Anda di halaman 1dari 4

Implementasi Clinical Pathway Untuk Kendali Mutu dan

Kendali Biaya Pelayanan Kesehatan

Implementasi Clinical Pathway Untuk Kendali Mutu


dan Kendali Biaya Pelayanan Kesehatan

Banyak jalan menuju Roma. Supaya tidak bingung, bacalah peta!

drg. Puti Aulia Rahma, MPH


(seperti ditulis dalam Majalah Dental&Dental edisi Januari-Februari 2013)

Ada yang bilang bahwa proses perawatan pasien adalah proses yang sarat seni "bernilai
tinggi". Kalimat di atas tidak melulu salah melihat kenyataan bahwa dalam merawat
pasien, dokter kadang memberikan pelayanan yang bervariasi sesuai denga ilmu
pengetahuan dan "rasa" yang dimilikinya. Ada kalanya, variasi ini memang diperlukan,
mengingat masing-masing pasien juga memiliki variasi kondisi tubuh saat bereaksi
terhadap obat dan penyakit yang dideritanya. Namun tidak jarang, variasi yang diberikan
malah tidak perlu dan bahkan beresiko membebani pasien. Beban yang paling "mudah"
dirasakan adalah beban biaya. Agar kondisi seperti ini bisa dikendalikan,
implementasi clinical pathway bisa menjadi jawaban.

Clinical pathway adalah alur yang menunjukkan secara detail tahap-tahap penting dari
pelayanan kesehatan termasuk hasil yang diharapkan. Secara sederhana dapat dibilang
bahwa clinical pathway adalah sebuah alur yang menggambarkan proses mulai saat
penerimaan pasien hingga pemulangan pasien. Clinical pathway menyediakan standar
pelayanan minimal dan memastikan bahwa pelayanan tersebut tidak terlupakan dan
dilaksanakan tepat waktu. Clinical pathway memiliki banyak nama lain seperti: Critical
care pathway, Integrated care pathway, Coordinated care pathway, Caremaps ®,
atau  Anticipated recovery pathway.

Menurut dr. Hanevi Djasri, MARS, konsultan dari PMPK FK UGM, terdapat sekitar tujuh
tujuan utama implementasi clinical pathway: (1) memilih pola praktek terbaik dari
berbagai macam variasi pola praktek, (2) menetapkan standar yang diharapkan mengenai
lama perawatan dan penggunaan prosedur klinik yang seharusnya, (3) menilai hubungan
antara berbagai tahap dan kondisi yang berbeda dalam suatu proses dan menyusun
strategi untuk mengkoordinasi agar dapat menghasilkan pelayanan yang lebih cepat
dengan tahap yang lebih sedikit, (4) memberikan informasi kepada seluruh staf yang
terlibat mengenai tujuan umum yang harus tercapai dari sebuah pelayanan dan apa peran
mereka dalam proses tersebut, (5) menyediakan kerangka kerja untuk mengumpulkan
dan menganalisa data proses pelayanan sehingga penyedia layanan dapat mengetahui
seberapa sering dan mengapa seorang pasien tidak mendapatkan pelayanan sesuai
dengan standar, (6) mengurangi beban dokumentasi klinik, (7) meningkatkan kepuasan
pasien melalui peningkatan edukasi kepada pasien (misalnya dengan menyediakan
informasi yang lebih tepat tentang rencana pelayanan).

Secara konvensional, clinical pathway ditulis dalam bentuk fomulir matrix dengan aspek


pelayanan di satu sisi, dan waktu pelayanan disisi yang lain (gambar 1). Interval waktu
biasanya dalam hitungan hari mengikuti instruksi klinik harian, namun hal ini dapat
berbeda tergantung dari perjalanan dan perkembangan penyakit atau tindakan yang ada
(misalnya clinical pathway untuk penyakit kronis mungkin memilik interval waktu
perminggu atau bulan). Umumnya clinical pathway dikembangkan untuk diagnosa atau
tindakan yang sifatnya "high-volume", "high-risk" dan "high-cost". Clinical
pathway banyak dikembangkan di rumah sakit, namun saat ini secara bertahap sudah
mulai diperkenalkan ke sarana pelayanan kesehatan lain seperti nursing home dan  home
healthcare.
Gambar 1. Formulir Clinical Pathway Konvensional

Menurut dr. Hanevi Djasri, MARS, berbagai proses dapat dilakukan untuk
menyusun clinical pathway, salah satunya terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut:

1. Pembentukan tim penyusun clinical pathway.


Tim penyusun clinical pathway terdiri dari staf multidisplin dari semua tingkat dan jenis
pelayanan. Bila diperlukan, tim dapat mencari dukungan dari konsultan atau institusi
diluar RS seperti organisasi profesi sebagai narasumber. Tim bertugas untuk menentukan
dan melaksanakan langkah-langkah penyusunan clinical pathway.
2. Identifikasi  key players.
Identifikasi key players bertujuan untuk mengetahui siapa saja yang terlibat dalam
penanganan kasus atau kelompok pasien yang telah ditetapkan dan untuk
merencanakan focus group dengan key players bersama dengan pelanggan internal dan
eksternal
3. Pelaksanaan site visit di rumah sakit.Pelaksanaan site visit di rumah sakit bertujuan
untuk mengenal praktik yang sekarang berlangsung, menilai sistem pelayanan yang ada
dan memperkuat alasan mengapa clinical pathway perlu disusun. Jika diperlukan, site
visit internal perlu dilanjutkan dengan site visit eksternal setelah sebelumnya melakukan
identifikasi partner benchmarking. Hal ini juga diperlukan untuk mengembangkan ide.
4. Studi literatur.
Studi literatur diperlukan untuk menggali pertanyaan klinis yang perlu dijawab dalam
pengambilan keputusan klinis dan untuk menilai tingkat dan kekuatan bukti ilmiah. Studi
ini sebaiknya mengasilkan laporan dan rekomendasi tertulis.
5. Diskusi kelompok terarah.
Diskusi kelompok terarah atau Focus Group Discussion (FGD) dilakukan untuk mengenal
kebutuhan pelanggan (internal dan eksternal) dan menyesuaikan dengan kemampuan
rumah sakit dalam memenuhi kebutuhan tersebut serta untuk mengenal kesenjangan
antara harapan pelanggan dan pelayanan yang diterima. Lebih lanjut, diskusi kelompok
terarah juga perlu dilakukan untuk memberi masukan dalam pengembangan indikator
mutu pelayanan klinis dan kepuasan pelanggan serta pengukuran dan pengecekan.
6. Penyusunan pedoman klinik.
Penyusunan pedoman klinik dilakukan dengan mempertimbangkan hasil site visit, hasil
studi literatur (berbasis bukti ilmiah) dan hasil diskusi kelompok terarah. Pedoman klinik
ini perlu disusun dalam bentuk alur pelayanan untuk diketahui juga oleh pasien.
7. Analisis bauran kasus.Analisis bauran kasus dilakukan untuk menyediakan
informasi penting baik pada saat sebelum dan setelah penerapan clinical pathway.
Meliputi: length of stay, biaya per kasus, obat-obatan yang digunakan, tes diagnosis yang
dilakukan, intervensi yang dilakukan, praktisi klinis yang terlibat dan komplikasi.
8. Menetapkan sistem pengukuran proses dan outcome.
Contoh ukuran-ukuran proses antara lain pengukuran fungsi tubuh dan mobilitas,
tingkat kesadaran, temperatur, tekanan darah, fungsi paru dan skala kesehatan pasien
(wellness indicator).
9. Mendisain dokumentasi clinical pathway.
Penyusunan dokumentasi clinical pathway perlu memperhatikan format clinical pathway,
ukuran kertas, tepi dan perforasi untuk filing. Perlu diperhatikan bahwa penyusunan
dokumentasi ini perlu mendapatkan ratifikasi oleh Instalasi Rekam Medik untuk melihat
kesesuaian dengan dokumentasi lain.

Setelah clinical pathway tersusun, perlu dilakukan uji coba sebelum akhirnya


diimplementasikan di rumah sakit. Saat uji coba dilakukan penilaian secara periodik
kelengkapan pengisian data dan diikuti dengan pelatihan kepada para staf untuk
menggunakan clinical pathway tersebut. Lebih lanjut, perlu juga dilakukan analisis variasi
dan penelusuran mengapa praktek dilapangan berbeda dari yang direkomendasikan
dalam clinical pathway.

Hasil analisis digunakan untuk: mengidentifikasi variasi umum dalam pelayanan,


memberi sinyal kepada staf akan adanya pasien yang tidak mencapai perkembangan yang
diharapkan, memperbaiki clinical pathway dengan menyetujui perubahan dan
mengidentifikasi aspek-aspek yang dapat diteliti lebih lanjut. Hasil analisis variasi dapat
menetapkan jenis variasi yang dapat dicegah dan yang tidak dapat dicegah untuk
kemudian menetapkan solusi bagi variasi yang dapat dicegah (variasi yang tidak dapat
dicegah dapat berasal dari penyakit penyerta yang menyebabkan pelayanan menjadi
kompleks bagi seorang individu).

Dengan implementasi clinical pathway, diharapkan pasien benar-benar mendapat


pelayanan yang dibutuhkan sesuai kondisinya sehingga biaya yang dikeluarkan pun dapat
sesuai dengan perawatan yang diterima dan hasil yang diharapkan. Adanya clinical
pathway juga dapat membantu dokter saat melakukan perawatan. Rincian tahapan-
tahapan perawatan pasien yang tertera dalam clinical pathway dapat menjadi panduan
dokter saat "beraksi". Memang, banyak cara untuk menangani sesuatu, seperti banyaknya
jalan menuju Roma. Tetapi bila sering nyasar, maka akan memakan waktu yang panjang
untuk mencapai tujuan dan berdampak pada tingginya biaya yang harus dikeluarkan.
Oleh karena itu... bacalah peta sebagai panduan.

Anda mungkin juga menyukai