Anda di halaman 1dari 64

Asuhan Keperawatan Luka Bakar

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk luka-luka lainnya karena
luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (escar) yang tetap berada pada
tempatnya untuk jangka waktu yang lama (Arif Mutaqqin, 2011).
Luka bakar adalah kerusakan jaringan permukaan tubuh yang disebabkan oleh
suhu tinggi yang menimbulkan reaksi pada seluruh sistem metabolism (Sunita
Almatsia, 2004).
Luka bakar adalah kerusakan pada kulit diakibatkan oleh panas, kimia atau radio
aktif (Wong, 2003).
2. Etiologi
Luka bakar dapat disebabkan oleh ;
a. Panas : basah (air panas, minyak)
b. kering (uap, metal, api)
c. Kimia : Asam kuat seperti Asam Sulfat
d. Basa kuat seperti Natrium Hidroksida
e. Listrik : Voltage tinggi, petir
f. Radiasi : termasuk X-ray
3. Manifestasi Klinik
Menurut Wong and Whaley’s 2003, tanda dan gejala pada luka bakar adalah :
a. Grade I
Kerusakan pada epidermis (kulit bagian luar), kulit kering kemerahan,
nyeri sekali, sembuh dalam 3 - 7 hari dan tidak ada jaringan parut.
b. Grade II
Kerusakan pada epidermis (kulit bagian luar) dan dermis (kulit bagian
dalam), terdapat vesikel (benjolan berupa cairan atau nanah) dan oedem
subkutan (adanya penimbunan dibawah kulit), luka merah dan basah,
mengkilap, sangat nyeri, sembuh dalam 21 - 28 hari tergantung
komplikasi infeksi.
c. Grade III
Kerusakan pada semua lapisan kulit, nyeri tidak ada, luka merah keputih-
putihan (seperti merah yang terdapat serat putih dan merupakan jaringan
mati) atau hitam keabu-abuan (seperti luka yang kering dan gosong juga
termasuk jaringan mati), tampak kering, lapisan yang rusak tidak sembuh
sendiri (perlu skin graf).

Metode Rule of Nines untuk menentukan daerah permukaan tubuh total untuk
orang dewasa adalah :
a) Kepala dan leher : 9%
b) Ekstremitas atas kanan : 9%
c) Ekstremitas atas kiri : 9%
d) Ekstremitas bawah kanan : 18%
e) Ekstremitas bawah kiri : 18%
f) Badan bagian depan : 18%
g) Badan bagian belakang : 18%
h) Genetalia : 1 %
4. Patofisiologi
Luka bakar (combustio) pada tubuh dapat terjadi karena konduksi panas
langsung atau radiasi elektromagnetik. Setelah terjadi luka bakar yang parah,
dapat mengakibatkan gangguan hemodinamika, jantung, paru, ginjal serta
metabolik akan berkembang lebih cepat. Dalam beberapa detik saja setelah terjadi
jejas yang bersangkutan, isi curah jantung akan menurun, mungkin sebagai akibat
dari reflex yang berlebihan serta pengembalian vena yang menurun.
Kontaktibilitas miokardium tidak mengalami gangguan.
Segera setelah terjadi jejas, permeabilitas seluruhh pembuluh darah
meningkat, sebagai akibatnya air, elektrolit, serta protein akan hilang dari ruang
pembuluh darah masuk ke dalam jarigan interstisial, baik dalam tempat yang luka
maupun yang tidak mengalami luka. Kehilangan ini terjadi secara berlebihan
dalam 12 jam pertama setelah terjadinya luka dan dapat mencapai sepertiga dari
volume darah. Selama 4 hari yang pertama sebanyak 2 pool albumin dalam
plasma dapat hilang, dengan demikian kekurangan albumin serta beberapa macam
protein plasma lainnya merupakan masalah yang sering didapatkan.
Dalam jangka waktu beberapa menit setelah luka bakar besar, pengaliran
plasma dan laju filtrasi glomerulus mengalami penurunan, sehingga timbul
oliguria. Sekresi hormon antideuretika dan aldosteron meningkat. Lebih lanjut lagi
mengakibatkan penurunan pembentukan kemih, penyerapan natrium oleh tubulus
dirangsang, ekskresi kalium diperbesar dan kemih dikonsentrasikan secara
maksimal.
Albumin dalam plasma dapat hilang, dengan demikian kekurangan albumin
serta beberapa macam protein plasma lainnya merupakan masalah yang sering
didapatkan. Dalam jangka waktu beberapa menit setelah luka bakar besar,
pengaliran plasma dan laju filtrasi glomerulus mengalami penurunan, sehingga
timbul oliguria. Sekresi hormon antideuretika dan aldosterone meningkat. Lebih
lanjut lagi mengakibatkan penurunan pembentukan kemih, penyerapan natrium
oleh tubulus dirangsang, ekskresi kalium diperbesar dan kemih dikonsentrasikan
secara maksimal.
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges, 2000 diperlukan pemeriksaan penunjang pada luka bakar
yaitu pemeriksaan laboratorium yang meliputi :
a) Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya
pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkan
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap
pembuluh darah.
b) Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi
atau inflamasi.
c) GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon
monoksida.
d) Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan
dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal
mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat
konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
e) Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
f) Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan
perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
g) Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
h) Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada
edema cairan.
i) BUN atau Kreatinin : Terjadi peninggian menunjukkan penurunan perfusi
atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
j) Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek
atau luasnya cedera.
k) EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau
distritmia.
l) Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka
bakar.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan luka bakar adalah sebagai berikut :
a. Fase darurat luka bakar
 Perawatan menginvetaris data-data melalui petugas luar rumah sakit
(petugas penyelamat atau petugas gawat darurat)
 Bila pasien mampu bicara tanyakan tentang proses dan mekanisme
secara ringkas dan cepat.
b. Tanda-tanda vital
Melakukan pemeriksaan sesering mungkin
Pemantauan jantung dilakukan bila memiliki riwayat penyakit jantung
Status respirasi dan suhu dipantau setiap 4 jam sekali
c. Riwayat Kesehatan
Riwayat luka bakar
Riwayat alergi
Riwayat imunisasi tetanus
Riwayat bedah
d. Intake dan output
Pantau dan ukur tiap dua jam
Catat urin yang pertama kali keluar ketika dipasang kateter untuk
mengetahui fungsi ginjaldan status cairan sebelum pasien mengalami
luka bakar.
e. Pemeriksaan fisik
Head to toe
Berfokus pada tanda dan gejala serta cedera atau komplikasi yang timbul
f. Pengkajian luas luka bakar
Mengidentifikasi daerah luka bakar terutama derajat II dan III
Ukuran, warna, bau, eksudat, pembentuka abses, perdarahan,
pertumbuhan epitel, penampakan jaringan granulasi pada luka bakar
g. Pengkajian neurologi
Tingkat kesadaran
Status fisiologi
Nyeri
Kecemasan
Perilaku
Pemahaman pasien dan keluarga tentang cedera serta penanganannya.

2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


a. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan
pertumbuhan jaringan membaik
Intervensi :
1) Kaji kerusakan jaringan kulit yang terjadi pada klien
2) Bersihkan luka dan daerah sekitar
3) Jaga pasien agar tidak menggaruk dan memegang luka
4) Berikan tehnik distraksi pada pasien
5) Pertahankan perawatan luka untuk mencegah kerusakan epitel dan
granulasi
6) Berikan kalori tinggi, protein tinggi dan makanan kecil
7) Berikan vitamin tambahan dan mineral-mineral
8) Tutup daerah terbakar untuk mencegah nekrosis jaringan

b. Nyeri berhubungan dengan trauma luka bakar


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam nyeri
diharapkan berkurang
Intervensi :
1) Kaji tingkat nyeri untuk pengobatan
2) Posisikan ekstensi untuk mengurangi nyeri karena gerakan
3) Laksanakan latihan aktif, pasif
4) Kurangi iritasi untuk mencegah nyeri.
5) Sentuh daerah yang tidak terjadi luka bakar untuk memberikan
kontak fisik dan kenyamanan.
6) Berikan tehnik-tehnik pengurangan nyeri non pengobatan yang
sesuai
7) Antisipasi kebutuhan medikasi pengobatan nyeri dan berikan
sebelum nyeri tersebut terjadi.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan barier kulit,
kerusakan respon imun, prosedur invasive
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan
tidak ada tanda-tanda infeksi
Intervensi :
1) Monitor ttv
2) Pertahankan tehnik cuci tangan yang hati-hati bagi perawatan dan
pengunjung.
3) Pakai sarung tangan ketika merawat luka untuk meminimalkan
terhadap agen infeksi.
4) Ambil eksudat, krusta untuk mengurangi sumber infeksi
5) Cegah kontak pasien dengan orang yang mengalami ISPA /
infeksi kulit
6) Berikan obat antimikrobial dan penggantian. balutan pada luka

d. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


peningkatan metabolisme, kehilangan nafsu maka
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam nutrisi dapat
terpenuhi
Intervensi :
1) Timbang BB tiap minggu untuk melengkapi status nutrisi
2) Catat intake dan output
3) Monitor diare dan konstipasi untuk mencegah intoleransi terhadap
makanan
4) Berikan tinggi kalori, tinggi protein dan makanan kecil untuk
mencegah kekurangan protein dan memenuhi kebutuhan kalori.
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan pergerakan
(ROM)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam aktivitas fisik
pasien meningkat
Intervensi :
1) Bantu pasien mendapatkan posisi yang tepat dan mobilitas bagi
luka bakar : konsultasikan dengan bagian ocupasi terapi untuk
merencanakan latihan pergerakan
2) Lihat keluarga dalam perberian tindakan keperawatan.
3) Ajarkan latihan ROM aktif dan pasif setiap 4 jam, berikan pujian
setiap kali pasien melakukan latihan ROM
4) Ambulasi pasien secara dini jika memungkinkan.
5) Ubah posisi tiap 2 jam sekali pada area yang tertekan.
6) Beri antibiotic sebelum aktivitas karena nyeri.
f. Volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas kapiler
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam volume cairan
terpenuhi
Intervensi :
1) Observasi inteke dan output setiap jam.
2) Observasi tanda-tanda vital
3) Timbang berat badan
4) Ukur lingkar ektremitas yang terbakar tiap sesuai indikasi
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan lewat infus
Asuhan Keperawatan Dermatitis

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Dermatitis adalah suatu peradangan pada dermis dan epidermis yang dalam
perkembangannya memberikan gambaran klinik berupa efloresensi polimorf dan
pada umumnya memberikan gejala subjektif gatal. (Mulyono :1986)
Dermatitis adalah peradangan epidermis dan dermis yang memberikan gejala
subjektif gatal dan dalam perkembangannya memberikan efloresensi yang
polimorf. (Junaidi Purnawan : 1982)
2. Etiologi
Berdasarkan etiologinya dermatitis dibagi dalam tipe :
a. Dermatits kontak
 Dermatitis kontak toksis akut
Suatu dermatitis yang disebabkan oleh iritan primer kuat / absolut.
Contoh: H2SO4 , KOH, racun serangga.
 Dermatitis Kontak Toksis Kronik
Suatu dermatitis yang disebabkan oleh iritan primer lemah / relatif.
Contoh : sabun , detergen.
 Dermatitis Kontak Alergi
Suatu dermatitis yang disebabkan oleh alergen . Contoh : logam (Ag,
Hg), karet, plastik, dll.
b. Dermatitis Atopik
Suatu peradangan menahun pada lapisan epidermis yang disebabkan zat-zat
yang bersifat alergen. Contoh : inhalan (debu, bulu).
c. Dermatitis Perioral
Suatu penyakit kulit yang ditandai adanya beruntus-beruntus merah disekitar
mulut. Penyebabnya tidak diketahui, menyerang wanita berusia 20-60 tahun
dan bisa muncul pemakaian salep kortikosteroid diwajah untuk mengobati
suatu penyakit.
d. Dermatitis Statis
Suatu peradangan menahun pada tungkai bawah yang sering meninggalkan
bekas, yang disebabkan penimbunan darah dan cairan dibawah kulit, sehingga
cenderung terjadi varises dan edema.
3. Manifestasi klinik
a. Dermatitis Kontak
Gatal-gatal , rasa tidak enak karena kering, kulit berwarna coklat dan menebal.
b. Dermatitis Atopik
Gatal-gatal , muncul pada beberapa bula pertama setelah bayi lahir, yang
mengenai wajah, daerah yang tertutup popok, tangan, lengan dan kaki.
c. Dermatitis Perioral
Gatal-gatal bahkan menyengat, disekitar bibir tampak beruntus-beruntus kecil
kemerahan.
d. Dermatitis Statis
Awalnya kulit merah dan bersisik, setelah beberapa minggu / bulan , warna
menjadi coklat.
4. Patofisiologi
Dermatitis merupakan peradangan pada kulit, baik pada bagian dermis ataupun
epidermis yang disebabkan oleh beberapa zat alergen ataupun zat iritan. Zat
tersebut masuk kedalam kulit yang kemudian menyebabkan hipersensitifitas pada
kulit yang terkena tersebut.
Masa inkubasi sesudah terjadi sensitisasi permulaan terhadap suatu antigen adalah
5-12 hari, sedangkan masa reaksi setelah terkena yang berikutnya adalah 12-48
jam. Adapun faktor-faktor yang ikut mendorong perkembangan dermatitis adalah
gesekan, tekanan, balutan, macerasi, panas dan dingin, tempat dan luas daerah
yang terkena dan adanya penyakit kulit lain.
5. Pengobatan/ Penatalaksanaan Medis
a. Terapi umum
 Hindari faktor penyebab.
 Jaga kulit jangan sampai kering  pelembab.
 Berikan pengertian untuk tidak digaruk.

b. Terapi Lokal
Salep / krim / losio kortikosteroid.
c. Terapi Sistemik
 Anti histamin.
 Kortikosteroid ; dosis 40-60 mg.
 Antibiotik ; Eritromisin, Dewasa 4x 250 mg/hr. 4x 125 mg/hr
6. Pemeriksaan penunjang
a. Percobaan asetikolin (suntikan dalam intracutan, solusio asetilkolin 1/5000).
b. Percobaan histamin hostat disuntikkan pada lesi
c. Pric
Pemeriksaan laboratorium
a. Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin,
globulin
b. Urin : pemeriksaan histopatologi.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Kaji faktor penyebab terjadinya gangguan.
 Kaji pengetahuan tentang faktor penyebab dan metode kontak.
 Kaji adanya pruritas, pain dan burning.
 Kaji peningkatan stress yang diketahui pasien.
 Kaji tanda-tanda infeksi.
 Riwayat infeksi yang berulang-ulang.
 Kaji faktor yang memperparah.
 Pada reaksi ringan kulit terlihat merah dan terdapat vesicle.
 Pada reaksi berat terdapat ulceration, bulla buosion.

2. Diagnosa dan Intervensi keperawatan


a. Nyeri, Gatal berhubungan dengan inflamasi pada kulit.
Tujuan : Mengurangi rasa gatal.
Intervensi :
1) Lakukan pengkajian secara komperhensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
2) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
3) Kurangi faktor presipitasi nyeri
4) Ajarkan teknik nonfarmakologi intuk mengurangi nyeri
5) Jelaskan untuk tidak menggaruk luka
6) Kolaborasi dokter jika ada keluhan tambahan.
b. Gangguan body image berhubungan dengan lesi pada kulit.
Tujuan : Menyatakan penerimaan situasi diri, pasien memiliki konsep diri
yang positif.
Intervensi :
1) Kaji makna kehilangan / perubahan pada pasien.
2) Berikan penguatan positif terhadap kemampuan dan dorong usaha
untuk mengikuti tujuan rehabilitasi.
3) Berikan kelompok pendukung untuk orang terdekat dan beri
informasi bagaimana mereka dapat membantu pasien.
c. Ganggun integritas kulit berhubungan dengan garukan.
Tujuan : Menunjukkan regenerasi jaringan mencapai penyembuhan tepat
waktu pada area luka.
Intervensi :
1) Kaji warna, ukuran, perhatikan jaringan nekrotik.
2) Berikan kompres dingin / larutan PK untuk lesi eksudatif dan basah.
3) Jangan terlalu kuat mengusap-ngusap kulit dengan handuk.
4) Anjurkan untuk memakai stoking.
5) Kurangi kontak langsung pada area luka.
6) Anjurkan untuk tidak menggaruk.
7) Dorong pasien menerapkan prinsip-prinsip kebersihan diri.
8) Kolaborasi pemberian antibiotik pada infeksi sekunder.
d. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang alergen-alergen .
Tujuan : Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis dan pengobatan.
Intervensi :
1) Penkes yang meliputi pengetahuan pasien untuk mengenali agen
penyebab, perjalanan penyakit , faktor yang memperberat dan cara
perawatan.
e. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak
adekuat.
Tujuan : mencapai penyembuhan luka tepat waktu, bebas eksudat – purulen
dan tidak demam.
Intervensi :
1) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
2) Tekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik.
3) Periksa area terkena.
4) Dorong masukan nutrisi yang cukup
5) Dorong masukan cairan
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antibiotik.
Asuhan Keperawatan SSJ (Sindrom Steven Johnson)

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Sindrom Steven Johnson adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lender di
orifisium dan mata dengan keadaan umum berfariasi dari ringan sampai berat
kelainan pada kulit berupa eritema vesikel / bula, dapat disertai purpura.
Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema,
vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lender di
orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk.
2. Etiologi
Etiploginya belum pasti, namun ada beberapa factor yang dapat dianggap sebagai
penyebab yaitu :
a. Infeksi oleh mikroorganisme
Seperti virus, bakteri, jamur, parasit
b. Obat-obatan
Misalnya penisilin, analgetik, antipiretik dll.
c. Factor endokrin
d. Makanan
e. Factor fisik
Seperti sinar matahari, hawa dingin, sinar X, keganasan dll.
3. Manifestasi Klinik
Pada sindrom ini terdapat trias kelainan berupa :
a. Kelainan kulit
Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula
kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga
terjadi purpura.
b. Kelainan selaput lendir di orifisium
Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100%)
kemudian disusul oleh kelainan dilubang alat genital (50%) sedangkan
dilubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% dan 4%).
Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah sehingga menjadi erosi
dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dalam terbentuk pseudomembran.
Di bibir kelainan yang sering tampak yaitu krusta berwarna hitam yang tebal.
Kelainan dimukosa dapat juga terdapat difaring, traktus respiratorius bagian
atas dan esopfagus. Stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar tidak
dapat menelan. Adanya pseudomembran di faring dapat menyebabkan keluhan
sukar bernafas
c. Kelainan mata
Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus yang tersering ialah
konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa kongjungtivitis purulen,
perdarahan, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis. Disamping trias kelainan
tersebut dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya: nefritis dan onikolisis.
4. Komplikasi
a. Bronkopnumonia
b. Sepsis
c. Kehilangan cairan/ darah
d. Gangguan keseimbangan elektrolit
e. Syok
f. Kebutaan karena gangguan lakrimasi
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
b. Hispatologi
c. Imunologi
6. Penatalaksanaan
a. Pengobatan kortikosteroid
Pada kasus berat diberikan deksametason secara intravena, dengan dosis 4x5
mg – 3x10 mg sehari. Bila keadaan umum membaik dan penderita dapat
menelan maka obat diganti dengan prednisone dengan dosis yang ekuivalen.
Pada kasus yang lebih ringan diberikan prednisone dengan dosis 4x5 mg –
4x20 mg sehari. Jika telah terjadi penyembuhan dosis diturunkan secara
bertahap.
b. Pengobatan topical
Vesikel dan bula yang belum pecah diberikan bedak salisil 2%
Kelainan yang basah dikompres dengan asam salisil 1%
Kelainan mulut yang berat dibeikan kompres asam boricum 3%
Bila terdapat konjungtivus berikan salep mata yang mengandung antibiotic
dan kortikosteroid.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwatyat kesehatan sekarang
Klien dengan Steven Johnson biasanya mengeluhkan dema, malaise, kulit
merah dan gatal, nyeri kepala, batuk, pilek, dan sakit tenggorokan.
b. Pola persepsi kesehatan- manajemen kesehatan
Klien dengan Steven Johnson, biasanya penting dikaji riwayat konsumsi obat-
obatan tertentu.
c. Pola nutrisi metabolic
Klien dengan Steven Johnson, biasanya mengalami penurunan nafsu makan,
sariawan pada mulut, dan kesulitan menelan.
d. Pola eliminasi
Klien dengan Steven Johnson, biasanya akan mengalami retensi urin,
konstipasi, membutuhkan bantuan untuk eliminasi dari keluarga atau perawat
e. Pola aktivitas latihan
Klien dengan Steven Johnson biasanya tampak gelisah dan merasa lemas,
sehingga sulit untuk beraktifitas
f. Pola aktifitas tidur
Klien dengan Steven Johnson, akan mengalami kesulitan untuk tidur dan
istirahat karena nyeri yang dirasakan, rasa panas dan gatal-gatal pada kulit.
g. Pola kognitif persepsi
Klien dengan Steven Johnson akan mengalami kekaburan pada
penglihatannya, serta rasa nyeri dan panas di kulitnya
h. Pola persepsi diri- konsep diri
Dengan keadaan kulitnya yang mengalami kemerahan, klien merasa malu
dengan keadaan tersebut, dan mengalami gangguan pada citra dirinya.

2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


a. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit
Tujuan : Nyeri dapat dikontrol atau hilang
Intervensi :
1) Kaji tingkat skala nyeri 1 – 10, lokasi dan intensitas nyeri
2) Kaji tanda-tanda vital (TD, RR, N)
3) Anjurkan dan ajarkan klien tehnik relaksasi nafas dalam, distraksi,
imajinasi
4) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan
5) Kolaborasi dalam pemberian obat analgetik
b. Gangguan integritas kulit berhungan dengan kerusakan permukaan kulit
Tujuan : integritas kulit menunjukkan regenerasi jaringan
Intervensi :
1) Kaji ukuran, warna luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi
sekitar luka
2) Berikan perawatan luka yang tepat dan tindakan kontrol infeksi
3) Berikan lingkungan yang lembab dengan kompres
4) Dorong klien untuk istirahat
5) Kolaborasi pemberian obat sistemik
c. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan perpindahan
cairan dari intravaskuler ke dalam rongga interstisial, rusaknya jaringan
kulit akibat luka
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan
Intervensi :
1) Kaji dan catat turgor kulit
2) Monitor dan catat cairan yang masuk dan keluar
3) Timbang BB klien setiap hari
4) Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma,
albumin
5) Awasi pemeriksaan laboratorium (Hb/Ht, natrium urine random)
d. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kesulitan menelan
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhiKebutuhan nutrisi klien terpenuhi
Intervensi :
1) Kaji terhadap malnutrisi dengan mengukur tinggi dan BB
2) Jaga kebersihan mulut untuk menambah nafsu makan pasien
3) Berikan makan sedikit tapi sering hingga jumlah asupan nutrisi
tercukupi
4) Berikan makanan untuk pasien dalam bentuk hangat dan sedian
lunak/bubur
5) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan kebutuhan nutsi klien
e. Gangguan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : Klien dapat bertoleransi terhadap aktivitas
Intervensi :
1) Kaji respon individu terhadap aktivitas
2) Bantu klien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari dengan tingkat
keterbatasan yang dimiliki klien
3) Jelaskan pentingnya pembatasan aktivitas
4) Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien
f. Resiko Infeksi berhubungan dengan hilangnya barier/perlindungan kulit
Tujuan : Tidak terjadi infeksi lokal atau sistemik
Intervensi :
1) Observasi keadaan luka setiap hari
2) Jaga agar luka tetap bersih atau steril
3) Lakukan perawatan luka setiap hari (kompres luka dengan NaCl) dan
bersihkan jaringan nekrotik
4) Pantau hitung leukosit, hasil kultur dan tes sensitivitas
5) Kolaborasi berikan antibiotic
g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan krisis situasi, kecacatan
Tujuan : Terjadi perbaikan penampilan peran
Intervensi :
1) Kaji makna kehilangan/perubahan pada pasien/orang terdekat
2) Terima dan akui ekspresi frustasi, ketergatnungan, marah, kedukaan.
Perhatikan perilaku menarik diri dan penggunaan penyangkalan
3) Dorong interaksi keluarga dan dengan tim medis rehabilitasi
Asuhan Keperawatan Scabies

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) yang mudah
menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia atau sebaliknya.
Penyebabnya scabies adalah Sarcoptes scabiei
2. Etiologi
Scabies atau kudis disebabkan oleh seekor tungau (kutu/mite) yang bernama
Sarcoptes scabiei, filum Arthopoda, kelas Aracnida, ordo Ackarina, Superfamili
Sarcoptes. Jenis Sarcoptes yang menyerang pada hewan dan manusia adalah:
a. Pada manusia : S. scabiei var homonis
b. Pada hewan : S. scabiei var animalis
c. Pada babi : S. scabiei var suis
d. Pada kambing : S. scabies var caprae
e. Pada biri-biri : S. scabiei var ovis
3. Manifestasi klinik
Gejala penyakit scabies pada manusia adalah:
a. Adanya terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk garis lurus atau
berkelok-kelok, panjangnya beberapa mili meter sampai 1cm, dan pada
ujungnya tampak vesikula, papula, atau pastula.
b. Tempat predileksi yang khas adalah sela jari, lipat ketiak bagian depan,
areola mammae, sekitar umbilicus, abdomen bagian bawah, genetalia
eksterna pria. Pada orang dewasa jarang terdapat di muka dan kepala,
kecuali pada penderita imunosupresif, sedangkan pada bayi lesi dapat
terjadi di seluruh permukaan kulit.
c. Penyembuhan cepat setelah pemberian obat antiskabies yang efektif.
d. Adanya gatal hebat pada malam hari. Bila lebih dari satu anggota keluarga
menderita gatal, harus dicurigai adanya scabies. Gatal pada malam hari
disebabkan oleh temperature tubuh menjadi lebih tinggi sehingga aktivitas
kutu meningkat.

4. Pencegahan
Pencegahan skabies dapat dilakukan dengan berbagai cara:
a. Mencuci bersih, bahkan sebagian ahli menganjurkan dengan cara direbus,
handuk, seprai maupun baju penderita skabies, kemudian menjemurnya
hingga kering.
b. Menghindari pemakaian baju, handuk, seprai secara bersama-sama.
c. Mengobati seluruh anggota keluarga, atau masyarakat yang terinfeksi
untuk memutuskan rantai penularan.
d. Mandi dengan air hangat dan sabun untuk menghilangkan sisa-sisa kulit
yang mengelupas dan kemudian kulit dibiarkan kering.
e. Gunakan pakaian dan sprei yang bersih, semua perangkat tidur, handuk
dan pakaian yang habis dipakai harus dicuci dengan air yang sangat panas
kalau perlu direbus dan dikeringkan dengan alat pengering panas.
f. Cegah datangnya lagi skabies dengan menjaga lingkungan agar tetap
bersih dan sehat, ruangan jangan terlalu lembab dan harus terkena sinar
matahari serta menjaga kebersihan diri anggota keluarga dengan baik.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata
b. Keluhan utama
c. Riwayat penyakit
d. Riwayat penyakit terdahulu
e. Riwayat penyakit keluarga
f. Psikososial
g. Pola kehidupan sehari-hari
h. Pemeriksaan fisik
i. Pemeriksaan laboratorium
j. Terapi. Kolaborasi dengan tim medis , biasanya jenis obat topikal :
- Sulfur presitatum
- Emulsi benzil-benzous
- Gama benzena heksa klorida
- Krotamiton 10%
- Permetrin 5%
- Antibiotik jika ditemukan adanya infeksi sekunder

2. Diagnose dan Intervensi Keperawatan.


a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biolgis
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri
berkurang
Intervensi :
1) kaji intensitas nyeri, karakteristik dan catat lokasi
2) berikan perawatan kulit dengan sering, hilangkan rangsangan
lingungan yang kurang menyenangkan
3) kolaborasi dengan dokter pemberi analgesic
4) koaborasi pemberian antibiotika

b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola tidur
kembali normal
Intervensi :
1) Monitor waktu makan, minum dan tidur
2) Ciptakan lingkungan yang nyaman
3) Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
4) Kolaborasikan pemberian obat tidur
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam
penampian sekunder
Tujuan : Bisa menerapkan citra tubuh dengan semestinya
Intervensi :
1) Kaji respon pasien terhadap tubuhnya
2) Dorong pasien mengungkapkan perasaannya
3) Jelaskan tentang pengobatan, perawatan dan kemajuan penyakitnya
d. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : cemas berkurang dan hilang
Intervensi :
1) Dengarkan dengan penuh perhatian identifikasi tingkat kecemasan
2) Gunakan pendekatan yang menenangkan
3) Temani pasien untuk mengurangi rasa takut
4) Berikan obat untuk mengurangi rasa cemas
e. Resiko infeksi berhubungan dengan jaringan kuit rusak dan prosedur
infasif
Tujuan : tidak ada tanda-tanda infeksi
Intervensi :
1) monitor tanda gejala infeksi
2) batasi pengunjung
3) tingkatkan intake nutrisi
4) ajarkan cara mencuci tangan yang benar
5) kolaborasikan pemberian obat antibiotik
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema
Tujuan : kerusakan kulit teratasi
Intervensi :
1) Monitor kulit akan adanya kemerahan
2) Mobilisasi pasien/ ubah posisi pasien
3) Anjurkan menggunakan pakaian yang longgar
Asuhan Keperawatan Urtikaria

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Urtikaria adalah lesi sementara yang terdiri dari bentol sentral yang dikelilingi
oleh haloeritematosa. Lesi tersendiri adalah bulat, lonjong, atau berfigurata, dan
seringkali menimbulkan rasa gatal. (Harrison, 2005). Urtikaria dikenal dengan
nama Hives, nettle rash, biduran, kaligata.
Urtikaria yaitu keadaan yang di tandai dengan timbulnya urtika atau edema
setempat yang menyebabkan penimbulan di atas permukaan kulit yang di sertai
rasa sangat gatal
2. Etiologi
a. Obat-obatan seperti : Aspirin, kodein, morfin, oains
b. Jenis makanan yang dapat menyebabakan alergi misalnya: telur, ikan, kerang,
coklat, jenis kacang tertentu, tomat, tepung, terigu, daging sapi, udang, dll.
c. Inhalan bisa dari serbuk sari, spora, debu rumah.
d. Infeksi Sepsis fokal (misalnya infeksi saluran kemih, infeksi saluran
pernafasan atas, hepatitis,Candida spp, protozoa, cacing)
e. Sistemik : SLE, retikulosis, dan karsinoma
f. Faktor fisik seperti cahaya, gesekan atau tekanan, panas dan getaran dapat
langsung menginduksi degranulasi sel mast.
3. Manifestasi Klinik
a. Keluhan subjektif biasanya gatal
b. Rasa terbakar atau tertusuk
c. Klinis tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang
bagian tengah tampak pucat
d. Bentuk popular
e. Dermografisme : oedema & eritema yg linear di kulit bila terkena
tekanan/goresan benda tumpul, timbul 30 menit
4. Klasifikasi
a. Tipe akut : dapat berlangsung dalam 24 jam sampai 10 hari. Timbulnya secara
mendadak dan terasa sangat gatal, iritasi akibat garukan menimbulkan urtikari
baru
b. Tipe menahun : timbul urtikari hampie setiap hariatau secara tidak teratur
selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Rasa gatal yang sedikkt atau tidak
terasa sama sekali.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium. Hitung darah lengkap dengan diferensial, profil kimia, laju
endap darah (LED), T4, pengukuran TSH, urinalisis dan biakan urine, antibody
antinuclear
b. Radiografik. Radiograf dada, foto sinus, foto gigi, atau panorex
c. Uji selektif. Krioglobulin, analisis serologic hepatitis dan sifilis, factor
rheumatoid, komplemen serum, IgM, IgE serum
d. Biopsi kulit. Jika laju endap darah meningkat, lakukan biopsy nyingkirkakulit
untuk men kemungkinan vaskulitis urtikaria.
6. Penatalaksanaan
a. Istirahat bila erupsi luas sekali
b. Suntikkan adrenalin 1:1000 sebanyak 0,5-1 ml untuk mendapatkan reaksi yang
cepat
c. Sedative untuk menenangkan penderita yang gelisah
d. Antihistamin, yang paling efektif untuk difnhidramin, prometazin
e. Diet eliminasi : bila diduga adanya alergi terhadap makanan pada urtikari akut,
maka hendaknya hindari makanan seafood.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien.
b. Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
c. Riwayat Kesehatan.
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya.
 Riwayat Penyakit Dahulu :
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit
kulit lainnya.
d. Riwayat Penyakit Keluarga :
 Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
e. Riwayat Psikososial :
 Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang
mengalami stress yang berkepanjangan.
f. Riwayat Pemakaian Obat :
 Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada
kulit, atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.
g. Pemeriksaan fisik
 KU : lemah
 TTV : suhu naik atau turun.
 Kepala :
Bila kulit kepala sudah terkena dapat terjadi alopesia.
 Mulut :
Dapat juga mengenai membrane mukosa terutama yang disebabkan oleh
obat.
 Abdomen :
Adanya limfadenopati dan hepatomegali.
 Ekstremitas :
Perubahan kuku dan kuku dapat lepas.
 Kulit :
Adanya eritema , pengelupasan kulit , sisik halus dan skuama.
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
a. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya luka akibat gangguan
integritas
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi
teratasi
Intervensi :
1) Observasi adanya tanda-tanda infeksi
2) Ukur tanda vital tiap 4-6 jam
3) Lakukan tekni aseptic dan antiseptic dalam melakukan tindakan pada
pasien
4) Libatkan peran serta keluarga dalam memberikan bantuan pada klien.
5) Jaga lingkungan klien agar tetap bersih.
6) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet TKTP
b. Risiko integritas kulit berhubungan dengan terpapar alergen
Tujuan : tidak terjadi kerusakan kulit
Intervensi :
1) Monitor kulit akan adanya kemerahan
2) Baca label makanan kaleng agar terhindar dari bahan makan yang
mengandung alergen
3) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
4) Ajari klien menghindari atau menurunkan paparan terhadap alergen
yang telah diketahui
5) Kolaborasikan dengan dokter pemberian antibiotik
c. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan pruritis
Tujuan : rasa nyaman klien terpenuhi
Intervensi :
1. Identifikasi tingkat kecemasan
2. Temani pasien untuk memberikan keamanan
3. Dengarkan dengan penuh perhatian
4. Ajarkan teknik relaksasi
5. Kolaborasikan dengan dokter pemberian obat
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakkan kulit yang
tidak bagus
Tujuan : Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai
Intervensi :
1) kaji secara verbal maupun nonverbal respon klien terhadap tubuhnya
2) Jelaskan tentang pengobatan, perawatan dan kemajuan penyakitnya
3) Dorong klien mengungkapkan perasaannya
Asuhan Keperawatan HIV-AIDS

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang
salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel
darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker
atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti
kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang
disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk
melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS
melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya
berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain.
2. Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV )
yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah
dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T.
Faktor resiko :
a. Drug abbuse : dengan suntikan bersama – sama
b. Hubungan sexual dengan penderita
c. Transfusi
d. Kontak dengan cairan tubuh penderita dengan jaringan yang terbuka
3. Manifestasi Klinik
Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu
gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):
a. Gejala mayor:
1) Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
2) Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
3) Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
4) Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
5) Demensia/ HIV ensefalopati
b. Gejala minor:
1) Batuk menetap lebih dari 1 bulan
2) Dermatitis generalisata
3) Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
4) Kandidias orofaringeal
5) Herpes simpleks kronis progresif
6) Limfadenopati generalisata
7) Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
8) Retinitis virus Sitomegalo
4. Stadium HIV-AIDS
a. Stadium awal infeksi : mirip gejala influenza, demam, lemah lesu, nyeri sendi,
pembesaran kelenjar, hilang dengan sendirinya
b. Stadium tanpa gejala : tidak ada gejala tetapi antibodi dalam darah ( + ).
Berlangsung 5 – 7 th setelah terinfeksi
c. Stadium ARC (AIDS Related Complex) : jika ada 2 atau lebih gejala klinis
terjadi selama 3 bulan & ada kelainan pemeriksaan lab atau radiologi :
 Demam terus menerus
 BB turun > 10 % dlm waktu 3 bulan
 Diare terus menerus tanpa sebab yang jelas
 Batuk & sesak > sebulan
 Kulit gatal & ada bercak
 Perdarahan yang tidak diketahui sebabnya
d. Stadium AIDS : kekebalan tubuh semakin rusak & infeksi oportunistik (TBC,
candidiasis, Limpoma, sarkoma kaposi & gejala persyarafan yang kronik)
5. Cara Penularan
a. Berhubungan seksual dengan penderita
b. Transfusi darah
c. Penggunaan jarum suntik bersamaan
d. Penularan dari ibu ke anak
e. Transplantasi organ pengidap HIV
6. Pemeriksaan penunjang
a. Serologis :
 Tes antibody serum : Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa
 Tes blot western: Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency
Virus (HIV)
 Sel T limfosit :Penurunan jumlah total
 Sel T4 helper ( CD 4 ) :Indikator system imun (jumlah <200 )
 T8 ( sel supresor sitopatik ) :Rasio terbalik (2 : 1) atau lebih besar dari
sel suppressor pada sel helper (T8 ke T4) mengindikasikan supresi
imun.
b. Histologis:
Pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan spina, luka, sputum, dan
sekresi, untuk mengidentifikasi adanya infeksi : parasit, protozoa, jamur,
bakteri, viral.
Kadar Ig : Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati
normal
c. Neurologis : EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
d. Sinar X dada : Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial tahap lanjut atau
adanya komplikasi lain
7. Penatalaksanaan
a. Symtomatik
b. ARV (Anti Retro Virus)
1) Pemberian ARV bertujuan untuk : mengendalikan replikasi HIV,
memelihara dan meningkatkan fungsi imunologis, meningkatkan sel
CD4, menurunkan komplikasi HIV
2) Pemberian ARV harus memperhatikan stadium klinis dan jumlah sel
CD4 (untuk penderita dewasa) sebagai berikut:
 Stadium lanjut ( AIDS ) tanpa memikirkan jumlah sel CD4 atau
limfosit total.
 Stadium klinis III dengan jumlah sel CD4 <350/mmk untuk
mendukung pengambilan keputusan.
 Stadium klinis I atau II dengan jumlah sel CD4 <200/mmk atau
limfosit total < 1.200/mmk.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat saat ini : terkait dengan gejala infeksi HIV/AIDS Klien sering datang
dengan gangguan sistem pernafasan / sistem pencernaan ( diare lama )
b. Riw. Masa lalu : klien sering mengalami infeksi ( demam ) yang hilang
timbul, penyakit pernafasan, saluran pencernaan ( kandidiasis oral s.d diare )
c. Faktor pencetus : Narkoba dengan injeksi, sexual dengan penderita, karena
tranfusi, karena proses kelahiran ( pada pasien anak/bayi )
d. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum :
kesadaran : composmentis s.d coma
penurunan BB yang drastis
TTV : adanya nilai abnormal : adanya tanda infeksi, gangguan pernafasan &
gangguan sirkulasi

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas,
sekresi tertahan, banyaknya mukus
b. Pola napas tidak efektif b.d penurunan energi, kelelahan, nyeri, kecemasan
c. Hipertermia b.d proses penyakit, peningkatan metabolisme, dehidrasi
d. Nyeri b.d agen injury biologis
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d ketidakmampuan
pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan
dengan faktor biologis, psikologis
f. Kurang Pengetahuan b.d kurangnya paparan atau informasi
g. Defisit volume cairan b.d kegagalan mekanisme pengaturan
h. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan status metabolik
i. Resiko infeksi dengan factor resiko prosedur Infasif, malnutrisi, imonusupresi ,
ketidakadekuatan imun buatan , tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan
Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi), tidak adekuat pertahanan tubuh
primer
j. Kelelahan b.d anemia, status penyakit
k. Tidak efektifnya mekanisme koping keluarga b.d kemampuan dalam
mengaktualisasi diri
l. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik
Asuhan Keperawatan SLE (Systemic Lupus Erythematosus)

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
SLE (Sistemisc lupus erythematosus) adalah penyakit radang multisistem yang
sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan
fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai
macam autoantibodi dalam tubuh.
Penyakit lupus merupakan penyakit sistem daya tahan atau penyakit autoimun,
dimana tubuh pasien lupus membentuk antibodi yang salah arah, merusak organ
tubuh sendiri, seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit.
Antibodi seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri ataupun virus yang masuk
ke dalam tubuh.( Smeltzer. Suzanne C. 2002
2. Etiologi
a. Faktor genetik memiliki peranan yang sangat penting dalam kerentanan
penyakit SLE.
b. Faktor lingkungan, yakni sinar UV yang mengubah struktur DNA di daerah
yang terpapar sehingga menyebabkan perubahan sistem imun
c. SLE dapat diinduksi oleh obat tertentu khususnya pada asetilator lambat yang
memiliki gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat
banyak terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk
berikatan degan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh
tubuh sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi antinuclear (ANA) untuk
menyaring benda asing tersebut. (Herfindal et al, 2000)
d. Infeksi virus dan bakteri juga menyebabkan perubahan pada sistem imun
dengan mekanisme menyebabkan peningkatan antibodi antiviral sehingga
mengaktivasi sel B limfosit non spesifik yang akan memicu terjadinya SLE.
(Herfindal et al, 2000)
3. Manifestasi klinik
Manifestasi klinik secara umum yang sering timbul pada pasien SLE adalah rasa
lelah, malaise, demam, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.
a. Sistem Muskuloskeletal: Artralgia, artritis (sinovitis), pembengkakan sendi,
nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
b. Sistem integument: Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk
kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat
mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
c. Sistem cardiac: Perikarditis merupakan manifestasi cardiac.
d. Sistem pencernaan: Nyeri abdomen terdapat pada 25 % kasus SLE, mungkin
disertai mual (muntah jarang) dan diare.
e. Sistem pernafasan: Efusi pleura unilateral ringan lebih sering terjadi daripada
yang bilateral.
f. Sistem vaskuler: Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi
papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta
permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut
nekrosis.
g. Sistem perkemihan: Kelainan ginjal ditemukan pada 68 % kasus SLE.
Manifestasi paling sering ialah proteinuria dan atau hematuria
h. Sistem saraf : Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan
mencakup seluruh bentuk penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan
psikosis.
4. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan
peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini
ditimbulkan oleh kombinasi antara lain: faktor-faktor genetik, hormonal
(sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia
reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat
tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa
preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat
dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi
sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan
kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya
serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.
5. Pemeriksaan penunjang
a. Patologi Anatomi
Hasil yang didapat pada penderita lupus berupa:
 Epidermis atrofi
 Degenerasi pada junction dermal-epidermal
 Dermis edema
 Infiltrat limfositosis dermal
 Degeneratif fibrinoid dari jaringan konektif dan dinding pembuluh
darah.
b. Imunofluoresensi Kulit
Pada tes imunofluoresensi langsung didapatkan antibodi intraseluler tipe IgG
dan C3.
c. Serologi
Penderita SLE sering menunjukkan hasil berupa:
 ANA positif
 Anti double strand DNA antibodies
 Anti-Sm antibodies dan rRNP antibodies specific
 Anti-kardiolipin auto anti-bodi.
d. Hematologi
Penderita SLE akan menunjukkan hasil pemeriksaan hematologi sebagai
berikut:
 Anemia
 Limpopenia
 Trombositopenia
 Elevasi ESR
e. Urinalisa
Akan menunjukkan hasil berupa: Proteinuria.
6. Penatalaksanaan
a. Terapi nonfarmakologi
b. Terapi farmakologi

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Penyakit SLE ( sistemik lupus eritematosus ) kebanyakan menyerang wanita,
bila dibandingkan dengan pria perbandingannya adalah 8 : 1. Penyakit ini
lebih sering dijumpai pada orang berkulit hitam dari pada orang yang berkulit
putih.
b. Keluhan utama
Pada SLE (sistemik lupus eritematosus) kelainan kulit meliputi eritema malar
(pipi) ras seperti kupu-kupu, yang dapat mengenai seluruh tubuh, sebelumnya
pasien mengeluh demam dan kelelahan.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pada penderita SLE, di duga adanya riwayat penyakit anemia hemolitik,
trombositopeni, abortus spontan yang unik. Kelainan pada proses pembekuan
darah (kemungkinan sindroma, antibody, antikardiolipin).
d. Riwayat penyakit keluarga
Faktor genetik keluarga yang mempunyai kepekaan genetik sehingga
cenderung memproduksi auto antibody tertentu sehingga keluarga mempunyai
resiko tinggi terjadinya lupus eritematosus.
e. Pola – pola fungsi kesehatan
· Pola nutrisi
Penderita SLE banyak yang kehilangan berat badannya sampai beberapa kg,
penyakit ini disertai adanya rasa mual dan muntah sehingga
mengakibatkan penderita nafsu makannya menurun.
· Pola aktivitas
Penderita SLE sering mengeluhkan kelelahan yang luar biasa.
· Pola eliminasi
Tidak semua dari penderita SLE mengalami nefritis proliferatif mesangial,
namun, secara klinis penderita ini juga mengalami diare.
· Pola sensori dan kognitif
Pada penderita SLE, daya perabaannya akan sedikit terganggu bila pada jari –
jari tangannya terdapat lesi vaskulitik atau lesi semi vaskulitik.
· Pola persepsi dan konsep diri
Dengan adanya lesi kulit yang bersifat irreversibel yang menimbulkan bekas
seperti luka dan warna yang buruk pada kulit penderita SLE akan membuat
penderita merasa malu dengan adanya lesi kulit yang ada.
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan peningkatan aktivitas
penyakit, kerusakan jaringan
Tujuan : Mengurangi nyeri
Intervensi :
1) Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan
2) Ukur TTV pasien
3) Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri
4) Kolaborasi pemberian analgetik
b. Keletihan berhubungan dengan rasa nyeri, tidur/aktivitas yang tidak
memadai
Tujuan : mengatasi keletihan
Intervensi :
1) Kaji tingkat kecemasan pasien
2) Monitoring pola tidur dan lamanya tidur/ istirahat pasien
3) Bantu aktivitas sehari-hari untuk mengtasi keletihan
4) Konsultasikan dengan ahli gizi untuk meningkatkan asupan makanan
yang berenergi tinggi
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang
gerak, kelemahan otot
Tujuan : menunjukkan mobilotas fisik
Intervensi :
1) Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
2) Kaji TTV
3) Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mansiri sesuai
kemampuan
4) Ajarkan pasien bagaimana perubahan posisi dan berikan bantuan jika
diperluhkan
5) Konsultasi dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai
kebutuhan
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan
ketergantungan fisik serta psikologis yang diakibatkan oleh penyakit
kronik.
Tujuan : dapat menerima keadaan tubuhnya
Intervensi :
1) Kaji secara verbal dan nonverbal respon klien terhadap tubuhnya
2) Jelaskan tentang pengobatan, perawatan dan perkembangan
penyakitnya
3) Dorong klien mnegungkapkan perasaannya
Asuhan keperawatan BPH (Benigna Prostat Hyperplasia)

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Benigna Prostat hiperplasia adalah bertambah besarnya ukuran prostat biasanya
diiringi dengan bertambahnya usia pada laki laki, membesarnya prostat
menyebabkan fungsi uretra pars prostatika menjadi terganggu, menimbulkan
gangguan pada saluran keluar kandung kemih( Iskandar, 2009).
Benigna prostat hiperplasia adalah terjadinya pelebaran pada prostat yang
menimbulkan penyempitan saluran kencing dan tekanan di bawah kandung kemih
dan menyebabkan gejala-gejala seperti sering kencing dan retensi urin( Aulawi,
2014).
2. Etiologi
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya BPH yaitu :
a. Dihydrostestosteron adalah pembesaran pada epitel dan stroma kelenjar
prostat yang disebabkan peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor
andorogen
b. Adanya ketidakseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen
dimana terjadi peningkatan estrogen dan penurunan testosteron sehingga
mengakibatkan pembesaran pada prostat
c. Interaksi antara stroma dan epitel. Peningkatan epidermal growth factor
atau fibroblast growth faktor dan penurunan transforming factor beta
menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel
d. Peningkatan estrogen menyebabkan berkurangnya kematian sel stroma dan
epitel dari kelenjar prostat
e. Teori sel stem, meningkatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi
berlebihan pada sel stroma maupun sel epitel sehingga menyebabkan
proliferasi sel sel prostat.
3. Manifestasi klinik
Tanda gejala yang muncul pada pasien penderita Benigna Prostat Hiperplasia
adalah :
a. Kesulitan mengawali aliran urine karena adanya tekanan pada uretra dan
leher kandung kemih
b. Kekuatan aliran urine yang melemah
c. Aliran urine keluar yang tidak lancar
d. Keluarnya urine bercampur darah
e. Terbangun pada malam hari untuk berkemih
f. Nyeri pada saat berkemih
4. Patofisiologi
Kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia seiring dengan pertambahan usia,
pada proses penuaan menimbulkan perubahan keseimbangan antara hormon
testosteron dan estrogen keadaan ini dapat menyebabkan pembesaran prostat, jika
terjadi pembesaran prostat maka dapat meluas ke kandung kemih, sehingga akan
mempersempit saluran uretra prostatica dan akhirnya akan menyumbat aliran
urine.
Penyempitan pada aliran uretra dapat meningkatkan tekanan pada intravesikal.
Munculnya tahanan pada uretra prostatika menyebabkan otot detrusor dan
kandung kemih akan bekerja lebih kuat saat memompa urine, penegangan yang
terjadi secara terus menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli buli
berupa : pembesaran pada otot detrusor, trabekulasi terbentuknya selula, sekula,
dan diventrivel kandung kemih.
Tekanan yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan aliran balik urine ke
ureter dan bila terjadi terus menerus mengakibatkan hidroureter,hidronefrosis, dan
kemunduran fungsi ginjal.
Salah satu upaya pengobatan pada penderita benigna prostat hiperplasi adalah
pembedahan terbuka merupakan tindakan pembedahan pada perut bagian bawah,
kelenjar prostat dibuka dan mengangkat kelenjar prostat yang mengalami
pembesaran, untuk mencegah pembentukan pembekuan darah dialirkan cairan via
selang melalui kandung kemih, selang biasanya dibiarkan dalam kandung kemih
sekitar 5 hari setelah operasi dan kemudian dikeluarkan jika tidak ada pendarahan
(Iskandar, 2009).
5. Pemeriksaan penunjang
a. Urinalisa
Analisi urin dan mikroskopik penting untuk melihat adanya leukosit, sedimen,
eritrosit dan infeksi
b. Pemeriksaan darah lengkap
c. Pemeriksaan radiologis
6. Penatalaksanaan medis
a. Observasi
b. Terapi medikamentosa
c. Terapi bedah

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Data subyektif
 Pasien mengeluh sakit pada luka insisi
 Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual
 Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan
 Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa
b. Data obyektif
 Terdapat luka insisi
 Takikardi
 Gelisah
 TD meningkat
 Ekspresi wajah ketakutan
 Terpasang kateter

2. Diagnosa dan intervensi keperawatan


a. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spinter
Tujuan : mempertahankan derajat kenyamanan
Intervensi :
1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi dan skala nyeri 1-10
2) Observasi adanya tanda-tanda non verbal (gelisah,cemas, dll)
3) Beri kompres hangat pada abdomen
4) Atur posisi pasien senyaman mungkin
5) Lakukan perawatan aseptic tarapeutik
6) Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat
b. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penyakitnya
Tujuan : dapat menjelaskan kembali tentang penyakitnya
Intervensi ;
1) Beri penjelasan untuk mencegah aktivitas berat
2) Pemasukkan cairan sekurang-kurangnya 2500-3000ml/hari
3) Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, efek bedah
Tujuan : kebutuhan tidur terpenuhi
Intervensi ;
1) Jelaskan penyebab gangguan tidur
2) Ciptakan suasana yang mendukung
3) Beri kesempatan klien mengungkapkan penyebab gangguan tidur
4) Kolaborasi dengan dokter pemberian obat
Asuhan Keperawatan Kanker Prostat

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Kanker Prostat adalah pertumbuhan tumor ganas dari jaringan parenchym kelenjar
prostat
2. Anatomi Fisiologi
Prostat adalah suatu organ tubuh yang bergantung kepada pengaruh endokrin dan
dapat dianggap imbangan( counterpart ) dari payudara pada wanita. Prostat
dipengaruhi juga oleh hormon androgen dan estrogen. Bagian tengah, peka
terhadap pengaruh estrogen dan bagian tepi peka terhadap hormon androgen.
Karena itu pada orang tua bagian tengahlah yang mengalami hiperplasia, yaitu
sekresi androgen berkurang sehingga estrogen bertambah sebagian atau absolut.
Sel-sel epitel kelenjar prostat dapat membentuk enzim fosfatase asam yang paling
aktif bekerja pada Ph 5. Pada keadaan normal enzym ini kecil sekali sehingga sulit
diukur, tetapi pada kanker prostat pembentukan enzym ini sangat banyak sehingga
dapat diukur dalam darah.
3. Etiologi
Seperti tumor ganas lain, maka etiologi kanker prostat belum diketahui dengan
tepat. Ada yang menghubungkan dengan radang atau hormon. Hampir 75 %
kanker prostat ditemukan pada bagian posterior dari pada lobus medius, dan
hampir seluruhnya mulai dari bagian yang dekat dengan simpai. Ada pendapat
tercatat bahwa terdapat 3 kali lebih besar kasusnya karena ada riwayat ayah atau
kakek menderita kanker prostat. Karsinoma prostat ini merupakan tumor ganas
yang sering ditemukan pada pria dewasa ( 50% dari seluruh tumor ganas pria )
usia diatas 50 tahun dan akan meningkat tajam pada usia di atas 80 tahun.
4. Patofisiologi
Pertumbuhan sel yang abnormal ( adenokarsinoma ) yang berdeferensiasi di sel
parenchym kelenjar prostat secara infiltrat dibagian kapsul / pembungkusnya yang
sering terserang adalah di bagian lobus posterior dan membentuk massa sehingga
prostat membesar seperti hyperplasia kemudian dapat terjadi penekanan di semi
vesika urinaria atau penyempitan urethra.
Anak sebar menyebar ke lateral yaitu menuju otot anus / rectum melalui
hematogen dan kelenjar lymphe sehingga dapat metastasi ke paru - paru, otak,
tulang dan organ-organ lain.
5. Tanda dan Gejala
Timbulnya tanda dan gejala biasanya setelah stadium lanjut yaitu adanya
pembesaran prostat, karena pada permulaan sulit diraba dalam pemeriksaan rektal
touche.
a. Gangguan saluran kencing :
1) Retensi urine
2) Nokturia
3) Hematuri
4) Disuria
5) Kencing menetes
b. Gangguan sistem lain :
1) Nyeri di daerah rektum ( metastasi ke rektum / perineum )
2) Sesak nafas / nafasnya terengah-engah
3) Anaemia
4) Berat badan turun
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Biopsi dengan jarum lewat perineal atau Transrektal
b. Biopsi dengan membuka jaringan kulit.
c. Cystoscopy
d. Pelvic CT Scan
e. Transrectal Ultrasonografi
f. Laboratorium :
1) Alkali Phospatase
2) PAP ( Prostatic Acid Phosphatase )
3) Serum TAP ( Total Acid Phosphatase )
4) Hb, leukosit, trombosit
7. Penatalaksanaan
a. Operasi :
Prostatektomi radikal melalui perineal, retropubic dan transpubic
Orchiectomy
b. Obat-obatan : Estrogen, Kortikosteroid , Kemoterapi.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan.
1) Faktor penyebab timbulnya kanker prostat
2) Pemeliharaan kesehatan, pengobatan dan perawatan di rumah
b. Pola nutrisi dan metabolik
1) Kebiasaan makanan yang dikonsumsi
2) Nafsu makan menurun, mual, muntah
3) Berat badan menurun
4) Konjuctiva pucat / anemi
5) Laboratorium HB < 10 mg %
Lekosit : Ada kenaikan jika terdapat infeksi sistem perkemihan
Ureum : > 30 – 40 mg %
Creatinin : > normal
Alkhali pospatase : > normal
Albumin : < normal
Globulin : < normal
c. Pola eliminasi .
1) Urine menetes tak dapat memancar, tidak dapat mengosongkan
kandung kemih sampai habis
2) Nokturia
3) Dysuria
4) Urine campur darah
5) Peristaltik usus < 6 kali / menit
6) Kandung kemih penuh dan keras
7) Rectal touche teraba benjolan dan keras
8) Warna urine kuning tua, coklat sampai ada darah, ada kuman bakteri
berjumlah sedikit
d. Pola aktifitas dan latihan.
1) Riwayat pekerjaan
2) Mengeluh lemas, cepat lelah, tidak bergairah dalam melaksanakan
aktifitas atau hobi.
3) Peningkatan tekanan darah
4) Tungkai udema
e. Pola tidur dan istirahat .
1) Gangguan tidur karena nyeri di daerah peritoneal
2) Kandung kemih penuh sering bak dimalam hari, yang tidak
terlampiaskan
3) Nyeri di daerah punggung
f. Pola persepsi kognitif dan sensorik
1) Pengetahuan klien tentang penyakitnya
2) Usaha untuk mengatasi rasa nyeri
g. Pola persepsi dan konsep diri
Mengeluh ada rasa tak berdaya, putus asa, depresi, menarik diri.
h. Pola peran dan hubungan dengan sesama
Mengeluh tidak adekuatnya suport sistem
i. Pola reproduksi dan seksual
1) Mengeluh menurunnya kemampuan berejakulasi, takut mengganggu
pasangannya dengan urine yang menetes.
2) Adanya pembesaran prostat
j. Pola mekanisme koping dan toleransi
1) Mengeluh putus asa
2) Marah, menarik diri, denial
k. Pola sistem nilai atau kepercayaan
Sakit kanker adalah kutukan

2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


a. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi saluran
kencing urethra, tonus kandung kemih menurun
Tujuan : Tidak ada catatan tentang keluhan urine menetes, kandung kemih
penuh.
Intervensi :
1) Kaji pola eliminasi ( bak ).
2) Kaji tanda dan gejala retensi urine : jumlah .warna, palpasi kandung
kemih terdapat retensi urine/tidak, ada keluhan urine sering dan
sedikit-sedikit.
3) Lakukan katerisasi untuk mengukur retensi urine yang ada (urine
residu)
4) Tentukan ukuran/cara untuk mengatasi retensi
5) Dorong pasien untuk mengatur posisi yang tepat waktu mengeluarkan
urine.
Ajarkan menggunakan valsava manuver (mengejan)
Berikan obat jenis cholienergik.
Monitor efek-efek obat.
6) Konsultasikan pada dokter tentang penggunaan kateter secara menetap
atau tidak menetap

b. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan infiltrasi tumor ke


organ tulang dan rektum / perineal.
Tujuan : Nyeri hilang yang ditandai dengan : Dalam catatan tidak ada keluhan
nyeri.
Intervensi :
1) Nilai nyeri pasien dengan skala nyeri , berupa intensitasnya, lokasinya.
2) Kurangi gerak jika nyeri hebat.
3) Cegah pasien dari barang-barang yang akan mencederai misal kasur
yang keras,
4) Berikan analgesik atau jenis opioda secara rutine sesuai jadwal.
5) Ajarkan teori destruksi nyeri, misal : musik, tarik nafasdalam,
menggosok – gosok dengan lembut daerah nyeri.

c. Cemas berhubungan dengan ketidaktahuan tentang diagnose dan


tindakan pemeriksaan dan prognosanya
Tujuan : Status kecemasan menurun sampai hilang
Intervensi :
1) Mengkaji riwayat kesehatannya untuk tindakan selanjutnya yang
meliputi:
Perhatian pasien
 Tingkat pengetahuan pasien terhadap penyakitnya
 Pengalaman sakit kankernya dimasa lalu
 Pengetahuannya tentang diagnose kanker dan prognosisnya
 Suport system yang ada dan metode koping yang digunakan
2) Menyampaikan pendidikan kesehatan tentang diagnosis dan rencana
panatalaksanaan medisnya terdiri dari :
 Jelaskan secara sederhana apa pemeriksaan diagnostik yang
kemungkinan akan dilakukan : misal berapa lama, apa
persiapannya pengalaman apa yang anda kuasai.
 Review rencana pengobatan dan beri kesempatan kepada untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan.
3) Kaji reaksi secara psikologi tentang diagnose dan bagaimana koping
yang digunakan untuk mengatasi stress.

d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi beraktivitas


Asuhan Keperawatan Batu Saluran Kemih

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Batu saluran kemih adalah adanya batu di traktus urinarius. (ginjal, ureter, atau
kandung kemih, uretra) yang membentuk kristal; kalsium, oksalat, fosfat, kalsium
urat, asam urat dan magnesium.
2. Etiologi
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih sampai saat ini belum diketahui pasti,
tetapi ada beberapa faktor predisposisi terjadinya batu pada saluran kemih yaitu:
a. Infeksi
b. Statis dan obstruksi urine
c. Ras
d. Keturunan
e. Produksi air minum
f. Makanan
g. Pekerjaan
h. Suhu
3. Manifestasi klinik
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung pada
adanya obstruksi, infeksi dan edema.
a. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi piala ginjal serta
ureter proksimal.
1) Infeksi pielonefritis dan sintesis disertai menggigil, demam dan
disuria, dapat terjadi iritasi batu yang terus menerus. Beberapa
batu menyebabkan sedikit gejala, namun secara perlahan merusak
unit fungsional (nefron) ginjal.
2) Nyeri hebat dan ketidaknyamanan.
b. Batu di ginjal
1) Nyeri dalam dan terus menerus di area kontovertebral.
2) Hematuri.
3) Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada
wanita nyeri kebawah mendekati kandung kemih sedangkan pada
pria mendekati testis.
4) Mual dan muntah.
5) Diare.
c. Batu di ureter
1) Nyeri menyebar kepaha dan genitalia.
2) Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urin yang keluar.
3) Hematuri akibat abrasi batu.
4) Biasanya batu keluar secara spontan dengan diameter batu 0,5 – 1
cm.
d. Batu di kandung kemih
1) Biasanya menimbulkan gejala iritasi dan berhubungan dengan
infeksi traktus urinarius dan hematuri.
2) Jika batu menimbulkan obstruksi pada leher kandung kemih akan
terjadi retensi urin.
4. Komplikasi
a. Obstruksi
b. Hidronephrosis
c. Gagal ginjal
d. Perdarahan
e. Pada laki-laki terjadi impoten
5. Pemeriksaan diagnostik
a. Urinalisa
b. Darah lengkap : Hb, Ht
c. Hormone paratiroid
d. Foto rontgen
e. IVP
f. Sistoureterokopi
g. USG ginjal
6. Penatalaksanaan
a. Operasi dilakukan jika
1) Sudah terjadi stasis/ bendungan
2) Tergantung letak dan besarnya batu, batu dalam pelvis dengan
bendungan positif harus dilakukan operasi.
b. Therapi
1) Analgesik untuk mengatasi nyeri.
2) Allopurinol untuk batu asam urat.
3) Antibiotik untuk mengatasi infeksi.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
3. Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
1) Riwayat penyakit ginjal akut dan kronik.
2) Riwayat infeksi saluran kemih.
3) Pajanan lingkungan: zat-zat kimia.
4) Keturunan
5) Alkoholik, merokok
6) Untuk pasien wanita: jumlah dan tipe persalinan (SC, forseps,
penggunaan kontrasepsi).
b. Pola nutrisi metabolic
1) Mual, muntah.
2) Demam.
3) Diet tinggi purin oksalat atau fosfat.
4) Kebiasaan mengkonsumsi air minum.
5) Distensi abdominal, penurunan bising usus.
6) Alkoholik
c. Pola eliminasi
1) Perubahan pola eliminasi: urin pekat, penurunan output.
2) Hematuri.
3) Rasa terbakar, dorongan berkemih.
4) Riwayat obstruksi.
5) Penurunan hantaran urin, kandung kemih.
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Pekerjaan (banyak duduk).
2) Keterbatasan aktivitas.
3) Gaya hidup (olah raga).
e. Pola tidur dan istirahat
1) Demam, menggigil.
2) Gangguan tidur akibat rasa nyeri.
3) Pola persepsi kognitif
4) Nyeri: nyeri yang khas adalah nyeri akut tidak hilang dengan posisi
atau tindakan lain, nyeri tekan pada area ginjal saat di palpasi

4. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


a. Nyeri berhubungan dengan iritasi pada saluran kemih
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang
Intervensi :
1) Kaji karakteristik nyeri ( lokasi, lama, intensitas dan radiasi)
2) Observasi tanda-tanda vital, tensi, nadi, cemas
3) Jelaskan penyebab rasa nyeri
4) Ciptakan lingkungan yang nyaman
5) Bantu untuk mengalihkan rasa nyeri: teknik napas dalam
6) Beri kompres hangat pada punggung
7) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
b. Perubahan pola elminasi: urine berhubungan dengan inflamasi, obstruksi
karena batu.
Tujuan : Tidak menunjukkan tanda-tanda obstruksi (tidak ada rasa sakit saat
berkemih, pengeluaran urin lancar).
Intervensi :
1) Monitor intake dan output.
2) Anjurkan untuk meningkatkan cairan per oral 3 – 4 liter per hari.
3) Kaji karakteristik urine
4) Kaji pola Bak normal pasien, catat kelainnya
5) Kolaborasikan pemberian obat
c. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan
muntah.
Tujuan : Keseimbangan cairan adekuat
Intervensi :
1) Monitor intake dan output
2) Berikan intake cairan 3 – 4 liter per hari.
3) Monitor tanda-tanda vital, turgor kulit, membran mukosa.
4) Berikan cairan intra vena sesuai intruksi dokter.
5) Kalau perlu berikan obat anti enemik.
Asuhan Keperawatan Gagal ginjal

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Gagal ginjal yaitu ginjal kehilangan kemamapuan untuk mempertahankan volume
dan komposisi cairan dalam keadaan asupan makanan normal. Gagal ginjal
biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu kronik dan akut. Gagal ginjal kronik
merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat pada setiap
nefron (biasanya berlangsung beberapa tahun dan tidak reversible), sedangkan
gagal ginjal akut seringkali berkaitan dengan penyakit kritis, berkembang cepat
dalam hitungan beberapa hari hingga minggu, dan biasanya reversible bila pasien
dapat bertahan demgan penyakit kritisnya.
2. Etiologi
a. Klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik
1) Penyakit infeksi tubulointerstitial : pielonefritis kronik
2) Penyakit peradangan : glomerulonephritis
3) Penyakit vaskuler hipertensif : nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis
4) Gangguan jaringan ikat : lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa
5) Gangguan kongenital dan herediter: penyakit ginjal polikistik
6) Penyakit metabolic : DM, goat, hiperparatirodisme, amyloidosis
7) Nefropati toksik : penyalahgunaan analgesic, nefropati timah
8) Nefropati obstruktif : traktus urinarus bagian atas dan bawah
b. Penyebab lazim gagal ginjal akut
Penurunan perfusi ginjal
1) Deplesi volume cairan ekstrasel
Perdarahan
Diuresis
Kehilangan cairan dari gastrointestinal
2) Penurunan volume sirkulasi arteri yang efektif
Penurunan curah jantung, infark miokardium, gagal jantung kongesif,
emboli paru
Vasodilatasi perifer
Hipoalbuminemia
3) Perubahan hemodinamika ginjal primer
Penghambat sintesis prostaglandin, aspirin
Vasodilatasi arteriol
Obat vasokontriksi
Sindioma vena renalis bilateral
4) Obstruksi vascular ginjal bilateral
Stenosis arteri ginjal
Thrombosis vena renalis bilateral
Obstruksi saluran kemih
1) Obstruksi uretra
2) Obstruksi aliran keluar kandung kemih
3) Kandung kemih neurogik
3. Manifestasi klinik
a. Gagal ginjal kronik
1) Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat
menurun hingga 25% dari normal
2) Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan
nokturia, GFR 10-25% dari normal, kadar kretinin serum dan BUN sedikit
meningkat
3) Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremic (lemah, latergi,
anoreksia, mual, muntah, nokturia, dll)
b. Gagal ginjal akut
1) Stadium oliguria
Timbul dalam waktu 24-48 jam sesudah trauma
2) Stadium diuresis
Dimulai bila keluaran urin lebih dari 400ml/hari
Berlangsung 2-3 minggu
Tingginya kadar urea darah
Kemungkinan menderita kekurangan kalium, natrium, air
3) Stadium penyembuhan
Berlangsung selama 1 tahun dan selama itu fungsi ginjal membaik
4. Pemeriksaan penunjang
a. Urinalisis
b. Arteriogram ginjal
c. Pemeriksaan darah rutin
d. Endoskopi ginjal
5. Penatalaksanaan
a. Terapi penyakit ginjal
b. Pengobatan penyakit penyerta
c. Penghambatan penurunan fungsi ginjal
d. Pencegahan dan pengobatan penyakit kardiovaskuler
e. Pencegahan dan pengobatan komplikasi akibat penurunan fungsi ginjal
f. Terapi pengganti ginjal dengan dialysis atau transplantasi jika timbul gejala
dan tanda uremia

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian Pre HD
§ Riwayat penyakit, tahap penyakit
§ Usia
§ Keseimbangan cairan, elektrolit
§ Nilai laboratorium: Hb, ureum, creatinin, PH
§ Keluhan subyektif: sesak nafas, pusing, palpitasi
§ Respon terhadap dialysis sebelumnya.
§ Status emosional
§ Pemeriksaan fisik: BB, suara nafas, edema, TTV, JVP
§ Sirkuit pembuluh darah.
Pengkajian Post HD
§ Tekanan darah: hipotensi
§ Keluhan: pusing, palpitasi
§ Komplikasi HD: kejang, mual, muntah, dsb
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
a. Penurunan curah jantung b.d dengan beban jantung yang meningkat
Intervensi
1) Auskultasi bunyi jantung dan paru
Rasional : Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
2) Kaji adanya hipertensi
Rasional : Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem
aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
3) Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-
10)
Rasional : HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
4) Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
Rasional : Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d dengan udem sekunder:
volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O
Intervensi

1) Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan


masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
2) Batasi masukan cairan
Rasional : Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin,
dan respon terhadap terapi

3) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan

Rasional : Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga


dalam pembatasan cairan

4) Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan


terutama pemasukan dan haluaran
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

c. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d dengan anoreksia, mual,
muntah
Intervensi :

1) Awasi konsumsi makanan / cairan


Rasional : Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
2) Perhatikan adanya mual dan muntah
Rasional : Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang
dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan
intervensi
3) Beikan makanan sedikit tapi sering
Rasional : Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan

4) Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan


Rasional : Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial

5) Berikan perawatan mulut sering


Rasional : Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak
disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

d. Perubahan pola nafas b.d dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi melalui


alkalosis respiratorik
Intervensi :

1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles


Rasional : Menyatakan adanya pengumpulan sekret
2) Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
Rasional : Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
3) Atur posisi senyaman mungkin
Rasional : Mencegah terjadinya sesak nafas
4) Batasi untuk beraktivitas
Rasional : Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak
atau hipoksia
e. Gangguan perfusi jaringan b.d dengan suplai O2 ke jaringan menurun.
f. Intoleransi aktivitas b.d dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat,
keletihan.
Asuhan Keperawatan ISK (Infeksi Saluran Kemih)

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Infeksi saluran kemih sama dengan sistitis adalah inflamasi akut pada mukosa
kandung kemih akibat infeksi oleh bakteri yang disebabkan oleh penyebaran
infeksi dari bakteri. Infeksi saluran kemih merupakan reaksi inflamasi sel – sel
urotelium melapisi saluran kemih.
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu
keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih.
2. Etiologi
Penyebab infeksi saluran kemih ini adalah mikroorganisme yang terdiri dari :
a. Bakteri gram negatif : E. Coli, Entherobacter, Pseudomonas, Serrativa.
b. Bakteri gram positif ; Staphylococcus Saprophyt, streptococcus.
c. Virus : jarang ditemukan
d. Jamur : jarang ditemukan
Mikroorganisme tersebut terdapat dalam vesika urinaria yang disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu :
a. Intake minum yang kurang setiap harinya
b. Hygiene yang kurang
 Jarang mengganti pakaian dalam
 Pakaian dalam pada wanita yang terbuat dari bahan sintetis, bukan dari
katun
 Penggunaan jeans yang terlalu ketat.
c. Personal hygiene yang salah
Membersihkan perineum saat selesai berkemih dan defekasi dengan gerakan
belakang ke depan dan di bolak-balik
d. Hubungan sex yang berlebihan
e. Urine Reflux
f. Trauma Urethra
g. Penggunaan instrumen yang tidak steril : pemasangan kateter.
h. Sabun dengan pH yang tidak seimbang dan cenderung ke peningkatan pH
i. Spray hygiene wanita yang dapat menimbulkan reaksi alergi dan iritasi
j. Usia di atas 65 tahun
k. Penyakit Diabetes Melitus
l. Batu ginjal, yang dapat menyebabkan obstruksi urine.
3. Manifestasi klinik
Umumnya 10 % penderita infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri yang
mungkin tidak menimbulkan gejala sehingga penderita tidak menyadari adanya
infeksi. Pada keadaan yang menimbulkan tanda dan gejala biasanya :
a. Dysuria (rasa terbakar pada saat berkemih).
b. Frekuensi pengeluaran urine yang sedikit-sedikit dan sering.
c. Ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih/pengosongan kandung
kemih yang tidak tuntas.
d. Nyeri suprapubik dan menyebar menjadi nyeri pinggang dan dapat terjadi low
back pain.
e. Spasme kandung kemih.
f. Warna urine yang keruh.
g. Hematuri pada keadaan lanjut.
h. Gangguan saluran intestinal : mual, muntah dan anoreksia.
4. Patofisiologi
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui:
a. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat terdekat saluran kemih
yang terinfeksi.
b. Hematogen yaitu penyebaran mikroorganisme patogen yang masuk melalui
darah yang terdapat kuman penyebab infeksi saluran kemih yang masuk
melalui darah dari suplay jantung ke ginjal.
c. Limfogen yaitu kuman masuk melalui kelenjar getah bening yang disalurkan
melalui helium ginjal.
d. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.
Dua jalur utama terjadi infeksi saluran kemih ialah hematogen dan ascending.
Tetapi dari kedua cara ini, ascending-lah yang paling sering terjadi.

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Urinalisis
b. Bakteriologis
c. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
d. Hitung koloni
e. Metode tes
 Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit
 Tes Penyakit Menular Seksual (PMS)
 Tes-tes tambahan :
Urogram intravena (IVU), Pielografi (IVP), msistografi, dan
ultrasonografi
6. Penatalaksanaan Medis
Obat-obatan
a. Antibiotik : Untuk menghilangkan bakteri.
 Antibiotik jangka pendek dalam waktu 1 –2 minggu
 Antibiotik jangka panjang ( baik dengan obat yang sama atau di ganti )
dalam jangka waktu 3 – 4 minggu
 Pengobatan profilaktik dengan dosis rendah satu kali sehari sebelum tidur
dalam waktu 3 – 6 bulan atau lebih ini merupakan pengobatan lanjut bila
ada komplikasi lebih lanjut.
b. Analgetik dan Anti spasmodik : Untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan
oleh penderita
c. Obat golongan Venozopyridine : Pyridium.
Untuk meredakan gejala iritasi pada saluran kemih
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pemerikasaan fisik: dilakukan secara head to toe
b. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko:
 Adakah riwayat infeksi sebelumnya?
 Adakah riwayat obstruksi pada saluran kemih?
c. Adanya faktor predisposisi pasien terhadap infeksi nosokomial
 Bagaimana dengan pemasangan folley kateter ?
 Imobilisasi dalam waktu yang lama ?
 Apakah terjadi inkontinensia urine?
d. Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih
 Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi factor
predisposisi terjadinya ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah)
 Adakah disuria?
 Adakah urgensi?
 Adakah hesitancy?
 Adakah bau urine yang menyengat?
 Bagaimana haluaran volume orine, warna (keabu-abuan) dan
konsentrasi urine?
 Adakah nyeri-biasanya suprapubik pada infeksi saluran kemih bagian
bawah ?
 Adakah nyesi pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi saluran
kemih bagian atas ?
 Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian
atas.
e. Pengkajian psikologi pasien:
 Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan
yang telah dilakukan?
 Adakakan perasaan malu atau takut kekambuhan terhadap penyakitnya
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan adanya infeksi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu tubuh diharapkan
kembali normal 36-37℃
Intervensi :
1) Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam terutama suhu dan nadi.
2) Kaji keadekuatan hidrasi baik mukosa mulut dan kulit
3) Beri kompres hangat pada dahi, axila dan lipatan paha.
4) Anjurkan klien untuk banyak minum 2 – 2,5 liter per hari
5) Monitor intake dan out put cairan
6) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik dan antipiretik

b. Nyeri berhubungan dengan inflamasi pada jaringan mukosa saluran


perkemihan
Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan
Intervensi :
1) Kaji adanya rasa nyeri baik lokasi, intensitas, frekuensi dan lamanya nyeri
2) Palpasi kandung kemih setiap 4 jam untuk mengetahui adanya distensi
3) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
4) Beri kompres hangat pada daerah yang nyeri
5) Kolaborasi dalam pemberian analgetik, anti spasmodik dan
penozopyridine (untuk meredakan iritasi saluran kemih)
c. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan adanya infeksi saluran
kemih
Tujuan : perubahan pola eliminasi teratasi
Intervensi :
1) Observasi perubahan urine : warna, jumlah, bau
2) Kaji keluhan tidak bisa berkemih, berkemih berdarah, tidak bisa menahan
urine tiba-tiba, berkemih pada malam hari
3) Beri intake minum 2 – 2,5 liter per hari
4) Bantu klien mendapatkan posisi yang nyaman saat berkemih
5) Kolaborasi dalam pemberian obat anti bakteri dengan tim medik
d. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah, dan anoreksia.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Intervensi :
1) Kaji adanya keluhan mual, muntah dan anorexia
2) Pertahankan kebersihan mulut sebelum makan
3) Beri makan dalam porsi kecil dan sering
4) Anjurkan untuk makan biskuit atau roti atau makanan kesukaan sesuai
indikasi
5) Kolaborasi dalam pemberian Antasida bila memiliki magh
e. Resiko tinggi infeksi berulang berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang penyebab, pencegahan kekambuhan dan perawatan penyakitnya
Tujuan : tidak ada tanda-tanda infeksi
Intervensi :
1) Anjurkan klien untuk banyak minum air putih 2 – 2,5 liter air dan hindari
konsumsi kopi dan alkohol
2) Gunakan celana dalam dari bahan katun
3) Anjurkan untuk segera berkemih setelah melakukan hubungan sexual
4) Ajarkan perawatan perineal yang benar terutama setelah berkemih dan
defekasi, bersihkan dari depan ke belakang
5) Jelaskan pentingnya mengkonsumsi antibiotik sesuai dengan resep atau
sampai habis

Anda mungkin juga menyukai