Teorema 6.2.2:
Jika u dan v adalah vektor-vektor dalam suatu ruang perkalian dalam V dan k
adalah sembarang skalar, maka
(a) ≥ 0
(b) = 0 jika dan hanya jika u = 0
(c) =
(d) ≤ + (Ketaksamaan segitiga)
Teorema 6.2.3:
Jika u dan v adalah vektor-vektor dalam suatu ruang perkalian dalam V, maka
(a) d (u,v) ≥ 0
〈 〉
*‖ ‖‖ ‖
+ ≤1
〈 〉
atau -1 ≤ *‖ ‖‖ ‖
+ ≤1
〈 〉
cos θ = dan 0 ≤ θ ≤ π
‖ ‖‖ ‖
Definisi 6.2.1:
Dua vektor u dan v dalam suatu ruang perkalian dalam disebut ortogonal
jika 〈 〉=0
Komplemen-komplemen Ortogonal
Definisi 6.2.2:
Misal W adalah subruang dari suatu ruang perkalian dalam V. Suatu vektor u
dalam V disebut ortogonal terhadap W jika u ortogonal terhadap setiap vektor
dalam W, dan himpunan semua vektor dalam V yang ortogonal terhadap W
disebut komplemen ortogonal dari W.
Teorema 6.2.5:
Jika W adalah suatu subruang dari suatu ruang perkalian dalam berdimensi
hingga V, maka:
(a) W adalah subruang dari V
(b) Satu-satunya vektor yang berada di W dan W adalah 0
(c) Komplemen ortogonal dari W adalah W, yaitu (W) = W
Teorema 6.2.6:
Jika A adalah matriks mxn, maka:
(a) Ruang nul dari A dan ruang baris dari A adalah komplemen-komplemen
ortogonal dalam Rn dengan perkalian dalam Euclides.
(b) Ruang nul dari AT dan ruang kolom dari A adalah komplemen-komplemen
ortogonal dalam Rm dengan perkalian dalam Euclides. 6.2
6.3 Basis Ortonormal dan Proses Gram-Schmidt
Definisi 6.3.1:
Himpunan vektor dalam suatu ruang perkalian dalam disebut himpunan
ortogonal jika semua pasangan vektor-vektor yang berbeda dalam himpunan
tersebut ortogonal. Suatu himpunan ortogonal dengan setiap vektor
mempunyai norma 1 disebut ortonormal.
Contoh 1
Misal u1 = (0, 1, 0), u2 = (1, 0, 1), u3 = (1, 0, -1) dan misal R3 mempunyai
perkalian dalam Euclides. Himpunan S = { u1, u2, u3} adalah ortogonal, karena
〈 〉 〈 〉 〈 〉 .
Jika v vektor tak nol dalam suatu ruang perkalian dalam, maka berdasarkan
teorema 6.2.2 bagian (c) vektor ‖ ‖v mempunyai norma 1, karena
‖‖ ‖ ‖ ‖
‖ ‖ ‖
Proses untuk mengalikan suatu vektor tak nol v dengan kebalikan normanya untuk
mendapatkan suatu vektor bernorma 1 disebut menormalkan v. Suatu himpunan
vektor-vektor tak nol yang ortogonal dapat selalu diubah menjadi suatu himpunan
ortonormal dengan menormalkan masing-masing vektornya.
Contoh 2
Norma Euclides dari vektor-vektor u1 = (0, 1, 0), u2 = (1, 0, 1), dan u3 = (1, 0, -1)
adalah ‖ ‖ ,‖ ‖ √ , dan ‖ ‖ √ , sehingga cara menormalkan
u1, u2, dan u3 sebagai berikut.
v1 = ‖ ‖
, v2 = ‖ ‖
,
√ √
dan v3 = ‖ ‖
-
√ √
Dapat ditunjukkan bahwa himpunan S = { v1, v2, v3} adalah ortonormal dengan
menunjukkan bahwa
〈 〉 〈 〉 〈 〉 dan ‖ ‖ ‖ ‖ ‖ ‖
6.3
Dalam suatu ruang perkalian dalam, suatu basis yang berisi vektor-vektor ortonormal
disebut basis ortonormal dan suatu basis yang berisi vektor-vektor ortogonal
disebut basis ortogonal..
Teorema 6.3.1:
Jika S ={v1, v2, … , vn} adalah suatu basis ortonormal dari suatu ruang
perkalian dalam V dan u adalah sembarang vektor di V, maka
u=〈 〉 + 〈 〉 + + 〈 𝑛〉 𝑛
Teorema 6.3.2:
Jika S adalah suatu basis ortonormal dari suatu ruang perkalian dalam
berdimensi n dan jika u = (u1, u2, … , un), v = (v1, v2, … , vn), maka
(a) ‖ ‖ 𝑢 + 𝑢 + . . . +𝑢𝑛
(b) 𝑑 𝑢 −𝑣 + 𝑢 −𝑣 + . . . + 𝑢𝑛 − 𝑣𝑛
(c) 〈 〉= 𝑢 𝑣 +𝑢 𝑣 + + 𝑢𝑛 𝑣𝑛
Jika S ={v1, v2, … , vn} adalah suatu basis ortogonal dari suatu ruang perkalian
dalam V, maka dengan menormalkan setiap vektor di S didapat basis ortonormal
S’ = , -
‖ ‖ ‖ ‖ ‖ ‖
〈 〉 〈 〉 〈 〉
u= v1 + v2 + + vn
‖ ‖ ‖ ‖ ‖ ‖
Teorema 6.3.3:
Jika S = { v1, v2, … , vn } adalah himpunan vektor-vektor tak nol yang
ortogonal di dalam sebuah ruang perkalian dalam, maka S bebas linier.
Proyeksi Ortogonal
w2 W
w1
6.5
Teorema 6.3.4: (Teorema Proyeksi)
Jika W adalah suatu subruang berdimensi hingga dari suatu ruang perkalian
dalam V, maka setiap vektor u di dapat dinyatakan dengan tepat satu cara
sebagai
u = w1 + w2
Karena pr = u – pr , maka
u = pr + (u – pr )
u u – pr
W
pr 𝑊
Teorema 6.3.5:
Misal W adalah suatu subruang berdimensi hingga dari suatu ruang perkalian
dalam V.
(a) Jika {v1, v2, … , vn} adalah suatu basis ortonormal untuk W dan u
adalah sembarang vektor dalam V, maka
pr 𝑊
〈 〉 + 〈 〉 + + 〈 𝑛〉 𝑛
(b) Jika {v1, v2, … , vn} adalah suatu basis ortogonal untuk W dan u
adalah sembarang vektor dalam V, maka
〈 〉 〈 〉 〈 〉
pr 𝑊
v1 + v2 + + vn
‖ ‖ ‖ ‖ ‖ ‖
6.6
Contoh 3
= 1(0, 1, 0) + (- )(- , 0, )
= ( , 1, - )
= (1, 1, -1) – ( , 1, - )
= (- , 0, - )
Teorema 6.3.6:
Setiap ruang perkalian dalam tak nol berdimensi hingga memiliki sebuah basis
ortonormal.
Misal V sebarang ruang perkalian dalam tak nol berdimensi n, dan misalkan
{u1, u2, … , un} adalah sebuah basis untuk V. Cukup apabila dapat ditunjukkan
bahwa V memiliki sebuah basis ortogonal, karena vektor-vektor dalam basis
ortogonal dapat dinormalisasikan untuk menghasilkan sebuah basis ortonormal
untuk V. Urutan langkah berikut akan menghasilkan sebuah basis ortonormal.
Langkah 1: Misalkan v1 = u1
Langkah 2:
Untuk menentukan sebuah vektor v2 yang ortogonal kepada v1, kita cari
〈 〉
v2 = u2 – pr = u2 – v1
‖ ‖
6.7
Jelas bahwa v2 tidak nol, karena jika v2 = 0 maka u2 adalah kelipatan v1 yang
berarti u1 dan u2 tak bebas linier; hal ini kontradiksi dengan {u1, u2, … , un}
adalah sebuah basis untuk V.
Langkah 3:
Untuk menentukan sebuah vektor v3 yang ortogonal kepada v1 dan v2, kita cari
komponen u3 yang ortogonal kepada ruang W2 yang direntang oleh v1 dan v2.
〈 〉 〈 〉
v3 = u3 – pr = u3 – v1 – v2
‖ ‖ ‖ ‖
Langkah 4:
Untuk menentukan sebuah vektor v4 yang ortogonal kepada v1, v2 dan v3, kita
cari komponen u4 yang ortogonal kepada ruang W3 yang direntang oleh v1, v2,
dan v3.
〈 〉 〈 〉 〈 〉
v4 = u4 – pr = u4 – v1 – v2 – v3
‖ ‖ ‖ ‖ ‖ ‖
Dengan meneruskan cara ini sampai langkah ke-n, akan didapat sebuah
himpunan ortogonal {v1, v2, … , vn}. Karena V berdimensi n dan setiap
himpunan ortogonal bersifat bebas linier, maka {v1, v2, … , vn} adalah suatu
basis ortogonal untuk V.
Untuk mendapatkan basis ortonormal, bisa saja setiap vektor ortogonal yang
diperoleh langsung dinormalisasikan sehingga setiap langkah menghasilkan
vektor-vektor yang ortonormal. Tetapi dengan metode ini akan menghasilkan
banyak nilai akar yang harus dimanipulasi.
6.8