Anda di halaman 1dari 9

 

PENDAHULUAN

Masalah pelepasan Timor Timur (Timtim) dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan menjadi negara baru Republica Democratia de Timor Leste (RDTL) membawa
permasalahan baru dalam bidang kewarganegaraan. Negara Timor Leste dulunya
merupakan bagian dari wilayah Negara Indonesia, sebagai propinsi termuda. Masuknya
Timor Timur ke dalam Negara Republik Indonesia disahkan melalui UU No. 7 Th. 1976 (LN.
1976-36) tentang Pengesahan Penyatuan Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Selain itu juga lahir PP No. 19 Th. 1976 (LN. 1976-36) tentang Pembentukan
Propinsi Daerah Tingkat I Timor Timur serta dipertegas lagi melalui Ketetapan MPR No.
VI/MPR/1976 yang mengukuhkan penyatuan wilayah Timor Timur yang terjadi pada tanggal
17 Juli 1976 ke dalam wilayah Nergara Kesatuan RI.Proses integrasi ini didasarkan pada
Deklarasi Balibo yang ditandatangani pada tanggal 30 November 1975. Deklarasi Balibo
dan ketentuan-ketentuan di atas menjadi dasar klaim bagi pemerintah Indonesia.
Namun dengan adanya penyatuan ini, tidak berarti semuanya akan terlaksana dengan baik.
Status Timor Timur selalu dipermasalahkan, sehingga Sekjend PBB selalu memprakarsai
untuk mengadakan pembicaraan bertiga (tripartie talks) yang dihadiri oleh Menteri Luar
Negeri Indonesia dan Menteri Luar Negeri Portugal dalam mencari suatu penyelesaian
masalah di Timor Timur secara adil, menyeluruh dan diterima secara internasional. Namun
dalam forum tersebut, tidak banyak diperoleh kemajuan karena masing-masing pihak
bersikeras mempertahankan sikapnya masing-masing.
Indonesia di satu pihak telah menolak pembicaraan di forum itu dengan mengaitkan
resolusi-resolusi tentang Timor Timur yang ada. Di lain pihak, Portugal selalu menekankan
perlunya segera dilaksanakan hak penentuan nasib sendiri (self-determination) bagi warga
negara Timor Timur.Namun keadaan ini hanya berlangsung sampai dengan tahun 1998.
Negara Indonesia mengalami gejolak sosial politik yang menyebabkan Presiden Soeharto
turun dari kursi kepresidenannya setelah selama 32 tahun menguasai negeri ini. Habibie
yang pada saat itu menjabat sebagai wakil presiden diangkat secara sepihak oleh Soeharto
untuk meneruskan jabatan presiden RI dimasa transisi dan penuh kritis itu.
Salah satu kebijakan politis Habibie yang sangat kontroversial dan fenomenal pada waktu itu
adalah memberikan dua opsi atau pilihan kepada rakyat Timor Timur yakni referendum atau
otonomi khusus.Rakyat Timor Timur memilih jalan referendum untuk menentukan nasib
masa depan mereka. Maka pada tanggal 30 Agustus 1999, Misi PBB UNAMET (United
Nation Mission for East Timor) mengadakan jajak pendapat (referendum), dengan opsi
tetap bergabung dengan Indonesia atau memilih lepas dari Indonesia.
A. FRETILIN Sebagai Pemerintahan 

Pada saat portugis mundur, Fretilin langsung meduduki pemerintahan yang ditinggalakan
oleh Portugis dan mengalahkan UDT. Kemenangan Feretilin yang relative cepat atas UDT
setelah adanya keputusan dari sebagian besar anggota angkatan bersenjata untuk memihak
Fretilin itu berpengaruh besar pada struktur internal front ini pada bagaimana
merorgainsaikan diri sebagai pemerintahan. Masuknya orang militer dalam Fretilin
menyebabkan pergeseran politik dan ideology. Para pemimpin militer berkeinginan
mempertahankan orgainsasi yang bersetruktu hirarkis dan mungkin tidak menyukai gagasan
demokratis yang mendasari yang mendasari restrukturisasi tentara oleh Fretilin,
penghapusan pangkat dan pemberlakuan pemilihan pemimpin.
Tetapi dari segi niat mereka untuk bertempur demi kemerdekaan dan tidak berkompromi
dengan musuh, baik itu UDT maupun Indonesia yang melakukan invlasi, menurut para
pengamat yang menyaksikan mereka sedang bertempur, orang-orang militer tidak lebih
konservatif dibandingkan dengan pimpinan politik Fretilin. Politisasi tentara dan penyiapan
masyarakat oleh militer berlangsung sebgai persiapan menghadapi kemungkinan invasi oleh
Indonesia dan dengan pengetahuan bahwa orang-orang Timor Lorosae pro-integrasi telah
dipersenjatai dan dilatih. Fretilin punya keinginan untuk menjadikan pemerintahan tetap
stabil hingga colonial Portugis kembali untuk dekolonialisasi.
Didalam reorganisasi Fretilin, setelah menjalankan kekuasaan sebagai pemerintah de facto
dan masuknya anggota-anggota baru dari angkatan bersenjata, Fretilin melakukan
reorganisasi kecil, untuk organisasi pemerintah, bukan organisasi mobilisasi kekuatan.
Meskipun para pemimpin masih menyadari perlunya mobilisasi Rakyat, tugas ini diserahkan
kepada organisasi-organisasi masa, sementara anggota-anggota Komite Sentral memberi
perhatian pada pembuatan keputusan sehari-hari yang meliputi pengolahan pemerintahan.
Sepanjang periode ini pemerintah de facto Fretilin menghadapi dilemma dalam pembuatan
kebijakan. Sementara mereka ingin secepat mungkin menjalankan kebijakan Fretilin yang
telah mereka kembangkan pada masa sebelumnya, mereka menyadari mendesaknya
kebutuhan untuk menciptakan kepercayaan kepada pemerintahan mereka, dan kalau
mungkin mendorong Portugis untuk kembali, terutama karena hal ini bisa mencegah invasi
oleh angkatan bersenjata Indonesia.
Selama dua bulan Fretilin berkuasa di Timor Lorosae, para pemimpinnya bersepakat
untuk menunggu perundingan dengan Portugis atas jadwal waktu kemerdekaan. Maka
pada awal November kemungkinan pernyataan kemerdekaan menjadi persoalan politik
yang penting dalam Fretilin. Di dalam Fretilin ada berbagai pandangan mengenai persoalan
ini.

B. Masalah Pembangunan Daerah

Sesuai dengan UU No. 7 tahun 1976, Timtim pun kemudian ditetapkan statusnya sebgai
Propinsi Daerah Tingkat I, yang dipimpin oleh seorang gubernur kepala daerah. Adapun
sebagai pelaksanaan UU tersebut telah dikeluarkan PP No. 19 tahun 1976 yang antara lain
mengatur secara rinci tentang kedudukan dan susunan Pemerintah Daerah Tingkat I TIMtim.
Propinsi muda ini terdiri dari 13 kabupaten Daerah Timgkat II, dan 16 wilayah kecamatan .
Kebijakan awal dari proses pembangunan Timtim dilakukan secara bertahap. Tahap pertama
yaitu tahap rehabilitas (1976-19770, dengan sasaran utama merehabilitasi seluruh
prasaraan dan sarana umum, mulai dari rumah sakit, balai pengobatan, sekolah, samapi
berbagai sarana telekomunikasi serta perhubungan. Di samping itu diadakan pula program
peningkatan ketermapilan bagai para pegawai, agara mereka dapat memahami system
pemerintahan administrasi pemerintahan yang berlaku. Kemudian tahap kedua adalah
tahap Konsolidasi (1977-1978) tahap ini ditujukan untuk melanjutkan serta meningkatkan
langkah-langkah pembangunan sebelumnya, sehingga menjangkau peningkatan program-
program pembangunan ekonomi rakyat, peningkatan prasarana serta sarana pendidikan,
dan sebagainya. Kemudia pada tahap ketiga yaitu tahap Stabilisasi (1978-1982) dengan
sasaran utama pada pemantapan serta peningkatan kemampuan dan keterampilan aparat
pemerintah daerah secara menyeluruh dan terpadu. Dengan usaha-usaha tersebut
diharapkan bahwa Pemda Titim siap menyongsong pembangunan pada masa itu dengan
Repelita IV.
Semakin lama masalah yang dirasakan oleh masyarakat Timtim bukanlah kelompok yang
anti Integrasi, tapi cenderung pada perlakuan pemerintah selam integrasi.Antara presepsi
masyarakat dan pendekatan yang dilakukan pemerintah masih belum sepenuhnya sesuai.
Pelaksanaan pembangunan di Timtim waktu itu memang belum tepat, dan terkesan
bahwa pembangunan fisik memang maju, sementara pembangunan manusianya
tertinggal.

C. Masalah Pembangunan Politik 

Berdasarkan Deklarasi Rakyat Timtim yang diwakili empat partai (Apodeti, UDT, Kota dan
Trabalhsita). Dibidang politik, disebutkan bahwa semua kegiatan rakyat dalam ideology,
ekonomi, social, budaya dan diarahkan guna meletakan dasar-dasar sinkronisasi masyarakat
demi mempercepat tercapainya integrasi rakyat Timtim ke dalam negeri RI. Timtim harus
bekerja keras untuk mengejar ketinggalannya dari daerah-daerah yang lain. Untuk itu,
berbagai fasilitas kesejahteraan social masyarakat harus ditingkatkan. Demikian pula harus
diusahakan berbagai langkah guna menyiapkan Timitm, salah satunya bidang pertanian agar
membantu perekonomian mak fasilitas pertanian ditingkatkan.untuk mempercepat proses
pembangunan di timtim, maka pendidikan, kesehatan, penerangan dan aneka fasilitas social
lainnya perlu mendapatkan prioritas, terutama pada Repelita IV.
Rakyat timtim memiliki karakteristik yang berbeda dengan rakyat Indonesia pada
umumnya. Secara fisik mereka tidak pernah ikut melakukan perlawanan terhadap
Belanda. Kemudian pada waktu kemerdekaan RI tidak mengantakan bahwa Timtim
bukan bagian wilayahnya karena dibawah kekuasaan Portugis. Permasalahan Timtim
sebenarnya tidak ubahnya seperti permasalahan yang dimasa lalu juga pernah dialami oleh
provinsi di Indonesia yang lain. Dalam proses integrasi, muncul aneka permasalahan yaitu
salahsatunya bersumber dari factor perbedaaan sejarah dan proses integrasi yang penuh
dengan kekerasan (pada masa penjajahan yang disebut Indonesia adalah wilayah yang
dulunya adalah kekuasaan Hindia-Belanda, sedangkan Timor diduduki oleh
Portugis). Kemudian terjadinya “peristiwa Dili” pada 12 November 1991, yang diawali oleh
bentrokan antara pemuda yang pro dan kontra terhadap integrasi. Kejadian ini juga yang
menjadikan hubungan Indonesia dan Timtim renggang. Dan peristiwa ini menjadi sorotan
berita dalam dan luar negeri dan dengan dicampuri oleh Australia maka kejadian ini pun
semakin menjadikan keadaan tidak kondusif.

D. Masalah Indonesia dengan Timor Leste  

Menteri Luar Negeri Timor Leste Jose Ramos Horta menegaskan, dengan dibebaskannya
seluruh perwira militer Indonesia yang dianggap bertanggung jawab dalam kerusuhan pasca
jajak pendapat di Timor Timur, 1999 silam, itu akan menurunkan kredibilitas Indonesia di
mata masyarakat internasional. “Ini akan menciptakan kesulitan bagi Indonesia,” tegas
Horta saat dihubungi Tempo News Room melalui telepon genggamnya, Sabtu (7/8). Dia
sendiri merasa terkejut dengan dibebaskannya mantan Panglima Komando Daerah Militer XI
Udayana Mayor Jenderal Adam Damiri dari hukuman.
Damiri sebelumnya divonis tiga tahun penjara oleh Pengadilan Tingkat Pertama HAM ad
hoc. Tiga perwira militer lainnya juga telah dibebaskan dari hukuman, yaitu mantan
Komandan Resor Militer 154 Wiradharma Letnan Kolonel M. Noer Muis (divonis lima tahun),
mantan Kepala Kepolisian Resor Dili Komisaris Besar Hulman Goeltom (tiga tahun), dan
mantan Komandan Distrik Militer 1627 Dili Letnan Kolonel Sujarwo (lima tahun). Horta juga
menyesalkan proses pengadilan HAM yang hanya menghukum dua warga sipil Timor-Timur,
yaitu mantan Gubernur Timor-Timur Jose Abilio Soares dan mantan Panglima Milisi Aitarak
Eurico Guterres. “Kami sangat terkejut bahwa hanya dua warga sipil Timor Timur yang
dihukum,” kata dia.
Namun demikian, lanjut dia, Pemerintah Timor Leste tidak menyetujui adanya desakan
kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk membentuk suatu pengadilan internasional guna
menghukum sejumlah pejabat militer Indonesia. “Itu akan menimbulkan kesulitan dalam
hubungan bilateral Indonesia dan Timor Leste,” tegas Horta. Dia merasa khawatir
pembentukan pengadilan internasional nantinya akan digunakan oleh pihak-pihak yang
tidak bertanggung jawab untuk merusak hubungan bilateral kedua negara. Dia menegaskan,
pemerintahnya masih berharap Indonesia dapat memberikan keadilan dalam kasus
pelanggaran HAM tersebut.
Rencana pembentukan pengadilan internasional untuk kasus pelanggaran hak asasi manusia
di Timor Timur, dinilai dapat mengganggu hubungan bilateral antara Indonesia dan Timor
Leste. “Tidak ada dampak positif terhadap hubungan Indonesia dan Timor Leste,” tegas juru
bicara Departemen Luar Negeri Marty Natalegawa dalam acara jumpa pers di kantornya,
Jumat (13/8). Dia menambahkan penyelesaian kasus pelanggaran HAM Timor Timur harus
berdasarkan posisi kedua negara dan bukan berdasarkan pendapat masyarakat
internasional. Desakan untuk membentuk pengadilan internasional muncul setelah
pengadilan HAM ad hoc di Indonesia membebaskan seluruh perwira militer dan kepolisian.
Pengadilan hanya menghukum dua warga sipil Timor Timur, yakni mantan Gubernur Jose
Abilio Osorio Soares dan mantan Wakil Panglima Milisi Aitarak Eurico Guterres. Sejumlah
protes terhadap keputusan pengadilan ini, antara lain datang dari Pemerintah Amerika
Serikat dan Selandia Baru.
Lebih lanjut Natalegawa mengungkapkan, gagasan Sekretaris Jenderal Perserikatan
Bangsa-Bangsa Kofi Annan tersebut akan menimbulkan kesan buruk. Dia
mempertanyakan apakah lazim Sekretaris PBB memiliki wewenang untuk menilai proses
hukum di suatu negara berdaulat. Dia juga mempertanyakan apakah Annan juga akan
melakukan hal yang sama terhadap negara lain. “Ada potensi diskriminatif dan sangat
mengganggu kemandirian proses hukum,” tegas dia. Dia menegaskan, selama ini
pemerintah telah melakukan lobi terhadap negara-negara anggota Dewan Keamanan agar
gagasan pembentukan pengadilan internasional itu tidak diterima. Dia merasa yakin
pengadilan internasional tersebut tidak akan terbentuk karena hal itu memerlukan
persyaratan yang ketat. Meski demikian, lanjut Natalegawa, pemerintah akan berusaha
keras untuk meyakinkan negara-negara sahabat agar hal itu tidak terwujud. “Untuk bisa
meyakinkan masyarakat internasional dan masyarakat kita sendiri bahwa rasa keadilan itu
sudah terpenuhi,” lanjut dia.
Menteri Luar Negeri Jose Ramos Horta juga memiliki pandangan yang sama mengenai hal
ini. “Itu akan menimbulkan kesulitan dalam hubungan bilateral Indonesia dan Timor Leste,”
tegas dia. Saat semua biaya yang dikucurkan untuk Timtim oleh Indonesia untuk
pembangunan, tidak sedikit pengorbanan yang diberikan demi tidak terlepasnya Timor
Lorosae. Namun pandangan dunia Internasional kepada Indonesia tentang pergolakan yang
terjadi dan ditambah campur tangan Australia, hingga ahkirnya Timtim sudah terlepas kini.
Semoga kejadian terlepasnya Timtim tidak akan terulang, walau kini di beberapa wilayah
sudah banyak gerakan yang menginginkan lepas dari Indonesia seperti misalnya Aceh
dengan GAM-nya dan Papua dengan OPM-nya, bahkan sekarang Maluku pun ikut-ikutan
ingin merdeka dengan gerakan RMS-nya. Sekiranya pemerintah mampu dan kita semua juga
harus sadar akan pentingnya bersatu dan persatuan, dalam perbedaaan dan jadikan itu
adalah kebanggaan.
INTEGRASI TIMOR-TIMUR

DI SUSUN OLEH :

1. ARIES SUCI HANDAYANI


2. ARIF HIDAYAT
3. ELZA PRAHERTIWI
4. KHURROTA AKYUN
5. LALU PANJI WIRA PRABOWO
6. LANA MARLIANA
7. NOVAN PUTRA AYENSYAH
8. RISKI RIDHA SAPUTRA
9. SATRIA PRANATA
LATAR BELAKANG
Timor Timur merupakan sebuah wilayah bekas koloni portugis yang dianeksasi oleh militer
Indonesia menjadi sebuah provinsi yang pernah menjadi bagian Indonesia antara 17 Juli
1976 sampai 19 Oktober 1999. Kala itu provinsi ini merupakan provinsi Indonesia yang ke-
27. Timor Timur berintegrasi dengan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia setelah
dijajah selama 450 tahun oleh Portugal. Wilayah provinsi ini meliputi bagian timur pulau
Timor, pulau Kambing atau Atauro, pulau Jaco dan sebuah eksklave di Timor Barat yang
dikelilingi oleh provinsi Nusa Tenggara Timur.  Pada 30 Agustus 1999, dalam sebuah
referendum yang diadakan PBB, sebagian besar rakyat Timor Timur memilih merdeka dari
Indonesia. Antara waktu referendum sampai kedatangan pasukan perdamaian PBB pada
akhir September 1999, kaum anti-kemerdekaan yang konon didukung Indonesia
mengadakan pembantaian balasan besar-besaran, di mana sekitar 1.400 jiwa tewas dan
300.000 dipaksa mengungsi ke Timor barat. Sebagian besar infrastruktur seperti rumah,
sistem irigasi, air, sekolah dan listrik hancur. Pada 20 September 1999 pasukan penjaga
perdamaian International Force for East Timor (INTERFET) tiba dan mengakhiri hal ini. Pada
20 Mei 2002, Timor Timur diakui secara internasional sebagai negara merdeka.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT berkat rahmat-NYA kami dapat menyelesaikan
tugas makalah sejarah yang berjudul “ INTEGRASI TIMOR-TIMUR DALAM WILAYAH NKRI “.

Makalah kami ini yang bertemakan “ Timor Timur” yang merupakan sebuah wilayah bekas
koloni portugis yang dianeksasi oleh militer Indonesia menjadi sebuah provinsi yang pernah
menjadi bagian Indonesia antara 17 Juli 1976 sampai 19 Oktober 1999. Kala itu provinsi ini
merupakan provinsi Indonesia yang ke-27. Timor Timur berintegrasi dengan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia setelah dijajah selama 450 tahun oleh Portugal. Wilayah
provinsi ini meliputi bagian timur pulau Timor, pulau Kambing atau Atauro, pulau Jaco dan
sebuah eksklave di Timor Barat yang dikelilingi oleh provinsi Nusa Tenggara Timur.  Pada 30
Agustus 1999, dalam sebuah referendum yang diadakan PBB, sebagian besar rakyat Timor
Timur memilih merdeka dari Indonesia.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah timor-timur...?
2. Bagaimana sistem pemerintahan timor-timur...?
3. Masalah pembentukan timor-timur....?
4. Masalah yang terjadi antara indonesia dengan timur leste....?

Anda mungkin juga menyukai