Anda di halaman 1dari 31

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
2.1 Sistem Tenaga Listrik
Sistem Tenaga Listrik secara umum merupakan suatu sistem yang terdiri dari
lima sub sistem utama yaitu pembangkit listrik, sistem transmisi, gardu induk,
sistem distribusi dan beban. Sumber listrik dari sistem tenaga listrik berasal dari
pembangkit listrik dan disalurkan melalui sistem transmisi. Sebelum masuk ke
sistem transmisi energi listrik yang telah dibangkitkan tegangannya akan dinaikan
menggunakan transformator penaik tegangan (Step-Up Transformator) untuk
kemudian disalurkan melalui sistem transmisi menuju gardu induk. Tegangan ini
dinaikan dengan maksud untuk mengurangi jumlah arus yang mengalir pada
saluran transmisi. Setelah daya listrik yang disalurkan melalui sistem transmisi
sampai pada gardu induk, maka selanjutnya tegangan transmisi diturunkan melalui
transformator penurun tegangan (Step-Down Transformator) di gardu induk
tersebut. Tegangan akan diturunkan menjadi tegangan menengah sebesar 20kV
untuk dapat disalurkan ke gardu distribusi. Kemudian dari gardu distribusi tegangan
kembali diturunkan menjadi tegangan rendah sebesar 220V/380V sehingga
selanjutnya dapat disalurkan melalui saluran distribusi menuju pusat-pusat beban
(Wibowo, 2018).

Gambar 2.1 Komponen Sistem Tenaga Listrik

(Sumber : (Wibowo, 2018))

25
26

2.2 Sistem Distribusi Tenaga Listrik


Sistem Distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem distribusi
ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik besar (Bulk
Power Source) sampai ke konsumen. Jadi fungsi sistem distribusi tenaga listrik
yaitu sebagai pembagi atau penyaluran energi listrik ke beberapa tempat konsumen
dan merupakan sub sistem tenaga listrik yang langsung berhubungan dengan
pelanggan, karena catu daya pada pusat-pusat beban dilayani langsung melalui
jaringan distribusi (Suhadi, 2008a)

Suswanto (2009) menyatakan bahwa sistem distribusi tenaga listrik dari


pembangkit ke konsumen (beban), yaitu pembangkit yang menghasilkan energi
listrik, dikirim langsung dari jaringan transmisi (SUTET) ke gardu induk. Tenaga
listrik disalurkan dari gardu induk ke jaringan distribusi primer (SUTM), dan dari
gardu distribusi langsung ke jaringan distribusi sekunder (SUTR) kemudian di
distribusikan ke konsumen. Dengan demikian ruang lingkup jaringan sistem
distribusi tenaga listrik adalah SUTM, Gardu Distribusi, dan SUTR. Sistem
pendistribusian tenaga listrik dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu sebagai
berikut :

1. Sistem Pendistribusian Langsung


Sistem pendistribusian langsung merupakan sistem penyaluran tenaga
listrik yang dilakukan secara langsung dari Pusat Pembangkit Tenaga
Listrik, dan tidak melalui jaringan transmisi terlebih dahulu. Sistem
pendistribusian langsung ini digunakan jika Pusat Pembangkit Tenaga
Listrik berada tidak jauh dari pusat-pusat beban, biasanya terletak daerah
pelayanan beban atau di pinggiran kota.
2. Sistem Pendistribusian Tak Langsung
Sistem pendistribusian tak langsung merupakan sistem penyaluran tenaga
listrik yang dilakukan jika Pusat Pembangkit Tenaga Listrik jauh dari pusat-
pusat beban, sehingga untuk penyaluran tenaga listrik memerlukan jaringan
transmisi sebagai jaringan perantara sebelum dihubungkan dengan jaringan
distribusi yang langsung menyalurkan tenaga listrik ke konsumen.
27

2.2.1 Klasifikasi Jaringan Distribusi


Klasifikasi jaringan distribusi berdasarkan letak jaringan terhadap posisi
gardu distribusi dibedakan menjadi dua jenis yaitu (Syahputra, 2017):

1. Jaringan Distribusi Primer


Jaringan distribusi primer merupakan suatu jaringan yang terletak
diantara gardu induk dengan gardu distribusi yang berfungsi
menyalurkan tenaga listrik bertegangan menengah dengan standar
operasi yang digunakan PT.PLN (Persero) untuk jaringan distribusi
primer sebesar 20kV untuk line to line. Jaringan distribusi primer dapat
menggunakan hantaran berupa kabel dalam tanah atau saluran udara
sesuai dengan tingkat keandalan yang diinginkan dengan kondisi serta
situasi lingkungan. Penghantar pada jaringan ini menghubungkan sisi
sekunder trafo pada gardu induk dengan sisi primer trafo pada gardu
distribusi.
2. Jaringan Distribusi Sekunder
Jaringan distribusi sekunder merupakan suatu jaringan yang letaknya
setelah gardu distribusi yang berfungsi sebagai penyalur tenaga listrik
ke pusat-pusat beban (konsumen). Jaringan distribusi sekunder
menyalurkan tenaga listrik bertegangan rendah (misalnya 220 V/380 V).
Hantaran pada jaringan ini berupa kabel tanah atau kawat udara sesuai
tingkat keandalan yang diinginkan dengan kondisi serta situasi
lingkungan. Penghantar pada jaringan ini menghubungkan dari sisi
sekunder trafo pada gardu distribusi ke tempat konsumen atau pemakai
(misalnya industri atau rumah – rumah).

2.3 Gardu Distribusi


Gardu Distribusi tenaga listrik merupakan suatu bangunan gardu listrik terdiri
dari instalasi Perlengkapan Hubung Bagi Tegangan Menengah (PHB-TM),
Transformator Distribusi (TD) dan Perlengkapan Hubung Bagi Tegangan Rendah
(PHB-TR) untuk memasok kebutuhan tenaga listrik bagi para pelanggan baik
dengan Tegangan Menengah (TM 20 kV) maupun Tegangan Rendah (TR
28

220/380V). Konstruksi Gardu distribusi dirancang berdasarkan optimalisasi biaya


terhadap maksud dan tujuan penggunaannya yang kadang kala harus disesuaikan
dengan peraturan Pemda setempat. Secara garis besar gardu distribusi dibedakan
atas (PT. PLN (Persero), 2010a) :

a) Jenis Pemasangannya
1. Gardu Pasang Luar : Gardu Portal, Gardu Cantol
2. Gardu Pasang Dalam : Gardu Beton, Gardu Kios
b) Jenis Konstruksinya
1. Gardu Beton : Bangunan Sipil : Batu, Beton
2. Gardu Tiang : Gardu Portal dan Gardu Cantol
3. Gardu Kios
c) Jenis Penggunaannya
1. Gardu Pelanggan Umum
2. Gardu Pelanggan Khusus

2.3.1 Jenis - Jenis Gardu Distribusi


Gardu distribusi dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan jenis
pemasangannya, jenis konstruksinya, dan jenis penggunaanya, hal ini bertujuan
untuk menunjang dan mencapai kontinuitas pendistribusian pelayanan yang
terjamin mutu yang tinggi dan menjamin keselamatan manusia. Jenis - Jenis gardu
distribusi yaitu sebagai berikut(PT. PLN (Persero), 2010a):

1. Gardu Portal
Gardu Portal merupakan gardu listrik tipe terbuka (outdoor) dengan
menggunakan konstruksi dua buah tiang. Gardu portal dicatu dari SUTM
dengan peralatan pengaman lebur Fuse Cut-Out (FCO) sebagai pengaman
hubung singkat transformator dengan elemen pelebur (pengaman lebur
link type expulsion) dan Lightning Arrester (LA) sebagai sarana pencegah
naiknya tegangan pada transformator akibat surja petir. Gardu Portal
dilengkapi dengan PHB-TR yang memiliki maksimal 4 jurusan yang
dilengkapi pengaman lebur (type NH, NT) sebagai pengaman jurusan dan
dilengkapi peralatan switching incoming-outgoing berupa Pemutus Beban
29

atau LBS (Load Break Switch) atau Pemutus Beban Otomatis (PBO) atau
CB (Circuit Breaker) yang bekerja secara manual maupun otomatis.

Gambar 2.2 Gardu Portal

(sumber : Dokumentasi Pribadi)

2. Gardu Cantol
Gardu Distribusi tipe cantol menggunakan transformator yang terpasang
adalah transformator 3 fasa atau 1 fasa dengan daya ≤ 100 kVA.
Transformator terpasang adalah jenis CSP (Completely Self Protected
Transformer) yaitu peralatan switching dan proteksinya sudah terpasang
lengkap dalam tangki transformator. Perlengkapan perlindungan
transformator tambahan berupa Lightning Arrester yang dipasang terpisah
dengan penghantar pembumiannya yang dihubungkan langsung dengan
badan transformator. Perlengkapan Hubung Bagi Tegangan Rendah
(PHB-TR) pada gardu cantol maksimum menggunakan 2 jurusan dengan
saklar pemisah pada sisi masuk dan pengaman lebur (type NH, NT)
sebagai pengaman jurusan. Semua Bagian Konduktif Terbuka (BKT) dan
Bagian Konduktif Ekstra (BKE) dihubungkan dengan pembumian sisi
Tegangan Rendah.
30

Gambar 2.3 Gardu Cantol

(sumber : Dokumentasi Pribadi)

3. Gardu Beton
Gardu beton merupakan suatu gardu yang mempunyai konstruksi dasar
seperti bangunan sipil yang berbahan dasar beton. Seluruh komponen
utama instalasi yaitu transformator dan peralatan switching/proteksi,
terangkai di dalam bangunan sipil yang dirancang, dibangun dan
difungsikan dengan konstruksi pasangan batu dan beton (masonry wall
building). Konstruksi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan
terbaik bagi keselamatan ketenagalistrikan.

Gambar 2.4 Gardu Beton

(sumber : Wikimedia)
31

4. Gardu Kios
Gardu tipe ini adalah bangunan yang terbuat dari konstruksi baja,
fiberglass atau kombinasinya, yang dapat dirangkai di lokasi rencana
pembangunan gardu distribusi. Terdapat beberapa jenis konstruksi, yaitu
Kios Kompak, Kios Modular dan Kios Bertingkat. Gardu ini dibangun
pada tempat-tempat yang tidak diperbolehkan membangun Gardu Beton.
Karena sifat mobilitasnya, maka kapasitas transformator distribusi yang
terpasang terbatas. Kapasitas maksimum adalah 400 kVA, dengan 4
jurusan Tegangan Rendah. Khusus untuk Kios Kompak, seluruh instalasi
komponen utama gardu sudah dirangkai selengkapnya di pabrik, sehingga
dapat langsung diangkut ke lokasi dan disambungkan pada sistem
distribusi yang sudah ada untuk difungsikan sesuai tujuannya.

Gambar 2.5 Gardu Kios

(sumber : Appi Electric)

5. Gardu Pelanggan Umum


Umumnya konfigurasi peralatan Gardu Pelanggan Umum adalah π
section, sama halnya seperti dengan Gardu Tiang yang dicatu dari SKTM.
Karena keterbatasan lokasi dan pertimbangan keandalan yang dibutuhkan,
dapat saja konfigurasi gardu berupa T section dengan catu daya disuplai
32

PHB-TM gardu terdekat yang sering disebut dengan Gardu Antena. Untuk
tingkat keandalan yang dituntut lebih dari Gardu Pelanggan Umum biasa,
maka gardu dipasok oleh SKTM lebih dari satu penyulang sehingga
jumlah saklar hubung lebih dari satu dan dapat digerakan secara Otomatis
(ACOS : Automatic Change Over Switch) atau secara remote control.

Gambar 2.6 Bagian satu garis konfigurasi π section Gardu Pelanggan Umum

(sumber : PT. PLN (Persero), 2010a)

6. Gardu Pelanggan Khusus


Gardu ini dirancang dan dibangun untuk sambungan tenaga listrik bagi
pelanggan berdaya besar. Selain komponen utama peralatan hubung dan
proteksi, gardu ini dilengkapi dengan alat-alat ukur yang dipersyaratkan.
Untuk pelanggan dengan daya lebih dari 197 kVA, komponen utama gardu
distribusi adalah peralatan PHB-TM, proteksi dan pengukuran Tegangan
Menengah. Transformator penurun tegangan berada di sisi pelanggan atau
diluar area kepemilikan dan tanggung jawab PT PLN (Persero). Pada
umumnya, Gardu Pelanggan Khusus ini dapat juga dilengkapi dengan
transformator untuk melayani pelanggan umum.
33

Gambar 2.7 Bagian satu garis Gardu Pelanggan Khusus

(sumber : PT. PLN (Persero), 2010a)

7. Gardu Hubung
Gardu Hubung disingkat GH atau Switching Substation adalah gardu yang
berfungsi sebagai sarana manuver pengendali beban listrik jika terjadi
gangguan aliran listrik, program pelaksanaan pemeliharaan atau untuk
maksud mempertahankan kontinuitas pelayanan. Isi dari instalasi Gardu
Hubung adalah rangkaian saklar beban (Load Break switch – LBS), dan
atau pemutus tenaga yang terhubung paralel. Gardu Hubung juga dapat
dilengkapi sarana pemutus tenaga pembatas beban pelanggan khusus
Tegangan Menengah. Konstruksi Gardu Hubung sama dengan Gardu
Distribusi tipe beton. Pada ruang dalam Gardu Hubung dapat dilengkapi
dengan ruang untuk Gardu Distribusi yang terpisah dan ruang untuk sarana
pelayanan kontrol jarak jauh. Ruang untuk sarana pelayanan kontrol jarak
jauh dapat berada pada ruang yang sama dengan ruang Gardu Hubung,
namun terpisah dengan ruang Gardu Distribusinya.

2.4 Komponen Utama Gardu Distribusi


2.4.1 Jaringan Tegangan Menengah (JTM)
Pada pendistribusian tenaga listrik ke pengguna tenaga listrik di suatu
kawasan, penggunaan sistem Tegangan Menengah sebagai jaringan utama adalah
upaya utama menghindarkan rugi-rugi penyaluran (losses) dengan kualitas
persyaratan tegangan yang harus dipenuhi oleh PT PLN Persero selaku pemegang
Kuasa Usaha Utama sebagaimana diatur dalam UU Ketenagalistrikan No 30 tahun
34

2009. Lingkup Jaringan Tegangan Menengah pada sistem distribusi di Indonesia


dimulai dari terminal keluar (out-going) pemutus tenaga dari transformator penurun
tegangan Gardu Induk hingga peralatan pemisah/proteksi sisi masuk (in-coming)
transformator distribusi 20 kV pada gardu distribusi. Konstruksi jaringan tenaga
listrik tegangan menengah dapat dikelompokan menjadi 3 macam konstruksi
sebagai berikut (PT. PLN (Persero), 2010b)

a) Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM)


Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) adalah sebagai konstruksi
termurah untuk penyaluran tenaga listrik pada daya yang sama. Konstruksi
ini terbanyak digunakan untuk konsumen jaringan Tegangan Menengah
yang digunakan di Indonesia. Ciri utama jaringan ini adalah penggunaan
penghantar telanjang yang ditopang dengan isolator pada tiang besi/beton.
Penggunaan penghantar telanjang, dengan sendirinya harus diperhatikan
faktor yang terkait dengan keselamatan ketenagalistrikan seperti jarak
aman minimum yang harus dipenuhi penghantar bertegangan 20 kV
tersebut antar Fase, bangunan, tanaman atau dengan jangkauan manusia.
Termasuk dalam kelompok yang diklasifikasikan SUTM adalah bila
penghantar yang digunakan adalah penghantar berisolasi setengah AAAC-
S (half insulated single core). Penggunaan penghantar ini tidak menjamin
keamanan terhadap tegangan sentuh yang dipersyaratkan akan tetapi untuk
mengurangi resiko gangguan temporer khususnya akibat sentuhan
tanaman.

Gambar 2.8 Saluran Udara Tegangan Menengah

(sumber : Dokumentasi Pribadi)


35

b) Saluran Kabel Udara Tegangan Menengah (SKUTM)


Penggunaan Saluran Kabel Udara Tegangan Menengah bertujuan untuk
lebih meningkatkan keamanan dan keandalan penyaluran tenaga listrik,
penggunaan penghantar telanjang atau penghantar berisolasi setengah
pada konstruksi jaringan Saluran Udara Tegangan Menengah 20 kV, dapat
juga digantikan dengan konstruksi penghantar berisolasi penuh yang
dipilin. Isolasi penghantar tiap Fase tidak perlu dilindungi dengan
pelindung mekanis. Berat kabel pilin menjadi pertimbangan terhadap
pemilihan kekuatan beban kerja tiang beton penopangnnya.

Gambar 2.9 Saluran Kabel Udara Tegangan Menengah

(sumber : Dokumentasi Pribadi)

c) Saluran Kabel Tanah Tegangan Menengah (SKTM)


Konstruksi SKTM ini adalah konstruksi yang aman dan andal untuk
mendistribusikan tenaga listrik Tegangan Menengah, tetapi relatif lebih
mahal untuk penyaluran daya yang sama. Keadaan ini dimungkinkan
dengan konstruksi isolasi penghantar per Fase dan pelindung mekanis
yang dipersyaratkan. Pada rentang biaya yang diperlukan, konstruksi
ditanam langsung adalah termurah bila dibandingkan dengan penggunaan
konduit atau bahkan tunneling (terowongan beton).
36

Gambar 2.10 Saluran Kabel Tegangan Menengah

(sumber : Detikcom)

Penggunaan Saluran Kabel bawah tanah Tegangan Menengah (SKTM)


sebagai jaringan utama pendistribusian tenaga listrik adalah sebagai upaya
utama peningkatan kualitas pendistribusian. Dibandingkan dengan SUTM,
penggunaan SKTM akan memperkecil resiko kegagalan operasi akibat
faktor eksternal atau meningkatkan keamanan ketenagalistrikan. Secara
garis besar, termasuk dalam kelompok SKTM adalah :
1. SKTM bawah tanah – underground MV Cable.
2. SKTM laut – Submarine MV Cable

2.4.2 Transformator Distribusi


Transformator adalah suatu peralatan mesin listrik statis yang bekerja
berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik untuk menyalurkan tenaga/daya listrik
dari suatu rangkaian listrik ke rangkaian listrik yang lain tanpa merubah frekuensi.
Pada umumnya transformator terdiri dari 2 belitan yaitu belitan primer dan belitan
sekunder, dan ada juga transformator yang secara khusus memiliki belitan tersier
sehingga menjadi 3 belitan. Bagian utama transformator adalah dua buah kumparan
yang keduanya dililitkan pada sebuah inti besi lunak. Transformator distribusi
digunakan untuk mengubah tegangan menengah menjadi tegangan rendah.
Sebagaimana halnya dengan komponen-komponen lain dari rangkaian distribusi,
rugi-rugi energi dan turun tegangan yang disebabkan arus listrik mengalir menuju
beban merupakan penentuan untuk pemilihan dan lokasi transformator (Yaved P,
Lily S, 2019).
37

Gambar 2.11 Transformator Distribusi

(sumber : Dokumentasi Pribadi)

Bagian - bagian transformator terdiri dari,

1. Kumparan Transformator
Kumparan trafo terdiri dari beberapa lilitan kawat tembaga yang dilapisi
dengan bahan isolasi (karton, pertinax, dll) untuk mengisolasi baik
terhadap inti besi maupun kumparan lain. Untuk trafo dengan daya besar
lilitan dimasukkan dalam minyak trafo sebagai media pendingin.
Banyaknya lilitan akan menentukan besar tegangan dan arus yang ada
pada sisi sekunder. Kadang kala transformator memiliki kumparan tertier.
Kumparan tertier diperlukan untuk memperoleh tegangan tertier atau
untuk kebutuhan lain. Untuk kedua keperluan tersebut, kumparan tertier
selalu dihubungkan delta. Kumparan tertier sering juga untuk
dipergunakan penyambungan peralatan bantu seperti kondensator
synchrone, kapasitor shunt dan reactor shunt.
38

Gambar 2.12 Kumparan Transformator

(sumber : Wikipedia)

2. Inti Besi
Inti besi digunakan sebagai media mengalirnya flux yang timbul akibat
induksi arus bolak balik pada kumparan yang mengelilingi inti besi
sehingga dapat menginduksi kembali ke kumparan yang lain. Dibentuk
dari lempengan – lempengan untuk mengurangi eddy current yang
merupakan arus sirkulasi pada inti besi hasil induksi medan magnet,
dimana arus tersebut akan mengakibatkan rugi – rugi.

Gambar 2.13 Inti Besi

(sumber : Sainsmania)

3. Bushing
Bushing merupakan sarana penghubung antara belitan dengan jaringan
luar. Bushing terdiri dari sebuah konduktor yang diselubungi oleh isolator.
39

Isolator tersebut berfungsi sebagai penyekat antara konduktor bushing


dengan body main tank transformator.

Gambar 2.14 Bhusing

(sumber : Dokumentasi Pribadi)

4. Pendinginan
Suhu pada trafo yang sedang beroperasi akan dipengaruhi oleh kualitas
tegangan jaringan, rugi-rugi pada trafo itu sendiri dan suhu lingkungan.
Suhu operasi yang tinggi akan mengakibatkan rusaknya isolasi kertas pada
trafo. Oleh karena itu pendinginan yang efektif sangat diperlukan. Minyak
isolasi trafo selain merupakan media isolasi dia juga berfungsi sebagai
pendingin. Pada saat minyak bersirkulasi, panas yang berasal dari belitan
akan dibawah oleh minyak sesuai jalur sirkulasinya dan akan didinginkan
pada sirip-sirip radiator. Adapun proses pendinginan ini dapat dibantu oleh
adanya kipas dan pompa sirkulasi guna meningkatkan efisiensi
pendinginan.
40

Gambar 2.15 Pendingin

(sumber : Wordpress)

5. Tangki dan Konservator


Tangki Konservator berfungsi untuk menampung minyak cadangan dan
uap/udara akibat pemanasan trafo karena arus beban. Diantara tangki dan
trafo dipasangkan relai bucholzt yang akan menyerap gas produksi akibat
kerusakan minyak. Untuk menjaga agar minyak tidak terkontaminasi
dengan air, ujung masuk saluran udara melalui saluran pelepasan/venting
dilengkapi media penyerap uap air pada udara, sering disebut dengan silica
gel dan dia tidak keluar mencemari udara disekitarnya.

Gambar 2.16 Tangki dan Konservator

(sumber : Alibaba)
41

6. Tap Charger
Kestabilan tegangan dalam suatu jaringan merupakan salah satu hal yang
dinilai sebagai kualitas tegangan. Transformator dituntut memiliki nilai
tegangan output yang stabil sedangkan besarnya tegangan input tidak
selalu sama. Dengan mengubah banyaknya belitan pada sisi primer
diharapkan dapat mengubah ratio antara belitan primer dan sekunder dan
dengan demikian tegangan output/sekunder pun dapat di proses.
Perubahan rasio belitan ini dapat dilakukan pada saat transformator sedang
berbeban (On load tap changer) atau saat transformator tidak berbeban
(Off load tap changer).

Gambar 2.17 On Load Tap Charger

(sumber : IndiaMart)

7. NGR (Netral Ground Resistant)


Salah satu metode pentanahan adalah dengan menggunakan NGR. NGR
adalah sebuah tahanan yang dipasang serial dengan netral sekunder pada
transformator sebelum terhubung ke ground/tanah. Tujuan dipasangnya
NGR adalah untuk mengontrol besarnya arus gangguan yang mengalir dari
sisi netral ke tanah.
42

Gambar 2.18 NGR (Netral Ground Resistant)

(sumber : Anak Teknik Indonesia)

8. Peralatan Proteksi
Peralatan yang mengamankan trafo terhadap bahaya fisis, elektris maupun
kimiawi.

Gambar 2.19 Relay Suhu

(sumber : Rahmat.Net)

9. Indikator
Indikator berfungsi untuk mengawasi selama transformator beroperasi,
maka perlu adanya indikator pada transformator yang antara lain sebagai
berikut:
a. indikator suhu minyak
b. indikator permukaan minyak
c. indikator sistem pendingin
43

d. indikator kedudukan tap

Gambar 2.20 Indikator Suhu Minyak

(sumber : Elektrikal-Engineering)

2.4.3 Tiang
Tiang listrik pada jaringan distribusi digunakan untuk saluran udara
(overhead line) sebagai penyangga kawat penghantar agar penyaluran tenaga listrik
ke konsumen atau pusat pusat beban dapat disalurkan dengan baik. Persyaratan
suatu tiang penyangga yang digunakan untuk penopang jaringan distribusi tenaga
listrik adalah :

a. Mempunyai kekuatan mekanis yang tinggi


b. Mempunyai umur yang panjang
c. Mudah pemasangan dan murah pemeliharaannya
d. Tidak terlampau berat
e. Harganya murah
f. Berpenampilan menarik
g. Mudah dicabut dan dipasang kembali

Klasifikasi tiang penyangga jaringan distribusi dibedakan berdasarkan


bahannya, berdasarkan sifatnya, berdasarkan konstruksinya, dan berdasarkan
fungsinya. Tujuan dari klasifikasi ini untuk memberikan kenyamanan terbaik
dengan memperhatikan keselamatan dan mutu yang tinggi (Suswanto, 2009).
44

Gambar 2.21 Tiang Listrik

(sumber : Dokumentasi Pribadi)

2.4.4 Cross Arm / Traves


Cross Arm atau Traves pada jaringan distribusi saluran udara tegangan
menengah berfungsi sebagai penjaga penghantar dan peralatan listrik yang perlu
dipasang pada tiang untuk menunjang pendistribusian tenaga listrik. Traves ini
dipasang sesuai arah tarikan penghantar yang harus mengikuti arah jalan
penghantar. Biasanya pada jaringan distribusi saluran udara tegangan menengah
traves dipasang pada konstruksi tiang beton bulat. Pemasangan dapat dilakukan
dengan memasang klem yang langsung di sekrup dengan baut dan mur (Suhadi,
2008b).

Gambar 2.22 Cross Arm / Traves

(sumber : Dokumentasi Pribadi)


45

2.4.5 Isolator
Isolator jaringan tenaga listrik merupakan alat tempat menopang kawat
penghantar jaringan pada tiang-tiang listrik yang digunakan untuk memisahkan
secara elektris dua buah kawat atau lebih agar tidak terjadi kebocoran arus (leakage
current) atau loncatan bunga api (flash over) sehingga mengakibatkan terjadinya
kerusakan pada sistem jaringan tenaga listrik. Langkah yang perlu diambil untuk
menghindarkan terjadinya kerusakan terhadap peralatan listrik akibat tegangan
lebih dan loncatan bunga api, ialah dengan menentukan pemakaian isolator
berdasarkan kekuatan daya isolasi (dielectric strength) dan kekuatan mekanis
(mechanics strength) bahan-bahan isolator yang dipakai. Karena sifat suatu isolator
ditentukan oleh bahan yang digunakan. Kemampuan suatu bahan untuk mengisolir
atau menahan tegangan yang mengenainya tanpa menjadikan cacat atau rusak
tergantung pada kekuatan dielektriknya. Fungsi utama isolator adalah :

1. Untuk penyekat / mengisolasi penghantar dengan tanah dan antara


penghantar dengan penghantar.
2. Untuk memikul beban mekanis yang disebabkan oleh berat penghantar dan
/ atau gaya tarik penghantar.
3. Untuk menjaga agar jarak antar penghantar tetap (tidak berubah).

Gambar 2.23 Isolator

(sumber : Dokumentasi Pribadi)

Bahan-bahan yang baik untuk isolator adalah bahan yang tidak dapat
menghantarkan arus listrik. Walaupun ada yang sanggup menghantarkan arus listrik
46

tetapi relatif sangat kecil, sehingga bisa diabaikan terhadap maksud penggunaan
atau pemakaiannya. Pemakaian bahan isolasi ini diharapkan seekonomis mungkin
tanpa mengurangi kemampuannya sebagai isolator. Sebab makin berat dan besar
ukuran isolator tersebut akan mempengaruhi beban penyangga pada sebuah tiang
listrik. Bahan-bahan isolasi yang dipakai untuk isolator jaringan kebanyakan
terbuat dari bahan padat, seperti bahan porselin, gelas, mika, ebonit, keramik,
parafin, kuarts, dan veld spat (Suswanto, 2009).

2.4.6 Perangkat Hubung Bagi-Tegangan Rendah (PHB-TR)

Gambar 2.24 Perangkat Hubung Bagi-Tegangan Rendah (PHB-TR)

(sumber : Dokumentasi Pribadi)

PHB-TR adalah suatu kombinasi dari satu atau lebih Perlengkapan Hubung
Bagi Tegangan Rendah dengan peralatan kontrol, peralatan ukur, pengaman dan
kendali yang saling berhubungan. Keseluruhannya dirakit lengkap dengan sistem
pengawatan dan mekanis pada bagian-bagian penyangganya. Secara umum PHB
TR sesuai SPLN 118-3-1–1996, untuk pasangan dalam adalah jenis terbuka. Rak
TR pasangan dalam untuk gardu distribusi beton. PHB jenis terbuka adalah suatu
rakitan PHB yang terdiri dari susunan penyangga peralatan proteksi dan peralatan
Hubung Bagi dengan seluruh bagian-bagian yang bertegangan, terpasang tanpa
isolasi. Jumlah jurusan per transformator atau gardu distribusi sebanyak-banyaknya
8 jurusan, disesuaikan dengan besar daya transformator dan Kemampuan Hantar
Arus ( KHA ) Penghantar JTR yang digunakan. Pada PHB-TR harus dicantumkan
diagram satu garis, arus pengenal gawai proteksi dan kendali serta nama jurusan
JTR. Sebagai peralatan sakelar utama saluran masuk PHB-TR, dipasangkan
47

Pemutus Beban (LBS) atau NFB (No Fused Breaker). Pengaman arus lebih (Over
Current) jurusan di sisi tegangan rendah pada PHB-TR dibedakan menjadi 2 yaitu
(PT. PLN (Persero), 2010a):

1. No Fused Breaker (NFB)


No Fused Breaker adalah breaker/pemutus dengan sensor arus, apabila ada
arus yang melewati peralatan tersebut melebihi kapasitas breaker, maka
sistem magnetik dan bimetalic pada peralatan tersebut akan bekerja dan
memerintahkan breaker melepas beban.

Gambar 2.25 No Fused Breaker (NFB)

(sumber : Dokumentasi Pribadi)

2. Pengaman Lebur (Sekring)


Pengaman lebur adalah suatu alat pemutus yang dengan meleburnya
bagian dari komponennya yang telah dirancang dan disesuaikan
ukurannya untuk membuka rangkaian dimana sekering tersebut dipasang
dan memutuskan arus bila arus tersebut melebihi suatu nilai tertentu dalam
jangka waktu yang cukup (SPLN 64:1985:1). Fungsi pengaman lebur
dalam suatu rangkaian listrik adalah untuk setiap saat menjaga atau
mengamankan rangkaian berikut peralatan atau perlengkapan yang
tersambung dari kerusakan, dalam batas nilai pengenalnya (SPLN
64:1985:24). Berdasarkan konstruksinya Pengaman Lebur untuk
Tegangan Rendah dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
48

a. Pelebur Tabung Semi Terbuka


Pelebur ini mempunyai harga nominal sampai 1000 Ampere.
Penggunaannya sebagai pengaman pada saluran induk Jaringan Tegangan
Rendah, saluran induk Instalasi Penerangan maupun Instalasi Tenaga.
Apabila elemen lebur dari pelebur ini putus dapat dengan mudah diganti.
b. Pelebur Tabung Tertutup (Tipe NH atau NT)
Jenis pengaman lebur ini paling banyak digunakan. Pemilihan besar rating
pengaman pelebur sesuai dengan kapasitas transformator

Gambar 2.26 Pengaman Lebur (Sekring)

(sumber : Dokumentasi Pribadi)

2.4.7 Jaringan Tegangan Rendah (JTR)


Jaringan Tegangan Rendah merupakan jaringan tenaga listrik dengan
tegangan rendah yang mencakup seluruh bagian jaringan tersebut beserta
perlengkapannya. dari sumber penyaluran tegangan rendah tidak termasuk SLTR.
Sedangkan sambungan tenaga listrik tegangan rendah (SLTR) ialah penghantar di
bawah atau di atas tanah termasuk peralatannya mulai dari titik penyambungan pada
JTR sampai dengan alat pembatas dan pengukur (App). Jaringan tegangan rendah
merupakan jaringan yang berhubungan langsung dengan konsumen tenaga listrik .
Sistem penyaluran daya listrik pada JTR dapat dibedakan menjadi dua yaitu
(Suartika, 2010) :

1. Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR)


Pada saluran ini menggunakan jenis penghantar yang kabel telanjang
(tanpa isolasi) seperti kabel AAAC, kabel ACSR.
49

2. Saluran Kabel Udara Tegangan Rendah (SKUTR)


Jenis penghantar yang dipakai adalah kabel berisolasi seperti kabel LVTC
(Low Voltage Twisted Cable). Ukuran kabel LVTC adalah : 2 x 10mm2 ,
2 x 16mm2 , 4 x 25mm2 , 3 x 35mm2 , 3 x 50mm2 , 3 x 70mm2.

Perencanaan sistem distribusi ini harus dilakukan secara sistematis dengan


pendekatan yang didasarkan pada peramalan beban untuk memperoleh suatu pola
pelayanan yang optimal. Pengembangan sistem yang terlambat memberikan resiko
terjadinya pemadaman dalam penyediaan tenaga listrik bagi pelanggan sebagai
akibat terjadinya pertambahan beban. Sebaliknya pengembangan sistem yang
terlalu cepat merupakan pemborosan energi

2.5 Sistem Proteksi Gardu Distribusi


2.5.1 Fuse Cut-Out (FCO)
Fuse Cut Out adalah suatu peralatan proteksi jaringan yang terdapat di
jaringan distribusi, fuse cut out merupakan pemutus rangkaian berbeban dengan
jaringan, caranya dengan meleburkan salah satu bagiannya berupa kawat lebur (fuse
link), sehingga bila terjadi gangguan arus lebih akibat gangguan hubung singkat
yang terjadi, fuse link bisa lebur dan segera memutus rangkaian yang terkena
gangguan. Perlengkapan fuse ini terdiri dari sebuah rumah fuse (fuse support),
pemegang fuse (fuse holder) dan fuse link. Prinsip kerja dari fuse cut out adalah
dengan merasakan arus yang melewati dirinya, jadi saat terjadi gangguan hubung
singkat dan timbul arus lebih, elemen pelebur pada kawat fuse link putus, karena
arus yang melewati fuse link sudah melebihi rating arus pengenal fuse link,
sehingga elemen kawat lebur putus, maka terjadilah arcing pada holder sehingga
pegas/per yang terdapat pada line terminal bekerja dengan menurunkan lead
konduktor dan menggantung di udara, sehingga tidak ada arus yang mengalir ke
sistem. Biasanya Fuse Cut Out dipasang setelah PTS maupun LBS untuk
memproteksi feeder dari gangguan hubung singkat dan dipasang seri dengan
jaringan yang dilindunginya, fuse Cut Out juga sering ditemukan pada setiap
transformator. Pada jaringan distribusi 20kV Fuse Cut Out mempunyai fungsi
sebagai berikut (Setiono & Prasetyo, 2016):
50

1. Tanggap terhadap arus lebih dari sistem atau peralatan yang dilindunginya.
2. Memutus (memadamkan) arus lebih dan tahan terhadap perubahan
tegangan balik yang timbul karena pemutusan tersebut.
3. Untuk dapat memberikan pelayanan listrik dengan keandalan yang tinggi
kepada konsumen.

(PT. PLN (Persero), 2010b) Terdapat 3 jenis karakteristik Fuse Link, tipe-K
(cepat), tipe–T (lambat) dan tipe–H yang tahan terhadap arus surja. Jika sadapan
Lightning Arrester (LA) sesudah Fused Cut Out, dipilih Fuse Link type–H. jika
sebelum Fused Cut Out (FCO) dipilih Fuse Link type–K. Sesuai Publikasi IEC 282-
2 (1970) - NEMA) di sisi primer berupa pelebur jenis pembatas arus. Arus pengenal
pelebur jenis letupan (expulsion) tipe-H (tahan surja kilat) tipe-T (lambat) dan tipe-
K (cepat) menurut publikasi IEC No. 282-2 (1974) – NEMA untuk pengaman
berbagai daya pengenal transformator, dengan atau tanpa koordinasi dengan
pengamanan sisi sekunder.

Gambar 2.27 Fuse Cut-Out (FCO)

(sumber : Dokumentasi Pribadi)

2.5.2 Lightning Arrester


Lightning Arrester merupakan alat pelindung atau pengaman bagi peralatan
sistem distribusi apabila terjadi masalah pada surja petir dengan cara membatasi
tegangan lebih dan tegangan lebih ini dialirkan ke tanah. Arrester di pasang sedekat
mungkin pada peralatan yang dilindungi yang dihubungkan dari fasa konduktor
tanah. Prinsip kerja Arrester adalah peralatan yang dapat melindungi pada peralatan
sistem tenaga listrik dari gangguan sambaran surja petir atau gangguan tegangan
lebih hubung surja petir. Arrester ini berfungsi untuk memotong tegangan lebih
51

yang yang menuju pada peralatan yang dilindunginya. Arrester ini bersifat bypass
disekitar isolasi yang membentuk jalan dan mudah dilalui arus kilat, maka tidak
menimbulkan tegangan lebih pada peralatan. Dalam keadaan normal arrester harus
mampu bertindak sebagai isolator yang tahanannya tinggi sehingga hanya
mengalirkan arus beberapa mili ampere arus yang bocor dari tegangan sistem
ketanah. Dan apabila arrester ini terkena sambaran petir maka arrester ini berubah
menjadi konduktor yang tahanannya sangat rendah sehingga arrester ini
mengalirkan ribuan ampere arus surja ke tanah, maka arrester ini dipasang pada
transformator dan peralatan lainnya untuk melindungi dari gangguan sambaran
petir atau tegangan lebih pada surja petir (Ibnu H, 2017)

Gambar 2.28 Lighting Arrester

(sumber : Dokumentasi Pribadi)

2.6 Pola Pembebanan Transformator Distribusi


Transformator overload apabila beban transformator melebihi 80% dari
kapasitas transformator (nameplate) atau arus nominal (In). Beban transformator
rekondisi < 80% untuk semua merk transformator. Berikut merupakan ketentuan
pembebanan transformator dilihat dari arus di sisi primer (Ip) dan di sisi sekunder
(Is).
52

Tabel 2.1 Arus Nominal Berdasarkan Pola Pembebanan Transformator

Untuk mengetahui arus sisi primer (Ip) transformator, dapat menggunakan


persamaan berikut :

𝑆
𝐼𝑝 = ................................................................................ (1)
√3.𝑉

Dimana :

S = Daya Transformator (kVA)

V = Tegangan Primer (V) = 20kV

Untuk mengetahui arus sisi sekunder (Is) transformator, dapat menggunakan


persamaan berikut

𝑆
𝐼𝑠 = ................................................................................. (2)
√3.𝑉

Dimana :

S = Daya Transformator (kVA)

V = Tegangan Sekunder (V) = 400V


53

2.7 Perhitungan Pembebanan Transformator


Berikut merupakan persamaan persamaan yang digunakan dalam menghitung
persentase pembebanan sebagai berikut :

SR = V x (IR jur A1 + IR jur A2 + IR jur C ) ............................................... (3)

SS = V x (IS jur A1 + IS jur A2 + IS jur C ) ................................................ (4)

ST = V x (IT jur A1 + IT jur A2 + IT jur C ) ............................................... (5)

Untuk mengetahui beban total dapat menjumlahkan hasil dari perhitungan diatas
seperti persamaan berikut :

STOT = SR + ST + SS .................................................................................... (6)

Keterangan:

S = Daya Semu

V = Tegangan

I = Arus jurusan yang akan dihitung

Setelah mendapatkan beban total, untuk mengetahui persentase pembebanan


menurut (Samsurizal & Hadinoto, 2020) dapat menggunakan persamaan sebagai
berikut :

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛
% 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛𝑎𝑛 = × 100% ....................... (7)
𝑑𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑎𝑙 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑓𝑜𝑟𝑚𝑎𝑡𝑜𝑟

2.8 Perhitungan Perkiraan Pertumbuhan Beban


Pertumbuhan beban menjadi penyebab terjadinya overload, maka disini penulis
hendak mencoba menganalisa mengenai perkiraan pertumbuhan beban dalam
beberapa tahun kedepan pada gardu distribusi KA3128. Perhitungannya
menggunakan Metode Least Square. Metode ini adalah metode yang digunakan
untuk menentukan persamaan trend data yang mencakup analisa Time Series
dengan dua kasus data genap dan ganjil (Pangestu Subagyo, 2013). Adapun
persamaan trend dengan metode Least Square menurut (Sutjipto dkk, 2019) sebagai
berikut :
54

Yn= a + bx .................................................................................................. (8)

Untuk mencari nilai a dan b dari persamaan trend dapat digunakan dua persamaan
normal sebagai berikut :

∑ Y = n. a + b. ∑ X ................................................................................... (9)

∑ XY = a. ∑ X + b. ∑ x 2 ......................................................................... (10)

Bila titik tengah data sebagai tahun dasar, maka ∑ X = 0 dan dapat dihilangkan dari
kedua persamaan diatas dan menjadi :

ƩY
𝑎= ..................................................................................................... (11)
𝑛

ƩXY
𝑏= ................................................................................................... (12)
ƩX2

Dimana:

Yn = data berkala (Time Series)

X = variabel waktu

a = nilai trend pada tahun dasar

b = rata rata pertumbuhan nilai trend pada tiap tahun

2.9 Gangguan Overload Pada Transformator Distribusi


Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk setiap tahunnya, kebutuhan listrik
pun ikut mengalami peningkatan yang signifikan. Meningkatnya kebutuhan energi
listrik akan menyebabkan pembebanan pada transformator semakin bertambah,
bahkan apabila melebihi persentase pembebanan yang sudah ditentukan maka
dinyatakan overload. Transformator dikatakan overload apabila kapasitas
pembebanannya lebih dari 80% (SPLN 50 : 1997). Apabila hal ini terjadi dalam
waktu yang lama dan digunakan secara terus menerus maka akan mengalami
peningkatan pada suhu dan panas pada transformator sehingga isolasi pada
transformator mengalami kerusakan karena panas yang berlebihan yang berujung
pada rusaknya transformator. Selain hal tersebut, overload pada transformator
55

distribusi juga dapat menyebabkan terjadinya drop voltage (jatuh tegangan) dan
dapat mempengaruhi kualitas daya. Terdapat dua metode alternatif untuk mengatasi
permasalahan transformator overload, yaitu dengan metode pemasangan
transformator sisipan dan uprating transformator (Regina C.Wagey dkk, 2021).

2.10 Metode Penanggulangan Transformator Overload


Metode Uprating merupakan metode peningkatan kapasitas daya transformator
yang mengalami gangguan Overload atau kelebihan beban. (Samsurizal &
Hadinoto, 2020) menyatakan bahwa salah satu upaya penanganan kasus overload
adalah metode uprating. Metode ini paling sederhana atau mudah tanpa persyaratan
apapun untuk mengatasi transformator overload. Beberapa faktor yang
melatarbelakangi dilakukannya uprating adalah untuk mengurangi kasus overload,
antara lain sebagai berikut:

1. Finansial
Metode penambahan daya transformator atau metode uprating adalah
metode menambahkan daya, sebagai contoh dari 200 kVA menjadi 400
kVA sedangkan beberapa jenis transformator seperti transformator sisip
harus melakukan beberapa perencanaan diantaranya mengenai perhitungan
finansial, lahan, waktu, tempat seperti di perkotaan, material, penjualan
kVA terhadap konsumen. Selain daripada itu, metode transformator sisip
jauh lebih mahal dibandingkan dengan metode uprating transformator
dikarenakan metode ini hanya menambah kapasitas daya yang lebih besar
dari daya sebelumnya
2. Lahan
Saat ingin melakukan uprating transformator hanya menambah daya yang
lebih besar dari daya sebelumnya sehingga tidak perlu membutuhkan lahan
yang luas bahkan material tambahan juga tidak diperlukan. Jadi berdasarkan
jarak jaringan yang paling ideal untuk menempatkan Trafo sisipan tersebut
adalah 50 meter dari Trafo Utama. Namun dalam hal ini kita tidak dapat
berpatokan pada hasil perhitungan saja, tetapi juga harus melihat dari sisi
lapangan.

Anda mungkin juga menyukai