan tabung reaksi. Kemudian pada tanggal infestasi imago parasitoid hingga tanggal
pinggiran tabung diolesi cairan madu dengan imago Psyttalia sp. muncul. Pengamatan dimulai
menggunakan kuas, cairan madu ini sebagai 20 hari setelah infestasi dan dilakukan selama 10
cadangan makanan bagi imago parasitoid selama hari. Pengamatan ini dilakukan sebanyak 5 kali
dalam penyimpanan agar dapat bertahan hidup ulangan.
meskipun tanpa inang. Tabung reaksi ditutup
dengan kain kasa dan diberi label. Penyimpanan 2.3.3 Lama Hidup Imago Parasitoid
dilakukan pada lemari pendingin dengan suhu 5
ºC dan posisi tabung dalam keadaan berdiri tegak. Lama hidup imago diamati dengan
Percobaan dilakukan sebanyak 10 kali ulangan. menghitung interval hari sejak tanggal imago
Psyttalia sp . muncul hingga tanggal imago
tersebut mati. Imago yang diamati adalah imago
2.2.6 Identifikasi Parasitoid yang muncul dari hasil pemeliharaan buah cabai
Imago parasitoid yang muncul, sebagian yang terserang lalat buah, yang dikumpulkan dari
juga ditangkap dengan tabung reaksi dan kebun cabai milik petani. Pengamatan dilakukan
dimatikan dengan KCN lalu dimasukkan dalam sebanyak 10 kali ulangan.
botol vial yang telah diisi kapur barus dan dilapisi
dengan tisu, ditutup rapat untuk dijadikan awetan
kering. Imago parasitoid yang telah dijadikan
awetan kemudian diidentifikasi dengan cara
mengamatinya dibawah mikroskop dan dengan
bantuan acuan Wharton (1987).

∑ imago Psyttalia sp. yang muncul


P= x 100%
∑ imago B. dorsalis muncul + ∑ imago Psyttalia muncul

Keterangan :
P = Parasitisme Kentara

201 JRL Vol. 5 No. 3, November 2009 : 199 -208


2.3.4 Jumlah Keturunan dan Jenis Kelamin oleh parasitoid umumnya meningkat secara
Parasitoid lambat pada saat tanaman masih muda dan
meningkat tajam pada saat tanaman berumur
Pengamatan dilakukan dengan menghitung
7 mst. Hal ini berhubungan erat dengan
banyaknya keturunan Psyttalia sp. yang muncul,
ketersediaan inang di lapangan. Kedatangan
serta persentase keturunan imago jantan dan
imago inang di lapangan umumnya meningkat
imago betina pada masing-masing ulangan.
seiring dengan bertambahnya umur tanaman
Pengamatan dilakukan sebanyak 5 kali ulangan.
dan buah yang muncul semakin banyak. Karena
Persentase keturunan imago parasitoid dapat
kuantitas dan kualitas makanan yang tersedia
dihitung dengan menggunakan rumus :

∑ imago (jantan/betina) yang muncul


P= x 100%
∑ imago jantan muncul + ∑ imago betina muncul

Keterangan : P = Parasitisme Kentara

3. Hasil Dan Pembahasan meningkat bagi imago parasitoid, maka populasi


parasitoid meningkat pula, ini berarti tersedia
3.1 Parasitisme Kentara
cukup banyak inang bagi parasitoid. Kegiatan
Dari penelitian yang telah dilakukan, makan dan peneluran imago inang mulai menurun
hasil yang diperoleh untuk pengamatan tingkat setelah tanaman mencapai umur 16 mst. Pada
parasitisasi oleh parasitoid Psyttalia sp. terhadap umur ini tanaman semakin tua sehingga kuantitas
larva B. dorsalis tidak begitu tinggi. Parasitisme dan kualitas nutrisinya menurun bagi kesesuaian
kentara parasitoid tertinggi ialah sebesar 30%, hidup inang, dalam hal ini yaitu larva B. dorsalis.
sedangkan yang terendah ialah sebesar 16,7%. Ini berarti inang yang tersedian bagi parasitoid
Rata-rata parasitisme kentara parasitoid secara juga berkurang.
keseluruhan ialah sebesar 24,24% (Tabel 2).

Tabel 2. Tingkat parasitisasi oleh parasitoid Psyttalia sp. terhadap larva Bactrocera. dorsalis.

Tanggal aplikasi Jenis lalat buah Total imago lalat Total imago Parasitisme
buah (ekor) parasitoid (ekor) kentara (%)
27/08/2008 B. dorsalis 7 3 30
29/08/2008 B. dorsalis 6 2 25
31/08/2008 B. dorsalis 7 2 22,2
05/09/2008 B. dorsalis 8 3 27,3
06/09/2008 B. dorsalis 5 1 16,7
Total 121,2
Rata-rata 24,24

Hal ini disebabkan karena kondisi Bernays dan Chapman (1994)


lingkungan yang tidak sesuai dengan habitat asli mengemukakan bahwa perbedaan konsentrasi
parasitoid itu sendiri, karena infestasi parasitoid nutrisi dalam tanaman berpengaruh terhadap
dilakukan di laboratorium yang kondisinya pemilihan inang. Pada tanaman yang sudah
berbeda dengan kondisi apabila parasitoid tua kandungan nitrogen dalam tubuh tanaman
tersebut berada di lingkungan terbuka dengan semakin berkurang yang berpengaruh secara
ekosistem yang sesuai. langsung terhadap inang parasitoid dan sekaligus
berpengaruh terhadap keberadaan parasitoid
Menurut Rosa (2001), tingkat parasitisasi
tersebut.

202 JRL Vol. 5 No. 3, November 2009 : 199 -208


Dalam penelitiannya mengenai populasi Secara umum morfologi Psyttalia sp .
dan serangan lalat buah pada tanaman cabai, yang hampir sama dengan Opius, Wharton (1997)
juga membahas tentang potensi parasitoidnya, menyatakan bahwa Psyttalia sp. merupakan
Pusparini (2006) menyatakan bahwa parasitisme subgenus dari Opius. Telur parasitoid umumnya
kentara parasitoid sudah terlihat sejak tanaman berbentuk lonjong, berwarna putih, dengan
berumur 10 minggu, karena pada fase awal salah satu bagian ujungnya sedikit membengkak
generatif tanaman cabai membentuk banyak dibandingkan ujung lainnya (Xu et al., 2007).
bunga yang merupakan sumber pakannya
Larva instar-1 transparan dan bersifat
sehingga menyebabkan parasitoid telah berada
motil. Bagian kepala terskelorisasi dengan baik
banyak di lapangan. Parasitisme kentara parasitoid
dan tampak jelas berbeda dari bagian abdomen
mencapai puncaknya ketika tanaman cabai
dan dalam rongga mulut terlihat jelas adanya
berumur 14 mst.
sepasang mandibel. Ruas-ruas abdomen
Parasitoid yang diamati pada penelitian tampak jelas, dengan ruas terakhir menyempit
ini memiliki ciri-ciri yakni pada bagian thoraks menyerupai ekor. Secara umum larva instar lanjut
berwarna kecoklatan dengan sedikit bercak berwarna putih susu memiliki tiga instar larva
berwarna hitam di bagian ujung thoraks dekat (Rustam, 2002).
pangkal abdomen. Abdomen berwarna putih
Sebelum membentuk pupa, tubuh larva
kekuningan, pada bagian dorsal abdomen
mengkerut dan diikuti dengan tonjolan pada
terdapat bercak berwarna hitam. Warna hitam
bagian kepala dan toraks yang merupakan bakal
pada abdomen tersebut diperjelas dengan
embelan tubuh parasitoid. Mula-mula pupa
dua corak yang berbeda. Dari bagian pangkal
berwarna kuning, kemudian berubah menjadi
abdomen hingga bagian tengah abdomen,
kuning kecoklatan. Setelah pupa terbentuk
bercak hitam membentuk garis vertikal dan tidak
sempurna, warna tubuh berubah menjadi coklat
melebar menutupi abdomen. Sedangkan dari
kehitaman (Rustam, 2002).
bagian tengah abdomen, bercak hitam tampak
melebar hampir menutupi sebagian abdomen Pada penelitian ini, inang yang digunakan
bagian dorsal dan berakhir hingga ke bagian untuk perlakuan infestasi parasitoid merupakan
ujung abdomen yang menyempit inang yang diperoleh dari tanaman cabai yang
berumur 15-16 mst. Hal inilah yang menyebabkan
Perbedaan antara imago jantan dan imago
tingkat parasitisasi oleh parasitoid Psyttalia sp.
betina yaitu pada bagian abdomennya. Imago
terhadap larva B. dorsalis tidak begitu tinggi.
betina memiliki ovipositor sebagai alat untuk
Pada kondisi ini, larva B. dorsalis yang tersedia
meletakan telur pada bagian ujung abdomennya,
bagi parasitoid berkurang, karena seperti telah
sedangkan imago jantan tidak memiliki ovipositor.
diuraikan diatas bahwa kegiatan makan dan
Ukuran tubuh antara imago jantan dan betina juga
peneluran inang parasitoid akan menurun setelah
berbeda. Imago betina memiliki ukuran tubuh
tanaman mencapai umur 11 mst. Akibatnya
yang lebih besar daripada imago jantan. Hal ini
jumlah telur yang diletakkan oleh betina B.
terkait dengan fungsi dan peranan betina dalam
dorsalis pada buah cabai yang telah dipilih di
menghasilkan keturunan. Ukuran tubuh yang lebih
lapangan sedikit. Larva B. dorsalis yang tersedia
besar memungkinkan betina untuk menyimpan
bagi parasitoid Psyttalia sp. juga sedikit, dengan
telur dalam tubuhnya sebelum waktunya telur
demikian parasitisme kentara yang dicapai tidak
diletakan dalam tubuh inang.
begitu tinggi.
Panjang ovipositor imago betina ± 2,5
Ketersediaan pakan bagi parasitoid
mm. Umumnya parasitoid dari genus Psyttalia
dalam penelitian ini juga merupakan faktor
memiliki antena yang panjang. Dari hasil
yang menyebabkan rendahnya parasitisme
pengamatan, diketahui bahwa antena imago
kentara yang dicapai. Pada kondisi lingkungan
betina memilik 26 ruas, sedangkan antena imago
aslinya, parasitoid memiliki sumber pakan yang
jantan memiliki 24 ruas dengan panjang antena ±
cukup untuk perkembangannya sesaat sebelum
3 mm. Bagian tungkai belakang memiliki warna
memarasit inangnya. Parasitoid mendapatkan
yang berbeda dengan tungkai bagian depan dan
sumber pakan dari bunga-bunga yang tersedia
tengah. Tungkai belakang berwarna kehitaman,
cukup banyak pada tanaman cabai. Sedangkan
sedangkan tungkai depan dan tengah berwarna
pada penelitian ini, sumber pakan bagi parasitoid
kecoklatan. Berbeda dengan Psyttalia fletcheri,
hanya berasal dari larutan madu 10% sebagai
memiliki ukuran tubuh 4-5 mm, tubuh berwarna
cadangan makanannya. Psyttalia sp. merupakan
kuning tua, antena lebih panjang dari tubuh
parasitoid yang bersifat syn-ovigenik, dengan
dengan 40-48 ruas (Willard, 1990).

203 JRL Vol. 5 No. 3, November 2009 : 199 -208


kata lain ketika imago muncul, imago parasitoid meletakan telurnya. Telur akan menetas cepat
ini hanya memiliki sedikit telur yang telah masak bila imago betina dalam kondisi baik, maksudnya
secara gradual. Untuk perkembangan telurnya, selama aktivitasnya mencari makan di lapangan
parasitoid ini memerlukan protein lebih (Hajek, parasitoid mendapatkan asupan nutrisi yang cukup
2004). Itulah sebabnya ketersediaan pakan di berkualitas. Dengan demikian, telur yang dihasilkan
alam sangat berperan penting bagi perkembangan oleh parasitoid dapat berkembang dengan baik.
parasitoid. Di dalam tubuh inang, perkembangan
telur atau larva parasitoid berkaitan dengan
3.2 Masa Perkembangan Pradewasa perkembangan inang. Inang memiliki hormon
Parasitoid yang dapat memicu perkembangan parasitoid.
Parasitoid tidak akan melakukan aktivitas sebelum
Hasil pengamatan masa perkembangan hormon yang dikeluarkan inang tersebut bekerja,
pradewsasa parasitoid berkisar antara 24-31 hari hormon tersebut disebut dengan hormon endokrin.
(Tabel 3). Rocha et al. (2004) menyatakan masa
perkembangan pradewasa parasitoid dari genus
Psyttalia ialah kurang lebih selama 30 hari.

Tabel 3. Masa perkembangan pradewsasa parasitoid Psyttalia sp.

Ulangan Tanggal aplikasi Tanggal muncul Masa perkembangan Rata-rata (hari)


parasitoid pradewasa (hari)
1 27/08/2008 20/09/2008 24 24,5
21/09/2008 25
2 29/08/2008 25/09/2008 27 28
27/09/2008 29
3 31/08/2008 01/10/2008 31 31
4 05/09/2008 01/10/2008 26 27
03/10/2008 28
5 06/09/2008 03/10/2008 27 27
Total 137,5
Rata-rata 27,5

Rata-rata masa perkembangan pradewasa Beberapa peneliti menyatakan bahwa juvenile


parasitoid Psyttalia sp. ialah 27,5 hari (Tabel 3), hal hormon yang diproduksi oleh parasitoid untuk
ini tidak jauh berbeda dengan masa perkembangan proses ganti kulit pada larva parasitoid dipicu
pradewasa parasitoid Psyttalia fletcheri yaitu sekitar karena adanya hormon dari sistem endokrin inang.
25 hari (Willard, 1990). Lamanya interval hari yang Apabila inang tidak dapat lagi memproduksi hormon
dibutuhkan parasitoid, dari telur hingga imago tersebut maka parasitoid yang berada di dalam
dipengaruhi oleh ketersediaan nutrisi yang cukup inang tidak juga beraktivitas dan lama-kelamaan
bagi perkembangan parasitoid. Seperti halnya imago parasitoid yang berada di dalam tubuh inang akan
yang membutuhkan protein terlebih dahulu sebelum mati (Bell & Carde, 1984)

204 JRL Vol. 5 No. 3, November 2009 : 199 -208


Tabel 4. Lama hidup imago parasitoid .
Ulangan Tanggal parasitoid muncul Tanggal parasitoid mati Jenis kelamin Lama hidup (hari)
1 20/08/2008 07/09/2007 betina 18
2 20/08/2008 03/09/2007 betina 14
3 21/08/2008 06/09/2007 betina 16
4 21/08/2008 07/09/2007 betina 17
5 21/08/2008 31/08/2007 betina 10
6 21/08/2008 05/09/2007 betina 15
7 23/08/2008 07/09/2007 betina 15
8 23/08/2008 07/09/2007 jantan 15
9 27/08/2008 31/08/2007 betina 4
10 27/08/2008 13/09/2007 betina 17
Total 141
Rata-rata 14,1

3.3 Lama Hidup Imago Parasitoid imago pada suhu 5 ºC. Pada suhu ini parasitoid
masih bisa melakukan proses metabolismenya
Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa lama
secara teratur. Tidak banyak pergerakan yang
hidup imago parasitoid sekitar 14,1 hari (Tabel 4).
dilakukan sehingga tidak banyak energi yang
Pengamatan lama hidup ini dilakukan pada kondisi
dikeluarkan. Dalam hal ini parasitoid juga masih
suhu 5 ºC, hal ini dilakukan karena pada suhu ini
tetap mendapatkan cadangan makanan untuk
merupakan suhu minimal bagi parasitoid untuk dapat
dapat bertahan hidup tanpa inang, yaitu dengan
bertahan hidup. Penyimpanan imago pada suhu
diberikannya cairan madu sebagai sumber
0 ºC, menyebabkan imago tidak dapat bertahan
pakannya.
hidup. Pada suhu ini, aktivitas metabolisme dalam
tubuh prasitoid benar-benar terhenti, selain itu suhu
3.4 Jumlah Keturunan dan Jenis Kelamin
0 ºC melebihi batas minimal bagi parasitoid untuk
Parasitoid
bertahan hidup. Sedangkan pada suhu ruang 20
ºC imago hanya mampu bertahan hidup selama Pada penelitian jumlah keturunan dan
2 - 4 hari. Hal ini disebabkan karena pada kondisi jenis kelamin parasitoid hasil yang diperoleh
ini aktivitas parasitoid lebih banyak, parasitoid lebih menunjukkan bahwa ketrunan yang dihasilkan
banyak bergerak sehingga proses metabolismenya dominan betina. Persentase kemunculan
jadi berlebihan dan membutuhkan banyak energi. imago betina lebih besar daripada persentase
Pada saat parasitoid tidak mampu lagi bertahan, kemunculan imago jantan,yaitu 59,99%
cadangan makanan yang tersedia terbatas, energi kemunculan imago betina dan 39,99% kemunculan
habis, akhirnya parasitoid tidak dapat bertahan imago jantan (Tabel 5). Hal ini cukup berbeda
hidup. dengan persentase keturunan betina muncul
Dengan demikian untuk mengetahui pada parasitoid Opius sp. yang memarasit larva
kemampuan imago parasitoid dalam bertahan Liriomyza sativae yaitu sekitar 66,78% (Octa,
hidup tanpa inang, dilakukan penyimpanan 2007).

205 JRL Vol. 5 No. 3, November 2009 : 209-217


Tabel 5. Persentase keturunan imago jantan dan imago betina parasitoid

Ulangan Tanggal Tanggal Jumlah Jumlah Persentase Persentase


aplikasi muncul parasitoid parasitoid keturunan keturunan
parasitoid jantan betina jantan (%) betina (%)
(ekor) (ekor)
1 08/27/08 09/20/08 0 2 33,33 66,66
09/21/08 1 0
2 08/29/08 09/25/08 0 1 50 50
09/27/08 1 0
3 31/08/08 01/10/08 1 1 50 50
4 05/09/08 01/10/08 1 1 66,66 33,33
03/10/08 1 0
5 06/09/08 03/10/08 0 1 0 100
Total 199,99 299,99
Rata-rata 39,99 59,99

Seperti halnya parasitoid Opius sp., Psyttalia 4. Kesimpulan Dan Saran


sp. sebagai sub genus dari Opius memiliki
4.1 Kesimpulan
karakteristik biologi yang mampu mengimbangi
populasi hama, yaitu keturunan yang dihasilkan
bias betina. Bias betina artinya keturunan yang 1. Tingkat parasitisasi Psyttalia sp. terhadap
dihasilkan hampir seluruhnya berjenis kelamin lalat buah (B. dorsalis) yang menyerang
betina. Keturunan betina yang dihasilkan diperoleh tanaman cabai ialah sebesar 24,24%.
dari imago betina yang lain, karena parasitoid 2. Masa perkembangan pradewasa Psyttalia
ini bersifat arenotoki. Parasitoid menghasilkan sp. pada lalat buah (B. dorsalis) ialah 27,5
keturunan betina dengan adanya pembuahan yang hari.
sempurna. Selain itu peletakan keturunan betina 3. Lama hidup imago parasitoid yang disimpan
juga ditentukan oleh fase instar inang (Rustam, pada suhu 5 ˚C selama 14,1 hari, sedangkan
2002). jumlah keturunan betina yang dihasilkan
Persentase keturunan jantan lebih besar sebanyak 59,99 % dan jantan sebanyak
yaitu 66,66% dibandingkan dengan persentase 39,99 %.
keturunan betina sebesar 33,33% pada ulangan
4 (Tabel 5). Hal ini berkaitan dengan kemampuan
parasitoid dalam mengalokasikan keturunan 4.2 Saran
betinanya menjadi jantan pada inang yang Untuk penelitian selanjutnya, perlu
berukuran kecil. Inang yang besar memungkinkan dilakukan penelitian lanjut tentang pelepasan
kecukupan nutrisi untuk keturunannya, pada parasitoid Psyttalia sp. untuk pengendalian lalat
inang yang kecil parasitoid cenderung meletakkan buah B. dorsalis di lapangan. Untuk aplikasinya
telur jantan, hal ini disebabkan karena ukuran di lapangan hendaknya melakukan perbanyakan
inang yang kecil akan berpengaruh terhadap terlebih dahulu dengan pemeliharaan dan
fekunditas dan lama hidup imago serta dapat penyimpanan parasitoid pada suhu 5 ºC.
mengakibatkan mortalitas pada parasitoid (Bell
& Carde, 1984).

206 JRL Vol. 5 No. 3, November 2009 : 209-217


Ucapan Terimakasih 10. Isiyati, 2004. Pengaruh Suhu Terhadap
Reproduksi Lalat Buah (Drosophila
anansssae). Departemen Biologi-ITB.
Penulis mengucapkan terimakasih atas
Bandung.
terselenggaranya penelitian dengan dukungan
dana dari DP2M DIKTI melalui Program Hibah 11. Jhonson M.W. 2004. Biological Control
Bersaing tahun 2008. Againts Fruits Flies in Pasific Island
Countries and Teritories. (diakses 31
Agustus 2006) http://www.spc.int/pacifly/
Daftar Pustaka control/biocontrol.htm.
12. Octa L. 2007. Tanggap fungsional dan
1. Anonim, 2004. 2004. Perangkap Lalat Buah. penyimpanan pupa Opius sp. (hymenoptera:
Agroinovas. Balai Penelitian Tanaman Braconidae) parasitoid larva Liriomyza
Rempah dan Obat. Bogor. http: //www. sativae Blanchard (Diptera: Agromyzidae)
pustaka.bogor.net/pugi/warta/2534.htm pada suhu rendah. Makalah Seminar
2. Bell WJ, Carde RT. 1984. Chemical Bulanan Jurusan Hama dan Penyakit
Ecologi Of Insect. Sinaver Associates, Inc. Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas
Publisher. Sunderland, Massachusetts. Sriwijaya. Inderalaya.
3. Bernays E.A, & R.F. Chapman. 1994. Host 13. Pusparini K. 2006. Populasi dan Serangan
Plant Selection By Phytophagous Insect. Lalat Buah (Bactrocera spp.) serta
Chapman & hall, Inc. London. Potensi Parasitoidnya pada Pertanaman
Cabai Merah (Capsicum annuum L.)
4. Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura. di Daerah Dataran Sedang. Fakultas
2006. Produksi cabai merah. Dinas Pertanian Universitas Sriwijaya. Inderalaya
Tanaman Pangan dan Hortikultura. (Skripsi).
Jakarta. http://www.kompas.com/verl/
ekonomi/0609/25/205556.htm 14. Putra N.S. 1997. Hama Lalat Buah dan
Pengendaliannya. Kanisius. Yogyakarta.
5. Direktorat Jenderal Bina Produksi
Hortikultura. 2002. Pedoman Pengendalian 15. Rocha K. 2004. Immature Stages of Fopius
Lalat Buah. Direktorat Perlindungan Arisanus (Hymenoptera: Braconidae) in
Hortikultura. Jakarta. Bactrocera dorsalis (Diptera: Tephritidae).
Florida Entomologist 87(2): 164-168.
6. Endah H. 2002. Mengendalikan Hama dan
Penyakit Tanaman. Agromedia Pustaka. 16. Rosa H.O. 2001. Peranan Tanaman Inang
Jakarta. Terhadap Parasitisasi dari Liriomyza spp.,
Hemiptarsenus varicornis (Hymenoptera:
7. Herlinda S. 2003. Jenis Tanaman Inang Eulopidae). http://www.hpt-unlam.com/
Liriomyza sativae (Blanchard) dan HeldaAGROSCIENTIAE.pdf. Diakses 6
Kerusakan yang Diakibatkannya pada November 2007.
Tanaman Tomat di Daerah Datran Rendah
Sumatera Selatan. Prosiding Seminar 17. Rustam R. 2002. Biologi Opius sp.
Lokakarya Nasional Pembangunan (Hymenoptera: Braconidae) parasitoid
Pertanian Berkelanjutan Dalam Era Otonomi lalat pengorok daun kentang. Ringkasan.
Daerah dan Globalisasi. Palembang 2-3 Program Pascasarjana IPB. Bogor.
Mei 2003. 7 hal. 18. Setiadi. 2006. Bertanam Cabai pada Musim
8. Hidayat P & Siwi, S. 2004. Taksonomi dan Hujan. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Bioteknologi Bactrocera spp. (Diptera: 19. Tarigan. 2003. Bertanam Cabai Hibrida
Tephritidae) di Indonesia. Balai Besar Secara Intensif. Agromedia Pustaka.
Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi Jakarta. Hal 1-15.
dan Sumberdaya Genetik Pertanian. 20. Wharton R.A. & Gilstrap F.E. 1987. Key
Bogor. to and Status of Opiinae Braconidae
9. Ibrahim A.G. & Gudom, F.K. 1993. The life (Hymenoptera) Parasitoid Used in Biological
cycle of fruit flies Dacus dorsalis Hendel on Control of Ceratitis and Dacus spp (Diptera:
Chili Fruits. Tephritidae). Annals of the Entomol. Soc.of
Ame. 76(4): 721.

207 JRL Vol. 5 No. 3, November 2009 : 209-217


21. Wharton R.A. 1997. Parasitoids of 23. Willard H F. 1990. Opius fletcheri as a
F r u i t - I n f e s t i n g Te p h r i t i d a e . h t t p : / / Parasite of The Melon Fly in Hawaii. J.
hymenopteratamu.edu/parofit/ Diakses Agric. Res.20(6): 423-438.
31 Agustus 2006. 24. Xu P, Wan Z, Chen X, Liu S, Feng M. 2007.
22. Wharton R.A. 2005. Parasitoids of Fruit- Immature Morphology and Development
Infesting Tephritidae Psyttalia Walker. http:// of Opius caricivorae (Hymenoptera:
hymenopteratamu.edu/parofit/ Diakses 28 Braconidae), an Endoparasitoid of the
September 2007. Leafminer Liriomyza sativae (Diptera:
Agromyzidae). Zhejiang University.
Hangzhou, China. Ann. Entomol. Soc. Am.
100(3): 4

208 JRL Vol. 5 No. 3, November 2009 : 209-217

Anda mungkin juga menyukai