Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Clinical Pathway

Clinical pathway merupakan pedoman kolaboratif untuk merawat


pasien yang berfokus pada diagnosis, masalah klinis, dan tahapan pelayanan.
Clinical pathway menggabungkan standar asuhan setiap tenaga kesehatan
secara sistemik. Tindakan yang diberikan diseragamkan dalam suatu standar
asuhan, namun tetap memperhatikan aspek individu dari pasien (Hendra,
2009).

Clinical pathway merupakan format dokumentasi multidisiplin. Format


ini dikembangkan untuk pengembangan multidisiplin (dokter, perawat,
rehabilitasi, gizi, dan tenaga kesehatan lain) yang diciptakan tidak terlalu
rumit dan panjang. Pada format pengkajian multidisiplin menunjukkan
format pengkajian awal yang memungkinkan diisi oleh berbagai disiplin
ilmu. Pengisian ini terdiri dari data riwayat pasien, pemeriksaan fisik dan
pengkajian skrining lainnya yang diisi oleh multidisiplin sesuai kesepakatan
(Croucher, 2005).
Clinical Pathways (CP) adalah suatu konsep perencanaan pelayanan
terpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien
berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis
bukti dengan hasil yang terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di
rumah sakit.
European Pathways Association (EPA) pada kongresnya yang terakhir
di Slovenia telah merevisi definisi Clinical Pathways sebagai berikut,
Clinical Pathways adalah metodologi dalam cara mekanisme pengambilan
keputusan terhadap layanan pasien berdasarkan pengelompokan dan dalam
periode waktu tertentu.
1.2 Tujuan Clinical Pathway

Tujuan clinical pathway adalah menjamin tidak ada aspek-aspek


penting dari pelayanan yang dilupakan. Clinical pathway memastikan
semua intervensi yang dilakukan secara tepat waktu dengan mendorong staf
klinik untuk bersikap pro- aktif dalam perencanaan pelayanan. Clinical
pathway diharapkan dapat mengurangi biaya dengan menurunkan length
of stay dan tetap memelihara mutu pelayanan (Hendra, 2009).

Tujuan utama implementasi clinical pathway menurut Depkes RI


(2010) adalah sebagai berikut:
a. Memilih “best practice” pada saat pola praktek diketahui
berbeda secara bermakna.
b. Menetapkan standar yang diharapkan mengenai lama
perawatan dan penggunaan pemeriksaan klinik serta
prosedur klinik lainnya.
c. Menilai hubungan antara berbagai tahap dan kondisi yang
berbeda dalam suatu proses serta menyusun strategi untuk
mengkoordinasikan agar dapat menghasilkan pelayanan
yang lebih cepat dengan tahapan yang lebih sedikit.
d. Memberikan peran kepada seluruh staf yang terlibat dalam
pelayanan serta peran mereka dalam proses tersebut.
e. Menyediakan kerangka kerja untuk mengumpulkan dan
menganalisa data proses pelayanan sehingga provider dapat
mengetahui seberapa sering dan mengapa seorang pasien
tidak mendapatkan pelayanan sesuai standar.
f. Mengurangi beban dokumentasi klinik.
g. Meningkatkan kepuasan pasien melalui peningkatan
edukasi kepada pasien, misalnya dengan menyediakan
informasi yang lebih tepat tentang rencana pelayanan.
1.3 Manfaat Clinical Pathway

Meskipun dalam berbagai hasil penelitian disebutkan mengenai


manfaat penerapan clinical pathway yang masih diperdebatkan, namun
berbagai penelitian maupun meta-analisis menunjukkan manfaat clinical
pathway yang diterapkan dengan baik dalam kendali mutu dan kendali biaya
di RS adalah sebagai berikut:

a. Clinical pathway adalah alat multiprofesi yang bermanfaat


meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan untuk
kelompok pasien yang homogen (Currie, 2000; Bayliss et
al, 2000).
b. Clinical pathway membantu mencapai konsensus
konsistensi dan kontinuitas pelayanan kesehatan (Kitchener
et al, 1996; Hochkiss, 1997).
c. Pada setiap tahap proses perawatan pasien, Clinical
Pathways difokuskan untuk menjaga staf agar tetap siap
menghadapi perubahan dengan memberikan informasi yang
benar pada setiap waktu.
d. Clinical pathway meningkatkan dokumentasi pelayanan
pasien yang berbasis bukti dan berfokus pasien (Champbell
et al, 1998; Layton et al, 1998, Overil, 1998).
e. Mendukung program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien.
f. Berperan penting dalam menghadapi tuntutan hukum.

1.4 Komponen Clinical Pathway

Empat komponen utama clinical pathway meliputi: kerangka waktu,


kategori asuhan, kriteria hasil, dan pencatatan varian (Hendra, 2009).

Clinical pathway memiliki beberapa komponen yaitu:


1. Kerangka waktu
Kerangka waktu menggambarkan tahapan berdasarkan pada hari
perawatan atau berdasarkan tahapan pelayanan yang diberikan.
2. Kategori asuhan
Kategori asuhan berisi aktivitas yang menggambarkan seluruh tim
kesehatan yang diberikan pasien. Aktivitas dikelompokkan
berdasarkan jenis tindakan pada jangka waktu tertentu.
3. Kriteria hasil
Kriteria hasil memuat hasil yang diharapkan dari standar asuhan yang
diberikan, meliputi kriteria jangka panjang dan kriteria jangka pendek.
4. Pencatatan varian
Lembaran varian mencatat dan menganalisis deviasi dari standar yang
ditetapkan dalam clinical pathway. Kondisi pasien yang tidak sesuai
dengan standar asuhan atau standar yang tidak bisa dilakukan dicatat
dalam lembar varian.

1.5 Prinsip-Prinsip dalam Membuat Clinical Pathway

Dalam membuat clinical pathway penanganan kasus pasien rawat inap


di rumah sakit harus bersifat:

1. Seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan harus secara


terpadu/integrasi dan berorientasi focus terhadap pasien serta
berkesinambungan.
2. Melibatkan seluruh profesi.
3. Dalam batasan waktu yang telah ditentukan sesuai dengan keadaan
perjalanan penyakit pasien dan dicatat dalam bentuk periode harian
atau jam.
4. Pencatatan Clinical Pathways seluruh kegiatan yang diberikan kepada
pasien secara terpadu dan berkesinambungan dalam bentuk dokumen
yang merupakan bagian dari rekam medis.
5. Setiap penyimpangan langkah dalam penerapan Clinical Pathways
dicatat sebagai varians dan dilakukan kajian analisis dalam bentuk
audit.
6. Varians tersebut dikarekan kondisi perjalanan penyakit, penyakit
penyerta atau komplikasi maupun kesalahan medis.
7. Varians terebut dipergunakan sebagai salah satu parameter dalam
rangka mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan.

1.6 Syarat Penerapan Clinical Pathways

Menurut dr. Hanevi Djasri, MARS, konsultan dari PMPK FK UGM,


terdapat sekitar tujuh tujuan utama implementasi clinical pathways:

1. Memilih pola praktek terbaik dari berbagai macam variasi pola


praktek.
2. Menetapkan standar yang diharapkan mengenai lama perawatan dan
penggunaan prosedur klinik yang seharusnya.
3. Menilai hubungan antara berbagai tahap dan kondisi yang berbeda
dalam suatu proses data menyusun strategi untuk mengkoordinasi agar
dapat menghasilkan pelayanan yang lebih cepat dengan tahap yang
lebih sedikit.
4. Memberikan informasi kepada seluruh staf yang terlibat mengenai
tujuan umum yang harus tercapai dari sebuah pelayanan dan apa peran
mereka dalam proses tersebut.
5. Menyediakan kerangka kerja untuk mengumpulkan dan menganalisa
data proses pelayanan sehingga penyedia layanan dapat mengetahui
seberapa sering dan mengapa pasien tidak mendapatkan pelayanan
sesuai standar.
6. Mengurangi beban dokumentasi klinik.
7. Meningkatkan kepuasan pasien melalui peningkatan edukasi kepada
pasien.

Dengan inplementasi clinical pathway, diharapkan pasien benar-benar


mendapat pelayanan yang dibutuhkan sesuai kondisinya sehingga biaya yang
dikeluarkanpun dapat sesuai dengan perawatan yang diterima dan hasil yang
diharapkan. Adanya Clinical Pathway juga dapat membantu dokter saat
melakukan perawatan.
Dalam menerapkan clinical pathway, dapat dilakukan dalam kondisi
tertentu yaitu dengan syarat:
1. Patologi dalam pengaturan perawatan.
2. Patologi dengan risiko yang signifikan untuk pasien.
3. Patologi dengan biaya tinggi untuk rumah sakit.
4. Patologi didefinisikan dengan baik dan yang memungkinkan
perawatan homogen.
5. Adanya rekomendasi praktek yang baik.
6. Variabilitas perawatan unexplained.
7. Kemungkinan mendapatkan kesepakatan professional.
8. Implementasi multidisiplin.

1.7 Langkah-Langkah Penyusunan Clinical Pathway


Langkah langkah dalam menyusun Format CP yang harus diperhatikan:

1) Komponen yang harus dicakup sebagaimana definisi dari


Clinical Pathways
2) Manfaatkan data yang telah ada di lapangan rumah sakit dan
kondisi setempat seperti data Laporan RL2 (data keadaan
morbiditas pasien) yang dibuat setiap rumah sakit berdasarkan
Buku Petunjuk Pengisian, Pengolahan dan Penyajian Data
Rumah Sakitdan sensus harian untuk penetapan judul/ topik
Clinical Pathways yang akan dibuat dan penetapan lama hari
rawat.
3) Untuk variabel tindakan dan obat obatan mengacu kepada
Standar Pelayanan Medis, Standar Prosedur Operasional dan
Daftar Standar Formularium yang telah ada di rumah sakit
setempat. Bila perlu standar-standar tersebut dapat dilakukan
revisi.
4) Pergunakan Buku ICD 10 untuk hal kodefikasi diagnosis dan
ICD 9 CM untuk hal tindakan prosedur sesuai dengan
profesi/SMF masing masing.

1.8 Format Umum Clinical Pathway

Langkah selanjutnya adalah mengkaji dan mendesain Format Umum


Clinical Pathways sebagai ‘template’ untuk setiap profesi untuk membuat
clinical pathways masing masing sesuai dengan bidang keahliannya dan
melibatkan multidisiplin profesi medis, keperawatan dan farmasis/apoteker
sebagai contoh tertera pada Gambar 4.
Gambar 4. Format Umum Clinical Pathways yang telah disepakati bersama dalam
Sidang Pleno Komite Medik untuk seluruh 20 SMF di RS Fatmawati.7

1.9 Kelebihan dan Kekurangan Clinical Pathway

Banyak rumah sakit mulai menerapkan clinical pathway dalam pemberian

pelayanan kesehatan kepada pasien, karena penggunaan clinical pathway

memiliki kelebihan antara lain sebagai berikut:

a) Clinical pathway merupakan format pendokumentasian

multidisiplin. Format ini dapat memberikan efisiensi dalam

pencatatan, dimana tidak terjadi pengulangan atau duplikasi

penulisan, sehingga kemungkinan salah komunikasi dalam tim

kesehatan yang merawat pasien dapat dihindarkan.

b) Meningkatkan peran dan komunikasi dalam tim


multidisiplin sehingga masing-masing anggota tim termotivasi

dalam peningkatan pengetahuan dan kompetensi.

c) Terdapat standarisasi outcome sesuai lamanya hari rawat,

sehingga akan tercapai effective cost dalam perawatan.

d) Dapat meningkatkan kepuasan pasien karena pelaksanaan

discharge planning kepada pasien lebih jelas

e) Membantu menciptakan data besar yang banyak dibutuhkan


pada perawatan di rumah.
f) Menghemat waktu, tenaga, dan biaya tanpa mengurangi mutu
layanan.

Selain mempunyai kelebihan dalam penggunaan clinical pathway, perlu

dicermati juga kekurangan yang ditemui dalam penerapan format clinical

pathway ini, antara lain sebagai berikut:

a) Dokumentasi clinical pathway ini membutuhkan waktu yang

relatif lama dalam pembentukan dan pengembangannya.

b) Tidak terlihat proses keperawatan secara jelas karena harus

menyesuaikan dengan tahap perencanan medis, pengobatan, dan

pemeriksaan penunjang lainnya.

c) Format dokumentasi hanya digunakan untuk masalah

spesifik, contoh format clinical pathway untuk bedah tulang tidak

dapat digunakan untuk unit bedah saraf. Sehingga akan banyak

sekali format yang harus dihasilkan untuk seluruh pelayanan yang

tersedia.
d) Kekurangan komputerisasi catatan pasien jika perangkat computer
hilang dicuri terutama server.
e) Minimnya pelatihan untuk menjaga kesamaan persepsi dalam
proses pelaksanaan dan pengisian clinical pathway.
DAFTAR PUSTAKA

Firmanda, Dody. 2005. Pedoman Penyusunan Clinical Pathways dalam


Rangka Implementasi Sistem DRGs Casemix di Rumah Sakit. Jakarta.

Syafrawati. 2015. Buku Ajar Casemix, Suatu Pengantar. Padang: Penerbit


FKM Unand.

Anda mungkin juga menyukai