Abstrak
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang tata cara
pembentukan, penggabungan, dan penghapusan daerah, pemekaran daerah adalah pemecahan
provinsi atau kabupaten/kota menjadi dua daerah atau lebih. Penelitian ini bertujuan untuk
melihat kelayakan pemekaran pada calon Provinsi Flores berdasarkan analisis kelayakan yang
mengacu pada PP No. 78 Tahun 2007 serta membuat pengelompokan kabupaten/kota di Flores
melalui analisis klaster. Hasil penelitian menunjukkan bahwa calon Provinsi Flores cukup
layak dipertimbangkan untuk dibentuk menjadi provinsi baru, dimana faktor potensi daerah,
kemampuan keuangan, dan tingkat kesejahteraan masyarakat sudah memenuhi, meskipun dari
faktor kependudukan dan kemampuan ekonomi calon Provinsi Flores belum memenuhi.
Kemudian, pada hasil analisis klaster, dari sepuluh kabupaten/kota terbentuk tiga klaster yang
diberi nama berdasarkan karakteristik yang dominan dalam klaster-klaster tersebut yakni
klaster ‘Kawasan Pusat Aktivitas Ekonomi’, ‘Sumber Daya Manusia (SDM) dan Kawasan
Penunjang Aktivitas Ekonomi’ dan ‘Pelayanan Publik’. Hasil penelitian menyarankan agar
pemerintah kabupaten/kota di Flores lebih meningkatkan kualitas sarana dan prasarana,
meningkatkan perekonomian, kualitas sumber daya manusia serta mengupayakan pemerataan
pembangunan antardaerah di Flores bekerja sama dengan pemerintah Provinsi Nusa Tenggara
Timur.
Kata kunci—pemekaran provinsi, Provinsi Flores, analisis kelayakan pemekaran, analisis
klaster.
Abstract
Geopolitical, geographical, strategic and economic positioning considerations are the main
factors that supports the establishment of Flores Province. However, the results of the
evaluation of regional divisions by UNDP & Bappenas (2008), concluded that the new regions
in general were not in a good starting condition and didn’t show a better state of parent
regions. This study aims to see the feasibility the establishment of Flores Province based on
feasibility analysis using the average method referring to PP. 78 of 2007 by taking into
demographic factors, economic capacity, potentials of region, financial ability and society
prosperity level, also create a grouping districts in Flores through cluster analysis. The result
of research indicate that the potentials of region, financial ability, and society prosperity level
have fulfilled, but in population factor and economic ability has not fulfilled. Then, in cluster
analysis, from ten districts, formed three clusters named after the dominant characteristic:
clusters of ‘public service areas’, ‘priority areas of development’, and ‘developed regions and
economic centers’. The results suggest that the governments in Flores further improve the
quality of facilities, infrastructure, human resources and promote equitable development in
Flores and cooperation with the provincial government of East Nusa Tenggara.
Keywords— Expansion of provinces, Flores Province, feasibility analysis of expansion, cluster
analysis.
1
ISSN: 1978-1520
1. PENDAHULUAN
Tahun 2007. Dalam peraturan pemerintah tersebut terdapat sebelas faktor yang merupakan
syarat teknis dalam melihat kelayakan pembentukan daerah, yaitu faktor kependudukan,
kemampuan ekonomi, potensi daerah, kemampuan keuangan, sosial budaya, sosial politik, luas
daerah, pertahanan, keamanan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali.
Pada hakikatnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi daerah dan
pemekaran daerah serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007
Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah memberikan
peluang untuk mendukung berdirinya Provinsi Flores karena secara geografis Flores sangat
layak untuk membentuk Provinsi sendiri. Namun hingga kini hal itu belum dapat direalisasikan
karena faktor "egocentris" antar tokoh lintas Flores dan pemimpin daerah sangat kental.
Terjadinya tarik menarik mengenai Ibukota Provinsi inilah yang menjadi akar persoalan
tertundanya pembentukan calon Provinsi Flores. Kajian khusus mengenai kelayakan
pembentukan Provinsi Flores hingga saat ini belum ada yang dipublikasikan.
Berdasarkan uraian di atas, terkait dengan rencana pembentukan Provinsi Flores, maka
penulis ingin melakukan kajian mengenai kelayakan pemekaran calon Provinsi Flores.
Kemudian sebagai analisis lanjutan guna memudahkan pengambilan kebijakan dan membantu
jalannya pembangunan agar dapat diwujudkan pemerataan pembangunan di Flores, maka
pengelompokan kabupaten/kota di calon Provinsi Flores perlu untuk dilakukan. Pengelompokan
dilakukan agar dapat dilihat kondisi kelompok-kelompok kabupaten/kota di Flores sehingga
dapat ditindaklanjuti terutama terkait dengan perencanaan dan pengambilan kebijakan.
Diharapkan nantinya pembangunan di Flores dapat lebih terkonsentrasi pada bidang-bidang
yang masih kurang di setiap kelompok-kelompok kabupaten/kota tersebut.
Penelitian yang berkaitan dengan pemekaran daerah, khususnya mengenai kelayakan
pemekaran telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, baik dari individu maupun dari
lembaga terkait. Namun penelitian terdahulu mengenai kajian kelayakan pemekaran calon
Provinsi Flores sejauh ini belum pernah belum ada yang dipublikasikan.
Salah satu penelitian terkait pemekaran daerah adalah penelitian yang dilakukan
Pemerintah Kabupaten Cianjur bekerja sama dengan Universitas Padjajaran (2008) dengan
judul “Studi Kelayakan Pemekaran Daerah Kabupaten Cianjur”. Data yang digunakan sebagian
besar merupakan data sekunder dari berbagai sumber, antara lain: 1) basis data indeks
pembangunan manusia; 2) Kabupaten Cianjur Dalam Angka; 3) Statistik keuangan daerah, dan
4) monografi kecamatan. Data tersebut juga dilengkapi oleh data primer untuk memvalidasi data
sekunder tersebut. Metode analisis yang digunakan untuk memprediksi kelayakan pemekaran
Kabupaten Cianjur adalah metode analisis biaya dan manfaat (cost and benefit) dengan
memperhatikan potensi, permasalahan, dan kecenderungan perkembangan wilayah calon Kota
Cipanas yang dikaitkan dengan kondisi Kabupaten Cianjur. Hasil penelitian yang mengacu pada
PP No. 78 Tahun 2007 menunjukkan bahwa Kabupaten Cianjur (induk) maupun calon Kota
Cipanas, secara total nilai keseluruhan faktor masuk kategori mampu untuk dijadikan daerah
otonom. Namun salah satu faktor yaitu faktor kemampuan keuangan hanya memperolah skor 45
atau tidak mencapai batas minimal skor sebesar 60. Dengan demikian, meskipun secara
keseluruhan termasuk kategori mampu, namun karena ada salah satu faktor yang skornya tidak
memenuhi batas minimal skor, maka prosedur pembentukan daerah otonom baru belum dapat
dilanjutkan.
Hal serupa juga pernah dilakukan oleh Asmara (STIS Jakarta, 2011), dalam skripsi yang
berjudul “Analisis Kelayakan Pemekaan Daerah Dan Pengelompokan Kabupaten/Kota Calon
Provinsi Kalimantan Utara” membahas secara mendalam tentang kelayakan pemekaran pada
calon Provinsi Kalimantan Utara sebagai wilayah pemekaran dari Provinsi Kalimantan Timur
berdasarkan analisis kelayakan yang mengacu pada PP No. 78 Tahun 2007 serta membuat
pengelompokan kabupaten/kota di Kalimantan Utara melalui analisis klaster. Penelitian ini
mencakup kabupaten/kota di calon Provinsi Kalimantan Utara, yaitu Berau, Bulungan, Malinau,
Nunukan, Tarakan, dan Tana Tidung. Sumber data yang digunakan sebagian besar merupakan
data sekunder dari hasil survei dan publikasi yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
dari berbagai periode waktu yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini semua kabupaten/kota
3
ISSN: 1978-1520
yang akan menjadi bagian calon Provinsi Kalimantan Utara dikumpulkan datanya untuk
kemudian dianalisis sehingga mampu menggambarkan keadaan calon Provinsi Kalimantan
Utara dari faktor potensi daerah dan tingkat kesejahteraan masyarakat serta menjadi dasar dalam
pengujian kelayakan pemekaran dan pengelompokan kabupaten/kota di wilayah tersebut.
Gambaran umum menunjukkan bahwa ketersediaan lembaga keuangan, sarana ekonomi, akses
listrik, tenaga medis, jumlah PNS serta pada komponen-komponen penyusun IPM di
Kalimantan Utara masih lebih rendah dari Kalimantan Timur dan Kalimantan Timur (baru),
kemudian hasil analisis kelayakan pemekaran menunjukkan bahwa dengan total nilai indikator
pada faktor potensi daerah sebesar 73 dan hasil skoring pada faktor tingkat kesejahteraan
masyarakat yang mendapatkan nilai 5, maka calon Provinsi Kalimantan Utara dikatakan layak
untuk membentuk provinsi baru berdasarkan kedua faktor tersebut. Kemudian, pada hasil
analisis klaster, dari enam kabupaten/kota di Kalimantan Utara dibentuk menjadi tiga klaster.
Berdasarkan karakteristik yang dominan dalam klaster-klaster tersebut, maka terbentuk klaster
pertama dengan nama klaster Sumber Daya Manusia (SDM), klaster kedua dengan nama klaster
penunjang aktivitas perekonomian dan aparatur pemerintah daerah serta klaster ketiga dengan
nama klaster pelayanan publik.
2. METODOLOGI
4
IJCCS ISSN: 1978-1520
grafik dan diagram. Namun atas dasar terbatasnya jumlah halaman maksimum, hal ini tidak bisa
ditampilkan dalam makalah, dan akan saya tampilkan dalam penyajian ketika seminar.
Analisis Kelayakan Pemekaran
Analisis kelayakan pemekaran calon Provinsi Flores dilakukan guna melihat kesiapan
calon Provinsi Flores untuk menjadi provinsi baru berdasarkan faktor-faktor kependudukan,
kemampuan ekonomi, potensi daerah, kemampuan keuangan, dan juga tingkat kesejahteraan
masyarakat dengan berdasarkan pada ketentuan di PP No. 78 tahun 2007 tentang Tata cara
penggabungan, pembentukan dan penghapusan suatu daerah. Dalam penghitungannya,
menggunakan rata-rata provinsi pembanding untuk memperoleh skor dari setiap indikator.
Adapun yang menjadi pembanding dalam penelitian ini adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat
yang merupakan provinsi di wilayah sekitar. (Hasilnya dapat kita lihat pada lampiran 1 dan 2)
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, setelah menentukan pembanding
maka perlu dilakukan skoring untuk setiap indikator untuk kemudian dikalikan dengan bobot
masing-masing sehingga dapat diperoleh total nilai faktor. Secara singkat aturan pemberian skor
adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Ringkasan aturan skoring
Skor Keterangan
(1) (2)
5 (sangat mampu) Nilai indikator ≥ 80% nilai rata-rata pembanding
4 (mampu) Nilai indikator ≥ 60% nilai rata-rata pembanding
3 (kurang mampu) Nilai indikator ≥ 40% nilai rata-rata pembanding
2 (tidak mampu) Nilai indikator ≥ 20% nilai rata-rata pembanding
1 (sangat tidak mampu) Nilai indikator ≤ 20% nilai rata-rata pembanding
Sumber: PP No. 78 Tahun 2007
5
ISSN: 1978-1520
dari deviasi kuadrat pada mean klaster untuk setiap pengamatan. Error sum of squares (SSE)
pada persamaan (14) digunakan sebagai fungsi obyektif. Dua obyek akan digabungkan jika
mempunyai fungsi obyektif terkecil diantara kemungkinan yang ada. Metode Ward’s bertujuan
untuk memperoleh klaster yang memiliki varians internal terkecil yang sekecil mungkin.
Pada setiap tahap, dua klaster yang memiliki kenaikan sum of squares dalam klaster
yang terkecil digabungkan. Informasi mengenai jumlah klaster yang terbentuk dapat dilihat
berdasarkan bentuk dendogramnya. Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk menentukan
pengelompokan kabupaten/kota calon Provinsi Flores dengan karakteristik yang sama
berdasarkan indikator-indikator dalam faktor kependudukan, kemampuan ekonomi, potensi
daerah, kemampuan keuangan, dan tingkat kesejahteraan masyarakat, maka akan dihasilkan
kehomogenan yang tinggi antar observasi dalam klaster dan keheterogenan yang tinggi antar
klaster.
Tahapan validitas hasil klaster yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan elbow rule sehingga cukup melihat pada tahapan perubahan nilai
coefficient yang paling signifikan. Banyaknya klaster yang sebaiknya dibentuk
diperoleh dari hasil pengurangan jumlah observasi dengan tahapan ketika nilai
coefficient paling signifikan. Hal ini dicocokkan dengan hasil dendogram. Selanjutanya
dalam melakukan penginterpretasian terhadap hasil pengelompokan di penelitian ini
menggunakan nilai centroids. Centroids merupakan rata-rata nilai objek yang terdapat dalam
klaster yang ada pada setiap peubah. Nilai centroids akan menguraikan setiap klaster dengan
memberikan suatu nama atau label (Supranto, 2004).
Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki luas wilayah 47.931,54 km2 Provinsi ini terdiri
dari kurang lebih 550 pulau, dan tiga pulau utama yakni Pulau Flores, Pulau Sumba dan Pulau
Timor (barat). Terkait wacana pemekaran wilayah, kabupaten/kota yang berada di Pulau Flores,
yakni Kabupaten Flores Timur, Sikka, Ende, Nagekeo, Ngada, Manggarai Timur, Manggarai,
Manggarai Barat, serta Kabupaten Alor dan Lembata yang posisinya berdekatan dengan Pulau
Flores berencana mekar dari Provinsi Nusa Tenggara Timur dan membentuk Provinsi Flores. .
Lebih jelasnya, kawasan calon Provinsi Flores dapat dilihat pada gambar berikut:
Calon Provinsi Flores memiliki luas wilayah sekitar 19.809,53 km2 atau sebesar 41,33
persen dari total seluruh wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagai provinsi induk.
Berkaitan dengan persyaratan pembentukan provinsi, luas wilayah di calon Provinsi Flores
tersebut sudah cukup untuk memenuhi syarat pembentukan provinsi yaitu harus lebih besar atau
sama dengan 60 persen rata-rata luas provinsi pembanding, dengan rata-rata luas provinsi
pembanding adalah sebesar 20.153,15 km2. Dalam penelitian ini provinsi pembanding adalah
Provinsi Nusa Tenggara Barat. Provinsi Nusa Tenggara Timur (baru) dalam penelitian ini
adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang nanti akan berdiri jika Provinsi Flores akan benar-
benar dibentuk.
6
IJCCS ISSN: 1978-1520
Pada Tabel 5 terlihat bahwa antara tahapan (stage) 7 dan 8 terjadi perubahan nilai
coefficients yang sangat signifikan hampir dua kali lipat dibanding perubahan pada tahapan
sebelum-sebelumnya yakni sebesar 48,138. Apabila digambarkan secara visual elbow rule
terlihat jelas pada Gambar 28 dimana terjadi garis dengan sudut yang menyiku pada saat nilai-
nilai coefficients tersebut disajikan dalam plot. Garis dengan sudut yang menyiku (elbow) terjadi
pada tahapan (stage) 7. Sehingga dengan jumlah observasi sebanyak 10, maka pengelompokan
dengan 3 klaster sudah cukup untuk menggambarkan bagaimana antar klaster-klaster yang
terbentuk memang berbeda satu sama lain. Hal ini juga cocok dengan hasil dendogram.
250
200 207
Nilai Coeffients
150 145,683
100 97,834
75,834
50 55,786
42,947
30,278
17,708
0 6,106
Stage 1 Stage 2 Stage 3 Stage 4 Stage 5 Stage 6 Stage 7 Stage 8 Stage 9
8
IJCCS ISSN: 1978-1520
a) Klaster I
Klaster ini terdiri dari Kabupaten Sikka, Manggarai, Flores Timur, dan Ende. Pada
klaster ini ciri yang tampak ialah nilai indikator-indikator pada faktor kependudukan dan
kemampuan ekonomi yang tinggi. Hal yang sama juga tampak pada indikator persentase
pelanggan listrik terhadap jumlah keluarga, dan jumlah PDS (Pendapatan Daerah Sendiri).
Pada klaster ini, yang perlu mendapat perhatian khusus ialah pada indikator rasio pasar
per 10.000 penduduk, rasio sekolah SD per jumlah penduduk usia SD, rasio sekolah SLTP per
jumlah penduduk usia SLTP, rasio sekolah SLTA per jumlah penduduk usia SLTA, rasio
fasilitas kesehatan per 10.000 penduduk, rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan
bermotor, rasio PDS terhadap jumlah penduduk, dan rasio PDS terhadap PDRB non migas.
Kemudian pada beberapa indikator lain, klaster ini berada pada posisi lumayan, dalam artian
tidak pada angka terendah, sehingga tidak terlalu mengkhawatirkan tetapi tetap perlu
dikembangkan. Indikator-indikator yang dimaksud ialah indikator rasio bank dan lembaga
keuangan non-bank per 10.000 penduduk, rasio kelompok pertokoan/toko per 10.000 penduduk,
rasio sekolah SD per 10.000 penduduk, rasio tenaga medis per 10.000 penduduk, indikator
persentase pekerja berpendidikan minimal SLTA terhadap penduduk usia 18 tahun ke atas,
persentase pekerja berpendidikan minimal S1 terhadap penduduk usia 25 tahun ke atas, dan
rasio PNS terhadap penduduk dan angka IPM.
Berdasarkan menonjolnya indikator yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi, maka
klaster pertama diberi nama klaster ‘Kawasan Pusat Aktivitas Ekonomi’. Pada klaster ini,
pemerintah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan diharapkan dapat lebih menggenjot lagi
potensi aktivitas ekonomi yang dapat dilakukan di wilayah tersebut dengan memberlakukan
kebijakan khusus seperti yang diberlakukan pada Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang sudah
beroperasi sejak 2015, yaitu Sei Mangke (Sumatera Utara) dan Tanjung Lesung (Banten).
Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang KEK, pengembangan KEK terdiri atas
satu atau beberapa zona, antara lain pengolahan ekspor, logistik, industri, dan pariwisata. Dalam
Pasal 3 Ayat 3 UU Nomor 39 Tahun 2009 disebutkan, setiap KEK disediakan lokasi untuk
usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta koperasi. Dalam implementasi
pengembangan, KEK tidak hanya dihadapkan pada dinamika yang berfokus pada aspek
ekonomi namun juga aspek politik. Aspek politik ini mencakup pada unsur pemerataan dan
peningkatan daya saing serta hilirisasi industri. Apabila hal ini dilakukan secara baik maka
9
ISSN: 1978-1520
dapat mencapai spirit yang dilatarbelakangi KEK yakni upaya untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi, menarik investasi dan menciptakan lapangan pekerjaan. Peran swasta dalam hal ini
sangat dibutuhkan, mengingat adanya keterbatasan dari pihak pemerintah untuk mendanai
pembangunan.
b) Klaster II
Klaster ini beranggotakan Kabupaten Lembata, Ngada, dan Nagekeo. Ciri yang tampak
pada klaster ini ialah ketersediaan tenaga kerja terdidik dan angka IPM yang tertinggi dibanding
kedua klaster lain, disamping memiliki jumlah penduduk yang paling rendah.
Ketersediaan tenaga kerja terdidik ditandai dengan angka tertinggi yang didapat klaster
ini pada indikator persentase pekerja berpendidikan minimal SLTA terhadap penduduk usia 18
tahun ke atas, persentase pekerja berpendidikan minimal S1 terhadap penduduk usia 25 tahun ke
atas, dan rasio PNS terhadap penduduk. Hal yang sama juga tampak pada indikator Rasio bank
dan lembaga keuangan non-bank per 10.000 penduduk, rasio kelompok pertokoan/toko per
10.000 penduduk, persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan
bermotor/perahu/perahu motor/kapal motor, rasio PDS terhadap jumlah penduduk dan rasio
PDS terhadap PDRB non migas. Indikator lainnya menunjukkan angka yang lumayan baik,
kecuali pada indikator kontribusi PDRB non migas, rasio tenaga medis per 10.000 penduduk
dan jumlah PDS (Pendapatan Daerah Sendiri) yang perlu lebih ditingkatkan.
Secara umum, klaster ini memiliki angka yang telah cukup baik pada hampir semua indikator.
Sesuai ciri yang telah disebutkan diatas, klaster ini dapat diberi nama klaster ‘Sumber Daya
Manusia (SDM) dan Kawasan Penunjang Aktivitas Ekonomi’. Pada klaster ini, pemerintah
daerah kabupaten/kota yang bersangkutan diharapkan dapat melakukan perbaikan pada
indikator-indikator yang perlu diperhatikan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Selain itu,
pemerintah kabupaten/kota setempat diharapkan melakukan peningkatan aktivitas ekonomi pada
daerah yang bersangkutan dengan menyediakan sarana dan prasarana dan menjalankan
kebijakan yang tepat agar dapat lebih maju dan menyamai kabupaten/kota pada klaster 1.
Klaster III
Klaster ini beranggotakan Kabupaten Alor. Manggarai Barat, dan Manggarai Timur.
Ciri yang tampak pada klaster ini adalah pada ketersediaan sarana pendidikan, fasilitas dan
tenaga kesehatan, pasar dan akses jalan yang sangat baik.
Pada indikator rasio sekolah SD per jumlah penduduk usia SD, rasio sekolah SLTP per jumlah
penduduk usia SLTP, rasio sekolah SLTA per jumlah penduduk usia SLTA, rasio fasilitas
kesehatan per 10.000 penduduk, rasio tenaga medis per 10.000 penduduk, rasio pasar per 10.000
penduduk, dan rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor menunjukan angka pada
klaster ini lebih baik dari dua klaster lainnya. Namun masih lumayan banyak yang perlu
diperhatikan pada klaster ini yakni pada indikator-indikator yang memiliki angka terendah
dibanding klaster lain, yakni pada indikator kepadatan penduduk, PDRB non migas per kapita,
pertumbuhan ekonomi, rasio bank dan lembaga keuangan non-bank per 10.000 penduduk, rasio
kelompok pertokoan per 10.000 penduduk, persentase rumah tangga yang mempunyai
kendaraan bermotor atau perahu atau perahu motor atau kapal perahu, persentase pelanggan
listrik terhadap jumlah keluarga, persentase pekerja yang berpendidikan minimal SLTA
terhadap penduduk usia 18 tahun ke atas, persentase pekerja yang berpendidikan minimal S1
terhadap penduduk usia 25 tahun ke atas, rasio pegawai negeri sipil terhadap penduduk, dan
pada angka IPM. Sedangkan pada beberapa indikator lain, klaster ini berada pada posisi
lumayan, dalam artian tidak pada angka terendah, sehingga tidak terlalu mengkhawatirkan tetapi
tetap perlu dikembangkan. Sehingga klaster ini dapat diberi nama klaster ‘Pelayanan Publik’.
Pemerintah kabupaten/kota yang tergabung dalam klaster ‘Pelayanan Publik’ diharapkan dapat
lebih meningkatkan keadaan daerah tersebut terutama pada aspek-aspek ekonomi dan
ketenagakerjaan dengan menyediakan sarana dan prasaran penunjang terutama pendidikan serta
menerapkan kebijakan yang tepat guna dan sasaran seperti halnya yang dilakukan daerah-daerah
dengan peningkatan peringkat IPM terbaik contohnya Provinsi Sulawesi Barat yang menjadi
peringkat 3 dari 34 provinsi pada tahun 2016. Dengan demikian, diharapkan kabupaten/kota
yang bersangkutan keadaannya dapat menjadi semakin maju dan lebih baik lagi.
10
IJCCS ISSN: 1978-1520
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari 23 indikator yang digunakan pada penelitian ini ditemukan 11 indikator pada
calon Provinsi Flores yang memiliki nilai kurang dari Provinsi Nusa Tenggara Timur
sebagai provinsi induk. Indikator-indikator tersebut adalah jumlah penduduk (faktor
kependudukan); PDRB non migas per kapita, pertumbuhan ekonomi, kontribusi PDRB
non migas (faktor kemampuan ekonomi); rasio fasilitas kesehatan per 10.000 penduduk
persentase rumah tangga yang memiliki kendaraan bermotor/perahu/perahu motor/kapal
perahu, rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor, persentase pekerja
yang berpendidikan minimal SLTA terhadap penduduk usia 18 tahun ke atas, persentase
pekerja yang berpendidikan minimal S-1 terhadap penduduk usia 25 tahun ke atas
(faktor potensi daerah); Jumlah PDS (faktor kemampuan keuangan); dan IPM (faktor
tingkat kesejahteraan masyarakat).
Kemudian terdapat 12 indikator yang nilainya lebih dari Provinsi Nusa Tenggara Timur,
indikator-indikator tersebut kepadatan penduduk (faktor kependudukan); Rasio bank
dan lembaga keuangan non-bank per 10.000 penduduk, rasio pasar per 10.000
penduduk, rasio sekolah SD per penduduk usia SD, rasio sekolah SLTP per penduduk
usia SLTP, rasio sekolah SLTA per penduduk usia SLTA, Rasio kelompok
pertokoan/toko per 10.000 penduduk, rasio tenaga medis per 10.000 penduduk,
persentase pelanggan listrik terhadap rumah tangga, rasio pegawai negeri sipil terhadap
penduduk (faktor potensi daerah); Rasio PDS terhadap jumlah penduduk, dan rasio PDS
terhadap PDRB non migas (faktor kemampuan keuangan).
2. Meskipun terdapat faktor lain yang masih perlu dipertimbangkan dalam menentukan
kelayakan pembentukan provinsi baru, dalam penelitian berdasarkan faktor
kependudukan, kemampuan keuangan, kemampuan ekonomi, potensi daerah dan
tingkat kesejahteraan masyarakat Flores cukup layak dipertimbangkan untuk dibentuk
menjadi provinsi baru. Dimana dari 5 faktor yang digunakan dalam penelitian ini,
terdapat 3 faktor yang menjadikan calon Provinsi Flores layak untuk dibentuk, yakni
faktor potensi daerah yang memperoleh total skor faktor sebesar 72, kemampuan
keuangan yang memperoleh total skor faktor sebesar 65 dan tingkat kesejahteraan
masyarakat yang mendapat skor 5 pada indikator tunggal yakni IPM. Kedua faktor yang
total nilai skornya kurang yakni faktor kependudukan (hanya 60 dari minimum 80) dan
faktor kemampuan ekonomi (hanya 50 dari minimum 60) perlu diperhatikan secara
seksama apabila suatu saat calon Provinsi Flores resmi akan dibentuk.
3. Berdasarkan hasil analisis klaster, dari sepuluh kabupaten/kota yang ada di calon
Provinsi Flores terbentuk 3 kelompok kabupaten/kota. Dimana kelompok pertama
terdiri dari Kabupaten Sikka, Manggarai, Flores Timur dan Ende yang menonjol pada
berbagai indikator yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi sehingga diberi nama
klaster ‘Kawasan Pusat Aktivitas Ekonomi’. Kemudian, kelompok kedua terdiri dari
Kabupaten Lembata, Ngada, dan Nagekeo yang memiliki ketersediaan tenaga kerja
terdidik dan angka IPM tertinggi serta memiliki nilai yang lumayan baik pada indikator-
indikator yang berkaitan dengan sarana dan prasarana kegiatan ekonomi sehingga diberi
nama klaster ‘Sumber Daya Manusia (SDM) dan Kawasan Penunjang Aktivitas
Ekonomi’. Selanjutnya kelompok ketiga yakni klaster ‘Pelayanan Publik’ yang terdiri
dari Kabupaten Alor, Manggarai Barat, dan Manggarai Timur yang memiliki
ketersediaan sarana pendidikan, fasilitas dan tenaga kesehatan, pasar dan akses jalan
yang sangat baik.
5. SARAN
11
ISSN: 1978-1520
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi). Jakarta:
Rineka Cipta.
Asmara, Nanda Sekar (2011). Analisis Kelayakan Pemekaan Daerah dan Pengelompokan
Kabupaten/Kota Calon Provinsi Kalimantan Utara [Skripsi]. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu
Statistik
Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Barat. (2016). Nusa Tenggara Barat Dalam
Angka 2016. Nusa Tenggara Barat.
Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur. (2016). Nusa Tenggara Timur Dalam
Angka 2016. Nusa Tenggara Timur.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara
Pembentukan, Penghapusn, dan Penggabungan Daerah
Supranto, J. (2004). Analisis Multivariat: Arti dan Interpretasi. Jakarta: Rineka Cipta.
Thoha, Mahmud dan Soekarni, M. 2000. Studi Kelayakan Ekonomi Pembentukan Provinsi
Baru: Kasus Banten. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol VIII, 45-79.
Wikipedia (11 Juli 2017). Ensiklopedia Bebas. Nusa Tenggara Timur. 14 Juli 2017.
http://id.wikipedia.org/wiki/Nusa_Tenggara_Timur.
12
IJCCS ISSN: 1978-1520
LAMPIRAN
13
ISSN: 1978-1520
Nilai
Indikator Bobot Skor
Indikator
(1) (2) (3) (4)
Faktor Kependudukan
Jumlah penduduk. 15 3 45
5 3 15
Kepadatan penduduk
14
IJCCS ISSN: 1978-1520
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Agglomeration Schedule
1 4 9 6,106 0 0 6
2 2 7 17,708 0 0 5
3 1 10 30,278 0 0 7
4 3 5 42,947 0 0 6
5 2 6 55,786 2 0 8
6 3 4 75,834 4 1 8
7 1 8 97,545 3 0 9
8 2 3 145,683 5 6 9
9 1 2 207,000 7 8 0
Cluster Membership
1:Alor 1 1 1
2:Lembata 2 2 2
3:Flores Timur 3 3 2
4:Sikka 3 3 2
5:Ende 3 3 2
6:Nagekeo 2 2 2
7:Ngada 2 2 2
8:Manggarai Timur 4 1 1
9:Manggarai 3 3 2
10:Manggarai Barat 1 1 1
15
ISSN: 1978-1520
16
IJCCS ISSN: 1978-1520
Rata-rata klaster
Indikator
1 2 3
Faktor Kependudukan
17