Anda di halaman 1dari 10

PENGAKUAN NEGARA TIMOR LESTE

Kelas: 3/ G-1
Dosen: Mirsa Astuti, S.H., M.H.

Disusun Oleh:
Kelompok A 3:

BAGAS SETIAWAN 2206200325


KEISHA NUR FAZIRA 2206200338
DWI ACHMAD PRABOWO 2206200359
SYAHRANI ANGGI 2206200361

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

2022/2023
PENDAHULUAN

Hukum Internasional merupakan keseluruhan kaidah yang sangat diperlukan untuk


mengatur sebagian besar hubungan-hubungan antar negara-negara, tanpa adanya kaidah-
kaidah ini sungguh tidak mungkin bagi mereka untuk melakukan tetap dan terus menerus.
Sesungguhnya Hukum Internasional merupakan persoalan dengan keperluan hubungan
timbal balik antar negara-negara. Dalam hal ini tidak adanya suatu system Hukum
Internasional, maka masyarakat internasional negara-negara tidak dapat menikmati
keuntungan-keuntungan perdagangan dan komersial, saling pertukaran gagasan dan
komunikasi rutin yang sewajarnya.
Hukum internasional menghormati peranan penting dari wilayah negara seperti yang
tercermin dalam prinsip penghormatan terhadap integritas dan kedaulatan suatu wilayah
negara (territorial integrity and sovereignity) yang dimuat dalam berbagai produk Hukum
Internasional. Pengakuan kedaulatan dan integritas wilayah suatu negara antara lain
ditunjukkan dengan adanya larangan untuk melakukan intervensi terhadap masalah-masalah
internal suatu negara. Perubahan status kewilayahan suatu negara menimbulkan dampak
terhadap kedaulatan negara atas wilayah tersebut, khususnya dampak yuridis terhadap
kedaulatan negara termasuk di dalamnya masalah kewarganegaraan penduduk yang
bertempat tinggal di wilayah tersebut. Negara merupakan salah satu subjek Hukum
Internasional. Sebagai subjek Hukum Internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang
harus dipenuhi yaitu, salah satunya adalah wilayah. Pembagian wilayah pada setiap negara
bertujuan untuk mempermudah administrasi, pemerintahan, dan hal-hal yang berhubungan
dengan negara.
Kepastian dan kejelasan batas kadaulatan suatu negara merupakan hal yang sangat
fundamental, sebagai suatu kebutuhan bagi penyelenggaraan negara dalam beraktivitas dan
melakukan hubungan dengan negara lain, sehingga dapat memberikan jaminan adanya
perlindungan dan kepastian hukum dari negara mengenai batas wilayah kedaulatannya.
Pengakuan ialah perbuatan politik dimana suatu Negara menunjukan kesediaannya untuk
mengakui suatu situasi fakta dan menerima akibat hukum dari pengakuan tersebut. Kemudian
dalam praktek Negara modern pengakuan bukan sekedar mengetahui (cognition), atau lebih
daripada suatu pernyataan mengetahui bahwa suatu negara atau pemerintah memenuhi syarat
untuk diakui. Hal ini dibuktikan dengan fakta, antara lain bahwa mungkin saja terjadi
penundaan sebelum suatu Negara atau pemerintah diakui, meskipun status Negara atau
pemerintah itu tidak diperlukan lagi. Tujuan praktis pengakuan ialah diawalinya hubungan
resmi dengan Negara-negara lain yang mengakui. Sekali pengakuan itu diberikan, maka
tindakan itu berarti menghilangkan kemungkinan negara yang mengakui untuk
mempersoalkan kembali syarat- syarat untuk diakuinya negara atau pemerintah terkait.
Dalam pergaulan internasional, berbagai peristiwa terjadi dan menimpa suatu Negara.
Peristiwa-peristiwa tersebut misalnya: lahirnya suatu negara baru, pergantian pemerintahan
suatu negara baik secara konstitusional maupun inkonstitusional umpamanya melalui suatu
kudeta atau perebutan kekuasaan, terjadinya pemberontakan dalam suatu negara, suatu
kelompok bangsa berusaha memperjuangkan hak atas wilayah atau hak-hak yang bersifat
teritorial. Semua peristiwa ini walaupun pada dasarnya adalah masalah intern negara-negara
yang bersangkutan, banyak menimbulkan implikasi terhadap negara-negara lain, baik
implikasi positif maupun implikasi negatif. Oleh sebab itu, mau tidak mau negara-negara
tersebut tidak bisa tetap diam berpangku tangan terhadap peristiwa-peristiwa semacam itu.
Pada dasarnya sikap negara-negara ini dinyatakan melalui pemberian pengakuan maupun
menolak memberikan pengakuan terhadap fakta tersebut. Dengan memasukkan Timor Timur
sebagai salah satu Provinsi Indonesia melalui Undang-undang No 7 Tahun 1976, maka berarti
Indonesia memperoleh tambahan wilayah atau hak-hak yang bersifat teritorial.
Di mata dunia internasional Indonesia dianggap memperoleh tambahan wilayah
dengan cara yang bertentangan dengan hukum internasional yaitu melalui intervensi militer
pada tanggal 7 Desember 1975. Pernyataan ini bisa dilihat dari sikap PBB yang
mengeluarkan beberapa resolusinya yang intinya adalah sama yakni mengutuk keras invansi
militer Indonesia atas wilayah Timor Timur dan menyerukan agar Indonesia menarik dengan
segera semua pasukannya dari wilayah Timor Timur.
A. Proses Kemerdekaan Timor Leste dari Indonesia
Pada tanggal 7 desember 1975, Indonesia mengadakan sebuah operasi yang dikenal
dengan Operasi Seroja, yang bertujuan untuk menginvasi Timor-timur supaya bisa
berintegrasi menjadi salah satu wilayah dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).
Operasi invasi ini dilakukan Indonesia dibawah pemerintahan Soeharto setelah adanya klaim
dari Indonesia atas Timor-timur melalui Deklarasi Balibo.
Setelah Operasi Seroja berhasil melumpuhkan pihak-pihak dari Timor-timur yang
menolak integrasi, akhirnya Timor- timur resmi menjadi salah satu wilayah dari NKRI.
Masuknya Timor Timur ke da- lam Negara Republik Indonesia sebagai provinsi baru tersebut
disahkan melalui pengumuman UU No. 7 Th. 1976 (LN. 1976-36) oleh presiden Soeharto
yang menentukan integrasi Timor Lorosae kedalam Indonesia sebagai provinsi ke-27
(Perserikatan Bangsa-bangsa, 2000). Selain itu juga lahir PP No. 19 Th. 1976 (LN. 1976-36)
tentang Pembentukan Provinsi Daerah Tingkat I Timor Timur serta dipertegas lagi melalui
Ketetapan MPR No. VI/MPR/1976 yang mengukuhkan penyatuan wilayah Timor Timur yang
terjadi pada tanggal 17 Juli 1976 ke dalam wilayah Nergara Kesatuan RI.
Namun setelah 1976 Timor-timur berintegrasi menjadi salah satu wilayah Indonesia,
akhirnya pada tahun 1999, rakyat Timor-timur mendapatkan kesempatan untuk melakukan
referendum yang diberikan oleh presiden Indonesia ketika itu BJ Habibie, dimana dalam
referendum tersebut masyarakat Timor Timur bisa memilih untuk tetap menjadi wilayah
Indonesia ataupun memilih untuk menjadi sebuah negara baru yang merdeka. Dan akhirnya
setelah referendum benar-benar dilakukan Pada tanggal 30 Agustus 1999, rakyat Timor Timur
memilih merdeka (78,5%). Sehingga setelah penghitungan suara hasil referendum dilakukan,
Timor-timur tidak lagi menjadi wilayah Indonesia. Pada tanggal 20 Oktober 1999, Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) mencabut keputusan penyatuan Timor Timur dengan
Indonesia. Dengan keputusan MPR Indonesia yang mencabut keputusan penyatuan Timor
Timur dengan Indonesia, Timor Timur secara resmi merdeka pada tanggal 20 Mei 2002.
Ketika Timor Timur menjadi anggota PBB, mereka memutuskan untuk memakai nama
Portugis "Timor-Leste" sebagai nama resmi negara mereka.1
Timor Timur adalah sebuah wilayah kecil (ketika masih menjadi bagian dari NKRI)
jika dibandingkan dengan negara Indonesia baik dalam sisi luas wilayah ataupun jumlah
penduduk. Timor Leste memiliki luas daratan seluruhnya 14.619 km2. Sementara itu jumlah
penduduk berdasarkan sensus penduduk tahun 1980 adalah sebanyak 555.350 jiwa. Potensi
kekuatan yang dimiliki Timor Leste berada sangat jauh dibawah Indonesia. Namun pada
kenyataannya Timor Leste berhasil memperjuangan pemisihan dirinya dari Indonesia dan
keberhasilan Timor Leste untuk meraih kemerdekaan tersebut didapatkan dengan tidak
memilih jalan perang dengan Indonesia. Karena dilihat dari segi kekuatan Indonesia jauh
lebih unggul dibandingkan dengan Timor Leste. Untuk itulah Timor leste lebih memilih
untuk melakukan usaha-usaha yang tidak bersifat konfrontatif dengan Indonesia untuk
menghindari perang tebuka. Dan akhirnya jalan referendum berhasil membuat Timor leste
merdeka dari Indonesia.
Perjuangan kemerdekaan Timor Leste mendapatkan dukungan yang terus mengalir
dari dunia internasional. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Selain
1
Boro, L. R. (2014). Jajak Pendapat Timor Timur Dalam Perspektif Perlindungan Hukum Masyarakat Sipil
Pasca Konvensi Jenewa 1949. Masalah-Masalah Hukum, 43(3), 380 -388.
disebabkan sudah tersebarnya berita tentang pelanggara HAM di Timor Leste oleh tentara
Indonesia, juga dipengaruhi oleh perubahan iklim politik internasional kala itu. Semenjak
runtuhnya Tembok Berlin dan berakhirnya perang dingin, promosi demokrasi dan hak-hak
asasi manusia (HAM) telah menjadi tujuan utama negara internasional. Akibatnya, dalam
setiap kerjasama dengan negara-negara peminjam, berbagai negara donor dan lembaga
keuangan internasional cenderung untuk selalu melampirkan berbagai syarat yang disebut
kriteria politik, seperti pengakuan HAM, partisipasi masyarakat dalam politk dan penegakan
hukum, bahkan termasuk pula isu gender dan lingkungan.
Kampanye HAM terkait Timor Timur bahkan kian meluas dan intensif. Terlebih lagi
pada tahun 1996 ketika Komite Nobel Norwegia memberikan hadiah nobel perdamaian
kepada Uskup Carlos Ximenes Belo dan Jose Ramos Horta. Hadiah ini secara substantif
bermakna dukungan diplomatik maupun moral, sekali lagi membuat dunia memberi perhatian
lebih pada Timor Timur. Tuntutan internasional kepada Indonesia adalah untuk segera
mengakhiri penguasaan atas Timor Leste yang dianggap ilegal dan diwarnai dengan kasus
pelanggaran HAM. Masyarakat internasional mendesak Indonesia untuk segera memberikan
kemerdekaan bagi Timor Leste melalui jalur referendum yang dianggap sebagai jalan keluar
yang demokratis. 2
PBB sudah meminta kepada Indonesia untuk memberikan kemerdekaan kepada Timor
Leste, bahkan sejak pertama kali Indonesia melakukan invasi dan menduduki Timor Leste.
Pada saat tentara Indonesia melakukan serangan udara, darat dan laut ke Timor Leste pada 7
Desember 1975, invasi tersebut langsung dikutuk oleh PBB. Pada tanggal 22 Desember,
Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat mengluarkan resolusi 384 yang mengakui hak
warga Timor Leste yang tidak dapat ditawar un- tuk menentukan nasib sendiri dan merdeka.
Dewan menyayangkan intervensi angkatan bersenjata Indonesia di Timor Leste dan
menyesalkan bahwa Portugal tidak sepenuhnya bertanggung jawab untuk mengadministrasi
kekuasaan di dalam teritorial.
Pendudukan Indonesia atas wilayah Timor Leste malalui Operasi Seroja, selain
dianggap sebagai bentuk penjajahan yang melanggar hak masyarakat Timor Leste juga
dianggap sebagai peristiwa operasi militer yang melakukan pembantaian terhadap masyarakat
Timor Leste yang tidak menyetujui untuk berintegrasi dengan Indonesia. Ditambah lagi lobi-
lobi Timor Leste yang dikepalai oleh Ramos Horta sangat kuat dan intens di Australia dan
Amerika Serikat. Bahkan Horta dengan dukungan salah seorang aktivis Australia bernama
David Scott berhasil maju berbicara di forum PBB sebagai utusan pergerakan.
Kesempatan yang diperoleh Ramos Horta ini dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk
menyampaikan keinginan masyarakat Timor Leste untuk merdeka dari Indonesia dan
menyampaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang selama ini terjadi di timor leste. Hal
tersebut cukup memberikan pukulan telak bagi pemerintah Indonesia yang selalu berusaha
menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Timor Leste dalam keadaan baik-baik saja
dan stabil dibawah kekuasaan Indonesia. Dan hal tersebut sangat berpengaruh bagi posisi
Idonesia di dunia internasional yang ketika itu sedang mendekatkan diri keada negara-negara
maju dan organisasi multilateral yang bergerak dibidang ekonomi dan moneter seperti Bank
dunia dan IMF, untuk mau memberikan bantuan guna menyelesaikan krisis ekonomi yang

2
Sujatmoko, A. (2005). Tanggung jawab negara atas pelanggaran berat HAM: Indonesia, Timor Leste, dan
lainnya. Grasindo.
terjadi di Indonesia yang merupakan masalah yang serius dan menjadi fokus presiden
Habibie.
Keluarnya resolusi-resolusi PBB yang menyerukan penarikan pasukan Indonesia dari
Timor Timur adalah gambaran bahwa integrasi Timor Timur dengan Indonesia masih
dipersoalkan masyarakat internasional. Terlepas dari latar belakang sosio-politik situasi
perang dingin ketika itu, di mata masyarakat internasional keputusan Presiden Soeharto
mengirimkan pasukan ke Timor Timur adalah menyalahi aturan internasional. Sehingga PBB
mendesak Indonesia untuk segera memberikan hak referendum kepada Timor Leste.
Perserikatan Bangsa-Bangsa juga menilai bahwa dengan adanya krisis ekonomi yang
menimpa Indonesia membuat berbagai masalah berat bagi seorang BJ Habibie sebagai
presiden pengganti Soeharto. Tuntutan-tuntutan reformasi harus dapat diselesaikan olehnya
sebagai pengganti presiden sebelumnya yang dilengserkan oleh tuntutan rakyat. Salah satu
masalah yang terberat bagi Habibie adalah menangani krisis ekonomi yang melanda asia
yang terjadi pada tahun 1997, yang juga melanda Indonesia. inflasi secara besar-besaran
terjadi di Indonesia yang jika tidak segera diselesaikan oleh seorang BJ Habibie, maka
masalah krisis moneter ini akan semakin menyulitkan Indonesia, dibawah pemerintahannya.
Untuk itu, pemerintah telah merundingkan elemen-elemen substantif dengan PBB dan
Portugal. Pada tanggal 18 Juni 1998, usulan tersebut telah di- jelaskan oleh Menteri Luar
Negeri Republik Indonesia dan Sekjen PBB telah menyambut baik usulan tersebut. Usulan
tersebut juga sudah dikonsultasikan dengan pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi.
Pemerintah Portugal menyepakati dirundingkannya paket otonomi luas untuk Timor
Timur, namun sebagai solusi antara (transisi), di mana solusi akhirnya adalah referendum.
Dengan kata lain, Portugal melihat penerapan otonomi luas sebagai masa transisi atau
persiapan men- jelang dilaksanakannya referendum yang akan mengantarkan Timor Timur
menuju kemerdekaan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh pihak Australia. Hal ini
ditunjukkan dengan pernyataan Austrsalia melalui Menteri John Howard yang mengirim surat
ke presiden Habibie. Dia menulis surat kepada Habibie pada 19 Desember 1998, yang
menyatakan tentang otonomi Timor Leste adalah langkah awal bagi rakyat setempat yang
akan merdeka beberapa tahun kemudian. Surat Howard memuat syarat yang menegaskan
bahwa nanti pa-da akhirnya jajak pendapat akan terjadi.3
Kemudian disepakati bahwa masyarakat Timor Leste akan diberikan dua opsi untuk
memilih antara diberikan otonomi seluas-luasnya dan tetap men- jadi bagian dari NKRI, atau
diberikan kesempatan untuk melakukan jajak pendapat untuk memilih menyetujui otonomi
yang ditawarkan Indoneia atau menolaknya dan merdeka. Pemberian opsi tersebut disepakati
dalam perundingan Tripartit setelah dua orang menteri Luar Negeri dari Indonesia dan
Portugal, yaitu Ali Alatas dan Jaime Gama secara konsisten telah melakukan negosiasi secara
berturut-turut di New York pada tanggal 7 dan 8 Februaruari 1999. Dengan hasil akan
menawarkan pilihan pemberian otonomi kepada Timor Leste yang ditawarkan pemerintah
Indonesia. kemudian pertemuan kembali dilakukan pada tanggal 10-11 Maret 1999 di New
York, dengan hasil kedua meneteri tersebut setuju untuk melakukan jajak pendapat dengan
memberikan kesempatan bagi rakyat Timor Leste yang usianya memenuhi persyaratan agar

3
Kusuma, A. J. (2017). Pengaruh Norma HAM Terhadap Proses Kemerdekaan Timor Leste dari Indonesia.
Otoritas: Jurnal Ilmu Pemerintahan, 7(1), 1-13.
melakukan pemilihan langsung untuk menerima atau menolak status otonomi yang
ditawarkan Indonesia (Perserikatan Bangsa-Bangsa, 1999).4
Pemerintah Indonesia dibawah presiden BJ Habibie dengan segenap jajaran kabinet
telah sepakat untuk memberikan opsi referendum tersebut. selain itu sebelum
penandatanganan kesepakatan pemberian opsi tersebut BJ Habibie juga telah mendapat
persetujuan dari parlemen Indonesia dan jajaran kabinetnya setelah Habibie melakukan
konsultasi. Setelah melaksanakan persiapan secara sistematis, konsisten dengan iktikad yang
jujur, jajak pendapat secara demokratis, tertib dan adil siap dilaksanakan. Berbagai pihak
terlibat dan menyaksikan jajak pendapat tersebut, yaitu: aparatur Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, ABRI, Polri, Unamet, Organisasi Multilateral, LSM nasional maupun
internasional, semua media mas- sa nasional dan internasional. Maka tibalah hari yang
dinanti nantikan, yaitu hari yang akan menentukan nasib rakyat Timor Timur (Habibie,
2006).5
Dan akhirnya setelah referendum benar-benar dilakukan Pada tanggal 30 Agustus
1999, rakyat Timor Timur memilih merdeka (78,5%). Sehingga setelah penghitungan suara
hasil referendum dilakukan, Timor-timur tidak lagi menjadi wilayah Indonesia. Pada tanggal
20 Oktober 1999, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mencabut keputusan penyatuan
Timor Timur dengan Indonesia. Dengan keputusan MPR Indonesia yang mencabut keputusan
penyatuan Timor Timur dengan Indonesia, Timor Timur secara resmi merdeka pada tanggal
20 Mei 2002. Ketika Timor Timur menjadi anggota PBB, mereka memutuskan untuk
memakai nama Portugis yaitu Timor Leste sebagai nama resmi negara mereka. Keputusan
simbolik yang menggambarkan pemisahan sepenuhnya dari Indonesia. 6

B. Pengakuan Negara-Negara Internasional Terhadap Timor Leste


Negara Timor Leste sebagai suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat di abad ke-21
dengan nama resminya Republica Democratica de Timor Leste (RDTL) merupakan sebuah
Negara kecil yang terletak di Utara benua Australia dan Selatan Negara Republik Indonesia.
Negara Timor Leste mempunyai sejarah yang panjang untuk dapat berdiri sebagai suatu
bangsa yang merdeka dan berdaulat seperti sekarang karena Negara Timor Leste pernah di
jajah oleh 3 (tiga) bangsa yakni: Portugis selama 450 tahun, Jepang selama 3 tahun dan
Indonesia selama 24 tahun serta di bahwa pimpinan PBB melalui lembaga yang bernama
United Nations Transitional Administration in East Timor/UNTAET selama ±2 lebih (24
Oktober 1999-20 Mei 2002).
Pada tahun 1975, Timor Leste memproklamasikan kemerdekaannya, tetapi Indonesia
menjadikan wilayah Timor Leste ini sebagai provinsi ke-27 dengan nama Timor Timur.
Setelah referendum yang diadakan pada tanggal 30 Agustus 1999, di bawah perjanjian yang
disponsori oleh PBB antara Indonesia dan Portugal, mayoritas penduduk Timor Timur

4
Risse, T. (1999). The Power of Human Rights-International Norms and Domestic Change. New York:
Cambridge University Press.
5
Habibie, B. J. (2006). Detik-Detik yang Menentukan Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi. Jakarta:
THC Mandiri.
6
Seran, R. (2018). Strategi Pemerintah Republik Indonesia dalam Penanganan Masalah Pelintas Batas
Indonesia-Timor Leste (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).
memilih merdeka dari Indonesia. Timor Timur menjadi negara berdaulat pertama pada abad
ke-21 yaitu pada tanggal 20 Mei 2002.7
Referendum yang berbunyi “Timor Leste berpisah dengan Bangsa Indonesia sebagai
Provinsi yang ke 27 dengan nama Timor Timur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).”
Hasil Referendum tersebut maka Timor Leste berpisah dengan Bangsa Indonesia
sebagai Provinsi yang ke 27 dengan nama Timor Timur dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Setelah pasca Jajak pendapat terjadi tindakan kekerasan, pembunuhan,
terror, deportasi penduduk Timor Leste ke Wilayah Nusa Tenggarah Timur/NTT, di seluruh
kota di Timor Leste oleh Kelompok Pro Otonomi maka melalui lembaga PBB mengirim
International Peacekeeping Force for East Timor (INTERFET) pada tanggal 21 September
1999 untuk menormalkan situasi dan kondisi keamanan dari kelompok pro Otonomi. Mulai
tanggal 25 Oktober 1999 sampai tanggal 20 Mei 2002 semua administrasi di Timor Leste
dijalankan oleh PBB melalui lembaga UNTAET dengan resolusi 1272 Dewan Keamanan
PBB sehingga tugas utama lembaga ini adalah mempersiapakan lembaga-lembaga Negara
dan para pemimpin pribumi.
Timor Leste sebagai suatu Negara merdeka dan berdaulat mendapat Pengakuan dari
komonitas Internasional terhadap kedaulatan Negara Timor Leste pada tangggal 20 Mei 2002
dengan ditandai Lembaga UNTAET yang menyerahkan Kekuasaan Administrasi Kepada
Pimpinan Timor Leste melalui upacara di Dili Tacitolu. Namun misi PBB belum selesai
karena melaui lembaga United Nations Mission Support in East Timor (UNMISET) masih
berada di Negara Timor Leste dalam bentuk mendampingi Pemerintah Timor Leste, seperti
keamanan, kapasitas, dll. 8
Pengakuan Amerika serikat atas Kemerdekaan Timor
Amerika Serikat mengakui Timor-Leste, yang saat itu dikenal sebagai Timor Timur ,
pada tanggal 20 Mei 2002, ketika negara tersebut mencapai kemerdekaan resmi. Sebelumnya,
wilayah tersebut pernah menjadi jajahan Portugis hingga tahun 1975 dan berada di bawah
kedaulatan Indonesia dari tahun 1976 hingga 1999. Setelah referendum populer pada tahun
1999, yang diadakan di bawah naungan PBB, Pasukan Internasional untuk Timor Timur
menjaga perdamaian hingga kemerdekaan formal tercapai. pada tahun 2002.9
Alasan Timor Leste Belum di Terima sebagai Anggota ASEAN setelah kemerdekaan
Timor Leste
Jajak pendapat yang dilaksanakan pada 30 Agustus 1999 di bawah pengawasan
United Nations Mission in East Timor (UNAMET) telah menghantarkan wilayah Timor
Leste memasuki babakan sejarah baru. Setelah penyerahan kedaulatan penuh oleh UNTAET
(United Nation Transition in East Timor) kepada pemerintah baru Timor Leste pada 20 Mei
2002, rakyat Timor Leste menyelenggarakan pemerintahan sebagai negara yang Merdeka.
Pengakuan internasional terhadap kemerdekaan semakin mengukuhkan posisinya sebagai
negara berdaulat, dengan sebutan resmi Republica Democratica de Timor Leste (RDTL).

7
Dhiyaulhaq, RPULplus sd,(Jakarta:PT.wahyumedia.2015) hlm. 247
8
www.timor-Leste.gov.tl
9
https://history-state gov.translate.goog/countries/timorleste?
_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc
Sebagai sebuah negara yang baru, tentunya Timor Leste membutuhkan kerjasama
dengan negara lain khususnya dengan negara-negara tetangganya untuk memajukan
pembangunan dalam negeri dan memenuhi kepentingan nasional Timor Leste. Dalam sejarah
negara bangsa, tidak dipungkiri bahwa RDTL sebagai sebuah negara baru menghadapi
berbagai tantangan multidimensi yang hampir tidak dapat dihindarkan dalam masa
transisinya.
Timor leste menyadari akan kemampuan dan kualitas bangsanya yang masih sangat
terbatas, tentunya Timor Leste menyadari pentingnya mengambil bagian dalam organisasi
regional bersama ASEAN. Terkait keinginan Timor Leste bergabung dengan ASEAN,
Sekretariat Jenderal ASEAN Surin Pitsuwan mengatakan tidak ada penolakan dari negara-
negara anggota ASEAN. Hanya saja, belum ada kecocokan waktu dan kesiapan dari kedua
belah pihak. Namun, di sela- sela Konferensi Tingkat Menteri Ke-16 Gerakan Nonblok di
Hotel Grand Hyatt, Nusa Dua, Bali, Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa
menyatakan bahwa, mayoritas negara anggota ASEAN sudah menyetujui bergabungnya
Timor Leste menjadi anggota ke-11 perhimpunan bangsa-bangsa di Asia Tenggara tersebut.
Hal ini berkaitan dengan masalah politik dan keamanan serta persoalan ekonomi dan
sumber daya manusia Timor Leste yang menjadi pertanyaan bagi negara anggota ASEAN
terhadap kesiapan untuk memenuhi tanggung jawab dan tugas di saat bergabung dengan
ASEAN.
Upaya Timor Leste Menjadi Anggota Asean
Sejak Timor Leste mendapatkan pengakuan dari dunia internasional terhadap
kemerdekaannya. Secara langsung menempatkan posisinya untuk terlibat dan mengambil
bagian dalam komunitas ASEAN. Langkah awal yang ditempuh yaitu dengan berpartisipasi
dalam rapat dengan negara-negara yang bernaung dalam wadah. ASEAN sebagai pengamat.
Setelah mendapatkan status pengamat dalam ASEAN pada tahun 2002, Timor Leste
telah mempercepat usahanya dalam mempersiapkan sumber daya manusia yangmapan untuk
mengisi pada pos-pos yang di perlukan untuk berpartisipasi dalam organisasi ASEAN.
Tahun 2005 Timor Leste telah bergabung dengan ASEAN Regional Forum (ARF)
dan pada tahun 2007 menandatangani Treaty of Amity and Cooperation (TAC). Langkah ini
menunjukkan makna bagi kepentingan Timor Leste bergabung dengan ASEAN. 10 Timor
Leste memiliki hubungan diplomasi dengan 10 negara ASEAN.
Kini Timor Leste telah membuka kantor perwakilan di Jakarta, Kuala Lumpur,
Manila, dan Bangkok. Kedutaan besar Timor Leste di Bangkok juga menangani hubungan
dengan Kamboja dan Laos, sedangkan di Kuala Lumpur juga menangani hubungan dengan
Myanmar dan Vietnam.
Selanjutnya, dengan membentuk hubungan diplomatis di 10 negara-negara anggota
ASEAN dan membuka Sekretaris ASEAN nasional di ibu kota negara, Dili, di tahun 2009.
Timor Leste juga menghadiri sejumlah pertemuan ASEAN untuk melengkapi kesiapan dan
membangun kapasitasnya.11 Usaha seriusnya dalam memasukikancah keanggotaan ASEAN
ditandai saat Timor Leste akhirnya mengajukan permohonannya secara formal pada 04 Maret

10
Hhtp://English.peopledaily.com diakses Pada maret 2016
11
Ibid
2011. Hal ini mengindikasikan adanya pengakuan kedaulatan dan komitmen akan keinginan
Timor Leste untuk bekerjasama dengan ASEAN.

DAFTAR PUSTAKA
Jurnal
Alkatiri. Ibnu Masshud. 2012. “Hambatan Timor Leste Mendapatkan Status Keanggotaan
Penuh ASEAN” Yogyakarta Universitas Pembangunan Nasional.(hlm: 1)
Thomas Aquinas. “pengakuan internasional terhadap status Timor Leste sebagai suatu bangsa
kemerdekaan” Yogjakarta Universitas atma jaya.
Syifa Ayunda Swastia. 2016. “Diplomatik Timor Leste bergabung dalam keanggotaan tetap
asean” vol. 3 No. 2 Oktober 2016, Riau Universitas Riau.
Artikel
Hhtp://English.peopledaily.com diakses Pada maret 2016
www.timor-Leste.gov.tl
Buku

Anda mungkin juga menyukai