Anda di halaman 1dari 6

TUGAS TERSTRUKTUR PERTEMUAN 7

PEMBIAYAAN KESEHATAN
“CLINICAL PATHWAY”

Dosen Pengampu : Johanna Christy, SKM., MKM

Disusun Oleh :

Kelompok 2

1. Lorensia Br Nainggolan 2113462050


2. Maysiska Pramudita 2113462051
3. Erikjon Lumban gaol 2113462043
4. Elsa Meralda 2113462044
5. Yoan dian Nurmayani 2113462068
6. Sri anisah putri 2113462160

PROGRAM STUDI D-III PEREKAM DAN INFORMASI KESEHATAN


UNIVERSITAS IMELDA MEDAN
T.A 2022/2023
CLINICAL PATHWAY

Amanat dari pemerintah Indonesia yang berkaitan dengan clinical pathway ditetapkan pada
undang-undang no. 29 tahun 2004 pasal 44 pada ayat:
1. Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib
mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi
2. Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut
jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan
3. Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri

Pada UU no. 29 tahun 2004 pasal 49 disebutkan juga bahwa “setiap dokter atau
dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran atau kedokteran gigi wajib
menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya”. Pada pasal ini dijelaskan juga
audit medis dapat dilakukan untuk tercapainya kendali mutu dan kendali biaya oleh
organisasi profesi.

Manfaat Clinical Pathway Bagi Pelayanan Kesehatan


Manfaat yang diharapkan dari clinical pathways selain adanya peningkatan
mutu pelayanan yang standar berdasarkan studi kedokteran berbasis bukti, adalah
efektivitas biaya. Pada era Jaminan Kesehatan Nasional yang menggunakan sistem
DRG-Casemix (dengan kode penyakit berdasarkan ICD 10 dan ICD 9-CM dan
prosedur tindakan dan biaya), clinical pathway dapat digunakan sebagai salah satu
alat untuk melakukan audit medis yang tujuannya berujung pada peningkatan mutu
pelayanan. Pemberian vitamin K pada bayi yang baru saja lahir merupakan contoh
bahwa clinical pathway dapat berdampak pada adanya revisi Standar Pelayanan
Medis (SPM) atau Standar Prosedur Operasional (SPO).
Penyusunannya yang berbasis bukti dan terstandar, implementasi clinical
pathway diharapkan dapat mengurangi biaya perawatan dan fasilitas, menurunkan
durasi perawatan (length of stay dan early discharge), meningkatkan indeks kualitas
hidup, peningkatan keluaran klinis (clinical outcome) dan mengurangi tindakan
yang tidak perlu.
Secara khusus, tujuan dari implementasi clinical pathway adalah:
1. Membuat “best practice” yang dapat diimplementasikan di fasilitas
pelayanan kesehatan setempat
2. Pembuatan standar lama perawatan, pemeriksaan dan prosedur klinis
3. Penyusunan strategi untuk mencapai efektivitas pelayanan
4. Pemaparan tujuan umum pelayanan dan peran kepada seluruh staf yang
terlibat
5. Sebagai bahan untuk dokumentasi, analisis dan evaluasi
6. Sebagai bahan untuk edukasi kepada pasien tentang perkiraan prosedur-
prosedur apa saja yang akan dilakukan

Implementasi Clinical Pathway di Pelayanan Kesehatan


Standar pelayanan pada tingkat nasional dibuat dengan adanya Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan kemudian diadaptasi menjadi Panduan
Praktis Klinis (PPK) yang menyesuaikan dengan keadaan setempat. Clinical
pathway yang merupakan pelaksanaan langkah demi langkah ini dapat dimasukkan
ke dalam PPK.
Clinical pathway harus dimiliki oleh Rumah Sakit dalam memenuhi Standar
Akreditasi Rumah Sakit versi KARS 2018. Tidak hanya dokumen clinical pathway
saja, implementasinya dalam pengendalian mutu dan biaya menjadi faktor yang
penting[6]. Proses pembuatan clinical pathway memerlukan kerja sama antar
departemen yang baik seperti dari tim medis (dokter), keperawatan dan farmasi.
Perpaduan ini kemudian disesuaikan dengan algoritma atau panduan berbasis bukti
dari organisasi profesi dan literatur, Standar Pelayanan Medis, Standar Prosedur
Operasional dan Daftar Standar Formularium untuk tindakan dan pengobatan.
Salah satu contoh Rumah Sakit yang telah menetapkan clinical pathway
adalah RSUP Prof Dr R. D. Kandou, Manado. Prioritas pembuatan clinical pathway
pada RS ini dilakukan berdasarkan jumlah kasus yang banyak (high volume), risiko
tinggi (high risk), dan biaya tinggi atau perlu sumber daya yang banyak (high cost).
Berdasarkan hal tersebut, RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou, Manado telah menetapkan
5 clinical pathway, yaitu Dengue Shock Syndrome (anak), Penyakit Ginjal Kronik
(penyakit dalam), Preeklampsia Berat (obstetri dan ginekologi), Benign Prostate
Hypertrophy (bedah) dan Miokard Infark Akut (kardiologi). Pengawasan clinical
pathway dilakukan setiap 3 bulan sekali secara berkala dan berkelanjutan.
Dalam hubungannya dengan pembiayaan melalui Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, RSUP Sanglah, Denpasar menggunakan clinical
pathway dan mengimplementasikannya sehingga tindakan-tindakan yang
diperlukan telah tercantum biayanya untuk setiap jenis penyakit yang ada dalam
clinical pathway. Dokter yang menangani pasien yang ditanggung oleh BPJS
Kesehatan harus mengikuti clinical pathway ini. Biaya untuk tindakan-tindakan
tersebut sudah “dianggarkan” sehingga tidak melebihi biaya yang ditanggung oleh
BPJS kesehatan dan tidak menimbulkan kerugian bagi Rumah Sakit dalam segi
biaya.
Feuth dan Claes (2008) mengemukakan bahwa ada 4 komponen utama
clinical pathway, yaitu meliputi: kerangka waktu, kategori asuhan, kriteria hasil dan
pencatatan varian.

Contoh Clinical Pathway di Pelayanan Kesehatan


Perbedaan Pedoman Praktik Klinis (PPK) dengan clinical pathway adalah
pada PPK berisi tentang informasi klinis dari suatu penyakit seperti definisi,
anamnesis, pemeriksaan fisik, kriteria diagnosis, diagnosis kerja, diagnosis banding,
pemeriksaan penunjang, terapi, edukasi, prognosis dan indikator kesembuhan,
sementara clinical pathway berisi tentang aplikasi dari PPK tersebut dan
diintegrasikan dengan kode ICD 10 dan ICD 9-CM dan biayanya.
Berikut ini adalah salah satu contoh dari clinical pathway yang dibuat oleh
penulis dan diadaptasi dari panduan yang dikeluarkan oleh organisasi profesi
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia untuk Infark Miokard
Akut tanpa ST elevasi / NSTEMI akut.
Sumber: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular, 2016.

Anda mungkin juga menyukai