Anda di halaman 1dari 12

PENERAPAN CLINICAL PATHWAY DALAM PEMBERIAN LAYANAN

KESEHATAN

Aulia Salmah
Program Studi Magister Manajemen Program pascasarjana,
Universitas Adhirajasa Reswara Sanjaya
e-mail : auliasalmahtandayu@ymail.com

Abstrak :
Clinical Pathway adalah konsep perencanaan pelayanan terpadu yang merangkum
setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar pelayanan, standar asuhan
keperawatan, dan standar pelayanan tenaga kesehatan lainnya, yang berbasis bukti dengan
hasil yang dapat diukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di rumah sakit. Clinical
Pathway merupakan pedoman kolaboratif untuk merawat pasien yang berfokus pada
diagnosis, masalah klinis dan tahapan pelayanan. Clinical Pathway menggabungkan standar
asuhan setiap tenaga kesehatan secara sistematik. Tindakan yang diberikan diseragamkan
dalam suatu standar asuhan, namun tetap memperhatikan aspek individu dari pasien. Jalur
klinis telah terbukti mengurangi variasi yang tidak perlu dalam perawatan pasien, mengurangi
penundaan pemulangan melalui perencanaan pemulangan yang lebih efisien, dan
meningkatkan efektivitas biaya layanan klinis. Artikel ini menyelidiki tentang konsep
penggunaan jalur klinis, tujuan dan manfaatnya, kelebihan dan kekurangan Clinical Pathway,
peran dokter dan pengaruhnya terhadap praktik dokter, serta aspek hukum Clinical Pathway.
Kata Kunci :Jalur klinis, Kualitas, Aspek Hukum.

Abstract :
Clinical Pathway is an integrated service planning concept that summarizes every
step given to patients based on service standards, nursing care standards, and other health
worker service standards, which are evidence-based with measurable results and within a
certain period of time while in the hospital. Clinical Pathway is a collaborative guideline for
treating patients that focuses on diagnosis, clinical problems and stages of service. The
Clinical Pathway combines the standards of care for every health worker in a systematic
manner. The actions given are uniform in a standard of care, but still pay attention to the
individual aspects of the patient. Clinical pathways have been shown to reduce unnecessary
variation in patient care, reduce discharge delays through more efficient discharge planning,
and increase the cost-effectiveness of clinical services. This article investigates the concept of
using the clinical pathway, its aims and benefits, the advantages and disadvantages of the
clinical pathway, the role of physicians and their impact on physician practice, and the legal
aspects of the clinical pathway.
Keyword : Clinical Pathway, Quality, Legal Aspect.

I. PENDAHULUAN
Berdasarkan undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit
menjelaskan bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan, rumah sakit harus memiliki
peraturan internal rumah sakit (hospital by laws) dan peraturan staf medis rumah sakit
(medical staff by law). Dalam ketentuan Pasal 29 ayat (1) disebutkan bahwa rumah
sakit harus membuat dan melaksanakan hospital by law yang merupakan peraturan
yang harus dipenuhi di dalam rumah sakit. Hospital by law juga perlu merangsang
pembuatan, pemeliharaan, peninjauan, dan pengembangan lebih lanjut mengenai
peraturan serta standar untuk mencapai self-governance (pemerintah sendiri). Self-
governance (pemerintah sendiri) selanjutnya harus diikuti dengan self-regulation
(regulasi diri) dan self-discipline (disiplin diri). Ini juga harus mencakup sistem
pemantauan, pelaporan dan pencatatan, dan juga sistem penilaian (tinjauan sejawat,
dengar pendapat, dll). Peraturan internal rumah sakit tersebut disusun dalam rangka
menyelenggarakan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dan
tata kelola klinis yang baik (good clinical governance).
Clinical governance merupakan pendekatan secara sistematis untuk
pengelolaan jaminan dan pengendalian mutu pelayanan klinis. Clinical governance
memiliki 4 komponen penting yaitu clinical effectiveness, patient safety, patient focus
dan continuing professional development. Bentuk pelaksanaan clinical effectiveness
adalah Clinical Pathway. Clinical Pathway berfungsi untuk standarisasi proses
perawatan sehingga mengurangi variasi pelayanan dan efisiensi sumber daya. Clinical
Pathway juga merupakan salah satu elemen yang dinilai pada akreditasi rumah sakit
(Connell L, 2014).
Rumah sakit merupakan institusi penyelenggara pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Salah satu kewajiban rumah sakit menurut Peraturan
Menteri Kesehatan No.4 Tahun 2018 adalah memberikan pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, anti diskriminasi dan efektif dengan mengutakan kepentingan pasien
sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan
saling berlomba dalam upaya peningkatan mutu pelayanan guna mencapai derajat
kesehatan setinggi-tingginya. Mutu dapat diketahui sebagai gambaran dari sifat suatu
jasa yang merupakan bagian dari strategi perusahaan dalam rangka mendapatkan
berbagai keunggulan yang berkesinambungan. Syarat utama pengendalian mutu
adalah Clinical Pathway yang sekaligus merupakan syarat kendali biaya terutama
pada kasus yang berpotensi menghabiskan sumber daya dalam jumlah besar. Selain
itu dengan penerapan Clinical Pathway dirancang untuk meminimalisir kererlambatan
perawatan, optimalisasi pemanfaat sumber daya, memaksimalkan kualitas pelayanan
dan hasil klinis.
Sampai saat ini penerapan standar pelayanan medis masih belum sepenuhnya
dapat dicapai. Standar pelayanan medis tidak tersedia di bangsal pelayanan atau
poliklinik, dan pada umumnya merupakan dokumen yang tersimpan rapi di kantor
sekretariat RS. Kesenjangan dalam penerapan SPM ini dapat diatasi dengan
mengintegrasikan Clinical Pathway dalam rekam medis pelayanan pasien sehari-hari.

II. METODOLOGI PENELITIAN


Peneltian ini menggunakan kajian literatur yang diambil sesuai dengan pokok
pembahasan dan kemudian di analisis secara mendalam sehingga dapat diambil
kesimpulan dan temuan dalam penelitian. Literatur yang diambil berasal dari buku,
artikel, jurnal baik nasional maupun internasional dan literatur lainnya.

III. PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN JALUR KLINIS (CLINICAL PATHWAY)
Definisi Clinical Pathway menurut Firmanda (2005) adalah suatu konsep
perencanaan pelayanan terpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan
kepada pasien berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang
berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di
rumah sakit. Ada definisi lainnya, yaitu menurut Marelli (2000) Clinical Pathway
merupakan pedoman kolaboratif untuk merawat pasien yang berfokus pada diagnosis,
masalah klinis dan tahapan pelayanan. Clinical Pathway menggabungkan standar
asuhan setiap tenaga kesehatan secara sistematik. Tindakan yang diberikan
diseragamkan dalam suatu standar asuhan, namun tetap memperhatikan aspek
individu dari pasien. Jalur Klinis (Clinical Pathway) adalah format pendokumentasian
disiplin ilmu (Firmansyah & Widjaja, 2022).
Jalur Klinis (Clinical Pathway) mempunyai beberapa nama, seperti
collaborative care pathways, integrated care pathways, care pathway,
multidisciplinary pathways of care, care map, pathways of care. Clinical Pathway
disusun untuk memberikan detail kegiatan apa yang harus dilakukan pada kondisi
klinis tertentu. Clinical Pathway juga menggunakan rencana tata laksana harian
dengan standar pelayanan yang dianggap tepat. Clinical Pathway juga mempunyai
pelayanan yang bersifat multidisiplin sehingga semua stakholder yang terlibat dalam
pelayanan klinis termasuk dokter, apoteker, fisioterapis, nutrisionis/dietisien, perawat,
dan lain-lain, Kelebihan sistem ini adalah monitoring kondisi pasien setiap hari,
membuat intervensi dan memprediksi kondisi klinis pasien (Sadli, Adi, 2021).
Clinical Pathway dapat didefinisikan sebagai pendekatan multidisiplin yang
berbasis waktu yang digunakan untuk membantu pasien-pasien tertentu mencapai
luaran positif yang diharapkan (Middleton S, Robert A, 1998). Langkah-langkah
dalam pathway seharusnya berlaku bagi sebagian besar pasien untuk suatu luaran
yang diharapkan. Kondisi klinis pasien tentulah tidak sama, dan perubahan kondisi
klinis pastilah seringkali terjadi, sehingga diperlukan fleksibilitas suatu pathway.
Clinical Pathway merupakan perangkat koordinasi dan komunikasi bagi para petugas
yang terlibat dalam tatalaksana pasien yang sama Clinical Pathway merupakan
perangkat bantu untuk penerapan standar pelayanan medik (Evidence Based Clinical
Practice Guideline) (Person SD, Fisher DG, Lee TH. 1995).
EPA mendefinisikan Jalur Klinis (Clinical Pathway) sebagai “intervensi
kompleks untuk pengambilan keputusan bersama dan organisasi proses perawatan
untuk kelompok pasien yang ditentukan dengan baik. Karakteristik jalur perawatan
meliputi: pernyataan eksplisit tentang tujuan dan elemen kunci perawatan berdasarkan
bukti, praktik terbaik, dan harapan pasien serta karakteristiknya; menfasilitas
komunikasi antar anggota tim dan dengan pasien dan keluarga; mengkoordinasi
proses perawatan dengan mengkoordinasikan peran dan urutan kegiatan tim
perawatan multidisiplin, pasien dan kerabat mereka; dokumentasi, pemantauan, dan
evaluasi varians dan hasil, dan identifikasi sumber daya yang sesuai” (Schrijvers G,
van Hoorn A, Huiskes N, 2012).

B. KONSEP JALUR KLINIS (CLINICAL PATHWAY)


Feuth dan Claes (2008) mengemukakan bahwa ada 4 komponen utama
Clinical Pathway, yaitu meliputi: kerangka waktu, kategori asuhan, kriteria hasil dan
pencatatan varian. Kerangka waktu menggambarkan tahapan berdasarkan pada hari
perawatan atau berdasarkan tahapan pelayanan seperti: fase pre-operasi, intraoperasi
dan pasca-operasi. Kategori asuhan berisi aktivitas yang menggambarkan asuhan
seluruh tim kesehatan yang diberikan kepada pasien. Aktivitas dikelompokkan
berdasarkan jenis tindakan pada jangka waktu tertentu. Kriteria hasil memuat hasil
yang diharapkan dari standar asuhan yang diberikan, meliputi kriteria jangka panjang
yaitu menggambarkan kriteria hasil dari keseluruhan asuhan dan jangka pendek, yaitu
menggambarkan kriteria hasil pada setiap tahapan pelayanan pada jangka waktu
tertentu. Lembaran varian mencatat dan menganalisis deviasi dari standar yang
ditetapkan dalam Clinical Pathway. Kondisi pasien yang tidak sesuai dengan standar
asuhan atau standar yang tidak bisa dilakukan dicatat dalam lembar varian
(Firmansyah Y, 2022).

C. TUJUAN DAN MANFAAT CLINICAL PATHWAY


Istilah Clinical Pathway sendiri ada berbagai macam, ada yang
menyebut critical pathway, integrated care pathway, dan care map. Tujuan
pelaksanaan Clinical Pathway adalah menyediakan pelayanan terbaik ketika gaya
praktik harus dibedakan secara signifikan dan menyediakan kerangka kerja untuk
mengumpulkan dan menganalisis data proses perawatan sehingga provider mengerti
seberapa sering dan mengapa pasien tidak mengikuti program yang diinginkan selama
masa hospitalisasi. Selama ini rumah sakit jarang menggunakan Clinical Pathway.
Hal ini dikarenakan sulitnya membuat Clinical Pathway yang melibatkan bermacam
tenaga kesehatan, termasuk dokter dan perawat. Dengan heterogen-nya ilmu
kedokteran maka para dokter terutama dokter spesialis mempunyai “seni” tersendiri
yang tidak mudah untuk disatukan (Vanhaecht K, D. R, 2006).
Tujuan dari Jalur Klinis (Clinical Pathway) adalah untuk memastikan bahwa
tidak ada aspek penting dari pengobatan yang terlewatkan. Jalur Klinis (Clinical
Pathway) memastikan penyelesaian semua intervensi tepat waktu, mendorong petugas
klinik untuk secara proaktif merencanakan layanan. Clinical Pathway diharapkan
dapat menekan biaya dengan mengurangi rawat inap di rumah sakit dengan tetap
menjaga kualitas pelayanan (Firmansyah Y, 2022)
Departmen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010 mengemukakan tujuan
utama penerapan jalur klinis meliputi: (Firmansyah Y, 2022)
1. “Memilih 'praktik terbaik' ketika pola latihan diketahui sangat bervariasi.
2. Mematenkan standar yang diharapkan untuk lama tinggal dan penggunaan uji
klinis dan prosedur klinis lainnya.
3. Menilai hubungan antara langkah yang berbeda dan kondisi yang berbeda dalam
proses dan mengembangkan strategi koordinasi untuk memberikan layanan yang
lebih cepat dengan langkah yang lebih sedikit.
4. Menetapkan peran untuk semua petugas kesehatan yang terlibat dalam layanan
dan peran mereka dalam proses tersebut.
5. Memberikan framework untuk mengumpulkan dan menganalisis data tentang
pemberian layanan sehingga penyedia layanan dapat mengetahui seberapa sering
dan mengapa seorang pasien tidak menerima layanan sesuai standar yang ada.
6. Menurunkan beban dokumentasi klinis.
7. Meningkatkan kepuasan pasien dengan meningkatkan kesadaran pasien, misalnya
dengan memberikan informasi yang lebih akurat tentang rencana layanan yang
akan ia terima.”
Sementara berbagai hasil penelitian menyebutkan manfaat penggunaan Jalur
Klinis (Clinical Pathway) yang masih dalam pembahasan, berbagai studi dan meta
analisis menyajikan manfaat Jalur Klinis (Clinical Pathway) yang diaplikasikan
dengan baik dalam pengendalian mutu dan pengendalian biaya di rumah sakit, yaitu:
a) Jalur Klinis (Clinical Pathway) adalah alat berbagai disiplin ilmu yang berguna
untuk menambah kualitas perawatan untuk kelompok pasien yang sama (Bayliss
dkk., 2000; Harvey, V. L. Currie, 2000).
b) Jalur Klinis (Clinical Pathway) membantu memperoleh konsistensi dan
keberlanjutan pelayanan kesehatan (Hotchkiss, 1997; Kitchiner dkk., 1996).
c) Jalur Klinis (Clinical Pathway) meningkatkan dokumentasi perawatan pasien
berbasis bukti dan berpusat pada pasien (Campbell dkk., 1998b).
d) Mensupport program peningkatan kualitas dan keamanan pasien.
e) Memainkan peran penting dalam litigasi.
(Firmansyah Y, 2022)

D. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN JALUR KLINIS (CLINICAL PATHWAY)


Banyak rumah sakit sudah mulai mengimplementasikan Jalur Klinis (Clinical
Pathway) dalam memberikan perawatan pasien karena menggunakan Jalur Klinis
(Clinical Pathway) memiliki keuntungan, termasuk yang berikut ini (Tachdan, 2006;
Wijono D, 2000) :
a) Dapat menurunkan angka komplikasi yang diderita pasien, Clinical Pathway
dapat mencegah komplikasi kepada pasien yang mendapat terapi bedah, yakni
mencegah 1 pasien yang terkena kompikasi dari 17 pasien yang mendapat terapi
bedah pada pelayanan yang biasa digunakan oleh dokter.
b) Jalur Klinis (Clinical Pathway) adalah format dokumentasi berbagai disiplin ilmu.
Format ini dapat memberikan perekaman yang efisien ketika tidak ada duplikasi
rekaman, sehingga menghindari kebingungan dalam tim kesehatan yang merawat
pasien.
c) Meningkatkan peran dan komunikasi dalam tim dari berbagai disiplin ilmu,
sehingga setiap anggota tim termotivasi untuk meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan.
d) Adanya standarisasi hasil sesuai lamanya hari perawatan sehingga tercapai biaya
perawatan yang efektif.
e) Dapat meningkatkan kepuasan pasien karena perencanaan pemulangan pasien
lebih transparan.
f) Terdapat standarisasi outcome sesuai lamanya hari rawat, sehingga akan tercapai
effective cost dalam perawatan.
g) Meningkatkan kepuasan pasien karena pelaksanaan discharge planning kepada
pasien lebih jelas.
Selain kelebihan menggunakan Jalur Klinis (Clinical Pathway), terdapat
beberapa kelemahan dalam menggunakan format Jalur Klinis (Clinical Pathway) ini,
yaitu sebagai berikut (Tachdan, 2006; Wijono D, 2000) :
a) Pendokumentasian Jalur Klinis (Clinical Pathway) ini membutuhkan waktu yang
relatif lama untuk dibentuk dan dikembangkan.
b) Proses keperawatan tidak terlihat jelas karena harus sesuai dengan tahap
perencanaan medis, pengobatan dan penelitian penunjang lainnya.
c) Format dokumentasi hanya diterapkan untuk tugas-tugas tertentu, misalnya format
Jalur Klinis (Clinical Pathway) untuk bedah ortopedi tidak dapat digunakan di
departemen bedah saraf. Akibatnya, akan ada banyak format yang perlu dibuat
untuk semua layanan yang tersedia.

E. PERAN DOKTER DALAM JALUR KLINIS (CLINICAL PATHWAY) DAN


PENGARUHNYA TERHADAP PRAKTIK DOKTER
Telah ditunjukkan secara meyakinkan bahwa program Jalur Klinis (Clinical
Pathway) terbaik adalah program yang didorong oleh praktisi dokter. Dokter secara
langsung berpartisipasi dan dapat memulai pengembangan Jalur Klinis (Clinical
Pathway). Rumah sakit di seluruh AS menghadapi masalah yang sama ketika Jalur
Klinis (Clinical Pathway) dikembangkan dengan masukan dokter yang minimal -
jalur tersebut dibuang atau digunakan murni sebagai alat dokumentasi keperawatan.
Ini sangat membatasi kegunaan Jalur Klinis (Clinical Pathway) sebagai dokumentasi
klinis terintegrasi dan alat perbaikan proses klinis. Tren saat ini adalah
mengembangkan Jalur Klinis (Clinical Pathway) yang diarahkan oleh dokter, yaitu
pengembangan dan penerapan Jalur Klinis (Clinical Pathway) harus dipimpin oleh
seorang dokter. Tim perawatan multi-disiplin lainnya bekerja dengan dokter untuk
mengembangkan rencana perawatan holistik berdasarkan petunjuk yang diberikan
oleh dokter (Campbell dkk., 1998a; Cheah TS, 1998; Kinsman; Roeder dkk., 2003).
Telah terbukti bahwa pasien pada Jalur Klinis (Clinical Pathway)
mengekspresikan tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kehadiran Jalur Klinis (Clinical
Pathway) saja berarti staf bangsal berada dalam posisi yang lebih baik untuk
memberikan penjelasan tentang rencana perawatan kepada pasien dan kerabat,
sehingga memfasilitasi komunikasi yang lebih baik. Jalur Klinis (Clinical Pathway)
juga meningkatkan kemungkinan bahwa pasien akan menerima perawatan yang
diinginkan di mana pun mereka berada di rumah sakit. Jalur Klinis (Clinical Pathway)
menjaga semua profesional kesehatan lainnya "sinkron" dengan rencana perawatan
dokter. Dokter memegang kendali atas keseluruhan rencana perawatan (Campbell
dkk., 1998a; Cheah TS, 1998; Kinsman; Roeder dkk., 2003).
Jalur Klinis (Clinical Pathway) memfasilitasi penyelesaian masalah sistem
yang sering mengganggu dokter. Melalui analisis varians, isu-isu yang mempengaruhi
proporsi signifikan pasien ditangani. Keterlibatan organisasi menjadi penting ketika
sumber daya harus dialokasikan untuk memperluas ketersediaan departemen atau
layanan untuk memenuhi tujuan klinis dan keuangan. Misalnya, data dari varians
dapat disajikan untuk menunjukkan bahwa keterlambatan pelepasan disebabkan oleh
tidak tersedianya pengujian tertentu yang hanya dilakukan pada hari-hari tertentu
dalam seminggu. Rumah sakit kemudian perlu mempertimbangkan keuntungan dan
kerugian dari perluasan layanan untuk memfasilitasi pemulangan lebih awal
(Campbell dkk., 1998a; Cheah TS, 1998; Kinsman; Roeder dkk., 2003).

F. HUBUNGAN CLINICAL PATHWAY DENGAN MUTU PROFESI (QUALITY)


Pelaksanaan Clinical Pathway sangat erat berhubungan dan berkaitan dengan
clinical governance dalam rangka menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan dengan
biaya yang dapat diestimasikan dan terjangkau (Firmanda, 2006). Clinical Pathways
merupakan salah satu komponen dari sistem diagnostic related group (DRG) Casemix
yang terdiri dari kodefikasi penyakit dan prosedur tindakan (ICD 10 dan ICD 9-CM)
dan perhitungan biaya (baik secara top down costing atau activity based costing
maupun kombinasi keduanya). Clinical Pathway dapat digunakan sebagai alat (entry
point) untuk melakukan audit medis dan manajemen baik untuk tingkat pertama
maupun kedua (1st party and 2nd party audits) dalam rangka menjaga dan
meningkatkan mutu pelayanan. Clinical Pathway dapat digunakan juga sebagai salah
satu alat mekanisme evaluasi penilaian risiko untuk mendeteksi kesalahan. (Firmanda,
2006).

G. ASPEK HUKUM JALUR KLINIS (CLINICAL PATHWAY) DI INDONESIA


Pada UU no. 29 tahun 2004 pasal 49 disebutkan juga bahwa “setiap dokter
atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran atau kedokteran gigi wajib
menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya”. Pada pasal ini dijelaskan juga
audit medis dapat dilakukan untuk tercapainya kendali mutu dan kendali biaya oleh
organisasi profesi.39 Adapun aspek hukum Clinical Pathway diatur dalam (Tachdan,
2006; Wijono D, 2000) :
1. Undang-Undang RI No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
2. Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
3. Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
4. Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan
5. Undang-Undang RI No. 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan
6. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1438/MENKES/PER/IX/2010
Tentang Standar Pelayanan Kedokteran
8. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 755/MENKES/PER/IV/2011 Tentang
Penyelenggaraan Komite Medis
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 012 Tahun 2012 Tentang Akreditasi
Rumah Sakit
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 26 Tahun 2013 Tentang
Penyelenggaraan dan Praktik Tenaga Gizi
11. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 49 Tahun 2013 Tentang Komite
Keperawatan
12. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 78 Tahun 2013 Tentang Pedoman
Pelayanan Gizi Rumah Sakit
13. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 58 Tahun 2014 Tentang Standar
Pelayanan Farmasi Rumah Sakit
14. KepMenkes RI No.436/1993 tentang berlakunya standar pelayanan rs dan
SPM rumah sakit 5
15. PerMenkes RI No.920 Menkes/Per/XII/1996 tentang Upaya Pelayanan
Kesehatan RS Swasta di bidang medik
16. KepMenkes RI No.496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman audit medis
di RS
17. KepMenkes RI No. 631/Menkes/SK/IV/2005 tentang Peraturan Internal
Staf Medis.

IV. KESIMPULAN
Clinical Pathways adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang
merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar
pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang
terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di rumah sakit. Clinical Pathways
adalah metodologi dalam cara mekanisme pengambilan keputusan terhadap layanan
pasien berdasarkan pengelompokan dan dalam periode waktu tertentu. Clinical
Pathway juga merupakan sarana menuju manajemen sumber daya yang efisien,
penyediaan lebih banyak informasi kepada pasien dan alat audit klinis. Melalui
penggunaan Clinical Pathway, rumah sakit secara konsisten menunjukkan
pengurangan lama rawat inap untuk jenis kasus jalur tertentu tanpa efek merugikan
pada hasil klinis, pengurangan ukuran tagihan rumah sakit, peningkatan komunikasi
pemberi perawatan kepada pasien yang menghasilkan kepuasan pasien yang lebih
tinggi, dan peningkatan pasien pendidikan. Mengurangi variasi yang tidak perlu
dalam perawatan dan meningkatkan tingkat kolaborasi antara dokter, perawat, dan
profesional perawatan kesehatan lainnya semuanya sangat konsisten dengan
manajemen kualitas total (TQM). Oleh karena itu, Clinical Pathway merupakan
sarana penting untuk mencapai kualitas klinis maupun peningkatan mutu pelayanan
kesehatan.

Referensi :
1. Campbell H, Hotchkiss R, Bradshaw N, Porteous M. (1998). Integrated Care
Pathways. BMJ. 316 (7125). 133–7. Available from:
https://www.bmj.com/lookup/doi/10.1136/b mj.316.7125.133
2. Cheah TS. (1998). Clinical Pathways--The New Paradigm In Healthcare?. Med J
Malaysia. 53 (1). 87–96. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10968
144
3. Connell L. (2014). A Clinical Governance Handbook For District Clinical Specialist
Teams. Durban: Health Systems Trust
4. Firmansyah, Y & Widjaja, G. (2022). Pemberlakuan Clinical Pathway Dalam
Pemberian Layanan Kesehatan Dan Akibat Hukumnya (The Application Of Clinical
Pathway In Health Care And Its Legal Consequences). Jurnal Medika Hutama. 03
(02).
5. Firmansyah, Y. (2022). Pemberlakuan Clinical Pathway Dalam Pemberian Layanan
Kesehatan Dan Akibat Hukumnya. Fakultas Hukum Kesehatan, Universitas
Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Indonesia. 5 (01). 536-573.
6. Kinsman L. Clinical Pathway Compliance And Quality Improvement. Nurs Stand.
18(18). 33–5. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14768 230
7. Middleton S, Roberts A. (1998). Clinical Pathways Workbook. VFM Unit. Wrexham.
8. Pearson SD, Fisher DG, Lee TH. (1995). Critical Pathways as a Strategy for
Improving Care: Problems and Potential, Ann Intern Med. 123(12). 941-48.
9. Roeder N, Hensen P, Hindle D, Loskamp N, Lakomek H-J. (2003). Instrumente Zur
Behandlungsoptimierung. Der Chir. 74(12). 1149–55. Available from:
http://link.springer.com/10.1007/s00104-
10. Sadli, Adi. (2021). Rancangan Pengembangan Aplikasi Dokumentasi Clinical
Pathway Berbasis Web. Jurnal Manajemen Sistem Informasi dan Teknologi. 11 (2).
157-167.
11. Schrijvers G, van Hoorn A, Huiskes N. (2012) .The Care Pathway: Concepts and
Theories: An Introduction. Int J Integr Care. 12 (Spec Ed Integrated Care
Pathways):e192. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23593 066.
12. Tachdan. (2006). Implementasi Kebijakan Publik. AIPI Bandung-Puslit KP2W Lemlit
UNPAD. 1(1).
13. Vanhaecht K, D. R. (2006). Clinical Pathway Audit Tools: A Systematic Review. J
Nurs Manag, 14 (7), 529-537. Diakses dari Nursing Journal dengan alamat
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1700496
14. Wijono D. (2000). Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan Teori, Strategi Dan
Aplikasi. 1st ed. Universitas Airlangga, Surabaya Press.

Anda mungkin juga menyukai