Anda di halaman 1dari 40

Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri (UIN)


Sunan Gunung Djati Bandung

Khalifah Abu Bakr al-Shiddiq:


Pembentukan Khilafah

Mata Kuliah: Sejarah Peradaban Islam (SPI)


Dosen: Dr. H. Wawan Hernawan, M.Ag
‫س‬
ِ ‫ﻛُﻨﺘُ ْﻢ ﺧَ ْﯿ َﺮ أُ ﱠﻣ ٍﺔ أُﺧْ ﺮِﺟَ ﺖْ ﻟِﻠﻨﱠﺎ‬
ِ‫ﺗَﺄْ ُﻣﺮُونَ ﺑِﺎ ْﻟ َﻤ ْﻌﺮُوفِ َوﺗَ ْﻨﮭَﻮْ نَ ﻋَﻦ‬
ۗ ِ ‫ا ْﻟﻤُﻨ َﻜ ِﺮ َوﺗُﺆْ ِﻣﻨُﻮنَ ﺑِﺎ ﱠ‬

Kamu (wahai umat Muhammad) adalah sebaik-baik


umat yang dilahirkan bagi (faedah) umat manusia,
(kerana) kamu menyuruh berbuat segala perkara yang
baik dan melarang daripada segala perkara yang salah
(buruk dan keji), serta kamu pula beriman kepada
Allah (dengan sebenar-benar iman) (Q.S. Ali `Imran:
110)
Masa kecil dan terbatasnya
berita Sumber-sumber yang sampai kepada kita mengenai
masa kecil Abu Bakr tidak banyak membantu untuk
mengenal pribadinya dalam situasi kehidupan saat
itu. Cerita sekitar masa anak-anak dan remajanya
tidak juga memuaskan. Apa yang diceritakan
tentang kedua orangtuanya tidak lebih daripada
sekedar menyebut nama saja. Setelah Abu Bakr
menjadi tokoh Muslim yang penting, baru nama
ayahnya disebut-sebut. Ada pengaruh Abu Bakr
dalam kehidupan ayahnya, namun pengaruh
ayahnya dalam kehidupan Abu Bakr, dapat
dikatakan tidak ada. Hal yang menjadi perhatian
kalangan sejarawan ketika itu justeru lebih
menyangkut kabilahnya serta kedudukannya di
tengah-tengah masyarakat Quraisy. Tidak ada
bedanya Abu Bakr dalam hal ini dengan sejarah
Arab pada umumnya.
Kabilah atau suku merupakan susunan masyarakat
Arab yang berasal dari satu nenek moyang. Kabilah
lebih kecil dari sya'b dan lebih besar dari 'imarah,
kemudian berturut-turut bathn, 'imarah, dan fakhz.
Dengan adanya susunan masyarakat seperti itu,
sudah cukup untuk mengetahui watak dan akhlak
mereka.
Biografi Ringkas Khalifah Abu Bakr
al-Shiddiq
Ada juga yang mengatakan, bahwa
Pada zaman pra Islam, ia bernama tadinya ia bernama ‘Atiq, karena
Abdul Ka’bah. Kemudian diganti oleh dari pihak ibunya tak pernah ada
Nabi Saw., menjadi Abdullah. Ia anak laki-laki yang hidup. Lalu
lahir pada tahun 573 M., dan wafat ibunya bernadzar, jika ia melahirkan
pada tanggal 23 Jumadil akhir tahun anak laki-laki akan diberi nama
13 H., bertepatan dengan bulan Abdul Ka'bah dan akan
Agustus 634 M., dalam usianya 63 disedekahkan kepada Ka'bah.
tahun. Usianya lebih muda dari Nabi Setelah Abu Bakr hidup dan
Saw., 3 tahun. Diberi julukan Abu menjadi besar, ia diberi nama ‘Atiq,
Bakr atau pelopor pagi hari, karena seolah ia telah dibebaskan dari
ia termasuk seorang laki-laki yang maut.
masuk Islam pertama kali.
Sedangkan gelar Ash-Shiddiq
diperoleh, karena ia senantiasa
membenarkan semua hal yang
dibawa Nabi Saw., terutama pada
saat peristiwa Isra’ dan Mi’raj.
Nama lengkap Abu Bakar adalah 'Abd Allah
ibn 'Utsman bin Amir bi Amru bin Ka'ab bin
Sa'ad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay
bin Ghalib bin Fihr al-Quraishi at-Tamimi'.
Bertemu nasabnya dengan nabi Saw., pada
kakeknya Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay. Dan ibu
dari abu Bakar adalah Ummu al-Khair Salma
binti Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin
Taim yang berarti ayah dan ibunya
sama-sama dari kabilah bani Taim.
Abu Bakr adalah putra dari
keluarga bangsawan terhormat di
Makkah. Semasa kecil, ia
merupakan lambang kesucian dan
ketulusan hati serta kemuliaan
akhlaknya, sehingga setiap orang
mencintainya. Pengabdian Abu
Bakr untuk Islam sangatlah besar.
Ia menyerahkan semua harta
bendanya demi kepentingan Islam
serta mengajak beberapa
sahabatnya, seperti: Zubair ibn
Awwam, utsman ibn Affan,
Thalhah ibn Ubaidillah, Sa’ad ibn
Abi Waqash, Abdurrahman ibn Auf
serta memerdekakan Bilal ibn
Rabbah. Ia selalu mendampingi
Rasulullah dalam mengemban misi
Islam hingga Nabi Saw., wafat.
Masa mudanya
Semasa kecil Abu Bakr hidup seperti
umumnya anak-anak di Mekkah. Memasuki usia
remaja, ia bekerja sebagai pedagang pakaian.
Usahanya mendapat sukses. Dalam usia muda itu
ia menikahi Qutailah bint Abdul ‘Uzza. Dari
pernikahannya ini lahir Abdullah dan Asma'.
Asma‘ kemudian dijuluki Dzatun-Nitaqain.
Sesudah dengan Qutailah, ia menikah lagi dengan
Ummu Rauman bint Amir ibn Uwaimir. Dari
pernikahan keduanya, lahir Abdurrahman dan
A’isyah. Kemudian di Madinah ia menikah lagi
dengan Habibah bint Kharijah, setelah itu
menikah lagi dengan Asma' bint Umais yang
melahirkan Muhammad. Sementara itu usaha
dagangnya semakin berkembang pesat dan
dengan sendirinya ia memperoleh laba yang cukup
besar.
Perawakan dan Perangainya
Keberhasilannya dalam Dibawa oleh sikapnya yang
perdagangan itu mungkin saja selalu tenang, pandangannya yang
disebabkan oleh pribadi dan
wataknya. Abu Bakr jernih serta pikiran yang tajam,
berperawakan kurus, putih, banyak kepercayaan dan kebiasaan-
dengan sepasang bahu yang masyarakat yang tidak diikutinya.
kecil dan muka lancip dengan
mata yang cekung disertai dahi ‘Aisyah menyebutkan, bahwa ia tidak
yang agak menonjol dan urat-urat pernah minum minuman keras, di
tangan yang tampak jelas — zaman Jahiliah atau Islam, meskipun
begitulah dilukiskan oleh
putrinya, Aisyah Ummul penduduk Mekkah umumnya sudah
mukminin. Begitu damai begitu hanyut ke dalam khamar dan
perangainya, sangat lemah lembut mabuk-mabukan. Ia seorang ahli
dan sikapnya tenang sekali. Tak
mudah ia terdorong oleh hawa genealogi — ahli silsilah — bicaranya
nafsu. sedap dan pandai bergaul.
Seperti dilukiskan oleh Ibn Hisyam,
penulis kitab Sirah:
"Abu Bakr adalah laki-laki yang akrab
di kalangan masyarakatnya. Ia disukai,
karena serba mudah. Ia dari keluarga
Quraisy yang paling dekat dan paling
banyak mengetahui seluk-beluk kabilah
itu, yang baik dan yang jahat. Ia seorang
pedagang dengan perangai yang sudah
cukup terkenal. Karena suatu masalah,
pemuka-pemuka masyarakatnya sering
datang menemuinya, mungkin karena
pengetahuannya, karena perdagangannya
atau mungkin juga karena cara bergaulnya
yang enak."
Kecintaannya pada Makkah dan
Hubungannya dengan Muhammad

Abu Bakr tinggal di Makkah, di kampung yang sama dengan


Khadijah bint Khuwailid, tempat saudagar-saudagar terkemuka
yang membawa perdagangan dalam perjalanan musim dingin dan
musim panas ke Syam dan ke Yaman. Karena bertempat tinggal di
kampung itu, membuat hubungannya dengan Muhammad begitu
akrab terutama setelah Muhammad menikah dengan Khadijah dan
kemudian tinggal serumah. Hanya dua tahun beberapa bulan saja
Abu Bakr lebih muda dari Muhammad. Kuat dugaan, oleh karena
usia yang tidak berjauhan itu, persamaan bidang usaha, serta
ketenangan jiwa dan perangainya, di samping ketidaksenangannya
pada kebiasaan-kebiasaan Quraisy — dalam kepercayaan dan adat
—itulah yang berpengaruh dalam persahabatan Muhammad dengan
dirinya. Beberapa sumber berbeda pendapat, sampai seberapa jauh
eratnya persahabatan itu sebelum Muhammad menjadi Rasul. Di
antara mereka ada yang menyebutkan, bahwa persahabatan itu
sudah begitu akrab sejak sebelum kerasulan, dan bahwa keakraban
itu pula yang membuat Abu Bakr cepat-cepat menerima Islam.
Menerima Dakwah Tanpa Ragu
Sejak hari pertama Abu Bakr sudah
bersama-sama dengan Muhammad
melakukan dakwah demi agama Allah.
Keakraban masyarakatnya dengan dia,
kesenangannya bergaul dan mendengarkan
pembicaraannya, besar pengaruhnya
terhadap kaum Muslimin yang mula-mula
dalam masuk Islam. Orang yang pertama
mengikuti jejak Abu Bakr menerima
Islam ialah Usman ibn Affan,
Abdur-Rahman ibn Auf, Talhah ibn "Tak seorang pun yang pernah kuajak
Ubaidillah, Sa'd ibn Abi Waqqas dan
Zubair ibn Awwam. Sesudah mereka, memeluk Islam yang tidak
kemudian menyusul —atas ajakan Abu tersendat-sendat dengan begitu
Bakr — ialah Abu Ubaidah ibn Jarrah dan berhati-hati dan ragu, kecuali Abu Bakr
banyak lagi yang lain dari penduduk
Makkah. ibn Abi Quhafah. la tidak
Adakalanya orang akan merasa heran menunggu-nunggu dan tidak ragu ketika
betapa Abu Bakr. tidak merasa ragu kusampaikan kepadanya."
menerima Islam ketika pertama kali
disampaikan Muhammad kepadanya.
Karena menerimanya tanpa ragu itu
kemudian Rasulullah bersabda:
Keberaniannya Menerima Islam dan
Menyiarkannya
Keberanian Abu Bakr ini patut dihargai, mengingat ia
seorang pedagang, yang demi perdagangannya
diperlu-kan perhitungan guna menjaga hubungan baik
dengan orang lain serta menghindari konfrontasi dengan
mereka, yang akibatnya berarti menentang pandangan
dan kepercayaan mereka. Ini dikhawatirkan kelak akan
berpengaruh buruk terhadap hubungan dengan para
relasi itu. Usaha Abu Bakr melakukan dakwah Islam itulah
yang patut dikagumi. Abu Bakr dengan menyatakan
terang-terangan keislamannya itu, lalu mengajak orang
kepada ajaran Allah dan Rasulullah dan meneruskan
dakwahnya untuk meyakinkan kaum Muslimin yang
mula-mula untuk mempercayai Muhammad dan
mengikuti ajaran agamanya, inilah yang belum pernah
dilakukan orang; kecuali mereka yang sudah begitu
tinggi jiwanya, yang sudah sampai pada tingkat membela
kebenaran demi kebenaran. Demikianlah keadaan Abu
Bakr dalam persahabatannya dengan Muhammad, sejak ia
memeluk Islam, hingga Rasulullah berpulang ke sisi Allah
dan Abu Bakr pun kemudian kembali ke sisi-Nya.
Melindungi Golongan Lemah dengan
Hartanya

Dalam menjalankan dakwahnya, Abu Bakr tidak hanya berbicara dengan


kawan-kawannya dan meyakinkan mereka, namun ia juga menghibur kaum du’afa dan
orang-orang miskin yang disiksa dan dianiaya oleh musuh-musuh dakwah. Abu Bakr
juga dikenal dengan kedamaian jiwanya, sifatnya yang lemah lembut, dan
mendermakan sebagian hartanya. Hartanya itu ia gunakan untuk membela golongan
lemah dan miskin, yang telah mendapat petunjuk Allah ke jalan yang benar, tetapi
dianiaya oleh musuh-musuh kebenaran. Seperti diketahui, bahwa ketika ia masuk
Islam, hartanya tidak kurang dari empat puluh ribu dinar yang disimpannya dari hasil
perdagangan. Selama dalam Islam, ia terus berdagang dan mendapat laba yang cukup
besar. Tetapi, setelah hijrah sepuluh tahun kemudian, hartanya itu hanya tinggal lima
ribu dirham. Sedang semua harta yang ada padanya dan yang disimpannya, kemudian
habis untuk kepentingan dakwah, mengajak orang ke jalan Allah dan demi agama dan
Rasul-Nya. Kekayaannya digunakan untuk menebus orang-orang lemah dan
budak-budak yang masuk Islam, yang oleh majikannya disiksa dengan pelbagai cara.
Suatu hari Abu Bakr melihat Bilal dicampakkan oleh tuannya ke ladang yang
sedang membara oleh panas matahari. Tuannya menindihkan batu di dadanya lalu
dibiarkannya agar Bilal mati, karena masuk Islam. Dalam keadaan seperti itu tidak
lebih Bilal hanya mengulang-ulang kata-kata: Ahad, Ahad. Ketika itulah ia dibeli
oleh Abu Bakr kemudian dibebaskan. Begitu juga dengan Amir ibn Fuhairah oleh
Abu Bakr ditebus dan ditugaskan untuk menggembala kambingnya. Tidak sedikit
budak-budak yang disiksa, laki-laki dan perempuan oleh Abu Bakr dibeli yang
kemudian dibebaskan.
Peranan sebagai Semenda Nabi
Sementara itu, tiba-tiba datang
Setiap Abu Bakr melihat
Muhammad diganggu oleh Quraisy
Rasulullah Saw., serta-merta ia diserbu
ia selalu siap membelanya dan bersama-sama oleh mereka dan
mempertaruhkan nyawanya untuk mengepungnya sambil berkata: “Engkau
melindunginya. Ibn Hisyam yang berkata begini dan begini?”
menceritakan, bahwa perlakuan (maksudnya yang mencela
yang paling jahat dilakukan berhala-berhala dan kepercayaan
Quraisy terhadap Rasulullah ialah mereka). Rasulullah pun menjawab:
setelah agama dan dewa-dewa “Ya, memang aku yang mengatakan.”
mereka dicela. Suatu hari mereka
Salah seorang di antara mereka langsung
berkumpul di Hijr, dan satu sama
lain berkata: "Kalian mengatakan
menarik baju Rasulullah. Abu Bakr
apa yang didengarnya dari kalian sambil menangis kemudian
dan apa yang kalian dengar menghalanginya sambil berkata:
tentang dia. Dia memperlihatkan “Kamu mau membunuh orang yang
kepadamu apa yang tak kamu mengatakan hanya Allah Tuhanku!”
sukai lalu kamu tinggalkan ia." Orang-orang Quraisy kemudian bubar.
Itulah di antara yang kita lihat
perbuatan Quraisy yang luar biasa
kepada Abu Bakr.
Sikapnya Mengenai Kisah Isra Mi’raj
Tidak sedikit mereka yang sudah memeluk
Muhammad Saw., Islam kemudian berbalik murtad, dan tidak sedikit
berbicara kepada penduduk pula yang merasa sangsi. Mereka pergi menemui
Abu Bakr, karena mereka mengetahui keimanannya
Mekkah, bahwa Allah telah
dan persahabatannya dengan Muhammad. Mereka
memperjalankannya malam hari
menceritakan apa yang telah dikatakan Rasulullah
dari Masjidil Haram ke Masjidil kepada mereka mengenai Isra’. Terkejut
Aqsa dan bahwa ia mendengar apa yang mereka katakan itu Abu Bakr
bersembahyang di sana. Oleh berkata:
orang-orang musyrik kisah itu "Kalian berdusta?" "Sungguh," kata mereka.
diperolok, malah ada sebagian "Dia di mesjid sedang berbicara dengan orang
yang sudah masuk Islam pun banyak." "Dan kalaupun itu yang dikatakannya,"
merasa ragu. Tidak sedikit kata Abu Bakr lagi, "tentu ia mengatakan yang
orang yang berkata ketika itu: sebenarnya. Dia mengatakan kepadaku, bahwa ada
“Soalnya sudah jelas. berita dari Tuhan, dari langit ke bumi, pada waktu
Perjalanan kafilah Mekkah-Syam malam atau siang, aku percaya. Ini lebih lagi dari
yang terus-menerus pun yang kamu herankan." Abu Bakr lalu pergi ke mesjid
memakan waktu sebulan pergi dan mendengarkan Nabi yang sedang melukiskan
dan sebulan pulang. Mana keadaan Baitul Muqadas. Abu Bakr sudah pernah
mungkin hanya satu malam saja mengunjungi kota itu. Selesai Nabi melukiskan
Muhammad pergi pulang ke keadaan mesjidnya, Abu Bakr berkata: "Rasulullah,
saya percaya."
Mekkah!”
Tugasnya Setelah Isra’
Ada juga sumber yang menyebutkan, bahwa Abu Bakr bermaksud pergi
bersama-sama mereka yang hijrah ke Abisinia. Tetapi, ia bertemu dengan Rabiah
ibn ad-Dugunnah yang berkata kepadanya: "Wah, jangan ikut hijrah. Engkau
penghubung tali kekeluargaan, engkau yang membenarkan peristiwa Isra,
membantu orang tak punya dan engkau yang mengatur pasang surutnya
keadaan." Ia lalu diberi perlindungan keamanan oleh Quraisy. Abu Bakr tetap
tinggal di Mekkah dan di serambi rumahnya ia membangun sebuah mesjid. Di
tempat itu ia sembahyang dan membaca Qur'an. Namun selanjutnya Quraisy
merasa khawatir, perempuan-perempuan dan pemuda-pemuda mereka akan
tergoda. Mereka mengadu kepada Ibn ad-Dugunnah. Abu Bakr mengembalikan
jaminan perlindungan itu dan ia tetap tinggal di Mekkah menghadapi segala
gangguan.
Usaha Mencegah Gangguan Quraisy

Tindakan Abu Bakr dalam melindungi kaum Muslimin ketika


agama ini baru tumbuh, itu pula yang menyebabkan Muhammad
lebih dekat kepadanya. Inilah yang telah mempertalikan kedua orang
itu dengan tali persaudaraan dalam iman, sehingga Muhammad
memilihnya sebagai teman dekatnya (khalilnya). Setelah dengan izin
Allah agama ini mendapat kemenangan dengan kekuatan penduduk
Yasrib (Medinah) sesudah kedua ikrar Aqabah, Muhammad pun
mengizinkan sahabat-sahabatnya hijrah ke kota itu. Sama halnya
dengan sebelum itu, ia mengizinkan sahabat-sahabatnya hijrah ke
Abisinia. Orang-orang Kuraisy tidak tahu, Muhammad ikut hijrah
atau tetap tinggal di Mekah seperti tatkala kaum Muslimin dulu hijrah
ke Abesinia.
Abu Bakr di Madinah

Abu Bakr tinggal di Sunh di pinggiran kota Madinah, pada keluarga Kharijah
bin Zaid dari Banu al-Haris dari suku Khazraj. Ketika Nabi mempersaudarakan
orang-orang Muhajirin dan Anshar, Abu Bakr dipersaudarakan dengan Kharijah.
Abu Bakr kemudian disusul oleh keluarganya dan anaknya yang tinggal di Mekah. la
mengurus keperluan hidup mereka. Keluarganya mengerjakan pertanian — seperti
juga keluarga Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib — di tanah orang-orang
Ansar bersama-sama dengan pemiliknya. Bolehjadi Kharijah bin Zaid ini salah
seorang pemiliknya. Hubungan orang ini lambat laun makin dekat dengan Abu
Bakr. Abu Bakr kawin dengan putrinya — Habibah — dan dari perkawinan ini
kemudian lahir Umm Kulsum, yang ditinggalkan wafat oleh Abu Bakr ketika ia
sedang dalam kandungan Habibah. Keluarga Abu Bakr tidak tinggal bersamanya di
rumah Kharijah bin Zaid di Sunh, tetapi Umm Ruman dan putrinya Aisyah serta
keluarga Abu Bakr yang lain tinggal di Medinah, di sebuah rumah berdekatan
dengan rumah Abu Ayyub al-Ansari, tempat Nabi tinggal. Ia mundarmandir ke
tempat mereka, tetapi lebih banyak di tinggal di Sunh, tempat istrinya yang baru.
Tak lama tinggal di
Medinah ia mendapat
serangan demam, yang juga
Terserang Demam
menyerang banyak penduduk
Makkah yang baru hijrah ke
Medinah. Hal itu disebabkan
oleh perbedaan iklim antara
tempat kelahiran mereka
dengan udara tempat tinggal
yang baru. Udara Makkah
adalah udara Sahara, kering,
sedang udara Madinah
lembab, cukup air dan
pepohonan. Menurut sumber
dari A’isyah disebutkan,
bahwa demam yang
menimpa Abu Bakr cukup
berat, sehingga ia mengigau.
Orang yang begitu damai dan tenang ini tak
pernah mengenal marah, kecuali ketika melihat
musuh-musuh dakwah yang terdiri dari orang-orang Kemarahan Abu Bakr
Yahudi dan kaum munafik mulai berolok-olok dan
bermain tipu muslihat. Rasulullah dan kaum
Muslimin dengan pihak Yahudi sudah membuat
perjanjian, masing-masing menjamin kebebasan
menjalankan dakwah agamanya serta bebas
melaksanakan upacara-upacara keagamaannya
masing-masing. Orang-orang Yahudi itu pada
mulanya mengira bahwa mereka mampu mengambil
keuntungan dari kaum Muslimin yang datang dari
Mekah dalam menghadapi Aus dan Khazraj. Tetapi
setelah ternyata tak berhasil mereka memecah belah
kaum Muhajirin dengan kaum Ansar, mulailah
mereka menjalankan tipu muslihat dan memperolok
agama. Beberapa orang Yahudi berkumpul
mengerumuni salah seorang dari mereka yang
bernama Finhas. Dia adalah pendeta dan pemuka
agama mereka. Ketika Abu Bakr datang dan melihat
mereka, ia berkata kepada Finhas ini: "Finhas,
takutlah engkau kepada Allah dan terimalah Islam.
Engkau tahu bukan bahwa Muhammad Rasulullah.
Dia telah datang kepada kita dengan sebenarnya
sebagai utusan Allah. Kalian akan melihat itu dalam
Taurat dan Injil."
Abu Bakr di Badr
Demikianlah keadaan Rasulullah. Tidak yakin akan kemenangan anak
buahnya yang hanya sedikit itu dalam menghadapi lawan yang iauh lebih
banyak, dengan diam-diam jiwanya mengadakan hubungan dengan Allah
memohon pertolongan. Kemudian terbuka di hadapannya tabir hari yang amat
menentukan itu dalam sejarah Islam. Abu Bakr, ia tetap di samping Rasulullah.
Dengan penuh iman ia percaya bahwa Allah pasti akan menolong agama-Nya,
dan dengan hati penuh kepercayaan akan datangnya pertolongan itu, dengan
penuh kekaguman akan Rasulullah dalam imbauannya kepada Allah, dengan
perasaan terharu kepada Rasulullah karena kekhawatiran yang begitu besar
menghadapi nasib yang akan terjadi hari itu, ketika itulah Rasulullah
berdoa, mengimbau, bermohon dan meminta kepada Allah akan memenuhi
janji-Nya. Itulah yang diulangnya, diulang sekali lagi, hingga mantelnya
terjatuh, Itulah yang membuatnya mengimbau sambil ia mengembalikan
mantel itu ke bahu Nabi: "Rasulullah, dengan doamu Allah akan memenuhi
apa yang telah dijanjikan-Nya kepadamu."
Dalam perang Uhud
Berita-berita demikian itu tentu sampai juga ke Mekah, dan ini tidak menutup pikiran
Kuraisy hendak membalas dendam atas kekalahan mereka di Badr itu. Dalam upaya mereka
hendak menuntut balas itu mereka akan berhadapan dengan pihak Muslimin di Uhud. Di
sinilah terjadi pertempuran hebat. Tetapi hari itu kaum Muslimin mengalami bencana tatkala
pasukan pemanah melanggar perintah Nabi. Mereka meninggalkan posnya, pergi
memperebutkan harta rampasan perang. Saat itu Khalid ibn Walid mengambil kesempatan,
Quraisy segera mengadakan serangan dan kaum Muslimin mengalami kekacauan. Waktu
itulah Nabi terkena lemparan batu yang dilakukan oleh kaum musyrik. Sejak itu Abu Bakr
lebih sering lagi mendampingi Nabi, baik dalam peperangan maupun ketika di dalam kota di
Medinah.
Pada waktu bersamaan, orang-orang Yahudi — dipimpin oleh Huyai ibn Akhtab — tak
henti-hentinya menghasut kaum Muslimin. Begitu juga Kuraisy, mereka berusaha
mati-matian mau melemahkan dan menghancurkan kekuatan Islam. Terjadinya perang Banu
Nadir, Khandaq dan Banu Quraizah dan diselang seling dengan bentrokan-bentrokan lain,
semua itu akibat politik Yahudi dan kedengkian Kuraisy.
Dalam semua peristiwa dan kegiatan itu Abu Bakr lebih banyak mendampingi Nabi. Dialah
yang paling kuat kepercayaannya pada ajaran Nabi. Setelah Rasulullah merasa aman melihat
ketahanan Medinah, dan tiba waktunya untuk mengarahkan langkah ke arah yang baru —
semoga Allah membukakan jalannya untuk menyempurnakan agama-Nya — maka
peranan yang dipegang Abu Bakr itu telah menambah keyakinan kaum Muslimin bahwa
sesudah Rasulullah, dialah orang yang punya tempat dalam hati mereka, orang yang sangat
mereka hargai.
Sikapnya di Hudaibiyah
Enam tahun setelah hijrah kaum Muslimin ke Madinah, Muhammad Saw.,
mengumumkan untuk mengerjakan ibadah haji ke Makkah. Berita perjalanan
jamaah ini sampai juga kepada kaum Quraisy. Mereka bersumpah tidak akan
membiarkan Muhammad Saw., memasuki Makkah secara paksa. Muhammad dan
para sahabat pun tinggal di Hudaibiyah, di pinggiran kota Makkah. Ia berpegang
teguh pada perdamaian dan ia menolak setiap usaha yang akan menimbulkan
bentrokan dengan Quraisy. Diumumkannya bahwa kedatangan mereka adalah
hanya akan menunaikan ibadah haji, bukan untuk berperang. Kemudian dilakukan
tukar-menukar delegasi dengan pihak Quraisy, yang berakhir dengan persetujuan,
bahwa tahun ini ia harus pulang dan boleh kembali lagi tahun depan. Kaum
Muslimin banyak yang marah, termasuk Umar bin Khattab, karena harus mengalah
dan harus pulang. Mereka berpendapat, isi perjanjian ini merendahkan martabat
agama mereka. Tetapi, Abu Bakr langsung percaya dan yakin akan kebijaksanaan
Rasulullah. Setelah kemudian turun Q.S. Fath (48), bahwa persetujuan Hudaibiyah
itu adalah suatu kemenangan yang nyata, dan Abu Bakr dalam hal ini, seperti juga
dalam peristiwa-peristiwa lain, ialah as-Shiddiq, yang tulus hati, yang segera
percaya.
Abu Bakr Memimpin Jamaah Haji

Allah telah mengizinkan kaum Muslimin melengkapi kewajiban


agamanya, dan ibadah haji itulah keleng-kapannya. Oleh karena
itu dengan adanya delegasi yang berturut-turut itu tidak
memungkinkan Rasulullah meninggalkan Medinah pergi ke
Baitullah. Maka dimintanya Abu Bakr memimpin jamaah pergi
menunaikan ibadah haji. la berangkat bersama tiga ratus orang.
Mereka melaksanakan ibadah itu, melaksanakan tawaf dan sai.
Dalam musim haji inilah Ali bin Abi Talib mengumumkan — sumber
lain menyebutkan Abu Bakr yang mengumumkan — bahwa
sesudah tahun itu tak boleh lagi kaum musyrik ikut berhaji.
Kemudian orang menunda empat bulan lagi supaya setiap golongan
dapat kembali ke tempat tinggal dan negeri masing-masing. Sejak hari
itu, sampai sekarang, dan sampai waktu yang dikehendaki Allah, tak
akan ada lagi orang musyrik pergi berhaji ke Baitullah, dan tidak
akan ada.
Haji Perpisahan dan Keberangkatan Usamah

Tahun kesepuluh Hijri Rasulullah melaksanakan ibadah haji perpisahan. Abu


Bakr juga ikut serta. Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam berangkat bersama
semua istrinya, yang juga diikuti oleh seratus ribu orang Arab atau lebih. Sepulang
dari melaksanakan ibadah haji, Nabi tidak lama lagi tinggal di Medinah. Ketika
itu dikeluarkan perintah supaya satu pasukan besar disiapkan berangkat ke Syam,
terdiri dari kaum Muhajirin yang mula-mula, termasuk Abu Bakr dan Umar.
Pasukan itu sudah bermarkas di Jurf (tidak jauh dari Medinah) tatkala tersiar
berita, bahwa Rasulullah jatuh sakit. Perjalanan itu tidak diteruskan dan karena
sakit Rasulullah bertambah keras, orang makin cemas.
Abu Bakr memimpin salat
Karena sakit bertambah berat juga maka Nabi meminta Abu
Bakr memimpin sembahyang. Disebutkan bahwa Aisyah pernah
mengatakan: "Setelah sakit Rasulullah Sallallahu 'alaihi
wasallam semakin berat Bilal datang mengajak bersembayang:
'Suruh Abu Bakr memimpin salat!' Kataku: Rasulullah, Abu Bakr
cepat terharu dan mudah menangis. Kalau dia menggantikanmu
suaranya tak akan terdengar. Bagaimana kalau perintahkan
kepada Umar saja! Katanya: 'Suruh Abu Bakr memimpin
sembahyang!' Lalu kataku kepada Hafsah: Beritahukanlah
kepadanya bahwa Abu Bakr orang yang cepat terharu dan
kalau dia menggantikanmu suaranya tak akan terdengar.
Bagaimana kalau perintahkan kepada Umar saja! Usul itu
disampaikan oleh Hafsah. Tetapi kata Nabi lagi: Kamu seperti
perempuan-perempuan yang di sekeliling Yusuf. Suruhlah Abu
Bakr memimpin sembahyang. Kemudian kata Hafsah kepada
Aisyah: Usahaku tidak lebih baik dari yang kaulakukan."
Perjuangan yang Dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq
Bidang Politik
Pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah (pengganti Nabi) sebagaimana dijelaskan
pada peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah, merupakan bukti bahwa Abu Bakar menjadi
Khalifah bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi hasil dari musyawarah mufakat umat
Islam. Dengan terpilihnya Abu Bakar As-Shiddiq menjadi Khalifah, maka mulailah
beliau menjalankan kekhalifahannya, baik sebagai pemimpin umat maupun sebagai
pemimpin pemerintahan.
Adapun sistem politik Islam pada masa Abu Bakar bersifat “sentral”, jadi kekuasaan
legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat ditangan Khalifah, meskipun demikian
dalam memutuskan suatu masalah, Abu Bakar selalu mengajak para sahabat untuk
bermusyawarah. Sedang kebijaksanaan politik yang dilakukan Abu Bakar dalam
mengemban kekhalifahannya yaitu:
1. Pemerintahan Berdasarkan Musyawarah
Apabila terjadi suatu perkara, Abu Bakar selalu mencari hukumnya dalam
kitabAllah. Jika beliau tidak memperolehnya maka beliau mempelajari bagaimana
Rasul bertindak dalam suatu perkara. Dan jika tidak ditemukannya apa yang dicari,
beliaupun mengumpulkan tokoh-tokoh yang terbaik dan mengajak mereka
bermusyawarah. Apapun yang diputuskan mereka setelah pembahasan, diskusi,
dan penelitian, beliaupun menjadikannya sebagai suatu keputusan dan suatu
peraturan.
2. Konsep Pemerintahan
Politik dalam pemerintahan Abu Bakr telah dijelaskan sendiri kepada rakyat
dalam sebuah pidatonya: “Wahai manusia! Aku telah diangkat
untukmengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik diantara
kamu. Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, maka bantulah
(ikutilah) aku, tetapi jika aku berlaku salah, maka luruskanlah! Orang yang kamu
anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat mengambil hak daripadanya.
Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku pandang kuat sampai aku dapat
mengembalikan hak kepadanya. Maka hendaklah kamu taat kepadaku selama aku
taat kepada Allah dan Rasul-Nya, namun bilamana aku tiada mematuhi Allah dan
Rasul-Nya, kamu tidaklah perlu mentaatiku’’.
3. Kekuasaan Undang-undang
Abu Bakar tidak pernah menempatkan dirinya di atas Undang-undang. Ia juga
tidak pernah memberi sanak kerabatnya suatu kekuasaan yang lebih tinggi dari
Undang- undang. Ia bersikap, mereka dihadapan Undang-undang adalah sama
seperti rakyat yang lain, baik kaum Muslim maupun non-Muslim.
B.2. BidangEkonomi
1.Kebijakan Umum Khalifah Abu Bakr di BidangEkonomi
Sebagai orang fiqh yang profesinya menjadi praktisi perniagaan, Abu Bakar As-Shiddiq
menerapkan praktek akad – akad perdagangan yang sesuai dengan prinsip syariah. Selama masa
khalifahnya Abu Bakar As-Shiddiq R.A. menerapkan beberapa kebijakan umum, antara lain
sebagai berikut:
1) Menegakan hukum dengan memerangi mereka yang tidak mau membayar zakat.
2) Tidak menjadikan akhli badar ( orang –orang yang berjihad pada perang badar) sebagai
pejabat negara.
3) Tidak mengistimewakan ahli badar dalam pembagian kekayaan negara.
4) Mengelolah barang tambang ( rikaz ) yang terdiri dari emas, perak, perunggu, besi, dan
baja sehingga menjadi sumber pendapatan negara.
5) Menetapkan gaji pegawai berdasarkan karakteristuk daerah kekuasaan masing – masing.
6) Tidak merubah kebijakan rasullah SAW dalam masalah jizyah. Sebagaimana Rasullah Saw
Abu Bakr tidak membuat ketentuan khusus tentang jenis dan kadar jizyah, maka pada masanya,
jizyah dapat berupa emas, perhiasan, pakaian, kambing, onta, atau benda benda lainya.
2. Penerapan Prinsip Persamaan dalam Distribusi Kekayaan Negara
Dalam usahanya meningkatkan kesejatrahan masyarakat, khalifah abu Bakar
RA melaksanakan kebijakan ekonomi sebagaimana yang dilakukan Rasullah SAW.
Ia memperhatikan skurasi penghitungan Zakat. Hasil penghitungan zakat
dijadikan sebagai pendapatan negara yang disimpan dalam Baitul Mal dan
langsung di distribusikan seluruhnya pada kaum muslimin.
3.Amanat Baitul Maal
Para sahabat Nabi beranggapan bahwa Baitul Mal adalah amanat Allah.
Mereka mengharamkan tindakan penguasa yang menggunakan Baitul Mal untuk
mencapai tujuan-tujuan pribadi.
4. Pendistribusian Zakat
Selain mendirikan Baitul Maal Pada masa Khalifah Abu Bakar Ash Shidiq
juga sangat memperhatikan pemerataan pendistribusian zakat kepada
masyarakatnya, karena beliau merasa zakat adalah salah satu instrumen yang
terpenting dalam mensejahterakan rakyatnya.
5. Administrasi dan Organisasi Pemerintahan Abu Bakar.
Pembagian tugas pemerintah kian hari semakin tampak kelihatan dan lebih
nyata dari zaman pemerintahan Rasulullah, ketentuan pembagian tersebut
adalah sebagai berikut :
a) Urusan Keuangan
b) Sumber-sumber Keuangan
Sumber-sumber keuangan yang utama di zaman Abu Bakar adalah :
1.Zakat
2.Rampasan
3.Upeti
4 Urusan Kehakiman.
B.3. BidangKeagamaan
1. Peperangan dengan Kaum Riddat
Kekhalifahan Abu Bakar yang begitu singkat sangat disibukkan dengan peperangan.
Dalam pertempuran itu tidak hanya melawan musuh-musuh Islam dari luar, tetapi juga dari
dalam. Hal ini terjadi karena ada sekelompok orang yang memancangkan panji
pemberontakan terhadap negara Islam di Madinah dan meninggalkan Islam (murtad)
setelah Rasulullah wafat. Gerakan riddat (gerakan belot agama), bermula menjelang Nabi
Muhammad jatuh sakit. Ketika tersiar berita kematian Nabi Muhammad, maka gerakan
belot agama itu meluas di wilayah bagian tengah, wilayah bagian timur, wilayah bagian
selatan sampai ke Madinah Al-Munawarah serta Makkah Al-Mukaramah itu sudah berada
dalam keadaan terkepung. Kenyataan itu yang dihadapi Khalifah Abu Bakar.
Gerakan riddat itu bermula dengan kemunculan tiga tokoh yang mengaku dirinya
Nabi, guna menyaingi Nabi Muhammad SAW, yaitu: Musailamah, Thulhah, Aswad
Al-Insa. Musailamah berasal dari suku bangsa Bani Hanifah di Arabia Tengah,
Tulaiha seorang kepala suku Bani Asad, Sajah seorang wanita Kristen dari Bani
Yarbu yang menikah dengan Musailamah. Masing-masing orang tersebut berupaya
meluaskan pengikutnya dan membelakangi agama Islam.
2. Pengumpulan Ayat- Ayat Al-Qur’an
Khalifah Abu Bakr dalam masa yang singkat telah berhasil memadamkan kerusuhan
oleh kaum riddat (pemberontak) yang demikian luasnya dan memulihkan kembali
ketertiban dan keamanan di seluruh semenanjung Arabia. Selanjutkan ia berhasil
membebaskan lembah Mesopotamia yang didiami suku-suku Arab. Disamping itu,
Jasanya yang paling besar adalah memerintahkan mengumpulkan naskah- naskah
setiap ayat Al-Qur’an dari simpanan Al-Kuttab, yakni para penulis (sekretaris) yang
pernah ditunjuk oleh Rasulullah Saw., pada masa hidupnya, dan menyimpan
keseluruhan naskah di rumah janda Nabi Saw., Siti Hafshah.
B.4 Bidang Sosial
Sebagai kahlifah pertama, Abu Bakar dihadapkan pada keadaan masyarakat
sepeninggal Muhammad SAW. Meski terjadi perbedaan pendapat tentang
tindakan yang akan dilakukan dalam menghadapi kesulitan yang memuncak
tersebut, kelihatan kebesaran jiwa dan ketabahan batinnya. Seraya bersumpah
dengan tegas ia menyatakan akan memerangi semua golongan yang
menyimpang dari kebenaran (orang-orang yang murtad, tidak mau membayar
zakat dan mengaku diri sebagai nabi).
1. Munculnya Orang-orang MurtaddanTidak Mau Membayar Zakat
Bersamaan dengan pengangkatan Abu Bakar, suku-suku Arab tidak mau lagi
tunduk dibawah kepemimpinan pusat di Madinah. Sesudah Nabi wafat,
mereka berpendapat bahwa kekuasaan Quraisy memimpin Arab telah usai.
Adapaun sebabnya mereka berlaku demikian ialah karena sebagian tidak
percaya akan mematian Nabi, setelah nyata kebenaran meninggalnya Nabi,
sebagian ragu akan kebenaran Islam.
2. Munculnya Nabi-nabi Palsu
Api perlawanan dan pendurhakaan itu menjalar dengan cepat dari satu suku
kepada yang lain, sehingga hampir menggoyahkan sendi khilafah Islam yang masih
muda itu. Kekuasan khalifah ketika itu hanya meliputi Makkah, Madinah dan Taif
saja. Sementara itu banyak pula di antara orang Arab yang mendakwakan dirinya
menjadi Nabi. Yang berbahaya sekali adalah Musailamah al-Kazzab, yang
mendakwakan kenabiannya ersama Nabi Muhammad ketika beliau masih hidup.
Dia mengatakan, bahwa Allah telah memberikan pangkat nabi kepadanya bersama
dengan Rasulullah. Oleh karena dia berbuat dusta itu, dia mendapat gelar
‘al-Kazzab’ yang artinya ‘si pendusta’. Bengikutnya banyak yang tersebar di
Yamamah. Ladi dari pada itu ada lagi beberapa nabi palsu, seperti Thulaihah bin
Khuwailid, Sjah Thamiyah seorang perempuan, yang kemudian kawin dengan
Musailamah.
C. Wafatnya Abu Bakar As-Shiddiq
Ketika Abu Bakr sakit dan merasa ‘ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan
para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar sebagai penggantinya dengan
maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di
kalangan umat Islam.Sebelum wafat, ia sakit selama 16 hari dan meninggal pada
hari Senin, tanggal 22 Jumadil Akhir 13 H., atau 23 Agustus 634 M.
Wallahu’alam bi al-Shawab.
Terima Kasih.

Anda mungkin juga menyukai