Anda di halaman 1dari 17

Hari, Tanggal Seminar : Senin, 7 Agustus 2017

Ruang/Sesi/ Pukul Seminar : R. 263/ 3/ 10.30-11.30 WIB

Analisis Status Kelayakan Pemekaran Daerah dan


Pengelompokan Kabupaten/Kota Calon Provinsi Flores

Mohamad Balyan Wanda*1, Drs. Sutarno, M.M2


1
Tingkat/NIM : IVSK1/13.3375
Jurusan : Statistika
Peminatan : Sosial Kependudukan
e-mail: *113.7735@stis.ac.id, 2sutarno_1604@yahoo.com

Abstrak
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang tata cara
pembentukan, penggabungan, dan penghapusan daerah, pemekaran daerah adalah pemecahan
provinsi atau kabupaten/kota menjadi dua daerah atau lebih. Penelitian ini bertujuan untuk
melihat kelayakan pemekaran pada calon Provinsi Flores berdasarkan analisis kelayakan yang
mengacu pada PP No. 78 Tahun 2007 serta membuat pengelompokan kabupaten/kota di Flores
melalui analisis klaster. Hasil penelitian menunjukkan bahwa calon Provinsi Flores cukup
layak dipertimbangkan untuk dibentuk menjadi provinsi baru, dimana faktor potensi daerah,
kemampuan keuangan, dan tingkat kesejahteraan masyarakat sudah memenuhi, meskipun dari
faktor kependudukan dan kemampuan ekonomi calon Provinsi Flores belum memenuhi.
Kemudian, pada hasil analisis klaster, dari sepuluh kabupaten/kota terbentuk tiga klaster yang
diberi nama berdasarkan karakteristik yang dominan dalam klaster-klaster tersebut yakni
klaster ‘Kawasan Pusat Aktivitas Ekonomi’, ‘Sumber Daya Manusia (SDM) dan Kawasan
Penunjang Aktivitas Ekonomi’ dan ‘Pelayanan Publik’. Hasil penelitian menyarankan agar
pemerintah kabupaten/kota di Flores lebih meningkatkan kualitas sarana dan prasarana,
meningkatkan perekonomian, kualitas sumber daya manusia serta mengupayakan pemerataan
pembangunan antardaerah di Flores bekerja sama dengan pemerintah Provinsi Nusa Tenggara
Timur.
Kata kunci—pemekaran provinsi, Provinsi Flores, analisis kelayakan pemekaran, analisis
klaster.

Abstract
Geopolitical, geographical, strategic and economic positioning considerations are the main
factors that supports the establishment of Flores Province. However, the results of the
evaluation of regional divisions by UNDP & Bappenas (2008), concluded that the new regions
in general were not in a good starting condition and didn’t show a better state of parent
regions. This study aims to see the feasibility the establishment of Flores Province based on
feasibility analysis using the average method referring to PP. 78 of 2007 by taking into
demographic factors, economic capacity, potentials of region, financial ability and society
prosperity level, also create a grouping districts in Flores through cluster analysis. The result
of research indicate that the potentials of region, financial ability, and society prosperity level
have fulfilled, but in population factor and economic ability has not fulfilled. Then, in cluster
analysis, from ten districts, formed three clusters named after the dominant characteristic:
clusters of ‘public service areas’, ‘priority areas of development’, and ‘developed regions and
economic centers’. The results suggest that the governments in Flores further improve the
quality of facilities, infrastructure, human resources and promote equitable development in
Flores and cooperation with the provincial government of East Nusa Tenggara.
Keywords— Expansion of provinces, Flores Province, feasibility analysis of expansion, cluster
analysis.
1
 ISSN: 1978-1520

1. PENDAHULUAN

Setelah diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 yang kemudian diganti dengan


munculnya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemekaran daerah menjadi
kecenderungan baru dalam struktur pemerintahan di Indonesia. Pemekaran daerah yang semakin
marak terjadi di Indonesia ternyata tidak sepenuhnya mampu membawa dampak positif. Hasil
studi yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan United
Nation Development Programs (UNDP) pada tahun 2008 tentang evaluasi hasil pemekaran dari
tahun 2000-2005 menunjukkan bahwa Daerah Otonom Baru (DOB) belum memperlihatkan
keadaan yang lebih baik dari daerah induknya. Keadaan tersebut terjadi di berbagai aspek,
antara lain aspek ekonomi, pelayanan publik, bahkan pendidikan dan kesehatan. Secara
keseluruhan hasil studi Bappenas-UNDP (2008) menjelaskan bahwa kualitas infrastruktur masih
kurang dibandingkan daerah induk, walaupun pemekaran daerah memang membawa perbaikan
dan pembangunan. Namun pemerintah (2010) menyatakan bahwa 80 persen dari 205 daerah
pemekaran selama sepuluh tahun masa reformasi berjalan dinilai gagal dan hanya menambah
beban APBN. Daerah-daerah tersebut dianggap tidak berhasil meningkatkan kesejahteraan.
Kegagalan pemekaran yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia tersebut
menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi berbagai pihak, baik bagi pemerintah pusat,
pemerintah daerah, maupun masyarakat. Pemerintah, melalui Kementerian Dalam Negeri telah
mengambil kebijakan melakukan moratorium (penghentian sementara), terhadap usulan
pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB). Saat ini, sudah ada 87 usulan pemekaran yang telah
dibahas DPR periode 2009-2014 lalu mesti ditunda terlebih dahulu pembahasannya. Namun,
tetap ada masa persiapan selama 3 tahun ke depan bagi daerah yang hendak membentuk
otonomi baru. Rencana ini untuk mencegah kemungkinan kegagalan DOB yang baru dibentuk.
Karena, saat proses daerah persiapan, segala instrumen menuju DOB harus dimatangkan dengan
baik. Misal, tahun pertama, menyiapkan instrumen regulasi, evaluasi, hingga penyusunan batas-
batas daerah. Setelah mendapat penilaian dari pemerintah, barulah DOB terbentuk.
Bersamaan dengan itu, dalam beberapa tahun terakhir muncul kembali rencana
pemekaran daerah Pulau Flores dan sekitarnya menjadi Provinsi baru yang lepas dari provinsi
induknya, Nusa Tenggara Timur. Pulau Flores dinilai telah cukup pantas untuk menjadi wilayah
provinsi baru, dibandingkan tetap bersama Provinsi Nusa Tenggara Timur. Masyarakat dan elite
politik kabupaten-kabupaten yang ada di Pulau Flores telah membentuk P4F (Panitia Persiapan
Pembentukan Provinsi Flores) sebagai respons dan harapan masyarakat Flores yang menjadi
modal besar pembentukan Provinsi Flores. Adapun kabupaten/kota yang akan menjadi bagian
dari Provinsi Flores sebanyak 10 kabupaten berturut-turut adalah Manggarai Barat, Manggarai,
Manggarai Timur, Ngada, Nagekeo, Ende, Sikka, Flores Timur, Lembata, dan Alor.
Pertimbangan geopolitik, geografis, posisi strategis dan ekonomi menjadi landasan utama yang
mendukung pembentukan Provinsi Flores yang bertujuan untuk mempercepat pembangunan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat calon wilayah Provinsi Flores.
Dari tinjauan historis, meski sangat gencar dibahas dalam beberapa tahun belakangan,
wacana pembentukan Provinsi Flores bukanlah sesuatu yang baru muncul pada era reformasi.
Sejatinya, gagasan pembentukan Provinsi Flores sudah muncul bersamaan dengan pembentukan
provinsi Nusa Tenggara Timur yang dikemukakan oleh Partai Katolik di Flores dalam
konferensi partai di Nele (Sikka) pertengahan Mei tahun 1956. Gagasan provinsi Flores terus
bergulir meski status Flores telah masuk menjadi Provinsi Nusa Tenggara Timur. Namun
akhirnya di penghujung tahun 1960 meredup setelah muncul gerakan-gerakan kudeta di Jakarta
dan pergantian tampuk kepemimpinan kepada Soeharto yang menerapkan sistem pemerintahan
sentralistik. (Piet, 2006)
Pemerintah sendiri menegaskan bahwa penting untuk melakukan penelitian terdahulu
agar daerah pemekaran yang akan dibentuk nantinya benar-benar memenuhi syarat dan mampu
menjadi daerah otonomi baru yang berkualitas. Pemerintah telah mengatur masalah
pembentukan, penghapusan, dan penggabungan dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 129
tahun 2000 dan telah diperbaharui dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78
2
IJCCS ISSN: 1978-1520

Tahun 2007. Dalam peraturan pemerintah tersebut terdapat sebelas faktor yang merupakan
syarat teknis dalam melihat kelayakan pembentukan daerah, yaitu faktor kependudukan,
kemampuan ekonomi, potensi daerah, kemampuan keuangan, sosial budaya, sosial politik, luas
daerah, pertahanan, keamanan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali.
Pada hakikatnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi daerah dan
pemekaran daerah serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007
Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah memberikan
peluang untuk mendukung berdirinya Provinsi Flores karena secara geografis Flores sangat
layak untuk membentuk Provinsi sendiri. Namun hingga kini hal itu belum dapat direalisasikan
karena faktor "egocentris" antar tokoh lintas Flores dan pemimpin daerah sangat kental.
Terjadinya tarik menarik mengenai Ibukota Provinsi inilah yang menjadi akar persoalan
tertundanya pembentukan calon Provinsi Flores. Kajian khusus mengenai kelayakan
pembentukan Provinsi Flores hingga saat ini belum ada yang dipublikasikan.
Berdasarkan uraian di atas, terkait dengan rencana pembentukan Provinsi Flores, maka
penulis ingin melakukan kajian mengenai kelayakan pemekaran calon Provinsi Flores.
Kemudian sebagai analisis lanjutan guna memudahkan pengambilan kebijakan dan membantu
jalannya pembangunan agar dapat diwujudkan pemerataan pembangunan di Flores, maka
pengelompokan kabupaten/kota di calon Provinsi Flores perlu untuk dilakukan. Pengelompokan
dilakukan agar dapat dilihat kondisi kelompok-kelompok kabupaten/kota di Flores sehingga
dapat ditindaklanjuti terutama terkait dengan perencanaan dan pengambilan kebijakan.
Diharapkan nantinya pembangunan di Flores dapat lebih terkonsentrasi pada bidang-bidang
yang masih kurang di setiap kelompok-kelompok kabupaten/kota tersebut.
Penelitian yang berkaitan dengan pemekaran daerah, khususnya mengenai kelayakan
pemekaran telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, baik dari individu maupun dari
lembaga terkait. Namun penelitian terdahulu mengenai kajian kelayakan pemekaran calon
Provinsi Flores sejauh ini belum pernah belum ada yang dipublikasikan.
Salah satu penelitian terkait pemekaran daerah adalah penelitian yang dilakukan
Pemerintah Kabupaten Cianjur bekerja sama dengan Universitas Padjajaran (2008) dengan
judul “Studi Kelayakan Pemekaran Daerah Kabupaten Cianjur”. Data yang digunakan sebagian
besar merupakan data sekunder dari berbagai sumber, antara lain: 1) basis data indeks
pembangunan manusia; 2) Kabupaten Cianjur Dalam Angka; 3) Statistik keuangan daerah, dan
4) monografi kecamatan. Data tersebut juga dilengkapi oleh data primer untuk memvalidasi data
sekunder tersebut. Metode analisis yang digunakan untuk memprediksi kelayakan pemekaran
Kabupaten Cianjur adalah metode analisis biaya dan manfaat (cost and benefit) dengan
memperhatikan potensi, permasalahan, dan kecenderungan perkembangan wilayah calon Kota
Cipanas yang dikaitkan dengan kondisi Kabupaten Cianjur. Hasil penelitian yang mengacu pada
PP No. 78 Tahun 2007 menunjukkan bahwa Kabupaten Cianjur (induk) maupun calon Kota
Cipanas, secara total nilai keseluruhan faktor masuk kategori mampu untuk dijadikan daerah
otonom. Namun salah satu faktor yaitu faktor kemampuan keuangan hanya memperolah skor 45
atau tidak mencapai batas minimal skor sebesar 60. Dengan demikian, meskipun secara
keseluruhan termasuk kategori mampu, namun karena ada salah satu faktor yang skornya tidak
memenuhi batas minimal skor, maka prosedur pembentukan daerah otonom baru belum dapat
dilanjutkan.
Hal serupa juga pernah dilakukan oleh Asmara (STIS Jakarta, 2011), dalam skripsi yang
berjudul “Analisis Kelayakan Pemekaan Daerah Dan Pengelompokan Kabupaten/Kota Calon
Provinsi Kalimantan Utara” membahas secara mendalam tentang kelayakan pemekaran pada
calon Provinsi Kalimantan Utara sebagai wilayah pemekaran dari Provinsi Kalimantan Timur
berdasarkan analisis kelayakan yang mengacu pada PP No. 78 Tahun 2007 serta membuat
pengelompokan kabupaten/kota di Kalimantan Utara melalui analisis klaster. Penelitian ini
mencakup kabupaten/kota di calon Provinsi Kalimantan Utara, yaitu Berau, Bulungan, Malinau,
Nunukan, Tarakan, dan Tana Tidung. Sumber data yang digunakan sebagian besar merupakan
data sekunder dari hasil survei dan publikasi yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
dari berbagai periode waktu yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini semua kabupaten/kota
3
 ISSN: 1978-1520

yang akan menjadi bagian calon Provinsi Kalimantan Utara dikumpulkan datanya untuk
kemudian dianalisis sehingga mampu menggambarkan keadaan calon Provinsi Kalimantan
Utara dari faktor potensi daerah dan tingkat kesejahteraan masyarakat serta menjadi dasar dalam
pengujian kelayakan pemekaran dan pengelompokan kabupaten/kota di wilayah tersebut.
Gambaran umum menunjukkan bahwa ketersediaan lembaga keuangan, sarana ekonomi, akses
listrik, tenaga medis, jumlah PNS serta pada komponen-komponen penyusun IPM di
Kalimantan Utara masih lebih rendah dari Kalimantan Timur dan Kalimantan Timur (baru),
kemudian hasil analisis kelayakan pemekaran menunjukkan bahwa dengan total nilai indikator
pada faktor potensi daerah sebesar 73 dan hasil skoring pada faktor tingkat kesejahteraan
masyarakat yang mendapatkan nilai 5, maka calon Provinsi Kalimantan Utara dikatakan layak
untuk membentuk provinsi baru berdasarkan kedua faktor tersebut. Kemudian, pada hasil
analisis klaster, dari enam kabupaten/kota di Kalimantan Utara dibentuk menjadi tiga klaster.
Berdasarkan karakteristik yang dominan dalam klaster-klaster tersebut, maka terbentuk klaster
pertama dengan nama klaster Sumber Daya Manusia (SDM), klaster kedua dengan nama klaster
penunjang aktivitas perekonomian dan aparatur pemerintah daerah serta klaster ketiga dengan
nama klaster pelayanan publik.

2. METODOLOGI

2.1 Metode Pengumpulan Data


Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari
hasil survei dan publikasi yang dilakukan BPS (Badan Pusat Statistik). Dalam penelitian ini
semua kabupaten/kota yang akan menjadi bagian calon Provinsi Flores dikumpulkan datanya
untuk kemudian dianalisis sehingga mampu menggambarkan keadaan calon Provinsi Flores dari
faktor-faktor kependudukan, kemampuan ekonomi, potensi daerah, kemampuan keuangan, dan
juga tingkat kesejahteraan masyarakat serta nantinya dapat menjadi dasar dalam pengujian
kelayakan pemekaran dan pengelompokan kabupaten/kota di wilayah tersebut.
Sebagian besar data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tahun 2015 seperti
data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2015, Survei Angkatan Kerja
Nasional (SAKERNAS) Tahun 2015, dan publikasi ‘Daerah Dalam Angka’ tahun 2016,
‘Statistik Daerah’ tahun 2016, ‘Indikator Kesejahteraan Rakyat Daerah’ 2016, Publikasi
Kondisi Sosial Ekonomi dan Indikator Penting Nusa Tenggara Timur 2015 dan beberapa
publikasi lain. Sedangkan untuk beberapa variabel lain bersumber dari data Potensi Desa
(PODES) Tahun 2014. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data terkini
yang dapat dikumpulkan.
Thoha dan Soekarni (2000) menyebutkan bahwa penggunaan data adalah tergantung
dari ketersediaan data, hal tersebut tidak akan mengganggu atau menyebabkan bias analisis
dalam mengungkap esensi tujuan penelitian yang dikaji. Data yang akan dikumpulkan
merupakan data kuantitatif berupa data variabel kependudukan (seperti jumlah penduduk dan
kepadatan penduduk), data Produk Domestik Bruto (PDB), data variabel pendidikan, kesehatan,
IPM, dsb.

2.2 Metode Analisis


Dalam penelitian ini metode analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif, analisis
kelayakan pemekaran dan analisis klaster.
Analisis Deskriptif
Arikunto (2010) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang
dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi, atau hal lain-lain yang sudah disebutkan,
yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian. Metode analisis deskriptif digunakan
untuk mengetahui gambaran umum mengenai kondisi di wilayah calon Provinsi Flores. Agar
penggambaran menjadi lebih jelas dan ringkas maka akan ditampilkan dalam bentuk tabel,

4
IJCCS ISSN: 1978-1520

grafik dan diagram. Namun atas dasar terbatasnya jumlah halaman maksimum, hal ini tidak bisa
ditampilkan dalam makalah, dan akan saya tampilkan dalam penyajian ketika seminar.
Analisis Kelayakan Pemekaran
Analisis kelayakan pemekaran calon Provinsi Flores dilakukan guna melihat kesiapan
calon Provinsi Flores untuk menjadi provinsi baru berdasarkan faktor-faktor kependudukan,
kemampuan ekonomi, potensi daerah, kemampuan keuangan, dan juga tingkat kesejahteraan
masyarakat dengan berdasarkan pada ketentuan di PP No. 78 tahun 2007 tentang Tata cara
penggabungan, pembentukan dan penghapusan suatu daerah. Dalam penghitungannya,
menggunakan rata-rata provinsi pembanding untuk memperoleh skor dari setiap indikator.
Adapun yang menjadi pembanding dalam penelitian ini adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat
yang merupakan provinsi di wilayah sekitar. (Hasilnya dapat kita lihat pada lampiran 1 dan 2)
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, setelah menentukan pembanding
maka perlu dilakukan skoring untuk setiap indikator untuk kemudian dikalikan dengan bobot
masing-masing sehingga dapat diperoleh total nilai faktor. Secara singkat aturan pemberian skor
adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Ringkasan aturan skoring
Skor Keterangan
(1) (2)
5 (sangat mampu) Nilai indikator ≥ 80% nilai rata-rata pembanding
4 (mampu) Nilai indikator ≥ 60% nilai rata-rata pembanding
3 (kurang mampu) Nilai indikator ≥ 40% nilai rata-rata pembanding
2 (tidak mampu) Nilai indikator ≥ 20% nilai rata-rata pembanding
1 (sangat tidak mampu) Nilai indikator ≤ 20% nilai rata-rata pembanding
Sumber: PP No. 78 Tahun 2007

Pada faktor-faktor kependudukan, kemampuan ekonomi, potensi daerah, dan


kemampuan keuangan yang terdiri dari beberapa indikator, untuk melihat mampu atau tidaknya
calon Provinsi Flores memenuhi persyaratan kelayakan pembentukan provinsi dapat dilihat dari
total nilai faktor. Dimana persyaratan minimum untuk faktor kependudukan, kemampuan
ekonomi, potensi daerah, dan kemampuan keuangan dalam PP No. 78 Tahun 2007 adalah total
nilai faktor yang diperoleh untuk faktor kependudukan 80-100 (minimum 80), faktor
kemampuan ekonomi 60-75 (minimum 60), faktor potensi daerah 60-75 (minimum 60), dan
faktor kemampuan keuangan 60-75 (minimum 60). Secara parsial, untuk melihat bagaimana
kondisi setiap indikator dalam setiap faktor tersebut, dapat kita lihat dari hasil pemberian skor.
Pada faktor tingkat kesejahteraan masyarakat, karena hanya terdiri dari satu faktor maka hanya
dilihat dari hasil skoring dari indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Analisis Klaster
Analisis klaster (analisis gerombol) merupakan suatu metode yang
digunakan untuk mengelompokkan objek-objek dalam beberapa kelompok, dimana
setiap unit pengamatan dalam satu kelompok akan mempunyai ciri yang relatif
sama sedangkan antar kelompok unit pengamatan memiliki sifat yang berbeda.
Pada analisis klaster, setiap unit hanya akan masuk dalam satu klaster dan tidak
terjadi tumpang tindih (no overlapping area), klaster saling meniadakan (mutually
exclusive) (Supranto, 2004)
Analisis klaster digunakan untuk mencapai tujuan 3 pada penelitian ini yakni
mengklasifikasikan kabupaten/kota calon Provinsi Flores dengan karakteristik yang sama
berdasarkan indikator-indikator dalam faktor kependudukan, kemampuan ekonomi, potensi
daerah, kemampuan keuangan, dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Perangkat lunak yang
digunakan dalam analisis ini adalah SPSS 22. Analisis klaster dengan data yang distandardisasi
menggunakan Z score pada penelitian ini menggunakan metode hierarki yaitu Ward’s. Metode
Ward’s merupakan suatu metode pembentukan klaster yang didasari oleh hilangnya informasi
akibat penggabungan obyek menjadi klaster. Hal ini diukur dengan menggunakan jumlah total

5
 ISSN: 1978-1520

dari deviasi kuadrat pada mean klaster untuk setiap pengamatan. Error sum of squares (SSE)
pada persamaan (14) digunakan sebagai fungsi obyektif. Dua obyek akan digabungkan jika
mempunyai fungsi obyektif terkecil diantara kemungkinan yang ada. Metode Ward’s bertujuan
untuk memperoleh klaster yang memiliki varians internal terkecil yang sekecil mungkin.
Pada setiap tahap, dua klaster yang memiliki kenaikan sum of squares dalam klaster
yang terkecil digabungkan. Informasi mengenai jumlah klaster yang terbentuk dapat dilihat
berdasarkan bentuk dendogramnya. Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk menentukan
pengelompokan kabupaten/kota calon Provinsi Flores dengan karakteristik yang sama
berdasarkan indikator-indikator dalam faktor kependudukan, kemampuan ekonomi, potensi
daerah, kemampuan keuangan, dan tingkat kesejahteraan masyarakat, maka akan dihasilkan
kehomogenan yang tinggi antar observasi dalam klaster dan keheterogenan yang tinggi antar
klaster.
Tahapan validitas hasil klaster yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan elbow rule sehingga cukup melihat pada tahapan perubahan nilai
coefficient yang paling signifikan. Banyaknya klaster yang sebaiknya dibentuk
diperoleh dari hasil pengurangan jumlah observasi dengan tahapan ketika nilai
coefficient paling signifikan. Hal ini dicocokkan dengan hasil dendogram. Selanjutanya
dalam melakukan penginterpretasian terhadap hasil pengelompokan di penelitian ini
menggunakan nilai centroids. Centroids merupakan rata-rata nilai objek yang terdapat dalam
klaster yang ada pada setiap peubah. Nilai centroids akan menguraikan setiap klaster dengan
memberikan suatu nama atau label (Supranto, 2004).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki luas wilayah 47.931,54 km2 Provinsi ini terdiri
dari kurang lebih 550 pulau, dan tiga pulau utama yakni Pulau Flores, Pulau Sumba dan Pulau
Timor (barat). Terkait wacana pemekaran wilayah, kabupaten/kota yang berada di Pulau Flores,
yakni Kabupaten Flores Timur, Sikka, Ende, Nagekeo, Ngada, Manggarai Timur, Manggarai,
Manggarai Barat, serta Kabupaten Alor dan Lembata yang posisinya berdekatan dengan Pulau
Flores berencana mekar dari Provinsi Nusa Tenggara Timur dan membentuk Provinsi Flores. .
Lebih jelasnya, kawasan calon Provinsi Flores dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1. Peta wilayah Provinsi Flores

Calon Provinsi Flores memiliki luas wilayah sekitar 19.809,53 km2 atau sebesar 41,33
persen dari total seluruh wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagai provinsi induk.
Berkaitan dengan persyaratan pembentukan provinsi, luas wilayah di calon Provinsi Flores
tersebut sudah cukup untuk memenuhi syarat pembentukan provinsi yaitu harus lebih besar atau
sama dengan 60 persen rata-rata luas provinsi pembanding, dengan rata-rata luas provinsi
pembanding adalah sebesar 20.153,15 km2. Dalam penelitian ini provinsi pembanding adalah
Provinsi Nusa Tenggara Barat. Provinsi Nusa Tenggara Timur (baru) dalam penelitian ini
adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang nanti akan berdiri jika Provinsi Flores akan benar-
benar dibentuk.
6
IJCCS ISSN: 1978-1520

Hasil Analisis Kelayakan Pemekaran Daerah


Berkaitan dengan analisis kelayakan pemekaran, hasil perbandingan nilai indikator
calon Provinsi Flores dengan provinsi pembanding untuk setiap indikator dalam penelitian ini
dapat dilihat pada lampiran 1. Kemudian pada lampiran 2 dapat kita lihat bobot, skor, dan nilai
yang diperoleh tiap indikator pada calon Provinsi Flores.
Tabel hasil analisis kelayakan faktor kependudukan pada lampiran 2 menunjukkan
bahwa pada faktor kependudukan terlihat bahwa total nilai faktor yang diperoleh hanya
mencapai nilai 60, yang dimana masih belum mencukupi persyaratan minimum untuk
membentuk provinsi baru. Secara parsial, kedua indikator dalam faktor kependudukan yakni
jumlah penduduk dan kepadatan penduduk memang hanya mendapat skor 3 (kurang mampu).
Sehingga, dapat dikatakan bahwa jika dilihat dari faktor kependudukan, calon Provinsi Flores
masih belum memenuhi persyaratan untuk membentuk provinsi baru. Namun, seperti yang kita
ketahui bahwa faktor kependudukan dalam hal ini jumlah dan kepadatan penduduk dapat
bertambah seiring waktu.
Hal yang sama juga berlaku pada faktor kemampuan ekonomi karena total nilai yang
diperoleh hanya sebesar 50. Secara parsial, ketiga indikator ada dua indikator yakni PDRB non
migas per kapita dan kontribusi PDRB non migas yang masing-masing hanya mendapat skor 3
(kurang mampu) dan 2 (tidak mampu). Sedangkan indikator pertumbuhan ekonomi mendapat
nilai 5 (sangat mampu). Sehingga, kedua indikator ini perlu mendapat perhatian khusus dari
pemerintah daerah di Flores jika memang akan membentuk provinsi baru.
Kemudian untuk faktor potensi daerah, total nilai faktor yang diperoleh adalah 71.
Dalam hal ini, calon Provinsi Flores dapat dinilai layak untuk membentuk provinsi baru. Secara
parsial, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar indikator telah mendapat skor
5 (sangat mampu), hanya pada indikator rasio bank dan lembaga keuangan non-bank per 10.000
penduduk dan rasio sekolah SLTA per penduduk usia SLTA, secara berurutan masih mendapat
nilai 4 (mampu) dan 3 (kurang mampu). Dalam hal ini sudah merupakan pencapaian yang
bagus, namun juga perlu ditingkatkan. Berdasarkan kelayakan setiap indikator pada faktor
potensi daerah menunjukkan bahwa ketersediaan lembaga keuangan, sarana ekonomi, sarana
pendidikan, sarana dan prasarana kesehatan, akses masyarakat terhadap listrik dan sarana
transportasi serta tenaga kerja terdidik yang ada di calon Provinsi Flores sudah cukup untuk
menunjang jalannya pembangunan.
Selanjutnya pada faktor kemampuan keuangan, total nilai yang diperoleh adalah 65,
dimana sudah cukup layak karena telah memenuhi persyaratan nilai faktor minimum. Secara
parsial, hanya indikator jumlah PDS (Penerimaan Daerah Sendiri) yang mendapat skor 3
(kurang mampu), sedangkan kedua indikator lainnya yakni rasio PDS terhadap jumlah
penduduk dan rasio PDS terhadap PDRB non migas mendapat skor 5 (sangat mampu). Secara
keseluruhan dapat disimpulkan bahwa dari faktor kemampuan keuangan, calon Provinsi Flores
sudah mampu dan layak untuk menjadi provinsi baru, namun perlu juga untuk meningkatkan
jumlah penerimaan daerah lewat berbagai cara untuk lebih mampu mendanai jalannya
pembangunan dan program-program bagi masyarakat.
Pada faktor tingkat kesejahteraan masyarakat, karena hanya terdiri dari satu faktor maka
hanya dilihat dari hasil skoring dari indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Hasil
skoring dari faktor tingkat kesejahteraan masyarakat di calon Provinsi Flores menunjukkan
bahwa IPM di calon Provinsi Flores lebih besar dari 80 persen IPM provinsi pembanding, yang
artinya skor untuk IPM Flores adalah 5 (sangat mampu). Sehingga dapat diartikan bahwa faktor
tingkat kesejahteraan masyarakat di calon Provinsi Flores cukup mendukung daerah tersebut
untuk membentuk provinsi baru.
Hasil Pengelompokan Kabupaten/kota Calon Provinsi Flores
Indikator-indikator dari faktor kependudukan, kemampuan ekonomi, potensi daerah,
kemampuan keuangan, dan tingkat kesejahteraan masyarakat digunakan sebagai dasar dalam
pengelompokan kabupaten/kota dalam penelitian ini. Diharapkan hasil pengelompokan dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dari pemerintah daerah setempat dalam menentukan
kebijakan yang sesuai dengan keadaan daerah calon Provinsi Flores ini.
7
 ISSN: 1978-1520

Hasil pengelompokan menunjukkan bahwa dari sepuluh kabupaten/kota di calon


Provinsi Flores, berdasarkan metode Ward’s serta menggunakan jarak square euclidian dapat
terbentuk 3 klaster. Penjabaran dari proses klaster yang terbentuk dapat dilihat pada dendogram.
Selain itu, dari hasil output SPSS (lampiran 3), secara singkat untuk memudahkan melihat
perincian anggota pada setiap kemungkinan klaster yang terbentuk dapat dilihat pada tabel
keanggotaan klaster (cluster membership).
Berdasarkan output-output tersebut dapat dilihat bahwa dari kabupaten/kota yang
digunakan dalam penelitian ini dapat dibentuk menjadi beberapa klaster. Tidak ada ketentuan
yang pasti mengenai jumlah kelompok yang ideal, hal tersebut lebih tergantung dari tujuan
penelitian serta subjektivitas peneliti (Supranto, 2010). Namun dengan menggunakan elbow rule
dimana banyaknya klaster yang sebaiknya dibentuk diperoleh dari hasil pengurangan jumlah
observasi dengan tahapan ketika nilai coefficient paling signifikan terlihat, juga menunjukkan
hasil yang sama yakni terbentuk 3 klaster.

Tabel 5. Nilai coefficients pada tiap tahapan klaster


Tahapan Perubahan
Coefficients
(Stage) Coefficients
1 6,106 -
2 17,708 11,602
3 30,278 12,570
4 42,947 12,669
5 55,786 12,839
6 75,834 20,048
7 97,545 21,711
8 145,683 48,138
9 207,000 61,317

Pada Tabel 5 terlihat bahwa antara tahapan (stage) 7 dan 8 terjadi perubahan nilai
coefficients yang sangat signifikan hampir dua kali lipat dibanding perubahan pada tahapan
sebelum-sebelumnya yakni sebesar 48,138. Apabila digambarkan secara visual elbow rule
terlihat jelas pada Gambar 28 dimana terjadi garis dengan sudut yang menyiku pada saat nilai-
nilai coefficients tersebut disajikan dalam plot. Garis dengan sudut yang menyiku (elbow) terjadi
pada tahapan (stage) 7. Sehingga dengan jumlah observasi sebanyak 10, maka pengelompokan
dengan 3 klaster sudah cukup untuk menggambarkan bagaimana antar klaster-klaster yang
terbentuk memang berbeda satu sama lain. Hal ini juga cocok dengan hasil dendogram.

250

200 207
Nilai Coeffients

150 145,683

100 97,834
75,834
50 55,786
42,947
30,278
17,708
0 6,106
Stage 1 Stage 2 Stage 3 Stage 4 Stage 5 Stage 6 Stage 7 Stage 8 Stage 9

Gambar 2. Grafik perubahan nilai coeffients pada tiap tahapan (stage)

8
IJCCS ISSN: 1978-1520

Lalu seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam melakukan


penginterpretasian terhadap hasil pengelompokan di penelitian ini menggunakan nilai centroids.
Nilai centroids atau rata-rata untuk setiap klaster dalam penelitian ini dapat dilihat pada
lampiran 4, dimana dalam melakukan pemberian nama untuk setiap klaster didasarkan pada
indikator-indikator dengan nilai tertinggi diantara klaster-klaster yang terbentuk.
Adapun interpretasi dari setiap klaster dapat dijelaskan sebagai berikut:

Gambar 2. Peta Wilayah Calon Provinsi Flores per klaster

a) Klaster I
Klaster ini terdiri dari Kabupaten Sikka, Manggarai, Flores Timur, dan Ende. Pada
klaster ini ciri yang tampak ialah nilai indikator-indikator pada faktor kependudukan dan
kemampuan ekonomi yang tinggi. Hal yang sama juga tampak pada indikator persentase
pelanggan listrik terhadap jumlah keluarga, dan jumlah PDS (Pendapatan Daerah Sendiri).
Pada klaster ini, yang perlu mendapat perhatian khusus ialah pada indikator rasio pasar
per 10.000 penduduk, rasio sekolah SD per jumlah penduduk usia SD, rasio sekolah SLTP per
jumlah penduduk usia SLTP, rasio sekolah SLTA per jumlah penduduk usia SLTA, rasio
fasilitas kesehatan per 10.000 penduduk, rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan
bermotor, rasio PDS terhadap jumlah penduduk, dan rasio PDS terhadap PDRB non migas.
Kemudian pada beberapa indikator lain, klaster ini berada pada posisi lumayan, dalam artian
tidak pada angka terendah, sehingga tidak terlalu mengkhawatirkan tetapi tetap perlu
dikembangkan. Indikator-indikator yang dimaksud ialah indikator rasio bank dan lembaga
keuangan non-bank per 10.000 penduduk, rasio kelompok pertokoan/toko per 10.000 penduduk,
rasio sekolah SD per 10.000 penduduk, rasio tenaga medis per 10.000 penduduk, indikator
persentase pekerja berpendidikan minimal SLTA terhadap penduduk usia 18 tahun ke atas,
persentase pekerja berpendidikan minimal S1 terhadap penduduk usia 25 tahun ke atas, dan
rasio PNS terhadap penduduk dan angka IPM.
Berdasarkan menonjolnya indikator yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi, maka
klaster pertama diberi nama klaster ‘Kawasan Pusat Aktivitas Ekonomi’. Pada klaster ini,
pemerintah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan diharapkan dapat lebih menggenjot lagi
potensi aktivitas ekonomi yang dapat dilakukan di wilayah tersebut dengan memberlakukan
kebijakan khusus seperti yang diberlakukan pada Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang sudah
beroperasi sejak 2015, yaitu Sei Mangke (Sumatera Utara) dan Tanjung Lesung (Banten).
Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang KEK, pengembangan KEK terdiri atas
satu atau beberapa zona, antara lain pengolahan ekspor, logistik, industri, dan pariwisata. Dalam
Pasal 3 Ayat 3 UU Nomor 39 Tahun 2009 disebutkan, setiap KEK disediakan lokasi untuk
usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta koperasi. Dalam implementasi
pengembangan, KEK tidak hanya dihadapkan pada dinamika yang berfokus pada aspek
ekonomi namun juga aspek politik. Aspek politik ini mencakup pada unsur pemerataan dan
peningkatan daya saing serta hilirisasi industri. Apabila hal ini dilakukan secara baik maka
9
 ISSN: 1978-1520

dapat mencapai spirit yang dilatarbelakangi KEK yakni upaya untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi, menarik investasi dan menciptakan lapangan pekerjaan. Peran swasta dalam hal ini
sangat dibutuhkan, mengingat adanya keterbatasan dari pihak pemerintah untuk mendanai
pembangunan.
b) Klaster II
Klaster ini beranggotakan Kabupaten Lembata, Ngada, dan Nagekeo. Ciri yang tampak
pada klaster ini ialah ketersediaan tenaga kerja terdidik dan angka IPM yang tertinggi dibanding
kedua klaster lain, disamping memiliki jumlah penduduk yang paling rendah.
Ketersediaan tenaga kerja terdidik ditandai dengan angka tertinggi yang didapat klaster
ini pada indikator persentase pekerja berpendidikan minimal SLTA terhadap penduduk usia 18
tahun ke atas, persentase pekerja berpendidikan minimal S1 terhadap penduduk usia 25 tahun ke
atas, dan rasio PNS terhadap penduduk. Hal yang sama juga tampak pada indikator Rasio bank
dan lembaga keuangan non-bank per 10.000 penduduk, rasio kelompok pertokoan/toko per
10.000 penduduk, persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan
bermotor/perahu/perahu motor/kapal motor, rasio PDS terhadap jumlah penduduk dan rasio
PDS terhadap PDRB non migas. Indikator lainnya menunjukkan angka yang lumayan baik,
kecuali pada indikator kontribusi PDRB non migas, rasio tenaga medis per 10.000 penduduk
dan jumlah PDS (Pendapatan Daerah Sendiri) yang perlu lebih ditingkatkan.
Secara umum, klaster ini memiliki angka yang telah cukup baik pada hampir semua indikator.
Sesuai ciri yang telah disebutkan diatas, klaster ini dapat diberi nama klaster ‘Sumber Daya
Manusia (SDM) dan Kawasan Penunjang Aktivitas Ekonomi’. Pada klaster ini, pemerintah
daerah kabupaten/kota yang bersangkutan diharapkan dapat melakukan perbaikan pada
indikator-indikator yang perlu diperhatikan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Selain itu,
pemerintah kabupaten/kota setempat diharapkan melakukan peningkatan aktivitas ekonomi pada
daerah yang bersangkutan dengan menyediakan sarana dan prasarana dan menjalankan
kebijakan yang tepat agar dapat lebih maju dan menyamai kabupaten/kota pada klaster 1.
Klaster III
Klaster ini beranggotakan Kabupaten Alor. Manggarai Barat, dan Manggarai Timur.
Ciri yang tampak pada klaster ini adalah pada ketersediaan sarana pendidikan, fasilitas dan
tenaga kesehatan, pasar dan akses jalan yang sangat baik.
Pada indikator rasio sekolah SD per jumlah penduduk usia SD, rasio sekolah SLTP per jumlah
penduduk usia SLTP, rasio sekolah SLTA per jumlah penduduk usia SLTA, rasio fasilitas
kesehatan per 10.000 penduduk, rasio tenaga medis per 10.000 penduduk, rasio pasar per 10.000
penduduk, dan rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor menunjukan angka pada
klaster ini lebih baik dari dua klaster lainnya. Namun masih lumayan banyak yang perlu
diperhatikan pada klaster ini yakni pada indikator-indikator yang memiliki angka terendah
dibanding klaster lain, yakni pada indikator kepadatan penduduk, PDRB non migas per kapita,
pertumbuhan ekonomi, rasio bank dan lembaga keuangan non-bank per 10.000 penduduk, rasio
kelompok pertokoan per 10.000 penduduk, persentase rumah tangga yang mempunyai
kendaraan bermotor atau perahu atau perahu motor atau kapal perahu, persentase pelanggan
listrik terhadap jumlah keluarga, persentase pekerja yang berpendidikan minimal SLTA
terhadap penduduk usia 18 tahun ke atas, persentase pekerja yang berpendidikan minimal S1
terhadap penduduk usia 25 tahun ke atas, rasio pegawai negeri sipil terhadap penduduk, dan
pada angka IPM. Sedangkan pada beberapa indikator lain, klaster ini berada pada posisi
lumayan, dalam artian tidak pada angka terendah, sehingga tidak terlalu mengkhawatirkan tetapi
tetap perlu dikembangkan. Sehingga klaster ini dapat diberi nama klaster ‘Pelayanan Publik’.
Pemerintah kabupaten/kota yang tergabung dalam klaster ‘Pelayanan Publik’ diharapkan dapat
lebih meningkatkan keadaan daerah tersebut terutama pada aspek-aspek ekonomi dan
ketenagakerjaan dengan menyediakan sarana dan prasaran penunjang terutama pendidikan serta
menerapkan kebijakan yang tepat guna dan sasaran seperti halnya yang dilakukan daerah-daerah
dengan peningkatan peringkat IPM terbaik contohnya Provinsi Sulawesi Barat yang menjadi
peringkat 3 dari 34 provinsi pada tahun 2016. Dengan demikian, diharapkan kabupaten/kota
yang bersangkutan keadaannya dapat menjadi semakin maju dan lebih baik lagi.
10
IJCCS ISSN: 1978-1520

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari 23 indikator yang digunakan pada penelitian ini ditemukan 11 indikator pada
calon Provinsi Flores yang memiliki nilai kurang dari Provinsi Nusa Tenggara Timur
sebagai provinsi induk. Indikator-indikator tersebut adalah jumlah penduduk (faktor
kependudukan); PDRB non migas per kapita, pertumbuhan ekonomi, kontribusi PDRB
non migas (faktor kemampuan ekonomi); rasio fasilitas kesehatan per 10.000 penduduk
persentase rumah tangga yang memiliki kendaraan bermotor/perahu/perahu motor/kapal
perahu, rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor, persentase pekerja
yang berpendidikan minimal SLTA terhadap penduduk usia 18 tahun ke atas, persentase
pekerja yang berpendidikan minimal S-1 terhadap penduduk usia 25 tahun ke atas
(faktor potensi daerah); Jumlah PDS (faktor kemampuan keuangan); dan IPM (faktor
tingkat kesejahteraan masyarakat).
Kemudian terdapat 12 indikator yang nilainya lebih dari Provinsi Nusa Tenggara Timur,
indikator-indikator tersebut kepadatan penduduk (faktor kependudukan); Rasio bank
dan lembaga keuangan non-bank per 10.000 penduduk, rasio pasar per 10.000
penduduk, rasio sekolah SD per penduduk usia SD, rasio sekolah SLTP per penduduk
usia SLTP, rasio sekolah SLTA per penduduk usia SLTA, Rasio kelompok
pertokoan/toko per 10.000 penduduk, rasio tenaga medis per 10.000 penduduk,
persentase pelanggan listrik terhadap rumah tangga, rasio pegawai negeri sipil terhadap
penduduk (faktor potensi daerah); Rasio PDS terhadap jumlah penduduk, dan rasio PDS
terhadap PDRB non migas (faktor kemampuan keuangan).
2. Meskipun terdapat faktor lain yang masih perlu dipertimbangkan dalam menentukan
kelayakan pembentukan provinsi baru, dalam penelitian berdasarkan faktor
kependudukan, kemampuan keuangan, kemampuan ekonomi, potensi daerah dan
tingkat kesejahteraan masyarakat Flores cukup layak dipertimbangkan untuk dibentuk
menjadi provinsi baru. Dimana dari 5 faktor yang digunakan dalam penelitian ini,
terdapat 3 faktor yang menjadikan calon Provinsi Flores layak untuk dibentuk, yakni
faktor potensi daerah yang memperoleh total skor faktor sebesar 72, kemampuan
keuangan yang memperoleh total skor faktor sebesar 65 dan tingkat kesejahteraan
masyarakat yang mendapat skor 5 pada indikator tunggal yakni IPM. Kedua faktor yang
total nilai skornya kurang yakni faktor kependudukan (hanya 60 dari minimum 80) dan
faktor kemampuan ekonomi (hanya 50 dari minimum 60) perlu diperhatikan secara
seksama apabila suatu saat calon Provinsi Flores resmi akan dibentuk.
3. Berdasarkan hasil analisis klaster, dari sepuluh kabupaten/kota yang ada di calon
Provinsi Flores terbentuk 3 kelompok kabupaten/kota. Dimana kelompok pertama
terdiri dari Kabupaten Sikka, Manggarai, Flores Timur dan Ende yang menonjol pada
berbagai indikator yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi sehingga diberi nama
klaster ‘Kawasan Pusat Aktivitas Ekonomi’. Kemudian, kelompok kedua terdiri dari
Kabupaten Lembata, Ngada, dan Nagekeo yang memiliki ketersediaan tenaga kerja
terdidik dan angka IPM tertinggi serta memiliki nilai yang lumayan baik pada indikator-
indikator yang berkaitan dengan sarana dan prasarana kegiatan ekonomi sehingga diberi
nama klaster ‘Sumber Daya Manusia (SDM) dan Kawasan Penunjang Aktivitas
Ekonomi’. Selanjutnya kelompok ketiga yakni klaster ‘Pelayanan Publik’ yang terdiri
dari Kabupaten Alor, Manggarai Barat, dan Manggarai Timur yang memiliki
ketersediaan sarana pendidikan, fasilitas dan tenaga kesehatan, pasar dan akses jalan
yang sangat baik.

5. SARAN

11
 ISSN: 1978-1520

1. Agar tujuan pemekaran untuk kesejahteraan dapat benar-benar terwujud, maka


pemerintah daerah yang berwenang mengatur calon Provinsi Flores nanti sebaiknya
lebih menekankan perencanaan pembangunan pada indikator jumlah penduduk,
indikator-indikator pada faktor kemampuan ekonomi, fasilitas kesehatan, sarana dan
prasarana transportasi, tenaga kerja terdidik, jumlah pendapatan daerah, serta pada
dimensi-dimensi penyusun IPM.
2. Bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian serupa, agar menambah faktor
penentu kelayakan pemekaran, seperti faktor sosial budaya, sosial politik, luas daerah,
pertahanan, keamanan, rentang kendali, serta faktor lainnya.
3. Bagi pemerintah daerah yang berwenang mengatur calon Provinsi Flores nanti,
sebaiknya kebijakan pembangunan yang diambil disesuaikan dengan karakteristik-
karakteristik yang ada pada setiap kabupaten/kota. Hasil pengelompokan diharapkan
dapat menjadi referensi dalam menentukan kebijakan agar strategi pembangunan yang
diambil lebih tepat dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi). Jakarta:
Rineka Cipta.

Asmara, Nanda Sekar (2011). Analisis Kelayakan Pemekaan Daerah dan Pengelompokan
Kabupaten/Kota Calon Provinsi Kalimantan Utara [Skripsi]. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu
Statistik

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, United Nation Development Programs. (2007).


Studi Evaluasi Dampak Pemekaran Daerah. Jakarta: BAPPENAS.

Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Barat. (2016). Nusa Tenggara Barat Dalam
Angka 2016. Nusa Tenggara Barat.

Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur. (2016). Nusa Tenggara Timur Dalam
Angka 2016. Nusa Tenggara Timur.

Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran. (2008). Studi Kelayakan Pemekaran Kabupaten


Cianjur. Laporan Penelitian.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara
Pembentukan, Penghapusn, dan Penggabungan Daerah

Piet, Petu SVD. (2006). Nusa Nipa. Ende: Nusa Indah.

Supranto, J. (2004). Analisis Multivariat: Arti dan Interpretasi. Jakarta: Rineka Cipta.

Thoha, Mahmud dan Soekarni, M. 2000. Studi Kelayakan Ekonomi Pembentukan Provinsi
Baru: Kasus Banten. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol VIII, 45-79.

Wikipedia (11 Juli 2017). Ensiklopedia Bebas. Nusa Tenggara Timur. 14 Juli 2017.
http://id.wikipedia.org/wiki/Nusa_Tenggara_Timur.

12
IJCCS ISSN: 1978-1520

LAMPIRAN

Lampiran 1. Perbandingan nilai indikator kabupaten/kota calon Provinsi Flores


dengan rata-rata provinsi pembanding

Indikator Flores NTB (Pembanding)


(1) (2) (3)
Faktor Kependudukan
Jumlah penduduk. 2.299.373 4.835.577
Kepadatan penduduk 116 240
Faktor Kemampuan Ekonomi
PDRB non migas per kapita. 12.033.666 21.257.350
Pertumbuhan ekonomi. 4,78 5,62
Kontribusi PDRB non-migas. 0,24 0,88
Faktor Potensi Daerah
Rasio bank dan lembaga keuangan non-bank per 5,574 3,618
10.000 penduduk
Rasio kelompok pertokoan/toko per 10.000 penduduk 7,4459 4,4577
Rasio pasar per 10.000 penduduk. 1,154 0,603
Rasio sekolah SD per penduduk usia SD 0,0108 0,0066
Rasio sekolah SLTP per penduduk usia SLTP 0,0049 0,0052
Rasio sekolah SLTA per penduduk usia SLTA 0,0031 0,0045
Rasio fasilitas kesehatan per 10.000 penduduk 22,3322 17,7683
Rasio tenaga medis per 10.000 penduduk 16,0261 11,2189
Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan 37,95 58,13
bermotor/perahu/perahu motor/kapal motor
Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah keluarga 80,45 76,13
Rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan 0,0367 0,0146
bermotor
Persentase pekerja yang berpendidikan minimal 17,149 20,482
SLTA terhadap penduduk usia 18 tahun ke atas
Persentase pekerja berpendidikan minimal S-1 5,201 6,801
terhadap penduduk usia 25 tahun ke atas
Rasio pegawai negeri sipil terhadap penduduk. 224,66 61,79

Faktor Kemampuan Keuangan


Jumlah PDS (Penerimaan Daerah Sendiri) 6.983.876.984.180 12.087.751.629.325
Rasio PDS terhadap jumlah penduduk 3.037.296 2.499.754
Rasio PDS terhadap PDRB non migas 0,2524 0,1176
Faktor Tingkat Kesejahteraan Masyarakat
Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM) 61,54 65,19

13
 ISSN: 1978-1520

Lampiran 2. Analisis kelayakan pemekaran

Nilai
Indikator Bobot Skor
Indikator
(1) (2) (3) (4)

Faktor Kependudukan

Jumlah penduduk. 15 3 45

5 3 15
Kepadatan penduduk

Total Nilai Faktor Kependudukan 60


Faktor Kemampuan Ekonomi
PDRB non migas per kapita. 5 3 15
Pertumbuhan ekonomi. 5 5 25

Kontribusi PDRB non-migas. 5 2 10

Total Nilai Faktor Kemampuan Ekonomi 50


Faktor Potensi Daerah

Rasio bank dan lembaga keuangan non-bank per 10.000 2 5 10


penduduk

Rasio kelompok pertokoan/toko per 10.000 penduduk 1 5 5


Rasio pasar per 10.000 penduduk. 1 5 5
Rasio sekolah SD per penduduk usia SD 1 5 5
Rasio sekolah SLTP per penduduk usia SLTP 1 5 5
Rasio sekolah SLTA per penduduk usia SLTA 1 4 4
Rasio fasilitas kesehatan per 10.000 penduduk 1 5 5
Rasio tenaga medis per 10.000 penduduk 1 5 5
Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan 1 4 4
bermotor/perahu/perahu motor/kapal motor
Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah keluarga 1 5 5
Rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor 1 5 5
Persentase pekerja yang berpendidikan minimal SLTA terhadap 1 5 5
penduduk usia 18 tahun ke atas
Persentase pekerja berpendidikan minimal S-1 terhadap 1 4 4
penduduk usia 25 tahun ke atas
Rasio pegawai negeri sipil terhadap penduduk. 1 5 5

Total Nilai Faktor Potensi Daerah 72


Faktor Kemampuan Keuangan
Jumlah PDS (Penerimaan Daerah Sendiri) 5 3 15
Rasio PDS terhadap jumlah penduduk 5 5 25

Rasio PDS terhadap PDRB non migas 5 5 25

Total Nilai Faktor Kemampuan Keuangan 65


Faktor Tingkat Kesejahteraan Masyarakat
Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM) 5 5 25

Total Nilai Faktor Tingkat Kesejahteraan Masyarakat 25

14
IJCCS ISSN: 1978-1520

Lampiran 3. Hasil output analisis klaster

Case Processing Summarya

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent

10 100,0% 0 0,0% 10 100,0%

a. Squared Euclidean Distance used

Agglomeration Schedule

Cluster Combined Stage Cluster First Appears

Stage Cluster 1 Cluster 2 Coefficients Cluster 1 Cluster 2 Next Stage

1 4 9 6,106 0 0 6
2 2 7 17,708 0 0 5
3 1 10 30,278 0 0 7
4 3 5 42,947 0 0 6
5 2 6 55,786 2 0 8
6 3 4 75,834 4 1 8
7 1 8 97,545 3 0 9
8 2 3 145,683 5 6 9
9 1 2 207,000 7 8 0

Cluster Membership

Case 4 Clusters 3 Clusters 2 Clusters

1:Alor 1 1 1
2:Lembata 2 2 2
3:Flores Timur 3 3 2
4:Sikka 3 3 2
5:Ende 3 3 2
6:Nagekeo 2 2 2
7:Ngada 2 2 2
8:Manggarai Timur 4 1 1
9:Manggarai 3 3 2
10:Manggarai Barat 1 1 1

15
 ISSN: 1978-1520

16
IJCCS ISSN: 1978-1520

Lampiran 4. Nilai rata-rata klaster hasil pengelompokan kabupaten/kota calon


Provinsi Flores

Rata-rata klaster
Indikator
1 2 3
Faktor Kependudukan

Jumlah penduduk 287.209 142.140 241.373


Kepadatan penduduk 160 99 88
Faktor Kemampuan Ekonomi
PDRB non migas per kapita.
13.589.921 12.895.750 9.490.820
Pertumbuhan ekonomi.
4,92 4,84 4,54
Kontribusi PDRB non-migas.
5,01 2,43 2,96
Faktor Potensi Daerah
Rasio bank dan lembaga keuangan non-bank per 10.000
penduduk
5,416 8,025 4,411
Rasio kelompok pertokoan/toko per 10.000 penduduk 7,8631 9,5889 5,8425
Rasio pasar per 10.000 penduduk. 0,9481 1,354 1,607
Rasio sekolah SD per penduduk usia SD 0,0096 0,0086 0,0166
Rasio sekolah SLTP per penduduk usia SLTP 0,0038 0,0056 0,0065
Rasio sekolah SLTA per penduduk usia SLTA 0,0026 0,0029 0,0040
Rasio fasilitas kesehatan per 10.000 penduduk 19,7992 22,5420 26,1352
Rasio tenaga medis per 10.000 penduduk 14,0199 13,477 21,7773
Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan
bermotor atau perahu atau perahu motor atau kapal
motor 40,13 46,50 30,19
Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah keluarga 85,94 85,22 70,77
Rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan
bermotor 0,0355 0,0574 0,1089
Persentase pekerja yang berpendidikan minimal SLTA
terhadap penduduk usia 18 tahun ke atas 18,15 20,941 13,637
Persentase pekerja berpendidikan minimal S-1 terhadap
penduduk usia 25 tahun ke atas 5,398 6,417 4,184
Rasio pegawai negeri sipil terhadap penduduk. 222,16 285,40 204,86
Faktor Kemampuan Keuangan
Jumlah PDS (Penerimaan Daerah Sendiri) 781.610.649.088 595.516.109.233 690.295.353.377
Rasio PDS terhadap jumlah penduduk
2.766.138 4.185.113 2.921.083
Rasio PDS terhadap PDRB non migas
0,205 0,3367 0,3060
Faktor Tingkat Kesejahteraan Masyarakat
Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM) 62,37 63,53 58,46

17

Anda mungkin juga menyukai