TINJAUAN PUSTAKA
Gambar Ginjal dan nefron (Sumber : Fisiologi Ginjal dan Cairan Tubuh,
2009)
Kapiler-kapiler glomerulus dilapisi oleh sel-sel epitel dan seluruh
glomerulus dilingkupi dengan kapsula Bowman. Cairan yang difiltrasi dari
kapiler glomerulus masuk ke dalam kapsula Bowman dan kemudian masuk ke
tubulus proksimal, yang terletak pada korteks ginjal. Dari tubulus proksimal
kemudian dilanjutkan dengan ansa Henle (Loop of Henle). Pada ansa Henle
terdapat bagian yang desenden dan asenden. Pada ujung cabang asenden
tebal terdapat makula densa. Makula densa juga memiliki kemampuan kosong
untuk mengatur fungsi nefron. Setelah itu dari tubulus distal, urin menuju
tubulus rektus dan tubulus koligentes modular hingga urin mengalir melalui
ujung papilla renalis dan kemudian bergabung membentuk struktur pelvis
renalis (Samuel R. Falkson; Bruno Bordoni., 2022).
Terdapat 3 proses dasar yang berperan dalam pembentukan urin yaitu
filtrasi glomerulus reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Filtrasi dimulai pada
saat darah mengalir melalui glomerulus sehingga terjadi filtrasi plasma bebas-
protein menembus kapiler glomerulus ke kapsula Bowman. Proses ini dikenal
sebagai filtrasi glomerulus yang merupakan langkah pertama dalam
pembentukan urin. Setiap hari terbentuk ratarata 180 liter filtrat glomerulus.
Dengan menganggap bahwa volume plasma rata-rata pada orang dewasa
adalah 2,75 liter, hal ini berarti seluruh volume plasma tersebut difiltrasi sekitar
enam puluh lima kali oleh ginjal setiap harinya. Apabila semua yang difiltrasi
menjadi urin, volume plasma total akan habis melalui urin dalam waktu
setengah jam. Namun, hal itu tidak terjadi karena adanya tubulus-tubulus ginjal
yang dapat mereabsorpsi kembali zat-zat yang masih dapat dipergunakan oleh
tubuh. Perpindahan zat-zat dari bagian dalam tubulus ke dalam plasma kapiler
peritubulus ini disebut sebagai reabsorpsi tubulus. Zat-zat yang direabsorpsi
tidak keluar dari tubuh melalui urin, tetapi diangkut oleh kapiler peritubulus ke
sistem vena dan kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan. Dari 180 liter
plasma yang difiltrasi setiap hari, 178,5 liter diserap kembali, dengan 1,5 liter
sisanya terus mengalir melalui pelvis renalis dan keluar sebagai urin. Secara
umum, zat-zat yang masih diperlukan tubuh akan direabsorpsi kembali
sedangkan yang sudah tidak diperlukan akan tetap bersama urin untuk
dikeluarkan dari tubuh. Proses ketiga adalah sekresi tubulus yang mengacu
pada perpindahan selektif zat-zat dari darah kapiler peritubulus ke lumen
tubulus. Sekresi tubulus merupakan rute kedua bagi zat-zat dalam darah untuk
masuk ke dalam tubulus ginjal. Cara pertama adalah dengan filtrasi glomerulus
dimana hanya 20% dari plasma yang mengalir melewati kapsula Bowman,
sisanya terus mengalir melalui arteriol eferen ke dalam kapiler peritubulus.
Beberapa zat, mungkin secara diskriminatif dipindahkan dari plasma ke lumen
tubulus melalui mekanisme sekresi tubulus. Melalui 3 proses dasar ginjal
tersebut, terkumpullah urin yang siap untuk diekskresi (Anggi Putri Lestari,
2021)
Ginjal memainkan peranan penting dalam fungsi tubuh, tidak hanya
dengan menyaring darah dan mengeluarkan produk-produk sisa, namun juga
dengan menyeimbangkan tingkat-tingkat elektrolit dalam tubuh, mengontrol
tekanan darah, dan menstimulasi produksi dari sel-sel darah merah. Ginjal
mempunyai kemampuan untuk memonitor jumlah cairan tubuh, konsentrasi dari
elektrolit-elektrolit seperti sodium dan potassium, dan keseimbangan asam-
basa dari tubuh. Ginjal menyaring produk-produk sisa dari metabolisme tubuh,
seperti urea dari metabolisme protein dan asam urat dari uraian DNA. Dua
produk sisa dalam darah yang dapat diukur adalah Blood Urea Nitrogen (BUN)
dan kreatinin (Cr). Ketika darah mengalir ke ginjal, sensor-sensor dalam ginjal
memutuskan berapa banyak air dikeluarkan sebagai urin, bersama dengan
konsentrasi apa dari elektrolit-elektrolit. Contohnya, jika seseorang mengalami
dehidrasi dari latihan olahraga atau dari suatu penyakit, ginjal akan menahan
sebanyak mungkin air dan urin menjadi sangat terkonsentrasi. Ketika
kecukupan air dalam tubuh, urin adalah jauh lebih encer, dan urin menjadi
bening. Sistem ini dikontrol oleh renin, suatu hormon yang diproduksi dalam
ginjal yang merupakan sebagian daripada sistem regulasi cairan dan tekanan
darah tubuh (Vukelic, Sasa; Griendling, Kathy K, 2014).
2.2.1 Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) atau gagal ginjal kronic didefinisikan
penyakit penurunan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat lagi pulih atau
kembali sembuh secara total seperti sediakala (irreversible) dengan laju filtrasi
glomerulus (LFG) < 60 ml/menit dalam waktu 3 bulan atau lebih, sehingga tubuh
gagal mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit yang
menyebabkan uremia (Luthfia dkk, 2017). Menurut (Muttaqin & Sari, 2014) CKD
merupakan ketidakmampuan fungsi ginjal mempertahankan metabolisme,
keseimbangan cairan dan elektrolit yang mengakibatkan destruksi struktur ginjal
yang progresif adanya menifestasi penumpukan bahan sisa metabolisme seperti
toksik uremik di dalam darah
Salah satu penatalaksanaan gagal ginjal adalah proses hemodialysis.
Lamanya proses hemodialisis berkaitan erat dengan efesiensi dan adekuasi
hemodialisis, sehingga lama hemodialisis juga dapat dipengaruhi oleh tingkat
uremia akibat progresivitas perburukan fungsi ginjal dan factor-faktor
komorbiditasnya aliran dialisisnya, selama pasien dengan gagal ginjal kronik
menjalani terapi hemodialisis mereka harus menjalani pembatasan asupan
cairan(A Wahyuni · 2019 ). Gagal ginjal juga dapat menyebabkan edema. Hal ini
terjadi karena ginjal tidak lagi dapat membuang kelebihan cairan, elektrolit, dan
garam dari tubuh. Untuk mengatasi edema akibat gagal ginjal, dokter dapat
merekomendasikan prosedur cuci darah. Selain penanganan medis dari dokter,
edema juga dapat diatasi dengan penanganan mandiri di rumah. Berikut ini
adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meringankan gejala edema
yang muncul:
Mengonsumsi makanan sehat dan membatasi asupan garam
Menghindari rokok dan minuman beralkohol
Hal yang penting dilakukan untuk mencegah dan mengatasi edema adalah
mengubah pola hidup dan pola makan menjadi lebih sehat, terutama menghindari
makanan yang tinggi garam( dr. Sienny Agustin, 2022)
2.2.2 Etiologi
CKD pada anak sering kali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit
lainnya, sehingga merupakan penyakit sekunder. Penyebab dari CKD antara lain:
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE),
poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale
8. Nefropati obstruktif
9. Saluran Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
10. Saluran Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
Penyebab utama CKD pada anak berbeda dari penyebab pada populasi
dewasa. Penyebab CKD paling sering terjadi pada anak, seperti uropati obstruktif
dan nefropati refluks, hipoplasia/diplasia ginjal, glomerulosklerosis fokal
segmental primer (sindrom nefrotik), sindrom uremik hemolitik, glomerulonefritis
kompleks imun/glomerulonefritis kronik, nefropati yang diwariskan seperti
penyakit polikistik ginjal, serta 9 penyebab lain yang cukup jarang terjadi seperti
penyakit ginjal terkait dengan obat atau racun (Becherucci et al., 2016).
Glomerunefritis dapat terjadi karena kelainan imunologik, gangguan
koagulasi, defek biokimia, atau efek toksik langsung pada ginjal. Kelainan
imunologik merupakan mekanisme predominan dalam gangguan glomeruli pada
anak. Salah satu kelainan imunologik ini adalah henoch schonlein purpura.
Henoch schonlein purpura (HSP) adalah bentuk tersering vaskulitis pada anak.
Vaskulitis adalah peradangan dan kerusakan pembuluh darah sehingga
menyebabkan iskemia pada jaringan yang akan diperdarahi oleh pembuluh
darah tersebut. HSP di perantarai oleh IgA di pembuluh darah kecil pada ginjal
yang menyebabkan glomerunefritis dan mengakibatkan sindrom nefrotik
(Bernstein, 2017). Penelitian Kim et.al., (2021) dari total 186 pasien anak dengan
HSP terdapat 67 anak atau 36% mengalami gangguan pada ginjal dengan
insidensi terbanyak pada perempuan berumur antara 4-10 tahun.
2.2.3 Klasifikasi
Menurut Hamzah dkk, (2021) manifestasi klinik pada pasien CKD
dibedakan menjadi dua tahap yaitu pada stadium awal dan stadium akhir
1. Manifestasi stadium awal: kelemahan, mual, kehilangan gairah, perubahan
urinasi, edema, hematuria, urin berwarna lebih gelap, hipertensi, kulit yang
berwarna abu-abu.
2. Manifestasi klinik pada stadium akhir:
a) Manifestasi umum (kehilangan gairah, kelelahan, edema, hipertensi,
fetor uremik)
b) Sistem respirasi: sesak, edema paru, krekels, kusmaul, efusi pleura,
depresi refleks batuk, nyeri pleuritic, napas pendek, takipnea, sputum
kental, pneumonitis uremik.
Penurunan ekskresi H+ terjadi karena ketidakmampuan tubulus ginjal
untuk mensekresi NH3 (amonia) dan menyerap HCO3 (natrium
bikarbonat), serta penurunan ekskresi asam-asam organik dan fosfat.
Asidosis berkontribusi terhadap anoreksia, kelelahan, dan mual pada
pasien uremik. Pernapasan kussmaul adalah napas berat dan dalam,
gejala yang jelas dari asidosis yang disebabkan oleh kebutuhan
meningkatkan ekskresi karbon dioksida untuk mengurangi asidosis
(Nurbadriyah, 2021).
c) Sistem kardiovaskuler: edema periorbital, pitting edema (kaki, tangan,
sakrum), hipertensi, friction rub pericardial, aterosklerosis, distensi vena
jugularis, gagal jantung, gangguan irama jantung, iskemia pada otot
jantung, perikarditis uremia, dan hipertrofi ventrikel kiri, hiperkalemia,
hiperlipidemia, tamponade perikardial.
d) Sistem integumen: pruritus, purpura, kuku tipis dan rapuh, kulit berwarna
abu-abu mengkilat, kulit kering, ekimosis, rambut tipis dan kasar, terjadi
hiperpigmentasi dan pucat, lesi pada kulit
e) Sistem pencernaan: anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi,
perdarahan pada mulut dan saluran cerna
f) Sistem musculoskeletal: fraktur tulang, nyeri tulang, kekuatan otot
menurun, kram otot, gangguan tumbuh kembang pda anak, footdrop
g) Sistem persarafan: kejang, penurunan tingkat kesadaran,
ketidakmampuan berkonsentrasi, perubahan perilaku, stroke,
ensefalopati, neuropati otonom dan perifer, disorientasi, kelemahan, dan
kelelahan
h) Sistem reproduksi: amenorea, atrofi testis, penurunan libido, infertilitas
i) Sistem hematologi: anemia, trombositopenia
2.2.4 Patofisiologi
Menurut Jainurakhma dkk, (2021) proses terjadinya CKD menggunakan
dua sistem pendekatan. Pertama sudut pandang tradisional mengatakan bahwa
semua unit nefron terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda,
dan bagian-bagian spesifik dari nefron tersebut yang berkaitan dengan fungsi
tertentu dapat benar-benar rusak atau berubah strukturnya. Kedua dikenal
dengan nama Hiptesa Briker atau hipotesa nefron utuh, yang mengatakan bahwa
bila nefron terserang penyakit, maka seluruh intinya akan hancur, tetapi sisa
nefron yang masih utuh tetap bekerja seperti biasa.
Uremia akan muncul bila bagian nefron yang rusak semakin banyak
sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi.
Nefron yang masih normal atau utuh akan melakukan adaptasi fungsional pada
kondisi ini untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
meskipun terjadi penurunan LFG (laju filtrasi glomerulus). Patofisiologi CKD ini
dapat diuraikan dari segi hipotesa nefrosis, meskipun penyakitnya terus berlanjut,
namun jumlah cairan yang harus diekskresi oleh ginjal untuk mempertahankan
homeostasis tidak berubah, walaupun jumlah nefron yang masih berfungsi sudah
menurun banyak. (Jainurakhma dkk, 2021).
Terjadi hiperifiltrasi pada nefron yang tersisa setelah mengalami
kehilangan nefron yang rusak. Meningkatnya tekanan glomerulus menyebabkan
terjadinya hiperinfiltrasi. Hiperinfiltrasi glomerulus ini menyebabkan glomerulus
beradaptasi dengan cara mempertahankan LFG, namun pada akhirnya akan
menyebabkan cedera pada glomerulus. Permeabilitas glomerulus yang abnormal
merupakan hal yang umum terjadi pada gangguan glomerulus yang
menyebabkan terjadinya proteinuria. Beberapa penelitian menyatakan bahwa
proteinuria inilah yang menjadi faktor yang mendorong terjadinya penyakit tubulus
interstisial. Meluasnya kerusakan primer dari tubulus interstisial merupakan faktor
risiko primer terjadinya gagal ginjal dengan segala bentuk penyakit glomerulus
(Hamzah dkk, 2021).
a. Hematologi
1) Hemoglobin: HB kurang dari 7-8 g/dl
2) Hematokrit: Biasanya menurun
3) Eritrosit
4) Leukosit
5) Trombosit
b. LFT (Liver Fungsi Test)
c. Elektrolit (Klorida, kalium, kalsium)
AGD : penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7 : 2) terjadi karena
kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresikan hidrogen dan
ammonia atau hasil akhir. 2) Kalium : peningkatan sehubungan dengan
retensi sesuai dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran
jaringan hemolysis.
d. RFT (Renal Fungsi Test) (Ureum dan Kreatinin)
1)BUN/ Kreatinin : Kadar BUN (normal: 5-25 mg/dL), kreatinin serum (normal
0,5-1,5 mg/dL; 45- 132,5 µmol/ L [unit SI]) biasanya meningkat dalam
proporsi kadar kreatinin 10mg/dl, natrium (normal: serum 135-145 mmol/L;
urine: 40-220 mEq/L/24 jam), dan kalium (normal: 3,5-5,0 mEq/L; 3-5,0
mmol/Lm [unit SI]) meningkat.
e. Urine rutin
1) Urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
2) Volume : kurang dari 400ml/jam, oliguri, anuria
3) Warna : secara abnormal urine keruh, disebabkan bakteri, partikel, koloid
dan fosfat.
4) Sedimen : kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, mioglobin,
porfirin
5) Berat jenis : kurang dari 1.015 (menetap pada 1,015) menunjukkan
kerusakan ginjal berat.
f. EKG
EKG : mungkin abnormal untuk menunjukkan keseimbangan elektrolit dan
asam basa.
g. Endoskopi ginjal : dilakukan secara endoskopik untuk menentukkan pelvis
ginjal, pengangkatan tumor selektif
h. USG abdominal
i. CT scan abdominal
j. Renogram : RPG (Retio Pielografi) katabolisme protein bikarbonat menurun
PC02 menurun Untuk menunjukkan abnormalis pelvis ginjal dan ureter.
2.2.7 Penatalaksanaan
Menurut Monika, (2019) Penatalaksanaan medis pada pasien dengan CKD
dibagi tiga yaitu :
a. Konservatif
1. Melakukan pemeriksaan lab darah dan urine pada anak/dewasa
2. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
Biasanya diusahakan agar tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan
terdapat edema betis ringan. Pengawasan dilakukan melalui
pemantauan berat badan, urine serta pencatatan keseimbangan cairan
3. Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendah Protein). Diet rendah protein (20-240
gr/hr) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari
uremia serta menurunkan kadar ereum. Hindari pemasukan berlebih dari
kalium dan garam.
4. Kontrol hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal,
keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung pada
tekanan darah. Sering diperlukan diuretik loop selain obat anti hipertensi
(Guswanti, 2019).
5. Kontrol ketidak seimbangan elektrolit. Yang sering ditemukan adalah
hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia hindari
pemasukan kalium yang banyak (batasi hingga 60 mmol/hr), diuretik
hemat kalium, obat-obat yang berhubungan dengan ekskresi kalium
(penghambat ACE dan obat anti inflamasi nonsteroid), asidosis berat,
atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel
dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi melalui kalium plasma dan EKG.
b. Dialysis
Dialisis digunakan untuk mencegah atau mengobati hiperkalemia yang
mengancam jiwa, edema paru hipervolemia atau asidosis, serta neuropati,
kejang, perikarditis, dan koma, yang semuanya merupakan komplikasi CKD.
Namun, ada beberapa indikasi pasien CKD harus menjalani terapi cuci
darah sebelum memulai pengobatan, antara lain:
1. Hiperfosfatemia resisten terhadap terapi pengikatan fosfat dan
pembatasan diet.
2. Penurunan berat badan atau malnutrisi, terutama jika ada muntah, mual,
atau tanda-tanda gastroduodenitis lainnya
3. Anemia yang resisten terhadap eritropoietin dan terapi zat besi.
4. Ada penurunan kapasitas fungsional atau kualitas hidup yang tidak dapat
dijelaskan
5. Hiperkalemia yang resisten terhadap perubahan pola makan dan
pengobatan farmakologis.
6. Selain itu, gangguan neurologis (seperti ensefalopati, neuropati, dan
gangguan kejiwaan), perikarditis (radang selaput dada) yang tidak
disebabkan oleh penyebab lain, dan diatesis hemoragik dengan waktu
perdarahan yang lama, semuanya merupakan indikasi langsung untuk
hemodialisis.
7. Kelebihan (overload) cairan ekstraseluler dan/atau hipertensi yang sulit
dikendalikan.
8. Asidosis metabolik yang resisten terhadap pengobatan bikarbonat
e. Operasi
1) Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal merupakan pengobatan untuk mengatasi gagal
ginjal. Dengan melakukan pengobatan ini, maka pengidap gagal ginjal
tidak perlu melakukan cuci darah seumur hidup. Selain itu, dengan
melakukan pengobatan ini maka kualitas hidup pengidap gagal ginjal pun
akan meningkat.
Ada beberapa alasan seseorang bisa mendapatkan tindakan ini, seperti:
Mengidap kanker.
Mengalami demensia.
Penyalahgunaan alkohol.
2) Operasi batu ginjal adalah tindakan medis dengan prosedur bedah untuk
mengeluarkan batu yang sudah bersarang di ginjal dan kandung kemih.
Operasi pun bisa menggunakan teknik bedah minim sayatan (bedah
konvensional).
2.3 Konsep Hemodialisis
2.3.1 Definisi Hemodialisis
Cuci darah atau hemodialisis (HD) adalah prosedur perawatan untuk
menyaring limbah dan air dari darah, sama halnya seperti fungsi ginjal dalam
tubuh. Sehingga prosedur ini bisa disebut sebagai pengganti ginjal yang sudah
rusak. Selain melakukan penyaringan dan mengeluarkan toksin-toksin tubuh,
hemodialisis turut membantu menyeimbangkan mineral penting, seperti kalsium,
kalium, dan natrium serta mengontrol tekanan darah. Hemodialisis dibutuhkan
oleh pasien yang mengidap penyakit jantung kronis, atau gagal ginjal. Disamping
itu, dokter juga akan melakukan hemodialisis apabila tes laboratorium
menunjukkan bahwa pasien perlu menjalaninya.
Hemodialisis adalah perawatan yang dilakukan untuk meningkatkan
kualitas hidup pengidap gangguan ginjal, namun tidak bisa menyembuhkan
gangguan ginjal. Hemodialisis (HD) bukan pilihan yang tepat untuk anak usia 5
tahun karena aka nada dampak yang buruk terhadap anak contohnya psikososial,
emosional, financial dan pada keluarga anak itu sendiri. Untuk anak usia dibawah
2 tahun dan Berat badan dibawah 10 kg pilihan utamanya Peritoneal Dialysis
(PD). Pelaksanaan hemodialisis pada anak membutuhkan tim yang terdiri dari ahli
ginjal, perawat, pekerja sosial, administrasi, dan ahli gizi yang memiliki pelatihan
dan keahlian dalam dialisis dan ilmu pediatri.
a) Proses Difusi
Merupakan proses berpindahnya suatu zat terlarut yangdisebabkan
karena adanya perbedaan konsentrasi zat-zat terlarut dalam darah dan
dialisat. Perpindahan molekul terjadi dari zat yang berkonsentrasi tinggi ke
yang berkonsentrasi lebih rendah. Pada HD pergerakan molekul/zat ini
melalui suatu membran semipermeable yang membatasi kompartemen darah
dan kompartemen dialisat. Toksin dan zat limbah di dalam dikeluarkan melalui
proses difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi yang
lebih rendah. Cairan dialisat tersusun dari semua elektrolit yang penting
dengan mengatur rendaman dialisat secara tepat. Pori – pori dalam membran
semipermiabel tidak memungkinkan sel – sel darah, protein dan bakteria
untuk dapat lolos. Proses difusi dipengaruhi oleh:
Perbedaan konsentrasi
Berat molekul (makin kecil BM suatu zat, makin cepat zat itu keluar)
QB (Blood Pump)
Luas permukaan membrane
Temperatur cairan
Proses konvektik
Tahanan / resistensi membrane
Besar dan banyaknya pori pada membrane
Ketebalan / permeabilitas dari membrane
b) Proses Ultrafiltrasi
Berpindahnya zat pelarut (air) melalui membran semipermeable akibat
perbedaan tekanan hidrostatik pada kompartemen darah dan kompartemen
dialisat. Tekanan hidrostatik / ultrafiltrasi adalah yang memaksa air keluar dari
kompartemen darah ke kompartemen dialisat. Air yang dikeluarkan dari dalam
tubuh dengan melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan
dengan menciptakan gradien tekanan. Air bergerak dari daerah tekanan yang
lebih tinggi (tubuh) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat). Besar
tekanan ini ditentukan oleh tekanan positif dalam kompartemen darah
(positive pressure) dan tekanan negatif dalam kompartemen dialisat (negative
pressure) yang disebut TMP (trans membrane pressure) dalam
mmHg.Perpindahan & kecepatan berpindahnya dipengaruhi oleh:
TMP
Luas permukaan membrane
Koefisien Ultra Filtrasi (KUF)
Qd & QbPerbedaan tekanan osmotic
c) Proses Osmosis
Berpindahnya air karena tenaga kimiawi yang terjadi karena adanya
perbedaan tekanan osmotik (osmolalitas) darah dan dialisat. Proses osmosis
ini lebih banyak ditemukan pada peritoneal dialisis. Gradien tekanan dapat di
tingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal dengan
ultrafiltrasi pada mesin dialisa. Tekanan negatif diterapkan pada alat ini
sebagai kekuatan pengisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air
karena pasien tidak dapat mengeksresikan air. Kekuatan ini diperlukan untuk
mengeluarkan cairan hingga terjadi keseimbangan cairan.
1. Mesin hemodialisis
Mesin hemodialisa memompa darah dari pasien ke dialyzer sebagai
membran semipermiabel dan memungkinkan terjadi proses difusi, osmosis
dan ultrafiltrasi karena terdapat cairan dialysate didalam dialyzer. Proses
dalam mesin hemodialisa merupakan proses yang komplek yang mencakup
kerja dari deteksi udara, kontrol alarm mesin dan monitor data proses
hemodialisa.
3. Dialysate
Dialysate adalah cairan elektrolit yang mempunyai komposisi seperti
cairan plasma yang digunakan pada proses hemodialysis. Cairan dialysate
terdiri dari dua jenis yaitu cairan acetat yang bersifat asam dan bicarbonat
yang bersifat basa.
5. Fistula Needles
Fistula Needles atau jarum fistula sering disebut sebagai Arteri Vena
Fistula (AV Fistula) merupakan jarum yang ditusukkan ke tubuh pasien PGK
yang akan menjalani hemodialisa. Jarum fistula mempunyai dua warna yaitu
warna merah untuk bagian arteri dan biru untuk bagian vena
Adekuasi Kualitatif
Keterangan :
PCR : Protein Catabolic Rate
C02 dan V02 : Kosentrasi urea serum dan volume distribusi urea pada saat sesi
hemodialisis berikutnya
Ct1 dan Vt1 : Kosentrasi urea serum dan volume distribusi urea pada saat akhir
sesi hemodialisis
ITD : interdialytic time duration
3. Sindrom Uremia
Ureum adalah salah satu indicator terhadap penurunan fungsi ginjal dalam
mengeksresikan zat sisa metabolisme. Kegagalan eksesi ureum akan
menyebabkan penumpukkan ureum didalam tubuh melebihi batas normal (> 40;
nilai normal 20-40 mg/dl). Penumpukkan ureum pada beberapa organ akan
menyebabkan gejala kekeringan di area mulut (xerostomia), peningkatan
rangsangan haus, anoreksia, ulserasi di mukosa gaster dan duodenum, pruritus.
Pada tingkat yang lebih lanjut dapat menyebabkan enselopati uremikum, gangguan
koagulasi, keseimbangan asam basa (Sukandar, 2013).
4. Peningkatan Berat Badan Interdialisa
Peningkatan berat badan interdialisa merupakan penambahan berat badan
pasien yang menjalani hemodialisis dalam dua interval hemodialisis. Pasien yang
menjalani hemodialisis akan ditimbang sebelum dan sesudah terapi hemodialisis,
berat badan setelah sebelumnya dan berat badan sebelum hemodialisis sesi
terakhir dihitung selisinya untuk mengetahui jumlah cairan yang akan ditarik pada
sesi hemodialisis yang akan dijalani. Peningkatan berat badan interdialisis adalah
perhitungan yang paling penting bagi pasien gagal ginjal terminal dalam menjalanin
terapi hemodialisis. Peningkatan berat badan interdialisis berbeda dan bervariasi
pada setiap individunya dan pasien yang telah rutin menjalani hemodialisis,
peningkatan berat badan ini relatif konstan. Peningkatan berat badan intradialisis
dipengaruhi oleh hipernatremia, pemberian infus NaCl intrahemodialisis, fungsi
ginjal yang tersisa, kebiasaaan diet/intake nutrisi, hiperglikemi, faktor lingkungan,
level dari self care dan kepatuhan tehadap terapi (Aysequl, 2015).
Secara umum peningkatan berat badan dipengaruhi dari kadar garam dan
asupan cairan diantara dua sesi hemodialisis. Cairan dan garam cendrung biasanya
dikosumsi bersamaan dengan karbohidrat, lemak, dan protein, sehingga
peningkatan berat badan yang tinggi juga mengindikasikan status nutrisi yang baik.
Aysequl (2015) mendapatkan bahwa peningkatan berat badan ≥ 3% mempunyai
status nutrisi yang baik dibandingkan pasien dengan peningkatan berat badan
terbatas 1-2 kg.
Peningkatan berat badan intradialisis juga mengggambarkan prognosis yang
tidak baik. Pasien dengan peningkatan berat badan interdialisis lebih dari 5% akan
berdampak kepada kondisi sesak nafas, edem paru, edem perifer. Peningkatan
berat badan intradialisis menurut Price and Wilson (1995) terbagi atas 3 antara lain
ringan (<2%), sedang (>5%) dan berat (> 8%).
3. Pusing (headache)
Pusing adalah frekuensi sakit kepala saat dialisis adalah 5% dari
keseluruhan prosedur hemodialisis. Penelitian menunjukan bahwa migren akibat
gangguan vaskuler dan tension headache adalah dua tipe sakit kepala yang
dialami oleh paisen saat hemodialisis.
Sebagian besar dari jaringan otak sendiri tidak peka nyeri.
Perangsangan terhadap bangunan-bangunan itu dapat berupa:
1. Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada infeksi
umum, intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik), gangguan
metabolik (seperti hipoksemia, hipoglikemia dan hiperkapnia), pemakaian
obat vasodilatasi, keadaan paska contusio serebri, insufisiensi
serebrovasculer akut).
4. Nyeri dada
Nyeri dada hebat saat hemodialisis frekuensinya adalah 1-4%. Nyeri
dada saat hemodialisis terjadi akibat penurunan hemotokrit dan perubahan
volume darah karena penarikan cairan.
5. Demam
Demam selama hemodialisis sebagai peningkatan suhu tubuh selama
hemodialisis lebih dari 0.5° C atau suhu rectal atau aksila selama dialisis lebih
dari 38° C. Mayoritas (70%) reaksi febris berhubungan dengan infeksi akses
vaskuler, perkemihan dan pernafasan. Demam selama hemodialisis juga
berhubungan dengan jenis dialisat yang digunakan dan reaksi hipertensifitas.
Mekanisme demam terjadi ketika pembuluh darah disekitar hipotalamus
terkena pirogen eksogen tertentu (seperti bakteri) atau pirogen endogen
(Interleukin-1, interleukin-6, tumor necrosis factor) sebagai penyebab demam,
maka metabolit asam arakidonat dilepaskan dari endotel sel jaringan pembuluh
darah. Metabolit seperti prostaglandin E2, akan melintasi barrier darah-otak dan
menyebar ke dalam pusat pengaturan suhu di hipotalamus, yang kemudian
memberikan respon dengan meningkatkan suhu.
6. Hipertensi intradialisis
Terjadinya hipertensi saat hemodialisis lebih sering terjadi akibat
peningkatan tahanan perifer. Dalam penelitian menunjukan bahwa pada
pasien yang mengalami hipertensi tejadi peningkatan tahanan perifer vaskuler
resitence (PVR) yang signifikan. Peningkatan resistensi vaskuler dapat dipicu
oleh kelebihan cairan pradialisis juga akan meningkatkan resistensi vaskuler
dapat vaskuler. Akibatnya curah jantung meningkat, menyebabkan peningkatan
tekanan darah selama dialisis.
Pembuluh darah di tubuh manusia terdiri dari 3 jenis yaitu pembuluh
darah arteri, vena dan kapiler. Pembuluh darah arteri dan vena dibagi menjadi 3
jenis yaitu pembuluh darah dengan diameter besar, sedang dan kecil.
Pembuluh darah arteri yang juga disebut sebagai pembuluh nadi terdiri atas
aorta, arteri dan arterioli berdasarkan ukurannya. Sedangkan pembuluh darah
vena (pembuluh balik) terdiri atas vena cava, vena dan venula berdasarkan
ukurannya. Pembuluh darah arteri mengalirkan darah secara aktif sebab
dinding pembuluh darahnya lebih tebal, elastis, memiliki sel otot polos dan jika
pembuluh terluka maka darah akan memancar. Sedangkan aliran darah pada
vena berkebalikan dengan arteri.
Salah satu mekanisme penyebab hipertensi telah dideskripsikan
sebagai akibat tingginya output kerja jantung yang terjadi akibat penurunan
resistensi vascular perifer dan stimulasi jantung bersamaan dengan
hiperaktivitas adrenergic serta perubahan homeostasis kalsium. Mekanisme
kedua menjelaskan bahwa hipertensi terjadi akibat manifestasi penurunan
cardiac output atau cardiac output normal namun resistensi vaskuler meningkat
akibat peningkatan vasoreaktivitas. Mekanisme lain bisa jadi disebabkan akibat
peningkatan reabsorpsi garam dan air (akibat sensitivitas garam) oleh ginjal,
dimana akan mengakibatkan peningkatan volume darah yang bersirkulasi.
1 tahun
♂ 65,2 mm (kisaran normal: 54,6-76,8 mm)
♀ 64,3 mm (kisaran normal: 51,6-77,8 mm)
2 tahun
♂ 68,7 mm (kisaran normal: 57,7-80,9 mm)
♀ 68,4 mm (kisaran normal: 55,4-82,4 mm)
3 tahun
♂ 72,5 mm (kisaran normal: 60,9-85,4 mm)
♀ 71,7 mm (kisaran normal: 58,4-86,2 mm)
berumur 4 tahun
♂ 76,5 mm (kisaran normal: 64,5-90 mm)
♀ 75,8 mm (kisaran normal: 62,3-90,8 mm)
5 tahun
♂ 79,7 mm (kisaran normal: 67,4-93,7 mm)
♀ 78,9 mm (kisaran normal: 65,3-94,1 mm)
6 tahun
♂ 83 mm (kisaran normal: 70,4-97,4 mm)
♀ 81,6 mm (kisaran normal: 67,9-97 mm)
7 tahun
♂ 85,9 mm (kisaran normal: 73-100,7 mm)
♀ 84,9 mm (kisaran normal: 71,2-100,5 mm)
umur 8 tahun
♂ 89,2 mm (kisaran normal: 76-104,4 mm)
♀ 87,8 mm (kisaran normal: 74,1-103,5 mm)
9 tahun
♂ 91,3 mm (kisaran normal: 78-106,7 mm)
♀ 90,8 mm (kisaran normal: 77,1-106,7 mm)
10 tahun
♂ 94,2 mm (kisaran normal: 80,5-110,2 mm)
♀ 93,1 mm (kisaran normal: 79,4-109,1 mm)
11 tahun
♂ 96,9 mm (kisaran normal: 83,1-113,2 mm)
♀ 95,9 mm (kisaran normal: 80,9-113,8 mm)
12 tahun
♂ 99,9 mm (kisaran normal: 85,9-116,6 mm)
♀ 97,9 mm (kisaran normal: 84,5-113,8 mm)
13 tahun
♂ 102,5 mm (kisaran normal: 88,3-119,4 mm)
♀ 100,1 mm (kisaran normal: 86,8-116 mm)
14 tahun
♂ 104,8 mm (kisaran normal: 90,5-121,9 mm)
♀ 101,8 mm (kisaran normal: 88,6-117,6 mm)
15 tahun
♂ 107,8 mm (kisaran normal: 93,2-125,5 mm)
♀ 103,5 mm (kisaran normal: 90,5-119,1 mm)
16 tahun
♂ 110,3 mm (kisaran normal: 95,6-128,3 mm)
♀ 105,2 mm (kisaran normal: 92,4-120,7 mm)
17 tahun
♂ 112,8 mm (kisaran normal: 98-131 mm)
♀ 107 mm (kisaran normal: 94,6-122,1 mm)
8 tahun
♂ 115,6 mm (kisaran normal: 100,6-134 mm)
♀ 108,3 mm (kisaran normal: 95,9-123,4 mm)
Ginjal mempunyai 2 lapisan di stal sinus renalis yaitu korteks renalis (bagian
luar) yang berwarna coklat gelap dan medulla renalis (bagian dalam) yang
berwarna coklat terang.
2.4.1 Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) atau gagal ginjal kronic didefinisikan
penyakit penurunan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat lagi pulih atau
kembali sembuh secara total seperti sediakala (irreversible). dengan laju filtrasi
glomerulus (LFG) < 60 ml/menit dalam waktu 3 bulan atau lebih, sehingga tubuh
gagal mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit, yang
bisa menyebabkan uremia (Luthfia dkk, 2017). Gangguan ginjal pada anak bisa
juga dipengaruhi oleh menurunnya gangguan fungsi pada ginjal di anak.
Akibatnya fungsi ginjal pada anak tidak bisa mengatur keseimbangan cairan
tubuh, elektrolit, dan asam-basa dengan filtrasi darah dll.
Hemodialisis merupakan prosedur perawatan untuk manyaring limbah
dan air dari darah, sama halnya seperti fungsi ginjal dalam tubuh. Prosedur ini
juga disebut sebagai pengganti ginjal yang sudah rusak. Hemodialisis
dibutuhkan oleh pasien yang mengidap gagal ginjal/gangguan pada ginjal untuk
anak-anak menggunakan perawatan Peritoneal Dialysis untuk anak usia
dibawah umur atau 5 tahun.
2.4.2 Etiologi
Gangguan ginjal pada anak seringkali juga menjadi penyakit komplikasi
yang lain contohnya infeksi, radang, gangguang jaringan, penyakit metabolic,dll.
Glomerunefritis dapat terjadi karena kelainan imunologik, gangguan koagulasi,
defek biokimia, atau efek toksik langsung pada ginjal. Kelainan imunologik
merupakan mekanisme predominan dalam gangguan glomeruli pada anak.
Penelitian Kim et.al., (2021) dari total 186 pasien anak dengan HSP terdapat 67
anak atau 36% mengalami gangguan pada ginjal dengan insidensi terbanyak
pada perempuan berumur antara 4-10 tahun.
Edema yang terlihat pada gagal ginjal kronik dapat disebabkan oleh
berbagai hal. Ginjal sering tidak dapat mengeksresikan natrium yang masuk
melalui makanan dengan cepat, sehingga natrium akan tertimbun dalam ruang
ekstraseluler dan menarik air. Jumlah cairan yang tidak seimbang dapat
menyebabkan terjadinya edema paru ataupun hipertensi pada 2 – 3 orang
pasien hemodialisis. Ketidakseimbangan cairan juga dapat menyebabkan
terjadinya hipertrovi pada ventrikel kiri. Hasil rontgen dada pasien dengan
edema akibat gagal ginjal biasanya menunjukkan adanya kongesti paru-paru
sebelum pembesaran jantung terjadi secara signifikan. Namun biasanya tidak
terdapat ortopnea. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal kronis juga dapat
mengalami edema akibat retensi primer garam dan air.
Kondisi yang menyebabkan aliran darah pada tubuh anak terganggu, seperti
serangan jantung, operasi, perdarahan, dan lain sebagainya.
Menderita sindrom hemolitik uremik (pembuluh darah kecil pada ginjal
meradang dan rusak).
Gangguan Ginjal pada anak memiliki tanda dan gejala tertentu yang dapat
dideteksi oleh orang tua. Adapun gejala gangguan ginjal pada anak adalah
sebagai berikut ( Tim medis siloam hospital, 2023):
Sering mual dan muntah
Nyeri pada bagian kiri dan kanan perut
Urine berdarah
Rewel saat buang air kecil
Sering sakit kepala
Kulit terlihat lebih pucat
Jarang buang air kecil dan urine lebih pekat warnanya
Wajah, tangan dan kaki terlihat membengkak
Anemia ( Tim medis siloam hospital, 2023)
Tidak nafsu makan
Kelelahan
Demam
Sesak nafas
Tumbuh kembang anak terhambat (dr. Airindya Bella, 2022)
2.4.4 Klasifikasi
Sama seperti kanker, penyakit ginjal juga bisa diklasifikasi melalui
stadium. Stadium awal adalah tahap yang paling ringan dan biasanya sulit
ditemukan secara dini. dr. Henny menambahkan, gejala gagal ginjal pada
anak seringnya tidak tampak nyata, Gejala awal dari GgGA sering kali tidak
tampak nyata. Umumnya anak yang menderita gangguan ginjal akut
mengalami penurunan jumlah urin (oliguria), atau bahkan tidak adanya
produksi urin (anuria)
Melansir dari Fresenius Kidney Care, penyakit ginjal stadium awal
memiliki perkiraan laju filtrasi glomerulus atau estimated glomerular filtration
rate (eGFR) 90 atau lebih tinggi dan kerusakan ginjal ringan dengan fungsi
ginjal normal. Penilaian derajat keparahan gagal ginjal dapat dinilai
berdasarkan stadium Chronic Kidney Disease Improving Global Outcomes
(KDIGO) dengan memperhitungkan kadar serum kreatinin dan produksi urin
pada penderita, Namun, pengecekan ini hanyak bisa dilakukan di uji
laboratorium, dan tidak bisa didiagnosis tanpa pemeriksaan langsung oleh
dokter. Pada penyakit ginjal tahap 1, sangat penting untuk memantau
kesehatan dengan cermat dan menghindari penyebab-penyebab dari
kerusakan ginjal agar tidak masuk ke tahap 2.
Gejala Penyakit gangguan ginjal stadium awal Umumnya gejala tidak
terlalu dirasakan sampai masuk tahap selanjutnya. Namun, tandanya bisa
berupa berikut(dr. Henny Adriani Puspitasari, Sp.A, Subsp, 2023) :
Tekanan darah tinggi
GFR
Stadium (ml/menit/1,73m2) Rencana Penatalaksanaan
2.4.8 Pencegahan
Penanganan terhadap penyakit ginjal pada anak tergantung penyebab yang
mendasarinya. Apabila kondisi tersebut disebabkan oleh tekanan darah tinggi,
dokter akan memberikan pengobatan untuk menurunkan tekanan darah.Jika
disebabkan oleh infeksi, misalnya infeksi bakteri, dokter akan mengatasi infeksi
yang menyebabkan penyakit ginjal dengan antibotik. Untuk kondisi yang disebabkan
cacat lahir, dokter akan melakukan tindakan medis sesuai dengan kondisi ginjal
tersebut. Penanganan yang dilakukan sejak dini dapat mencegah terjadinya
kerusakan ginjal permanen pada anak yang bisa mengakibatkan gagal ginjal. Jika
anak sudah mengalami gagal ginjal, dokter akan memberikan penanganan yang
meliputi:
Obat-obatan dan asupan nutrisi melalui makanan, khusus untuk penyakit ginjal
Cuci darah
Transfusi darah, jika gagal ginjal sudah menyebabkan anemia
Transplantasi ginjal
Pilihan metode penanganan terhadap anak yang mengalami penyakit ginjal
akan disesuaikan dengan penyebab dan seberapa parah kondisinya. Dengan
mengetahui penyebab dan gejala penyakit ginjal pada anak, diharapkan Anda bisa
selalu waspada dan segera membawa Si Kecil ke dokter bila ia mengalami gejala di
atas. Dengan begitu, penanganan dapat dilakukan sedini mungkin guna mencegah
komplikasi yang dapat terjadi. (dr. Airindya Bella,Alodokter, 2022).
2.4.9 Prognosis
Prognosis penyakit ginjal tergantung pada komorbiditas yang dimiliki pasien,
usia, dan laju filtrasi glomerulus. Pasien dengan penyakit ginjal kronis umumnya
mengalami penurunan fungsi ginjal secara progresif dan berisiko mengalami
penyakit ginjal stadium akhir. Deteksi dini dari penyakit ginjal kronis, penanganan
yang tepat pada penyakit yang mendasari ataupun penyakit komorbid, serta inisiasi
tepat waktu dalam penerapan terapi pengganti ginjal sangat penting untuk
mencegah komplikasi pada penyakit ginjal kronis yang dapat menyebabkan
morbiditas dan mortalitas yang signifikan.( dr.Eva Naomi Oretla,Alomedika).
2.1 Pathway Cronic Kidney Disease
Obs. Sal.kemih
Retensi urine
Vaskuler
Infeksi Zat toksik
Refluks/menekan syaraf perifer
Arterosklerosis
Reaksi Ag - Ab Akumulasi di ginjal
Hidronefrosis
Vaskuler Ginjal
Suplai darah ginjal ↓
Peningkatan
tekanan Iskemia
GFR turun
Intra Hemodialisis
2.5.1 Pengkajian
1. Anamnesis
Pada pengkajian yang dilakukan pada pasien CKD diperoleh secara autoanamnesis
dan alloanamnesis. Dimana identitas pasien meliputi nama (anonym), usia, jenis
kelamin, agama, alamat, pekerjaan dan diagnosa medis.
a. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit tidak
dapat BAB, gelisah sampai penurunan kesadaran, anoreksia, dyspnea, nausea,
vomiting, mulut terasa kering (xerostomia), nafas berbau (ureum), dan gatal pada
kulit. Pada kasus CKD dapat terjadi pada segala usia dan jenis kelamin (tidak
ada perbandingan antara wanita dan pria). Pada pasien CKD dengan pruritus
Biasanya klien datang ketempat pelayanan kesehatan dengan keluhan gatal
pada kulit dan sering terjadi pada malam hari
b. Riwayat Penyakit
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi penyakitnya terutama pada
pre renal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan keluhan yang pasien
rasakan saat ini, seperti berapa lama penurunan jumlah output urine dan
apakan penuruna jumlah urine ada hubungannya dengan predisposisi. Faktor
pencetus timbulnya pruritus dapat disebabkan oleh adanya kelainan sistemik
intenal DM, kelainan darah atau kanker, penggunaan preparat oral seperti
aspirin, terpi antibiotik, hormon, adanya alergi baru saja minum obat yang baru,
pergantian kosmetik dapat menjadi pencetus adanya pruritus. Tanda - tanda
infeksi dan bukti lingkungan seperti udara yang panas, kering atau seprei /
selimut yang menyebabkan iritasi. Pruritus dapat terjadi pada orang yang
berusia lanjut sebagai akibat dari kulit yang kering
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji apakah ada riwayat penyakit infeksi system perkemihan, diabetes militus,
hipertensi dan batu ginjal. Kemudian tentang riwayat konsumsi obat-obatan dan
riwayat alergi. Pruritus merupakan penyakit yang hilang timbul, sehingga pada
riwayat penyakit dahulu sebagaian besar pasien pernah menderita penyakit yang
sama dengan kondisi yang dirasakan sekarang
3) Riwayat Penyakit Keluarga
43
Kaji apakah ada riwayat penyakit ginjal dari keluarga. Diduga faktor genetik tidak
mempengaruhi timbulnya pruritus, kecuali dalam keluarga ada kelainan sistemik
internal yang bersifat herediter, mungkin saja mengalami pruritus.
3. Pemeriksaan Fisik
a) B1 (Breathing)
Gejala : nafas pendek, dypsnea, noktural paroximal, batuk dengan nada/tanpa
sputum kenral dan banyak
Tanda : takhipnea, dipsnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (pernafasan
kusmaul), batuk produktif dengan sputum atau dahak.
b) B2 (Blood)
Gejala : riwayat Hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada atau angina
Tanda : Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum akibat penimbunan
cairan, pitting pada kaki, telapak tangan, disritmia jantung, nadi lemah halus,
44
hipotensi ortostatik menunjukan hipovolemi, pucat, kulit coklat kehijauan,
kuning dan cenderung perdarahan. Anemia normokrom, trombositopenia,
gangguan leukosit, perdarahan.
c) B3 (Brain)
Gejala : Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolen sampai koma, Miopati,
ensefalopati metabolik, burning feet syndrome, restless leg
Tanda : Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak, gangguan
seksual, libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki, gangguan
metabolisme vitamin D syndrome.
d) B4 (Bladder)
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguri, anuria (gagal tahap lanjut)
Tanda : Perubahan warna urine, contoh: urine berwarna kuning pekat, merah,
coklat, berawan. Oliguria dapat menjadi anuria
e) B5 (Bowel)
Gejala : Abdomen kembung, mual muntah, diare atau koonstipasi. Peningkatan
berat badan cepat/odema, penurunan berat badan (malnutrisi), anorexia, nyeri
ulu hati, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernafasan amonia)
Tanda : Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir), perubahan
turgor kulit/kelembapan, edema, ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah, penurunan
massa otot, penurunan lemak subkutan dan penampilan tak bertenaga.
f) B6 (Bone)
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki (memburuk saat malam
hari), kulit gatal, ada/tidaknya infeksi
Tanda : Pruritis, demam (sepsis,dehidrasi), normotermia dapat secara actual
terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari
normal (efek GGK/depresi respon imun), ptekia, area ekimosis pada kulit,
fraktur tulang, defisit fosfat kalsium pada kulit, jaringan lunak dan keterbatasan
gerak sendi.
45
4. Pemeriksaan diagnostik
a) Laboratorium
Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya
darah, Hb, dan myoglobin. Berat jenis <1.020 menunjukkan penyakit ginjal, pH
urine >7.00 menunjukkan ISK, NTA, dan GGK. Osmolalitas kurang dari 350
mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal dan rasio urine: serum sering 1: 1.
b) Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin
Terdapat peningkatan yang tetap dalam BUN dan laju peningkatannya
bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan
masukan protein. Serum kratinin meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar
kreatinin serum bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan
penyakit.
1) Pemeriksaan elektrolit
Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi glomerulus tidak mampu
mengeksresikan kalium. Katabolisme protein mengahasilkan pelepasan
kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat.
Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung.
2) Pemeriksaan Ph
Pasien oliguri akut tidak dapat mengeliminasi muatan metabolik seperti
substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik normal. Selain itu,
mekanisme bufer ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH darah sehingga asidosis
metabolik progresif menyertai gagal ginjal.
46
g. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrient, peningkatan kebutuhan metabolisme
h. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit, efek
samping terapi
i. Defisit pengetahuan berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif,
kekeliruan mengikuti anjuran, kurang terpapar informasi
j. Ketidakberdayaan berhubungan dengan program perawatan/pengobatan
yang kompleks atau jangka panjang
k. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, kebutuhan tidak
terpenuhi, ancaman terhadap kematian. Keletihan berhubungan dengan
kondisi fisiologis (penyakit kronis, penyakit terminal), program
perawatan/pengobatan jangka panjang
2. Intra Hemodialisis:
a. Hipovolemi berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, kegagalan
mekanisme regulasi, kekurangan intake cairan
b. Resiko syok berhubungan dengan hipotensi, kekurangan volume cairan
c. Resiko perdarahan berhubungan dengan aneurisma atau
pseudoanerisma, gangguan koagulasi, tindakan pembedahan
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi,
iskemia, neoplasma), agen pencedera fisik (abses, prosedur operasi,
trauma)
e. Ketidakstabilan gula darah (hipoglikemia)
f. Termoregulasi tidak efektif
g. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi
3. Post Hemodialsis:
a. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive, penyakit
kronis.
b. Resiko perdarahan berhungan aneurisma atau pseudoanerisma,
gangguan
koagulasi, tindakan pembedahan
47
2.5.2 Intervensi
1.Pre HD
No. Dx Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan
Dx (SDKI) Keperawatan (SIKI)
(SLKI)
Hipervolemia Setelah dilakukan Manajemen
Berhubungan dengan asuhan keperawatan hipervolemia
(penyebab): selama ……x24 jam Observasi
Gangguan maka Periksa tanda dan
mekanisme Keseimbangan gejala hipervolemia
regulasi Cairan “membaik” (ortopnea, dispnea,
Kelebihan asupan dengan kriteria hasil: edema, JVP/CVP
cairan Asupan cairan meningkat, refleks
Kelebihan asupan Haluaran urin hepatojugular
natrium Kelembapan positif, suara nafas
Gangguan aliran membran tambahan)
balik vena mukosa Identifikasi
Efek agen Asupan penyebab
farmakologis makanan hipervolemia
(kortikosteroid, Edema Monitor status
chlorpropamid, Dehidrasi hemodinamik
tolbutamide, Asites (frekuensi jantung,
vincristin, Konfusi tekanan darah,
tryptilinescarbamaz Tekanan darah MAP, CAP, PAP,
epine) Denyut nadi PIMP, CO, CI), jika
Dibuktikan dengan: radial tersedia
Gejala dan Tanda Tekanan arteri Monitor intake dan
Mayor: rata-rata output cairan
Subjektif: Membran Monitor tanda
Ortopnea mukosa hemokonsentrasi
Dispnea Mata cekung (kadar natrium,
Paroxymal Turgor kulit BUN, hematocrit,
nocturnal dyspnea Turgor kulit berat jenis urin)
(PND) Berat badan Monitor tanda
Objektif: peningkatan
Edema anasarka tekanan onkotik
48
dan atau edema plasma (kadar
perifer protein dan albumin
Berat badan meningkat)
meningkat dalam Monitor kecepatan
waktu singkat infus secara ketat
Jugular venous Monitor efek
pressure (JVP) dan samping deuretik
atau central venous (hipotensi
pressure (CVP) ortortostatik,
meningkat hipovolemia,
Refleks hepato hipokalemia,
jugular positif hiponatremia)
Gejala dan Tanda Terapeutik
Minor: Timbang berat
Subjektif: - badan setiap hari
Objektif: pada waktu yang
Distensi vena sama
jugularis Batasi asupan
Terdengar suara cairan dan garam
nafas tambahan Tinggikan kepala
Hepatomegali tempat tidur 30-40°
Kadar Hb/Ht turun Edukasi
Oliguria Anjurkan melapor
Intake lebih banyak jika haluan urin <0,5
dari output (balance ml/kg/jam dalam 6
cairan positif) jam
Kongesti paru Anjurkan melapor
Penyakit ginjal: jika BB bertambah
gagal ginjal >1kg dalam sehari
akut/kronis, sindrom Ajarkan cara
nefrotik mengukur dan
Hipoalbuminemia mencatat asupan
Gagal jantung dan haluan cairan
kongestif Ajarkan cara
Kelainan hormon membatasi cairan
Penyakit hati Kolaborasi
(sirosis, asites, Kolaborasi
49
kanker hati) pemberian diuretik
Penyakit vena Kolaborasi
perifer (varises penggantian
vena, trombus vena, kehilangan kalium
plebitis) akibat deuretik
Kolaborasi
pemberian
continuous renal
replacement
therapy (CRRT),
jika perlu
Pemantauan cairan
Observasi
Monitor frekuensi
dan kekuatan nadi
Monitor frekuensi
nafas
Monitor tekanan
darah
Monitor berat badan
Monitor waktu
pengisian kapiler
Monitor elastisitas
dan turgor kulit
Monitor jumlah,
warna dan berat
jenis urin
Monitor kadar
albumin dan protein
total
Monitor hasil
pemeriksaan serum
Monitor intake dan
output cairan
Identifikasi tanda-
tanda hipervolemia
50
Manajemen cairan
Observasi
Monitor status
hidrasi
Monitor berat badan
harian
Monitor berat badan
sebelum dan
sesudah dianalisis
Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
(hemaktokrit, Na, K,
Cl, berat jenis urin,
BUN)
Monitor status
hemodinamik (MAP,
CVP, PAP, PCWP,
jika ada)
Terapeutik
Catan intake output
dan hitung balance
cairan 24 jam
Berikan asupan
cairan, sesuai
kebutuhan
Berikan cairan
intravena, jika perlu
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian deuretik,
jika perlu
Manajemen Elektrolit
Observasi
Identifikasi tanda
dan gejala
ketersediaan kadar
51
elektrolit
Identifikasi
penyebab
ketidakseimbangan
elektrolit
Identifikasi
kehilangan elektrolit
melalui cairan
Monitor kadar
elektrolit
Monitor efek
samping pemberian
suplemen elektrolit
Terapeutik
Berikan cairan, jika
perlu
Berikan diet yang
tepat (tinngi kalium,
rendah natrium)
Pasang akses
intravena, jika perlu
Edukasi
Jelaskan jenis,
penyebab dan
penanganan
ketidakseimbangan
elektrolit
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian
suplemen elektrolit
sesuai indikasi
Manajemen Asam-
Basa
Observasi
Identifikasi
52
penyebab
ketidakseimbangan
asam basa
Monitor frekuensi
dan kedalaman
nafas
Monitor status
neurologis (tingkat
kesadaran, status
mental)
Monitor irama dan
frekuensi jantung
Monitor perubahan
Ph, PaCO2, HcO3
Terapeutik
Ambil spesimen
darah arteri untuk
pemeriksaan AGD
Berikan oksigen,
sesuai indikasi
Edukasi
Jelaskan penyebab
dan mekanisme
terjadinya gangguan
asam basa
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian ventilasi
mekanik, jika perlu
Managemen
Hemodialisa
Observasi
Identifikasi tanda
dan gejala serta
kebutuhan HD
Identifikasi kesiapan
53
HD
Monitor TTV,tanda-
tanda perdarahan
dan respon selama
dialysis
Monitor TTV pasca
HD
Terapeutik
Siapkan peralatan
HD
Lakukan prosedur
HD dengan prinsip
aseptik
Atur filtrasi sesuai
kebutuhan
penarikan cairan
Atasi hipotensi
selama proses
dialysis
Hentikan HD bila
mengalami kondisi
yang
membahayakan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur HD
Kolaborasi
□ Kolaborasi
pemberian heparin
pada bloodline
sesuai indikasi
Perfusi perifer tidak perfusi perifer Perawatan Sirkulasi
efektif Observasi
Setelah dilakukan Periksa sirkulasi
Berhubungan dengan asuhan keperawatan perifer (mis. Nadi
(penyebab): perifer, edema,
54
Hiperglikemia selama ……x24 jam pengisian kalpiler,
Penurunan Denyut nadi warna, suhu, angkle
konsentrasi Hb perifer brachial index)
Warna kulit pucat Identifikasi faktor
Edema perifer resiko gangguan
Dibuktikan dengan: Nyeri ekstremitas sirkulasi (mis.
Gejala dan Tanda Bruit femoralis Diabetes, perokok,
Mayor: Pengisian kapiler orang tua,
Subjektif: Akral hipertensi dan
(tidak tersedia) Turgor kulit kadar kolesterol
Objektif: Indeks ankle- tinggi)
pengisian kapiler >3 brachial Monitor panas,
detik kemerahan, nyeri,
Nadi perifer atau bengkak pada
menurun atau tidak ekstremitas
teraba Terapeutik
Akral teraba dingin Hindari
Warna kulit pucat pemasangan infus
Turgor kulit atau pengambilan
menurun darah di area
keterbatasan
Gejala dan Tanda perfusi
Minor: Hindari pengukuran
Subjektif: tekanan darah pada
parastesia ekstremitas pada
nyeri ekstremitas keterbatasan
(klaudikasi perfusi
intermiten) Hindari penekanan
dan pemasangan
Objektif: torniquet pada area
edema yang cidera
penyembuhan luka Lakukan
lambat pencegahan infeksi
indeks ankle- Lakukan perawatan
brachial <0,90 kaki dan kuku
ruit femoral Lakukan hidrasi
55
Edukasi
Anjurkan berhenti
merokok
Anjurkan
berolahraga rutin
Anjurkan mengecek
air mandi untuk
menghindari kulit
terbakar
Anjurkan
menggunakan obat
penurun tekanan
darah, antikoagulan,
dan penurun
kolesterol, jika perlu
Anjurkan minum
obat pengontrol
tekakan darah
secara teratur
Anjurkan
menghindari
penggunaan obat
penyekat beta
Ajurkan
melahkukan
perawatan kulit
yang tepat(mis.
Melembabkan kulit
kering pada kaki)
Anjurkan program
rehabilitasi vaskuler
Anjurkan program
diet untuk
memperbaiki
sirkulasi( mis.
Rendah lemak
jenuh, minyak ikan,
56
omega3)
Informasikan tanda
dan gejala darurat
yang harus
dilaporkan( mis.
Rasa sakit yang
tidak hilang saat
istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya
rasa)
57
Lotion atau serum)
□ Anjurkan mandi dan
menggunakan
sabun secukupnya
□ Anjurkan
menghindari
terpapar suhu
ekstrem
Nyeri Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
tindakan Observasi
keperawatan selama □ Identifikasi factor
3x8 jam maka tautan pencetus dan
nyeri meningkat pereda nyeri
dengan kriteria hasil: □ Monitor kualitas
□ Melaporkan nyeri nyeri Monitor lokasi
terkontrol dan penyebaran
meningkat nyeri
□ Kemampuan □ Monitor intensitas
mengenali onset nyeri dengan
nyeri meningkat menggunakan skala
□ Kemampuan □ Monitor durasi dan
menggunakan frekuensi nyeri
teknik Teraupetik
nonfarmakologis □ Ajarkan Teknik
meningkat nonfarmakologis
□ Keluhan nyeri untuk mengurangi
penggunaan rasa nyeri
analgesik □ Fasilitasi istirahat
menurun dan tidur
□ Meringis Edukasi
menurun □ Anjurkan memonitor
□ Fekuensi nadi nyeri secara mandiri
membaik □ Anjurkan
□ Pola nafas menggunakan
membaik analgetik secara
□ Tekanan darah tepat Kolaborasi
58
membaik Kolaborasi
□ pemberian obat
analgetic
2. Intra HD
Dx Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan
No.
(SDKI) Keperawatan (SIKI)
Dx
(SLKI)
Hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen
Berhubungan dengan asuhan keperawatan hypovolemia
(penyebab): selama ……x24 jam Observasi
Kehilangan cairan maka Status Cairan Periksa tanda dan
aktif “membaik” dengan gejala hypovolemia
Kegagalan kriteria hasil: (mis. Frekuensi nadi
mekanisme Kekuatan nadi meningkat, nadi
regulasi Turgor kulit teraba lemah,
Peningkatan Output urine tekanan
permeabilitas Pengisian kapiler darah menurun,
kapiler Berat badan tekanan nadi
Kekurangan intake Perasaan lemah menyempit, turgor
cairan Keluhan haus kulit menurun,
Evaporasi Konsentrasi membrane mukosa
urine kering, volume urin
Frekuensi nadi menurun, hematocrit
Dibuktikan dengan: Tekanan darah meningkat, haus,
Gejala dan Tanda Tekanan nadi lemah)
Mayor: Membran Monitor intake dan
Subjektif: mukosa output cairan
(Tidak Tersedia) Kadar Ht Terapeutik
Objektif: Intake cairan Hitung kebutuhan
Frekuensi nadi Status mental cairan
meningkat Berikan asupan
Nadi teraba lemah cairan oral
Tekanan darah Edukasi
menurun Anjurkan
Tekanan nadi memperbanyak
menyempit
59
Turgor kulit asupan cairan oral
menurun Kolaborasi
Membrane mukosa Kolaborasi
kering pemberian cairan IV
Volume urin isotonis (mis. NaCL,
menurun RL)
Hematokrit Kolaborasi
meningkat pemberian cairan IV
hipotonis (mis.
Gejala dan Tanda Glukosa 2,5%,
Minor: NaCL 0,4%)
Subjektif: Kolaborasi
Merasa lemah pemberian cairan
Mengeluh haus koloid (mis.
Albumin,
Objektif: Plasmanate)
Pengisian vena Kolaborasi
menurun pemberian produk
Status mental darah
berubah
Suhu tubuh Pencegahan syok
meningkat Observasi
Konsentrasi urin Monitor status
meningkat kardiopulmonal
Berat badan turun (frekuensi dan
tiba-tiba kekuatan nadi,
frekuensi napas,
TD, MAP)
Monitor status
oksigenasi
(oksimetri nadi,
AGD)
Monitor status
cairan (masukan
dan haluaran, turgor
kulit, CRT)
Monitor tingkat
60
kesadaran dan
respon pupil
Periksa riwayat
alergi
Terapeutik
Berikan oksigen
untuk
mempertahankan
saturasi oksigen
>94%
Pasang jalur IV, jika
perlu
Pasang kateter
urine untuk menilai
produksi urine, jika
perlu
Lakukan skin test
untuk mencegah
reaksi alergi
Edukasi
Jelaskan
penyebab/faktor
risiko syok
Jelaskan tanda dan
gejala awal syok
Anjurkan
memperbanyak
asupan cairan oral
Anjurkan
menghindari
allergen
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian IV, jika
perlu
Kolaborasi
Pemberian transfusi
61
darah, jika perlu
Kolaborasi
pemberian
antiinflamasi, jika
perlu
No Dx Dx Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan
(SDKI) Keperawatan (SIKI)
(SLKI)
Risiko Syok Setelah dilakukan Pencegahan Syok
Dibuktikan dengan asuhan keperawatan Observasi
(factor resiko): selama ……x24 jam Monitor stsatus
Hipoksemia tingkat syok kardiopulmonal
Hipoksia menurun dengan (frekuensi dan
Hipotensi kriteria hasil: kekuatan nadi,
Kekurangan Kekuatan nadi frekuensi napas,
volume cairan meningkat TD, MAP)
Sepsis Output urine Monitor status
Sindrom respons meningkat oksigenasi
inflamasi (systemic Tingkat kesadaran (oksimetri, nadi,
inflammatory meningkat AGD)
respons syndrome Saturasi oksigen Monitor status
[SIRS]) meningkat cairan (masukan
Akral dingin menurun dan haluaran dan
Pucat menurun respons pupil)
Mean arterial Periksa riwayat
pressure membaik alergi
Tekanan darah Teraupetik
sistolik membaik Berikan oksigen
Tekanan darah untuk
diastolic membaik mempertahankan
Tekanan nadi saturasi oksigen
membaik >94%
Pengisian kapiler Persiapkan intubasi
membaik dan ventilasi
Frekuensi nadi mekanis, jika perlu
membaik Pasang jaur IV jika
Frekuensi napas
62
perlu
membaik Pasang kateter
urine untuk menilai
produksi urine, jika
perlu
Lakukan skin test
untuk mencegah
reaksi alergi
Edukasi
Jelaskan
penyebab/faktor
risiko syok
Jelaskan tanda dan
gejala awal syok
Anjurkan melapor
jika menemukan/
merasakan tanda
dan gejala awal
syok
Anjurkan
memperbanyak
asupan cairan oral
Anjurkan
menghindari
allergen
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian IV, jika
perlu
Kolaborasi pemberia
transfusi darah, jika
perlu
Kolaborasi
pemberian
antiinflamasi, jika
perlu
63
Ansietas Setelah dilakukan Reduksi ansietas
dibuktikan dengan tindakan selama 5 Observasi
□ Kurang terpaparnya jam tingkat cemas □ Identifikasi saat
informasi menurun, dengan tingkat ansietas
Dibuktikan dengan kriteria hasil: berubah (kondisi,
□ Merasa bingung Verbalisasi waktu, stress)
□ Merasa khawatir kebingungan □ Monitor tanda
dengan akibatdari menurun ansietas
kondisi yang dihadapi Verbalisasi khawatir Terapautik
□ Tampak gelisah menurun □ Ciptakan suasana
Perilaku gelisah terapautik untuk
menurun menumbuhkan
Pola tidur membaik kenyamanan
□ Temani pasien untuk
menurangi
kecemasan, jika
memungkinkan
□ Pahami situasi yang
membuat ansietas
□ Dengarkan dengan
penuh perhatian
□ Gunakan
pendekatan yang
tenang dan penuh
perhatian
□ Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
Edukasi
□ Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin
dialami
□ Informasikan secara
fakstual mengenai
64
diagnosis,
pengobatan dan
prognosis
□ Anjurkan keluarga
untuk tetap
Bersama pasien,
jika perlu
□ Latih tekhnik
relaxasi
Kolaborasi
□ Kolaborasi
pemberian obat
antiansietas, jika
perlu
3. Post HD
Dx Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan
No.
(SDKI) Keperawatan (SIKI)
Dx
(SLKI)
Resiko Infeksi Setelah dilakukan Intervensi Utama:
Definisi: Beresiko asuhan keperawatan Manajemen
mengalami peningkatan selama ……x24 jam Imunisasi/Vaksinasi
terserang organisme Tingkat Infeksi/
patogenik Integritas kulit dan Identifikasi riwayat
jaringan kesehatan dan
Kebersihan riwayat alergi
Dibuktikan dengan tangan Identifikasi
(factor resiko): Kebersihan badan kontraindikasi
□ Penyakit kronis Nafsu makan pemberian
(mis. Diabetes Demam imunisasi
melitus) Kemerahan Identifikasi status
□ Efek prosedur Nyeri imunisasi setiap
invasif Bengkak kunjungan ke
□ Malnutrisi Vesikel pelayanan
65
patogen lingkungan Sputum berwarna informasi vaksinasi
□ Ketidakadekuatan hijau Jadwal imunisasi
pertahanan tubuh Drainase purulen dengan interval
preimer: Piuna waktu yang tepat
□ Gangguan Periode malaise Jelaskan tujuan,
peristaltik Periode menggigil manfaat, reaksi
□ Kerusakan Lelargi yang terjadi, jadwal
integritas kulit Gangguan kognitif dan efek samping
□ Perubahan sekresi Kadar sel darah Intervensi
pH putih Pendukung:
66
□ Diabetes melitus imunisasi, jika perlu
□ Tindakan invasif
□ Kondisi
penggunaan terapi
steroid
□ Penyalahgunaan
obat
□ Ketuban Pecah
Sebelum Waktunya
(KPSW)
□ Kanker
□ Gagal ginjal
□ Imunosupresi
□ Lymphedema
□ Leukositopenia
Gangguan fungsi hati
Risiko Perdarahan setelah dilakukan Pencegahan
Dibuktikan dengan asuhan keperawatan Perdarahan
faktor resiko: selama ……x24 jam Observasi
Aneurisma maka Tingkat Monitor tanda dan
Gangguan Perdarahan gejala perdarahan
gastrointestinal "Menurun" dengan Monitor nilai
(mis. Ulkus kriteria hasil: hematokrit/
lambung, polip, □ Kelembapan hemoglobin
varises) membran mukosa sebelum dan
Gangguan fungsi meningkat setelah kehilangan
hati (mis. Sirosis □ Kelembapan kulit darah
hepatitis) meningkat Monitor tanda-
Komplikasi □ Kognitif tanda vital
kehamilan (mis. meningkat ortostatik
Ketuban pecah □ Hemoptisis Monitor koagulasi
sebelum waktunya, menurun (mis. Prothrombn
plasenta previa/ □ Hematemesis time (PT), partial
abrupsio, kehamilan menurun throvloplastin time
kembar) □ Hematuria (PTT), fibrinogen,
Komplikasi pasca degradasi fibrin
67
partum (,is. Atoni menurun dan/ atau platelet
uterus, retensi □ Perdarahan anus
plasenta) menurun Terapeutik
Gangguan □ Distesi abdomen Pertahankan bed
koagulasi (,is. menurun rest selama
Trombositopenia) □ Perdarahan perdarahan
Efek agen vagina menurun Batasi tindakan
farmakologis □ Perdarahan invasif, jika perlu
Tindakan pasca operasi Gunakan kasur
pembedahan menurun untuk pencegahan
Trauma □ Hemoglobin dekubitus
Kurang terpapar membaik Menghindari
informasi tentang □ Hematokrit pengukuran suhu
pencegahan rektal
membaik
perdarahan
□ Tekanan darah
Proses keganasan Edukasi
membaik
Menjelaskan
□ Denyut nadi
tanda dan gejala
apikal membaik
perdarahan
□ Suhu tubuh
Anjurkan
membaik
menggunakan
kaus kaki saat
ambulasi
Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan
untuk
menghindaru
konstipasi
Anjurkan
menghindari
aspirin atau
antikoagulan
Anjurkan
meningkatkan
asupan makanan
68
dan vitamin K
Anjurkan segera
melapor jika
terjadi perdarahan
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian obat
pengontrol
perdarahan, jika
perlu
Kolaborasi
pemberian produk
darah, jika perlu
Kolaborasi
pemberian
pelunak tinja, jika
perlu
69
2.6.4 Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
rencana keperawatan diantaranya: Intervensi dilaksanakan sesuai dengan
rencana setelah dilakukan validasi; ketrampilan interpersonal, teknikal dan
intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat,
keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan
respon pasien. Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit
dari rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan
perawatan yang muncul pada pasien (Hidayat, 2004).
2.6.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Tujuan dari evaluasi ini
adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan
baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (Hidayat, 2004).
Evaluasi pada klien dengan CKD, yaitu:
1. Berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan teratasi
2. Masukan nutrisi yang adekuat teratasi
3. Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi teratasi
4. Konsep diri teratasi
5. Pengetahuan mengenai kondisi dan penanganan yang bersangkutan
meningkat.
Evaluasi dapat dilakukan menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya.
S: Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
O: Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
A: Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah tidak teratasi atau
muncul masalah baru.
P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon
pasien
70
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:
a. Masalah teratasi, jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan
tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
b. Masalah teratasi sebagian, jika pasien menunjukkan sebahagian dari
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
c. Masalah belum teratasi, jika pasien tidak menunjukkan perubahan dan
kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang
telah ditetapkan
d. Muncul masalah baru, jika pasien menunjukkan adanya perubahan kondisi
atau munculnya masalah baru.
71
72