TINJAUAN PUSTAKA
A. Clinical Pathway
Pathway dibuat untuk memberikan rincian apa yang harus dilakukan pada
hari demi hari dengan standar pelayanan yang dianggap sesuai. Pelayanan
hari, baik intervensi maupun outcome-nya. Oleh karena itu maka CP paling
layak dibuat untuk penyakit atau kondisi klinis yang memerlukan pendekatan
kasus). Bila dalam perjalanan klinis ditemukan hal-hal yang menyimpang, ini
harus dicatat sebagai varian yang harus dinilai lebih lanjut(Kemenkes RI,
2014).
Perjalanan klinis dan outcome penyakit yang dibuat dalam Clinical Pathway
• terdapat ko-morbiditas.
Apa pun yang terjadi harus dilakukan evaluasi dan dokter memberikan
pasien dirawat dengan prosedur biasa (usual care). Clinical Pathway hanya
1. Pengertian
secara bermakna
sesuai standar.
(untuk kasus rawat inap) atau jam (untuk kasus gawat darurat di unit
emergensi).
d. Pencatatan Clinical Pathway seluruh kegiatan pelayanan yang
Medis.
audit.
(Firmanda D. 2006).
dari sistem diagnostic related group (DRG) Casemix yang terdiri dari
kodefikasi penyakit dan prosedur tindakan (ICD 10 dan ICD 9-CM) dan
perhitungan biaya (baik secara top down costing atau activity based
sebagai alat (entry point) untuk melakukan audit medis dan manajemen
baik untuk tingkat pertama maupun kedua (1st party and 2nd party
audits) dalam rangka menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan.
(Firmanda, 2006).
a. Kebijakan
yang ada di rumah sakit secara efektif dan efisien sehingga dapat
sudah lulus akreditasi rumah sakit. Begitu juga dengan sarana terkait
d. Pembentukan komitmen
e. Kepemimpinan Klinis
f. Edukasi
clinical pathway.
g. Motivasi
h. Evaluasi pelaksanaan
menrapkannya.
pelayanan.
Pathway dapat amat rumit dan rinci (misaInya pemberian obat setiap 6
jam dengan dosis tertentu; bila ini melibatkan banyak obat maka menjadi
amat rumit). Sebagian apa yang harus diisi dapat merupakan check-list,
namun tetap harus diberikan ruang untuk menuliskan hal-hal yang perJu
dicatat. Ruang yang tersedia untuk mencatat hal-hal yang diperlukan juga
dapat amat terbatas, lebih-Iebih format yang sarna diisi oleh semua
(Kemenkes RI 2014).
sebagai berikut:
topik clinical pathway yang akan dibuat dan lama hari rawat.
Tabel 2.1 di bawah ini merupakan form bentuk umum dari clinical pathway
1) kerangka waktu
2) Kategori Asuhan
3) Kriteria Hasil
Kriteria hasil memuat hasil yang diharapkan dari standar asuhan yang
4) Pencatatan Varian.
Lembaran varian mencatat dan menganalisis deviasi dari standar yang
dengan standar asuhan atau standar yang tidak bisa dilakukan dicatat
dihindarkan.
pasien mulai masuk rumah sakit sampai keluar rumah sakit berdasar
berikut :
perawatan perineal.
jalan nafas, suctioning jalan nafas; manajemen kulit atau luka seperti
relaksasi.
customer responsiveness.
meliputi:
rumah sakit :
pasien)
kotak saran.
(patient safety)
9. Evidence based lama hari rawat pasien stroke non hemoragik
Menurut data dasar yang didapat dari salah satu ruang rawat di Siloam
stroke, didapatkan data bahwa pada bulan Agustus 2011 jumlah pasien
rawat pasien stroke non hemoragik di RSCM adalah 8,1 hari. Laporan
stroke non hemoragik di tiga rumah sakit tersebut adalah 8 sampai 9 hari.
10. Evidence based aplikasi clinical pathway terhadap lama hari rawat
1999 sampai tahun 2003 ada 5 diagnosa penyakit yang diteliti yaitu
2003 jumlah pasien CHF ada 705, COPD : 503 pasien, MI 221 pasien,
yang akhirnya dimasukkan kedalam varian. Lama hari rawat (LOS) dari
diagnosis COPD 4,07, CHF 4.13, Diabetes 3.08 MI 1.99 dan pneumonia
diteliti tidak ada halangan dan resistensi dari para tenaga kesehatan dan
lama hari rawat dari hasil penelitian tersebut. Rumah Sakit di Indonesia
tindakan operasi.
1. Pengertian
Stroke adalah suatu sindroma yang mempunyai karakteristik suatu serangan yang
secara fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih yang
(WHO, 1983)
tersumbatnya aliran darah ke otak atau pecahnya p,embuluh darah di otak, sehingga
bekuan pada satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum.
dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Trombus
2. Klasifikasi stroke
menit atau beberapa jam. Gejala akan hilang spontan dan sempuma
2. Stroke Involution
3. Stroke Komplit
(Tarwoto,dkk, 2007)
3. Etiologi
a. Stroke Haemorfiagic
oleh:
3) Lesi aterosklerotik
4) Infeksi (mikosis)
5) Hipertensi
6) Angioman/ tumor otak
1) Trombosis
2) Emboli
4. Faktor risiko
Faktor resiko adalah kelainan atau kondisi yang membuat seseorang rentan
1) Usia
Makin bertambah usia resiko stroke makin tinggi, hal ini berkaitan
2) Jenis Kelamin
yaitu 1,3:1, kecuali pada usia lanjut laki-laki dan wanita hampir
1) Hipertensi
2) Diabetes Mellitus
3) Penyakit jantung
4) Perokok
5) Peminum Alcohol
Pada alkoholik dapat mengalami hipertensi, penurunan aliran darah
6) Obesitas
8) Hipercolesterol
9) Polisiternia
hormonal.
11) Hyperhomocysteinemia
(Iskandar, 2006)
5. Gejala Klinis
secara mendadak
g. Ataxia
a. Status mental
b. Nervus kranial
1) Nervus olfaktorius diperiksa tajamnya penciuman dengan satu
pemeriksaan oftalmoskopi.
akomodasi.
sisi lesi.
c. Fungsi motorik
(normal).
bandingkan dengan sisi yang lain, lesi neuron motorik atas terjadi
d. Reflek
Ada dua jenis reflek yang di periksa yaitu reflek renggang, atau tendo
Pengkajian harus lengkap dan akurat untuk memberikan data dasar untuk
Hawks,2014)
mencerminkan apa yang klien lakukan , bukan apa yang dokter kira bisa
lakukan. Klien tidak boleh di bimbing, kecuali jika ada indikasi untuk hal
tersebut ( misalnya mengulang permintaan kepeada klien untuk membuat
0 = Pemerikasaan normal
2. Pandangan
Hanya gerakan mata yang horizontal 0 = Normal
yang akan diuji.Adanya gerakan 1 = Gangguan pandangan
volunter atau reflektif (okulosefalik) sebagian,skor ini diberikan jika
dari mata yang akan dinilai, tapi tes pandangan tersebut abnormal,
kalorik tidak akan dilakukan. Jika tapi tidak terdapat penyimpangan
klien memiliki konjugasi deviasi pada yang dipaksa atau kelumpuhan
mata yang dapat melakukan aktifitas pandangan total.
volunter atau reflektiif diberi skor 1. 2 = Penyimpangan yang dipaksa atau
Jika klien memiliki paresis terhadap kelumpuhan pandangan total
saraf tepi yang terisolasi (SK III,IV, tidak dapat diatasi dengan
atau VI) diberi skor 1. Tatapan bisa manuver okulosevalik
diperiksa pada semua klien dengan
afasia. Klien dengan trauma okular,
adanya balutan, kebutaan yang sudah
ada sebelumnya,gangguan ketajaman
penglihatan, atau lapangan pandang
lainya harus diperikasa dengan
gerakan refleksif dan pemilihan
ditentukan oleh pemeriksa.
Mempertahankan kontak mata dengan
Petunjuk Penjelasan Skala
klien, kemudian bergerak dari sisi satu
ke sisi lainya pada klien biasanya akan
memperjelas adanya kemampuan
pandangan
3. Penglihatan
Lapang pandang (kuadran atas dan 0 = Tidak ada gangguan penglihatan
bawah) diuji dengan saling 1 = Hemianopia sebagian
berhadapan,menggunakan jari tangan 2 = Hemianopia lengkap
atau perlakuan pada penglihatanyang 3 = Hemianopia bilateral (Kebutaan
sesuai. Klien harus didukung,tapi jika termasuk kebutaan pada korteks)
klien bisa melihat dengan benar ke
bagian sisi – sisi jari yang bergerak,hal
ini bisa diberikan skor normal. Jika
terjadi kebutaan unilateral atau
enoukleasi,lapang pandang pada mata
tidak mengalami kebutaan yang akan
dinilai. Skor 1 jika asimetris yang
nyata termasuk kuadranatopia
ditemukan.Jika klien buta karena
penyebab lain diberi skor 3. Stimulasi
rangakap berulang dilakukan pada
thap ini jika ada gangguan
pengliahatan neorologis, Klien
menerima skor 1 dan hasilnya
digunakan untk menjawab pertanyaan
nomor dua
8. Sensori
Sensasi atau ekspresi wajah terhadap 0 = Normal,tidak ada penurunan
tusukan benda tajam atau usaha sensori
menarik diri dari stimulus nyeri 1 = Penurunan sensori ringan smpai
diperiksa pada klien yang tidak sedang, klien merasakan tusukan
memiliki sensivitas atau ataksia. peniti tidak begitu tajam atau
Hanya penurunan sensori yang di tumpul pada bagian yang
hubungkan dengan stroke yang dinilai terkena,atau tidak dapat
sebagai anormal dan pemeriksa harus merasakan nyeri tusukan
memeriksa bagian tubuh sebanyak permukaan tapi klien hanya
munkin (lengan,(bukan merasakan sentuhan.
tangan,tungkai,bagian dada,wajah) 2 = Penurunan sensori yang parah
yang dibutuhkan untuk memeriksa atau total klien tidak sadar akan
adanya kehilangan hemisensori secara sentuhan
akurat. Skor 2 ”parah atau total” hanya
bisa diberikan jika kehilangan sensai
yang parah atau total dapat dengan
jelas terlihat. Klien yang stupor atau
afasia bisa diberikan skor 1 atau 0.
Klien dengan stroke b
Pada batang otak yang menderita
kehilangan sensasi bilateral diberi skor
2. Jika klien tidak merespon dan
menderita kuadriplegia beri skor 2.
Klien yang koma (pertanyaan 1a=3)
dpat diberikan skor 2 pada bagian ini.
9.Bahasa
Informasi yang penting tentang 0 = Tidak ada afasia normal
pemahaman bisa didapatkan selama 1 = Afasia ringan ke sedang, jelas
sesi sebelum pemeriksaan. Klien terlihat beberapa kehilangan
diminta menggambarkan apa yang dalam kelancaran pemahaman,
Petunjuk Penjelasan Skala
terjadi pada gambar yang tanpa batasan yang signifikan
diperlihatkan, menyebutkan benda – terhadap ide yang disampaikan
benda yang ada pada kertas yang atau bentuk ekspresi. Penurunan
sudah diberikan nama,dan membaca kemampuan bicara,bagaimana
kalimat tertulis. Pemahaman dinilai menimbulkan kesulitan atau
dari respon tuga stersebutdan juga tidak mungkin, membuat
untuk semua perintah pada percakapan atas materi yang
pemeriksaan neorologis keseluruhan. disampaikan, pemeriksaan dapat
Jika kehilangan penglihatan mengidentifikasi gambar atau
mengganggu tes, minta klien untk kartu bernama dari respon klien.
mengidentifikasi obejek yang 2 = Afasia berat Seluruh komunikasi
diletakkan di telapak tangan, dilakukan melalui ekspresi yang
mengulang,dan mengeluarkan suara terpoting potong ari usaha yang
bicara. Klien dengan intubasi harus keras dari pendengar untuk dapat
diminta menuliskan dengan kalimat. menyimpulkan,bertanya,dan
Klien yang koma (prtanyaan 1a) akan menebak. Rentang informasi
langsung diberikan skor 3. Pemeriksa yang disampaikan sangat terbatas
haru memilih skor untuk klien dengan , pendengan akan mengalami
stupor atau memiliki keterbatasan kesulitan dalam berkomunikasi.
dalam bekerja sama,tapi skor 3 hanya Pemerikasa tidak dapat
bisa diberikan pada klien yang tidak mengidentifikasi materi yang
bersuara dan tidak mengikuti perintah. diberikan dari respon klien.
3 = Diam Afasia global tidak ada
ucapan yang digunakan.
10 Disartria
Jika klien di perkirakan dalam keadaan 0 = Normal
normal, contoh bicara yang adekuat 1 = Ringan ke sedang
bisa didapatkan dengan meminta klien Klien menggumamkan paling
untuk membaca dan menguangi kata tidak beberapa kata dan
dari daftar yang diberikan. Jika klien setidaknya masih bisa dipahami
mengalami afasia parah,kejelasan dari walau sulit
artikulasi bicara spontan bisa dinilai. 2 = Parah
Hanya jika pasien terpasang intubasi Cara bicara klien sangat tidak
atau memiliki hambatan fisik lainya jeas dan tidak mungki dimengerti
untuk bebicara diberi skor 9, dan 9 = ada intubasi atau hambatan fisik
penguji harus menukiskan dengan lainya, jelaskan.
jelas alasan untuk tidak melakukan
penilaian. Jangan memberitahu klien
kenapa mereka di tes.
8. Pengkajian
Pengkajian Primer
a. Airway
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar
ronchi /aspirasi
c. Circulation
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
Pengkaian Sekunder
Data Subyektif:
paralysis.
Data obyektif:
3. Gangguan penglihatan
b. Sirkulasi
Data Subyektif:
Data obyektif:
1. Hipertensi arterial
2. Disritmia, perubahan EKG
c. Integritas ego
Data Subyektif :
Data obyektif :
kegembiraan
d. Eliminasi
Data Subyektif:
1. Inkontinensia, anuria
Data obyektif:
faring )
Data Subyektif:
arachnoid.
lumpuh/mati
4. Penglihatan berkurang
Data obyektif:
stimuli taktil
f. Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
g. Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi
f. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
Data obyektif:
g. Respirasi
Data Subyektif:
h. keamanan
Data obyektif:
pernah dikenali
suhu tubuh
i. Interaksi social
Data obyektif:
Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
9. Diagnosa Keperawatan
edema serebral
Ditandai dengan :
kekambuhan
Intervensi :
Independen
potensial PTIK
cahaya )
Kolaborasi
b) Antihipertensi
d) Manitol
Kriteria hasil:
3. Penghisapan sekresi
4 jam
pernapasan
Intervensi :
Model Levine berfokus pada individual sebagai makhluk holistic dan area
sehat menurut Levine itu dilihat dari sudut pandang konservasi energi,
a. Konservasi Energi
keperawatan.
a. Wholeness (Keutuhan)
b. Adaptasi
hidup.
c. Lingkungan
pengalaman.
d. Respon organisme
e. Trophicognosis
dirumah sakit.
Klinical Governance
PPA :
Pasien SNH
1. Dokter 3. Perawat 5. Gizi Input
2. Radiologi 4. Farmasi 6.Dll
Kodefikasi
Dx Tindakan Komite Medik
Askep (Perawat)
Pasien SNH
Lap Data Bulanan
1. Kelengkapan RM
High Risk Proses
2. 10 Penyakit
High Volume
terbanyak
High cost
3. Morbiditas &
Nursing Clinical pathway
mortalitas
LOS
Output
Aspek Pelayanan Aspek Efisiensi Kepuasan Pasien
LOS
SHISS Stroke
Evaluasi